• Tidak ada hasil yang ditemukan

38480 ID over capacity narapidana di lembaga pemasyarakatan faktor penyebab implikasi neg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "38480 ID over capacity narapidana di lembaga pemasyarakatan faktor penyebab implikasi neg"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

OVER CAPACIT Y NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN,

FAKTOR PENYEBAB, IMPLIKASI NEGATIF, SERTA SOLUSI

DALAM UPAYA OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA

Angkasa

Fakult as Hukum Universit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail: drangkasa_64@yahoo.com

Abst ract

Over capaci t y happened because gr owt h r at e dwel l er of i l l assor t ed pr i son wit h dwel l i ng medi um of pr i son. Besi des seems t her e ar e some ot her i mpel l er f act or s t o t he happeni ng of t he par adi gm over capaci t y or l aw f act or s of i t sel f whi ch t end t o or i ent ed i nst it ut ional cr i me (pr ison). Over capaci t y t end t o t o have negat ive i mpl i cat i on t o some mat t er s f or exampl e t he l ower i ng of secur it y st or ey; l evel / obser vat i on and al so t he happeni ng of pr i sonizat ion. Sol ut i on of over capacit y convi ct i n pr i son in t he ef f or t opt i mal i zat ion const r uct i on of convi ct in t he ef f or t opt i mal i zat ion const r uct ion of convi ct f or exampl e wit h a f ew act ions havi ng t he char act er of non-i nst it ut ional i n t he f or m of condi t ional cr i me, pr obat ion, suspended, compensat ion, r est i t ut i on and al so usage of r est or at ive j ust i ce.

Keywor d: over capaci t y, convi ct , j ust i ce r est or at ive

Abst ract

Over capaci t y t erj adi karena laj u pert umbuhan penghuni lapas t idak sebanding dengan sarana hunian

lapas. Selain it u t ampaknya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain unt uk t erj adinya over capacit y

paradigma at au f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung berorient asi pada pidana inst it usional (penj ara). Over capaci t y cenderung berimplikasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan sert a t erj adinya prisonisasi. Solusi over capaci t y narapidana dalam Lapas dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana ant ara lain dengan beberapa t indakan yang bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana bersyarat , pr obat i on, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est or at ive j ust i ce.

Kat a kunci: over capaci t y, narapidana, r est or at ive j ust i ce

Pendahuluan

Lembaga Pemasyarakat an (Lapas) me-rupakan inst it usi dari sub sist em peradilan pidana mempunyai f ungsi st rat egis sebagai pelaksanaan pidana penj ara dan sekaligus bagai t empat bagi pembinaan narapidana se-bagaimana diamanat kan dalam Undang-undang no 12 t ahun 1995 t ent ang Pemasyarakat an. Fungsi Lapas ini sesungguhnya sudah sangat berbeda dan j auh lebih baik dibandingkan de-ngan f ungsi penj ara j aman dahulu dede-ngan dasar hukum Perat uran Penj ara (Gest i cht en Reg-l ement S. 1917 no. 708).

Surat Keput usan Ment eri Kehakiman Re-publik Indonesia No. 02-PK. 04. 10 Tahun 1990 Tent ang Pola Pembinaan narapidana/ t ahanan, Lapas dalam sist em pemasyarakt an selain seba-gai t empat pelaksanaan pidana penj ara (ku-rungan) j uga mempunyai beberapa sasaran srat egis dalam pembangunan nasional. Tuj uan t ersebut ant ara lain dinyat akan bahwa Lapas mempunyai f ungsi ganda yakni sebagai lembaga pendidikan dan lembaga pembangunan.

(2)

pekert i luhur, berkepribadian, mandiri, maj u, t angguh, cerdas, kreat if , t erampil, berdisiplin, yang memiliki kesadaran beragama, bermasya-rakat , berbangsa dan bernegara, memiliki ke-mampuan int elekt ual dan berkesadaran hukum.

Sebagai lembaga pembangunan, Lapas bert ugas membent uk narapidana sebagai manusia pem-bangunan yang produkt if , baik selama di dalam Lapas maupun set elah berada kembali di ma-syarakat sert a ikut mensukseskan pembangun-an.

Namun demikian dalam perj alanan wakt u t ampak j elas bahwa t uj uan pembinaan napi ini banyak menghadapi hambat an dan berimplikasi pada kurang opt imalnya bahkan dapat menuj u pada kegagalan f ungsi sebagai lembaga pem-binaan. Permasalahan mendasar yang t ampak riil adalah adanya kelebihan hunian (over

capa-ci t y) narapidana di Lapas-lapas hampir seluruh

Indoenasia. Hal ini diungkapkan ant ara lain oleh mant an Ment eri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mat t alat t a, maupun Dirj en Pe-masyarakat an Depart emen Hukum dan HAM Unt ung Sugiyono. Hal senada j uga dikemukakan oleh beberapa mant an napi sepert i halnya Roy Mart en maupun Sussongko Suhardj o, amat an Pelaksana Harian Sekret aris Jenderal Komisi Pemilihan Umum ket ika menj alani masa pidana penj ara.

Berdasarkan penj elasan Andi Mat t alat a, menyebut kan bahwa pada t ahun 2008 peng-huni Lapas di seluruh Indonesia mencapai 130. 832 orang dengan rincian 54. 307 t ahanan dan 76. 525 napi. Jumlah t ersebut sangat t idak seimbang dengan kapasit as lapas yang hanya 81. 384 orang. Art inya t erj adi over capacit y

hampir 45% 1

Beberapa cont oh adanya over capaci t y

t erj adi di Lapas-lapas wilayah Jawa Barat . Lapas Ciamis yang dibangun t ahun 1887 it u se-harusnya hanya menampung 118 orang, ke-nya-t aannya, sekike-nya-t ar 335 ke-nya-t ahanan dan napi menem-pat i Lapas. Kondisi sepert i it u j uga t erj adi di Lapas Narkoba Kelas IIA Banceuy Bandung, dari kapasit as 402 orang, Lapas Banceuy saat ini dihuni 1. 052 napi. Jika dihit ung rat a-rat a, dari

1

ht t p: / / news. okezone. com

22 Lapas dan rut an di Jawa Barat mengalami

over capaci t y hingga 198% dengan j umlah napi

dan t ahanan 15. 662 orang. Tingkat hunian ini t ergolong dalam daf t ar Lapas t erpadat di In-donesia.2 Cont oh lain dapat dikemukakan kon-disi hunian Lapas Cipinang sebagaimana diung-kapkan oleh Roy Mart en mant an napi penghuni Lapas t ersebut yang menyebut bahwa daya muat 1. 200 narapidana nyat anya dipadat i lebih dari 4. 000 orang. 3

Fenomena t ersebut di at as j elas bukan merupakan f akt or kondusif bagi suat u proses pembinaan narapidana yang muaranya men-capai t uj uan pemidanaan yant ara lain reint e-grasi sosial dan dapat kembali dit erima oleh masyarakat sert a dapan menj alankan perannya sebagai anggot a masyarakat sepert i anggot a masyarakat lainnya. Dalam beberapa polit ik pemasyarakat bahkan diharapkan selepas kem-bali hidup di masyarakat akan dapat menj adi manusia pembangunan dengan bekal pembina-an ypembina-ang diperoleh di di dalam Lapas selama menj alani pidana penj ara.

Berkait an dengan hal t ersebut maka be-berapa aspek yang berkait an dengan over

-capaci t y meliput i f akt or penyebab, implikasi

negat if , sert a solusi dalam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana menj adi pent ing unt uk dibicarakan sebagaimana yang t ersaj i dalam t ulisan ini.

Pembahasan

Faktor Penyebab Overcapacit y Narapidana dalam Lapas

Over capaci t y t erj adi karena laj u pert um-buhan penghuni lapas t idak sebanding dengan sarana hunian lapas. Prosent ase input nara-pidana baru dengan out put narapidana sangat t idak seimbang, dengan perbandingan input na-rapidana baru j auh melebihi out put narapida-na yang selesai menj alani masa pidanarapida-na penj ara-nya dan keluar dari lapas. Beberapa kasus t in-dak pidana yang menimbulkan banyaknya nara-pidana baru berkait an dengan peningkat an yang sangat pesat pada t erj adinya t indak pidana

2

ht t p: / / kl ipingut . wordpress. com

3

(3)

khususnya yang berkait an dengan narkoba, pen-curian sert a kekerasan t erhadap anak.

Selain banyaknya peningkat an pada t er-j adinya t indak pidana t ersebut di at as, t ampak-merint ah merevisi Kit ab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kit ab Undang-undang Hu-kum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai sudah t idak relevan dengan kondisi sekarang.4

Implikasi Negatif Overcapacit y Narapidana dalam Lapas bagi Pembinaan Narapidana

Over capaci t y cenderung berimplikasi

ne-gat if t erhadap beberapa hal ant ara lain rendah-nya t ingkat pengamanan/ pengawasan. Dirj en Pemasyarakat an Depart emen Hukum dan HAM Unt ung Sugiyono mencont ohkan, j umlah nara-pidana dan t ahanan yang ada mencapai 130. 075 orang, sement ara pet ugas keamanan yang t ersedia cuma 10. 617 orang. Konsekuensinya 1 orang pet ugas Lapas harus mengawasi 48 orang. Jumlah ini j elas j auh dari kondisi ideal, rasio idealnya 1 banding 25.5 Pengamanan yang ren-dah dapat memicu berbagai masalah ant ara lain kaburnya napi, banyak t erj adi keribut an dan t idak t erlaksananya proses pembinaan napi sebagaimana yang seharusnya t erj adi. Impli-kasi lain at as lemahnya pengawasan ini

berim-over capaci t y dapat menimbulkan prisonisasi

(pr i soni zat i on)7. Sykes dengan “ pai ns of i mpr i

-sonment t heor y” mengat akan bahwa pada

hakikat nya prisonisasi t erbent uk sebagai respon t erhadap masalah-masalah penyesuaian yang dimunculkan sebagai akibat pidana penj ara it u sendiri dengan segala bent uk perampasan

(depr i vat ion)8. Penyesuaian di sini sebagai me-rus berdsesak-desakan di dalam Lapas sebagai akibat dari over capaci t y. Pendapat Sykes di dukung oleh St even Box yang menyat akan bah-wa prisonisasi adalah suat u adapt asi yang dilakukan oleh napi t erhadap kepedihan at au penderit aan t ert ent u dalam penj ara.10

(4)

seseorang narapidana pada hakikat nya karena seseorang narapidana yang masuk dalam pen-j ara akan dihadapkan pada dua alt ernat if . Al-t ernaAl-t if perAl-t ama adalah masuk aAl-t au mengikuAl-t i at uran pet ugas yang berart i mengalami peram-pasan dengan rasa penderit aan yang kuat . Al-t ernaAl-t if kedua adalah masuk dalam budaya masyarakat narapidana yang berart i mengu-rangi penderit aan at as perampasan yang di alami.

Berkait an dengan hal t ersebut dikat akan oleh Sykes dan Messinger bahwa apabila se-kelompok narapidana banyak menuj u keadaan ant agonis bersama, maka banyak masalah dari dirinya sendiri dan akan mendukungnya dalam perj uangan melawan pet ugas (norma pet ugas)12

Beberapa bent uk prisonisasi ant ara lain t erj adinya perampasan sesama napi, pencurian di dalam kamar napi, perkelahian kelompok, perploncoan khususnya bagi napi yang baru masuk, pengelompokan berdasarkan kedaerah-Irwin misalnya berpendapat bahwa prisonisasi dapat mempunyai implikasi negat if sepert i yang diungkapkan sebagai berikut : “ Thi s uni que cul -Pemasyar akat an Semar ang dan Lembaga -Pemasyar akat an Pur woker t o, (Thesi s) Pada Program Pascasar j ana Bi dang sosial narapidana sangat mendukung dan me-lindungi narapidana yang sangat mendalami pola-pola t ingkah laku kriminal dan sebaliknya akan sangat t idak mendukung bahkan menindas at au mengancam narapidana yang masih me-nunj ukan loyalit as pada dunia non-kriminal.15

(5)

belaj ar anat ar napi dalam dunia kej ahat an dapat dij elaskan dengan t eori dari Edwin Sut herland t ent ang Dif f er ent i al Associ at i on.

Teori ini berdasarkan pada proses belaj ar yait u bahwa perilaku kej ahat an adalah perilaku yang

dipelaj ari. Menurut Sut herland, perilaku kej ahat an

adalah perilaku manusia pada umumnya sama dengan perilaku yang bukan kej ahat an. Dalam menj elaskan proses t erj adinya perilaku ke-j ahat an Sut herland mengake-j ukan 9 proposisi sebagai berikut . Per t ama, perilaku kej ahat an adalah perilaku yang dipelaj ari; kedua, perilaku kej ahat an dipelaj ari dalam int eraksi dengan orang lain dalam proses komunikasi. Komuni-kasi t ersebut t erut ama bersif at lesan maupun dengan menggunakan bahasa isyarat ; ket i ga, bagian yang t erpent ing dalam proses mem-pelaj ari t ingkah laku kej ahat an t erj adi dalam kelompok personal yang int im; keempat, apa-bila perilaku kej ahat an dipelaj ari, maka yang dipelaj ari t ersebut , meliput i (a). t eknik mela-kukan kej ahat an; (b). mot if t ert ent u, dorong-an, alasan pembenar dan sikap; kel i ma, arah t ert ent u dari mot if dan dorongan dipelaj ari dari bat asan at as at uran hukum sebagai yang mengunt ungkan at au t idak; keenam, seseorang menj adi delinkuen karena berlebihan dalam berhubungan dengan pola t ingkah laku j ahat daripada yang t idak j ahat ; ket uj uh, Di f f er en-t i al Associ aen-t ion dapat bervariasi dalam f re-kuensinya; kedel apan, proses dalam mempela-j ari perilaku kemempela-j ahat an melalui hubungan-hubungan dengan pola-pola kej ahat an dan menyangkut seluruh mekanisme yang dilibat kan pada set iap proses belaj ar yang lain; dan

ke-sembi l an, karena perilaku kej ahat an

merupa-kan pernyat aan dari kebut uhan-kebut uhan dan nilai-nilai umum, akan t et api hal t ersebut t idak dij elaskan oleh kebut uhan-kebut uhan dan nilai-nilai umum t ersebut sebab perilaku yang bukan kej ahat an j uga merupakan pernyat aan dari nilai-nilai dan kebut uhan yang sama20

Berdasarkan hal t ersebut maka pergaulan narapidana dengan narapidana yang lain secara

20 George B. Vol d Thomas J. Bernard, 1986, Theor i t i cal

Cr i mi nol ogy, Third Edit ion, New York: Oxf ord Uni versit y Press, hl m. 78.

int ens t anpa diimbangi dengan kegiat an yang posit if berupa pebinaan spirit ual dan ment al sert a keikut sert aan pada program ket rampilan kerj a selama menj alani pidana penj ara di dalam Lapas, maka seorang narapidana ket ika selesai menj alani pidana penj ara dan hidup bebas di masyarakat luar bukannya menj adi baik dalam art i berbuat sebagaimana diat ur dalam norma yang hidup dalam masyarakat meliput i norma agama, kesusuilaan, kesopanan sert a hukum namum cenderung akan meng-ulangi melakukan t indak pidana lagi. Pada banyak kasus dit emukan bahwa j ust eru t erj adi peningkat an secara kualit at if dan kunt it at if dalam hal t indak pidana yang dilakukan sert a hasil yang diperoleh dari t indak pidana yang dilakukan. Modus oper andi dalam melakukan t indak pidana mengalami peningkat an yang diperoleh dari hasil pembelaj aran dari nara-pidana yang lain.

Berkait an dengan hal t ersebut konggres PBB ke lima t ahun 1975 mengenai “The Pr e-vent ion of Cr ime and Tr eat ment of Of f ender s” dalam salah sat u laporannya menyat akan bah-wa pengalaman penj ara demikian membaha-yakan sehingga merusak at au menghalangi se-cara serius kemampuan sipelanggar unt uk mulai lagi ke keadaan pat uh pada hukum set elah ia dikeluarkan dari penj ara.21) Dalam ket erkait an dengan bahaya-bahaya yang dit imbulkan dalam pidana penj ara Konggres Kedua PBB mengenai Pencegahan Kej ahat an dan Pembinaan Pelang-gar hukum pada t ahun 1960 di London – ber-kait an dengan dit erimanya St andar d Mi nimum

Rul es – t elah mengeluarkan rekomendasi unt uk

membat asi at au mengurangi penggunaan yang luas dari pidana penj ara pendek.

Solusi Overcapacit y Narapidana dalam Lapas sebagai Upaya Opt imalisasi Pembinaan Nara-pidana

Beberapa kebij akan dalam rangka me-ngurangi over capacit y t ampaknya t elah dilaku-kan oleh pemerint ah ant ara lain dengan pem-buat an kamar baru, rehabilit asi bangunan hingga pembangunan Lapas baru yang

21)

(6)

punyai t uj uan ut ama menambah daya t ampung Apalagi pembangunan Lapas baru selain but uhkan wakt u set idaknya 3 t ahun j uga mem-but uhkan biaya besar. Secara normat if t erdapat kebij akan melalui Perat uran Ment eri Dephuk-ham yang t ert uang dalam permen DephukDephuk-ham oleh Kepala Divisi Pemasyarakat n Kanwil Dep-hukham Jawa Barat , Dedi Sut ardi yang menya-dalam upaya mengat asi masalah over capacit y

narapidana dalam lapas. Beberapa t indakan yang bersif at non-i nst i t ut i onal ant ara lain pi-dana bersyarat , pr obat ion, pidana yang dit ang-guhkan, kompensasi, rest it usi dan sebagainya.23 Dalam perkembangan yang t erkini melalui model r est or at ive j ust i ce t ampaknya dapat murah dibandingkan dengan pembinaan di dalam lembaga.25 Selain it u Pidana bersyarat dan bent uk-bent uk alt ernat if pidana peram-pasan kemerdekaan lain yang hampir sama misalnya pr obat i on, ant ara lain mempunyai keunt ungan-keunt ungan sebagai berikut : Keun-t ungan perKeun-t ama, pidana bersyarat akan mem-berikan kesempat an kepada t erpidana unt uk memperbaiki dirinya di masyarakat , sepanj ang kesej aht eraan t erpidana dalam hal ini diper-t imbangkan sebagai hal yang lebih udiper-t ama dari-pada risiko yang mungkin diderit a oleh masya-rakat , seandainya si t erpidana dilepas di ma-syarakat . Hal yang sangat pent ing unt uk diper-hat ikan adalah keharusan unt uk menghilangkan kekhawat iran t erpidana unt uk kemungkinan dimasukkan ke lembaga pemasyarakat an, pada permulaan perencanaan pelaksanaan pidana bersyarat . Dalam rangka pemberian kesem-pat an ini, persyarat an yang paling ut ama ada-lah kesehat an ment al dari t erpidana.

(7)

nya sehari-hari sebagai menusia, yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat . Kebia-saan-kebisaan ini ant ara lain adalah me-lakukan t ugas pekerj aannya, melaksanakan ke-waj iban-keke-waj ibannya di dalam keluarga, ikut yang diakibat kan oleh pidana perampasan kemerdekaan, yang oleh Richard D Schwart z dan Jerome H. Skolnick disebut sebagai salah sat u konsekuensi di luar hukum yang harus diperhit ungkan di dalam kebij aksanaan para penegak hukum. St igma ini seringkali dirasakan j uga oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal ini, maka keluarga t erpidana t ersebut harus memberikan bant uan kepada pelaksana pidana bersyarat dan bant uan ini dapat berupa rasa simpat i, dorongan-dorongan posit if t erhadap t erpidana, bant uan-bant uan yang bersif at mat eriil dan disiplin.26

Kedua, adalah t ent ang Rest it usi dalam

hal ini dalam perspekt if vikt imologi. Hakikat nya rest it usi berkait an dengan perbaikan at au res-berkarakt er pidana dan menggambarkan suat u t uj uan koreksional dalam kasus pidana.27

Burt Galaway secara lebih komperhensif menyat akan t ent ang rest it usi sebagai berikut .

Rest it ut ion i s def i ned t o mean a r equi

-grasikan dengan lembaga pidana bersyarat , implikasinya mengurangi populasi hunian pen-j ara (Lapas) sekaligus penghemat an dana pe-ngeluaran pemerint ah. Dengan t idak masuknya pelaku menj alani pidana penj ara di Lapas maka pemerint ah dapat menghemat dana yang seharusnya dikeluarkan unt uk memberi makan, perawat an sert a pembinaan bagi napi. 29

Ket iga, adalah pengembangan model pe-nyelesaian kasus pidana yang bermanf aat pula unt uk mengurangi populasi napi dalam lapas dengan penyelesaian secara perdamaian ant ara pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku t idak

Russ Immarigeon memberikan pengert ian

(8)

l ear n about each ot her s' backgr ounds, and t o col l ect i vel y r each agr eement on a 'penal t y' or ' sanct ion.'31

Keunt ungan r est or at ive j ust i ce ant ara lain sebagai selain sebagai sarana unt uk me-ngurangi polulasi napi di Lapas, j uga lebih mendorong t ercipt anya reint egrasi sosial pelaku t indak pidana ke dalam kehidupan masyarakat sert a mengurangi t erj adinya st igma. Hal ini sebagaimana dinyat akan oleh Bazemore sebagai berikut .

Cur r ent appr oaches may be cr i mi nogeni c i n t he sense t hat t hey i sol at e and st i g-mat i ze t he of f ender , r educi ng t he l i ke-l i hood of successf uke-l r ei nt egr at i on i nt o t he l aw-abi di ng communi t y. Punishment makes t he of f ender l ess l i kel y t o f ocus on t he vi ct im of t he cr ime t han on hi msel f . Fami l i al r el at ionshi ps wi t h t he of -f ender ar e damaged. Rest or at i ve san-ct i ons, on t he ot her hand, r equi r e ac-count abi l it y. They r equi r e t he of f ender t o t ake r esponsi bi l i t y f or hi s act ions by maki ng r i ght of t he wr ong t hat he has i nf l i ct ed on t he vi ct im. At t he same t i me, r est or at i ve j ust i ce exhor t s t he communi t y t o make ever y ef f or t t o f aci l i t at e t he successf ul r ei nt egr at ion i nt o t he communit y. In t hi s way, he ar gues, r est or at i ve j ust i ce has t he bet t er pot ent i al t o r ehabi l i t at e of f ender s32

Penut up Simpulan

Berdasarkan pembahasan t ersebut di at as maka dapat disimpulkan sebagai berikut .

Per t ama, over capacit y t erj adi karena laj u per-t umbuhan penghuni lapas per-t idak sebanding dengan sarana hunian lapas. Selain it u t ampak-nya t erdapat beberapa f akt or pendorong lain unt uk t erj adinya over capaci t y paradigma at au f akt or hukumnya it u sendiri yang cenderung berorient asi pada pidana inst it usional (pen-j ara). Kedua, over capaci t y cenderung berimpli-kasi negat if t erhadap beberapa hal ant ara lain

31 Russ Immarigeon, 1999, "The Impact of Rest or at i ve

Jus-t i ce SancJus-t i ons on Jus-t he Li ves and Wel l -Bei ng of Cr i me Vi ct i ms: A Revi ew of t he Int er nat i onal Li t er at ur e" i n Rest or at i ve Juveni l e Just i ce: Repai r i ng t he Har m of Yout h Cr i me, edit ed by Gor don Bazemore and Lode Wal grave, Monsey, NY: Cr iminal Just ice Press, hl m. 306.

32

ht t p: / / www. rest orat ivej ust i ce. org/ int ro/ t ut ori al-i nt ro-duct ion-t o-rest orat ivr-j ust ice

rendahnya t ingkat pengamanan/ pengawasan sert a t erj adinya prisonisasi. Ket i ga, solusi

over capaci t y narapidana dalam Lapas dalam

upaya opt imalisasi pembinaan narapidana da-lam upaya opt imalisasi pembinaan narapidana ant ara lain dengan beberapa t indakan yang bersif at non-i nst it ut ional berupa pidana ber-syarat , pr obat ion, pidana yang dit angguhkan, kompensasi, rest it usi sert a penggunaan r est o-r at ive j ust i ce.

Saran

Berdasarkan hal t ersebut di at as maka unt uk dapat mengat asi over capaci t y narapidana di dalam lembaga pemasyarakat at aupun rumah t ahanan yang cenderung berimplikasi negat ive pada t uj uan pemidanaan at ara lain berupa t erj adinya prisonosasi dan rawannya sist em pengamanan maka, penyelesaian perkara pida-na perlu menggupida-nakan pendekat an baru yakni

r est or at ive j ust i ce.

DAFTAR PUSTAKA

Angkasa. 1993. Pr i sonisasi dan Per masal ahan-nya Ter hadap Pembinaan Nar api dana (Suat u St udi di Lembaga Pemasyar akat an Semar ang dan Lembaga Pemasyar akat an

Pur woker t o. Semarang: Program

Pasca-sarj ana Bidang Ilmu Hukum Undip; ---. 2004. Kedudukan Kor ban dal am Sist em

Per adi l an Pi dana (Pendekat an Vi kt imologi s t er hadap Kor ban Ti ndak Pi dana Per -kosaan (Disert asi). Semarang: Universit as Diponegoro;

At masasmit a, Romli. 1983. Kepenj ar aan Dal am

suat u Bunga Rampai . Bandung: Armico;

Barnes and Teet ers. 1953. New Hor i zon i n Cr i

-mi nol ogy. Second Edit ion. New Delhi:

Prent ice Hall of India;

Box, St even. 1981. Devi ance, Real i t y & Soci et y.

Second Edit ion. Holt . Rinchert and Winst on. New York: Sudney Toront o;

George, B. Vold Thomas and J. Bernard. 1986.

Theor i t i cal Cr i mi nology. Third Edit ion.

New York: Oxf ord Universit y Press; Harding, John. 1982. Vi ct i ms and Of f ender s

Needs and Responsi bi l it i es. Bedf ord:

(9)

Hood, Roger and Richard Sparks. 1978. Key

Issues i n Cr imi nol ogy. London: World

Universit y Library;

Immarigeon, Russ. 1999. "The Impact of Rest o-r at ive Just i ce Sanct ions on t he Lives and Wel l -Being of Cr i me Vi ct ims: A Revi ew of t he Int er nat i onal Li t er at ur e" i n Rest or a-t i ve Juveni l e Jusa-t i ce: Repair i ng a-t he

Har m of Yout h Cr ime. NY: Criminal

Just ice Press;

Marshall, Tony. 1999. Rest or at ive Just i ce: An

Over vi ew. London: Home Of f ice

Re-search Development and St at ist ics Direct orat e;

Muladi dan Barda Nawawi Arief . 1984. Teor i

-t eor i dan Kebi j akan Pi dana. Bandung:

Alumni Radzinowichz, Sir Leon and Marvis E Wolf gang (ed). t anpa t ahun. Cr i me and Just i ce. New York: Inc. Publishers; Muladi, 1985, Lembaga Pi dana Ber syar at.

Ban-dung: Alumni;

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien, Financial Distress, Opini Going Concern, dan Reputasi Auditor terhadap

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efisiensi modal kerja, likuiditas, solvabilitas terhadap profitabilitas pada PT Telekomunikasi

NAMA KEGIATAN : STUDY AMDAL BUSWAY KORIDOR 11 (KP.. NPWP

[r]

LAMPI RAN I .2 PERDA PERTANGGUNGJAWABAN - RI NCI AN LAPORAN REALI SASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERI NTAHAN DAERAH, ORGANI SASI , PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBI

n : Hasil Rapat Dewan Guru SD Negeri 2 Karanganyar tanggal 16 Juni 2016 di SD Negeri 2 Karanganyar tentang Pembagian Tugas Guru Dalam Kegiatan Proses Belajar Mengajar

Sebagai contoh: ADC 8 bit akan memiliki output 8 bit data digital, ini berarti sinyal input dapat dinyatakan dalam 255 (2n – 1) nilai diskrit. ADC 12 bit memiliki 12 bit output