• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Dukungan Dengan Beban Keluarga Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasdi Rsj Daerah Pemprovsu Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Halusinasi

1.1 Definisi halusinasi

Gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan kasus yang paling banyak

terjadi pada klien dengan gangguan jiwa. Dan akibat yang ditimbulkan oleh

gangguan tersebut dapat berakibat fatal karena berisiko tinggi untuk merugikan

dan merusak diri pasien sendiri, orang lain disekitarnya dan juga lingkungan

(Purba,dkk, 2010).

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang

yang menimbulkannya atau tidak ada objek menurut Sunardi (2005) dalam

Dalami,dkk (2009).

Halusinasi merupakan penginderaan tanpa sumber rangsang eksternal. Hal ini

dibedakan dari distorsi atau ilusi yang merupakan tanggapan salah dari rangsang

yang nyata ada. Pasien merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata,

paling tidak pada suatu saat tertentu (Kaplan dan Sadock, 1998).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa halusinasi

adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran

yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua

sistem penginderaan (Dalami, dkk, 2009).

Ada beberapa jenis halusinasi yaitu : halusinasi pendengaran, halusinasi

penglihatan, halusinasi penciuman, halusinasi pengecapan, halusinasi perabaan,

(2)

1.2 Proses terjadinya halusinasi

Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu

tentang sesuatu, padahal dalam kenyataannya tidak terdapat rangsangan apapun

atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas penginderaan tidak disertai

stimulus fisik yang adekuat menurut Sunaryo (2004) dalam Dalami, dkk (2009).

Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada

gangguan persepsi dengan klien gangguan jiwa. Bentuk halusinasi ini berupa

suara-suara ribut dan mendengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang

tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga

klien menghasilkan respon tertentu, seperti : bicara sendiri, atau respon lain yang

membahayakan membuat klien bertengkar sehingga dapat mencederai orang lain

atau klien sendiri. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi

tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara

atau pada benda mati (Erlinafsiah, 2010).

1.3 Faktor penyebab terjadinya halusinasi 1.3.1 Faktor predisposisi

a) Faktor pekembangan terlambat

Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum, dan rasa aman.

b) Faktor komunikasi dalam keluarga

Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas

(3)

c) Faktor sosial budaya

Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi

realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan atau

kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Isolsi sosial pada

yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu

tinggi.

d) Faktor psikologis

Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons

psikologis klien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan

orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien.

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal

diri tinggi, harga diri rendah, gambaran diri negatif.

e) Faktor Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat

menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mungkin timbul adalah

hambatan dlam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul prilaku menarik

diri.

f) Faktor Genetik

Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu

(4)

1.4 Klasifikasi halusinasi

Jenis-jenis halusinasi:

1.4.1 Halusinasi pendengaran atau auditori

Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang.

Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara

mengenai klien, klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang

dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan

kadang-kadang melakukan hal yang berbahaya.

1.4.2 Halusinasi penglihatan atau visual

Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometris, gambar kartun atau panorama yang luas dan

kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.

1.4.3 Halusinasi penghidu atau alfaktori

Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang

menjijikkan seperti darah, urin atau feses. Halusinasi khususnya berhubungan

dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.

1.4.4 Halusinasi pengecap

Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan

(5)

1.4.5 Halusinasi peraba atau tartil

Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati

atau orang lain Stuart and sundeen (1998) dalam Dalami, dkk (2009).

Selain itu terdapat beberapa karakteristik dari halusinasi menurut (purba,dkk

2008) yaitu:

Tabel 2.1 Karakteristik Halusinasi

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif

Halusinasi dengar/suara

Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, sesuatu yang tidak jelas

Melihat bayangan sinar/cahaya geometris, bentuk kartoon, melihat hantu, monster, atau panorama yang luas dan kompleks,bisa menyenangkan atau menakutkan.

Membaui bau-bauan yang busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan

Halusinasi pengecapan

(6)

tubuh. Menolak untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan bagian tubuh pasien yang diyakini pasien tidak berfungsi

melalui vena dan arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urin

1.5 Tahap halusinasi

Menurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

tahap-tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien

yang mengalami halusinasi adalah:

1.5.1 Tahap 1

Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan

suatu kesenangan.

a. Karakteristik (non verbal)

1. Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan

2. Mencoba berfokus padapikiran yang dapat menghilangkan ansietas

3. Pikiran dan pengalamansensori masih ada dalam kontrol kesadaran

b. Perilaku klien

1. Tersenyum atau tertawa sendiri

2. Menggerakkan bibir tanpa suara

3. Pergerakan mata yang cepat

4. Respon verbal yang lambat

5. Diam dan berkonsentrasi

(7)

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan

rasa empati.

a. Karakteristik (non verbal)

1. Pengalaman sensori menakutkan

2. Merasa dilecehkan pleh pengalaman sensori tersebut

3. Mulai merasa kehilangan kontrol

b. Perilaku klien

1. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

2. Perhatian dengan lingkungan berkurang

3. Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya

4. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas

1.5.3 Tahap III

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori (halusinasi) tidak

dapat ditolak.

a. Karakteristik (psikotik)

1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)

2. Isi halusinasi menjadi altraktik

3. Kesepian blia pengalaman sensori berakhir

b. Prilaku klien

1. Perintah halusinasi ditandai.

2. Sulit berhubungan dengan orang lain.

(8)

1.5.4 Tahap IV

Menguasai tingkat kecerdasan, panik secara umum, diatur dan dipengaruhi

oleh halusinasi.

a. Karakteristik

1. Pengalaman sensori menjadi mengancam

2. Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari

b. Perilaku klien

1. Perilaku panik

2. Potensial untuk bunuh diri atau membunuh

3. Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik

4. Tidak mampu merespon terhadap;llingkungan. (Dalami, dkk, 2009)

2. Konsep Keluarga 2.1 Definisi keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing.

(friedman, 1998 dalam suprajitno, 2004).

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan

darah, perkainan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi

satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan satu

(9)

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang

strategis dalam menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui lima

tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu: mengenal masalah kesehatan,

mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, merawat

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, memodifikasi lingkungan

dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat.(Rasmun,

2001).

Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa

dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang

yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan

apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien

secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program

pengobatan secara optimal. Namun demikian,jika keluarga tidak mampu merawat

maka klien akan kambuh bahkan untuk mulihkannya kembali akan sangat sulit.

Oleh karena itu perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien

gangguan jiwa dirumah.( Fitria, 2009).

2.2 Fungsi keluarga

Keluarga berfungsi sebagai variabel intervensi kritis (atau seperti pengarang

lain mengistilahkannya sebagai “buffer” atau sebagai “agen penawaran” antara

masyarakat dan individu. Dengan kata lain, tujuan utama keluarga adalah sebagai

perantara yaitu menanggung semua harapan-harapan dan kewajiban-kewajiban

masyarakat serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu hingga dapat

(10)

Bersama dengan itu pula keluarga mengadakan “penerimaan” baru bagi

masyarakat, dan menyiapkan anak-anak untuk menerima peran-peran dalam

masyarakat. (Friedman, 2010).

Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut:

a) Fungsi afektif (the affectivefunction) adalah fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggoata keluarga

berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan

individu dan psikososial anggota keluarga.

b) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social

placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat-tempat anak

untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

c) Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk

mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d) Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu

fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap

memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas

(11)

Namun, dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi, fungsi

keluarga dikembangkan menjadi:

a. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif

yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan

sumber daya keluarga .

b. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan

dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada disekitarnya.

c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab

yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan

dewasanya.

d. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan

mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan rumah.

e. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan

terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.

f. Fungsi religious, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan

mengamalkan ajaran keagamaan.

g. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan

yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada diluar rumah.

h. Fungsi reproduksi, bukan hanya mengembangkan keturunan, tetapi juga

merupakan tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal

(menyeluruh), diantaranya: seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks

(12)

i. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah

(Suprajitno, 2004).

Indonesia membagi fungsi fungsi keluarga menjadi delapan dengan bentuk

operasional yang dapat dilakukan oleh setiap keluarga (UU No.10 tahun 1992 PP

No. 21 tahun 1994), yaitu:

a) Fungsi keamanan

1. Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh

anggota keluarga.

2. Menterjemahkan agama atau norma agama dalam tingkah laku hidup

sehari-hari seluruh anggota keluarga.

3. Memberikan contoh konkret dalam hidup sehari-hari dalam pengalaman

dari ajaran agama.

4. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang

keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah dan di

masyarakat.

5. Membina, rasa, dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi

menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.

b) Fungsi budaya

1. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan

norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.

2. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma

(13)

3. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga, anggotanya mencari

pemecahan masalah dari berbagai pengaru negatif globalisasi dunia.

4. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat

berprilaku yang baik(positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam

menghadapi tantangan globalisasi.

5. Membina budaya keluarga yang tidak sesuai, selaras dan seimbangdengan

budaya masyarakat/bangsa untuk menunjang terwujudnya Norma

Keluarga Bahagia Sejahtera.

c) Fungsi cinta kasih

1. Menumbuh-kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada

antar-anggota keluarga (suami-istri-anak) ke dalam symbol-simbol-simbol

nyata(ucapan, tingkah laku) secara optimal dan ters menerus.

2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar-anggota keluarga

maupun antar-keluarga yang satu dengan lainnya secara kuantitatif dan

kualitatif.

3. Membina praktik kecintaan terhadap praktik kehidupan duniawi yang

ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras. dan seimbang.

4. Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan

dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju Keluarga

Kecil bahagia sejahtera.

d) Fungsi perlindungan

1. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak

(14)

2. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai

bentuk ancaman dan tantangan yang dating dari luar.

3. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal

menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

e) Fungsi reproduksi

1. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat

baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

2. Memberikan contoh pengalaman kaidah-kaidah pembentukan keluarga

dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

3. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan

waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang

diinginkan dalam keluarga.

4. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang

kondusif menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

f) Fungsi sosialisasi

1. Menyadari, merencanakan, dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai

wahana pendidikan dan sosialisai anak yang pertama dan utama.

2. Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai

pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan

permasalahan yang dijumpainya, baik di lingkungan sekolah maupun

(15)

3. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang

diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan

mental), yang tidak/kurang diberikan oleh lingkungan sekolahmaupun

masyarakat.

4. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga

sehungga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi

orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama

menuju Keluarga Bahagia Sejahtera.

g) Fungsi ekonomi

1. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam

lingkungankeluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan

perkembangan kehidupan keluarga.

2. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.

3. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan

perhatiannya terhadap keluarga berjalan secara serasi, selaras dan

seimbang.

4. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk

mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

h) Fungsi pelestarian lingkungan

1. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan intern

(16)

2. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan ekstern

keluarga.

3. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi,

selaras, dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan

hidup masyarakat sekitarnya.

4. Membina kesadaran, sikap, dan praktik pelestarian lingkungan hidup

sebagai pola hidup keluarga menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

(suprajitno, 2004).

2.3 Peran keluarga

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di

bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi:

a) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan

keluarga yang tidak boleh diabaikan tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan

berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan dan sumber daya dan

dana keluarga habis. Orangtua perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil

apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi

perhatian orangtua/ keluarga.apabila menyadari adanya perubahan keluarga,

perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar

perubahannya.

b) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya

(17)

mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.

Tindakan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan

dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan

dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar

memperoleh bantuan.

c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga

telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki

keterbatasan yang diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan

lanjut atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan

dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila

keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan

pertama.

d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga

(Suprajitno, 2004).

2.4 Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus

kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti

dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dapat juga

(18)

membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.

Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(friedman, 2010).

House dan kahn (1985) dalam friedman (2010), menerangkan bahwa

keluarga memiliki empat fungsi dukungan, diantaranya:

2.4.1 Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan

emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya

kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

Dukungan emosional keluarga merupakan bentuk atau jenis dukungan yang

diberikan keluarga berupa memberikan perhatian, kasih sayang dan empati.

Menurut friedman (1998) dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga

yang mengalami halusinasi. Fungsi afektif merupakan fungsi internal keluarga

dalam memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan saling

mengasuh , cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung dan menghargai antar

anggota keluarga (friedman, 1998).

Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat

memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi putus

asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik

(penurunan kesehatan dan kelainan yang dialaminya). Pada klien halusinasi

dukungan emosional sangat diperlukan dan akan menjadi faktor sangat penting

(19)

Dengan demikian dukungan emosional dari keluarga sangat dibutuhkan oleh

klien halusinasi yang dapat mempengaruhi status psikososial dan mentalnya yang

akan ditunjukan dengan perubahan perilaku yang diharapkan dalam upaya

meningkatkan status kesehatannya. Hal tersebut tentunya disebabkan karena

terjadinya peningkatan perasaan tidak berguna, tidak dihargai, merasa dikucilkan

dan kecewa dari klien halusinasi. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi

kesehatan fisik dan mental seseorang melalui pengaruhnya terhadap pembentukan

emosional.

2.4.2 Dukungan informasi

Keluarga berfungsi sebagai sebuah pengumpul dan penyebar informasi.

Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti, informasi yang dapat

digunakan untuk mengungkapkan tentang suatu masalah. Manfaat dari dukungan

ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang

diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.

Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian

informasi.

Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan

oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan

dan memberikan informasi-informasi penting yang sangat dibutuhkan klien

halusinasi dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. Menurut friedman

(1998) dukungan informasi yang diberikan keluarga terhadap klien halusinasi

merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam

(20)

produktivitas yang tinggi. Bentuk fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan

keluarga terhadap klien halusinasi diantaranya adalah memperkenalkan kepada

klien halusinasi tentang kondisi dan penyakit yang dialaminya dan menjelaskan

cara perawatan yang tepat pada klien halusinasi agar klien termotivasi menjaga

dan mengontrol kesehatannya.

Pada klien halusinasi cenderung dan sering mengalami masalah kemunduran

kognitif, sehingga keadaan ini juga dapat mengakibatkan munculnya perasaan

pesimis dan putus asa bahkan kepasrahan terhadap masalah kesehatan yang terjadi

pada dirinya. Dirasakan penting upaya bantuan informasi (saran, nasehat, dan

pemberian informasi) bagi klien halusinasi untuk meningkatkan semangat dan

motivasi agar dapat meningkatkan status kesehatannya secara optimal.

2.4.3 Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit

diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,

istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan.

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan

penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun

meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan klien

halusinasi dalam menyampaikan perasannya. Serta dukungan instrumental

keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit (friedman, 1998).

Fungsi ekonomi keluarga merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi semua

kebutuhan anggota keluarga termasuk kebutuhan kesehatan anggota keluarga,

(21)

keluarga dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga diantaranya

adalah merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi dan membawa

anggota keluarga ke peleyanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya

(friedman 1998).

2.4.4 Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai pemberi umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota

keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.

Dukungan penilaian merupakan suatu dukungan dari keluarga dalam bentuk

memberikan umpan balik dan penghargaan kepada klien halusinasi dengan

menunjukkan respon positif yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan,

idea tau perasaan seseorang. Menurut friedman (1998) dukungan penilaian

keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap klien halusinai yang

dapat meningkatkan status kesehatan klien halusinasi. Melalui dukungan

penghargaan ini, klien halusinasi akan mendapat pengakuan atas kemampuannya

sekecil dan sederhana apapun.

Manfaat dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap-tahap siklus kehidupan

dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan

(22)

Wills(1985) dalam friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek

penyangga (dukungan menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan)

dan efek-efek utama (dukungan secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari

kesehatan) pun ditemukansesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari

dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga terhadap

kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih

spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan

dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh, dan pemulihan fungsi

kognitif, fisik serta kesehatan emosi menurut Ryan & Austin (1985) dalam

friedman, (1998).

Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga menurut Feiring dan Lewis

(1984) dalam Friedman (1998) ada bukti kuat dari hasil penelitian yang

menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif

menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang

berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak

dari keluarga besar. Selain itu dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu)

juga dipengaruhi oleh usia, menurut Friedman (1998) ibu yang masi muda

cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya

dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas

sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan

(23)

suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam

keluarga kelas bawah, hubungan yang ada leih otoritas atau otokrasi. Selain itu

orangtua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan

keterlibatan yang lebih tinggi daripada orangtua dengan kelas sosial bawah.

Dukungan keluarga berhubungan dengan pemberi perawatan dirumah oleh

salah satu anggota keluarga berkaitan dengan hal usia menurut Soelaiman (1993)

dalam Notoatmodjo (2003), usia yang dianggap optimal dalam memahami dan

mengambil keputusan adalah diatas 20 tahun, karena di bawah 20 tahun atau

kurang dari 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam

memahami dan mengambil keputusan. Demikian usia ini berhubungan dengan

seseorang mampu mengambil keputusan menjadi pemberi perawatan bagi klien

yang mengalami halusinasi serta mampu mengikuti regimen terapeutik.

2.5 Beban keluarga yang mempunyai klien halusinasi

Fontaine (2009) mengatakan bahwa beban keluarga adalah tingkat

pengalaman distress keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya.

Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari

keluarga. Sebagaimana respon keluarga terhadap berduka dan trauma, keluarga

dengan anggota keluarga mengalami halusinasi juga membutuhkan empati dan

dukungan dari tenaga kesehatan professional Mohr & Regan-kubinski (2001)

dalam fontaine (2009).

Menurut Mohr (2006), ada tiga jenis beban keluarga yaitu:

1) Beban obyektif, merupakan beban dan hambatan yang dijumpai dalam

(24)

salah satu anggota keluarga yang mengalami halusinasi. Termasuk kedalam

beban obyektif adalah: beban biaya financial untuk perawatan dan

pengobatan, tempat tinggal, makanan, dan transportasi.

2) Beban Subyektif, merupakan beban yang berupa distress emosional yang

dialami anggota keluarga yang berkaitan dengan tugas merawat anggota

keluarga yang mengalami halusinasi. Termasuk kedalam beban subyektif

diantaranya: ansietas akan masa depan, sedih, frustasi, merasa bersalah, kesal

dan bosan.

3) Beban iatrogenik, merupakan beban yang disebabkan karena tidak

berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang dapat mengakibatkan

intervensi dan rehabilitasi tidak berjalan sesuai fungsinya. Termasuk dalam

beban ini, bagaimana sistem rujukan dan program pendidikan kesehatan.

Sedangkan menurut WHO (2008) mengkategorikan beban keluarga dengan

klien halusinasi dibagi kedalam dua jenis yaitu:

1) Beban Obyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan masalah dan

pengalaman anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktivitas

kerja, kesulitan financial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik

anggota keluarga.

2) Beban Subyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi

psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan,

kecemasan dan malu dalam situasi sosial, koping, stres terhadap gangguan

(25)

3. Regimen Terapeutik

3.1 Penatalaksanaan Medis pada halusinasi

Penatalaksanaan klien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan

tindakan lain, yaitu:

a. Psikofarmakologis

Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang

merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah

obat-obatananti-psikosis. Adapun kelompok umum yang digunakan adalah :

Tabel 2.2 Jenis obat yang umum digunakan pada pasien halusinasi

Kelas kimia Nama generik(dagang) Dosis harian

Fenotiazin

Butirofenon Haloperidol (haldol) 1-100 mg

Dibenzodiazepin Klozapin (clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (moban) 15-225 b. Terapi kejang listrik/electro compulsive therapy (ECT)

(26)

3.2 Tindakan keperawatan pada keluarga

1. Tujuan untuk keluarga adalah:

Keluarga dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang

efektif untuk pasien.

2. Tindakan keperawatan

Faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan pasien gangguan jiwa

di rumah. hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan 24

jam bersama-sama dengan pasien.Keluarga sangat menentukan apakah pasien

akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien secara

konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan

secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,

pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sulit. Untuk itu

perawat harus melatih keluarga pasien agar mampu merawat pasien gangguan

jiwa di rumah.

Pendidikan kesehatan pada keluarga dapat dilakukan melalui 3 tahapan

meliputi:

a) Tahap I: menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh pasien dan

pentingnya peran keluarga untuk mendukung pasien

b) Tahap II: melatih keluarga merawat pasien

c) Tahap III: melatih keluarga merawat pasien langsung

Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga untuk merawat pasien

meliputi:

(27)

2) Jenis halusinasi

3) Tanda dan gejala halusinasi

4) Proses terjadinya halusinasi

5) Cara merawat pasien halusinasi

3. Cara berkomunikasi

4. Pemberian obat

5. Pemberian aktivitas kepada pasien

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik Halusinasi
Tabel 2.2 Jenis obat yang umum digunakan pada pasien halusinasi

Referensi

Dokumen terkait

Letak geografis wilayah sumatera yang merupakan wilayah anggota kerjasama segitiga pertumbuhan dengan semenanjung Malaysia dan Thailand sejak dulu telah terjalin

Inisiasi Menyusu Dini adalah suatu rangkaian kegiatan dimana bayi segera setelah lahir yang sudah terpotong tali pusatnya secara naluri melakukan

The present results are compared with those of previous studies dealing with the mushroom coral fauna of Brunei (Chou et al., 1987; Turak & DeVantier, 2011) and with those

secara berurutan. Peserta didik dapat menjelaskan proses pencernaan makanan. Peserta didik dapat menjelaskan fungsi organ pencernaan!. makanan

Pada Tabel 3, terlihat bahwa dengan konsentrasi 300 JI/ml pada Steinernema spp isolat NTB 30, NTB 31, NTB 32, ML 1, ML 2, dan ML 3, waktu yang dibutuhkan untuk membunuh larva

Bobot 100 butir dan hasil kacang tanah yang ditanam secara monokultur lebih tinggi dibanding dengan bobot 100 butir dan hasil kacang tanah yang ditanam secara tumpangsari,

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR

[r]