BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan analitik berpasangan dengan studi prospektif.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poliklinik rawat jalan dan rawat inap di bagian paru Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan selama kurun waktu 3 bulan.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien MDR-TB yang berobat jalan dan rawat inap di bagian paru Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi.
• Pasien MDR-TB, yaitu : MDR-TB dengan hasil GeneXpert mtb positif rifampisin resistance.
• Semua pasien MDR-TB yang belum mengkonsumsi OAT MDR. • Semua pasien MDR-TB yang mengkonsumsi OAT MDR secara
teratur pada 3 bulan awal pengobatan. • Umur > 17 tahun dan < 70 tahun.
• Bersedia ikut penelitian dan telah menandatangani inform consent. • Tidak disertai penyakit paru yang lain.
b. Kriteria Eksklusi
37 • Menderita penyakit kronis lain.
• Semua pasien MDR-TB yang putus pengobatan OAT MDR pada 3
bulan awal pengobatan.
3.3.3. Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :
n =
Berdasarkan penelitian Vega et al (2004), diperoleh proporsi depresi pada =
n =
n = 1,57 / 0,04
n = 39,25 ≈ 40 sampel
Keterangan :
= Nilai deviat baku normal pada α = 5% (1.96)
α = tingkat kemaknaan (5%)
Z = Nilai deviat baku normal untuk tingkat akurasi 80% = 0.84 β = Tingkat kemaknaan (20%)
d = Perbedaan proporsi depresi dan/atau kecemasan sebelum dan sesudah pengobatan MDR. Proporsi depresi sebelum pengobatan = 29% (Vega et al, 2004)
f = Diskordan (diasumsikan perbedaan proporsi sebesar 20%)
3.4. Definisi operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien MDR-TB, usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, riwayat merokok, riwayat pekerjaan, riwayat pengobatan, simptom depresi dan kecemasan.
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
NO. VARIABEL DEFINISI
OPERASIONAL
CARA UKUR/
INSTRUMEN HASIL UKUR KATEGORI 1. MDR-TB Penyakit yang
Gene-Xpert • Mtb negatif • Mtb rif sus dan kosong, merasa tidak ada harapan, merasa pikiran untuk bunuh diri
HADS
3. Kecemasan Gejala- gejala
39 tidak tenang bila duduk, sering kali mengeluh,
Rekam medik • Laki-laki • Perempuan
6. Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan proses belajar pada tempat pendidikan formal terakhir pada saat pengambilan data.
7. Pekerjaan Profesi responden yang dilakukan pada
Rekam medik • Tidak ada
pekerjaan
Nominal
keseharian-nya. • PNS
Rekam medik Evaluasi HADS OAT MDR selama satu bulan (30 hari)
Rekam medik Evaluasi HADS selama tiga bulan (90 hari)
Rekam medik Evaluasi HADS Bulan -3
41 3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1. Persiapan alat • Kuesioner
3.5.2. Persiapan pasien
• Persetujuan dan menandatangani informed consent oleh pasien sebagai
bukti persetujuan untuk mengikuti penelitian ini. 3.5.3. Cara kerja kuesioner
1. Kuesioner disebarkan yang kemudian diisi oleh responden pada saat sebelum mendapatkan pengobatan OAT MDR, bulan pertama pengobatan dan bulan ketiga pengobatan OAT MDR.
2. Kuesioner terdiri atas 14 pertanyaan.
3. Setelah kuesioner diisi oleh responden kemudian diserahkan langsung ke peneliti untuk dikumpulkan.
3.6. Alur penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian Pasien dengan MDR-TB dari hasil pemeriksaan Gene-Xpert yang
tercantum pada status dan memenuhi kriteria inklusi
Informed consent kepada pasien dan keluarga
Prosedur menjawab kuesioner yaitu Hospital Anxiety and Depression
Scale (HADS) oleh pasien MDR-TB
Penilaian oleh peneliti Sebelum mendapat OAT MDR
Sudah mendapat OAT MDR bulan ke-1
Sudah mendapat OAT MDR bulan ke-3
Prosedur menjawab kuesioner yaitu Hospital Anxiety and Depression
Scale (HADS) oleh pasien MDR-TB
Penilaian oleh peneliti
Prosedur menjawab kuesioner yaitu Hospital Anxiety and Depression
Scale (HADS) oleh pasien MDR-TB
43
3.7. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Coding, yaitu data diberi kode yang sesuai dengan kriteria masing-masing variabel.
b. Entry, yaitu memasukkan data ke dalam program komputer.
c. Editing, yaitu koreksi meliputi kelengkapan jawaban dan tulisan yang jelas.
d. Analyzing: pengolahan dan analisis statistik dari data yang diperoleh
dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program Statistical Package for Social Sciences (SPSS).
3.8. Analisis data
Data hasil merupakan kuesioner. Data yang berhasil dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan mempergunakan program komputer dengan menggunakan perangkat lunak statistic SPSS. Data akan dianalisis secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel serta karakteristik. Kemudian dilanjutkan dengan analisis uji hipotesis melalui uji X2 Mc Nemar.
3.9. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data terhadap subjek penelitian, peneliti mengajukan ethical clearance terlebih dahulu kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran USU, Medan.
3.10.Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
Jadwal Bulan
3.11.Perkiraan Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan Rp.
1.000.000,-b. Pembuatan proposal Rp.
1.000.000,-c. Seminar proposal Rp.
1.500.000,-d. Bahan dan alat pendukung penelitian Rp.
4.000.000,-e. Seminar hasil penelitian Rp.
Jumlah Rp. 9.000.000,
45 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini melibatkan 40 orang pasien MDR-TB yang mendapatkan regimen pengobatan MDR-TB dan dilakukan follow up selama 3 bulan yang dimulai sejak awal sebelum pasien memulai pengobatan MDR-TB, bulan pertama dan bulan ketiga sesudah minum OAT MDR secara teratur selama periode 9 bulan dimulai dari Juni 2016 - Februari 2017. Pasien dinyatakan sebagai pasien MDR-TB jika hasil pemeriksaan GeneXpert Mtb Rif menunjukkan hasil MTb (+) Rif Res (Rifampicin Resistance).
Karateristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukan data bahwa sebanyak 22 orang (55%) adalah laki laki, dan sisanya sebanyak 18 orang (45%) adalah perempuan.
Adapun karakteristik sampel berdasarkan usia dijumpai bahwa usia termuda pasien yang menderita MDR-TB adalah 19 tahun dan usia tertua adalah 65 tahun. Sampel yang berada dalam kisaran usia < 30 tahun adalah sebanyak 4 orang. Usia 30 - 39 tahun sebanyak 8 orang, usia 40 - 49 tahun sebanyak 12 orang, dan sisanya sampel yang berada dalam rentang usia lebih atau sama dengan 50 tahun adalah sebanyak 16 orang. Rata - rata usia responden dalam penelitian ini adalah 45,1 +/- 11,47 tahun. Sementara itu, karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan didapati bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 37,5% bekerja sebagai ibu rumah tangga dan 32,5% bekerja sebagai wiraswasta.
Mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki pendidikan terakhir tamatan SMA (67.5%) dan 95% responden sudah menikah. Dari ke 40 sampel penelitian, 35% diantaranya tidak merokok, dan 30% diantaranya adalah perokok dengan indeks brinkman (IB) sedang.
Berikut adalah tabel karaktersitik sampel dalam penelitian ini : Tabel 4.1. Karakteristisik Sampel Penelitian
Karakteristik Jumlah
N %
Jenis Kelamin
Perempuan 18 45.0
Laki laki 22 55.0
Usia
<30 tahun 4 10.0
30 – 39 tahun 8 20.0 40 – 49 tahun 12 30.0
≥ 50 tahun 16 40.0
Pendidikan
SD 2 5.0
SMP 6 15.0
SMA 27 67.5
D3 4 10
Strata 1 1 2.5
Riwayat Merokok
Bukan Perokok 14 35.0
IB ringan 7 17.5
IB sedang 12 30.0
IB berat 7 17.5
Status Pernikahan
Menikah 38 95.0
Belum menikah 2 5.0
Pekerjaan
Buruh pabrik 2 5.0
47 Karyawan swasta 1 2.5
Wiraswasta 13 32.5
Supir 3 7.5
Petani 2 5.0
Tidak bekerja 4 10.0
4.2. Simptom Depresi Pada Pasien MDR-TB
Depresi merupakan salah satu simptom psikiatrik yang sering ditemui pada pasien MDR-TB. Gejala depresi diidentifikasi dengan menggunakan kuesioner HADS. Pasien dinyatakan memiliki simptom depresi jika skor kuesioner HADS memiliki nilai lebih dari atau sama dengan delapan. Pengisian kuesioner dilakukan pada sebelum pengobatan, bulan ke-1, dan pada bulan ke-3.
Adapun simptom depresi pada sampel dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Simptom Depresi Pada Pasien MDR-TB
Depresi
Ya Tidak Jumlah
Sebelum pengobatan 16 (40%) 24 (60%) 40
Bulan 1 24 (60%) 16 (40%) 40
Bulan 3 33 (82.5%) 7 (17.5%) 40
Dari tabel 4.2 terlihat jelas bahwa terjadi pertambahan jumlah yang signifikan simptom depresi dari awal mulai pengobatan hingga bulan ke- 3. Sebelum pengobatan, sebanyak 40% sampel sudah memiliki simptom depresi saat baru terdiagnosis MDR-TB, dan angka ini meningkat lebih dari 2 kali lipat menjadi 82.5% setelah 3 bulan pengobatan.
Adapun pertambahan proporsi pasien yang memiliki simptom depresi dapat dilihat dalam grafik berikut :
Gambar 4.1. Grafik Peningkatan Simptom Depresi Pada Pasien MDR-TB
4.3. Simptom Kecemasan Pada Pasien MDR-TB
Kecemasan merupakan simptom psikiatrik yang juga sering ditemui pada pasien MDR-TB selain depresi. Gejala kecemasan diidentifikasi dengan menggunakan kuesioner HADS. Pasien dinyatakan memiliki simptom kecemasan jika skor kuesioner HADS memiliki nilai lebih dari atau sama dengan 8. Pengisian kuesioner dilakukan pada sebelum pengobatan, bulan ke-1, dan pada bulan ke-3.
Adapun simptom kecemasan pada sampel dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Simptom Kecemasan Pada Pasien MDR-TB
Kecemasan
Ya Tidak Jumlah
Sebelum pengobatan
4 (10%) 36 (90%) 40 Bulan 1
9 (22.5%) 31 (77.5%) 40 Bulan 3
49 Dari tabel 4.3 terlihat jelas bahwa terjadi pertambahan jumlah yang signifikan simptom kecemasan dari awal mulai pengobatan hingga bulan ke- 3. Sebelum pengobatan, hanya sejumlah 10% sampel saja yang memiliki simptom kecemasan. Hasil yang cukup mengejutkan adalah bahwa dalam waktu 3 bulan pengobatan, kejadian simptom depresi meningkat 5 kali lipat menjadi 52.5%.
Adapun pertambahan proporsi pasien yang memiliki simptom kecemasan dapat dilihat dalam grafik berikut :
Gambar 4.2. Grafik Peningkatan Simptom Kecemasan Pada Pasien MDR-TB
4.4. Hubungan Waktu Pengobatan Dengan Simptom Depresi
Depresi telah terbukti sering menyertai pasien MDR-TB. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian pasien MDR-TB telah menunjukkan simptom depresi saat awal terdiagnosis yaitu pada awal sebelum pengobatan OAT MDR. Depresi dapat pula diperberat oleh efek samping dari pengobatan MDR-TB yang dijalani. Oleh karena itu perlu diidentifikasi apakah terdapat hubungan antara waktu pengobatan dengan kejadian simptom depresi pada pasien MDR-TB.
Adapun hubungan antara waktu pengobatan dengan simptom depresi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4 Hubungan Waktu Pengobatan Dengan Simptom Depresi (sebelum pengobatan dan setelah 1 bulan pengobatan)
bulan 1
p value*
depresi tidak depresi
sebelum pengobatan Depresi 16 0 0.008
tidak depresi 8 16
*Uji Mc Nemar
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan kejadian simptom depresi antara sebelum pengobatan dengan setelah 1 bulan pengobatan. Sebanyak 16 orang responden sudah memiliki simptom depresi sebelum pengobatan dimulai dan kesemuanya tetap mengalami depresi setelah 1 bulan pengobatan. Sebanyak 8 orang responden yang awalnya tidak memiliki simptom depresi sebelum pengobatan, ternyata setelah 1 bulan pengobatan telah menunjukkan gejala depresi.
Tabel 4.5 Hubungan Waktu Pengobatan Dengan Simptom Depresi (setelah 1 bulan pengobatan dan setelah 3 bulan pengobatan)
bulan 3 p value*
depresi tidak depresi
bulan 1 Depresi 24 0 0.344
tidak depresi 9 7
*Uji Mc Nemar
51 Tabel 4.6 Hubungan Waktu Pengobatan dengan Simptom Depresi
(sebelum pengobatan dan setelah 3 bulan pengobatan)
bulan 3
p value*
depresi tidak depresi
sebelum pengobatan Depresi 16 0 0.001
tidak depresi 17 7 *Uji Mc Nemar
Dari tabel 4.6 terlihat jelas bahwa terdapat perubahan yang signifikan simptom depresi antara sebelum pengobatan dengan setelah 3 bulan pengobatan. Keseluruhan pasien yang telah menunjukkan gejala depresi di awal pengobatan, ternyata tetap menunjukkan gejala depresi setelah 3 bulan pengobatan. Sebaliknya ada 17 orang responden yang awalnya tidak menunjukkan gejala depresi sebelum pengobatan, ternyata menunjukkan gejala depresi setelah menjalani pengobatan selama 3 bulan.
4.5. Hubungan Waktu Pengobatan Dengan Simptom Kecemasan
Kecemasan telah terbukti sering menyertai pasien MDR-TB. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hanya 10% saja pasien MDR-TB yang telah menunjukkan simptom kecemasan sebelum menerima pengobatan MDR-TB. Akan tetapi angka ini meningkat lima kali lipat setelah pengobatan selama 3 bulan. Kecemasan dapat pula diperberat oleh efek samping dari pengobatan MDR-TB yang dijalani. Oleh karena itu perlu diidentifikasi apakah terdapat hubungan antara waktu pengobatan dengan kejadian simptom kecemasan pada pasien MDR-TB.
Adapun hubungan antara waktu pengobatan dengan simptom kecemasan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7 Hubungan Waktu Pengobatan dengan Simptom Kecemasan (sebelum pengobatan dan setelah 1 bulan pengobatan)
bulan 1 p
Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan kejadian simptom kecemasan antara sebelum pengobatan dengan setelah 1 bulan pengobatan. Sebanyak 4 orang responden sudah memiliki simptom kecemasan sebelum pengobatan dimulai dan kesemuanya tetap mengalami kecemasan setelah 1 bulan pengobatan. Sebanyak 5 orang responden yang awalnya tidak memiliki simptom kecemasan sebelum pengobatan, ternyata setelah 1 bulan pengobatan telah menunjukkan gejala kecemasan.
Tabel 4.8 Hubungan Waktu Pengobatan dengan Simptom Kecemasan (setelah 1 bulan pengobatan dan setelah 3 bulan pengobatan)
53 Tabel 4.9 Hubungan Waktu Pengobatan dengan Simptom Kecemasan
(sebelum pengobatan dan setelah 3 bulan pengobatan)
bulan 3 p
Dari tabel 4.9 terlihat jelas bahwa terdapat perubahan yang signifikan simptom kecemasan antara sebelum pengobatan dengan setelah 3 bulan pengobatan. Keseluruhan pasien yang telah menunjukkan gejala kecemasan di awal pengobatan, ternyata tetap menunjukkan gejala kecemasan setelah 3 bulan pengobatan. Sebaliknya ada 16 orang responden yang awalnya tidak menunjukkan gejala kecemasan sebelum pengobatan, ternyata menunjukkan gejala kecemasan setelah menjalani pengobatan selama 3 bulan.
4.6. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Simptom Depresi dan Kecemasan Analisis mengenai simptom depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB dilanjutkan dengan mengidentifikasi apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan proporsi kejadian simptom depresi dan kecemasan. Data yang diperoleh dapat disajikan melalui tabel berikut :
Tabel 4.10 Hubungan Jenis Kelamin dengan Simptom Depresi dan Kecemasan
Depresi Kecemasan
a) Uji Fisher Exact b) Uji Chi Kuadrat
Tabel 4.10 memperlihatkan dengan jelas bahwa jenis kelamin tidak memiliki pengaruh dengan kejadian depresi maupun kecemasan (p > 0.05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi depresi
dan kecemasan antara laki - laki maupun perempuan setelah 3 bulan menjalani pengobatan MDR-TB.
4.7. Pembahasan
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif analitik yang mencoba mengidentifikasi kejadian simptom depresi dan kecemasan pada 40 orang pasien MDR-TB yang tidak memiliki komorbid penyakit lain. Dengan melakukan follow up selama 3 bulan, dilakukan penilaian gejala depresi dan kecemasan pada pasien
MDR-TB dengan menggunakan kuesioner HADS.
Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penyakit MDR-TB memiliki kaitan dengan economic lost yaitu kehilangan pendapatan rumah tangga. Seseorang yang menderita tuberculosis biasa diperkirakan akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 3-4 bulan (Depkes RI, 2012) dan tentunya angka ini akan meningkat pada pasien MDR-TB mengingat durasi pengobatan yang lebih lama. Pasien tuberkulosis yang kehilangan pekerjaan akan stres. Selain itu pasien juga stres karena pengobatan penyakit MDR-TB yang lama.
Salah satu dari tujuh peristiwa hidup yang paling menimbulkan stres dalam skala Family Inventory of Live Events (FILE) adalah stres karena sakit kronik. Jika salah satu anggota keluarga mangalami penyakit tuberkulosis maka pasien akan stres karena penyakit yang dideritanya dan perannya dalam keluarga juga terganggu. Stres tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kecemasan (Friedman, 2010).
55 Hal ini sedikit berbeda dengan data yang didapat dari penelitian ini yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian depresi ataupun kecemasan pada pasien MDR-TB. Meski demikian, perlu dilakukan studi lanjutan yang melihat perubahan proporsi depresi dan kecemasan pada laki laki dan perempuan seiring perjalanan waktu pengobatan yang dilakukan follow up hingga akhir pengobatan.
Secara umum, terdapat beberapa penyebab yang mendasari munculnya gejala depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB. Pertama, maraknya informasi yang beredar mengenai MDR-TB tak jarang membuat pasiennya yang baru didiagnosis menderita MDR-TB berasumsi buruk mengenai dirinya sendiri. Mereka menganggap penyakit MDR-TB memiliki peluang yang sangat kecil untuk dapat bertahan hidup. Kerap kali pasien mengkhawatirkan tentang berapa lama dia bisa sembuh, dan bagaimana dia akan beradaptasi dengan keluarga dan masyarakat. Hal ini yang pada akhirnya membuat pasien menjadi depresi (Pachi et al, 2013).
Kedua, perubahan pola hidup pada pasien MDR-TB juga menjadi pemicu terjadinya depresi. Banyak yang harus diubah ketika seseorang telah terdiagnosis MDR-TB, antara lain pola makan, pola tidur, aktivitas sehari-hari dan lain-lain. Pasien MDR-TB juga akan mengalami perubahan pola tidur yang dikarenakan gejala klinis seperti sesak napas, batuk yang semakin berat dirasakan pada malam hari sehingga mengganggu pola tidur pasien.
Ketiga, kenyataan bahwa dirinya harus mengkonsumsi obat setiap hari secara tepat waktu dapat menjadi beban bagi pasien. Sebagian obat MDR-TB diberikan melalui jalur suntikan yang mengakibatkan munculnya rasa nyeri di bekas tempat suntikan, dan ini berlangsung setiap hari selama beberapa bulan, menyebakan keluhan pasien yang semakin bertambah. Belum lagi ditambah dengan efek samping beberapa obat MDR-TB yang memang dapat mencetuskan gejala depresi dan kecemasan.
Keempat, adalah anggapan dalam diri pasien yang merasa bahwa dirinya menjadi beban bagi orang lain terutama anggota keluarganya. Terlebih bagi laki -laki yang selama ini menjadi tulang punggung dalam menafkahi keluarga,
kejadian MDR-TB sedikit banyak tentu akan membatasi peranannya sebagai pencari nafkah keluarga.
Untuk mengatasi masalah psikososial yang dihadapi oleh pasien TB paru, seyogyanya dilakukan psikoedukasi (psikoedukasi aktif dan pasif). Psikoedukasi merupakan pendidikan kesehatan untuk mengatasi masalah psikososial bagi pasien baik yang mengalami penyakit fisik maupun gangguan jiwa (Donker et al, 2009). Psikoedukasi ini terdiri dari psikoedukasi aktif dan pasif. Psikoedukasi aktif dilakukan dengan melakukan konseling bagi pasien yang mengalami masalah psikososial terkait penyakit yang dialaminya sedangkan psikoedukasi pasif dilakukan dengan memberikan booklet, pamflet, website atau video tentang bagaimana mengatasi masalah psikososial yang biasanya dialami oleh pasien TB.
Terapi psikoedukasi yang dilakukan kepada kelompok pasien dapat pula berupa gabungan dari psikoedukasi aktif dan psikoedukasi aktif. Pemberian terapi gabungan (aktif dan pasif) ini didasarkan pada temuan sebelumnya oleh Moult et al (2004) bahwa informasi kesehatan yang diterima oleh seorang pasien bisa
terlupakan dalam beberapa menit setelah mereka mendapatkan informasi, karena itu diperlukan booklet supaya pasien bisa mengulang di rumah apa yang telah dibicarakan sebelumnya dengan dokter. Pasien TB diberikan konseling tentang masalah psikososial yang mereka hadapi, kemudian diberikan booklet yang berisi tentang cara - cara mengatasi masalah psikososial yang biasa dialami pasien TB. Kombinasi kedua pendekatan psikoedukasi (pasif dan aktif) ini sangatlah efektif dalam mengatasi masalah psikososial pasien TB, terbukti dengan hasil penelitian yang signifikan dimana terdapat perbedaan yang bermakna dari tingkat depresi, cemas dan stres kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
57 guna melihat perbedaan kejadian depresi dan kecemasan di awal pengobatan, selama pengobatan berlangsung, dan di akhir pengobatan.
Selain itu, perlu juga diidentifikasi apakah kejadian depresi dan kecemasan yang terjadi pada pasien MDR-TB berhubungan dengan faktor demografis seperti tingkat ekonomi, suku dan sosio-kultur ataupun tempat tinggal. Hal ini diperlukan mengingat bahwa gejala depresi dan kecemasan tentunya sangat dipengaruhi oleh dukungan dari lingkungan dan persepsi dari masyarakat sekitar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan simptom depresi pada pasien MDR-TB dari sebelum pengobatan (40%), bulan ke-1 (60%) hingga bulan ke-3 sesudah mendapatkan pengobatan MDR-TB (82,5%).
2. Terdapat peebedaan simptom kecemasan pada pasien MDR-TB dari sebelum pengobatan (10%), bulan ke-1 (22,5%) hingga bulan ke-3 pengobatan MDR-TB (52,5%).
3. Terdapat hubungan antara waktu pengobatan dengan kejadian simptom depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB.
4. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian simptom depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diajukan dari penelitian ini adalah :
1. Diperlukan penelitian lanjutan yang mengidentifikasi gejala depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB dengan melibatkan lebih banyak sampel penelitian dan dalam durasi follow up yang lebih lama.
2. Diperlukan penelitian lanjutan yang mengidentifikasi pengaruh faktor demografis seperti suku, tingkat pendidikan, tempat tinggal serta persepsi lingkungan sekitar dan tingkat ekonomi terhadap kejadian depresi dan kecemasan pada pasien MDR-TB.
3. Terapi psikoedukasi baik aktif maupun pasif dapat dijadikan salah satu elemen dalam protokol pengobatan pasien MDR-TB, khususnya yang tekah menunjukkan gejala depresi dan kecemasan.
59 memaksimalkan pengobatan MDR-TB dan meningkatkan kualitas hidup pasien MDR-TB.
5. Diharapkan agar penerapan kuesioner HADS dapat dipakai pada pasien MDR-TB untuk mendeteksi dini terhadap simptom depresi dan kecemasan sebelum memulai pengobatan MDR-TB dan follow up setiap bulan setelah mendapatkan pengobatan MDR-TB.