• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan proporsi simptom depresi dan kecemasan pada pasien multi drug resistant tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan proporsi simptom depresi dan kecemasan pada pasien multi drug resistant tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Multi Drug Resistant

2.1.1 Definisi Multi Drug Resistant

Multi Drug Resistant didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh

kuman tuberkulosis yang resisten paling sedikit terhadap rifampicin dan isoniazid

dengan atau tanpa resisten terhadap obat lain (PDPI, 2011).

2.1.2. Struktur Dan Morfologi Kuman TB

Basil tuberkulosis termasuk dalam genus Mycobacterium, dan merupakan

satu-satunya genus dari famili Mycobacteriaceae. Yang termasuk dalam famili

Mycobacteriaceae ada empat spesies, yaitu M.tuberculosis, M.bovis,

M.africanum, dan M.microt (Fishman, et al, 2008). M.tuberculosis berbentuk

batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri

ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm dan panjang 1 – 4 µm. Dinding M.tuberculosis

sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi 60%). Penyusun utama

dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan M.sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –

C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan

dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap

upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Komponen

antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,

polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi

(2)

Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa

(kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesivisiti

yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen

M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi

(somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 α, protein MTP 40 dan lain lain (Palomino et al, 2007).

2.1.3. Patogenesis

Penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan dekat antara pasien dan

orang yang tertular (terinfeksi). Penyebaran TB bisa melalui droplet yang

mengandung kuman TB pada saat batuk. Droplet dapat terbang di udara kurang

lebih selama dua jam tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tadi

terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan masuk ke dinding sistem

pernapasan. Droplet berdiameter besar akan masuk pada saluran napas bagian atas

dan droplet yang berdiameter kecil akan masuk ke alveoli di seluruh paru. Pada

tempat masuknya, kuman tuberkulosis akan membentuk suatu fokus infeksi

primer berupa tempat pembiakan kuman tuberkulosis sehingga tubuh pasien akan

memberikan reaksi inflamasi. Kuman TB yang masuk tadi akan mendapatkan

perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung pada pengalaman

tubuh, yaitu pernah mengenal kuman TB atau belum (Blanc et al, 2010).

Terapi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh konsumsi hanya satu jenis

obat TB saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat TB kombinasi tetapi hanya

satu saja yang sensitiv terhadap basil tersebut (indirek monoterapi), selanjutnya

resistensi sekunder (dapatan) terjadi (Leitch, 2000).

a. Mekanisme terjadinya resistensi

Pada Mycobacterium tuberculosis (Mtb) belum pernah dilaporkan adanya

plasmid pembawa resistensi, karena itu resistensi Mtb terhadap OAT tidak

dipindahkan dari satu kuman ke kuman lain. Dengan kata lain, terjadinya

resistensi Mtb terhadap OAT terutama terjadi karena mutasi genetik pada Mtb

(3)

Penyebaran resistensi Mtb terjadi pasca amplifikasi kuman resisten sebagai

akibat inadequatnya obat disekitar kuman (Agus, 2010).

b. Mekanisme terjadinya resistensi obat rifampisin

Rifampisin merupakan obat yang aktif terhadap Mtb yang tumbuh dan juga

aktif terhadap Mtb dalam fase stasioner. Daya antibakterial rifampisin terjadi

melalui hambatan sintesa RNA, yaitu dengan jalan berikatan pada RNA

(Ribonucleic acid) polimerase kuman. RNA polimerase ini merupakan

oligomer yang tersusun dari empat ratai. yaitu 2 rantai alfa dan satu rantai

beta dan satu rantai beta nascen. Tiap rantai disandi dengan rantai beta

disandi oleh ben rpobeta (Agus, 2010).

Pada Mtb, resistensi terhadap rifampisin terjadi pada satu dari sepuluh sampai

seratus juta kuman. Resistensi pada > 95% Mtb terhadap rifampisin terjadi

akibat mutasi pada gen rpobeta. Mutasi masif pada gen rpobeta akan

menyebabkan tingkat resistensi tinggi dan resistensi silang terhadap semua

anggota golongan rifampisin. Umumnya mutasi terjadi selektif dan sebagian

besar terjadi pada kodon 511,516,518 dan 522. Mutasi pada kodon tersebut

akan menyebabkan resistensi silang pada rifapentin, tetapi tidak pada

rifabutin. Resistensi tingkat lebih rendah terjadi akibat mutasi pada kodon

L176F (Agus, 2010).

c. Mekanisme terjadinya resistensi obat isoniazid

INH adalah obat yang aktif terhadap Mtb yang membelah dan tidak aktif

terhadap Mtb dalam fase stasioner. INH juga tidak bekerja dalam suasana

anaerob, INH adalah “ prodrug “ yang masuk ke dalam kuman dengan cara

pasif. Prodrug selanjutnya akan diubah oleh katalase G Mtb menjadi bentuk

aktif. Aktifasi menghasilkan berbagai oksigen dan senyawa reaktif yang

menyerang target di dalam kuman, yaitu sintesa asam mikolat, metabolisme

NAD dan mungkin juga merusak DNA. Akbatnya kuman mudah lisis. Dalam

sintesa asam mikolat, diperlukan juga enoyl ACP reductase, NADH

dehydrogenase, dan alkyl hydroperoxidase. Secara berurutan enzim - enzim

(4)

katalase disandi oleh gen katG. Selain itu, diketahui pula bahwa aktifitas gen

katG diatur oleh regulatornya yaitu gen furA (Agus, 2010).

Resistensi Mtb terhadap INH akibat hilangnya gen katG akan menyebabkan

resistensi tingkat tinggi, Fenomena ini jarang dan yang lebih sering terjadi

adalah mutasi noktah. Frequensi kuman resisten terhadap INH akibat dari

mutasi gen katG bervariasi antara 20-80%, tergantung asal Mtb. Diantara

berbagai mutasi pada katG, mutasi pada daerah S315T merupakan yang

tersering, teramati pada kira-kira 50% isolat. Mutasi pada S315T ini

menyebabkan aktifitas katalase berkurang 50% dan karena itu tingkat

resistensi yang ditimbulkannya cukup tinggi. Telah diketahui pula bahwa

aktfitas gen katG diatur oleh gen lain, yaitu gen furA. Mutasi gen furA telah

ditemukan pada mycobacteria lain, tetapi belum ditemukan pada Mtb mutasi

pada gen inhA yang telah teridentifikasi adalah pada “promoter”nya dan pada

gen strukturalnya. Resistensi pada inhA terjadi pada 15-43% isolat yang

resisten INH dan menyebabkan tingkat resistensi rendah, namun mutasi pada

inhA ini beresiko besar menyebabkan juga resistensi pada etambutol.

Berbagai lokus mutasi inhA penyebab resistensi terhadap INH telah

diketahui, diantaranya adalah pada lokus S94A, 121T dan 121V (Agus,

2010).

d. Resistensi Etambutol

Resistensi etambutol umumnya dikaitkan dengan mutasi pada gen embB yang

merupakan gen yang mengkodekan untuk enzim arabinosiltransferase.

Arabinosiltransferase terlibat dalam reaksi polimerasi arabinoglikan.

Resistensi terjadi akibat mutasi yang menyebabkan ekspresi berlebih produksi

dari gen embB. Mutasi gen embB telah ditemukan pada 70% galur yang

resisten dan melibatkan pergantian posisi asam amino 306 atau 406 pada 90

% kasus. Resistensi segera timbul bila obat diberikan secara tunggal (WHO,

2014).

e. Resistensi Pirazinamid

Pirazinamid sebagai bakterisida pada organisme metabolisme lambat dalam

(5)

Pirazinamid diduga oleh basil tuberkel dikonversikan menjadi produk zat

yang aktif yaitu asam pirazinoat. Pirazinamid diabsorbsi dengan baik melaui

saluran pencernaan. Resistensi pirazinamid terjadi oleh karena kehilangan

aktiviti pyrazinamidase sehingga tidak lagi dikonversikan menjadi asam

pirazinoat. Resistensi ini dihubungkan dengan terjadinya mutasi pada gen

pncA yang menyandikan enzim pyrazinamidase (Katzung, 2007).

f. Resistensi Streptomisin

Merupakan aminoglikosida yang diisolasikan dari Streptomyces griseus.

Streptomisin menghambat sintesis protein dengan cara menimbulkan

gangguan pada ribosom. Dua per tiga galur yang resistensi terhadap

streptomisin diidentifikasi bahwa terjadi mutasi pada satu dari dua target

yaitu 16s rRNA (rrs) atau gen yang menyandi protein ribosom S12 (rpsL).

Kedua target ini yang diyakini terdapat ikatan ribosom streptomisin (Katzung,

2007).

2.1.4. Faktor penyebab resistensi OAT

Tuberkulosis resisten obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu

fenomena buatan manusia sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat.

Faktor penyebab resistensi OAT terhadap kuman Mtb antara lain (PDPI,

2011):

1.Faktor mikrobiologik

a. Resisten yang natural

b. Resisten yang didapat

c. Amplifier yang didapat

d. Virulesi kuman

e. Tertular galur kuman MDR

2.Faktor klinik

a. Penyelenggara kesehatan

keterlambatan diagnosis, pengobatan yang tidak mengikuti pedoman,

penggunaan OAT yang tidak adekuat, tidak ada pemantauan pengobatan,

(6)

satu paduan yang telah gagal, organisasi program nasional TB yang

kurang baik.

b. Obat

Pengobatan TB jangka waktunya yang lama yaitu lebih dari 6 bulan, obat

toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan gagal sampai

selesai, obat tidak dapat diserap dengan baik misalnya rifampisin

diminum setelah makan atau diare, kualitas obat kurang baik, regimen

yang tidak tepat, harga obat mahal, pengadaan obat terputus.

c. Pasien

Pengawas Menelan Obat (PMO) tidak ada / kurang baik, kurangnya

informasi atau tidak ada penyuluhan, kurang biaya untuk berobat, efek

samping obat, sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada,

gangguan penyerapan obat.

3.Faktor program

a. Tidak ada fasilitas biakan dan uji kepekaan

b. Amplifier effect

c. Tidak ada program DOTS

d. Program DOTS tidak berjalan baik

e. Memerlukan biaya yang besar

4.Faktor HIV / AIDS

a. Kemungkinan terjadi MDR-TB yang lebih besar

b. Gangguan penyerapan

c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar

5.Faktor kuman

Kuman Mtb super strains dimana memiliki sifat yang sangat virulen, daya

tahan hidup lebih tinggi, berhubungan dengan MDR-TB.

2.1.5. Diagnosis MDR-TB

Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala

(7)

darah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala respiratorius sangat bervariasi dari

mulai yang tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari

luasnya lesi. Sedangkan gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam,

anoreksia, dan penurunan berat badan (PDPI, 2011).

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di

daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara

lain suara napas bronkhial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda

-tanda penarikan paru, diafragma dan organ mediastinum (PDPI, 2011).

Pasien yang dicurigai kemungkinan MDR-TB adalah (PDPI, 2011):

1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2, dibuktikan dengan

rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.

2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan

dengan kategori 2.

3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat

OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.

4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.

5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan

dengan kategori 1.

6. TB paru kasus kambuh.

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan

atau kategori 2.

8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien MDR-TB

konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal MDR-TB.

9. TB HIV

Pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke laboratorium dengan

jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji

kepekaan obat. Diagnosis MDR-TB dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Jika

hasil uji kepekaan terdapat Mtb yang resisten minimal terhadap rifampisin dan

(8)

Metode pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis MDR-TB adalah (PDPI,

2011):

1. Metode konvensional uji resistensi obat

WHO mendukung penggunaan metode biakan media cair dan identifikasi

Mtb cara cepat dibandingkan media padat saja. Metode cair lebih sensitif

mendeteksi mikobakterium dan meningkatkan penemuan kasus sebesar 10%

dibandingkan media padat di samping lebih cepat memperoleh hasil sekitar

10 hari dibandingkan 28-42 hari dengan media padat.

2. Metode cepat uji resistensi obat (uji diagnostik molekular cepat)

Xpert assay dapat mengidentifikasi Mtb dan mendeteksi resisten rifampicin

dari dahak yang diperoleh beberapa jam, akan tetapi konfirmasi resisten obat

dengan uji kepekaan obat konvensional masih digunakan sebagai baku (gold

standart). Penggunaan Xpert MTB/RIF tidak menyingkirkan kebutuhan

metode biakan dan uji resistensi obat konvensional yang penting

menegakkan diagnosis definitive tb pada pasien dengan apus dan BTA

negatif dan uji resistensi obat untuk menetukan OAT lainnya selain

rifampisin. Metode ini bermamfaat untuk menyaring kasus suspek MDR-TB

secara cepat dengan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki

sensivitas dan spesifisitas sekitar 99%.

2.1.6. Penatalaksanaan

Pada pengobatan MDR-TB, maka petugas kesehatan harus mengubah

kombinasi obat dengan menambahkan lini kedua. Obat ini memiliki efek samping

yang lebih banyak, pengobatan yang lebih lama, dan biaya mungkin 100 kali lebih

besar dibandingkan dengan lini pertama (Bayona et al, 2008).

2.1.7. Lama Pengobatan

Pengobatan MDR-TB memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 18-24

bulan setelah konversi biakan. Pengobatan terdiri atas dua tahap yaitu tahap awal

dan tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama

(9)

biakan. Apabila pada akhir bulan kedelapan belum terjadi konversi maka disebut

gagal pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian panduan OAT MDR tanpa

suntikan setelah menyelesaikan tahap awal (PDPI, 2011).

2.1.8. Cara Pemberian Obat

Pada tahap awal dengan suntikan diberikan 5 kali seminggu baik selama

rawat inap maupun rawat jalan. Dan untuk obat oral diminum dan ditelan setiap

hari didepan petugas kesehatan sedangkan pada hari libur diminum dan ditelan

didepan PMO. Untuk tahap lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu dan

diminum dan ditelan didepan PMO (PDPI, 2011).

WHO membagi pengobatan MDR-TB menjadi lima grup berdasarkan potensi

dan efikasinya (PDPI, 2011):

1. Kelompok pertama : pirazinamid dan etambutol paling efektif dan ditoleransi

dengan baik.

2. Kelompok kedua : injeksi kanamisin atau amikasin, jika alergi diganti dengan

kapreomisin atau viomisin yang bersifat bakterisidal.

3. Kelompok ketiga : fluoroquinolon diantaranya : levofloksasin, moksifloksasin,

ofloksasin yang bersifat bakterisidal tinggi.

4. Kelompok keempat : PAS, etionamid, protionamid, dan sikloserin merupakan

bakteriostatik lini kedua.

5. Kelompok kelima : amoksisilin+asam klavulanat, makrolide baru

(klaritromisin), dan linezolid, masih belum jelas efikasinya (PDPI, 2011).

Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah paduan terstandar (standardized

treatment) yaitu (PDPI, 2011):

6 Z(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs / 18 Z(E)-Lfx-Eto-Cs

1. Kanamisin

Kanamisin berkaitan erat dengan antibiotik jenis aminoglikosida.

Kanamisin bekerja pada ribosom dan menghambat proses sintesis protein.

Kanamisin biasanya dapat diberikan secara intramuskular. Konsentrasi

(10)

ibu hamil dan ibu menyusui, penyakit ginjal, penyakit hati dan yeng

hipersensitif terhadap aminoglikosida. Efek samping yang dapat terjadi

adalah : gangguan pada saraf kedelapan,dan toksisitas ginjal. Gangguan

pendengaran, gangguan keseimbangan yang menetap, neuropati perifer.

Pemantauan terhadap penggunaan obat ini harus tetap dilakukan, antara

lain: pemeriksaan faal ginjal (serum kreatinin dan kalium), audiogram

bulanan untuk fungsi pendengaran (Kreider dan Rossman, 2000).

2. Amikasin

Sama halnya dengan kanamisin, amikasin juga berhubungan erat dengan

antibiotik aminoglikosida. Amikasin juga bekerja pada ribosom,

penghambatan sintesis protein. Amikasin dapat diberikan intramuskular

atau intravena. Rata - rata konsentrasi puncak serum adalah 21 mg/ml dan

MIC adalah 4-8 mg/ml. Amikasin juga memiliki efek samping terhadap

kelemahan pada saraf kedelapan dan juga menyebabkan toksisitas ginjal

(Kreider dan Rossman, 2000)

3. Kapreomisin

Kapreomisin secara kimiawi berbeda dari aminoglikosida, tetapi

kemungkinan memiliki resistensi silang dengan streptomisin, amikasin,

dan kanamisin. Kapreomisin memiliki aktivitas teurapetik yang sama

dengan kanamisin dan amikasin begitu juga dengan farmakologi dan

toksisitasnya. Efek samping nya juga berpengaruh pada sistem persyarafan

kedelapan dan juga menyebabkan toksisitas ke ginjal. Pemantauan

pemberian obat ini juga perlu memeriksa faal ginjal dan pemeriksaan

fungsi pendengaran sebelum dan selama pengobatan (Kreider dan

Rossman, 2000).

4. Levofloksasin

Levofloksasin merupakan fluorokuinolon yaitu agen anti bakteri spektrum

luas yang bekerja menghambat Deoxyribonucleic Acid (DNA) enzim

girase. Levofloksasin lebih banyak dipakai secara oral dan lebih sensitif

terhadap organisme. Tidak ada resistensi silang dengan obat anti

(11)

akan meningkatkan kadar serum teofilin dan resiko efek samping dari

teofilin. Pemberian antasida (seperti : magnesium sulfat,aluminium sulfat,

kalsium atau didanosine) akan menyebabkan menurunnya absorbsi dan

menghilangkan efek terapeutik fluorokuinolon. Pemberian probenesid

akan menurunkan sekresi fluorokuinolon di ginjal yang mengakibatkan

sekitar 50% peningkatan serum fluorokuinolon. Pemberian suplemen

vitamin yang mengandung seng (Zn) dan besi (Fe) akan mengurangi

absorbsinya. Efek samping yang timbul adalah : mual, kembung, pusing,

insomnia, sakit kepala, ruam, pruritus dan fotosensitivitas. Jika dijumpai

resistensi levofloksasin maka diberikan moxifloksasin (Kreider dan

Rossman, 2000).

5. Etionamid

Etionamid memiliki struktur yang mirip dengan INH. Namun resistensi

silang dengan INH sangat jarang terjadi. Dosis etionamid sebesar 2,5

µg/kg memiliki efek bakteristatik. Etionamid diserap baik oleh usus dan di

metabolisme di hati. Kadar serum puncak nya adalah 15-20 mg/ml dan

dosis optimumnya biasanya 1 gram. Obat ini hampir sepenuhnya

didistribusikan ke seluruh tubuh. Efek samping yang timbul adalah : mual,

muntah, kehilangan napsu makan, dan nyeri perut. Reaksi neurologis yang

sering muncul adalah: sakit kepala, gelisah, diplopia, tremor, dan

kejang-kejang. Diperlukan penambahan dosis secara bertahap karena sangat

mengiritasi saluran pencernaan. Jika obat diberikan pada malam hari maka

sangat dianjurkan bersamaan dengan anti-emetik dan obat hipnosis.

Hepatitis dapat terjadi pada 1 persen pasien. Untuk memantau

hepatotoksik maka perlu dilakukan pemeriksaan faal hati dan enzim paru

per bulan. Jika didapati peningkatan faal hati lima kali lipat maka obat

harus dihentikan (Kreider dan Rossman, 2000).

6. Sikloserin

Sikloserin bersifat bakteriostatik yang merupakan analog Dalanine dan

bekerja masuk kedalam dinding sel. Obat ini diserap baik di usus dan

(12)

sebanyak 70% dari bentuk aktifnya dan 30% lagi di metabolisme didalam

tubuh. Efek samping umum termasuk gangguan neurologis dan psikiatris

mulai dari sakit kepala, tremor, gangguan memori, dan gangguan psikosis

berupa mengantuk, paranoid, depresi, atau reaksi katatonik. Beberapa

pasien dengan gangguan kecemasan dan depresi dapat berupa keinginan

bunuh diri. Dosis umum adalah 15-20 mg/kg, dengan dosis maksimal 1

gram/hari. Sebagian besar efek samping menghilang apabila obat

dihentikan. Untuk mencegah gangguan psikis yang serius maka perlu

pemantauan berkala atas status mental dan tingkat dosis yang diperlukan.

Untuk mengurangi potensi kejang dan konvulsi dapat diberikan piridoksin

dengan dosis 100-150 mg. Sikloserin dpat mengurangi efektifitas fenitoin

jika diberikan bersamaan dengan INH. Dosis fenitoin dalam hal ini dapat

dikurangi. Minuman mengandung alkohol akan memberikan efek toksik.

Untuk kasus dengan adanya gagal ginjal, dosis harian obat harus

dikurangi. Sebaiknya diminum pada saat perut kosong karena dapat

makanan dalam lambung akan menurunkan absorbsi obat (Kreider dan

Rossman, 2000).

7. Para-Amino Salicylic acid (PAS)

Jika dijumpai resisten terhadap sikloserin maka dapat diganti dengan

Para-Amino Salicylic acid (PAS). Obat ini diekskresikan dengan cepat,

dosis tinggi diperlukan untuk mempertahankan aktivitas bakteriostatiknya.

Dosis umum terapi oral harian adalah 150 mg/kg, dan dosis tidak boleh

melebihi 10-12 gram/hari. Melebihi dari dosis tersebut akan menyebabkan

efek samping mual, muntah, diare, dan nyeri epigastrium. Dari 5-10%

pasien, PAS juga dapat menyebabkan reaksi hiersensitivitas, hepatitis,

hipotiroidisme, atau anemia hemolitik. Efek samping dapat dikurangi

dengan terapi awal dosis rendah dan secara bertahap dinaikkan sampai

mencapai dosis penuh (Kreider dan Rossman, 2000).

8. Pirazinamid

Pirazinamid bersifat bakterisidal lemah tetapi mempunyai efek sterilisasi

(13)

diberikan pada 2 bulan pertama pengobatan karena proses peradangan

sedang pada puncaknya. Pirazinamid mudah diabsorbsi dan tersebar di

seluruh jaringan. Hati-hati pemberian pada pasien diabetes mellitus karena

dapat menyebabkan kadar gula darah tidak stabil. Kadang menyebabkan

kekambuhan gout atau dapat terjadi arthralgia. Efek samping yang timbul

adalah : mual, muntah, hiperurisemia yang asimptomatik dan timbulnya

gout. Efek samping yang jarang timbul yaitu : anemia siderobastik,

photosensitive dermatitis dan gangguan hati berat (Kreider dan Rossman,

2000).

9. Etambutol

Etambutol bersifat bakteriostatik dan mudah diabsorbsi di saluran

pencernaan. Efek samping yang timbul adalah : gangguan fungsi mata

yang tergantung dengan besarnya dosis, kelainan hati dan arthralgia

(Kreider dan Rossman, 2000).

2.1.9. Evaluasi Pengobatan

Penilaian respons pengobatan adalah konversi pemeriksaan dahak secara

mikroskopis dan biakan. Hasil biakan dapat diperoleh setelah 2 bulan.

Pemeriksaan mikroskopis dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada tahap

awal dan setiap 2 bulan pada tahap lanjutan (Kemenkes, 2013).

Evaluasi utama pada pasien MDR-TB adalah (Kemenkes, 2013):

1. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada tahap awal dan setiap 2 bulan pada tahap

lanjutan.

2. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada tahap awal sampai konversi biakan.

3. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus yang diduga akan

(14)

Gambar 2.1. Jadwal Pemantauan Pengobatan MDR-TB (Kemenkes, 2013).

Pemantauan

Frekuensi yang dianjurkan

Bulan pengobatan

0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Evaluasi Utama

Pemeriksaan

dahak dan biakan

dahak

√ Setiap bulan sampai konversi, bila sudah konversi setiap 2 bulan

Evaluasi Penunjang

Evaluasi Klinis

(termasuk BB)

Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap Pengawasan oleh

PMO

Uji kepekaan

obat* √

Foto toraks √ √ √ √

Kreatinin serum** √ √ √ √ √ √ √

Kalium serum** √ √ √ √ √ √ √

Thyroid

Stimulating

Hormone

(TSH)***

√ √ √ √

Enzim hepar

(SGOT, SGPT)# √ Evaluasi secara periodik

Tes kehamilan √

Hb dan leukosit∞ √ Berdasarkan indikasi

*Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau

memburuknya keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap positif uji

(15)

**Bila diberikan obat suntik. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan resiko tinggi

lainnya pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu

***Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan

gejala hipotiroid

#Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien dengan

resiko, gejala hepatitis

(16)

Tabel 2.1. Efek Samping Obat MDR-TB(Depkes, 2009)

Nama obat Efek samping Pemeriksaan Tindakan

Etionamid Gangguan

Monitor interaksi obat antasida, zat

besi, sukralfat

menurunkan

(17)

Tabel 2.2 Pembagian dosis berdasarkan berat badan (Kemenkes, 2013).

PAS(granula,4gram) 150mg/kg/hari 8 gram 8 gram 8 Gram

2.2. Depresi

2.2.1. Definisi depresi

Menurut PPDGJI-III, depresi adalah suatu suasana perasaan (mood) yang

mempunyai gejala utama mood yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan

serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktifitas, serta beberapa gejala lainnya seperti konsentrasi dan

perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan

tentang perasaan bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram,

gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur yang

(18)

Menurut Diagnostic and Statistical of Mental Disorder Fourth Edition

Text Revision (DSM-IV TR) dan Diagnostic and Statistical of Mental Disorder

Fifth Edition Text Revision (DSM-V TR), suatu episode depresif berat harus

berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, dan secara tipikal seseorang dengan

diagnosis suatu episode depresif berat juga mengalami paling sedikit 4 simptom

dari daftar yang termasuk perubahan nafsu makan dan berat badan, perubahan

dalam tidur dan aktifitas, kurangnya energi, perasaan bersalah, masalah dalam

berpikir dan membuat keputusan, dan pikiran yang berulang tentang kematian

atau bunuh diri (American Psychiatric Association, 2000).

2.2.2. Komorbiditas

Komorbiditas gangguan depresi dengan gangguan psikiatrik lainnya

adalah umum dan secara signifikan mempengaruhi hasil pengobatan. Jumlah yang

lebih besar dari kondisi komorbiditas yang bersamaan berhubungan dengan

peningkatan keparahan, morbiditas, dan kronisitas gangguan depresif. Gangguan

yang paling sering dijumpai adalah penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol,

gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan ansietas sosial

(Rihmer, 2009).

2.2.3. Etiologi 1. Faktor Biologis

Norepinefrin. Hubungan yang ditunjukkan oleh studi ilmiah dasar antara

downregulation dari reseptor -adrenergik dan respons klinis antidepresan

adalah bagian tunggal yang paling kuat dari data yang mengindikasikan

suatu peran langsung untuk sistem noradrenegik dalam depresi. Bukti lain

juga melibatkan reseptor 2 presinaptik dalam depresi, sebagaimana

aktivasi dari reseptor ini berakibat pada penurunan dari jumlah

norepinefrin yang dilepaskan. Reseptor 2 presinaptik juga terdapat pada

neuron-neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin dengan efek

(19)

Serotonin. Dengan efek yang besar dari selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) sebagai contoh, fluoxetine (prozac) telah dibuat pada

pengobatan depresi, serotonin telah menjadi neurotransmiter amin

biogenik yang paling umum dihubungkan dengan depresi. Identifikasi dari

multipel subtipe reseptor serotonin telah meningkatkan kegembiraan

dalam komunitas penelitian tentang perkembangan dari pengobatan yang

lebih spesifik untuk depresi. Disamping fakta bahwa SSRIs dan

antidepresan serotonergik lain adalah efektif dalam pengobatan depresi,

data lain mengindikasikan bahwa serotonin terlibatdalam patofisiologi

depresi. Pengurangan serotonin bisa mencetuskan depresi, dan beberapa

pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi cairan otak yang

rendah dari metabolit serotonin dan konsentrasi serotonin yang rendah dari

tempat ambilan pada platelet.

Dopamin. Walaupun norepinefrin dan serotonin adalah amin biogenik yang paling sering dihubungkan dengan patofisiologi depresi, dopamin

juga telah diteorikan untuk memainkan peran. Data menyarankan bahwa

aktifitas dopamin bisa menurun pada depresi dan meningkat pada mania.

Penemuan dari subtipe - subtipe yang baru dari reseptor dopamin dan

pengertian yang meningkat dari regulasi presinaptik dan pasca sinaptik

dari fungsi dopamin lebih jauh telah memperkaya penelitian pada

hubungan pada dopamin dan gangguan mood. Obat - obat yang

menurunkan konsentrasi dopamin sebagai contoh reserpin (serpasil) dan penyakit–penyakit yang mengurangi konsentrasi dopamin (misalnya, penyakit parkinson) dihubungkan dengan simptom - simptom depresif.

Kontrasnya, obat - obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti

tirosin, amfetamin, dan bupropion (Wellbutrin), menurunkan simptom -

simptom depresi. Dua teori belakangan ini tentang dopamin dan depresi

adalah bahwa jalur dopamin mesolimbik bisa disfungsional pada depresi

dan reseptor D1 dopamin bisa hipoaktif dalam depresi.

(20)

untuk depresi. Asam amino glutamat dan glisin tampaknya menjadi

excitatory neurotransmitter utama pada susunan saraf pusat. Glutamat dan

glisin berikat pada tempat yang berhubungan dengan reseptor

N-metyl-D-aspartat (NMDA) dan sebagai kelebihannya bisa memiliki efek

neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi yang tinggi dari reseptor

NMDA, jadi adalah mungkin bahwa glutamat bersama dengan

hiperkortisolemia memperantarai efek-efek neurokognitif dari stres kronik.

Adanya bukti yang muncul bahwa obat-obat yang merupakan antagonis

reseptor NMDA memiliki efek-efek antidepresan (Sadock, 2010).

2.2.4. Faktor Genetik

Banyak penelitian keluarga, adopsi dan kembar mempunyai catatan

(documented) yang panjang terhadap kemampuan menurunkan sifat daripada

gangguan mood. Akhir – akhir ini, fokus primer dari penelitian genetik adalah

untuk mengidentifikasi gen yang spesifik yang menyebabkan kerentanan dengan

menggunakan suatu metode genetik molekuler (Sadock, 2010).

2.2.5. Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan (Life Events) dan stres lingkungan

Pada suatu observasi klinik yang sudah berjalan lama bahwa peristiwa

hidup yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama daripada

episode dari gangguan mood. Satu teori diusulkan untuk menjelaskan hal ini,

bahwa stres yang menyertai episode pertama menghasilkan perubahan dalam

keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dalam sistim sinyal intra neural.

Hasilnya, seseorang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami episode dari

gangguan mood walaupun tanpa stresor dari luar (Sadock, 2010).

2.2.6. Faktor kepribadian

Tidak ada satu ciri (trait) kepribadian atau tipe yang secara unik

mempredisposisikan seseorang ke depresi; semua manusia, dari pola kepribadian

(21)

dengan gangguan kepribadian tertentu, obsesif-kompulsif, histrionik dan ambang

bisa menjadi resiko yang lebih besar untuk depresi daripada orang dengan anti

sosial atau gangguan kepribadian paranoid (Sadock, 2010).

Kejadian-kejadian belakangan yang menekan adalah prediktor paling kuat

dari onset suatu episode depresif. Dari perspektif psikodinamik, klinisi selalu

tertarik pada arti dari stresor tersebut. Penelitian telah mendemonstrasikan bahwa

stresor yang dialami pasien lebih sebagai refleksi secara negatif pada percaya

dirinya adalah lebih cenderung untuk menghasilkan depresi. Lebih lanjut, apa

yang sepertinya menjadi stresor yang relatif ringan untuk orang lain bisa

menghancurkan bagi pasien karena arti idiosinkratik khusus yang melekat pada

kejadian tersebut (Sadock, 2010).

2.2.7. Faktor psikodinamik pada depresi

Pengertian psikodinamik dari depresi didefinisikan oleh Sigmund Freud

dan diperluas oleh Karl Abraham diketahui sebagai pandangan klasik dari depresi.

Teorinya memasukkan empat titik kunci: (1) gangguan dalam hubungan ibu–anak

selama fase oral (10 hingga 18 bulan pertama dari kehidupan) mempredisposisi

kerapuhan lanjutan kepada depresi; (2) depresi bisa dihubungkan kepada

kehilangan objek yang nyata atau yang dikhayalkan; (3) introyeksi dari objek

yang meninggal dunia adalah suatu mekanisme pertahanan yang diminta untuk

menghadapi tekanan yang dihubungkan dengan kehilangan objek; (4) karena

kehilangan objek diperhatikan dengan campuran cinta dan benci, perasaan marah

yang ditunjukkan kepada diri sendiri (Sadock, 2010).

Melanie Klein memahami depresi dengan memasukkan ekspresi agresi

terhadap orang yang dicintai, sama seperti yang diutarakan Freud. Depresi terjadi

ketika pasien menyadari bahwa orang atau cita-cita yang telah mereka jalani tidak

pernah berespons dengan cara yang akan memenuhi harapan mereka. Ketika yang

lain tidak memenuhi kebutuhan ini terdapat hilangnya kepercayaan diri yang besar

yang timbul sebagai depresi. John Bowlby percaya bahwa kerusakan pada

kelekatan awal dan perpisahan traumatik pada masa anak-anak mempredisposisi

(22)

yang traumatik pada anak dan mempresipitasi episode depresi dewasa (Sadock,

2010).

2.2.8. Gambaran Klinis

Tanda utama dari episode depresif berat adalah mood depresi atau hilang

minat atau kesenangan yang menonjol selama sedikitnya 2 minggu dan

menyebabkan distres atau hambatan yang bermakna dalam fungsi sosial,

pekerjaan, area fungsi penting lainnya pada seorang individu. Selama masa ini

seseorang juga menampilkan sedikitnya 4 gejala tambahan dari di bawah ini

(Blacker D, 2009).

A. Mood depresi

Mood depresi adalah gejala yang paling khas terjadi pada > 90% pasien.

Pasien melaporkan sendiri sebagai perasaan sedih, murung, hampa, putus

asa, muram atau tenggelam dalam kesedihan. Kualitas mood sebaiknya

dilukiskan berbeda dari perasaan kesedihan yang normal atau duka cita.

B. Anhedonia

Tidak mampu menikmati aktifitas yang biasa dilakukan adalah yang

paling umum dialami pasien depresi. Pasien atau keluarganya melaporkan

dengan jelas adanya penurunan minat pada semua, atau hampir semua

aktifitas yang sebelumnya dinikmati seperti seks, hobi dan kegiatan

rutinitas sehari-hari.

C. Perubahan nafsu makan

Sekitar 70% pasien depresi yang diamati terdapat penurunan nafsu makan

bersamaan BB (berat badan) yang hilang. Hanya sedikit pasien yang

mengalami peningkatan nafsu makan, sering dikaitkan dengan makanan

khusus seperti permen.

D. Perubahan pola tidur

Sekitar 80% pasien depresi mengeluhkan beberapa tipe gangguan tidur,

yang paling sering adalah insomnia. Insomnia biasanya dibagi menjadi

(23)

sering terbangun sepanjang malam) atau lambat (pasien bangun terlalu

pagi).

E. Perubahan pada aktifitas tubuh

Sekitar setengah dari pasien depresi berkembang dengan terjadinya

kemunduran dan perlambatan gerakan atau aktifitas. Mereka menunjukkan

lambat berfikir, berbicara, pergerakan tubuh atau menurunnya volume isi

pembicaraan dengan jeda yang panjang sebelum menjawab. Pada sekitar

persen pasien wanita yang depresi dan 50 persen laki-laki yang depresi.

F. Kehilangan tenaga

Hampir semua pasien depresi melaporkan kehilangan energi (tenaga).

Malas dan kelelahan yang tidak biasanya dan terhambatnya efisiensi pada

pekerjaan kecil atau sedang.

G. Perasaan tak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan dan tak wajar.

Pasien depresi dapat mengalami penurunan harga diri yang nyata (dan

sering tidak realistik). Pada kebudayaan Eropa, lebih dari setengah pasien

depresi menunjukkan rasa bersalah, rentang dari perasaan yang tidak

jelas / samar-samar, yang mana kondisi mereka saat ini hasil dari sesuatu

yang telah mereka lakukan di masa lalu, sampai kepada waham Frank dan

kemiskinan atau memiliki dosa yang tidak dapat diampuni. Kultur lain

mengalami rasa malu atau penghinaan.

H. Perasaan bimbang dan kurang konsentrasi

Sekitar setengah dari pasien depresi mengeluh atau memperlihatkan

kelambatan berpikir. Mereka dapat merasakan bahwa mereka tidak

mampu berpikir sebaik dahulu dan mereka sukar berkonsentrasi atau

mereka mudah bingung. Seringkali ragu-ragu terhadap kemampuan untuk

menilai sesuatu dan menemukan kalau mereka kesulitan dalam mengambil

keputusan kecil. Pada ujian formal psikologis akurasi pasien berkurang

dan kecepatan serta pelaksanaan yang lambat.

I. Ide bunuh diri

Banyak pasien depresi mengalami pikiran yang berulang-ulang untuk

(24)

kematiannya, juga merencanakan untuk melakukan bunuh diri. Lebih dari

15 persen pasien depresif berat yang parah menyukai kematian dengan

bunuh diri. Resiko bunuh diri pasien timbul pada episode depresif tetapi

kemungkinan tinggi setelah permulaan terapi dan selama 6-9 bulan setelah

pemulihan (Blacker, 2009).

2.3.Ansietas

2.3.1.Definisi Ansietas

Menurut (DSM-IV-TR) mendefinisikan gangguan ansietas menyeluruh

sebagai kecemasan yang berlebihan dan khawatir tentang beberapa peristiwa atau

kegiatan sepanjang hari setidaknya satu periode 6 bulan. Khawatir ini sulit untuk

dikontrol dan berhubungan dengan gejala somatik, seperti ketegangan otot, lekas

marah, sulit tidur, dan gelisah. Kecemasan sulit dikendalikan, secara subyektif

menyusahkan, dan menghasilkan penurunan area penting dari kehidupan

seseorang (Sadock, 2010).

2.3.2. Etiologi

Penyebab gangguan ansietas menyeluruh tidak diketahui. Sebagaimana

definisi saat ini gangguan ansietas menyeluruh mungkin dipengaruhi oleh

keberagaman kelompok masyarakat. Mungkin karena tingkat tertentu dari ansietas

adalah normal dan dapat diterima, perbedaan ansietas normal dari ansietas

patologi serta faktor penyebab secara biologis dari faktor penyebab psikososial

sulit dibedakan. Kemungkinan faktor biologis dan psikososial saling berkaitan

(Sadock, 2010).

2.3.3. Faktor Biologis a. Genetik

Penelitian terdahulu menyelidiki genetik dari gangguan ansietas

menyeluruh, ditemukan 19,5 persen pasien yang memiliki gangguan ansietas

menyeluruh mempunyai keluarga tingkat pertama yang juga dengan diagnosis

yang sama. Sebagian besar risiko keluarga berhubungan dengan genetik (30 - 40

persen), tapi proporsi terbesar berbeda dalam kecenderungan dihubungkan dengan

(25)

b. Neurokimia

Norepinefrin adalah katekolamin yang bekerja sebagai hormon dan

neurotransmitter. Inti norepinefrin utama di dalam otak, yaitu locus coeruleus,

terlihat diaktifkan oleh stres dan telah dilibatkan dalam perilaku takut,

kewaspadaan, proses perhatian. Suatu penelitian menemukan bahwa pasien

dengan gangguan ansietas menyeluruh mempunyai tingkat katekolamin plasma

yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian lain juga

memperlihatkan tingkat norepinefrin plasma yang meningkat pada pasien dengan

gangguan ansietas menyeluruh (Sadock, 2010).

Neurotransmiter lain yang dihubungkan dengan gangguan ansietas

menyeluruh adalah serotonin, yang tersebar luas dalam otak. Deakin dan Graeff

pada tahun 1991 mengemukakan 2 jalur serotonergik yang nyata muncul dari

raphe nucleus, yaitu: 1) jalur naik (ascending) yang berjalan ke amigdala dan

korteks frontal berhubungan dengan kondisi ketakutan dan merupakan model dari

gangguan ansietas menyeluruh, 2) jalur turun (descending) yang berjalan ke

periaqueduktal gray matter dan berhubungan dengan ketakutan tanpa sebab

(seperti panik). Berdasarkan jalur gangguan ansietas menyeluruh, situasi yang

secara potensial menakutkan dapat meningkatkan serotonin sinaps, yang

memberikan regio kortikal dan limbik menggunakan input ini untuk menilai

situasi dan merumuskan suatu respons (Sadock, 2010).

Gamma AminoButiryc Acid (GABA) adalah neurotransmitter inhibitor

primer dalam sistem saraf pusat dan terdapat pada sebagian besar otak. Farabollini

dan kawan- kawan pada tahun 1996 menemukan bahwa sejumlah reseptor

benzodiazepin pada hipokampus dan korteks berkurang selama stress (Sadock,

2010).

2.3.4. Faktor Psikososial

Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial mengarah pada

perkembangan gangguan ansietas menyeluruh adalah bidang kognitif- perilaku

dan psikoanalitik. Menurut kognitif-perilaku, pasien dengan gangguan ansietas

menyeluruh merespons secara tidak tepat dan tidak akurat bahaya yang dirasakan.

(26)

negatif di lingkungan, oleh distorsi dalam pengolahan informasi, dan dengan

pandangan yang terlalu negatif terhadap kemampuan diri sendiri dalam

mengatasinya. Teori psikoanalitik menganalisis bahwa ansietas merupakan gejala

dari konflik bawah sadar yang belum terselesaikan (Sadock, 2010).

2.3.5. Gambaran Klinis

Gejala utama dari gangguan ansietas menyeluruh adalah kecemasan yang

berkelanjutan dan khawatir yang berlebihan dan disertai oleh sejumlah gejala

fisiologis, termasuk ketegangan motorik, hiperaktifitas otonom dan kewaspadaan

kognitif. Ansietas berlebihan dan mengganggu aspek lain dari kehidupan

seseorang. Gambaran ini harus terjadi selama minimal 6 bulan. Ketegangan

motorik ini paling sering dimanifestasikan sebagai keadaan gemetar, gelisah dan

sakit kepala. Hiperaktifitas otonomik biasanya dinyatakan dalam bentuk sesak

nafas, keringat berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal.

Kewaspadaan kognitif ditunjukkan dengan mudah tersinggung dan mudahnya

pasien dikejutkan (Sadock, 2010).

Menurut PPDGJ-III gambaran esensial dari gangguan ini adalah adanya

ansietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), tetapi tidak terbatas pada

atau hanya menonjol pada setiap keadaan lingkungan tertentu saja (misalnya sifat

mengambang atau free floating) (PPDGJ-III, 1993).

2.4. Simptom Depresi dan Kecemasan

Gejala – gejala depresi adalah merasa sedih dan bersalah, merasa cemas dan

kosong, merasa tidak ada harapan, merasa tidak berguna dan gelisah, merasa

mudah tersinggung dan tidak ada yang peduli, gangguan berkonsentrasi,

mengingat informasi, membuat keputusan, gangguan pola tidur, kehilangan nafsu

makan atau makan terlalu banyak, kekurangan energi dan adanya pikiran untuk

bunuh diri (NIMH, 2015).

Kecemasan adalah perasaan tidak jelas, subyektif dan tidak spesifik. (Duko

(27)

kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan

dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu

tetapi masih dalam batas-batas normal (NIMH, 2015).

Gejala-gejala kecemasan meliputi rasa khawatir, tidak tenang, ragu,

bimbang, memandang masa depan dengan was-was, kurang percaya diri, gugup

apabila tampil di depan umum, sering merasa tidak bersalah dan menyalahkan

orang lain, tidak mudah mengalah, tidak tenang bila duduk, sering kali mengeluh,

khawatir berlebihan terhadap penyakit, mudah tersinggung, suka membesarkan

masalah yang kecil, sering merasa ragu dalam mengambil keputusan, bila

bertanya sesuatu sering kali berulang-ulang, jika sedang emosi sering bertindak

histeris (NIMH, 2015).

Depresi sering datang bersamaan dengan gejala kecemasan, masalah ini

dapat menjadi kronik atau berulang dan menyebabkan kerusakan yang besar pada

kemampuan seseorang untuk menjaga tanggung jawab keseharian. Kehadiran

depresi dan kecemasan mempunyai dampak yang buruk pada kualitas kehidupan,

pembiayaan kesehatan dan perawatan diri (Duko et al, 2015).

2.5..Pengaruh Gejala Kejiwaan Pada Pasien MDR-TB

Komplikasi gejala kejiwaan pada pasien MDR-TB dipengaruhi oleh faktor

psikososial dan ekonomi. Masalah dukungan keluarga serta beberapa masalah

psikososial lain yang sering menjadi keprihatinan utama pada individu dengan

MDR-TB meliputi: stigma sosial, diskriminasi, takut dan rasa bersalah terkait

dengan risiko infeksi, beban sosio-ekonomi dan psikologis hidup dengan penyakit

kronis yang mengancam jiwa, lamanya pengobatan, jumlah obat yang banyak,

ketergantungan terhadap orang lain, kegagalan beberapa pengobatan, kehilangan

anggota keluarga dan mengalami kemiskinan menjadi dampak yang buruk

terhadap kualitas hidup serta harapan kesembuhan pasien MDR-TB (Vega et al,

2004).

Lingkungan dan keluarga yang takut akan infeksi terhadap pasien MDR-TB

(28)

menghasilkan isolasi sosial sehingga mengakibatkan penolakan diagnosis pasien

MDR-TB serta berdampak dalam pengobatan OAT MDR (Vega et al, 2004).

Sebagian besar pasien hidup dalam kemiskinan dan penyakit MDR-TB

menempatkan beban lebih lanjut tentang keluarga mereka. Karena gejala penyakit

dan efek samping obat, banyak pasien tidak mampu bekerja atau memenuhi

kebutuhan sosial lainnya , mereka menyerah dan menunda akan pekerjaan

maupun pendidikan dan kegiatan lainnya karena merasa frustasi (Acha et al,

2007).

Pemberian regimen pada pengobatan MDR-TB dilaporkan telah banyak

memberikan efek samping lebih banyak dari OAT lini pertama sebesar 19-55%.

Sikloserin adalah salah satu regimen pada pengobatan MDR-TB yang merupakan

antibiotik spektrum luas yang telah direkomendasikan oleh WHO sebagai lini

kedua kelompok IV obat bakteristatik oral yang digunakan dalam dosis 250-500

mg dua kali sehari. Efek samping dari sikloserin berhubungan dengan efek

kejiwaan, seperti depresi, kecemasan, halusinasi, euphoria, perubahan perilaku

dan bunuh diri telah dilaporkan sebesar 9,7-50% dari setiap orang yang

menggunakan sikloserin. Efek samping sikloserin yang mungkin terjadi adalah

ketika penggunaan pada tiga bulan pertama (Saraf et al, 2015).

Sikloserin adalah sebuah antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces

patorhidaceous. Sikloserin adalah obat yang larut air dan sangat tidak stabil pada

pH asam. Sikloserin meiginhibisi berbagai bakteri gram positif dan gram negatif,

tetapi hampir digunakan khusus untuk mengobati tuberkulosis yang disebabkan

oleh strain Mtb yang resisten sebagai lini pertama. Secara struktur sikloserin

analog dengan D-alanine dan menginhibisi penggabungan D-alanine menjadi

peptidoglican pentapeptida dengan cara menghambat alanine racemase, yang

mengubah L-alanine menjadi D-alanine, dan D-alanyl-D-alanine ligase. Setelah

mengkonsumsi sikloserin sebanyak 0,25 gram mencapai sekitar 20-30 mcg/ml

dalam darah yang mampu menghambat banyak strain mikobakteria dan bakteri

gram negative. Sikloserin tersebar luas di jaringan. Sikloserin diekresi dalam

(29)

Sikloserin dapat menyebabkan berbagai toksisitas pada sistem saraf pusat

seperti nyeri kepala, tremor, psikosis akut dan kejang. Jika dosis oral

dipertahankan dibawah 0,75 gr/hari efek samping tersebut biasaya dapat

dihindarkan (Bakhla et al, 2013).

Mekanisme yang mungkin secara neurobiologis dari sikloserin yang

menyebabkan gangguan psikis dengan cara mengikat dan memodulasi

N-methyl-D-aspartate glutamate reseptor (NMDAR) antagonis dan agonis parsial di

NMDAR yang berhubungan dengan glycine (GLY) dengan dosis 500 mg atau

lebih per hari bisa menyebabkan gangguan psikiatrik pada individu yang rentan.

Meskipun dalam beberapa laporan pengobatan MDR-TB yang menyebabkan

gangguan psikis pada peresepan polifarmasi tidak terbatas hanya pada obat

sikloserin saja, akan tetapi gangguan psikis tersebut dapat terjadi pada pemberian

obat-obatan yang bekerja pada NMDAR antagonis dan parsial agonis pada

NMDAR yang berhubungan dengan glisin (Bakhla et al, 2013).

2.6. Penilaian Depresi dan Kecemasan

Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) pertama kali dikembangkan

oleh Zigmont and Snait pada tahun 1983, tujuannya adalah untuk memberikan

klinisi sebuah alat pemeriksaan yang dapat diterima, diandalkan dan benar untuk

mengindentifikasi dan menghitung derajat depresi dan kecemasan. HADS adalah

suatu metode yang telah diterjemahkan lebih dari 25 negara sejak pertama kali

dikembangkan. Peran skala ini digunakan untuk mengidentifikasi pasien di rumah

sakit umum yang memerlukan evaluasi dari psikiatri (Michopoulos et al, 2008).

HADS terdiri dari 14 pernyataan yang dibagi menjadi 2 subskala,

yaitu untuk menilai kecemasan (7 pernyataan) dan depresi (7 pernyataan),

yang mana pasien menggolongkan masing-masing pernyataan dalam 4 skala

nilai, dari nilai 0 (tidak sama sekali) sampai nilai 3 (sangat sering). Nilai

yang lebih tinggi mengindikasikan adanya permasalahan. Jawaban pasien

dijumlahkan secara terpisah, yaitu penilaian untuk kecemasan dan penilaian

untuk depresi, dengan jumlah minimum dan maksimum adalah 0 dan 21 untuk

(30)

menggolongkan pasien mengalami kecemasan dan depresi dengan pasien yang

tidak mengalami kecemasan dan depresi jika dari 21 skala. Jika skala >16

menyatakan kasus berat, skala 11-15 termasuk kasus sedang, dan skala 8-10

adalah kasus ringan, sedangkan skala < 8 adalah bukan merupakan suatu kasus

kecemasan atau depresi (Widyadharma et al, 2015).

Validitas dan reabilitas HADS sudah dilaporkan beberapa penelitian, di

Indonesia telah dilakukan uji reliabilitas oleh Widyadharma et al pada tahun 2015.

Hasil interrater agreement untuk HADS-A adalah 0,706. Hasil interrater

agreement untuk HADS-D adalah 0,681. Dimana nilai 0,61-0,80 berarti

Gambar

Gambar 2.1. Jadwal Pemantauan Pengobatan MDR-TB (Kemenkes, 2013).
Tabel 2.1. Efek Samping Obat MDR-TB (Depkes, 2009)
Tabel 2.2 Pembagian dosis berdasarkan berat badan (Kemenkes, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

However, in this research the author are only getting some samples from Chefs or Restaurateur who own not just one restaurant but few Restaurant who also gain the Title of

Jaringan WLAN menggunakan access point sebagai aksesnya untuk device yang menggunakan teknologi wireless karena di setiap lantai memiliki ruang untuk rapat atau

44 Bahwa para korban yang sampai sekarang tidak kembali dan tidak diketahui 45 keberadaannya telah mengalami beberapa tindak kejahatan yakni : perampasan

Hasil dari penelitian ini adalah jaringan Wi-Fi di Fakultas Teknik UPY menggunakan keamanan bersifat open pada setiap perangkatnya, artinya adalah semua user yang akan

Diskusi: Dari hasil analisis data tersebut disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian preeklampsia, dan tidak terdapat hubungan

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis data adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara kompetensi individu dan motivasi terhadap kinerja karyawan secara

Dalam menyampaikan informasi, Sekolah TARUNA TERPADU BOGOR masih menggunakan cara yang manual, hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penulisan ilmiah mengenai Pembuatan

[r]