• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungangan Hukum Terhadap Masyarakat Akibat Radiasi Gelombang Elektromagnetik Dari Menara Operator Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungangan Hukum Terhadap Masyarakat Akibat Radiasi Gelombang Elektromagnetik Dari Menara Operator Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Chapter III V"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

D. Bentuk Gangguan yang Dialami Masyarakat Akibat Adanya Tower Telekomunikasi

Level batas radiasi elektromagnetik yang diperbolehkan menurut standar WHO(World Health Organization) adalah 4,5 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 watt/m2 untuk frekuensi 1800 MHz.Level maksimum yang dikeluarkan oleh IEEE (Institute of Electrical and Electronic Engineers) 6 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk frekuensi 1800 MHz.Berdasarkan pengukuran di lapangan, pada jarak sekitar satu meter dari jalur pita pancar utama menara BTS yang berfrekuensi 1.800 MHz, diketahui bahwa total radiasi yang dihasilkan sebesar 9,5 watt/m2. Jika tinggi pemancarnya sekitar 12 meter, maka orang yang berada di bawahnya terkena radiasi sebesar 0,55 watt/m2.49

Telepon seluler (ponsel) mentransmisikan dan menerima sinyal dari dan ke substasiun yang ditempatkan di tengah kota. Substasiun yang menerima sinyal paling jernih dari telepon seluler memberikan pesan ke jaringan telepon local jarak jauh. Jaringan Personal Communication Services (PCS) mirip dengan system telepon seluler. PCS menyediakan komunikasi suara dan data didesain untuk menjangkau daerah yang luas. Pita frekuensi 800 sampai dengan 3000 MHz telah

49

(2)

dijatahkan untuk peralatan komunikasi ini (Kobb,1993) Karena telepon seluler atau unit PCS harus berhubungan dengan substasiun yang diletakkan beberapa kilometer jauhnya, pancaran dari peralatan ini harus cukup kuat untuk memastikan sinyalnya bagus. Peralatan ini memancarkan daya sekitar 0,1 sampai dengan 1,0 W. Tingkat daya dari antena ini aman untuk kesehatan kepala (Fischetti, 1993). Kerapatan daya puncak dari antena pada telepon seluler ini memdekati 4,8 W/m2 atau 0,48 mW/cm2 (IEEE C 95.1-1991). Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman (Wardhana,2000) Para ahli mengungkapkan radiasi yang ditimbulkan ponsel tidak seratus persen bisa menyebabkan gangguan kesehatan terhadap manusia, mengingat masih banyak orang yang masih setia menggunakan piranti wireless ini untuk memudahkan aktifitasnya dan tidak terjadi suatu hal apapun bahkan boleh dibilang masih aman-aman saja. Namun kita juga tidak bisa mengabaikan atas permasalahan ini, paling tidak sudah dibuktikan oleh salah satu negara yang memiliki jumlah pengguna ponsel terbanyak dunia.

(3)
(4)

Pengaruh negatif yang bisa ditimbulkan akibat radiasi yang berlebihan dari ponsel dan menara BTS:

1. Risiko kanker otak pada anak-anak dan remaja meningkat 400 persen akibat penggunaan ponsel. Makin muda usia pengguna, makin besar dampak yang ditimbulkan oleh radiasi ponsel.

2. Bukan hanya pada anak dan remaja, pada orang dewasa radiasi ponsel juga berbahaya. Penggunaan ponsel 30 menit/hari selama 10 tahun dapat meningkatkan risiko kanker otak dan acoustic neuroma (sejenis tumor otak yang bisa menyebabkan tuli).

3. Radiasi ponsel juga berbahaya bagi kesuburan pria. Menurut penelitian, penggunaan ponsel yang berlebihan bisa menurunkan jumlah sperma hingga 30 persen.

4. Frekuensi radio pada ponsel bisa menyebabkan perubahan pada DNA manusia dan membentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan karsinogen atau senyawa yang dapat memicu kanker.

5. Frekuensi radio pada ponsel juga mempengaruhi kinerja alat-alat penunjang kehidupan (live saving gadget) seperti alat pacu jantung. Akibatnya bisa meningkatkan risiko kematian mendadak.

(5)

7. Medan elektromagnet di sekitar menara BTS dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya tubuh lebih sering mengalami reaksi alergi seperti ruam dan gatal-gatal.

8. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit/hari selama 4 tahun bisa memicu hilang pendengaran (tuli). Radiasi ponsel yang terus menerus bisa memicu tinnitus (telinga berdenging) dan kerusakan sel rambut yang merupakan sensor audio pada organ pendengaran.

9. Akibat pemakaian ponsel yang berlebihan, frekuensi radio yang digunakan (900 MHz, 1800 MHz and 2450 MHz) dapat meningkatkan temperatur di lapisan mata sehingga memicu kerusakan kornea.

10.Emisi dan radiasi ponsel bisa menurunkan kekebalan tubuh karena mengurangi produksi melatonin. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan persendian serta memicu rematik. 11.Risiko kanker di kelenjar air ludah meningkat akibat penggunaan ponsel

secara berlebihan.

12.Medan magnetik di sekitar ponsel yang menyala bisa memicu kerusakan sistem syaraf yang berdampak pada gangguan tidur. Dalam jangka panjang kerusakan itu dapat mempercepat kepikunan.

(6)

kehilangan arah sehingga mudah stres karena tidak bisa menemukan arah pulang menuju ke sarang.50

E. Hubungan Hukum antara Pihak Telekomunikasi dengan Masyarakat

Perjanjian menyewa menurut KUH Perdata ataupun perjanjian sewa-menyewa jaringan dapat berbentuk tertulis ataupun lisan, dan dapat berupa akta autentik ataupun akta dibawah tangan. Sewa menyewa adalah perjanjian di mana pihak yang menyewakan mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak penyewa kenikmatan atas suatu benda selama waktu tertentu dengan pembayaran harga sewa tertentu Pasal 1548 KUHPerdata.51

Memberikan kenikmatan suatu barang adalah kewajiban utama pihak yang menyewakan dalam hubungan hukum sewa-menyewa menurut Pasal 1550 KUH Perdata dan hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi Pasal 9 ayat (2) UU Telekomunikasi. Kewajiban lainnya dalam hubungan hukum sewa-menyewa menurut KUH Perdata antara lain untuk memelihara barang yang disewakan dan menjaga ketentraman pihak penyewa dalam menggunakan barang yang disewakan.

51

(7)

F. Permasalahan yang terjadi di Masyarakat Akibat Gelombong Elektromagnetik

Menjamurnya jumlah menara BTS membawa aneka dampak psikologis dan sosial, meski sudah ada opsi penggabungan menara beberapa operator, problem di masyarakat tetap kerap muncul. Untuk itu perlu diketahui aspek-aspek dasar keamanan dalam pembangunan dan gelaran menara BTS. Beberapa aspek tersebut adalah

1. Lokasi :

Untuk optimalisasi jaringan, operator perlu memberikan jarak yang konsisten antar BTS, semisal per 1,5 kilometer. Tentu masalah jarak terkait dengan kepadatan trafik pelanggan di suatu daerah. Umumnya di perkotaan yang padat pemukiman, operator lebih sulit untuk menciptakan jarak yang konsisten antar BTS. Ini disebabkan tingkat kesulitan untuk mendapat lahan tanah (green filed) yang pas. Untuk menyiasati persoalan lahan, solusinya adalah gelar menara BTS di atas gedung bertingkat (roof top). Sebagai informasi saat ini Pemerintah Daerah DKI Jakarta sejak dua tahun lalu sudah melarang pembangunan menara baru BTS di green field.

2. Desain Menara

(8)

kontraktor terlibat penuh dalam hal untuk keperluan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan).

Faktor beban menara yakni prediksi pemakaian perangkat hardware yang ditempatkan di atas tower. Semisal tower yang hanya ditempati tiga antena Trx dan microwave, tentu tidak memerlukan menara rangka tinggi. Namun umumnya operator sudah menyiapkan beban menara untuk penambahan beberapa perangkat untuk kebutuhan kedepan, contohnya beban tambahan hardware 3G.

Lalu faktor kekuatan angin menjadi hal penting pula, sebelum membangun menara operator telah mendapat informasi kecepatan angin oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika). Di daerah dengan kondisi kecepatan angin tinggi biasanya digunakan tipe tower rangka segi empat atau segi tiga. Umumnya wilayah dengan kecepatan angin tinggi seperti di ladang persawahan dan pesisir pantai. Kemudian kondisi dan jenis tanah turut diperhitungkan, ini menyangkut kedalaman tiang pancang. Kualitas menara harus benar-benar kuat dan tahan terhadap gempa.

3. Radiasi

(9)

ketinggian sehingga tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Dalam hal ini operator dan kontraktor mutlak mengadakan sosialisasi.52

Menurut INIRC (International Non Ionizing Radiation Committee) dari International Radiation Protection Association (IRPA), nilai medan listrik dan medan magnet yang merupakan ciri kondisi pajanan tidak terganggu (unperturbed electric and magnetic fields) ialah medan yang apabila semua benda dihilangkan, karena medan listrik pada umumnya akan terganggu jika berada di dekat permukaan suatu benda.

Efek biologis dikaitkan dengan pajanan medan pada permukaan tubuh, medan-medan induksi yang mengakibatkan pengaliran arus dan rapat arus yang diinduksi dalam tubuh, sehingga kriteria yang dipakai dalam penentuan batas pajanan biasanya adalah rapat arus yang diinduksi dalam tubuh. Arusarus induksi dalam tubuh tidak dapat dengan mudah diukur secara langsung, sehingga batasan-batasan dalam kuat medan listrik (E) yang tidak terganggu dan rapat fluks magnetik (B) diturunkan dari nilai kriteria induksi. Medan listrik yang tidak terganggu dengan kuat medan sebesar 10 kV/m akan menginduksi rapat arus efektif kurang dari 4 mA/m2 dengan rata-rata pengaliran arus di seluruh tubuh manusia. Rapat fluks magnetik sebesar 0,5 mT pada frekuensi 50/60 Hz akan menginduksi rapat arus efektif sekitar 1 mA/m2 pada keliling suatu loop jaringan tubuh yang berjejari 10 cm.

UNEP (United Nations Environmental Programme), WHO (World Health Organization) dan IRPA pada tahun 1987 mengeluarkan pernyataan tentang nilai

52

(10)

rapat arus induksi dengan efek-efek biologisnya yang ditimbulkan oleh pajanan pada seluruh tubuh manusia:

(a) 1 - 10 mA/m2 , tidak menimbulkan efek biologis berarti.

(b) 10 - 100 mA/m2 , menimbulkan efek biologis yang berarti, termasuk efek pada sistem penglihatan dan saraf.

(c) 100 - 1000 mA/m2 , menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan berbahaya bagi kesehatan.

(d) > 1000 mA/m2 , dapat menimbulkan gangguan pada jantung, berupa irama ekstrasistole dan fibrilasi ventrikular.

Secara umum, potensi gangguan kesehatan akibat radiasi elektromagnetik pada manusia, berupa: (1) efek jangka panjang, berupa potensi proses degeneratif dan keganasan (kanker), serta (2) efek hipersensitivitas, dengan berbagai manifestasinya. Potensi terjadinya proses degeneratif dan keganasan tergantung batas pajanan medan listrik dan medan magnet dalam satuan waktu. Sedangkan efek hipersensitivitas tidak harus tergantung pada batas pajanan.

Radiasi elektromagnetik berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan tertentu. Berbagai potensi gangguan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sistem darah, berupa leukemia dan limfoma malignum. 2. Sistem reproduksi laki-laki, berupa infertilitas.

3. Sistem saraf, berupa degeneratif saraf tepi.

4. Sistem kardiovaskular, berupa perubahan ritme jantung.

(11)

7. Hipersensitivitas.

Potensi gangguan terhadap sistem darah, kardiovaskular, reproduksi dan saraf, memerlukan waktu yang panjang dan tidak dapat dirasakan atau diamati dalam waktu pendek. Sedangkan potensi gangguan pada sistem hormonal, psikologis dan hipersensitivitas, umumnya dapat terjadi dalam waktu pendek. Manifestasi gangguan dalam waktu pendek, biasanya berupa berbagai keluhan. Keluhan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk yang bertempat tinggal di bawah BTS adalah sakit kepala, pening dan keletihan menahun.

Meskipun demikian, pajanan medan elektromagnetik bukan hanya berasal dari BTS saja, tetapi dapat berasal dari peralatan elektronik di rumah tangga, kantor, industri, dan peralatan komunikasi. Bahkan dalam kehidupan modern, radiasi elektromagnetik gelombang radio dengan energi yang sangat besar mudah dijumpai. Penggunaan telepon seluler (ponsel) sebagai sarana komunikasi penting serta microwave oven yang sangat membantu pekerjaan di dapur, juga merupakan contoh sumber radiasi elektromagnetik gelombang radio tersebut, dan dapat menimbulkan berbagai keluhan seperti sakit kepala maupun keletihan tanpa sebab yang nyata.

(12)

gelombang radio dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat, baik karena pekerjaan maupun kegiatan seharihari.

Interaksi medan elektromagnetik dengan benda hidup, yaitu melalui induksi medan dan arus listrik ke dalam jaringan benda hidup atau makhluk hidup. Jika tubuh menyerap medan listrik dan medan magnet dalam jumlah cukup, sistem saraf dan otot-otot dalam tubuh akan dirangsang. Dalam jumlah yang rendah pun pajanan medan elektromagnetik akan mempengaruhi aktivitas modulasi di dalam otak maupun sistem saraf.

Beberapa peneliti melaporkan juga bahwa pajanan medan elektromagnetik dapat menekan pengeluaran hormon melatonin. Diduga kuat melatonin merupakan pencegah ”tumorogenesis” pada payudara, atau pencegah pembentukan kanker payudara, yang besar kemungkinan telah dipicu oleh penyebab lain. Sementara ada beberapa bukti bagi pengaruh hormon melatonin dalam percobaan menggunakan binatang, meskipun penelitian terhadap sukarelawan tidak mengonfirmasikan adanya perubahan tersebut pada manusia.

(13)

Pada Juni 1998, NIEHS mengambil keputusan dengan mengacu pada kriteria yang dipakai oleh lembaga internasional yang bergerak di bidang penelitian kanker (International Agency for Research on Cancer, IARC). NIEHS memutuskan bahwa medan elektromagnetik dapat dipertimbangkan sebagai "possible human carcinogen".

Hal ini dapat dijelaskan secara sederhana adalah sebagai berikut. Berdasar urutan prediksi dari IARC, "possible human carcinogen" itu ada pada tingkatan paling bawah. Di atasnya masih ada dua tingkatan lagi yang lebih berat, yakni "probably carcinogenic to humans" dan "is carcinogenic to humans". Sebenarnya IARC masih memiliki dua tingkatan lagi (kebetulan di bawah "possible"), yakni "is not classifiable" dan "is probably not carcinogenic to humans". Namun, NIEHS mempertimbangkan ada cukup bukti sehingga dua kategori terakhir diabaikan saja. Jadi, "possible human carcinogen" berarti ada bukti kuat, tetapi terbatas, yang membuat pajanan medan elektromagnetik menyebabkan kanker.

(14)

karena "possible human carcinogen" justru lebih berpotensi timbul pada pemakaian berbagai peralatan elektronik dan komunikasi tersebut, daripada BTS.

Salah satu potensi gangguan kesehatan adalah timbulnya reaksi hipersensitivitas, yang dikenal dengan electrical sensitivity. Electrical sensitivity atau dikenal pula dengan istilah electrical hypersensitivity, merupakan problem kesehatan masyarakat sebagai akibat pengaruh radiasi medan elektromagnetik, berupa gangguan fisiologis yang ditandai dengan sekumpulan gejala neurologis dan kepekaan (sensitivitas) terhadap medan elektromagnetik.

(15)

MENARA TELEKOMUNIKASI MENURUT

UNDANG-UNDANG

D. Akibat Hukum Terhadap Gangguan yang dialami Masyarakat Akibat adanya Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet den medan listrik secara berurutan, dimana arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Terjadinya gelombang elektromagnetik.53

Pertama, arus listrik dapat menghasilkan (menginduksi) medan magnet. Ini dikenal sebagai gejala induksi magnet.Peletak dasar konsep ini adalah Oersted yang telah menemukan gejala ini secara eksperimen dan dirumuskan secara lengkap oleh Ampere.Gejala induksi magnet dikenal sebagai Hukum Ampere. Kedua, medan magnet yang berubah-ubah terhadap waktu dapat menghasilkan (menginduksi) medan listrik dalam bentuk arus listrik. Gejala ini dikenal sebagai gejala induksi elektromagnet.Konsep induksi elektromagnet ditemukan secara eksperimen oleh Michael Faraday dan dirumuskan secara lengkap oleh Joseph

(16)
(17)

elektromagnetik karena terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat dalam ruang.54

Kementerian Kominfo, melalui Ditjen SDPPI (Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika), khususnya Direktorat Pengendalian Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika dalam tahun 2013 telah mengadakan monitoring dan operasi penertiban alat dan perangkat telekomunikasi berskala nasional. Dasar kegiatan monitoring dan operasi penertiban tersebut adalah UU No. 36 tentang Telekomunikasi, PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/8/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi. Ketiga regulasi tersebut pada intinya menyebutkan, bahwa seluruh perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, digunakan, dan atau diperdagangkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan yang berlaku, dalam hal ini adalah persyaratan adanya sertifikasi perangkat telekomunikasi.55

E. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat yang Terkena Gangguan Tower Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 1999

Perlindungan hukum mempunyai arti sebagai suatu perbuatan dalam hal melindungi, misalnya memberikan perlindungan pada orang yang lemah.56

54

Ibid

Batasan hukum menurut Utrecht, yaitu hukum adalah himpunan peraturan-peraturan

56

(18)

(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.57

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dilihat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian khusus dari hukum konsumen, dimana keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang terdapat di dalamnya mengatur hubungan dan masalah antara penyedia barang dan/atau jasa dengan penggunanya, dan secara khusus ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang. Dengan adanya hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen, Perlindungan hukum apabila dijabarkan terdiri dari dua suku kata yakni “perlindungan” dan “hukum”, yang artinya memberikan suatu perlindungan menurut hukum atau undang-undang yang berlaku. UndangUndang Dasar 1945 hasil amandemen, dalam pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Artinya, penyelenggaraan negara disegala bidang harus didasarkan pada aturan hukum yang adil dan pasti sehingga tidak didasarkan pada kekuasaan politik semata. Perlindungan hukum sangat penting dikembangkan dalam rangka menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan menurut hukum dan Undang-Undang.

57

(19)

maka terwujudnya kepastian hukum dalam hal pemberian perlindungan kepada konsumen akan terjamin.58

Prinsip perlindungaan hukum bagi rakyat indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila. Pengertian perlindungan hukum bagi rakyat terdapat dua bentuk yaitu perlindungan hukum secara preventif dan perlindungan hukum secara represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif kepada warga negara diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang devinitive. Dengan demikian perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan sebaliknya, perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesikan suatu sengketa.59

Selain diatur oleh UUPK, perlindungan hukum bagi konsumen juga diatur oleh Undang-Undang Telekomunikasi yang memiliki lingkup khusus terhadap konsumen jasa telekomunikasi di Indonesia. Pengaturan mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi secara khusus pada fitur berbayar saat ini tunduk pada Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Keputusan Menteri No. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi serta Peraturan Menteri

58

Ibid, hal 66-67

59

(20)

Komunikasi dan Informatika No. 10/PER/M.KOMINFO/3/2007 tentang Penggunaan Fitur Berbayar Jasa Telekomunikasi.

Bentuk perlindungan terhadap konsumen dapat dilihat dari hak-hak konsumen yang diatur oleh Undang-Undang Telekomunikasi. Pada Pasal 15 UU Telekomunikasi, diatur bahwa atas kesalahan dan/atau kelalaian penyelenggaran telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka piha-pihakyang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi. Dapat dilihat bahwa apabila konsumen dirugikan oleh pihak penyelenggara jasa telekomunikasi sebagai pelaku usaha, maka konsumen dapat melakukan tuntutan kepada pelaku usaha. Pihak pelaku usaha juga dwajibkan untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen, kecualipihak pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan/atau kelalaiannya

Sebagaimana diatur

Sebagaimana diatur

Pasal 1 angka 8 Peraturan Bersama Menteri, Menara Telekomunikasi, yang selanjutnya disebut Menara adalah bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul, dimana fungsi desain dan konstruksinya disesuaikan dengan sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.

(21)

Bangunan Menara dari Bupati/Walikota, kecuali untuk provinsi DKI Jakarta wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur. Izin Mendirikan Bangunan Menara adalah izin mendirikan bangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 10 Permenkominfo 2/2008).

Lebih lanjut, Pasal 11 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri mengatur bahwa Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara melampirkan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. DalamPasal 11 ayat (2) Peraturan Bersama Menteri disebutkan pesyaratan administratif yang

a. status kepemilikan tanah dan bangunan;

terdiri dari:

b. surat keterangan rencana kota;

c. rekomendasi dari instansi terkait khusus untuk kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu;

d. akta pendirian perusahaan beserta perubahannya yang telah disahkan oleh Dephumkam (Kemenkumham);

e. surat bukti pencatatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi penyedia menara yang berstatus perusahaan terbuka;

f. informasi rencana penggunaan bersama negara;

g. persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara;

(22)

Sesuai dengan ketentuan pasal tersebut di atas, dengan asumsi bahwa operator seluler telah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan Menara (karena Menara telah berdiri)

Dalam hal warga setempat merasa dirugikan dengan adanya pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara kepada operator seluler tersebut, warga dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara kepada operator seluler tersebut. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

dan masa berlaku Izin Mendirikan Bangunan Menara belum habis, maka persetujuan dari warga sekitar tersebut harusnya sudah didapatkan oleh operator seluler.

60

Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.61 Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. 62 Apabila pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka pelaku usaha tersebut dapat digugat.63

Sebagaimana diketahui, yang dapat menjadi obyek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara. Berdasarkan

60

Pasal 19 UU perlindungan Konsumen

61

Ibid., Pasal 19 ayat (4).

62

Ibid., Pasal 19 ayat (3).

(23)

angka dengan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

1. Penetapan tertulis;

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Sehingga suatu KTUN haruslah berupa:

Bahwa produk Izin Mendirikan Bangunan Menara yang dikeluarkan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota adalah berupa tertulis.

2. Diterbitkan oleh Pejabat Tata Usaha Negaraa

Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut, Gubernur atau Bupati/ Walikota tersebut dalam kapasitas menjalankan urusan pemerintahan.

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara

Dalam hal ini penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut bersumber dari

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(24)

4. Bersifat Konkrit, Individual dan Final;

Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut konkrit berupa berwujud pemberian izin kepada operator seluler untuk membangun bangunan. Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut bersifat individual karena ditujukan hanya kepada operator seluler tersebut dan bersifat final karena pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara telah mempunyai akibat hukum tanpa persetujuan pihak lain.

5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hokum

Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi warga sekitar, misalnya terganggu dengan jaringan atau alasan lainnya.

Dengan demikian, seandainya warga merasa dirugikan dengan adanya Menara tersebut, warga dapat menggugat ke Perusahaan atas penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Menara kepada operator seluler tersebut.

Namun apabila Izin Mendirikan Bangunan Menara dari operator seluler telah habis masa berlakunya, maka dengan ini warga dapat menolak perpanjangan izin tersebut dengan tidak menandatangani permintaan persetujuan perpanjangan Izin Mendirikan Bangunan Menara dari operator seluler.64

F. Pertanggungjawaban Operator Telekomunikasi Akibat Gangguan Tower Telekomunikasi terhadap Masyarakat

64

(25)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53b849ec00459/langkah-hukum-menolak-Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi denhan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contohnya: Safi’i terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina orang lain yang mungkin lebih sederhana dari pada dia. Karena ia termasuk dalam orang yang keya dikampungnya. Ia harus bertanggung jawab atas kelakuannya tersebut. Sebagai konsekuensi dari kelakuannya tersebut, Safi’i dijauhi oleh masyarakat sekitar.65

Jika berdasarkan prinsip konsumen adalah raja, pelaku usaha dituntut untuk dapat melakukan pelayanan prima bagi kosumen. Layanan prima (service excellence) tersebut diharapkan mampu memuaskan kebutuhan konsumen secara proporsional yaitu memberikan pelayanan yang maximal kepada konsumen. Namun selama ini juga belum tampak adanya kesadaran di kalangan pelaku usaha bahwa kalau konsumen membayar, mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang pantas. Yang terjadi adalah konsumen membayar, tetapi tetap mendapat pelayanan yang buruk.66

Negara hukum, khususnya indonesia harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat atau warga negaranya mengingat yang menjadi pedoman

65

http://zaysscremeemo.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-tanggungjawab.html

66

(26)

kehidupan berbangsa dan jalanya pemerintahan adalah hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hukum harus ada perlindungan serta keadilan, karena keadilan merupakan roh atau jiwa dari hukum tersebut. Sedangkan terwujudnya perlindunngan hukum merupakan sarana untuk dapat mewujudkan keadilan tersebut. Dengan demikian, adanya perlindungan hukum juga akan menciptakan suatu kepastian hukum dengan memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi semua pihak

Apabila dilihat dari pengertian dan pemahaman terhadap perlindungan hukum diatas, maka dapat diketahui unsur-unsur perlindungan hukum, yaitu:

1. Hukum tersebut merupakan sarana bagi siapa saja,artinya siapa saja yang haknya dilanggar dalam hidup bermasyarakat maka ia berhak mengajukan agar orang lain yang telah melakukan pelanggaran tersebut untuk ditindak oleh hukum tersebut;

2. Orang yang terbukti bersalah secara hukum tersebut dikenai sanksi yang telah ditentukan oleh hukum itu;

3. Asas kesamaan hukum (rechtsgleichheit) dalam arti material yaitu hukum yang dituntut sesuai dengan cita-cita keadilan didalam masyarakat;

(27)

5. Tidak adanya kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuasaan dan kesewenangan atas hukum tersebut.67

Realisasi adanya suatu perlindungan hukum dapat dilihat dengan mengamati unsur-unsur yang terdapat dalam hukum tersebut. Apabila unsur-unsur tersebut tidak tercermin, maka dapat dipertanyakan akan keberadaan perlindungan hukum dan kepastian dari hukum itu juga serta mengenai hukum itu sendiri. Republik Indonesia Tahun 1945 Bab 1 tentang bentuk kedaulatan pada pasal 1ayat (3) perubahan di (3) batang tubuh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia yang menyatakan “Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini mengandung konsejuensi bahwa negara indonesia dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan antar negara yang berpedoman pada hukum yang teah ditetapkan dan berlaku di negara Indonesia. Satu negara hukum harus memenuhi unsurunsur yaitu:

1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Adanya jaminan terdapat Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara; 3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;

4. Adaanya pengawasan-pengawasan dari badan peradilan

Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen, diatur secara khusus di UUPK dalam Bab VI, mulai Pasal 19 sampai dengan Pasal 28, yaitu:

67

(28)

1. Mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha yaitu pada Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27;

2. Mengatur pembuktian yaitu pada Pasal 22 dan Pasal 28

3. Mengatur penyelesaian sengketa dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yaitu Pasal 23.68

Dari ke tujuh pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha, secara prinsip dapat dibedakan lagi menjadi:

1. Pasal-pasal yang mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha atas kerugian yang diderita konsumen, yaitu Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21.

a. Pasal 19 mengatur pertanggungjawaban pelaku usaha pabrikan dan/atau distributor pada umumnya, untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Dapat dikatakan bahwa substansi Pasal 19 ayat (1) mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha, yang meliputi: tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab kerugian atas pencemaran, dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.69

68

(29)

b. Pasal 20 mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab pelaku usaha periklanan. Tanggung jawab pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan dan akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.70

c. Pasal 21 ayat (1) membebankan importir barang untuk bertanggung jawab sebagai mana layaknya pembuat barang yang diimpor, jika importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri. Pasal 21 ayat (2) mewajibkan importir jasa yang bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing jika penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.71

2. Pasal 24 yang mengatur peralihan tanggung jawab dari satu pelaku usaha ke pelaku usaha lainnya. Tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen, dibebankan sepenuhnya kepada pelaku usaha lain jika pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa yang menjual kembali kepada konsumen tersebut telah melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.72

(30)

4. Pasal 27 yang melepaskan pelaku usaha dari tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi pada konsumen, jika: barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan; cacat barang timbul pada kemudian hari; cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen; lewatnya jangka waktu penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.74

74

(31)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan hukum pembangunan menara tower operator telekomunikasi menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999, yaitu Pasal 4 ayat (1) Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. (2) Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. (3) Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.

2. Bentuk gangguan yang dalam masyarakat akibat gelombang elektromagnetik menara tower telekomunikasi, yaitu berupa Medan gelombang radio elektromagnetik yang dipancarkan dari menara telekomunikasi mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan manusia baik fisik maupun psikis.

(32)

Berdasarkan uraian kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya pengaturan tentang pembangunan menara tower operator telekomunikasi, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada agar masyarakat mengerti akan artinya pembangunan tower.

2. Sebaiknya pemerintah melakukan pemeriksaan diri secara berkala untuk mengetahui atau mencegah terjadinya kemungkinan pengaruh gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan masyarakat disekitar.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) di prediksi akan mengalami kebangkrutan atau tidak

Hasil pengumpulan bukti atau evidence yang dihasilkan dari wawancara dan observasi pada instalasi rawat inap perlu dilakukan audit sistem informasi untuk mengukur kinerja

Jika sebuah mobil

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adm KeuDa, Perangkat Daerah, Kepegawaian. ORGANISASI

Namun, jumlah mereka yang dikirim selama 50 tahun pertama tidak lebih dari 33 orang, 5 dan dari kenyataan inilah pada pertengahan abad ke-19 Vikaris Apostolik Batavia

Penyiapan alat pelindung bagi peserta pertandingan: Setiap peserta kejuaraan wajib membawa dan menggunakan alat pelindung (protector) untuk diri sendiri, berupa pelindung

Pada penelitian ini ditemukan pasien yang paling sedikit dengan mekanisme koping adaptif mengalami tidak cemas sebanyak 4 orang (9,5%) karena sebagian besar

Pendidikan Jiwa (al-Tarbiyah al-Nafs) adalah Suatu upaya untuk membina, medidik, memelihara, menjaga, membimbing dan membersihkan sisi dalam diri manusia (Jiwa)