• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA

A. Sejarah Lahirnya Asuransi

Sejarah merupakan sejarah panjang ikhtiar umat manusia untuk mengurangi risiko yang lahir dari ketidakpastian dengan membagi atau dengan mengalihkan risiko yang mengancam mereka, pada satu pihak kepada pihak lain. Di sisi lain, asuransi sejarah ikhtiar manusia dalam mengambil keuntungan melalui pengumpulan dana dari masyarakat dengan memberikan janji untuk memberikan manfaat kepada pihak yang hendak menghindarkan diri dari ancaman risiko yang timbul dari ketidakpastian.32

Dari berbagai sumber, diketahui bahwa sejarah awal asuransi sebelum memasuki abad pertengahan dapat dibagi dalam beberapa periode, yaitu masa Babylonia, Yunani, dan Romawi.33 Sejarah asuransi tertua dapat ditelusuri sampai sekarang 4.000 tahun silam dalam bentuk upaya para pemilik kapal atau para pedagang bangsa Babylonia yang hidup diantara sungai Euphrat dan Tigris yang sekarang termasuk dalam wilayah irak untuk melindungi usaha mereka terhadap ketidakpastian.34

32

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta:Intermasa,1979), hal.1. 33

Ibid.,,

34

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum……op.cit.,hal.2.

(2)

kepada kreditor yang bertindak sebagai penanggung risiko.35Peminjam di bebaskan dari utangnya apabila kapal atau barang dagangan tidak selamat sampai tujuan.Tambahan biaya tersebut dapat dianggap sebagai premi36

a. Sejarah Asuransi di Dunia.

.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, terdapat 5 (lima) periode dalam sejarah lahirnya asuransi, yaitu:37

1. Zaman kebesaran Yunani.

2. Zaman kebeseran kerajaan Romawi. 3. Zaman abad pertengahan.

4. Zaman sesudah abad pertengahan sampai sekarang. 5. Zaman kodefikasi perancis.

1. Zaman Kebesaran Yunani.

Menurut Mr. H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekerings rech”, halaman 3. Diceritakan oleh Aristoteles, bahwa dizaman kebesaran negeri yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnaen alias Alexander The great (323–356 tahun sebelum permulaan tahun masehi), ada seorang menteri keuangan bernama Antinemes, yang pada suatu waktu terjadi krisis keuangan yang sedikit parah di negara itu.38

35

Ibid.,hal.3. 36

Worjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi…….op.cit.,hal.13. 37

Ibid.,hal.14 38

(3)

Pada waktu itu, ada beberapa budak belian berkumpul di suatu tempat yang berada dibawah kekuasaan tentara, budak–budak belian ini kepunyaan beberapa orang kaya.Untuk mendapatkan uang yang di butuhkan itu, menteri keuangan tersebut mengusulkan kepada pemilik budak belian itu, agar mereka mendaftarkan budak–budaknya. Dan membayar kepada antimenes sejumlah uang setiap tahun, dengan perjanjian bahwa apabila seorang budak melarikan diri, Antinemes akan meminta kepala daerah untuk menangkap budak itu atau untuk membayarkan kepada sepemilik harga jual beli dari budak tersebut.39

Dengan demikian Antimenes, menerima sejumlah uang seperti uang premi dalam asuransi, dan ia dapat uang mendapatkan uang yang dibutuhkan pada waktu itu, tetapi sebaliknya ia memikul risiko, bahwa kemudian hari ia harus membayar kepada seorang pemilik budak sejumlah uang jual beli budak yang melarikan diri.40

Disamping itu ada beberapa Kota di Yunani, membutuhkan sejumlah uang oleh orang–orang tertentu. Uang yang dibutuhkan itu diperolehnya dari orang- orang yang mau menyerahkan uangnya (geldschiter) dengan perjanjian bahwa

geldschieter ini akan mendapat bunga beberapa persen setiap bulan sampai

dengan meninggalnya dan ditambah dengan biaya–biaya penguburan. Hal ini mirip dengan perjanjian Asuransi Jiwa.41

39

Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti,2015), hal.1. 40

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi...…..op.cit.,hal. 2. 41

(4)

2. Zaman Kebesaran Romawi.

Dari zaman ini, Scheltema menyebutkan beberapa buku tentang sejarah Romawi, antara lain ditulis oleh Cicero pada tahun 106–43 sebelum permulaan tahun masehi dan Livius (59 tahun sebelum sampai 10 tahun sesudah permulaaan tahun masehi).

Menurut Scheltema, buku–buku tersebut menggambarkan adanya berbagai perjanjian yang mengandung unsur–unsur asuransi ganti kerugian, tetaapi tidak dapat dikaitkan sama dengan asuransi itu.42

Disamping itu di Zaman Romawi ini telah pula dikenal persetujuan-persetujuan, dimana pengusaha kapal yang juga adalah pedagang, memakai uang orang lain dalam perusahaannya dengan syarat, bahwa ia tidak usah membayar kembali uang itu apabila kapal atau muatan tidak tiba dengan selamat di tempat yang dituju.43

Scheltema melihat berbagai perjanjian yang banyak persamaannya dengan Asuransi sejumlah uang (semmen vezekering). Oleh Scheltema disebutkan adanya suatu perkumpulan (Collgium), yang dinamakan Collegium et Dianae et Antonio. Dalam perkumpulan ini, para anggotaa membayar uang pangkal sebesar 100 asses dan uang iuran sebesar 5 asses sebulan. Apabila seorang anggota meninggal dunia, kepada ahli waris dibayar 300 sesterti untuk biaya penguburan.44

42

Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Bahan DasarHukum…..op.cit.,hal 4. 43

Abdul Muis, Loc.cit

44

(5)

Scheltema menyebutkan juga adanya suatu perkumpulan yang dinamakan

Collgium Lambaesis.45 Dalam perkumpulan ini, setiap anggota juga harus

membayar uang pangkal dan uang iuran setiap bulan, dengan penetapan, bahwa bila setiap anggota dalam dinas ketentaraan dinaikan pangkatnya kepadanya akan diberi uang sejumlah 500 dinnar, ini dimaksudkan untuk biaya pesta–pesta yang diadakan dalam rangka merayakan kenaikan pangkat tadi.46

Selain itu, bahwa apabila seorang anggota dalam ketentaraan dipindahkan kelain tempat, kepadanya diberikan uang sejumlah 500 dinnar ditambah 200 dinnar untuk biaya pengangkutan ketempat baru itu.47Apabila seorang anggota meninggal dunia, kepada ahli waris diberi uang sebesar 500 dinnar.48

Dua perkumpulan tadi, mirip sekali dengan apa yang kita kenal sekarang tabungan asuransi pegawai negeri (taspen) dan asuransi angkatan bersejata Republik Indonesia.49

3. Zaman Abad Pertengahan.

Menurut Scheltema pada sekitar tahun 900 di Exeter, Inggris, ada kebiasaan diantara suatuGlide, yaitu perkumpulan orang–orang yang sama pekerjaannya, seperti para tukang batu, para tukang kayu, para pembuat roti dan lain–lain. Mereka mempunyai kebiasaan mengumpulkan iuran yang dipergunakan untuk memberikan sejumlah uang kepada para anggota–anggotanya apabila

45

A.Junaidi Ganie. Hukum Asuransi……..op.cit.,hal.33. 46

Ibid.,

47

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentukperasuransian,(Medan:Fakultas Hukum Usu,2005), hal.9.

48

Hasymi Ali, Pengantar………op.cit.,hal.150. 49

(6)

rumah dari salah satu seorang anggota terkena musibah kebaaran. Uang tersebut dari dana kepunyaan glide tersebut.50

Gejala ini ada hubungannya erat dengan tempat perkernbangan perdangangan melalui laut pada waktu itu, yang dimulai dilautan tengah selatan diadakan “Kruistochten” yaitu pengiriman tentara–tentara dari berbagai negeri Eropa Barat untuk membebaskan Jerusalem, tanah suci umat Kristen, dari penguasa yang beragama lain.

Oleh beberapa penulis, yaitu Molengraaff, Dorhout Mess, dan Noslt Trenite dalam bukunya dinyatakan dengan jelas, bahwa dalam abad ke-13 dan abad ke-14 mulailah ada perkembangan di laut.

51

Dirasakan betul–betul pada pengangkutan dengan kapal laut banyak risikonya.Pada waktu itu belum ada radio dan radar, yang memungkinkan orang dapat lekas mengetahuinya apakah ada suatu kapal berada dalam bahaya dan dimana kapal laut itu berada.52

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa dibidang pengangkutan lautlah biasanya yang sering mengakibatkan kapal dengan penumpang–pemumpangnya dan barang–barang musnah sama sekali. Pemiliknya merasa benar–benar ditimpa oleh suatu mala petaka.Karena itu dibidang pengangkutan laut ini sangat dirasakan kebutuhan membagi resiko kepada orang–orang lain juga.53

50

Abdulkadir, Hukum Asuransi...op.cit.,hal. 2. 51

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi………..op.cit.,hal.15. 52

Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, (Jakarta:Laksana,2014), hal.12. 53

(7)

Bentuk pembagian resiko ini dapat berupa bermacam cara seperti: para pemilik kapal dan para pengangkut barang, meminjam uang dari orang lain untuk membiayai kapal dan pengangkutan barang–barang itu dengan janji, bahwa uang pinjaman itu tidak perlu dibayar kemabli apabila kapal dan barang–barang angkutan musnah di tengah–tengah laut. Sebaliknya uang pinjaman ini harus dikembalikan dan biasanya ditambah dengan bunga apabila kapal dan barang– barang angkutan terhindar dari musibah.54

Namun dengan adanya larangan riba oleh agama Kristen maka diadakan bentuk yang mirip dengan asuransi, yaitu uang yang diperlukan oleh pemilik atau si pengangkut barang–barang tidak dibayarkan di depan sebagai uang pinjaman, melainkan akan dibayarkan apabila kapal dan barang–barang musnah ditengah-tengah laut. Sedangkan pada permulaan berlayar si pemilik kapal dan sipengangkut barang–barang harus membayar kepada sipemilik uang yang akan menjadi tetap hak sipemilik uang. Apabila selamat tanpa ada apa-apa, uang ini akan menjadi uang premi dalam asuransi.55

Pada waktu itu sudah ada surat perjanjian yang dinamakan bodemerji yang mula–mula diatur dalam W.V.K tetapi sekarang sudah tidak adalagi bodemerji ini. Bodemerji adalah suatu pinjam uang dengan kapal laut sebagai penjamin dalam arti apabila kapal itu musnah uang pijaman tidak usah dibayar.56

54

Zian Farodis, Buku Pintar………..op.cit.,hal.14. 55

Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:Salemba Empat,2008), hal.178.

56

(8)

4. Zaman Sesudah Abad Pertengahan Sampai Sekarang.

Pada abad–abad pertengahan dan sesudahnya, asuransi laut berkembang cepat, dan menjadi hal yang biasa di Eropa Barat.Kemudian baru menyusul perkembangan asuransi kebakaran.Menurut Nolst Trenite asuransi kebakaran ini mulai diadakan di Inggris pada akhir abad ke-17 dan satu abad kemudian berubah menyusul dinegara Perancis dan Negeri Belanda.57

Perkembangan pesat tersebut di Negara Eropa didorong oleh dialihkannya suatu rencana undang-undang di Inggris yang menciptakan suatu dewan asuransi untuk menjual asuransi tersebut.Beberapa tahun selanjutnya didirikan sebuah pengadilan untuk menyelesaikan masalah-masalah dengan perkembangan tersebut pengadaan asuransi laut dan kebakaran berubah menjadi sebuah kegiatan paruh waktu untuk para saudagar menjadi sebuah usaha tetap bagi para spesialis.58

Awal mula para underwriter (penanggung) menjelajah jalan di sebuah distrik perkapalan untuk mencari bisnis selanjutnya berkembang praktek pertemuan di warung-warung kopiuntuk melakukan kegiatan transaksi bisnis.59pemilik warung menarik orang-orang asuransi datang ke warungnya dengan mengumpulkan informasi perkapalan untuk mereka yang diterbitkannya sebagai Lloyd’News akibatnya warung tersebut menjadi tempat yang sangat popular sebagai tempat pertemuan dan akhirnya berdirilah sebuah organisasi yang sekarang terkenal sebagai Llody’of London.60

57

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi………op.cit.,hal.17. 58

Hasymi Ali, Pengantar...op.cit.,hal.152. 59

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum…..op.cit.,hal.5. 60

(9)

Pada zaman inilah lahir sebuah istilah underwriter.Mereka akan mencari asuransi akan mencantumkan usul untuk diperiksa oleh calon penanggung setiap oramg yang ikut serta dalam risiko tersebut akan menuliskan namanya di bawah usul itu dan menunjukkan bagian risiko yang bersedia di bebankanaya. Jadi orang yang menulis usul tersebut dikenal dengan sebagai underwriter (penanggung).61

Dengan adanya perkembangan–perkembangan tadi maka semua perjanjian asuransi dibuat antara seorang pemilik kapal dan seorang yang meminjamkan uang karena dalam perkembangan perdagangan kapal merupakan bagian dari perkembangan itu, dari itu timbullah perkumpulan tukang meminjamkan uang yang kemudian menjelma menjadi suatu perusahaan khusus untuk melayani kebutuhan pedagang dan pemilik kapal dalam menghadapi berbagai resiko dan khusus berkecimpung dalam dunia pertanggungan.62

5. Zaman Kodefikasi Perancis.

Seperti diketahui di Perancis kodefikasi hukum perdata dan hukum dagang, diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua kitab yaitu Code Civil (kitab hukum perdata) dan Code de Commerce (kitab hukum dagang).63

Ini terjadi pada permulaan abad ke-19 pada waktu ini dalam Code de Commerce hanya termuat pasal–pasal mengenai asuransi laut.Dalam rancangan Undang–Undang yang diadakan dinegeri Belanda untuk kitab hukum dagang,

61

Abdul Muis, Hukum Asuransi Dan………op.cit., hal.9. 62

R. Soerjatin, Hukum Dagang I dan II, P.P.A.K.R.I. Bhyangkara, (Jakarta;Direktorat Peralatan Mabak,1969), hal. 130.

63

(10)

juga hanya termuat peraturan tentang Asuransi laut.64 Baru dalam rancangan Undang–undang, yaitu Kitab Undang–Undang hukum perniagaan atau dalam bahasa belanda Wetboek Van Koophandel dalam tahun 1838 termuat peraturan– peraturan mengenai Asuransi Kebakaran, Asuransi Bumi dan Asuransi Jiwa.65

b. Sejarah Asuransi di Indonesia.

Sistem ini dianut juga dalam KUHDagang Hindia Belanda dulu yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.

Kegiatan asuransi masuk kebumi nusantara mengikuti keberhasilan bangsa Belanda dalam usaha perkebunan dan perdagangan di Negara jajahannya.Pada awalnya, kegiatan asuransi terbatas untuk melindungi kepentingan Belanda, Inggris dan bangsa Eropa lainnya yang melakukan perdagangan dan usaha perkebunan di Indonesia, terutama untuk asuransi pengangkutan dan kebakaran.66

Sejarah mencatat bahwa perusahaan asuransi yang pertama sekali beroperasi adalah Semarang Sea yang berdiri tahun 1861.Perusahaan perusahaan seangkatannya adalah Java Sea, Arjoeno, Veritas dan Mercurius.67

64

Ibid.,

65

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi………..op.cit.,hal.18. 66

Lembaga Pendidikan Asuransi Indonesia,Sejarah Asuransi, (Jakarta:Citra Aditya Bakti Edisi I,1984), hal.7.

67

Ibid.,

(11)

pribumi (bumiputera).Asuransi non jiwa yang pertama adalah NV Indische Lloyd yang kemudian berganti Nama menjadi Lloyd Indonesia.68

Setelah kemerdekaan RI, pemerintah melakukan nasionalisasi atas sejumlah perusahan asuransi termasuk NV Assurantie Maatshaappij de

Nederlandern dan Bloom Vander EE milik belanda yang didirikan tahun 1845

yang diubah menjadi umum International Underwriters (UIU) dan perusahaan asuransi Inggris yang diganti nama menjadi Bendasraya. Pada tahun 1972 UIU dan Bendasraya digabung menjadi Asuransi Jasa Indonesia.69Untuk sektor asuransi jiwa, pemerintah melakukan nasionalisasi atas perusahaan asuransi yang berdiri pada tahun 1859 dengan Nama Nederlandsche Indische Leverzekring en

Lijvrente MaatschappijnI (NILLMIJ).70 Dalam upaya meningkatkan retensi

asuransi dalam negeri, pada tahun 1953 berdirilah suatu perusahaan reasuransi professional swasta, Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) yang disusul pendirian PT Reasuransi Umum Indonesia yang merupakan perusahaan reasuransi milik pemerintah.71

Pencapaian penting lainnya dalam tonggak sejarah asuransi Indonesia sejak kemerdekaan RI antara lain adalah terlaksananya Kongres Asuransi Seluruh Indonesia atau KANSI pertama pada 25–30 November 1956 di Bogor. Tujuan dari kongres tersebut adalah untuk menyatukan pendapat dan bekerjasama memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi perekonomian nasional, mengatasi

68

Bumiputera, Sejarah Asuransi Indonesia,

69

Jasindo, Asuransi Jasa Indonesia, www. Jasindo.co.id/ PT-Asuransi-Jasa-Indonesia, (diakses pada tanggal 30 Maret 2017).

70

Jiwasraya,SejarahPenting Asuransi,www.Jiwasraya.co.id/penting/ asuransi? cat_id =1 &id=7&lang=en, (diakses pada tanggal 31 Maret 2017).

71

(12)

sisa–sisa sistem perekonomian kolonial, realisasi konkret dari pembatalan perjanjian meja bundar (KMB) dan peningkatan kesadaran berasuransi. Konngres tersebut antara lain melahirkan kesepakatan pendirian Dewan Asuransi Indonesia selanjunya yang disebut DAI pada 1 Februari 1957.72

Maksud dan tujuan pendirian DAI adalah untuk mengadakan dan memilihara persatuan dan kerja sama di antara sesame perusahaan–perusahaan asuransi dan reasuransi dan memperkuat kedudukan dan organisasi serta mempertinggi mutu pekerjaan para anggota.73Anggota DAI terbatas pada perusahaan–perusahaan nasional saja. Dinamika politik nasional membuat kegiatan DAI dibekukan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1963 Tentang Gabungan Perusahaan Sejenis Asuransi yang mewajibkan semua perusahaan asuransi dan reasuransi bergabung di bawah gabungan Perusahaan Sejenis Asuransi Kerugian yaitu GPS Asuransi.74

Selanjutnya, melalui SK Menteri Urusan Funds & Forces Nomor 2 Tahun 1965 dibentuklah Organisasi Perusahaan Sejenis Asuransi Indonesia (OPS Asuransi Indonesia) yang juga mewajibkan perusahaan asing untuk menjadi anggota luar biasa. OPS Asuransi Indonesia diwajibkan menjadi anggota Badan Musyawarah Nasional (Bamunas). Adanya perubahan politik setelah pembubaran PKI membawa pengaruh terhadap kehidupan organisasi bidang usaha.Setelah pembubaran Bamunas berdasarkan keputusan MPR Nomor 26 Tahun 1967.Pada

72

Badan Pekerja KANSI, Kata Pengantar Risalah Kongres Asuransi Nasional Seluruh Indonesia, (tertanggal pada 1 Februari 1957).

73

Dewan Asuransi Indonesia, Anggaran Dasar, Pasal 3 yang disahkan Menteri Kehakiman ,(pada tanggal 6 Januari 1958).

74

(13)

tahun 1971 DAI berubah menjadi organisasi tunggal bagi semua perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia.75

Pada tahun 2002, DAI berubah menjadi Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia atau disingkat dengan nama FAPI yang menaungi semua asosiasi usaha perasuransian di Indonesia menyusul pendirian Asosiasi Asuransi Umum Indonesia atau AAUI dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJIdan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia atau AAJSI, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia AASI dan bergabungnya Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia atau disebut dengan nama ABAI dan Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia atau AAAI kedalam FABI.76Di samping itu, ke-6 anggota tersebut, Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia atau AAMAIdan Ikatan Eksekutif Asuransi Indonesia atau disebut dengan ISEAditerima sebagai anggota kehormatan.Pada Juli 2010, disebabkan adanya kendala pengesahan Anggaran Dasar FAPI,Nama FAPIdiganti kembali menjadi Dewan Asuransi Indonesia atau disebut dengan DAI.77

B. Ruang Lingkup Asuransi

1. Pengertian Asuransi

Perasuransian adalah istilah hukum yang dipakai dalam perundang– undangan dan perusahaan perasuransian.Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.Yang berarti segala urusan yang

75

Abdul Muis, Hukum Asuransi……….op.cit.,hal.10. 76

A.Junaedy Ganie, Hukum Asuransi…..op.cit.,hal.37. 77

(14)

berkenaan dengan asuransi.78 Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu:79

a. Usaha di bidang kegiatan Asuransi disebut usaha disebut usaha Asuransi atau insurance business. Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan Asuransi atau insurance company.

b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi atau complementary insurance business.

Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi Perusahaan Penunjang Asuransi atau disebut complementary insurance company.

Dalam KUH Perdata dapat diperhatikan bunyi pasal 1774, maka perjanjian asuransi ini masuk dalam perjanjian untung-untungan atau

kans-ovreenkomst.Menurut pasal 1774 yang termasuk dalam perjanjian untung–

untungan, juga adalah bunga cagak hidup disebut perjudian dan pertaruhan.Hanya saja pengaturan yang memasukkan asuransi ke dalam perjanjian untung–untungan kurang tepat.Sebab dalam perjanjian untung-untungan pihak–pihak secara sadar dan sengaja menjalani suatu kesempatan untung–untungan dimana prestasi secara timbal balik tidak seimbang.80Sedangkan dalam asuransi hal itu tidak ada.Walaupun demikian ada juga sarjana yang menyatakan bahwa pengaturan demikian sudah tepat.81

78

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi...op.cit., hal.5. 79

Junaidi Ganie, Hukum Asuransi……op.cit., hal.38. 80

Emmy Pangaribuan Simajuntak, Hukum Pertanggungan, (selanjutnya disebut Emmy Pangaribuan I) Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjha Mada, Yogyakarta, 1980, hal.6.

81

Wirjono Prodjodikoro, Loc.cit

(15)

Dalam pasal 246 KUHDagangdijumpai suatu pengertian atau defenisi resmi dari asuransi. Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu yang tidak pasti.82

Dari pengertian KUHDagang kita dapat mengambil beberapa unsur –unsur yang penting:83

1) Adanya suatu persetujuan atau perjanjian antara penanggung dan tertanggung.

2) Dalam perjanjian tersebut terdapat unsur pengalihan resiko dari tertanggung kepada penanggung.

3) Untuk mengalihkan resiko itu tertanggung membayar premi.

4) Kalau terjadi suatu peristiwa yang semula belum pasti terjadi, penanggung membayar sejumlah uang atau ganti ruginya.

Dalam UU OJK menjelaskan pengertian Asuransi dalam Pasal 1 (7):84

82

Junaedy Ganie, Hukum Asuransi……….op.cit.,hal.83. 83

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk……op.cit.,hal.2. 84

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 1 angka (7).

(16)

Dalam UU Perasuransian menjelaskan pengertian Asuransi dalam Pasal 1 (1):85

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Dalam Asuransi terdapat beberapa prinsip–prinsip dasar atau yang disebut sebagai doktrin Asuransi meliputi hal–hal berikut.86

a. Utmost good faith

b. Proximate cause

c. Indemnity

d. Insurable interst

e. Subrogation and contribution

a. Utmost Good Faith

Prinsip Utmost good faith diterjemahkan secara bebas menjadi itikad baik, yang berarti bahwa suatu kontrak atau persetujuan Asuransi harus dilakukakn dengan tidak baik. Tertanggung dan penanggung tidak diperbolehkan

85

Republik Indonesia, (Perasuransian) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian LN Nomor 337 Tahun 2014, TLN Nomor 5618, Pasal 1 angka (1).

86

(17)

menyembunyikan suatu fakta yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain. Semua pihak yang terlibat dalam kontrak asuransi diwajibkan untuk memberikan seluruh informasi, baik yang bersifat materiil maupun immaterial, yang dapat mempengaruhi kesedian masing–masing pihak untuk terikat dalam suatu kontrak.Kewajiban ini disebut duty of disclosure.87

Kewajiban dalam memberikan informasi serta fakta yang benar oleh kedua belah pihak-tertanggung dan penanggung disebut sebagai duty of disclouser. Selain itu, dalam prinsip utmost good faith juga terdapat beberapa unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yaitu:88

1) Non disclouser, yaitu unsur yang pada dasarnya menggemukakan bahwa

informasi atau fakta yang tidak diungkap disebabkan oleh unsur ketidaktahuan, atau karena dianggap bahwa fakta tidak diperlukan atau tidak penting.

2) Concealment, yaitu kesengajaan yang tidak mengungkap atau

menginformasikan suatu fakta materil dengan tujuan menyembunyikan.

3) Fraudulent misrepresentation, yaitu kesengajaan memberikan gambaran

palsu atau yang tidak sebenarnya atas suatu fakta materil.

4) Innocent misrepresentation, yaitu ketidaksengajaan dalam memberikan

gambaran atau informasi yang tidak sebenarnya tentang suatu fakta materil.

87

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:Rajawali Pers,2011), hal.298. 88

(18)

b. Proximate cause

Yang dimaksud dengan proximate cause merupakan suatu sebab utama yang secara aktif dan efesien mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara beruntun tanpa intervensi kekutan lain. Prinsip ini berguna untuk mencaritahu suatu sebab utama dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian pihak tertanggung sebagai klaim yang harus dibebankan oleh pihak penanggung. Misalkan, terjadi peristiwa kebakaran pada objek Asuransi akibat percikan api karena arus pendek listrik. Pihak penanggung perlu mencaritahu proximate cause

peristiwa tersebut.Jika proximate cause-nya akibat dari arus pendek listrik, yang tercakup dalam polis asuransi, maka pihak penanggung harus melakukan penggantian. Sedangkan jika setelah diselidiki di dapatkan kebenaran bahwa peristiwa tersebut diawali oleh sebab lain. Maka pihak penanggung memastikan bahwa proximate cause-nya adalah sebab lain asuransi maka pihak penanggung tidak perlu melakukan suatu ganti rugi.89

c. Indemnity

Prinsip Indemnity memiliki arti pengembalian posisi finansial pihak tertanggung setelah terjadinya kerugian ke posisi sebelum terjadinya kerugian.Atau dapat dikatakan bahwa prinsip indemnity merupakan prinsip ganti rugi atau konpensasi finansial oleh penanggung terhadap tertanggung.Prinsip ini tidak berlaku bagi kontrak asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan karena prinsip ini berkaitan dengan penggantian kerugian yang bersifat finansial.90

89

Irsyad Lubis, Bank Dan Lembaga Keuangan……….op.cit., hal.191. 90

(19)

Selain itu, dalam prinsip indemnity, tertanggung sama sekali tidak tidak dibenarkan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi melebihi kepentingan tertanggung terhadap obyek yang dipertanggungkan terkait dalam cara pelaksanaannya, pada dasarnya prinsip indemnity dilakukan melalui empat cara yaitu:91

1) Pembayaran tunai. Pembayaran tunai semacam penggantian risiko kerugian oleh pihak penanggung atas suatu klaim asuransi dengan penyerahan kepada pihak tertanggung atau pihak ketiga dalam hak asuransi tertanggung gugat cara penyelesaian klaim ganti rugi semacam ini merupakan salah satu bentuk cara paling praktis.

2) Reclement atau Penggantian.ganti rugi atas klaim asuransi oleh pihak

penanggung terhadap pihak tertanggung dengan cara menggantikan barang tertanggung dalam bentuk barang yang sama.

3) Repair atau perbaikan. Pelaksanaan prinsip ganti rugi dengan cara

melakukan perbaikan atas kerugian yang dialami oleh tertanggung disebabkan oleh peristiwa tidak diinginkan yang terjadi kepada dirinya

4) Reinstantementatau atau pembagunan kembali. Penyelesaian ganti rugi

semacam penyelesaian ganti rugi yang biasanya banyak yang ditemukan dalam asuransi harta atau property.

91

(20)

d. Insurable Interest

Insurable Interest merupakan hak yang diakui sah secara hukum

mempertanggungkan suatu risiko finansial.Prinsip ini merupakan prinsip yang fundamental karena menyangkut bentuk pertanggungan yang dijamin dalam kontrak asuransi. Umumnya insurable interest hanya timbul apabila tertanggung akan menderita suatu kerugian finansial karena kerusakan atau kerugian atas objek yang diasuransikan.92

Dalam prinsip insurable interst, sesuatu yang dipertanggungkan semata-mata hanya menyangkut kepentingan yang bisa mengakibatkan kerugian dalam konteks finansial atas sesuatu yang dipertanggungkan ada beberapa hal yang penting yang perlu diketahui oleh tertanggung atau nasabah yaitu:93

1) Harus berupa suatu hak, kepentingan, harta, jiwa, atau tanggung gugat; 2) Keadaan yang dimaksud dalam penjelasan pertama adalah sesuatu yang

dapat dipertanggungkan;

3) Tertanggung harus memiliki hubungan hukum dengan sesuatu yang dipertanggungkan dalam hal ini, pihak tertanggung bisa menuai manfaat apabila tidak terjadi peristiwa kerusakan dan akan menderita berupa kerugian apabila yang dipertanggungkan mengalami kerusakan;

4) Antara pihak tertanggung dalam sesuatu yang dipertanggungkan harus memiliki hubungan yang disahkan secara hukum.

92

Sigit Triandaru, Bank Dan Lemabag Keuangan………..op.cit., hal.180. 93

(21)

e. Subroggation and Contribution

1) Prinsip subrogation atau subrogasi pada prinsipnya, merupakan hak penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung, dimana dalam hal ini penangung memiliki hak untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan kerugian dengan adanya prinsip semacam ini maka pada saat bersamaan pihak tertanggung tidak memungkinkan untuk memperoleh biaya ganti rugi melebihi kerugian yang dialami atau yang dideritanya.94

Selanjutnya merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan suatu peristiwa yang merugikan kepentingan asuransinya. Misalnya dalam asuransi kecelakaan bermotor apabila tertanggung mengalami kecelakaan karena tertabrak pihak lain mengakibatkan kerusakan pada kendaraannya, maka pihak penanggunglah yang menggantikan segala bentuk kerugian kepada tertanggung.95

2) Prinsip contribution (kontribusi) merupakan bagian dari konsekuensi logis prinsip indemnity dalam prinip ini, penanggung memiliki hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung meskipun secara jumlah nominal masing-masing penanggung tidak lants harus sama. Hal tersebut bisa saja

94

Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan …………..op.cit., hal.299. 95

(22)

terjadi apabila pihak pihak tertanggung pada saat bersamaan mempertanggungkan suatu obyek benda atas suatu risiko yang sama kepada beberapa penanggung atau pihak perusahaan asuransi.96

Dalam situasi semacam ini, apabila sewaktu-waktu terjadi klaim maka masing-masing pihak perusahaan asuransi yang berperan sebagai penanggung memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi secara proporsional dalam jumlah dan nominal sesuai dengan yang ditanggungnya.97

2. Tujuan dan Fungsi Asuransi. a. Tujuan Asuransi

1) Teori Pengalihan Risiko

Dalam teori pengalihan risiko, tertanggung sadar terhadap ada ancama bahaya yang memantau harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menghampiri harta kekayaan atau jiwanya, dia akan mendapatkan kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya.98 Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat menahan beban risiko yang secara tiba-tiba menghampiri.99

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupa mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi

96

Sigit Triandaru, Bank Dan Lembaga………..op.cit., hal.183. 97

Frianto Pandia, Bank Dan Lembaga……….op.cit.,hal.184. 98

Ibid.,

99

(23)

yang disebut premi.100Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi.Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi/penanggung.Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.101

Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. Premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan pada penanggung timbulnya perbedaan dengan asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan secara berkala biasanya secara bulanan dalam jangka waktu yang cukup lama premi yang disetorkan kepada penanggung dapat berguna sebagai modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen.102

100

Ibid., hal.14. 101

Irsyad Lubus, Bank dan Lembaga Keuangan……..op.cit.,hal 187. 102

(24)

2) Pembayaran Ganti Kerugian

Dalam suatu kejadian yang tidak menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung.Dalam pelaksanaannya tidak ada ancaman bahaya yang mengancam itu benar-benar terjadi.Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika benar-benar terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian, maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian sesuai dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian atau partical loss. Tidak semuanya berupa kerugian total atau total loss. Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh dideritanya.103

Jika dibandingkan dengan jumlah premi yang diterima dari beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya.Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertaggung.Dari sudut perhitungan ekonomi, keadilan ini merupakan faktor pendorong perkembangan perusahaan asuransi, di samping faktor tingginya pendapatan perkapita warga Negara atau warga masyarakat.104

Antara asuransi kerugian dan asuransi jiwa terdapat perbedaan, pada asuransi jiwa apabila dalam jangka watu asuransi terjadi perisiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah

103

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi…………op.cit., hal.12. 104

(25)

asuransi yang telah disepakati itu merupakan dasar perhitungan premi dan untuk memudahkan penanggung membayar berupa uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi pembayaran uang itu bukan sebagai ganti rugi kerugian, karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai dengan uang.105

3) Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa berdasarkan perjanjian bebas atau sukarela antara pennanggung dan tertanggung/voluntary insurance.Akan tetapi, undang–undang bukan karena perjanjian.Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial/sosial security insurance.Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.Dengan membayar sejumlah kontribusi/semacam premi, tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.106

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang–undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkuta umum.Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaanya atau selama angkutan berlangsung. Mereka atau ahli warisnya akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung, yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang–undang. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang–undang adalah untuk

105

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum………op.cit hal 8. 106

(26)

melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.107

4) Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi/iuran kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota/tertanggung, perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota/tertanggung yang bersangkutan. Prof Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan koperasi” asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung atau asuransi usaha bersama yang bertujuan mewudjudkan kesejahteraan anggota.108

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur–unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan/semacam premi oleh tertanggung merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya, misalnya bantuan biaya upacara bagi anggota yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia, dan biaya perawatan bagi anggota yang megalami kecelakaan atau sakit.109

107

Ibid.,

108

Sigit Triandaru, Bank Dan Lembaga Keuangan……..op.cit.,hal.187. 109

(27)

b. Fungsi Asuransi110

1) Asuransi menimbulkan atau membuat masyarakat dan perusahaan– perusahaan berada dalam keadaan aman. Dengan membeli asuransi, para pengusaha atau masyarakat akan menjadi tenang dan merasa aman hidupnya, pengguna asuransi tidak perlu memikirkan risiko tentang yang akan terjadi, karena sudah dialihkan keperusahaan asuransi yang siap untuk menangggung risiko.

2) Dengan adanya asuransi terdapat suatu kecenderungan, penarikan biaya akan dilakukan sesuai mungkin atau the equitable assetment of cost

maksudnya ialah biaya-biaya asuransi harus adil sesuai dengan besar kecilnya risiko yang dipertanggungkan.

3) Asuransi berguna sebagai alat penabung/saving. Terlebih dahulu kita mengeluarkan uang untuk membayar premi, dan dikemudian hari akan menerima hasilnya.

4) Asuransi dianggap sebagai sumber pennghasilan atau earing power.

5) Sumber penghasilan ini berdasarkan pada financing the business. Sumber pennghasilan untuk segala sesuatu yang dipertanggungkan.

Menurut Hasyim Ali fungsi asuransi merupakan suatu faidah penting dari asuransi adalah mengganti kerugian.111

110

Jiwasraya, Fungsi Asuransi, http://jiwasraya.co.id/2015/08/fungsi-asuransi/,(diakses padatanggal 14 april 2017).

111

A.Hasyim Ali, Pengantar Asuransi,…………op.cit., hal. 15.

(28)

sepenuhnya atau sebagian oleh dana–dana asuransi.Dengan demikian asuransi memperkokoh stabilitas sosial dan bisnis.112

3. Subyek dan Objek Asuransi

a. Subjek Asuransi113

Untuk menemukan siapa saja yang dapat digolongkan sebagai subyek asuransi.Yang dimaksud dengan subyek asuransi adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban, yang terdiri manusia dan badan hukum.Jadi setiap manusia adalah sebagai subyek hukum. Sebagai subyek hukum, pembawa hak, manusia mempunyai hak–hak dan kewajiban–kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan hukum dimana ia dapat mengadakan persetujuan–persetujuan.

Pada hakikatnya berlakunya manusia itu sebagai pembawa hak berawal dari saat seseorang dilahirkan dan berakhir pada saat seseorang itu meminggal dunia, bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak.jika kepentingannya diperlukan untu menjadi ahli waris maka anak tersebut dianggap telah lahir.114

Walaupun hukum menentukan bahwa setiap orang tiada terkecuali dapat memiliki hak–hak, akan tetapi pada dasarnya tidaklah semua orang diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak–hak itu.115

Dalam hal ini ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam

112

Ibid.,

113

Djanius Djamindan, Bahan Dasar Hukum…….,op.cit.,hal.30 114

Ibid.,hal.31. 115

(29)

melakukan perbuatan–perbuatan hukum, akan tetapi mereka itu harus dimiliki atau dibantu orang lain.116

Demikian juga halnya dalam setiap perjanjian memiliki dua macam subyek hukum, yaitu disatu pihak seseorang atau satu badan hukum yang mendapat beban kewajiban mendapatkan sesuatu dan pihak lainnya ada seorang atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu.Oleh karena itu di dalam setiap perjanjian selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak.117

Akan tetapi berbeda halnya dalam perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak berwajib melainkan menjadi pihak berhak pula terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan.118

Jadi dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi haruslah sekuurang– kurangnya ada dua pihak subyek, dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak yang lain disebut pihak tertanggung.119

Dalam hal ini pihak penanggung adalah pihak yang terhadap siapa diperalihkan risiko, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita kerugian sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu.Risiko ini hanya diperalihkan kepadanya berdasarkan adanya premi yang juga

116

Hasymi Ali,Pengantar Asuransi……….op.cit., hal.91. 117

Ibid.,

118

Sigit Triiandaru, Bank dan Lemabaga…….op.cit.,hal.183. 119

(30)

dinikmatinya. Jadi pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung risiko apabila ia menikmati suatu premi.120

Sedangkan pihak tertanggung sebagia orang–orang yang berkepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur–angsur. Dengan tujuan akan mendapat penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi.121

b. Obyek Asuransi122

1) Obyek perjanjian pada umumnya

Obyek dalam suatu perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlukan oleh oleh subyek, suatu hal yang penting dalam tujuan membentuk suatu perjanjian.Sehingga hal yang diwajibkan kepada pihak yang berkewajiban/debitur, terhadap mana pihak yang berhak/kreditur, mempunyai hak adalah merupakan obyek dalam hubungan hukum mengenai perjanjian.

Dari apa yang diuraikan diatas, menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian– perjanjian itu sedikit banyaknya juga mengenai harta benda. Dan selaku semua perjajian itu pada umumnya menyinggung hal kekayaan harta benda seseorang atau sebahagian dari kekayaan itu.Maka dari itu, boleh juga dikatakan, hukum perjanjian masuk masuk golongan Hukun Kekayaan Harta Benda, lain dari hukum kekeluargaan dan hukum perkawinan, sedangkan Hukum Warisan bersifat tengah–tengah.Karena itu umumnya obyek hubungan hukum perjanjian selalu

120

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum…………..op.cit.,hal.32. 121

Irsyad Lubis, Bank dan Lembaga……..op.cit., hal.194. 122

(31)

bagian dari kekayaan seseorang, dan hampir selalu berupa suatu harta atau benda.123

2) Pengertian Obyek Asuransi

Pada KUHDagang Pasal 268, dimana di dalam pasal tersebut dikatakan tentang hal–hal yang dapat menjadi obyek asuransi, ialah semua kepentingan yang:124

a) Dapat dinilai dengan jumlah uang/op geld waardeerbar

b) Dapat takluk pada macam macam bahaya/aan gevaar on derhevig c) Tidak terkecuali oleh Undang–Undang

Secara lengkap bunyi pasal 268 KUHD adalah sebagai berkut: sesuatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh Undang-Undang.

Dan pengertian obyek Asuransi pada Pasal 1 angka (25) UU Perasuransia:125

Obyek asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainnya.

123

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi……op.cit.,hal.41. 124

Republik Indonesia, (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 268. 125

(32)

3) Obyek Asuransi Tanpa Benda dan Kerugian yang Nyata

Yang dimaksud di sini dengan obyek asuransi tanpa benda ialah ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak akan mendapat untung dalam suatu perusahan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya. Pengertian singkatnya selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu barang benda.126

4) Saat Kepentingan Harus Ada

Ketentuan pasal 250 KUHDagang selayaknya ditujukan kepada tertanggung sebagai suatu isyarat bahwa pada waktu mengadakan asuransi tertanggung perlu menyatakan dengan tegas dan jelas apa kepentingannya mengadakan asuransi itu dengan adanya kepentingan sejumlah premi dapat dibayar sehingga asuransi berjalan jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian tertanggung yang berkepentingan berhak mengklaim pembayaran ganti kerugian dari penanggung.127

Adalah logis bahwa setiap orang yang mengadakan asuransi itu ada kepentingan bagi dirinya sendiri ataupun bagi pihak ketiga. Jika tidak mempunyai kepentingan buat apa mengadakan perjanjian asuransi.128

126

Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum…….op.cit.,hal.26. 127

Abdulkadir, Hukum Asuransi…….op.cit., hal.92. 128

Djanius Djamin, Loc.cit

(33)

peristiwa terhadap benda yang diasuransikan walaupun tertanggung yang tidak jujur itu telah membayar premi asuransi bukanlah untung-untungan.129

5) Jumlah yang Diasuransikan

Jumlah yang diasuransikan adalah jumlah yang dipakai sebagai ukuran untuk menentukan jumlah maksimum ganti kerugian yang wajib dibayar oleh penanggung dalam suatu asuransi kerugian. Jumlah yang diasuransikan erat hubungannya dengan nilai benda asuransi dengan ditentukannya jumlah yang diasuransikan dapat diketahui apakah asuransi itu di bawah nilai asuransi atau sama dengan nilai benda asuransi atau melebihi benda asuransi dengan demikian dapat ditentukan jumlah maksimum ganti kerugian yang dapat dibayar jika timbul kerugian akibat peristiwa yang menjadi beban penanggung.130

Menurut ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHDagang asuransi yamg melebihi jumlah nilai benda atau kepentingan yang sesungguhnya hanya sah sampai jumlah nilai benda tersebut apabila jumlah yang diasuransikan lebih besar daripada nilai benda sesungguhnnya, penanggung hanya bertanggung jawab membayar klaim ganti kerugian sampai jumlah nilai benda sesunggunya dalam hal timbul kerugian total.131

6) Nilai Benda Asuransi

Dalam pasal 256 KUHDagang yang mengatur tentang isi polis tidak terdapat butir ketentuan mengenai nilai benda asuransi, yang dicantumkaan adalah butir mengenai benda yang diasuransikan mungkin dalam butir tersebut tercakup juga penilaian benda yang diasuransikan pada pasal 273 KUHDagang mengatur tentang nilai benda asuransi yang tidak dinyatakan dalam polis pasal 274

129

Kasmir, Bank dan Lembaga……..op.cit.,hal.284. 130

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi………op.cit., hal.45. 131

(34)

KUHDagang mengatur tentang nilai benda asuransi yang dinyatakan bahwa tidak ada keharusan pencantuman nilai benda asuransi pada waktu mengadakan asuransi nilai benda asuransi dinyatakan atau tidak dalam polis menjadi persoalan.132

Apabila pada waktu mengadakan asuransi, nilai benda asuransi belum dinyatakan dalam polis, maka jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, tertanggung memberitahukan kepada penanggungnya besar nilai benda asuransi itu dengan menggunakan segala macam alat bukti alat-alat bukti tersebut digunakan untuk menyakinkan penanggung bahwa nilai benda asuransi itu benar dan layak polis yang tidak mencantumkan nilai benda asuransi disebut polis terbuka.133

Pada mengadakan asuransi, tertanggung dan penanggung mengadakan kesepakatan tentang nilai benda asuransi dengan memperhatikan keadaan, sifat, dan tujuan benda itu apabila sudah sudah ada kesepakatan maka nilai benda asuransi dicantukan dalam polis sehingga terdapat nilai benda yang tetap jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian nilai benda yang dicantumkan itulah dijadikan perhitungan ganti kerugian polis yang memuat nilai benda asuransi disebut polis bernilai.134

132

Hasymi Ali, Pengantar Asuransi…….op.cit.,hal.215. 133

Irsyad Lubis, Bank dan Lemabaga Keuangan………….op.cit.,hal.196. 134

(35)

4. Jenis–Jenis Asuransi

Kita mengetahui bahwa dalam garis besarnya menurut pembahagian klasik ada dua jenis asuransi yaitu asuransi sejumlah uang atau sommen verzekeringdan asuransi ganti kerugian atau schade verzekering.135

Dikatakan asuransi sejumlah uang karena besarnya uang asuransi sudah ditentukan sebelumnya tanpa perlu ada suatu hubungan antara kerugian yang diderita dengan besarnya jumlah uang yang dberikan penanggung.

Tetapi dengan perkembangan usaha perasuransian muncul suatu jenis asuransi lagi yaitu asuransi varia atau

varia verzekering.

136

Berbeda dengan halnya dengan asuransi kerugian, disini ganti rugi yang diberikan penanggung kepada tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang diderita dan kerugian itu adalah akibat dari peristiwa asuransi itu diadakan.137 Dengan perkataan lain besarnya ganti rugi yang diberikan penanggung sangat erat hubungannya dengan kerugian yang diderita tertanggung.138Sedangkan asuransi varia yang juga disebut asuransi campuran karena merupakan campuran atau kombinasi unsur-unsur yang ada dalam asuransi sejumlah uang dan asuransi ganti kerugian. Timbulnya ganti rugi yang akan dibayar oleh penanggung tidak lagi digantungkan pada besar kecilnya kerugian tetapi sudah ditentukan besarnya jumlah uang.139

135

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan……...,op.cit.,hal.11. 136

Ibid.,

137

Abdulkadir, Hukum Asuransi…….op.cit., hal.193. 138

Ibid.,

139

(36)

Menurut Emmy P. Simajuntak140, cara untuk mengetahui dengan mudah apakah suatu pertanggungan atau asuransi itu tergolong pada pertanggungan kerugian atau pertanggungan sejumlah uang tergantung pada jawaban dari pertanyaan: terhadap prestasi apakah penanggung itu mengakibatkan dirinya “apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi memberikan suatu jumah uang yang telah ditentukan sebelumnya maka disitulah terhadap pertanggungan sejumlah uang.141Apabila mengikatkan dirinya untuk melakukan perstasi dalam bentuk mengganti rugi sepanjang ada kerugian timbul maka kita menghadapi pertanggungan kerugian.142

Selanjutnya dikatakannya oleh Emy P Simajuntak bahwa dalam pertanggungan sejumlah uang, pemberian sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya itu bergantung pada peristiwa yang pada umumnya kecuali pertanggungan jiwa tidak pasti akan terjadi, yang ada hubungannya dengan “hidup” atau “jiwa” seseorang atau “kesehatan” dari seseorang.143Jadi pertanggungan sejumlah uang itu menyangkut diri pribadi manusia itu sendiri.Emmy P.Simajuntak menyamakan sommen verzekering dan persoons verzekering itu oleh karena persoons veerzekering itu adalah pertanggungan atas hidup atau jiwa seseorang, mengenai kesehatan seseorang dan pertanggungan invalidasi seseorang.144

140

Emmy Simajuntak, Hukum Pertanggungan dan…..,op.,cit. hal.32 – 33. 141

Ibid.,

142

Man S Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi….op.cit., hal 21. 143

Emmy Simajuntak, Loc.cit

144

(37)

Menurut KUHDagang yang disahkan pada tahun 1838 dalam Pasal 247 merinci asuransi dalam lima jenis yaitu:145

1) Asuransi kebakaran

2) Asuransi yang mengancam hasil-hasil pertanian disawah 3) Asuransi jiwa

4) Asuransi di lautan dan perbudakan

5) Asuransi pengangkutan darat dan di sungai-sungai serta perairan-perairan pedalaman.

Pembagian–pembagian ini tentu saja sudah tidak rasional lagi dan ketinggalan zaman, hanya saja pembuat Undang–Undang tidak menutup kemungkinan munculnya asuransi lain. Hal ini dinyatakan dengan awal kalimat dalam pasal 247 tersebut yaitu “pertanggungan–pertanggungan antara lain dapat mengenai pokok… dst-nya”.146

Berbagai jenis asuransi yang tidak di jumpai dalam KUHD, sekarang ini banyak kita jumpai dalam praktek perasuransian H.Gunanto menggolongkan asuransi ke dalam asuransi kerugian dan asuransi jiwa147

Menurut Gunanto kedua jenis asuransi di Indonesia tidak boleh diusahakan bersama oleh satu perusahaan.148

145

Republik Indonesia, (KUHD), op.cit., Pasal. 247. 146

Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi……..op.cit.,hal.15. 147

H.Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indnesia, Jakarta, Tira Pustaka, 1984, hal.18. 148

Ibid, hal.19.

(38)

1) Asuransi Kerugian adalah untuk mengantikan kergian yang terjadi yang jumlahnya tidak ditetapkan sebelumnya

2) Asuransi Sejumlah Uang adalah untuk membayar suatu jumlah uang yang besarnya ditentukan sejak awal ini berlaku untuk asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan orang.

Menurut jangka waktunya asuransi dapat digolongkan menjadi:

1) Asuransi Jangka Pendek 2) Asuransi Jangka Panjang

Asuransi jiwa pada umumnya merupakan asuransi jangka panjang.Asuransi kerugian merupakan asuransi jangka pendek.Namun ada asuransi jiwa berjangka lebih pendek daripada asuransi kerugian.149Penggolongan asuransi lainnya lagi menurut H.Gunanto adalah penggolongan menjadi asuransi orang dan asuransi barang.Namun kedua jenis ini kurang lengkap sebab masih ada asuransi keuangan seperti asuransi kredit, asuransi kebangkrutan,150 asuransi gangguan usaha, dan sebagainya serta asuransi tanggung gugat menurut hukum.Kedua jenis asuransi ini tidak mempunyai orang atau barang sebagai obyek bahaya.151

Selanjutnya Emmy Simajuntak memasukan kelompok bidang pertanggungan atau asuransi kerugian yaitu:152

1) Pertanggungan/asuransi jiwa

149

Emmy Simajuntak, Hukum Pertanggungan…..op.cit., hal.35. 150

H Gunanto, Loc.cit.

151

Irsyad Lubis, Bank dan Lembaga Keuangan…….op.cit., hal.193. 152

(39)

2) Pertanggungan/asuransi pengankutan atau marine insurance

3) Pertanggungan/asuransi kebakaran atau fire insurance

4) Pertanggungan/asuransi varia

Dan di dalam hukum asuransi adakalanya premi yang dibayar tertanggung pada suatu masa tertentu akan dikembalikan kepada tertanggung. Jika kita meninjau dari sudut ini maka asuransi dapat kita bedakan:153

1) Asuransi murni, jenis asuransi seperti ini uang premi yang dibayar tertanggung tidak mungkin dikembalikan kepada tertanggung kecuali kalau terjadi premi restorno

2) Asuransi tidak murni, dalam jenis asuransi ini terkandung unsur menabung. Jadi walaupun tidak terjadi peristiwa yang tidak pasti yang menjadi obyek asuransi atau onzekker voorval, penanggung dalam jangka waktu tertentu akan membayar sejumlah uang yang sudah diperjanjikan kepada tertanggung. Asuransi jenis ini biasanya kita jumpai dalam asuransi sejumlah uang seperti misalnya asuransi dwi guna, tri guna dan sebagainya.

Menurut Walter Woon type utama kategori Asuransi ada empat jenis yaitu:154

1) Marine Insurance/asuransi laut 2) Life Insurance/asuransi jiwa 3) Fire Insurance/asuransi kebakaran 4) Accident Insurance/asuransi kebakaran

153

Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan…..op.cit.,hal.183. 154

(40)

John H. Magee mengklasifikasikan asuransi sebagai berikut:155

1) Jaminan Sosial/Social Insurance

Jaminan sosial merupakan “asuransi wajib” karena itu setiap orang atau penduduk harus memilikinya.Jaminan ini bertujuan supaya setiap orang mempunyai jaminan untuk hari tuanya/old age.Bentuk ini dilaksanakan dengan paksa misalnya dengan memotong gaji pegawai sekian persen setiap bulan misalnya 10%.

2) Asuransi Sukarela/Voluntary Insurance

Bentuk asuransi ini dijalankan secara sukarela/Voluntary Insurance jadi tidak dengan paksaan seperti jaminan sosial.Jadi setiap orang bisa mempunyai atau tidak mempunyai asuransi sukarela ini. Asuransi sukarela dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:

a) Government Insurance

yaitu asuransi yang dijalankan oleh pemerintah atau Negara, misalnya: jaminan yang diberikan kepada prajurit yang cacat sewaktu perang misalnya jaminan bagi veteran.

b) Commercial Insurance

yaitu asuransi yang bertujuan untuk melindungi seseorang atau keluarga serta perusahaan dari risiko–risiko yang bias mendatangkan kerugian.

155

(41)

Tujuan perusahaan asuransi disini ialah komersial dan dengan motif keuntungan.Commercial insurance dapat digolongkan pula:156

a. Asuransi Jiwa atau personal life insuranc eadalah bertujuan untuk memberikan jaminan kepada seseorang atau keluarga yang disebabkan oleh kematian, kecelakaan, serta sakit misalnya perusahaan asuransi jiwa yang ada di Indonesia PT.Asuransi Jiwas Raya.

b. Asuransi Kerugian/Property Insurance Bentuk ini, sama dengan asuransi umum di Indonesia, bertujuan memberikan jaminan kerugian yang disebabkan oleh kebakaran, pencurian, asuransi laut, dan lain-lain.

Pada UU Perasuransian jenis-jenis asuransi terletak pada pasal 2 ayat (1):157

(1) Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelengarakan :

a. Usaha Asuransi Umum, termasuk usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri

b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain. (2) Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelengarakan Usaha

Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.

(3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelengarakan Usaha reasuransi

5. Perkembangan Kebutuhan Masyarakat Terhadap Asuransi

Al Quran, surah An Nissa’ ayat 9 berbunyi:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang–orang yang seamdainya meninggalkan di belakang mereka anak–anak yang lemah, yang mereka

156

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan………..op.cit.,hal.37. 157

(42)

khawatir terhadap/kesejahteraan mereka.Oleh karena itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Ayat tersebut menunjukan kewajiban manusia untuk berikhtiar memberikan kesejahteraan dan masa depan yang baik keluarga mereka, ikhtiar merupakan suatu praktik tanggung jawab seseorang kepada keluarganya dan oleh karena itu bagi orang banyak.158

Kekhawatiran terhadap ketidakpastian menimbulkan kebutuhan terhadap perlindungan asuransi.Ketidakpastian yang mengandung risiko yang dapat menjadi ancaman bagi siapa pun melahirkan kebutuhan untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin timbul dari ketidakpastian tersebut.Risiko yang dihadapi dapat bersumber dari bencana alam, kelalaian, ketidakmampuan ataupun sebab-sebab lainnya yang tidak diduga sebelumnya.159Meskipun demikian, tidak semua orang membeli asuransi dan tidak semua risiko diasuransikan.Bagi mereka yang membeli, jenis, dan biaya asuransi yang dibeli merupakan hasil dari pertimbangan atas berbagai faktor.160

Pada dasarnya, keengganan terhadap risiko merupakan kekuatan fundamental yang mendorong orang membeli asuransi. Orang yang takut risiko/risk averse akan lebih menyukai sejumlah kekayaan tertentu yang pasti daripada keadaan yang mengandung risiko yang dapat memberikan tambahan kekayaan dalam jumlah yang sama.161

158

Junaedy Ganie, Hukum Asuransi…..op.cit.,hal.44. 159

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan…..op.cit.,hal.284. 160

Junaedy Ganie, Hukum Asuransi…..op.cit.,hal.53. 161

Scott E. Harriton, Gregory R. Niehaus, Risk Management and Insurance,

(43)

Faktor–faktor lain yang mempengaruhi permintaan terhadap asuransi adalah tambahan biaya asuransi di atas biaya penanggung/premium loading, pendapatan dan kekayaan, informasi yang dimiliki, sumber pengantian kerugian yang lain dan kerugian yang bersifat immaterial162. Semakin tinggi tambahan biaya yang dibebankan penanggung kepada tertanggung akan semakin berkurang permintaan terhadap asuransi.163Beban tersebut tidak mungkin nihil Karena penanggung harus mendapat kompensasi atas biaya yang mereka keluarkan.Pendapatan dan kekayaan dapat mempengaruhi permintaan terhadap asuransi karena empat alasan, yaitu sebagai berikut.164

a. Semakin besar kekayaan berarti semakin banyak harta benda yang dapat rusak atau hilang sehingga pada umumnya meningkatkan jumlah asuransi yang dibeli.

b. Sejumlah orang tidak mampu membeli asuransi dalam jumlah yang besar karena tekanan kebutuhan hidup yang lebih penting yang mengakibatkan orang–orang miskin menanggung risiko yang lebih banyak.

c. Tingkat keengganan terhadap risiko menurun seiring dengan kenaikan kekayaan pada seseorang.

d. Tanggung jawab hukum yang terbatas seringkali membuat orang membeli asuransi tanggung jawab hukum yang lebih kecil.

Permintaan terhadap asuransi juga tergantung pada informasi yang dimiliki seseorang tentang distribusi risiko, yaitu persepsi seseorang terhadap kemungkinan timbulnya kerugian, keberadaan sumber ganti kerugian lain.

162

Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi…..op.cit., hal.23. 163

Abdul Muis, Hukum Asuransi……..op.cit., hal.65. 164

(44)

Misalnya kompensasi dari pemerintah seperti dana bantuan terhadap akibat bencana alam dalam kaitan dengan pembelian asuransi atas risiko katastropik dan risiko kerugian nonmaterial/non monetary losses.165

Setiap badan usaha ingin memperoleh jaminan keamanan atas harta benda dan kepentingan dan dimana suatu perkembangan usaha yang pesat dan kesempatan usaha yang dapat diperoleh membuat pelaku usaha melakukan berbagai bentuk diversufikasi usaha.166Diversifikasi juga merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk mengurangi risiko. Meskipun diversifikasi bisnis merupakan salah satu upaya untuk mengurangi risiko, pelaku usaha tetap dapat memperoleh manfaat dari asuransi yaitu untuk mengurangi biaya-biaya yang diperkirakan atau mungkin timbul sebagaimana diringkaskan sebagai berikut:167

1) Manfaat layanan proses klaim dan pengawasan risiko 2) Pendanaan kerugian yang timbul/financing losses

3) Terhindar dari biaya perolehan modal yang mahal dari pihak luar untuk proyek baru dan meningkatkan kemungkinan bagi perusahaan untuk melaksanakan proyek investasi.

4) Terhindar dari pegeluaran biaya proses kebangkrutan sehingga akan dapat memperbaiki persyaratan kontrak perusahaan dengan penuntut–penuntut lain seperti karyawan, pemasok, kreditur.

5) Pegeluaran biaya pajak.

165

Scott E. Harrinton, Risk Management….,op.,cit,hal.166. 166

Ibid.,

167

(45)

Kebutuhan masyarakat terhadap asuransi akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pada zamannya masing–masing. Dewasa ini kebutuhan tersebut, dengan kata lain, telah berkembang termasuk dan tidak terbatas kepada kebutuhan terhadap hal–hal sebagaimana tercantum di bawah ini:168

a. Sebagaimana proteksi terhadap risiko finansial sebagaimana akibat timbulnya:

1) Kerugian, kerusakan dan kehilangan yang menimpa harta benda yang dimiliki atau dikuasai;

2) Tuntutan tanggung jawab hukum atas kesalahan dan/atau kelalaian pribadi atau yang berada di bawah pengawasan atau tanggung jawabnya, atau mereka yang tindakannya terkait dengannya di bawah undang--undang; 3) Pendapatan atau keuntungan yang diharapkan;

4) Piutang yang tidak tertagih ; dan

5) Biaya pengobatan atau perawatan kesehatan.

b. Sebagai kompensasi atas kehilangan anggota badan atau cacat badan atau meninggal dunia.

c. Sebagai jaminan kelangsungan pendapatan sendiri/termasuk badan usaha dan keluarga atau yang menjadi tanggung jawabnya teramasuk karyawan, d. Sebagai saran investasi dan tabungan.

e. Sebagai strategi efesiensi pemanfaatan modal sehingga tidak perlu melakukan pencadangan atas risiko kerugian yang mungikn timbul sehingga modal yang dimiliki dapat dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan bisnis.

168

(46)

f. Pendukung strategi pengambilan kebijakan bisnis atau tindakan pribadi, misalnya atas rencana investasi atau perluasan usaha, pemberian kedit. g. Dasar pengaturan anggaran biaya.

h. Pemberi rasa aman mengetahui risiko yang mungkin terjadi akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.

C. Pengaturan Perasuransian di Indonesia

Sri Soemantri mengemukakan bahwa Negara Indonesia sejak pembentukannya sudah mempunyai konsep Negara Kesejahteraan sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.169Untuk mencapai tujuan tersebut, Negara harus melakukan pembangunan di segala bidang secara berkesinambungan.Dalam pelaksanaan pembangunan terdapat berbagai jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat.170 Sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi risiko dan sekaligus merupakan salah satu lembaga penghimpun dana masyarakat, usaha perasuransian memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan memberikan kesempatan lebih luas bagi pihak–pihak yang hendak berusaha dalam bidang perasiransian.171

Untuk mempelajari ruang lingkup hukum asuransi Indonesia secara keseluruhan, asuransi akan dibagi berdasarkan kedudukannya, yaitu pertama,

asuransi sebagai perjanjian yang tunduk kepada pengaturan perjanjian pada umumnya dan menjadi acuan dalam pembuatan setiap perjanjan asuransi yang diatur di bawah KUHPerdata, kedua, pembuatan setiap perjanjian asuransi di

169

Sri Soemantri M, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (alumni, 1992), hal.43-44: Negara kesejahteraan adalah konsep pemerintahan ketika Negara mengambil peran penting dalam perlindungan dan pengutamaan ekonomi dan sosial masyarakat.

170

Ibid.,

171

(47)

bawah KUHDagang, ketiga, asuransi sebagai bisnis yang akan mengatur perilaku yang menjalankan usaha perasuransian.172

1. Pengaturan Asuransi di Bawah KHPerdata

Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa:173

Menurut Surbekti, perjanjian adalah suatu peristiwa yang seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Suatu perjanjian adalah sutau perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap suatu orang lain atau lebih.

174

Praktisi hukum sering mendefinisikan kontrak sebagai sebuah janji atau serangkaian janji yang hukum akan tegakkan atau paling sedikit akan akui.175

Para sarjana hukum perdata apda umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap, dan dapat juga terlalu luas.Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan dilapangan hukum seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, teapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III

172

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan………op.cit.,hal.284. 173

Republik Indonesia, (KUHPerdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1313.

174

Subekti, Hukum Perjanjian ,(Jakarta:Intermasa, Cetakan ke 22, 2008), hal. 1. 175

E. Allsn Farworth, Contract, Little Brown and Campany, 8th Edition, 1990, hal.3: a

promise or set of promises, that the law will enforce or at least recognize in some way;……,a promise, that te law will enforceable may nevertheless is indirectly be given legal recognition

(48)

yang kreterianya dapat dinilai secara materiil atau dengan kata lain dinilai dengan uang.176

Perjanjian asuransi disebutkan sebagai sebuah perjanjan dimana atas imbalan sejumlah premi yang telah disepakati, satu pihak menyanggupi untuk memberikan ganti kerugian kepada pihak yang lain atas subjek tertentu sebagai akibat dari bahaya tertentu.177Hukum asuransi pada dasarnya berisikan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para pihak.Hukum asuransi pada pokoknya merupakan objek hukum perdata.Dengan demikian, dapat disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUHDagang sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian, perjanjian asuransi diatur dalam KUHPerdata.178

Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam pasal 1774 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:179

176

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, ( Jakarta:Citra Aditya Bakti, Cetakan ke 1, 2001), hal. 65.

177

Malcom A. Clark, Julian M. Burlng, Robert L.Purves, The Law of Insurance Contract, (4th Edition, LLP, 2002), hal.4-5.

178

Man S. Sastrawidjaja, Bunga Rempai Hukum…….,op.,cit, hal. 126. 179

Republik Indonesia, (KUHPerdata), op.cit.,Pasal 1774.

Suatu perjanjian untung–untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.

Referensi

Dokumen terkait

Mengannjurkan pengasuh panti selalu mengunci kursi roda klien ketika dalam keadaan tidak bergerak Hasil : Instruksi diberikan dan pengasuh panti akan mengikuti instruksi

[r]

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam pemilihan guru pengajar bidang studi komputer dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk sistem pendukung

[r]

Perseroan Nama Perseroan Nama Perseroan Perseroan didirikan diganti menjadi kembali diubah berganti nama dengan nama PT Gunungcermai menjadi menjadi PT Desa Dekalb Inti PT Lippocity

Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa metode sobel sudah sesuai untuk pendeteksian tepi tetapi masih ada beberapa noise yang tidak terproses, dengan hasil pengujian citra mri

Penelitian ini membahas tentang pengelompokan jumlah daerah yang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan provinsi. Metode yang digunakan adalah Data mining K-

Lingkup pekerjaan : Kegiatan yang dilaksanakan adalah Langganan Jasa Internet 160 Mbps dengan pembagian 80 Mbps untuk di kantor Kalibata dan 80 Mbps untuk kantor