• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI EKONOMI WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Monang Putra Dinata Sinaga Sirojuzilam

ABSTRACT

This research aims to assess the economic potential of the North Sumatra Province, the competitiveness of economic sectors, and determine theleading sectors in the North Sumatra Province in order to prioritize areas to compete in the national economy. This research uses secondary data time series GDP at constant prices Sumatra and Indonesia range ot time in 1996-2011 and analyzed using the method of Location Quotient (LQ), Growth Ratio analysis model (MRP), overlayanalysis, and shift share analysis.

The Results of the overlay analysis (modification of analysis LQ and MRP), showing economic potential to be the leading sectors Sumatra there are two sectors, namely trade, hotel and restaurant sector, and transport and communication sector. However based on Shift share analysis, service sector that has the advantage/competitiveness in the economy of the North Sumatra Province.

Based on the results of four analysts tools used, concluded that the sector basis in North Sumatra province, namely trade, hotels and restaurants, transport and communications sector, and services sector.

Keywords: Economic Potential, Leading Sector, Regional Development.

PENDAHULUAN

Pengembangan wilayah (Regional Development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah.Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi ekonomi, budaya,dan geografis yang berbeda anatara suatu wilayah dengan wilayah lainnya.Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah yang bersangkutan.

Secara umum, pengembangan wilayah mengandung makna yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di suatu wilayah tertentu.Menurut Prod’homme (1985), pengembangan wilayah merupakan program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah (Alkadri et al, 1999).

(2)

Di Indonesia masalah pengembangan wilayah menjadi semakin menarik setelah diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemberlakuan Undang-Undang tersebut mendorong tiap-tiap daerah semakin memacu pertumbuhan ekonomi guna peningkatan kesejahteraan masyrakat sebagai bagian dari tujuan penyelenggaran otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah.

Demikian halnya, dengan Provinsi Sumatera Utara sebagai salah satu Provinsi di Indonesia dari salah satu kepulauan besar, yaitu Sumatera. Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 71.680,68 km2 atau 3,73% dari luas wilayah Republik Indonesia dan Provinsi terluas ke-3 di Pulau Sumatera, setelah Provinsi Sumatera Selatan (91.592,43 km2) dan Riau (87.023,66 km2), dan memiliki perairan laut 110.000 km2, dengan total jumlah 213 pulau yang telah memiliki nama, dengan 6 pulau di wilayah pantai timur termasuk Pulau Berhala sebagai Pulau terluar yang berbatasan dengan selat malaka 207 pulau di wilayah pantai barat dengan Pulau Wunga dan Pula Simuk sebagai Pulau terluar wilayah Pantai Barat. Secara regional pada posisi geografisnya Provinsi Sumatera Utara berada pada Jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.Secara umum yang menjadi komoditas utama Provinsi Sumatera Utara adalah perkebunan kelapa sawit.Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik, hal ini terbukti dengan bertambahnya areal perkebunan. Luas areal perkebunan Provinsi Sumatera Utara 1.081.870 Ha dengan total produksi 15.726.08 ton kelapa sawit, luas areal tanaman karet 583.549 Ha dengan total produksi 510.270 ton karet. Provinsi Sumatera Utara juga merupakan salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia dengan luas areal tanaman kakao 75.910 Ha dengan total produksi 65.258.

Dengan melihat potensi yang ada, seharusnya pertumbuhan ekonomi meningkat, dengan sumber daya alamnya yang besar, seharusnya dapat memicu dalam pertumbuhan bahkan memiliki potensi untuk diekspor hingga ke luar negeri namun pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara stagnan yang menunjukkan adanya permasalahan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dalam perwujudan pembangunan ekonomi. Untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari perkembangan PDRB, maka sangat diperlukan pembangunan ekonomi yang mengacu pada sektor unggulan, selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur perekonomian wilayah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional.Sektor-sektor tersebut bukan hanya merupakan penyumbang dalam pembentukan produk nasional maupun domestik, tetapi juga memberikan lapangan kerja utama bagi penduduk. Sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja dan dapat dijadikan indikasi pertumbuhan ekonomi nasional dan domestik adalah: 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, 3) Sektor Industri Pengolahan, 4) Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum, 5) Sektor Bangunan (Konstruksi), 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, 8) Sektor Keuangan, Asuransi, usaha persewaan dan Real estate,dan 9) Sektor Jasa-jasa lainnya.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyrakat. Di sisi lain secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan(Alkadri et al, 1999). Alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan wilayah pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi tingginya biaya atau ongkos produksi, penurunan taraf hidup masyarakat ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak (Pinchemel, 1985).

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah Indonesia lahir dari suatu proses iterative yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapanya yang bersifat dinamis.Menurut Sandy (1992) Pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suati wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyrakat, atau ada memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1992)

Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu wilayah yang objektif dan wilayah subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu wilayah yang oleh perencana dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan, sedangkan wilaya subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk atas dugaan suatu cara mengenal masalah. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosoal, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat.

2. Sektor Unggulan

Pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan.(Susantono, 2009).

(4)

sumberadaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyrakat untuk dapat mengindentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah.

Dalam pengembangan wilayah/daerah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor-sektor yang potensi berkembangnya cukup besar, atau biasa disebut sebagai sektor unggulan. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan.

Menurut Amabardi dan Socia (2002) kriteria daerah lebih ditekankan pada komoditas unggulan yang bisa menjadi motor penggerak pembanguan suatu daerah, diantaranya: (1) Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan dapat memberikan kontrsibusi yang sangat signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran, (2) Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wiayah lain di pasar nasional dan pasar Internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupun aspek lainnya, (4) Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku, (5) Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui invasi teknologi, Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkulitas, secara optimal, sesuai dengan skala produksinya, (6) Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. Begitu komoditas unggulan yang satu memasuki tahap penuruanan komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya, (7) Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak ekstenal dan internal, (8) Pengembangan komoditas unggulan harus mendaptkan berbagai dukungan, misalkan dukungan keamanan, sosial budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif, dan lain-lain, (9)Pengembangan komoditas unggulan beroritenasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Jadi pengembangan suatu sektor unggulan dapat menciptakan peluang bagi berkembanganya sektor lain yang terkatait baik sebagai input bagi sektor unggulan maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor unggulan yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini yang memungkinkan pengembangan sektor unggulan dilakukan sebagai langkah dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah.

3. Penelitian Terdahulu

Ahmad Mahruf (2003), dengan judul Penentuan Sektor Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan alat analisis shift share, LQ, Model Rasio Pertumbuhan, Rasio Pertumbuhan Wilayah, dan Overlay. Dari penelitian ini didapati bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki basis ekonomi pada empat sektor yaitu (1) Sektor Jasa, (2) Sektor Keuangan, persewaan bangunan, dan jasa (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi dan (4) Sektor bangunan.

(5)

analisis shift share, LQ, Tipologi daerah. Dari penelitian ini didadpati bahwa sektor pertanian sebagai sektor basis 22 Kabupten yang ada, dari 29 Kabupten yang ada hanya dua Kabupaten masuk dalam tipologi maju.

Maria Yuvita Gobay, (2003) dengan judul Identifikasi Pengembangan Wilayah di Provinsi Papua dengan pendekatan analisis Growth Ratio Model Analysis, LQ, Overlay, dan Entropi Theil Index. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 1993-2000 kabupten/kota di provinsi Papua memiliki corak perekonomian yang bervariasipengelompokan kegiatan sektoralnya. Daerah yang dikatakan maju dan cepat tumbuh: Kabupaten Sorong Daerah Maju tertekan: Kabupaten Jayapura, Kab. Fak Fak, Kab.Manokwari, Kab. Yapen Waropen, Kab. Biak Numfor, dan Kota Jayapura. Selama periode 1993-2000 ketimpangan yang semakin menyempit. Pada masing-masing kabupaten/ Kota di Provinsi Papua memiliki potensi wilayah yang memiliki keuanggulan komparatif.

Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, tahun 2006 dengan judul Analsisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga, dengan menggunakan alat analisis LQ, Shift share, Tipologi sektoral, dan Analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor basis yang dimiliki Kota Salatiga adalah sektor listrik, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa. Hasil analisis Shift Share menunjukkan Kota Salatiga berspesialisasi pada sektor pertambangan, listrik, perdagangan.Sektor yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor bangunan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa.

Fachurazy (2009) dengan judul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, dengan pendekatan analisis klassen tipologi, LQ, Shft Share.Hasil penelitian ini menunujukkan bahwa sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh pesat, sektor basis dan kompetitif adalah sektor pertanian.

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif.Menurut Namawi (2003:64) metode deskriptif yaitu metode-metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah akutal pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta yang ada dan menganilisis data yang diperoleh.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara karena didasarkan memiliki potensi yang potensial untuk dikembangkan. Dengan struktur fisik wilayah yang beragam dan sebagai salah satu daerah yang terus mengalami perkembangan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan perencanaan pembangunan sektor-sektor ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Dimana penelitian ini menggunakan waktu dengan rentang antara tahun 1996-2011 ( 15 tahun). 3. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

(6)

1. Data PDRB yang diteliti adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah studi dan data PDBIndonesia sebagai daerah referensi dengan atas dasar harga konstan.

2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk analisis Shift-Share (Pergeseran Perekonomian), Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (Identifikasi sektor Ekonomi), dan Analisis Overlay menggunakan rentang waktu tahun 2004-2011.

4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian ini adalah data Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Sumatera Utara dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun 1996-2011 (15 tahun), disertai dengan data-data sekunder lain yang relevan dengan tujuan penulisan penelitian ini.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yang mana cara pengumpulan data melalui dokumen-dokumen tertulis, terutama berupa arsip dan juga termasuk buku-buku tertentu, pendapat, teori, atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen yang diperlukan adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan PDB Indonesia menurut lapangan usaha tahun 1996-2011 atas dasar harga konstan.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menganalisis sektor unggulan dalam pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara, dan untuk mencapai tujuan penelitian ini digunakan metode analisis LQ, Analisis Shift-Share, Model Rasio Pertumbuhan, dan Overlay

.

a. Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan)

Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk kedalam kategori sektor unggulan. Perhitungan Location Quotient digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor diwilayah tingkat atasnya. Hasil dari perhitungan LQ dapat membantu dalam melihat kekuatan dan kelemahan wilayah dibandingkan relatif dengan wilayah yang lebih luas.

Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disektor i Provinsi Sumatera Utara terhadap PDRB total semua sektor di Provinsi Sumatera Utara dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) disektor i terhadap PDB total semua sektor Indonesia. Untuk mendapatkan nilai LQ, maka metode yang digunakan adalah mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004) sebagai berikut:

LQ =

PDRBina i PDRBina,

i PDRBs,

PDRBs

Dimana :

PDRBS,I = PDRB sektor i di Provinsi Sumatera Utara pada tahun tertentu.

(7)

PDRBina,i = PDRB sektor i di Indonesia pada tahun tertentu.

∑PDRBina = Total PDRB di Indonesia pada tahun tertentu.

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan diatas, maka nilai LQ dapat dibagi dalam beberapa penggolongan. Kriteria penggolongannya adalah;

1. Jika LQ > 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara tersebut merupakan sektor basis yang mampu mengekspor hasil industrinya ke daerah lain. Dalam hal ini tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor i tersebut adalah sektor basis dan potensial dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

2. Jika LQ < 1, artinya sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara merupakan sektor non basis yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain. Ini berarti tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia. Jadi sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Provinsi Sumatera Utara.

3. Jika LQ = 1, artinya adalah produk domestik yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara habis hanya untuk dikonsumsi daerah Provinsi Sumatera Utara. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Provinsi Sumatera Utara adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Indonesia.

b. Analisis Shift - Share (Pergeseran Perekonomian)

Analisis Shift-Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan perekonomian daerah. Metode ini dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menkankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah yang lebih tinggi atau nasional.

Analisis ini digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian di atasnya.

Metode analisis Shift-Share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah bruto atau PDRB suatu sektor-i di suatu region-j (Dij) dengan formula (Soepono, 1993) :

Dij = Nij + Mij + Cijdi mana: Nij = Eij. rn

Mij = Eij (rin - rn) Cij = Eij (rij – rin)

Dari persamaan (2) sampai (4), rij mewakili pertumbuhan sektor/subsektor i di wilayah j, sedangkan rn dan rin masing laju pertumbuhan agregat nasional/provinsi, yang masing-masing dapat difenisikan sebagai berikut :

rij = (Eij,t – Eij)/Eij rin = (Ein,t – Ein)/Ein rn = (En,t - En)/En Keterangan:

Di,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara

Ni,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi secara nasional

(8)

Ci,j : Perubahan PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara yang disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di Provinsi Sumatera Utara

Eij : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun awal analisis Ein : PDB sektor/subsektor i di Indonesia tahun awal analisis

En : PDRB total di Indonesia tahun awal analisis

Eij,t : PDRB sektor/subsektor i di Provinsi Sumatera Utara tahun akhir analisis Ein,t : PDRB sektor/subsektor i di Indonesia tahun akhir analisis

En,t : PDRB total di Indonesia tahun akhir analisis

Selanjutnya menurut Oppenheim (1980), Bendad-Alal (1983), Patton (1991), Field dan MacGregor (1993) dalam Yusuf (1999) dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional komponen proportional shift (PS) dan differential shift (DS) lebih penting dibandingkan komponen regional share. Hal ini disebabkan karena DS digunakan untuk melihat perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan wilayah studi terhadap kegiatan tersebut di wilayah referensi. Dari perubahan tersebut akan dapat dilihat berapa besar pertambahan atau pengurangan pendapatan dari kegiatan tersebut. Sedangkan PS untuk melihat perubahan pertumbuhan suatu kegaitan wilayah referensi terhadap kegiatan total (PDRB) di wilayah referensi. Dari kedua komponen ini jika besaran PS dan DS dinyatakan dalam suatu bidang datar, dengan nilai PS sebagai sumbu horizontal dan nilai DS sebagai sumbu vertikal akan diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah atau sektor ekonomi tersebut. Keempat kategori tersebut adalah (Freddy, 2001):

Tabel 1.1

Klasifikasi Sektor Ekonomi

Differential Shift (DS) Proportional Shift (PS)

Positif (+) Negatif (-)

Positif (+) Pertumbuhanhan Pesat(Fast growing) Cenderung berpotensi(Highly Potential)

Negatif (-) (BerkembangDeveloping) Terbelakang(Depressed)

Sumber: Freddy, 2001

 Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah sektor dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region/industry or fast growing).

 Kategori II (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang (depressed region/industry yang berkembang/developing).

 Kategori III (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed region/industri yang berpotensi).

 Kategori IV (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah/sektor depressed regionindustry dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah.

c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (Identifikasi Sektor Ekonomi)

(9)

skala yang lebih kecil. Terdapat dua rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan Rasio wilayah referensi (RPr). Formulasi dari RPs dan RPr (Yusuf, 1999):

1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPR)

RPR adalalah perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan kegiatan i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) wilayah referensi.

Keterangan

RPr : Rasio pertumbuhan wilayah referensi (Indonesia)

: Selisih nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan dan akhir tahun pengamatan di Indonesia

: Selisih nilai total PDRB sektor i awal tahun pengamatan dan dan akhir tahun pengamatan Indonesia

: Nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan Indonesia

: Nilai total PDRB sektor i awal tahun pengamatan Indonesia.

Jika RPr lebih besar dari 1 (RPr > 1) maka RPr dikatakan (+), yang berarti pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah referensi. Jika RPr lebih kecil dari 1 (RPr <1 ) maka RPr dikatakan (-), yang berarti pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi lebih kecil dari pertumbuhan PDRB total wilayah referensi.

2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi

RPs adalah perbandingan antara laju pertumbuhan kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan kergiatan i di wilayah referensi.

Keterangan:

RPs : Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (Provinsi Sumatera Utara)

: Selisih nilai PDRB sector i awal tahun pengamatan dan akhir tahun pengamatan di Provinsi Sumatera

Utara

: Selisih nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan dan akhir tahun pengamatan Indonesia

: Nilai PDRB sektor i awal tahun pengamatan Provinsi Sumatera Utara

: Nilai total PDRB sektor i awal tahun pengamatan Indonesia.

(10)

sektor pada wilayah referensi. Jika RPs lebih kecil dari 1 (RPs < 1) maka RPs dikatakan (-) yang berarti pertumbuhan suatu sektor produksi tertentu pada tingkat wilayah studi lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi. Dari Hasil analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi keduanya dapat diperoleh deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di daerah kabupaten/kota di provinsi atau provinsi di daerah provinsi di nasional yang dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian (Yusuf, 1999) yaitu :

a. Klasifikasi 1

Nilai RPr (+) dan RPs (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang menonjol baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten kota. Sektor ini disebut sebagai dominan pertumbuhan.

b. Klasifikasi 2

Nilai RPr (+) dan RPs (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang menonjol di tingkat provinsi, namun belum menonjol di tingkat kabupaten/kota.

c. Klasifkasi 3

Nilai RPr (-) dan RPs (+) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang tidak menonjol di tingkat provinsi sementara pada tingkat kabupaten/kota termasuk menonjol. d. Klasifikasi 4

Nilai RPr (-) dan RPs (-) berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang rendah baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi.

d. Analisis Overlay

Setelah melakukan analisis LQ dan MRP, analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis overlay yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi kegiatan ekonomi unggulan dalam suatu wilayah yang didasarkan atas kriteria pertumbuhan (hasil analisis wilayah studi atau RPs) dan kriteria kontribusi (hasil analisis LQ). Menurut Yusuf (1999) terdapat empat kemungkinan analisis ini yaitu kombinasi antara sektor ekonomi unggulan yang menggambarkan keadaan suatu daerah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang sangat dominan baik dari pertumbuhan maupun dari kontribusinya.

2. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya dominan tetapi kontribusinya kecil.

3. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+) menunjukkan suatu sektor yang pertumbuhannya kecil tetapi kontribusinya besar

4. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-) menunjukkan suatu sektor yang tidak potensial baik kriteria pertumbuhan maupun kontribusinya.

Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Defenisi operasional digunakan untuk menyamakan pemahaman tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran.

Definisi operasional Penelitian ini adalah:

1. Potensi Ekonomi merupakan kemampuan ekonomi yang dimiiliki daerah yang mungkin atau layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.

(11)

berdasarkan harga konstan. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 1996-2011.

3. Kegiatan Ekonomi, dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi yang digolongkan dalam 2 bagian, yakni: kegiatan basis/unggulan dan kegiatan non-basis.

4. Sektor ekonomi adalah lapangan usaha yang terdapat pada PDRB yang mencakup sembilan sektor utama.

HASIL dan PEMBAHASAN

1. Analisis Location Quotient (Sektor Unggulan)

Dari hasil perhitungan LQ pada Sembilan sektor yang terdapat dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1996-2011. Dalam kurun tahun 1996-2003 ada tiga sektor basis dari kesembilan sektor ekonomi.Tiga sektor ekonomi yang menjadi basis adalah sektor pertanian, perdangangan hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.Dalam kurun tahun berikutnya yaitu tahun 2004-2011, sektor yang menjadi sektor basis dari sembilan sektor di Provinsi Sumatera Utara, bertambah menjadi enam sektor basis. Enam sektor basis tersebut adalah sektor pertanian; listrik, gas, dan air minum; bangunan; perdagangan hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; dan sektor jasa.

Berdasarkan hasil analisis Location Quotient, dapat diketahui bahwa dari sembilan sektor ekonomi besaran nilainya mengalami fluktuasi atau mengalami trend berubah-ubah. Sektor yang mengalami fluktuasi tersebut adalah sektor yang dalam kurun waktu tertentu meningkat dan ada besaran nilainya yang cenderung tetap atau stagnan. Sektor ekonomi yang mengalami peningkatan besaran nilai Location Quotient ada tiga sektor, yaitu sektor Listrik, gas dan air minum, bangunan, dan sektor jasa. Peningkatan ketiga sektor tersebut dimulai dari tahun 2004-2011.

Tabel 1.2

Rata-Rata Nilai LQ Provinsi Sumatera Utara (1996-2011)

No Sektor Rerata

LQ

1 Pertanian 1.723

2 Pertambangan dan penggalian 0.151

3 Industri pengolahan 0.870

4 Listrik, gas, dan air minum 0.986

5 Bangunan 0.905

6 Perdagangan hotel dan restoran 1.079

7 Pengangkutan dan komunikasi 1.189

8 Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan 0.775

9 Jasa-jasa 0.959

Sumber: Data diolah dari lampiran

Berdasarkan nilai rata-rata LQ dapat diketahui bahwa ada tida sektor ekonomi yang menjadi sektor basis di Provinsi Sumatera Utara.Tiga sektor ekonomi tersebut, yaitu (1) Sektor pertanian, (2) Perdagangan, hotel dan restoran, dan (3) Sektor pengangkutan dan komunikasi.

(12)

Dari Hasil analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi keduanya dapat diperoleh deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di daerah kabupaten/kota di provinsi atau provinsi di daerah provinsi di nasional yang dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian

Tabel Koefisien MRP Provinsi Sumatera Utara

N

o Sektor NilaiRPrNotasi NilaiRPsNotasi

1 Pertanian 0.797 - 0.863

-2 Pertambangan dan penggalian 0.819 - 0.345

-3 Industri pengolahan 1.051 + 0.839

-4 Listrik, gas, dan air minum 0.588 - 0.686

-5 Bangunan 0.780 - 1.706 +

6 Perdagangan hotel dan restoran 1.072 + 0.997

-7 Pengangkutan dan komunikasi 1.440 + 1.197 +

8 Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan 1.074 + 1.122 +

9 Jasa-jasa 1.082 + 1.565 +

Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari sembilan sektor tersebut ada lima sektor yang RPr > 1, yaitu (1) Sektor Industri Pengolahan, (2) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, (3) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, (4) Sektor Keuangan, Asuransi, Sewa, dan (5) Sektor Jasa-jasa. Jika RPr lebih kecil dari 1 (RPr <1 ) maka RPr dikatakan (-), yang berarti pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah Indonesia lebih kecil dari pertumbuhan PDB total wilayah Indonesia. Dari sembilan sektor tersebut ada empat sektor yang dalam golongan RPr < 1, yaitu (1) Sektor Pertanian (2) Sektor Petambangan dan penggalian (3) Sektor listrik, gas dan air minum dan (4) Sektor Bangunan.

Dapat diketahui juga bahwa Jika RPs lebih besar dari 1 (RPs > 1) maka RPs berarti pertumbuhan suatu sektor produksi tertentu pada Provinsi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di Indonesia.Dari sembilan sektor tersebut dapat diktahui ada empat sektor ekonomi yang RPs > 1, yaitu (1) Sektor Bangunan, (2) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (3) Sektor Keuangan Asuransi dan Sewa Perusahaan (4) Sektor Jasa –jasa.Jika RPs lebih kecil dari 1 (RPs < 1) maka RPs dikatakan (-) yang berarti pertumbuhan suatu sektor produksi tertentu pada Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di Indonesia. Adapun sektor tersebut ada lima sektor, yaitu (1) Sektor Pertanian (2) Sektor Pertambangan dan penggalian (3) Sektor Indusri Pengolahan (4) Sektor Listrik Gas dan Air Minum dan (5) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

Tabel.4.5. Klasifikasi Hasil Analisis MRP

Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr)

Rasio Pertumbuhan Studi (RPs)

Positif (+) Negatif (-)

Positif (+) Pengangkutan dan komunikasiKeuangan, asuransi dan sewa

 Jasa-jasa

 Industri pengolahan

(13)

Negatif (-)  Bangunan  PertanianPertambangan dan penggalian

 Listrik, gas dan air minum Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari Hasil analisis MRP akan diperoleh nilai riil dan nilai nominal kemudian hasil kombinasi keduanya dapat diperoleh deskripsi sektor ekonomi yang potensial dikembangkan di Provinsi Sumateramaupun di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu :

a. Klasifikasi 1

Nilai RPr (+) dan RPs (+) berarti sektor ini disebut sebagai dominan pertumbuhan. Dari hasil analisis, maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 1 ada empat sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (2) Sektor Keuangan, Asuransi dan Sewa Peruasahaan (3) Sektor Jasa-jasa.

b. Klasifikasi 2

Nilai RPr (+) dan RPs (-) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang menonjol di Indonesia, namun belum menonjol di Provinsi Sumatera Utara.Dari hasil analisis maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 2 ada dua sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Industri Pengolahan dan (2) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

c. Klasifkasi 3

Nilai RPr (-) dan RPs (+) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang tidak menonjol di Indonesia sementara pada Provinsi Sumatera Utara termasuk menonjol.Dari hasil analisis maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 3 hanya ada satu sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Bangunan.

d. Klasifikasi 4

Nilai RPr (-) dan RPs (-) berarti sektor yang memiliki pertumbuhan yang rendah baik di Provinsi Sumatera Utara dan di Indonesia.Dari hasil analisis maka dapat diketahui bahwa sektor ekonomi yang masuk dalam klasifikasi 3 ada tiga sektor ekonomi, yaitu (1) Sektor Pertanian (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian (3) Sektor Listrik, Gas dan Air Minum. 3. Analisis Overlay

Analisis overlay pada dasarnya merupakan penggabungan analisis Location Quotient dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) baik Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) maupun rasio pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Penggabungan kedua alat analisis ini untuk memperoleh hasil identifikasi kegiatan sektoral yang unggul, baik dari sisi kontribusinya maupun sisi pertumbuhannya. Identifikasi potensi ekonomi ditunjukkan melalui overlay antara RPr, RPs, dan LQ. Koefisien dari ketiga komponen tersebut kemudian disamakan satuannya dengan memberikan notasi positif (+) dan notasi negatif (-).Notasi positif (+) diberikan untuk koefisien komponen yang lebih besar dari satu.

Tabel 4.6

Analsis Overlay Provinsi Sumatera Utara

N

o Sektor RPr RPs LQ Overlay

Nota si Nila

i Notasi Nilai Notasi Nilai Notasi

1 Pertanian 0.79

(14)

2 Pertambangan 0.81

Sumber: data diolah dari lampiran

Hasil analisis overlay menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1996-2011, dapat dipetakan atau diklasifikasikan atas tiga kriteria sebagai berikut:

1. RPr, RPs dan LQ ketiganya bertanda positif (+),. Dari sembilan tersebut, hanya terdapat satu sektor yang mempunyai potensi daya saing kompetitif maupun komparatif yaitu sektor pengangkutan komunikasi.

2. Hasil analisis overlay menunjukkan RPs dan LQ yang bernilai positf (+), berarti kegiatan sektoral di Provinsi Sumatera Utara lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan sektoral yang sama di Indonesia, baik sisi pertumbuhannya maupun kontribusinya. Dengan kata lain sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dan dari sembilan sektor ekonomi terdapat hanya satu sektor yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi.

3. Hasil Overlay menunjukkan baik RPr, RPs dan LQ ketiganya bertanda negatif (-), berarti kegiatan sektor yang mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah di Provinsi Sumatera Utara dan Indonesia dan kontribusi sektoral Provinsi Sumatera Utara lebih rendah dari Indonesia. Artinya sektor tersebut kurang memiliki daya saing kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat Indonesia. 4. Analisis Shift Share (Pergeseran Struktur Ekonomi)

Dalam hal ini, PDRB sebagai variabel pendapatan digunakan untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara.Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah.Ketiga komponen itu adalah Provincial Share (Nij), Proportional Shift Komponen (Mij), dan Differential Shift Component (Cij). Dua komponen shift yaitu Proportional Shift Component dan differential Shift Component adalah berfungsi untuk memisahkan unsur-unsur pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara yang bersifat dari dalam wilayah (intern) dan dari luar wilayah (ekstern).

Berdasarkan tabel berikut, maka dapat dilihat bagaimana pergeseran pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Utara sepanjang 1996-2011.

Tabel 4.7. Hasil Analisis Shift Share Provinsi Sumatera Utara 1996-2011

(15)

1 Pertanian 315354.22 -64060 -12915.9 238378.35 2 Pertambangan dan penggalian 185863.40 -33670.6 -96004.5 56188.26

3 Industri pengolahan 505910.15 25612.05 -159736 371786.53

4 Listrik, gas, dan air minum 23947.44 -9866.94 311.9988 14392.50

5 Bangunan dan konstruksi 162883.66 -35814 116262.9 243332.64

6 Perdagangan hotel dan restoran 343204.59 24623.11 -68089.1 299738.61 7 Pengangkutan dan komunikasi 146940.47 64656.43 -57561.4 154035.53 8 Keuangan, asuransi dan sewa perusahaan 185032.26 13713.74 -16896.4 181849.57

9 Jasa-jasa 181121.41 14806.19 52230.92 248158.52

Sumber: Diolah dari lampiran

Berdasarkan hasil analisis shift share maka dapat diklasifikasi tiap-tiap sektor yang ada di Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut:

Tabel 4.8 Klasifikasi Tiap Sektor Ekonomi Hasil Analisis Shift Share

Differential Shift (DS) Proportional Shift (PS)

Positif (+) Negatif (-)

Positif (+)  Jasa-jasa  Listrik, gas, dan air minumBangunan dan Konstruksi

Negatif (-) Industri PengolahanPerdagangan hotel dan Restoran

 Pengangkutan dan komunikasi  Keuangan, asuransi dan sewa

perusahaan

 Pertanian  Pertambangan

dan penggalian

Berdasarkan hasil analisis shift share maka diketahui bahwa sembilan sektor ekonomi dipetakan sebaga berikut :

1. Cenderung berpotensi (Highly Potential): terdapat dua sektor yaitu sektor listrik gas dan air minum dan sektor bangunan dan konstruksi.

2. Pertumbuhan Pesat (Fast Growing): terdapat hanya satu sektor saja yaitu Sektor Jasa-jasa. 3. Berkembang (Developing): terdapat empat sektor yaitu, Sektor Industri Pengolahan, Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor Keuangan Asuransi, dan Sewa Perusahaan

4. Terbelakang (Depressed): terdapat ada dua sektor ekonomi yaitu Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan dan Penggalian.

Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

(16)

sebagai sektor unggulan adalah (1) Sektor perdagangan hotel dan restoran (2) Sektor pengangkutan dan komunikasi, dan (3) Sektor Jasa.

2. Saran-saran

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan oleh hasil empat alat analisis diatas, serta dikaitkan dengan kebijakan otonomi daerah ditengah era globalisasi (perekonomian modern), dimana adanya harapan akan perkembangan dan kemandirian ekonomi daerah untuk membangun potensi-potensi yang terdapat dalam wilayahnya sebagai syarat untuk memperkuat kedudukan daerah dalam perekonomian nasional, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas sektor unggulan / sektor basis tanpa harus mengabaikan sektor non basis. Hal ini adalah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari tingkat penerimaan PDRB Provinsi Sumatera Utara.

2. Walaupun di Provinsi Sumatera Utara hanya terdapat tiga sektor yang menjadi sektor unggulan, dan kedua sektor tersebut menjadi prioritas utama dalam perekonomian, namun tidak dapat diabaikan keberadaan enam sektor lainnya. Sektor lain yang tergolong sebagai sektor relatif tertinggal, seperti sektor industri pengolahan, pertambangan dan penggalian walaupun dari tahun ketahun kontribusi sektor ini dalam kegiatan perekonomian Sumatera Utara selalu mengalami penurunan

3. Dalam hal ini pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus mengambil kebijakan yang bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan juga sektor-sektor ekonomi non unggulan agar nantinya dapat menjadi sektor-sektor memberikan kontribusi yang terus meningkat dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara.

4. Bagi para pihak investor yang ingin melakukan investasi di Sumatera Utara, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melihat sektor-sektor potensial dalam berinvestasi.

DAFTAR PUSTAKA

(17)

Alkadri, dkk, 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah.Direktorat Kebijaksanaan Tekonologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Sumatera Utara Dalam Angka. Provinsi Sumatera Utara

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (1996-2011). Statistik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara. Bayu Wijaya dan Hastarini Dwi, 2006.”Analisis Pengembangan Wilayah dan Sektor Potensial

Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga”, Jurnal Dinamika Pembangunan, Volume 3 Nomor 2, hal 1-18.

Jhingan, M.L, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kuncoro, Mudrjat, 2003. Metode Riset untuk Ekonomi dan Bisnis, Erlangga, Jakarta.

Richardson, Harry, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Edisi Revisi 2001. Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.

Sirojuzilam dan Kasyfull Mahalli, 2010. Regional : Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi, USU Press, Medan.

Tarigan, Robinson, 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan Ekonomi dan Ruang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Medan. _______, 2003. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.

_______, 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta. Susantono, Bambang, 2009. Strategi Dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kata

Hasta Pustaka, Jakarta Selatan.

(18)

Gambar

Tabel 1.1 Klasifikasi Sektor Ekonomi
Tabel 1.2Rata-Rata Nilai LQ Provinsi Sumatera Utara (1996-2011)
Tabel Koefisien MRP Provinsi Sumatera Utara
Tabel 4.6Analsis Overlay Provinsi Sumatera Utara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk data matriks, hanya data matriks dengan satu baris yang bisa ditampilkan seperti pada contoh 4 di atas,c. Untuk melatih kemampuan anda, silahkan anda

Berdasarkan uraian yang penulis paparkan diatas khususnya pengalokasian dana desa yang diterapkan di Kecamatan Darul Imarah sesuai dengan konsep yang di kemukakan oleh Umer

5umlah sekolah yang mendapat promosi kesehatan dibagi jumlah seluruh sekolah disatu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama dikali 1##G 1##G b&amp;

4.3 The set of indicators and thresholds, once approved by the National Initiative, shall be forwarded to the FSC International Center and evaluated by the Accreditation

Wilayah Kerja (Wilker) BPSPL Padang tersebar di tujuh (7) Provinsi di Sumatera, yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau,

Asai antagonis isolat .iamtir terhadap jamur paogur dilakukan secara kuaiitatif untuk melihat kcmampuur imlat jamur dalul morghambat pertumbuhan jamur parogen tansman 6. K$ltrr

Pada penelitian ini akan membahas tentang kepentingan nasional Rusia mendukung pemerintahan Bassar Assad, Penelitian ini akan diawali mulai dari tahun 2011, disaat

Karakter yang berbeda tersebut adalah panjang standar (SL), panjang total (TL), panjang kepala (HL), lebar kepala (HW), tinggi kepala (HD), tinggi badan (BD), lebar badan