• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GA (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GA (3)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI (STROKE/CVA)

TUGAS MATA KULIAH NEUROBEHAVIOUR

KELOMPOK 1 PROGRAM ALIH JENIS 1

Achmad Rasyid Ridho Moh Zen Arifin Mulyana

Nur Heppy Fauzia Leni Anitasari Citra Dwi Yuliana Sri Hani Setyowati Nora Dwi Purwanti

131511123081 131511123039 131511123019 131511123055 131511123059 131511123051 131511123031 131511123009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit serebrovaskuler (CVD) meliputi semua gangguan pada area dari otak; dan secara sepintas atau permanen dipengaruhi oleh iskemia. oklusi atau perdarahan dari satu atau lebih pembuluh darah serebral pada proses patologis tersebut.

Jumlah penderita terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, semakin tinggi usia seseorang semakin tinggi kemungkinan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Tidak sedikit penderita stroke yang mengalami kekambuhan. Kekambuhan pada penderita stroke dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan keluarga penderita tentang pola makan bagi penderita stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Stroke penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor 3 di dunia setelah penyakit jantung koroner dan semua tipe kanker. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut. Dan diprediksi sebagai efek dari peningkatan kebiasaan merokok di negara berkembang, lebih lanjut diperkirakan angka mortalitas stroke mencapai hampir dua kali lipat di tahun 2020 (Warlow et al., 2008)

Data dari Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) tahun 2009 menunjukkan penyebab kematian utama di Rumah Sakit akibat stroke sebesar 15%, artinya 1 dari 7 kematian disebabkan oleh stroke dengan tingkat kecacatan mencapai 65% (Depkes RI, 2013).

Menurut WHO (2010) setiap tahun 15 juta orang seluruh dunia mengalami stroke. Sekitar 5 juta pasien menderita kelumpuhan permanen. Satu tahun setelah terjadi serangan stroke pertama, sebanyak 30% dari total pasien akan meninggal, dan sebanyak 40% dari total pasien yang mampu bertahan hidup, akan mengalami ketergantungan terhadap orang lain. Pasien yang mampu bertahan hidup setelah mengalami stroke, beresiko tinggi mengalami serangan stroke berulang, infark myokardial, dan kematian karena gangguan pembuluh darah. Para pasien yang mampu bertahan hidup tersebut juga mayoritas mengalami disabilitas (Woodward, 2011)

Sebanyak 85% dari total kejadian stroke disebabkan oleh iskemi dan infark pada jaringan otak. Hal ini disebabkan oleh penghambatan aliran darah akibat komplikasi trombosis dan emboli. Sisanya sebesar 15% dari total kejadian stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral primer (Woodward, 2011)

Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang. Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak 238.001(7,4‰) orang, sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6‰)

(3)

tahun). Insiden stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan sebanyak 1,6% penderita mengalami kecacatan , sedangkan sebanyak 4,3% penderita mengalami serangan stroke berulang yang semakin berat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5% ( Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013).

Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari penyakit vaskuler, yang ditandai dengan gejala penurunan tekanan darah yang mendadak, takikardi, pucat dan pernafasan yang tidak teratur. Sementara stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intrakranial dengan gejala peningkatan tekanan darah sistole > 200mmHg pada hipertonik dan 180mmHg pada normotonik, bradikardi, wajah keunguan, sianosis dan pernafasan mengorok (Batticaca, 2008).

Kurangnya kesadaran menerapkan pola gaya hidup sehat juga dapat menyebabkan meningkatnya stroke infark. Selain itu, meningkatnya usia harapan hidup, kemajuan di bidang sosial ekonomi, serta perbaikan di bidang pangan yang tidak diikuti dengan kesadaraan menerapkan gaya hidup sehat juga menjadi pemicunya (Junaidi, 2011).

Keadaan seperti ini memerlukan penanganan dan perawatan yang bersifat umum, khusus, rehabilitasi, serta rencana pemulangan klien. Mengetahui keadaan tersebut, maka peran perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut maupun sesudahnya. Usaha yang dapat dilaksanakan mencakup pelayanan kesehatan secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai dengan rehabilitasi (Muttaqin, 2011). Pencegahan stroke infark dapat dicegah antara lain diet rendah kolestrol, kontrol asupan gula dan garam, hindari rokok, alkohol, dan obat terlarang, hindari obesitas, konsumsi obat pencegah stroke dari bahan alami, kontrol tekanan darah, lakukan olahraga atau aktivitas fisik dan yang paling penting hindari stress (Sutanto, 2010).

1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke secara komprehensif.

1.2.2 Tujuan Khusus Mahasiswa mampu :

1. Memahami konsep fisiologis aliran darah dalam otak. 2. Memahami konsep definisi gangguan cerebro vaskuler 3. Memahami etiologi dan faktor resiko stroke

4. Memahami konsep patofisiologi stroke.

5. Memahami manifestasi klinis stroke dan penyebabnya.

6. Memahami konsep penatalaksanaan stroke hemoragik dan iskemik. 7. Memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke. 8. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan stroke.

(4)

10.Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat dalam menangani pasien dengan serebrovaskuler.

11.Melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi sesuai kondisi pasien.

(5)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Sirkulasi Darah di Otak 2.1.1 Struktur Pembuluh Darah Otak

Pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak mempunyai struktur yang sama seperti pembuluh darah lainnya yang terdapat pada beberapa lokasi di tubuh. Lapisan terluar dari arteri adalah tubica eksterna (adventitia), yang tersusun atas jaringan ikat. Tunica media atau lapisan tengah, tersusun atas beberapa lapisan sel otot polos dan serat elastis. Sel-sel otot polos dari arteri merespon vasomotor untuk kontriksi dan relaksasi, mengubah ukuran dari lumen internal dan mengatur pengiriman darah ke jaringan. Bagian arteri paling dalam, berhubungan langsung dengan darah dan membentuk lumen internal, yang tersusun atas satu lapisan sel epitel. Sel epitel memonitor lingkungan lokal dan melepaskan nitrit oksida serta vasomotor lainnya yang memodulasi konstriksi dan relaksasi pembuluh darah mengakibatkan terkirimnya aliran darah.

2.1.2 Sawar (Barier) Darah Otak

Pelindung darah otak berfungsi untuk membatasi bagian zat dari darah ke otak. Pelindung ini merupakan bagian yang vital untuk melindungi CNS dari agen infeksi dan racun. Otak sangat rentan terhadap racun karena neuron tidak bisa melakukan proses mitosis, sehingga mengakibatkan kematian sel yang permanen. Otak juga rentan terhadap agen infeksi, karena sel imun menyediakan entri yang terbatas.

2.1.3 Sirkulasi anterior a) Arteri karotis internal

Cabang arteri karotis bagian kanan berhenti pada arteri brakiosefalika, sementara cabang arteri carotis bagian kiri berhenti pada percabangan aorta. Arteri carotis melewati leher sebelum bercabang ke arteri karotis bagian eksternal dan internal pada bagian leher lainnya. Bagian kanan dan kiri arteri karotis internal berjalan masuk ke sirkulasi willis di rongga tengkorak. Arteri ini bercabang menjadi dua, yaitu arteri middle serebral dan arteri anterior serebral, sehingga akan mengalirkan darah ke bagian anterior dan superior otak.

b) Arteri middle serebral

Bagian kanan dan kiri arteri middle serebral berasal dari arteri karotis internal. Arteri ini kemudian berlanjut ke pusat otak sepanjang sulcus lateralis yang bercabang dan meluas ke bagian yang lebih luas dari korteks serebral. Arteri middle serebral menyuplai darah ke seluruh tubuh tetapi lebih banyak pada bagian superior dari lobus frontal dan parietal, bagian inferior dari temporal, capsul internal, dan basal ganglia. Area ini meliputi area broca, area wericke, korteks motorik, korteks sensori, sistem motorik dan struktur lainnya pada otak.

c) Arteri anterior serebral

(6)

ke bagian medial dari lobus frontal, bagian medial atau superior dari lobus parietal, bagian anterior dari korpus kalosum, bagian anterior dari basal gangglia dan kapsul internal, bulbus olfaktorius dan sistemnya.

d) Anterior communicating artery

Arteri ini menghubungkan bagian kanan dan kiri arteri serebral anterior. Arteri ini tidak menyuplai darah secara langsung ke beberapa area dari otak, tetapi lebih berfungsi untuk memastikan keadekuatan aliran darah pada kedua hemisphere juga keberadaan lesi di dalam silkulasi willis.

2.1.4 Sirkulasi Posterior a) Arteri vertebralis

Terdiri atas arteri vertebralis kanan dan kiri. Arteri vertebralis bercabang dari arteri subklavia di dada. Arteri vertebralis berjalan melewati leher dan masuk ke dalam kubah kranial. Pada bagian dari otak tengah, dua arteri vertebralisis bergabung untuk membentuk arteri basilaris.

b) Arteri basilaris

Arteri basilaris memanjang bersamaan dengan struktur batang otak dari titik dimana arteri vertebralis bergabung untuk membentuk dua arteri serebral posterior. Arteri serebral posterior inferior (kiri dan kanan, arteri serebral anterior inferior, dan arteri serebra superior merupakan percabangan dari arteri basilaris dan menyuplai darah ke serebelum. Arteri-arteri tersebut memiliki ukuran yang lebih kecil yang bercabang dari arteri basilaris, disebut juga dengan arteri pontine. Arteri pontine ini meyuplai darah ke dalam pons dan beberapa struktur yang berdekatan dengan batang otak.

c) Arteri posterior serebral

Arteri posterior serebral (kiri dan kanan) merupakan bagian atas dari arteri basilaris. Arteri ini mempunyai beberapa cabang arteri kecil yang menyediakan darah untuk lobus oksipital, bagian posterior dari lobus temporal, bagian dari tala mus, dinding dari ventrikel ke tiga, nukleus caudate dan batang serebral.

d) Posterior communicating artery

Arteri ini berfungsi untuk menghubungkan arteri posterior serebral dan trifurcation (arteri yang bercabang tiga) dari arteri karotis internal, arteri middle serebral, dan arteri serebral anterior. Posterior communicating artery

menghubungkan bagian anterior dan posterior dari sirkulasi willis, menyediakan mekanisme untuk pengiriman darah yang adekuat bila terdapat lesi atau semua pembuluh darah dari sirkulasi willis tidak sepenuhnya terbentuk.

2.1.5 Sirkulasi Willis

Sirkulasi wiliis tersusun atas arterior communicating artery, arteri serebral anterior, arteri karotis internal, posterior communicating artery, dan arteri serebral posterior. Sementara itu, bagian penting lainnya pada aliran darah otak, seperti arteri middle serebral, arteri basilaris dan arteri vertebralis, tidak termasuk dalam sirkulasi willis.

(7)

yang lebih kecil dan menyebar pada seluruh wilayah otak, arteri ini memberikan aliran darah yang adekuat ke seluruh area otak. Ketika salah satu pembuluh darah tidak dapat menjalankan fungsinya akibat injury atau penyakit tertentu, aliran kolateral akan menyediakan beberapa darah ke jaringan yang beresiko. Hal ini terjadi karena beberapa cabang tumpang tidih di wilayah otak yang mereka berikan darah. Jika pada bagian distal dari arteri middle serebral mengalami kerusakan, maka dalam keadaan normal jaringan akan mendapatkan perfusi dari beberapa pembuluh darah terdekat dari cabang yang berbeda. Jika pada area pusat dari arteri middle serebral mengalami kerusakan, maka jaringan terluas pada area tersebut akan kehilangan aliran darah dan beresiko untuk mengalami kerusakan.

2.1.6 Faktor yang Memengaruhi Aliran Darah Otak

Aliran darah normal di otak adalah 45-60 ml/100g/min. Otak memiliki kapasitas yang cukup untuk mempertahankan fungsi yang memadai dengan penurunan aliran darah ke otak sekitar 20 ml/100 g/min, meskipun terjadi perlambatan electroensephalography dan penurunan tingkat kesadaran yang umum pada level ini. Ketika aliran darah otak menurun hingga lebih dari 18 ml/100 g/min, akan terjadi metabolisme anaorob dan ion/hemeostatis membran terganggu. Pada aliran darah otak yang nialnya kurang dari 10 ml/100 g/min, kerusakan irreversibel terjadi ketika integritas membran sel hilang, kalsium mengalir bebas ke dalam sel, dan neuron (dan bagian lainnya) akan mengalami kematian sel. Aliran darah otak yang nilainya kurang dari 5 ml/100 g/min selama lebih dari 30 menit, dapat dilihat dari skenario cardiac arrest, yang mengarah pada infark jaringan. Infark otak mungkin juga dapat terjadi pada aliran darah otak yang lebih tinggi jika dipertahankan untuk waktu yang cukup lama. Aliran darah otak 10 ml/100 g/min dapat ditoleransi selama 3 jam dan aliran darah otak yang nilainya 18 ml/100 g/min, mungkin dapat ditoleransi selama 4 jam. Pada otak akan mengalami proses metabolisme, dimana proses ini memerlukan oksigen sekitar 1,3 – 1,8 mol/g/min.

Autoregulasi otak merupakan konsep penyesuaian keadekuatan aliran darah ke otak dan pengiriman nutrisi di berbagai macam tekanan darah. Dalam MAP sekitar antara 50 dan 150 mmHg, pembuluh darah otak dapat melebar atau mengalami konstriksi untuk mengatur pengiriman darah ke jaringan. Jika MAP di luar kisaran ini, akan menyebabkan gangguan aliran darah. MAP di bawah 50 mmHg tidak dapat menyediakan kekuatan yang optimal untuk perfusi jaringan. MAP lebih dari 150 mmHg dapat menyebabkan kerusakan pada sirkulasi serebral. Khususnya pada tekanan darah tinggi, dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan memisahkan endotel juntion dari pelindung darah otak, dan mengurangi efektivitasnya.

Kontrol aliran darah di otak disebabkan karena beberapa faktor, meliputi kebutuhan metabolisme otak, tekanan di dalam tengkorak, oksigen / karbondioksida / hidrogen / kalium / adenosisn / prostaglandin tidak meningkat pada otak, dan input saraf.

a) Faktor metabolisme

(8)

dalam sistem saraf pusat memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk menyimpan oksigen atau glukosa dan memiliki tuntutan yang tinggi.

b) Glukosa

Proses pertama dalam produksienergi melalui metabolisme aorob dan anaerob disebut glikolisis, atau pemecagan glukosa. Glukosa diangkut melewati barries otak oleh GLUT-1, sebuah molekul transporter. Kemudian diambil oleh astrosit melalui GLUT-1 dan neuron, melalui glucose trasporter GLUT-3. Glukosa intraselular dipecah di dalam sitoplasma menjadi 2 molekul piruvat, 2 molekul

nicotanamide adenine dinucleotide (NADH), dan 4 molekul ATP. Reaksi ini memerlukan 2 molekul ATP untuk dapat menghasilkan 2 mol ATP. Ketiadaan oksigen dalam proses ini menyebabkan piruvat dibecah menjadi laktat. Sementara itu, dengan bantuan oksigen, piruvat akan diubah menjadi asetil co-enzim A atau asam oksalat, yang masuk ke dalam mitokondria dan digunakan dalam siklus kreb dan rantai transpor elektron sebagai bagian dari metabolisme oksidatif. Tanpa glukosa yang adekuat, glikolisis tidak dapat terjadi, NADH tidak diproduksi, sehingga mengakibatkan kagagalan pembentukkan energi di sel.

c) Oksigen

Pengiriman oksigen ke otak sangat penting untuk memaksimalkan fungsinya. Otak memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk penyimpanan oksigen dan pemasokan yang konstan sangat diperlukan. Oksigen diangkut ke dalam tubuh, darah, dan jaringan secara difusi melewati gradient tekanan oksigen. Tekanan parsial oksigen arteri sekitar 90 mmHg dan tekanan parsial dari oksigen otak adalah 35 mmHg. Oksigen diambil dari udara oleh alveoli dari paru-paru dan dialirkan langsung ke darah dimana sebagian besar berikatan dengan hemoglobin. Oksigen tetap terikat dengan hemoglobin dalam darah hingga mencapai kapiler dan pembuluh darah kecil. Di pembuluh darah kecil dan kapiler, tekanan partial oksigen lebih rendah di jaringan, sehingga oksigen dilepaskan di jaringan.

Dalam jaringan, oksigen digunakan untuk menghasilkan energi. Metabolisme aerob menghasilkan energi yang lebih signifikan, atau adenosine triphosphate

(ATP), daripada metabolisme anaerob. Metabolisme aerobi menghasilkan 36 lebih mol ATP, sedangkan metabolisme anaerob, bergantung pada glikolisis dan menghasilkan 2 mol ATP. Keadekuatan energi yang cukup bagi neuron merupakan sumber energi yang digunakan oleh sel untuk mempertahankan homeostasis dari membran sel (melalui poma). Sel neuron merupakan jenis sel CNS yang paling sensitif terhadap kekurangan oksigen. Saat sel neuron kekurangan oksigen, sel CNS lainnya juga akan terpengaruh, sehinga oligodendrocytes, astrosit dan

mikroglia juga akan mengalami hal yang sama. d) Karbondioksida

(9)

yang tinggi menyebabkan terjadinya lingkungan asam pada aliran darah, yang melebarkan aliran pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah otak ke jaringan. e) Nitrit oksida

Nitrit oksida merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan oleh sistem saraf pusat dan neurovaskular junction. Nitrit oksida merupakan hasil pembelahan dari L-arginine oleh sintesa nitrit oksida (NOS). Neuron dan glia menghasilkan nNOS, sel endotel menghasilkan eNOS, dan beberapa sel menghasilkan inducible NOS (iNOS). Sel endotel, neuron dan glia di pembuluh darah menghasilkan NOS yang merespon penurunan aliran darah dan meningkatkan kebutuhan metabolisme. f) Adenosin

Adenosin dihasilkan selama pemecahan/penggunaan ATP. Adenosin dibutuhkan untuk menghasilkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang meingkatkan aliran darah otak. Selama hipoksia, adenosin diproduksi oleh astrocytes lokal. Adenosisn mengaktifkan pelepasan nitrit oksida, yang menyebakan vasodilatasi.

2.1.7 Keseimbangan Asam Basa Otak

Darah yang asam meningkatkan pengambilan oksigen dari darah oleh jaringan, sedangkan darah yang basa menghambat pengambilan oksigen dari darah. Pada kondisi anaerob, laktat diakumulasi pada jaringan lokal, dan menghasilkan hidrogen yang tinggi dan mengakibatkan lingkungan eksternal menjadi asam.

Selama fungsi sel normal, akumulasi laktat dan perubahan lingkungan ekstraselular yang menjadi asam tidak tampak merugikan. Namun, diperiode stress tingkat sel, seperti hipoksia dan iskemik, akumulasi laktat dan lingkungan yang asam akan menyebabkan sistem buffer menjadi lelah, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan tingkat sel, mulai dari protein yang terdenaturasi ke saraf, kegagalan sistem transportasi membran astrocytic, pembentukan radikal bebas dan menghambat proses glikolisis.

Pada keadaan hipoksia dan iskemik, akan terjadi retensi karbondioksida dan terjadi pemecahan ATP, yang memberikan kontribusi bagi kondisi asidosis. Transport natrium/pertukaran oksigen akan diaktifkan pada keadaan asidosis intraselular, untuk mengontrol beberapa kerusakan yang terjadi. Namun aktivitas ini juga dapat mengakibatkan pembengkakan jaringan CNS dan edema.

a) Suhu

Suhu otak lokal memiliki pengaruh langsung pada kebutuhan metabolisme otak. Pada kondisi hipertermi, kebutuhan metabolisme sel setiap individu meningkat untuk menjaga keseimbangan ion. Sementara itu, pada kondisi hipertermi kebutuhan metabolik menurun dan oksigen dilepaskan dari darah ke jaringan.

b) Tekanan

(10)

intrakranial atau tekanan di antara ruang kranial memberikan resistensi (tahanan) terhadap tekanan darah. Nilai normal tekanan intrakranial adalah 10 – 15 mmHg. Tekanan perfusi serebral adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke jaringan. Nilai normal tekanan perfusi serebral adalah 70 – 100 mmHg.

Saat volume intrakranial meningkat, baik yang disebabkan oleh massa (tumor, edema) atau cairan (ekstraserebral hemoragik atau cairan cerebrospinal), akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Dengan adanya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah juga akan meningkat untuk mempertahankan keadekutan tekanan perfusi. Pada kondisi dimana MAP sanagt rendah, seperti dalam serangan jantung, tekanan perfusi serebral menjadi rendah dan jaringan mungkin akan mendapatkan efek dari ketidakadekuatan aliran darah ini, seperti terjadinya hipoksia dan iskemik pada jaringan.

c) Input saraf

Pembuluh darah serebral dipersarafi oleh serabut saraf simpatik dan serabut saraf trigeminal. Masukan dari saraf ini minimal dalam kondisi normal, namun mungkin memiliki pengaruh yang lebih signifikan dalam kondisi tekanan darah yang tidak normal.

2.1.8 Fisiologi Aliran Darah Otak a) Aliran darah otak

Aliran darah otak disuplai oleh empat arteri besar dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis yang bergabung membentuk sirkulus willis di dasar otak. Arteri-arteri yang dipercabangkan ke sirkulus willis berjalan sepanjang permukaan otak dan membentuk arteri-arteri pial yang bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil yang dinamakan arteri-arteri atau arteriola-arteriola penembus. Pembuluh-pembuluh penembus sedikit terpisah dari jaringan otak perpanjangan rongga subaracnoid yang dinamakan rongga William Robin . pembuluh-pembuluh penembus masuk ke dalam jaringan otak, mempercabangkan arteriola-arteriola vertebralis yang akhirnya bercabang menjadi kapiler-kapiler tempat terjadinya pertukaran oksigen, nutrien, karbondioksida, dan metabolisme antara darah dan jaringan

b) Suplai darah serebrum

(11)

mempertahankan CBF ke daerah iskemik. Bagian-bagian otak yang berdekatan dan mendapat CBF terbatas melalui aliran kolateral disebut penumbra iskemik.

Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak (dua arteri karotis internal, dua arteri verterbralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk membentuk sistem vertobrabasilaris)). Darah arteri yang ke otak berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dann arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalikus (inominata) berasal dari arkus dan kemudian bercabang menjadi arteri karotis komunis dekstra dan arteri subklavia dekstra. Terjadi percabangan lebih lanjut, dengan arteri karotis internus berasal dari arteri subklavia. Di kedua sisi, sirkulasi darah ke otak di sebelah anterior dipasok oleh dua arteri karotis internus dan di posterior oleh dua arteri vertebralis.

Arteri karotis internus bercabang menjadi arteri serebri anterior dan media setelah masuk ke kranium melalui dasar tengkorak. Arteri-arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramina transversus vertebra servikalis, masuk ke tengkorak melalui foramina magnum, arteri-arteri ini menyatu untuk membentuk arteri basilaris (sistem vertebrobasilaris) di taut pons dan medula di batang otak. Arteri basilaris kemudian berjalan ke otak tengah tempat arteri ini bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior . sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior untuk membentuk suatu halo arteri yang disebut sirkulus willis. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, anterior communicating artery, arteri karotis internus, posterior communacating artery, dan arteri serebri posterior.

Secara umum, arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau konduktans. Arteri-arteri konduktans (karotis, serebri media dan anterior, vertebralis, basilaris dan serebri posterior), serta cabang-cabangnya membentuk suau jaringan yang ekstensif di permukaan otak. Secara umum, arteri karotis dan cabang-cabangnya memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer serebrum, dan arteri vertebralis memperdarahi dasar otak an serebelum. arteri-arteri penetrans adalah pembuluh yang menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri konduktans. Pembuluh-pembuluh ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan darah ke strukrtur – struktur yang terletak di bawah korteks (talamus, hipotalamus, kapsula internal dan ganglia basal). Sirkulasi ke kedua hemisfer umumnya simetris, dengan masing-masing sisi mempertahankan aliran darahnya secara terpisah. Namun sering terjadi anomali dari distribusi klasik yang umumnya tidak signifikan. Apabila timbul masalah, anomali ini dapat menimbulkan kebingungan saat dilakukan usaha untuk mengaitkan temuan klinis dengan fenomena patofisiologik.

c) Pengaturan darah otak

(12)

fisiologis, arteriol-arteriol berdilatasi untuk menurunkan resistensi, sehingga aliran darah ke jaringan otak dipertahankan konstan. Sebaliknya apabila tekanan arteri sistemik meningkat mendadak di dalam rentang fisiologis , arteriol-arteriol berkonstriksi untuk mempertahankan aliran darah ke kapiler otak yang disertai dengan peningkatan tekanan dorongan darah arteri.

Autoregulasi adalah sifat sirkulasi otak sehat yang sangat penting untuk melindungi otak dari peningkatan atau penurunan mendadak tekanan darah arteri. Tanpa pengendalian tekanan ini, maka perubahan tekanan mendadak dapat menimbulkan iskemik otak atau pada keadaan yang lebih ekstrim lagi, akan terjadi kerusakan kapiler akibat tingginya tekanan. Sayangnya pada tekanan-tekanan yang ekstrim yang melebihi rentang fisiologis 60-160 mmHg, mekanisme autoregulasi protektif ini dapat gagal sehingga aliran darah ke otak secara pasif mengikuti tingkat tekanan di sirkulasi sistemik. Jelaslah hal ini akan menjadi malapetaka, apabila terjadi MAP yang sangat tinggi atau sangat rendah. Dengan demikian, melindungi mekanisme autoregulasi otak menjadi tujuan yang sangat penting dalam mengobati pasien yang mengalami cidera pada otaknya. Cara untuk mencapai tujuan ini antara lain adalah titrasi yang ketat dari obat-obatan intravena untuk mengendalikan MAP, memastikan oksigenisasi dan ventilasi yang adekuat sehingga pH darah dipertahankan dalam rentang normal, dan menjaga elektrolit serumdalam kisaran normal.

Terdapat tiga faktor metabolik yang dikenal baik mempengaruhi CBF. Pada situasi yang masalah klinisnyaadalah meningkatnya tekanan intra kranium (TIK), faktor-faktor ini perlu dipertahankan dalam batas-batas fisiologis agar CBF tetap memadai, sementara TIK tidak meningkat. Faktor-faktor ini adalah konsentrasi karbondioksida (PaCO2), konsentrasi ion hidrogen atau keasaman darah (pH) dan konsentrasi oksigen (PaO2), hiperkapnia (meningkatnya PaCO2), asidemia (menurunnya pH), dan hipoksemia (menurunnya PaCO2), sendiri-sendiri atau berkombinasi dengan satu atau lebih faktor metabolik lain akan menyebabkan vasodilatasi otak, sehingga aliran darah melalui pembuluh-pembuluh otak meningkat. Meningaktnya CBF, dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam kranium saat terdapat cidera dan pembengkakan otak. Sebalinya hipokapnia (menurunnya PaO2) dan alkalemia (meningkatnya pH) menyebabkan vasokontriksi otak. Dengan demikian, tindakan terapeutik mencakup pengendalian aliran darah dalam parameter-parameter fisiologis dengan manipulasi kadar PaCO2 dan PaO2 serta keseimbangan asam basa.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi CBF adalah volume dan kekentalan darah, tekanan perfusi, dan TIK. Menurut doktrin Monro-Kellie, semua faktor yang meningkatkan satu dari tiga komponen space-occupying di dalam tengkorak (jaringan otak, CSS, dan darah) akhirnya akan menyebabkan peningkatan TIK. d) Sirkulasi kolateral

(13)

minimal apabilaterjadi sumbatan arteri. Otak juga memiliki tempat-tempat sirkulasi kolateral yang lain, seperti antara arteri karotis eksterna dan interna melalui arteri oftalmika. Kolateral-kolateral ini hanya berfungsi apabila rute lain terganggu. Secara teoritis saluran-saluran komunikans ini mampu mengalirkan darah secara adekuat ke semua bagian otak. Namun, secara praktis hal ini tidak selalu terjadi. Diperkirakan bahwa anomali pada sirkulus willis terjadi pada hampir separuh populasi dan temuan otopsi, memperlihatkan bahwa prevalensi anomali semacam ini bahkan lebih tinggi pada pasien stroke.

Suatu sumbatan di sebuah pembuluh darah besar pada seseorang tidak akan menimbulkan gejala atau defisit neurologik transient. Pada orang lain sumbatan yang sama dapat menyebabkan gangguan fungsi yang besar. Perbedaan ini tampaknya berkaitan dengan keadaan sirkulasi kolateral masing-masing orang.

e) Mikrosirkulasi Serebrum

Laju metabolisme di substansia grisea otak lebih tinggi daripada di substansia alba, sehingga mengakibatkan jumlah kapiler dan aliran darahnya 4 kali lebih besar. Kapiler-kapiler otak jauh lebih kurang permeabel dibandingkan dengan hampir semua kapiler tubuh lainnya. Penyebab hal ini adalah bahwa ruang antara sel-sel endotel tersebut ditandai oleh “tight-juctions” (taut erat) yang mencegah bocornya cairan kapiler. Akibatnya adalah apa yang disebut sebagai sawar darah otak “taut -taut erat” ini juga merupakan gambaran pada pertemuan antara darah dan cairan serebrospinalis (CSS). Sifat protektif penting lainnya dari kapiler otak adalah bahwa kapiler-kapiler tersebut ditunjang di semua sisinya oleh kaki glia atau pseudopodia. Struktur-struktur ini adalah proyeksi dari sel-sel glia yang pas dengan permukaan luar kapiler serta memberikan dukungan untuk mencegah peregangan berlebihan dan ruptur apabila terjadi peningkatan tekanan intralumen. Keruskan iskemik akibat stroke dapat merusak sawar darah otak dan sawar darah CSS serta meningkatkan permeabilitas vaskular dan edema serebrum.

Tabel Teritori suplai dari arteri serebral ; Sumber : Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)

Arteri Teritori Suplai dari Arteri

SIRKULASI ANTERIOR (DAN CABANGNYA)

Arteri Karotis Internal (ICA)

Koroid Anterior Jalur optic, pleksus koroid, kapsul internal, ganglia basal, hippocampus, pedunkel serebral

Arteri Ophtalmic Orbita mata, saraf optik

Arteri Serebral Tengah (MCA)

M1 Fissura Sylvian

Lantikulostriat Ganglia basal, kapsul internal

M2 Korteks serebral di sulkus lateral (insula)

M3 Diatas korteks serebral dan dibelakang sulkus

lateral (opercula)

M4 Permukaan kortikal lateral dari otak (kecuali

(14)

girus untuk mensuplai lengan dan wajah, postsentral (sensori) girus mensuplai lengan dan wajah

Arteri Serebral Anterior (ACA)

A1 Pertemuan arteri penghubung anterior

(AComA)

A2 Korpus Kalosum

A1 dan A2 Permukaan medial dari lobus frontal dan

parietal, girus singulata, presentral (penggerak) girus mensuplai kaki, post sentral (sensori) girus mensuplai kaki Arteri Huebner Ganglia basalis dan kapsul internal

Arteri Penghubung Anterior (AComA) Menghubungkan dua arteri serebral anterior Arteri Penghubung Posterior (PComA) Menghubungkan karotis (anterior),

bersirkulasi dengan vertebrobasiler (posterior)

SIRKULASI POSTERIOR

Arteri Vertebral (VA)

Arteri serebral posteroinferior (PICA) Dibawah permukaan dari Serebellum, medulla, dan pleksus koroid dari ventrikel keempat

Arteri spinal anterior dan posterior Dua pertiga anterior dan satu pertiga posterior dari korda spinalis

Arteri Basiler (BA)

Arteri serebral posterior (PCA) Thalamus, hypothalamus, permukaan medial dan inferior dari lobus temporal, lobus oksipital, midbrain, pkesus koroid dari ventrikel ketiga dan keempat

Arteri koroidal Tectum, pleksus koroid dari ventrikel ketiga, thalamus medial/superior

Arteri serebral superior (SCA) Dibawah permukaan dari serebellum dan midbrain

Arteri serebral inferior anterior Dibawah permukaan dari serebellum dan pons lateral

2.2 Definisi Stroke

Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan oleh iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco, dkk, 2013).

(15)

2.3 Etiologi Stroke

Menurut Woodward (2011) :

a) Sebesar 85% kasus stroke disebabkan oleh iskemi dan infark pada jaringan otak.

Iskemi adalah kondisi kekurangan suplai darah akibat ketidaksesuaian aliran darah dengan kebutuhan suplai darah di jaringan serebral untuk menjaga fungsi normal seluler. Sedangkan infark adalah kondisi kerusakan ireversibel dan kematian jaringan (nekrosis) yang disebabkan oleh iskemia.

1) Atherosklerosis

Atherosklerosis merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik. Munculnya atheroma sebagai hasil dari respon inflamasi, mengarah pada penyimpanan bertahap senyawa lipid dalam dinding arteri. Hal ini mengakibatkan pembentukan plak. Proses ini diperberat oleh beberapa faktor seperti hipertensi, diabetes, merokok dan hiperlipidemia. Mengakibatkan dinding arterial mengalami nekrosis, ulserasi atau kalsifikasi.

b) Sisanya sebesar 15% kasus stroke disebabkan olehperdarahan intraserebral primer. iskemi dapat terjadi akibat terjadinya athero-trombosis, antara lain stenosis pembuluh darah besar, embolisasi plak antar arteri disertai oklusi pada pembuluh darah distal dan SVD (Small Vessel Disease) dalam yang masuk ke arteri yang menyuplai basal ganglia, massa otak, thalamus dan pons.

Faktor resiko terjadinya stroke iskemik pada pembuluh kecil memiliki kesamaan dengan terjadinya infark/stroke lacunar, yaitu hipertensi dan diabetes. Pada Cerebro Vascular Thrombotic, satu atau lebih vena serebral dan percabangannya mengalami penyumbatan, mengakibatkan edema serebral, gangguan absorbsi cairan serebrospinal, maupun infark hemoragik atau non hemoragik.

Stroke

Iskemik Stroke

Hemoragik Primer: - Intraparenkimal - Sub-Araknoid

Atherosklerosis Cerebrovaskuler

Emboli Kardiogenik: - Atrial Fibrilasi - Penyakit Katup - Thrombus Ventrikuler - Dll

Penyakit Penetrasi Arteri (Lacuna)

Stroke Cryptogenik

Lain, Kasus tidak lazim: - Diseksi Stasis

Prothrombic - Arteritis - Migrain/

vasospasme - Drug abuse - Dll Hipoperfusi

Emboli arteriogenik

15%

85%

20% 25% 20% 30%

5%

(16)

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian, yaitu:

1) Trombosis serebri (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

Senada dengan Brunner dan Suddarth, Price dan Wilson (1995) mengemukakan bahwa trombosis serebri merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebri. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari (Brunner dan Suddarth, 1995). Mancall (cit. Price dan Wilson, 1995) menambahkan bahwa trombosis serebri merupakan penyakit orangtua. Usia yang paling sering terserang oleh penyakit ini berkisar antara 60 sampai 69 tahun.

2) Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain).

Sedangkan pada embolisme serebral terjadi karena adanya abnormalitas patologik pada jantung kiri. Seperti endokarditis infektif penyakit jantung rematik, dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.

3) Iskemia (penurunan aliran darah ke otak).

Iskemia serebral terutama karena konstriksi ateroma yang menyuplai darah ke otak manifestasi paling umum adalah Transient Ischemic Attack (Brunner dan Suddarth, 2001).

4) Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya kehilangan penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen. Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).

2.4 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan etiologi, stroke dikelompokkan menjadi : (Batticaca, 2008)

1) Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.

a) Trombosis pada pembuluh darah otak (thrombosis of cerebral vessels). b) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels).

2) Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental).

a) Perdarahan intra serebral (parenchymatous haemorrhage). Gejalanya :  Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.

(17)

 Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.

 Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari 30 menit - 2 jam; <2% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).

b) Perdarahan subarakhnoid (subarakhnoid haemorrhage). Gejalanya :  Nyeri kepala hebat dan mendadak.

 Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.  Ada gejala dan tanda meningeal.

 Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut : 1) Transient ischemic Attack ( TIA)

Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan smpurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

2) Stroke involusi

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3) Stroke komplit

Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atatu permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

2.5 Faktor Resiko

Faktor risiko adalah suatu faktor atau kondisi tertentu yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke, umumnya dibagi menjadi :

1) Faktor Risiko Internal, yang tidak dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi : a) Umur, dimana kejadian stroke makin tinggi pada klien usia lanjut.

Padahal usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia seseorang maka risiko terkena stroke pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat ini tidak terbatas pada seseorang dengan usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mngonsumsi makanan berlemak dan pengguna narkoba ( walaupun belum memiliki angka yang pasti).

b) Jenis kelamin. Angka kejadian terjadinya stroke pada penderita laki-laki, dilaporkan lebih banyak daripada penderita wanita.

c) Ras / suku bangsa

Bangsa Afrika/Negro, Jepang ,dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, dan Madura rentan terkena stroke.

d) Riwayat keluarga / keturunan

(18)

2. Faktor Risiko Eksternal, yang dapat dikontrol / diubah / dimodifikasi : a) Hipertensi

Hipertensi dapat disebabkan arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah/menimbulkan perdarahan. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

b) Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang kemudian menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan diri. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendah sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah dalam jumlah banyak karena cidera atau pembedahan, serangan jantung, atau irama jantung yang abnormal.

c) Diabetes Mellitus.

Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi kemudian menganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.

d) Penyakit kardiovaskuler

Penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke dikemudian hari seperti penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung dan gangguan irama jantung. Faktor risiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan atau sel-sel atau jaringan yang telah mati ke aliran darah. Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke.

e) Transient Ischemic Attack (TIA)

Transient Ischemic Attack dapat terjadi beberapa kali dalam 24 jam, atau dapat berkali-kali dalam 1 minggu. Makin sering seseorang mengalami Transient Ischemic Attack ini maka kemungkinan untuk mengalami stroke makin besar. 3) Faktor Risiko Tambahan

a) Kadar lemak darah tinggi

(19)

b) Obesitas atau kegemukan. c) Merokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga pada kemungkinan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat terhadap stroke. Merokok menyebabkan peningkatan koagulabilitas, viskositas darah, meningkatkan kadar fibrinogen, mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan darah, meningkatkan hematokrit, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan kolesterol LDL.Perokok pasif, beresiko sama dengan perokok aktif.

d) Alkoholik

Konsumsi alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan ardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral.

e) Penggunaan obat tertentu dalam jangka waktu lama

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain

dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.

f) Faktor risiko lainnya adalah gangguan tidur obstruktif, kadar homosistein yang tinggi, kontrasepsi hormonal, infeksi, dan penyakit jantung.

2.6 Patofisiologi Stroke (Price, 2006)

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri-arteri karotis interna, dan sistem vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15—20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasanya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

2.6.1 Serangan Iskmeik Transient (TIA)

(20)

dalam 24 jam. Istilah ini merupakan istilah klinis dan tidak mengisyaratkan penyebab. Serangan serangan ini menimbulkan beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan otak yang terkena, dan disebabkan oleh gangguan vascular yang sama dengan yang menyebabkan stroke. TIA merupakan hal penting karena merupakan peringatan dini akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien. Dengan demikian, orang yang mengalami TIA memerlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap. Tindakan ini penting untuk mencegah stroke, karena sering dijumpai penyebab penyebab yang dapat diobatai seperti fibrilasi atrium. Pemeriksaan klinis yang paling sederhana adalah hitung darah lengkap (HDL), panel metabolic dasar, faktor pembekuan, elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan Doppler karotis (non invasive). Istilah yang sekarang menjadi jarang digunakan adalah Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND). RIND yang kadang-kadang disebut “stroke ringan” (small stroke), adalah TIA dengan tanda-tanda yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya penyebabnya adalah stenosis aterosklerosis sebuah arteri karotis. Pasien yang jelas memperlihatkan bising karotis di sisi yang terkena seyogyanya menjalani pemeriksaan Doppler karotis dan angiografi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat penting untuk mendiagnosis lesi yang dapat diperbaiki secara bedah. Bahkan tanpa terdengar bruit, prosedur-prosedur diagnostic tetap harus dilakukan apabila terdapat gejala deficit di sirkulasi karotis (anterior), terutama apabila disertai emboli pada arteriol retina (Wiederholt, 2000)

Identifikasi bagian otak yang terkena TIA tidaklah selalu mudah dilakukan. Namun, timbulnya kebutaan satu mata dengan atau tanpa kelemahan atau baal kontralateral selalu mengisyaratkan sistem karotis, demikian juga afasia reseptif atau sensorik. Meredup atau menghilangnya penglihatan secara transien di satu mata (amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah oleh arteri oftalmika (cabang arteri karotis interna) yang memperdarahi arteri arteri retina. Stenosis karotis yang disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau menurunya curah jantung dapat menyebabkan kurang adekuatnya perfusi ke otak sehingga timbul gejala-gejala tersebut. Tanda utama keterlibatan sistem vertebrobasiler adalah kelemahan bilateral, gangguan penglihatan,pusing bergoyang, sering jatuh mendadak, rasa baal, atau kombinasinya Semakin sering frekuensi TIA, semakin besar probabilitas terjadinya stroke dikemudian hari.

(21)

terjadi iskemia serebrum. “ Subclavian Steal” ini dapat menyebabkan TIA vertebrobasiler tetapi jarang menyebabkan stroke. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpai perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah (>20 mmHg) diantara kedua lengan. Diagnosis dipastikan dengan angiografi dan penyakit ini dapat diperbaiki secara bedah dengan endarterektomi atau okulasi pintas.

2.6.2 Stroke Iskemik (Price, 2006)

Sekitar 80—85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyab stroke trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arterititis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung structural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis merupakan penyabab pada sebagian besar kasus stroke trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik (Smith et.al 2011)

Selama tahun 1990an para peneliti membuat kemajuan besar dalam mengungkapkan mengapa sel-sel neuron mati selama stroke iskemik. Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50 ml/100 gr jaringan otak/ menit. The National Stroke Association (2001) telah meringkas mekanisme cedera sel akibat stroke sebagai berikut:

(22)

Gambar 2.1 Skematik perbandingan area infark, penumbra, dan sehat (Price, 2006)

2. Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra iskemik, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagai berikut:

- Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk menghasilkan energi—terutama adenosine trifosfat (ATP)

- Apabila kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi sehingga neuron neuron membengkak.

- Salah satu cara sel otak berespons terhadap kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah, dan mendorong konsentrasi ke tingkat yang membahayakan adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamate dalam jumlah berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekukl di neuron lain, Resptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktivan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi penguraian dan kerusakan struktur-struktur sel yang vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, yang pada giliranya, mengaktifkan enzim, poli (adenosin difosfat—[ADP] ribose) polymerase (PARP). PARP adalah suatu enzim nukleus yang mengenali kerusakan pada untai DNA dan sangat penting dalam perbaikan DNA (Mandir.et.al 2001). Namun, PARP diperkirakan menyebabkan dan mempercepat eksitokisistas setelah iskemia serebrum, sehingga terjadi deplesi energi sel yang hebat dan kematian sel (apoptosis).

- NO terdapat secara alami di tubuh dan meningkatkan banyak fungsi fisiologik yang bergantung pada vasodilatasi, zat ini juga merupakan bahan aktif dalam obat vasodilator kuat seperti natrium nitroprusid (Nipride).

A B

Penumbra Iskemik:

CBF = 10-25 ml/100g jaringan otak/menit (hilangnya autoregulasi dan responsivitas CO2)

Pusat Iskemik:

CBF = < 10 ml/100g jaringan otak/menit (infark jaringan otak)

Otak Sehat:

(23)

Namun, dalam jumlah berlebihan, NO dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS dan produksi NO atau menghambat kerja enzim PARP mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.

- Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membrane sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang iskemik.

- Akhirnya, jaringan otak yang mengalami infark membengkak dan dapat menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.

Setelah episode iskemik permulaan, faktor mekanis dan kimiawi menyebabkan kerusakan sekunder. Faktor yang paling banyak menimbulkan cedera adalah (1) rusaknya sawar darah-otak dan sawar darah-CSS akibat terpajan zat-zat toksik, (2) edema interstisium otak akibat meningkatnya permeabilitas vascular di arteri yang terkena, (3) zona hiperperfusi yang mengelilingi jaringan iskemik yang dapat mengalihkan aliran darah dari dan mempercepat infark neuron-neuron yang sudah mengalami iskemia. Dan (4) hilangnya autoregulasi otak sehingga CBF menjadi tidak responsive terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik.

(24)

iskemia

Glutamat release

Reseptor NMDA Reseptor AMPA Reseptor

Metabotropic

Gen Pemrogram kematikan sel/survival Depolarisasi

Peningkatan Ca++ Intraseluler

Peningkatan nNOS

Peningkatan Na+

intraseluler Sel Membengkak

Apoptosis Protein

Endonuclease Radikal Bebas

Injuri Mitokondria

Eksitoksisiti Infark Otak

(25)

2.6.3 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15—20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskuler yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subaraknoid.

Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan pada struktur-sturktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua: (1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang volumenya tetap, (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan piaatter meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan skenario khas perdarahan subaraknoid (PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah mencegah cedera kepala dan mengendalikan tekanan darah.

2.7 Manifestasi Klinis

Anatomi dan Korelasi Klinis: Circle of Willis ; Sumber Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)

Area Presentasi Klinis

1. Sirkulasi Anterior (Lobus frontal, lobus temporal, lobus parietal, lobus oksipital)

Arteri karotis internal (ICA) Kelemahan/paralisis dan kehilangan sensori dari Lengan dan kaki kontralateral; homonim hemianopsia kontalateral; ekspresif dan reseptif aphasia/diphasia Arteri Serebral Anterior (ACA) Kelemahan/paralisis kaki kontralateral dan

kehilangan sensori (kaki lebih buruk daripada lengan); abnormalitas pada lobus frontal pengatur perilaku; homonim hemianopsia kontalateral; hemineglect kontralateral jika lesi pada sisi tidak dominan

(26)

2. Sirkulasi Posterior (Lobus oksipital, Serebellum, dan batang otak)

Arteri serebral posterior (PCA) Hemiplegi kontralateral dan kehilangan senosri; hemianopsia homonim

Arteri Basiler Vertebral (VB) Hemiplegia, kelemahan/mati rasa pada ipsilateral wajah; dysarthria, dysphagia, vertigo, mual, muntah, pusing, gaya berjalan ataksia, syndrome locked-in Arteri Serebral Posterior inferior (PICA) Sindrom Wallenberg: ataksia, vertigo,

mual dan muntah; nyeri badan

kontralateral dan penurunan suhu; nyeri wajah ipsilateral dan penurunan suhu; nistagmus, dysarthria, dysphagia, dysphonia, sindrom horner

Cerebellum Ataksia, dysarthria, tatapan kosong

(diconjugate gaze), nistagmus

Batang otak Kuadriplegia dan Kehilangan sensori;

Ataksia, dysarthria, tatapan kosong (diconjugate gaze), nistagmus

3. Sindrom Lacunar Penurunan motorik saja atau sensori saja

yang terbatas hanya pada satu sisi tubuh

(27)

Gejala klinis yang timbul juga tergantung dari jenis stroke. 1) Gejala klinis pada stoke hemoragik berupa :

a) defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi,

b) kadang tidak terjadi penurunan kesadaran, c) terjadi terutama pada usia >50 tahun,

d) gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.

2) Gejala klinis pada stroke akut berupa :

a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak,

b) gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan (gangguan hemisensorik), c) perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma),

d) afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara), e. disartria (tidak lancar atau tidak dapat bicara),

f) ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran), g) vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

2.7 Diagnosis Banding dan Perbandingan Manifestasi Klinis Stroke

Kriteria Perbedaan

Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Parenchymatous Haemorrhage Subarachnoid Haemorrhage Thrombosis of cerebral vessels Embolism of cerebral vessels

Usia 45-60 th 20-40 th 50 th Tidak

berpengaruh Tanda awal Sakit kepala

menetap Sakit kepala sementara Serangan TIA (iskemik sementara) Tidak sakit kepala

Wajah Hiperemi pada

wajah & konjungtiva

Hiperemi pada wajah, tampak blefarospasme

Pucat Pucat

Saat timbulnya penyakit

Mendadak, kadang pada saat

melakukanaktifitas & adanya tekanan mental

Mendadak, merasa ada tiupan di kepala

Secara perlahan, sering pada malam hari atau menjelang pagi Mendadak Gangguan kesadaran Penurunan kesadaran mendadak Gangguan kesadaran yang reversible Kecepatan menurunnya sesuai dengan memberatnya

(28)

defisit neurologis dengan beratnya defisit neurologis Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang

Motor exitation Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang

Muntah 70-80% >50% Jarang 2-5% Kadang-kadang

(25-30%) Pernafasan Ireguler, snooring Kadang

Cheyne-Stokes, kemungkinan bronchorrea Jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer Jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer Nadi (pulse) Tegang, bradikardi

lebih sering daripada takikardia Kecepatan nadi 80-100x/mnt Mungkin cepat dan halus Bergantung pada etiologi penyakit jantung

Jantung (heart) Batas jantung mengalami dilatasi, tekanan aorta terdengar pada bunyi jantung II Patologi jantung jarang Lebih sering kardiosklerosis, tanda hipertonik jantung Alat jantung, endokarditis, aritmia kardiak

Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang meningkat (mungkin menetap tak berubah)

Bervariasi Bervariasi

Paresis atau plegia ekstremitas Hemiplegia dengan aktifitas berlebih, ekstensi abnormal

Bisa tidak ada. Hemiparesis lebih prominen pada salah satu ekstremitas bisa mengarah ke hemiplegia Hemiparesis, kelemahan di salah satu ekstremitas lebih tampak daripada yang lainnya. Kadang-kadang mengarah ke hemiplegia Tanda patologi Kadang-kadang

bilateral, tampak lesi pada salah satu sisi cerebral

Kadang-kadang mengarah ke bilateral

(29)

Rata-rata perkembangan penyakit

Cepat Cepat Secara perlahan Cepat

Serangan Jarang 30% Jarang Jarang

Tanda awal iritasi meningeal

Kadang-kadang Hampir selalu Jarang Jarang pada gejala awal penyakit Pergerakan mata Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Cairan Serebrospinal Berdarah atau xanthocromic dengan peningkatan tekanan Kadang-kadang perdarahan Tidak berwarna dan jernih Tidak berwarna dan jernih

Fundus mata Kadang-kadang perdarahan dan perubahan pembuluh darah Jarang perdarahan Perubahan sklerotik pembuluh darah Perbedaan perubahan pembuluh darah (atherosklerosis dan vaskulitis) Echo-EG Terdapat tanda

pergantian M-echo dan hematoma

Tidak terdapat tanda pergantian M-echo di edema otak dan hipertensi intrakranial Tidak terdapat tanda pergantian M-echo atau kemungkinan pergantian hingga 2 mm keutuhan hemisfer pada hari pertama serangan stroke Tidak terdapat tanda pergantian M-echo atau kemungkinan pergantian hingga 2 mm keutuhan hemisfer pada hari pertama serangan stroke

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Wiwit, 2010 bukanlah hal yang mudah menentukan seseorang terkena stroke atau tidak. Dalam hal ini harus melewati berbegai prosedur sebelum menyatakan seseorang terkena stroke. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain pemeriksaan darah, pemeriksaaan dengan alat pemindai, seperti MRI (magnetik resonance imaging) atau CT Scan (computerized tomography scanning). Selain itu, dibutuhan juga wawancara (anamnesa) dan pemeriksaan fisik dengan seseorang yang diduga menderita stroke.

2.8.1 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Neurologis

(30)

lama serangan telah terjadi, pernahkah penderita mengalami gejala yang sama sebelumnya, adakah keluhan menderita penyakit lain, dan obat apa yang sedang diminum dan sebagainya. Selain hal itu minta klien menggerakkan beberapa organ tubuhnya, memukul lutut untuk mengecek gerak refleks, dan sebagainya.

Pemeriksaan neurologi terdiri atas :

1) Tingkat kesadaran, dibagi menjadi 2 yaitu kualitatif dan kuantitatif a) Kualitatif

 Komposmentis (kesadaran yang normal)

 Somnolen, adalah keadaan mengantuk. Kesadaran dapat oulih penuh bila dirangsang. Biasa disebut juga letargi. Penderita mudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

 Sopor (stupor), adalah kantuk yang mendalam. Masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun kembali. Masih mengikuti suruhan singkat, terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Tidak diperoleh jawaban verbal dari penderita tetapi gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

 Koma ringan adalah tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek kornea, pupil masih baik. Gerakan timbul sebagai respon dari rangsang nyeri tetapi tidak terorganisasi. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

 Koma dalam atau komplit. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

b) Kuantitatif (glasgow coma scale)  Membuka Mata

Spontan 4

Terhadap bicara 3

Dengan rangsang 2

Tidak ada reaksi 1

 Respon Verbal

Baik, tidak ada disorientasi 5 Kacau (confused- dapat bicara

dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)

4

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa kalimat)

3

Mengerang 2

(31)

 Respon Motorik

Menurut perintah 6

Mengetahui lokasi nyeri 5

Reaksi menghindar 4

Reaksi fleksi (dekortikasi) 3 Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2

Tidak ada reaksi 1

2) Rangsang Selaput Otak

Rangsang selaput otak dapat memberikan beberapa gejala, diantaranya: a) Kaku kuduk

Merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan rangsang selaput otak. Cara pemeriksaan:

 Tempatkan tangan pemeriksa dibawah kepala pasien yang sedang berbaring  Kepala ditekukan (fleksi), usahakan dagu mencapai dada

 Untuk mengurangi salah tafsir, penekukan kepala dilakukan saat klien ekspirasi  Kaku kuduk(+), jika kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada

b) Tanda Lasegue, cara pemeriksaan:

 Luruskan kedua tungkai pada pasien yang sedang berbaring

 Satu tungkai diangkat lurus, dibengkokan (fleksi) pada persendian panggul  Tungkai yang lain harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus)  Tanda lasegue (+), jika timbul rasa sakit dan tahanan sebelum kita

menacapai sudut 70 derajat, normalnya kita dapat mencapai sudur 70 derajat tanpa rasa sakit dan tahahan, kecuali pada usila diambil patokan 60 derajat.

c) Tanda kernig, cara pemeriksaan:

 Fleksikan paha pada persendian panggul sampai sudut 90 derajat, dengan posisi berbaring

 Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut

 Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derjat antara tungkai bawah dan tungkai atas

 Tanda kernig (+), jika terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini d) Tanda Brudzinski I, cara pemeriksaan:

 Tempatkan tangan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring

 Tangan yang lain sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan

 Tekukan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada

(32)

e) Tanda Brudzinski II, cara pemeriksaan:

 Pada posisi berbaring, fleksikan satu tungkai pada persendian panggul

 Tungkai yang lain berada dalam keadaan lurus (ekstensi)

 Brudzinski II (+), jika tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi. Sebelumnya kaji dulu apakah ada kelumpuhan pada tungkai

3) Saraf otak

a) Saraf otak 1 (Nervus Olfaktorius)

Merupakan saraf sensorik yang fungsinya untuk mencium bau, menghidu. Cara pemeriksaan:

 Pemeriksaan lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, contoh: ingusan, polip

 Dengan satu lubang hidung pasien disuruh untuk menghidu zat yang tidak merangsang, seperti: teh, kopi, tembakau

 Periksa masing-masing hidung secara bergantian dengan menutup lubang hidung yang lainnya.

b) Saraf otak II (Nervus optikus)

Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapang pandang) secara kasar. Jika ditemukan kelainan harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin neurologi. Cara pemeriksaan:

- Ketajaman penglihatan

Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinnding dan diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf yang ada dibuku atau koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap normal.

- Lapangan pandang

Klien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata kananya. Pasien tetap melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus tetap melihat mata kanan penderita. Gerakan tangan dari satu sisi, jika pasien sudah melihat gerakan tangan pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah iapun telah melihatnya.

c) Saraf III, IV, VI (Nervus okulomotorus, troklearis, dan abdusen)

Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama, karena kesatuan fungsinya, yaitu mengurus otot-otot ekstrinsik dan instrinsik bola mata

(33)

 Saraf IV : Kerjanya menyebabkan mata dapat melirik kearah bawah dan nasal  Saraf VI : Kerjanya menyebabkan lirik mata kearah temporal

Cara pemeriksaan dengan menggunakan senter, periksa pupil apakah miosis atau midriasis lalu suruh pasien mengikuti gerakan cahaya yang digerakan pemeriksa sesuai dengan arah fungsi masing-masing saraf.

d) Saraf V (Nervus Trigeminus)

Nervus Trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian motorik dan sensorik Motorik (mengurus otot-otot mengunyah). Cara pemeriksaan:

 Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba M. masseter dan M.temporalis

 Pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, bila ada parease, maka rahang bawah akan berdeviasi kearah yang lumpuh

 Nilai kekuatan otot saat menutup mulut dengan cara menyuruh pasien mengginggit suatu benda, misal: tong spatel.

Sensorik (mengurus sensibilitas dari muka). Diperiksa denganmenyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-daerah yang dipersarafinya (wajah). Cara pemeriksaan :

 Rasa raba

Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Sentuhkan ke area wajah klien. Bandingkan antara wajah kiri dan kanan.

 Rasa nyeri

Dilakukan dengan menggunakan jarum atau peniti. Tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri bukan rasa raba atau sentuh. Tusukkan ke area wajah lalu tanyakan apakah klien merasakannya.

 Rasa suhu

Ada 2 macam rasa suhu yaitu panas dan dingin. Dengan menggunakanbotol yang berisi air dingin/es atau air panas. Dengan cara yang sama suruh pasien menyebutkan apakah panas atau dingin.

e) Saraf VII (Nervus Fasialis)

Terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Cara pemeriksaan :

Fungsi Motorik

 Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah asimetris/simetris.

 Suruh penderita memejamkan mata. Dinilai dengan jalan mengangkat kelopak mata dengan tangan pemeriksa sedangkan pasien disuruh tetap memejamkan mata.Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu. Jika lumpuh berat, penderita tidak mampi memejamkan mata.

(34)

Fungsi Pengecapan

 Sebelumnya pasien disuruh untuk menutup kedua matanya  Suruh pasien untuk menjulurkan lidahnya

 Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah bagian depan.

 Suruhpenderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.

f) Nervus VIII (Nervus Akustikus)

Saraf ini terdiri atas 2 bagian, yaitu saraf koklearis mengurus pendengaran dan saraf vestibularis mengurus keseimbangan.

- Ketajaman Pendengaran

 Suruh penderita mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan membandingkannya dengan orang tuanya.

 Perhatikan adanya perbedaan pendengaran antara telinga kiri dan kanan.  Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan

kanan maka lakukan pemeriksaan Swabach, Rinne dan Weber. - Keseimbangan

 Tes Romberg yang dipertajam.

Penderita berdiri dengan kaki kaki yang satu di depan yang lainnya.Tumit kaki yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya.

 Tes melangkah ditempat

Penderita disuruh berjalan di tempat dengan mata tertutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa.Sebelumnya pasien diberitahu bahwa dia harus berusahaagar tetap agar tetap ditempat selama tes ini. Tes ini dianggap abnormal jika kedudukan akhir penderita beranjak lebih dari 1 meterdari tempat semula atau badan berputar lebih

Gambar

Tabel Teritori suplai dari arteri serebral ; Sumber : Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)
Gambar 1.2. Arteri ekstrakranium dan intrakranium darah ke otak. Sirkulasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengujian hipotesis saat post test, diperoleh bahwa terdapat perbedaan penyuluhan kesehatan dan pemberian leaflet tentang menarche terhadap kesiapan menghadapi menarche

‘I don’t think mother or child is going to mind,’ said Myra, disappearing into Mr Hamilton’s pantry to use the telephone.. ‘But what will I say?’ This I directed to the

26 Maksudnya adalah membandingkan antara data yang didapat peneliti dari lapangan dengan hasil penemuan peneliti lain. Dalam teknik ini peneliti berperan sebagai alat

Nakal yang di maksud penulis adalah beberapa pernyataan dari masyarakat di Kelurahan Mangasa yang menilai buruk (negatif) wanita yang bekerja di tempat karaoke

Persoalan yang muncul adalah apa dan bagaimana menentukan kebutuhan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan bagi siwa SDN Muncul 3 dengan melengkapi sarana dan

Ahmad Bahruni kepada 40 orang pe- serta yang terdiri dari guru kepala dan pengawas madrasah di lingkungan Kantor Kemenag Kap- uas dalam kegiatan bimbingan teknis (Bimtek)

Bangsa Bangsa Polygalales Polygalales tumbuhan berbatang berkayu, kadang-kadang tumbuhan berbatang berkayu, kadang-kadang berupa terna dengan daun tunggal yang duduknya

Hasil perlakuan iradiasi in vitro dan in vivo, menunjukkan bahwa dosis lethal yang dapat membunuh larva secara umum ditunjukkan dengan nilai LD 50 , berturut-turut