• Tidak ada hasil yang ditemukan

studi studi islam tasawuf fiqh filsafat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "studi studi islam tasawuf fiqh filsafat"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang

Beragamnya corak pemikiran keagamaan yang berkembang dalam sejarah Islam di Indonesia—dari Islam yang bercorak sufistik, tradisionalis, revivalis dan modernis hingga neo-modernis—dengan jelas memperteguh kekayaan khazanah keislaman negeri ini. Fenomena ini juga membuktikan beragamnya pengaruh yang masuk ke dalam wacana Islam yang berkembang di kepulauan Nusantara. Dalam perspektif sejarah perkembangan intelektual, ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran visi dan orientasi di dalam corak pemahaman keagamaan di kalangan Muslim Indonesia

Perode akhir abad ke 16 sampai akhir abad ke 19 bahkan memunculkan tongggak awal intelektualisme islam di Indonesia yang cemerlang dengan melalui karya-karya monumental, namun karya-karya ini belum dikaji secara menyeluruh dan cermat.

Salah satu dimensi keberagamaan yang inheren dalam Islam di Indonesia adalah dimensi esoterik atau mistik—di samping dimensi eksoterik—yang dalam terminologi lebih populer dikenal dengan tasawuf atau sufisme. Sebagai sebuah realitas keberagamaan penganut Islam, dimensi ini mengalami perkembangan yang alami dan berjalan beriringan dengan proses tumbuh dan berkembangnya agama Islam itu sendiri.

(2)

tarikh dan lain-lain. Selain ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, yang diajarkan di lembaga pendidikan Islam pada masa itu.

Oleh karena itu di dalam makalah ini akan menjelaskan gambaran umum tentang studi islam di Indonesia, studi-studi islam (tasawuf, fiqh, filsafat, dan tafsir) yang ada di indonesia dan siapa saja yang menjadi tokoh studi tersebut, dan juga kajian tentang wanita dan jender.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut; 1. Bagaimana gambaran umum tentang studi islam di Indonesia?

2. Studi-studi islam apa saja yang ada di indonesia dan siapa saja yang menjadi tokoh studi tersebut?

3. Bagaimana kajian tentang wanita dan jender? C. Tujuan

Makalah ini kami susun selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Studi Islam. Selain itu tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai berikut;

1. Mengetahui gambaran umum tentang studi islam di Indonesia.

2. Mengetahui studi-studi islam apa saja yang ada di indonesia dan siapa saja yang menjadi tokoh studi tersebut.

(3)

Bab II Pembahasan

A. Gambaran Umum Studi Islam Di Indonesia

Agama Islam telah muncul di kepulauan Nusantara sekitar abad ke-7 dan 8 M dibawa oleh para pedagang Arab dan Parsi. Namun baru pada abad ke-13 M, bersamaan dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai (1272-1450 M), agama ini mulai berkembang dantersebar luas.Di kerajaan Islam besar tertua inilah peradaban dan kebudayaan Islamtumbuh dan mekar. Sebagai kota dagang yang makmur dan pusat kegiatan keagamaan yang utama di kepulauan Nusantara, Pasai bukan saja menjadi tumpuan perhatian para pedagang Arab dan Parsi. Tetapi juga menarik perhatian para ulama dan cendekiawan dari negeri Arab dan Parsi untuk datang ke kota ini dengan tujuan menyebarkan agama dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam kitabRihlah (Paris 1893:230), Ibn Batutah yang mengunjungi Sumatra pada tahun 1336 M, memberitakan bahwa raja dan bangsawan Pasai sering mengundang para ulama dan cerdik pandai dari Arab dan Parsi untuk membincangkan berbagai perkara agama dan ilmu-ilmu agama di istananya. Karena mendapat sambutan hangat itulah merekasenang tinggal di Pasai dan membuka lembaga pendidikan yang memungkinkan pengajaran Islam dan ilmu agama berkembang.

(4)

pengetahuan lain yang penting bagi penyebaran agama Islam seperti ilmu hisab, mantiq (logika), nahu (tatabahasa Arab), astronomi, ilmu ketabiban, tarikh dan lain-lain. Selain ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. (Ismail Hamid 1983:2)

Salah satu karya intelektual Islam tertua yang dihasilkan di Pasai ialah Hikayat Raja-raja Pasai. Kitab iniditulis setelah kerajaan ini ditaklukkan oleh Majapahit pada tahun 1365 (Ibrahim Alfian 1999:52). Dilihat dari sudut corak bahasa Melayu dan aksara yang digunakan, karya ini rampung dikerjakan pada waktu bahasa Melayu telah benar-benar mengalami proses islamisasi dan aksara Jawi, yaitu aksara Arab yang dimelayukan, telah mulai mantap dan luas digunakan. Selanjutnya bahasa Melayu Pasai dan aksara Jawi inilah yang digunakan oleh para penulis Muslimdi kepulauan Nusantara sehingga akhir abad ke-19 M sebagai bahasa pergaulan utama di bidang intelektual sebagaimana di bidang perdagangan dan administrasi (Collin 1992).

B. Studi Tasawuf

Kajian tasawuf Nusantara adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf yang mengisi kehidupan beragama masyarakat Indonesia, bahkan saat inipun kajian mengenai tasawuf masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia, dapat dibuktikan dengan semakin maraknya kajian Islam.

(5)

Bila membicarakan tentang sejarah dan pemikiran tasawuf di indonesia, aceh memainkan peran yang sangat penting. karena aceh merupakan wilayah yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah indonesia khususnya , umumnya dengan malaysia, thailand, brunei darussalam, dan negara semenanjung malaya.untuk itu tentang sejarah pemikiran tasawuf di indonesia, aceh menempati posisi pertama dan strategis, karena nantinya akan mewarnai perkembangan tasawuf di indoensia secara keseluruhan. Menelusuri mewabahnya aliran ini di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari pada peran andil orang-orang yang melakukan study ( belajar ) ke negara Timur tengah. Diantara para pelopor berkembangnya aliran tasawuf di Indonesia, sebagaimana yang disebutkan dibeberapa literatur diantaranya adalah : Nuruddin Ar Raniri ( wafat tahun 1658 M ), Abdur Rauf As Sinkili (1615 -1693 M ), Muhammad Yusuf Al makkasary ( 1629-1699 M ). Mereka ini belajar di kota Makkah.

Pendapat yang berkembang dikalangan Ahlu Tarekat, dewasa ini di Indonesia bekembang dua macam kelompok tarekat, yaitu tarekat mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah. Beberapa kelompok yang tergolong mu'tabarah seperti; Qodariyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Syathariyah, Syadzaliyah, Khalidiyah, Samaniyah dan Alawiyah. Dari sekian banya Thariqot mu'tabarah (berdasarkan muktamar NU di pekalongan tahun 1950, dinyatakan 30 macam Thariqot yang di nilai mu'tabarah ), Thariqot Naqsabandiyah - Qodariyah merupakan yang terbesar.

Disini kami akan menjabarkan tentang beberapa tokoh-tokoh ulama tasawuf di Indonesia. Diantaranya Syeikh Hamzah Fansuri, Syeikh Nawawi al- Bantani, Syeikh H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Walisongo dan Syeikh Siti Jenar.

1. Syeikh Hamzah Fansuri

(6)

Utara) dan Singkel (Aceh Selatan). Hamzah Fansuri belajar di berbagai tempat, seperti; Aceh, Jawa, Tanah Melayu, India, Persia, Arab, dsb. Diantara guru yang paling berpengaruh adalah Ibrahim Bin Hasan al-Kurani (Madinah). Keahlian beliau terletak pada bidang ilmu fiqh, tasawuf, mantiq, sejarah, filsafat, dan sastra. Di bidang tasawuf misalnya, beliau merupakan salah seorang ulama yang mengajarkan Wahdatul Wujud. Jalan pikiran tasawufnya banyak dipengaruhi oleh Ibnu Arabi, Abdul Karim Jili, Husain Mansur al-Hallaj, al-Bistami, Fariduddin Attar Jalaluddin Rumi, Syah Nikmatullah, dan lain-lain. Kecenderungannya terhadap mereka bisa dilihat ketika ia mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat daripada urat leher manusia sendiri, dan bahwa Tuhan tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada di mana-mana. Seperti ayat berikut:

ددييردوولياِ لدبيحوِ نيمدِ هدييلوادِ ب

ب روقيأ

و ِ نبحينووو

…Dan Kami lebih dekat kepadanya (manusia) daripada urat lehernya. Beliau memaknai ayat itu, adalah ”Kami terlebih dekat-yakni bercampur dan mesra, serta bersatu wujud Allah dengan insan-daripada urat lehernya”. Akan tetpi, beliau menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan Tuhan berada di bagian tertentu seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan dijadikan tiik konsentrasi dalam uaha mencapai persatuan. Meski demikian, Hamzah juga mengembangkan ajaran-ajaran tersebut berdasarkan pengalaman rohaniahnya sendiri.

(7)

sebagai kitab tauhid yang dikaitkan dengan ajaran tasawuf. Kitab itu adalah sebagai berikut:

1. Zinat al-Wahidin dikenal juga dengan nama Zinat al- Muwahiddin

(Hasan Para Ahli Tauhid) dan Syarab al-Asikin. 2. Asrar al-Arifin (Rahasia Ahli Ma’rifat).

3. Al-Muntahi.

Zinat al-Wahidin ditulis pada akhir abad ke-16, ketika perdebatan tentang filsafat wujudiyah (wahdat al-wujud) sedang berlangsung. Isinya ditujukan kepada mereka yang baru menapak jalan tasawuf. Di Indonesia, hampir semua orang menduga bahwa ajaran wujudiyah itu adalah martabat tujuh. Padahal ajaran martabat tujuh baru berkembang pada awal abad ke-17 dengan penganjurnya Syamsuddin Sumatrani. Hamzah Fansuri, juga walisongo di pulau Jawa abad ke-16 seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, tidak menganjurkan ajaran martabat tujuh. Memang ajaran martabat tujuh termasuk ajaran wujudiyah tetapi ke dalamnya telah masuk pengaruh India seperti praktik yoga dalam amalan zikirnya, suatu hal yang dikritik oleh Hamzah Fansuri.

2. Abdurrauf As-sinkili

(8)

lama kemudian diangakat sebagai khalifah Tarekat Syatariyah oleh Muhammad Al Quraisy. Dirinya kembali ke Aceh setelah gurunya meninggal. Keberadaanya di tanah Aceh cukup dipandang oleh para penduduk bahkan dijadikan sebagai panutan dimasyarakat, bermodal kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepadanya serta kegigihan murid-muridnya, maka dengan mudahnya ia berhasil mengembangkan ajaran Thariqot sufiyahnya dengan perkembangan yang sangat pesat hingga paham itu tersebar sampai ke Minang kabau ( Sumatra Barat ). Salah satu murid Abdur Rouf as Sinkili yang berhasil menyebarkan paham ini adalah Burhanuddin. Demikianlah jejak pemahaman yang ditinggalkan oleh As Sangkili yang berkembang pesat ditanah Minang yang terkenal dengan religiusnya itu..

As-Sinkili meningggal dan dikuburkan di Kuala, mulut sungai Kapuas. Tempat tersebut kini menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi banyak orang.

Pemikiran Abdur Rauf Al-Sinkili

1. Kesesatan Ajaran Tasawuf Wujudiyyah

Tasawuf wujudiyyah yang kemudian dikenal dengan nama Wahdat Al-Wujud, adalah ajaran tasawuf falsafi yang telah berkembang di Aceh, jauh sebelum al-Sinkili membawa ajaran tasawufnya. Ajaran tasawuf wujudiyyah ini dianggap sebagai ajaran yang sesat dan penganutnya dianggap murtad oleh al-Raniri.

(9)

wujudiyah dengan penuh kebijaksanaan. Al-Sinkili menolak pendapat kaum wujudiyyah karena menekankan imanensi Tuhan dalam ciptaan-Nya.

2. Rekonsiliasi antara Tasawuf dan Syariat

Ajaran tasawuf yang dibawakan oleh al-Sinkili tidak jauh berbeda dengan tasawuf yang dibawakan oleh Syamsuddin dan Nuruddin, yaitu berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Lebih jelasnya, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah, sedangkan alam ciptaannya-Nya bukanlah merupakan wujud hakiki, tetapi bayangan dari yang hakiki. Menurutnya jelaslah Allah berbeda dengan alam. Walaupun demikian, antara bayangan (alam) dengan yang memancarkan bayangan (Allah) tentu memperoleh keserupaan. Sifat-sifat manusia adalah bayangan-bayangan Allah, seperti yang hidup, yang tahu, dan yang melihat. Pada hakikatnya, setiap perbuatan adalah perbuatan Allah.

3. Dzikir

Dalam pandangan As-Sinkili, dzikir adalah merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengannya hati selalu mengingat Allah. Dan bagi as-Sinkili tujuan dzikir adalah mencapaifana’ (tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti wujud yang berdzikir bersatu dengan wujud-Nya, sehingga yang mengucapkan dzikir adalah Dia.1

4. Martabat Perwujudan Tuhan

Bagi As-Sinkili, ada tiga martabat perwujudan Tuhan. Diantaranya:

a) Martabat ahadiyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada saat itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan.

(10)

b) Martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yaitu sudah tercipta

haqiqah Muhammadiyah yang potensial bagi terciptanya alam. c) Martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga

dengan a’yan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta. A’yan tsabitah yaitu potensi alam raya, yang menjadi sumber dari pola-pola dasar luar (al-a’yan al-kharijiyyah),ciptaan dalam bentuk konkretnya. Al-Sinkili menyimpulakan, meski a’yan al-kharijiyyah merupakan emanasi dari Wujud Mutlak, mereka berbeda dari Tuhan itu sendiri hubungan keduanya adalah seperti tangan dan bayangannya.

Menurut As-Sinkili, ucapan “Aku Engkau, Kami Engkau, dan Engkau Ia” hanya benar pada tingkatwahdah atau ta’ayyunawwal karena unsur Tuhan dan unsur manusia pada tingkat itu belum dapat dibedakan. Tingkatan itulah yang dimaksud Ibn ‘Arabi dalam sya’ir-sya’irnya. Akan tetapi, pada tingkataan wahidiyyah atau ta’ayyun tsani, alam sudah memiliki sifat sendiri, tetapi Tuhan adalah cermin bagi insan kamil dan sebaliknya. Namun, Ia bukan ia, bukan pula yang lainnya. Bagi As-Sinkili, jalan untuk mengesakan Tuhan adalah dengan dzikir la ilaha illallah sampai tercipta fana.2

3. Syamsuddin al-Sumatrani (Pasai)

Beliau adalah seorang keturunan ulama. Ayahnya bernama Abdullah Sumatrani. Nama lengkapnya Arief Billah Syaikh Syamsuddin al-Sumatrani. Ia berasal dari Pasai. Ia belajar kesufian kepada Syaikh Hamzah Fansuri dan pernah belajar kepada Sunan Bonang di Jawa. Ia hidup dan menjadi mufti pada zaman Sultan Alauddin Riayat Syah Sayidil Mukkamil dan Sultan Iskandar Muda. Mahkota Alam Syah, dua orang sultan besar kerajaan Aceh Darussalam. Adapula yang menyebutkan jabatannya sebagai Perdana Menteri atau Qadhi Malikul Adil, jabatan

(11)

kedua sesudah sultan. Ia menjadi seorang mahaguru, ahli politik, ahli syariat dan hakikat. Beliau ulama yang menulis kitab-kitab ilmiah sesudah Hamzah Fansuri, terutama bidang keagamaan.

Syamsuddin, mengikuti jejak Hamzah Fansuri, menulis kitab berbahasa Melayu selain kitab-kitab berbahasa Arab.3Beliau adalah

penganjur pertama ajaran martabat tujuh di Nusantara beserta pengaturan napas pada waktu zikir (yang dianggap oleh Hamzah Fansuri sebagai pengaruh yoga pranayama dari India).4 Tidak diketahui secara jelas tahun

kelahirannya, tetapi dalam kitab Bustan al-Salatin karya Nuruddin disebutkan Syaikh Syamsuddin Sumatrani wafat tahun 1039 H, oleh A. Hasyim disamakan dengan tahun 1630 M.

4. Nuruddin al-Raniri

Nama lengkapnya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid al-Raniri, berasal dari keluarga Arab Ranir (Rander) Gujarat. Mengenai kelahirannya tidak diketahui, wafat tahun 1068 H/1658 M. Dikatakan, ibunya seorang Melayu, ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadromi. Juga tidak ada kejelasan kapan al-Raniri datang pertama kali ke wilayah Melayu, tetapi al-Raniri pernah menjabat sebagai Syaikh al-Islam atau mufti di kerajaan Aceh pada zaman Sultan Iskandar Sani dan Sultanah Sofiatu al-Din. Pedagang Belanda yang mula-mula datang ke Aceh menyebutnya Moorish Bishop (Uskup Orang Muslim) yang berkuasa selain tentang masalah keagamaan, tetapi juga masalah politik dan ekonomi.

Al-Raniri memiliki banyak keahlian, sebagai seorang sufi, teolog, faqih, ahli hadis, sejarawan, ahli perbandingan agama, sastrawan, dan politisi. Ia juga seorang khalifah tarekat Rifa’iyah dan menyebarkannya ke

3 Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1980), hlm. 78.

(12)

wilayah Melayu. Di samping itu ia juga menganut tarekat Aydarusiyah dan Qadariyah. Ia banyak menulis masalah kalam dan tasawuf, menganut aliran Asy’ariyah dan menganut paham wahdat al-wujud yang moderat.

Dia mengarang kitab-kitab berisi masalah akidah. Kitab-kitab itu adalah sebagai berikut:

Durrat al-Faraid bi Syarh al-Aqaid, merupakan penjelasan (syarah) dari kitab akidah standar yang sudah dikenai waktu itu hasil karya ulama Asy’ariyah Timur Tengah Mukhtasar al-Aqaid karya Najmuddin al-Nasafi.

Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan, untuk menjelaskan dan membandingkan agama-agama dan kelompok yang dianggap sesat. Dalam kitab ini, al-Raniri memasukkan pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin termasuk kelompok sesat.5

5. Walisongo

Maraknya pengajian tasawuf dewasa ini, dan kian bertambahnya minat masyarakat terhadap tasawuf memperlihatkan bahwa sejak awal tarikh Islam di Nusantara, tasawuf berhasil memikat hati masyarakat luas. Dalam banyak buku sejarah diuraikan bahwa tasawuf telah mulai berperanan dalam penyebaran Islam sejak abad ke-12 M. Peran tasawuf kian meningkat pada akhir abad ke-13 M dan sesudahnya, bersamaan munculnya kerajaan Islam pesisir seperti Pereulak, Samudra Pasai, Malaka, Demak, Ternate, Aceh Darussalam, Banten, Gowa, Palembang, Johor Riau dan lain-lain. Itu artinya Wali Songo yang sangat berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya Tanah Jawa, mempunyai andil yang besar dalam mengajarkan tasawuf kepada masyarakat. Pada abad ke-12 M, peranan ulama tasawuf sangat dominan di dunia Islam. Hal ini antara lain disebabkan pengaruh pemikiran Islam al-Ghazali (wafat 111 M), yang berhasil mengintegrasikan tasawuf ke dalam pemikiran

(13)

keagamaan madzab Sunnah wal Jamaah menyusul penerimaan tasawuf di kalangan masyarakat menengah. Hal ini juga berlaku di Indonesia, sehingga corak tasawuf yang berkembang di Indonesia lebih cenderung mengikuti tasawuf yang diusung oleh al-Ghazali, walaupun tidak menutup kemungkinan berkembang tasawuf dengan corak warna yang lain.

Abdul Hadi W. M. dalam tesisnya menulis : “Kitab tasawuf yang paling awal muncul di Nusantara ialah Bahar al-Lahut (lautan Ketuhanan) karangan `Abdullah Arif (w. 1214). Isi kitab ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang wujudiyah Ibn `Arabi dan ajaran persatuan mistikal (fana) al-Hallaj”. Ini menunjukan bahwa bahwa disamping tasawuf sunni juga berkembang tasawuf falsafi di masyarakat. Sehingga sejarah mencatat di samping Wali Songo sebagai pengusung tasawuf sunni juga muncul Syekh Siti Jenar sebagai penyebar tasawuf falsafi dengan ajaran ‘manunggaling kawula gusti’. Dengan demikian secara garis besar aliran tasawuf yang berkembang pada zaman Wali Songo dapat dikelompokan menjadi dua,yaitu:

1. Tasawuf Sunni

Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur'an dan Al Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Tasawuf sunni adalah tasawuf yang mengedepankan praktis, maka termasuk di dalamnya tasawuf akhlaki dan amali. Dalam tasawuf sunni terdapat tiga langkah utama yang yang harus dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT :

 Senantiasa mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya dari

(14)

yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya rugilah orang yang mengotorinya". [Asy-Syams : 7-10]

 Memperbanyak zikrullah. Firman Allah SWT: "Hai orang-orang

yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya". [Al-Ahzab: 41]. Sabda Rasulullah SAW "Senantiasakanlah lidahmu dalam keadaan basah mengingat Allah SWT".

 Zuhud di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemarkan akhirat.

Firman Allah SWT: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?". (Al-Anaam : 32)

2. Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma'rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma'rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni, kalau tasawuf sunni lebih menonjol kepada segi praktis, sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis, yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

(15)

Gerakan fiqh di Indonesia merupakan kelanjutan dari orientasi tasawuf yang sudah sedemikian kuat dan lebih dulu muncul. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari proses sejarah penyebaran islam di Indonesia. Hal ini diperjelas oleh A.H Johns dan juga didukung Azyumardi Azra bahwa para sufi pengembaralah yang berhasil melakukan penyiaran islam di Nusantara.1 Para sufi setidaknya berhasil mengislamkan sejumlah besar

penduduk Nusantara, setidaknya sejak abad 13 M.6 Hukum Islam adalah

hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Sejak periode awal sejarah perkembangan Islam, perilaku kehidupan kaum muslimin dalam keseluruhan aspeknya diatur oleh hukum Islam. Hukum Islam mampu memenuhi kebutuhan perkembangan masyarakat karena ia terdiri dari dua bagian. Pertama, bagian yang bersumber pada nass qot'iy. Bagian ini berlaku universal, menjadi media pemersatu dan mempola arus utama aktivitas umat Islam sedunia. Kedua, bagian yang bersumber pada nass zanniy. Bagian ini merupakan wilayah ijtihad yang produk-produknya disebut fiqh. Bagian kedua inilah yang memungkinkan umat Islam di suatu kawasan tertentu menerapkan hukum Islam yang berbeda dengan di kawasan yang lain, sesuai dengan konteks kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi.

Dorongan keagamaan kaum muslimin yang demikian intens untuk membumikan norma dan nilai normatif Islam, menyebabkan kaum muslimin sejak masa-masa awal sampai kini berusaha keras menguasai berbagai disiplin ilmu, sehingga tidak jarang dijumpai ulama atau cendikiawan muslim yang menguasai disiplin ilmu lebih dari satu. Di antara tokoh yang memberikan kontribusi berharga dalam perkembangan pemikiran hukum Islam sampai saat ini adalah Abdul Ra’uf Singkili, Mbah Ma’shum Lasem. 1. Abdul Ra’uf Singkili

Al Singkili bahkan pernah menulis karya berjudul Mir’at at Thullab yang membahas masalah-masalah fiqh dan hukum. Di dalam

(16)

karya ini dibahas tentang syarat-syarat dan aturan menjadi hakim dan penegakan hukum Islam. Al Singkili juga menulis tentang fiqh muamalat dan menulis tafsir al Qur’an dengan judul Tarjuman al Mustafid yang terbit untuk pertama kali justru di Timur Tengah dan bukan di Indonesia.

Abdul Rauf Singkel juga menulis kitab dalam bidang syariat. Yang terpenting adalah Mirat Turab fi Tashil Ma’rifah Ahkam al-Syar’iyyah li al-Malik al-Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum Syara’ dari Tuhan, bahasa Melayu). Kitab ini merupakan kitab Melayu terlengkap yang membicarakan syariat. Sejak terbit, kitab ini menjadi rujukan para kadi atau hakim di wilayah Kesultanan Aceh. Dalam kitabnya ini, Abdul Rauf tidak membicarakan fikih ibadat, melainkan tiga cabang ilmu hukum Islam dari mazhab Syafii, yaitu hukum mengenai perdagangan dan undang-undang sipil atau kewarganegaraan, hukum perkawinan, dan hukum tentang jinayat atau kejahatan (Ali Hasmy dalam Abdul Hadi WM, 2006: 243).

Bidang pertama termasuk fikih muamalah dan mencakup urusan jual beli, hukum riba, kemitraan dalam berdagang, perdagangan buah-buahan, sayuran, utang-piutang, hak milik atau harta anak kecil, sewa menyewa, wakaf, hukum barang hilang, dan lain-lain. Bidang yang berkaitan dengan perkawinan mencakup soal nikah, wali, upacara perkawinan, hukum talak, rujuk, fasah, nafkah, dan lain-lain. Sedangkan jinayat mencakup hukuman pemberontakan, perampokan, pencurian, perbuatan zinah, hukum membunuh, dan lain-lain (Ali Hasmy dalam Abdul Hadi WM, 2006: 243).

2. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari

(17)

penjelasan dari Shirat al-Mustaqim karya ar-Raniry. Sebagai kitab penjelas, metodologi penulisan dan pembahasannya tidak jauh dari kitab karya ar-Raniry. Hanya saja, permasalahannya dikembangkan sedemikian rupa seperti contoh kasus yang agak teoristis dan kadang spekulatif. Bahkan dalam batasan tertentu, masalah tersebut tidak berangkat dari kondisi nyata masyarakat Banjar sendiri. Sepertinya, Arsyad diilhami oleh tradisi fiqh timur tengah yang sering menyebut fiqh iftiradhi atau fiqih aidaian.7

3. Abd al-Hamid Hakim

Tokoh fiqh Indonesia pada abad ke-19 adalah Abd al-Hamid Hakim, seorang ulama Minangkabau yang kitab-kitabnya tidak hanya dipelajari di Indonesia, tetapi juga dipelajari di Malaysia dan Thailand Selatan. Karyanya dalam bidang fiqh adalah al-Mu’in al-Mubin yang dicetak dalam empat jilid, sedangkan dalam bidang ushul fiqh adalah Mabadi’ Awwaliyah, as-Sullam dan al-Bayan.

Pada akhir abad 19 dan awal dari abad 20, muncul tokoh fiqh Indonesia lainnya yaitu Kyai Mahfudz Abdullah dari Termas (wf.1919). Beliau menulis sebuah karya syarah al-Muqaddimat al-Hadhramiyah. Menurut Martin Van Bruinessen, karya ini tidak pernah dicetak meski para kiai besar mempunyai salinan kopi dari tulisan tersebut. Disebutkan pula ada dua orang ulama Indonesia yang telah menulis teks-teks modern sederhana tentang fiqh yaitu Abd ar-Rahman as-Sagaf dari Surabaya yang menulis empat jilid kecil dari kitab ad-Durus al-Fiqhiyah dan Mahmud Yunus yang menulis beberapa jilid Fiqh al-Wadhih.

Pada Periode ini muncul lagi seorang tokoh pemikiran tentang fiqh Indonesia, yaitu Prof. Hasbi. Pemikiran Hasbi tentang fiqh Indonesia didasarkan pada konsep maslahat. Hal ini tercermin dari orasi ilmiahnya yang

(18)

berjudul “Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman” pada peringatan Dies Natalis IAIN Sunan Kalijaga I tahun 1961.

Dalam orasinya, ia mengemukakan : “Maksud untuk mempelajari syari’at Islam di universitas-universitas islam sekarang ini supaya fiqh atau syari’at dapat menampung seluruh kemaslahatan masyarakat dan dapat menjadi pendiri utama bagi perkembangan hukum-hukum di tanah air yang kita cintai ini. Maksudnya, supaya kita dapat menyusun suatu fiqh yang berkepribadian kita sendiri, sebagaimana sarjana-sarjana Mesir sekaran ini yang sedang berusaha me-Mesir-kan fiqhnya.

Fiqh Indonesia ialah fiqh yang ditetapkan sesuai dengan kepribadian Indonesia, sesuai dengan tabi’at dan watak bangsa Indonesia. Fiqh yang berkembang dalam masyarakat kita sekarang ini adalah fiqh Hijaz, fiqh yang terbentuk atas dasar adat istiadat dan ‘urf (budaya) yang berlaku di Hijaz; atau di Mesir, yaitu fiqh yang telah terbentuk atas dasar adat istiadat dan kebiasaan masyarakat Mesir; atau fih Indi, yaitu fiqh yang terbentuk atas ‘urf dan adat istiadat yang berlaku di India.

Selama ini, kita belum menunjukkan kemampuan untuk berijtihad, menunjukkan hukum fiqh yang sesuai dengan kepribadian Indonesia. Karena itu, kadang-kadang kita paksakan fiqh Hijaz atau fiqh Mesir ataupun fiqh Irak berlaku di Indonesia atas dasar taklid.

Karekteristik fiqh Indonesia sangat diwarnai oleh kepribadiaan Arab (Arab oriented). Memang banyak ulama fiqh pribumi yang menulis berbagai karya fiqh, namun selama itu pula kepribadian Arab masih sangat kental. Jaringan intelektual para ulama pun cenderung terlalu Arab Oriented (jaringan Ulama Timur Tengah). Atas dasar itu tradisi pembaharuan hukum sampai paruh pertama abad 20 belum menyentuh aspek yang substansial, yaitu berkaitan dengan formulasi metodologi fiqh Indonesia.

(19)

Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sebagian besar beragama Islam, sehingga sudah selayaknya menempatkan diri dalam membangun peradaban islam. Mau tidak mau suatu peradaban tersebut akan terbentuk oleh umatnya.

Perkembangan Tafsir Al-Quran yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan Islam di belahan bumi lain. Membaca Islam yang di Indonesia rasanya cukup penting. Sebab, dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat islam dapat mengetahui akan bagaimana perkembangan islam di indonesia setelah islam mengalami beberapa fase perubahan dari waktu ke waktu.

Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan perkembangan islam di indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan, dan kondisi yang sekarang kita alami di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.

Menjadi kewajiban semua umat Islam untuk “membumikan” Al-Qur’an, menjadikannya menyentuh realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban memelihara Al-Qur’an dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah memfungsikannya dalam kehidupan kontemporer yakni dengan memberinya inte-pretasi yang sesuai tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan perkembangan positif masyarakat.

Berikut diantaranya tokoh-tokoh studi tafsir di indonesia:

1. Abdul Ra’uf Singkili

(20)

belakangan lainnya, dengan mengambil agak banyak bagian dari tafsir al-Baidawi dan al-Kazin (Riddel dalam Braginsky, 1998: 275). Walaupun kitab ini tergolong sebagai tafsir, tetapi Braginsky (1998) menganggapnya sebagai terjemahan lengkap Al-Qur’an dalam bahasa Melayu yang pertama, yang seperti lazimnya berbentuk sebagai tafsir dan bukan karangan eksegesis yang rinci. Tafsir lengkap berbahasa melayu (kuno) tertua yang masih ada saat ini berasal dari akhir abad ke-17. Adalah Abdul Rauf Singkel yang menulis Tarjuman al Mustafid di aceh sekitar tahun 1675. Kitab ini merupakan adaptasi dari tafsir Jalalaini, meskipun telah lama dianggap sebagai terjemah dari tafsir Baydhawi. Kekeliruan sementara pakar juga banyak penerbit yang mengganggap tafsir ini merupakan terjemah dari tafsir Baydhawi, Nampaknya bermula dari edisi cetak pertama Istambul yang pada halaman judulnya tertulis “inilah kitab yang bernama tarjuman. al-mustafid bi al-jawi yang diterjemahkan dengan bahasa jawi yang diambil sebagian mananya dari tafsir al-baydhawi.” Pertanyaan inilah yang agaknya dipahami oleh Snouck Hurgronje bahwa tafsir ini (seluruhnya ) adalah terjemah dari karangan al-Baydhowi. Lalu dari Hurgronjelah, pendapat ini menjadi popular. Sedangkan beberapa manuskrip tulis tangan dikawasan melayu sendiri menyatakan bahwa karya ini diambil dari tafsir Jalalaini.

A. Bentuk tafsir

Karena tafsir karangan singkeli mengacu pada tafsir al-baydhawi, bentuk penafsirannya jelas tidak dapat keluar dari bentuk yang dibawa oleh baydhawi, yang menurut penilaian ulama tafsir atau paling al-zahabi berbentuk al-royu.

(21)

dengan riwayat berupa hadits atau atsar, qiroat dan sebagainya. Pola serupa itu adalah bentuk penafsiran bi al-royi.

Tafsir al-singkeli sebagaimana dikutp dalam tabnya mengikuti pola fikir penafsiran bi al-rayi, meskipun hanya bentuk penafsirannya saja yang diikuti, yaitu pemikiran rasional yang didukung oleh argumentasi yang kuat atau fakta yang falid. Dengan demikian, ia hanya mengambil ide pokoknya saja, sementara yang dianggapnya tidak penting , tidak dimasukan kedalam kitabnya. Oleh kearena itu, tafsir al-fatihah milik al-singkili jauh lebih singkat daripada tafsir al-baydhawi. B. Metode tafsir

Metode tafsir yang diterapkan dalam tarjuman al-mustafid adalah metode tahlili. Ini sangat berbeda dengan tafsir yang telah ada pada periode sebelumnya. Metode tahlili ialah cara menfsirka al-quran dengan menjelaskan aspek-aspek yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan secara luas dan rinci, seperti penjelasan kosa kata, latarbelakang turunnya ayat, nasikh mansukh, dan munasabah.

tafsir yang diberikan oleh al-singkili tampak elas menggunakan metode tahlili atau analitis. Contohnya pada ayat: نيدلا موي كلام dia mengemukakan perbedaan yang terjadi antara satu qiroat dan qiroat lain. Cara seperti ini juga diterapkannya ketika menafsirkan kata اوفك

dalam surat al-ikhlas. Selain itu, dia juga mengemukakan latar belakang turunnya ayat, seperti tampak dlam penjelasannya pada awal surat al-baqoroh dan muaawizatain.

Meskipun tafsir yang diberikannya belum mencakup semua aspek yang terkandung didalam ayat yang ditafsirkannya itu, dari cara menafsirkan ayat telah dapat dikatagorikan kedalam metode tahlili. Pola penafsiran semacam itu belum pernah ada sebelumnya

(22)

bidang tafsir al-qur`an yang pada periode-periode selanjutnya akan terlihat perkembangan yang lebih baik, terutama pada periode modern. C. Corak tafsir

Tafsir yang diberikan al-singkili tampak menggunakan corak umum. Artinya, tafsuran yang diberikannya tidak mengacu pada satu corak tertentu seperti fiqih, tasawuf, filsafat, dan adabul ijtimai lughawi. Namun, tafsirannya mencakup berbagai corak tersebut sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkannya. Artinya, jika sampai pada ayat yang membicarakan hokum fiqih, dia akan mengemukakkan hokum-hukum fiqih. Dan jika sampai pada ayat tentang teologi, pembahasan tentang keyakinan akidah mendapat porsi yang cukup.

Munculnya corak penafsiran dari al-singkili bukanlah hal yang aneh karena ia memang memiliki keahlian dalam berbagai bidang, seperti ilmu hokum, filsafat, matik, tauhid, sejarah, ilmu bumu, falak dan politik.

Jika teks tafsir yang berikan al-singkili itu dibaningkan dengan tafsir baydhawi, akan Nampak dengan jelas bahwa tafsiran al-singkili bukan merupakan terjemahan (adopsi penuh) dari al-baydhawi karena antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

Perbedaan tersebut antara lain:

1. Uraian baydhawi tampak lebih luas, lebih rinci dan mendalam dari pada yang dilakukan oleh al-singkili untuk menjelaskan pemikirannya al-baydhawi membutuhkan jumlah halaman yang jauh lebih banyak. Sebaliknya al-singkili hanya satu halaman saja.

(23)

2. Muhammad Quraish Shihab

Penulis Tafsir al-Mishbah bernama Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rampang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 1972–1977.

Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Alquran dan tafsir di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan Alquran dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Alquran dan tafsir lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i(tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Alquran yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat Alquran tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat Alquran sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.

(24)

tafsir. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Alquran sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian Alquran yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca Alquran, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam Alquran. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada Alquran mulai tumbuh.

Sebagai ulama yang produktif, Quraish Shihab memiliki banyak karya, sebagai berikut:

1. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984);

2. Untaian Permata Buat Anakku (Bandung: Mizan 1998);

3. Pengantin al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 1999);

4. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999);

5. Sahur Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan 1999);

6. Shalat Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);

7. Puasa Bersama Quraish Shihab (Jakarta: Abdi Bangsa);

8. Fatwa-fatwa (4 Jilid, Bandung: Mizan, 1999);

9. Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987);

10. Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);

11. Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda (MUI & Unesco, 1990);

12. Kedudukan Wanita Dalam Islam (Departeman Agama);

13. Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1994);

14. Lentera Hati (Bandung: Mizan, 1994);

15. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);

16. Wawasan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1996);

17. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);

18. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999);

19. Jalan Menuju Keabadian (Jakarta: Lentera Hati, 2000);

20.Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an (15 Jilid,

(25)

21. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004);

22. Dia di Mana-mana; Tangan Tuhan Di balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2004);

23. Perempuan (Jakarta: Lentera Hati, 2005);

24. Logika Agama; Kedudukan Wahyu & Batas-Batas Akal Dalam Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2005);

25. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

26. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

27. Wawasana al-Qur'an; Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006);

28. Asma' al-Husna; Dalam Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

29. Al-Lubab; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz 'Amma (Jakarta: Lentera Hati);

30. 40 Hadits Qudsi Pilihan (Jakarta: Lentera Hati);

31. Berbisnis dengan Allah; Tips Jitu Jadi Pebisnis Sukses Dunia Akhirat (Jakarta: Lentera Hati);

32. Menjemput Maut; Bekal Perjalanan Menuju Allah Swt. (Jakarta: Lentera Hati);

33. M. Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui(Jakarta: Lentera Hati);

34. M. Quraish Shihab Menjawab; 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui(Jakarta: Lentera Hati);

35. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Jin dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

36. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Malaikat dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

37. Seri yang Halus dan Tak Terlihat; Setan dalam al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati);

(26)

39. Membumikan al-Qur'an Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta: Lentera Hati).

Dengan tidak bermaksud menempatkan Quraish Shihab sebagai ulama yang suci, melihat dari kapabelitasnya sebagai seorang ulama kontemporer, tidak diragukan lagi keahliannya dalam menafsirkan Alquran.

Metode Penafsiran

Setidaknya, menurut pakar tafsir al-Azhar University, Dr. Abdul Hay al-Farmawi, dalam penafsiran Alquran dikenal empat macam metode tafsir, yakni metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i. Tafsir Al-Mishbah secara khusus, agaknya dapat dikategorikan dalam metode tafsir tahlili.

Metode tafsir tahlili merupakan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat Alquran dengan mengikuti tertib susunan surat-surat dan ayat-ayat sebagaimana urutan mushaf Alquran, dan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya: dari segi kebahasaan, sebab turun, hadis atau komentar sahabat yang berkaitan, korerasi ayat dan surat, dll.

(27)

Dalam hal pengutipan pendapat ulama lain, Quraish Shihab menyebutkan nama ulama yang bersangkutan. Di anara ulama yang menjadi sumber pengutipan Quraish Shihab adalah Muhammad Thahir Ibnu `Asyur dalam tafsirnya at-Tahrir wa at-Tanwir; Muhammad Husain ath-Thabathaba’i dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an;[9] al-Biqa’i; asy-Sya`rawi; al-Alusi; al-Ghazali; dll. Walau dalam menafsirkan Alquran, Quraish Shihab sedikit banyaknya mengutip pendapat orang lain, namun sering kali dia mencantumkan pendapatnya, dan dikontektualisasi pada keadaan Indonesia.

Corak Penafsiran

Dalam menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, yang diperhatikan adalah hal yang dominan dalam tafsir tersebut. Menurut Dr. Abdul Hay al-Farmawi menjelaskan bahwa dalam tafsir tahlili ada beberapa corak penafsiran, yakni tafsir bi al-Ma`tsur, tafsir bi ar-Ray`, tafsir ash-Shufi, tafsir al-Fiqhi, tafsir al-Falsafi, tafsir al-`Ilmi, dan tafsir al-Adabi al-Ijtima`i.

Dari pengamatan penulis pada Tafsir al-Mishbah, bahwa tafsir ini bercorak tafsir al-Adabi al-Ijtima`i. Corak tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan Alquran, menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki tatanan kemasyarakatan umat, dll.

Dalam Tafsir al-Misbah, hal ini sangat jelas terlihat. Sebagai contoh, ketika Quraish Shihab menafsirkan kata اننووهه dalam surat al-Furqan ayat 63. Quraish Shihab menjelaskan:

(28)

Sifat hamba-hamba Allah itu, yang dilukiskan dengan (ىلهعه نهوششمويه

اننووهه ضضروأهلوا) yamsyuna `ala al-ardhi haunan/berjalan di atas bumi dengan

lemah lembut, dipahami oleh banyak ulama dalam arti cara jalan mereka tidak angkuh atau kasar. Dalam konteks cara jalan, Nabi Saw. mengingatkan agar seseorang tidak berjalan dengan angkuh, membusungkan dada. Namun, ketika beliau melihat seseorang berjalan menuju arena perang dengan penuh semangat dan terkesan angkuh, beliau bersabda: “Sungguh cara jalan ini dibenci oleh Allah, kecuali dalam situasi (perang) ini.” (HR. Muslim).

Kini, pada masa kesibukan dan kesemrawutan lalu lintas, kita dapat memasukkan dalam pengertian kata (اننووهه) haunan, disiplin lalu lintas dan penghormatan terhadap rambu-rambunya. Tidak ada yang melanggar dengan sengaja peraturan lalu lintas kecuali orang yang angkuh atau ingin menang sendiri sehingga berjalan dengan cepat dengan melecehkan kiri dan kanannya.

Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk berjalan perlahan atau larangan tergesa-gesa. Nabi Muhammad Saw. dilukiskan sebagai yang berjalan dengan gesit, penuh semangat, bagaikan turun dari dataran tinggi.”

Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk memperbaiki tatanan kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga masalah disiplin lalu lintas pun disinggung dalam tafsirannya, walau pun mungkin sebagai contoh. Jadi wajar dan sangat pantas sekali, kalau tafsirnya ini digolongkan dalam corak al-Adabi al-Ijtima`i.

E. Kajian Wanita dan Jender

(29)

dalam rangka memperoleh persamaan hak, derajat, dan kebebasan seperti halnya kaum lelaki. Sejak abad ke-14 M sudah ada gerakan untuk memperjuangkan persamaan bagi wanita yang sekarang orang lebih mengenalnya sebagai emansipasi wanita.

Berbicara tentang siapa sebenarnya wanita, Qasim Amin dalam bukunya Tahrir al-Mar’ah menjelaskan bahwa wanita itu manusia seperti pria, tidak ada perbedaan bila dilihat dari anggota badan, tugas, perasaan, pemikiran dan semua yang menyangkut dengan hakikat manusia. Kalaupun akan ada juga perbedaan antara keduanya, itu hanyalah sekedar pengaruh perbedaan jenis.

Menurut Qasim Amin, pendidikan bagi wanita merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka memajukan suatu bangsa, baik ditinjau dari statusnya sebagai anggota masyarakat, ataupun sebagai ibu rumah tangga.

Wanita, menurut Qasim Ami, tidak mungkin mengurus rumah tangga dengan baik, kecuali dengan bekal ilmu pengetahuan. Dengan bekal pengetahuan ini dia dapat memilih sesuatu yang sesuai dengan perasaannya dan dapat berbuat dengan penuh keyakinan. Dengan pengetahuan tulis baca ia dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu bumi, sejarah bangsa-bangsa, astronomi, fisika dan lain-lain, sehingga dirinya penuh dengan pengetahuan, dengan demikian dia juga dapat pula memahami masalah aqidah dan etika agama. Intelektualnya (akalnya) akan siap menerima pendapat-pendapat yang benar dengan penuh kesadaran dan menghindarkan diri dari khufarat dan kebathilan yang mematikan akal sehat kewanitaannya. Dengan pendidikan mental maupun intelektual diharapkan pula akan dapat membentuk wanita yang berahklak baik.

Dua orang wanita Minangkabau yang memperjuangkan kesetaraan jender wanita muslimah adalah:

(30)

Siti Roehana lahir pada 20 Desember 1884, di Kotogadang, Sumatra Barat.8 Roehana berasal dari keluarga terpandang, dari salah satu

jalur matrilineal tertua di Kotogadang, yakni keturunan Datuk Dinagari dari Puak Kato. Ayah Roehana, Moehammad Rasjad Maharadja Soetan, bekerja sebagai seorang hoofdjaksa (jaksa kepala), jabatan yang termasuk berkelas pada masa itu. Ayah Roehana pernah mendapat penghargaan dari Kerajaan Belanda.

Darah keluarga Rasjad memang tergaris profesi jaksa. Datoek Dinagari, kakek buyut Roehana, adalah jaksa pertama di Bukitinggi sekurun 1833-1836. Paman Roehana, adik Rasjad, juga seorang jaksa, begitu pula saudara-saudara lelakinya yang lain. Roehana adalah anak pertama Rasjad dari Kiam, istri pertama Rasjad. Dari Kiam, Rasjad memperoleh enam anak. Setelah Kiam wafat, Rasjad menikah lagi hingga lima kali. Salah satu anak lelaki Rasjad adalah Soetan Sjahrir.9

Dengan demikian, Sjahrir dan Roehana adalah saudara tiri lain ibu. Adik Rasjad, paman Roehana dan Sjahrir, adalah kakek dari Agus Salim, yang pada akhirnya nanti menjadi bapak bangsa Indonesia. Keluarga Roehana memang seolah-olah ditakdirkan sebagai agen untuk perubahan.

Jika di Jawa tersebutlah nama Kartini sebagai pendekar wanita yang paling kondang, kaum perempuan di Sumatra juga punya idola yang tidak kalah harum namanya: Siti Roehana Koedoes. Dari ranah Melayu, Roehana engiringi perjuangan yang dirintis Kartini. Sejarah telah menggurat riwayat, Kartini melegenda berkat jasa baktinya memperjuangkan kaum perempuan, demikian pula Roehana. Kedua srikandi Indonesia itu menempuh jalan pendidikan demi mengentaskan perempuan dari pembodohan dan penindasan.

8 ِ Tamar ِ Djaja, ِ Roehana Koddoes, Srikandi Indonesia, (Jakarta:ِ Penerbitِ Mutiara,ِ 1980),ِ hlm.ِ 26.

(31)

Sama yang dialami Kartini, cita-cita Roehana menemui jalan terjal karena desakan adat yang tak jarang menganggap rendah dalam memposisikan perempuan. Gugatan sentiasa merintangi misi Roehana, baik kecaman yang datang dari kalangan agamawan maupun pemuka masyarakat, terutama mereka yang berpikiran sempit dan anti kemajuan. “Tak ada pengorbanan suci yang sia-sia,” demikian Roehana meneguhkan hati.10

Upaya Roehana demi mencerdaskan bangsa telah dirintis sejak belia. Pada usia yang masih sangat muda, Roehana sudah menjadi guru dengan menyediakan rumahnya sebagai sekolah dadakan bagi anak-anak perempuan. Pelajaran yang diberikan meliputi membaca, menulis, bahasa, budi-pekerti, agama, dan keterampilan menganyam. Roehana memacu semangat murid-muridnya untuk maju dengan meyakinkan bahwa perempuan bisa juga menjadi dokter atau guru. Roehana menganjurkan, dalam upaya mencari ilmu, perempuan lebih baik merantau seperti yang lazim dilakukan kaum lelaki Minang. Bagi kaum adat, gagasan ini jelas menyimpang. Tetapi nyali Roehana tak ciut. Baginya, emansipasi harus terus diperjuangkan demi kemajuan kaum perempuan, khususnya dalam pendidikan.

Pada 1911, Roehana membuka sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di kota kelahirannya, Kotogadang, Sumatra Barat. KAS berkembang pesat dan menghasilkan barang-barang kerajinan berkualitas tinggi. KAS adalah sekolah perempuan pertama di Sumatra yang digagas langsung oleh perempuan. Roehana menjadi wanita Sumatra pertama yang dengan sadar memulai usaha memajukan kaum perempuan.

Selain sebagai pendidik, Roehana juga disebut sebagai Ibu Pers Indonesia berkat perannya sebagai pelopor penerbitan koran perempuan

(32)

pertama di Indonesia di mana perempuan mengambil peranan langsung dalam teknis penerbitannya. Rohana merupakan cikal bakal lahirnya wartawan-wartawan profesional di Sumatra Barat. Roehana tak hanya sekadar berperan sebagai “pemanis” dalam koran-koran yang dikelolanya. Lebih dari itu, dia memainkan lakon sentral sebagai pemimpin redaksi Soenting Melajoe, koran perempuan yang terbit di Padang sejak 10 Juli 1912, juga koran-koran bergenre emanisipasi wanita lainnya. Meskipun menjabat sebagai pemimpin redaksi, Roehana tak segan turun langsung ke bawah untuk meliput berita.

Roehana juga terlibat aktif dalam perintisan perhimpunan perempuan di Sumatra. Melihat tumbuh subur berdirinya organisasi perempuan di tanah Minang, Roehana lalu berinisiatif untuk mewadahinya dan menjadi motor pendeklarasian perhimpunan Sarikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS) sebagai wadah pemersatu berbagai organisasi perempuan Sumatra. SKIS resmi dibentuk di Padang pada 1911. Roehana mendirikan persatuan organisasi perempuan ini jauh sebelum Kongres Perempuan Indonesia digagas, yang kelak baru terlaksana pada 22-25 Desember 1928.

2. Rahma El Yunusiyah

Rahmah lahir di Padang Panjang, 29 Desember 1900, ia merupakan bungsu dari lima bersaudara.11 Rahmah dibesarkan dalam lingkungan

keluarga yang kuat adat dan agama.12

Perempuan, dalam pandangan Rahmah el-Yunusiyah, mempunyai peran penting dalam kehidupan. Perempuan adalah pendidik anak yang

11 ِ Aminuddinِ Rasyad.ِ Disertasi Perguruan Diniyyah Puteri Padangpanjang: 1923-1978, Suatu Studi Mengenai

Perkembangan Sistem Pendidikan Agama.ِ (Jakarta:ِ IAIN

(33)

akan mengendalikanjalurkehidupan mereka selanjutnya.13 Atas dasar itu,

untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum perempuan yang diajarkan oleh kaum perempuan sendiri. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan kaum perempuan, baik di bldang intelektual, kepribadian ataupun keterampilan.

Terlebih, saat itu masih banyak perempuan di daerahnya yang belum mendapatkan pendidikan seperti yang ia rasakan. Atas dasar inilah, ia mendirikan sekolah khusus perempuan dengan model pesantren, Diniyah Putri. Tidak lupa, ia memasukkan pendidikan keperempuanan dalam kurikulum sekolahnya agar perempuan tidak melupakan hak dan kewajibannya.

Dengan berdirinya Diniyah Putri pada 1923, sang pendiri, Rahmah el-Yunusiyah, memperluas misi kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan bagi kaum perempuan yang akan menyiapkan mereka menjadi warga yang produktif dan muslim yang baik. Ia menciptakan wacana baru di Minangkabau, dan meletakkan tradisi baru dalam pendidikan bagi kaum perempuan di kepulauan Indonesia. Diniyah Putri adalah akademi agama pertama bagi putri yang didirikan di Indonesia.14

Murid-murid pertamanya saat itu berjumlah 71 orang yang mayoritas terdiri dari ibu-ibu rumah tangga muda, dengan pelajaran diberikan setiap hari selama 3 jam di sebuah Masjid Pasar Usang, Padang Panjang, dengan sistem halaqah.15 Dalam perkembangannya, sekolah ini menjadi

pesantren dan hanya menerima murid perempuan yang belum menikah.

13 ِ Hamka, ِ Ayahku Riwayat Hidup DR. H. Abdul Karim Amarullah Dari Perjuangan Kaum Agama di Sumatera,

(Jakarta:ِ Umminda,ِ 1982),ِ hlm.ِ 245

14 ِ hamruni,ِ Jurnal Pendidikan Perempuan dalam Pemikiran Rahma el-Yunusiyah,ِ Vol.ِ 02ِ No.ِ 01ِ (Juli,ِ 2004)ِ ,ِ ِ hlm.ِ 8 15 ِ Deliarِ Noer.ِ Gerakan Moderen Islam di Indonesia

(34)

Tujuan akhir Rahmah adalah meningkatkan kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi kaum perempuan dalam masyarakat tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum perempuan sendiri." Melalui lembaga seperti itu, ia berharap bahwa perempuan bisa maju.16

Cita-cita dan gagasan Rahmah el-Yunusiyah tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan mungkin dipengaruhi oleh pengalaman dan capaian pendidikannya sendiri. Meskipun Rahmah hanya sempat mengecap pendidikan dasardi Padang Panjang, studinya yang mendalam terhadap agama adalah sesuatu yang tidak lazim bagi seorang perempuan pada awal abad kedua puluh di Minangkabau. Ia memperoleh pendidikan melalui pengaturan khusus dengan beberapa ulama modemis yang terkemuka, dalam pola kaum muda di zamannya. Selain itu, Rahmah belajar kerumahtanggaan dengan seorang bibi maternal, dan mempelajari soal kesehatan dan pemberian pertolongan pertama di bawah bimbingan enam orang dokter kelahiran India. Ia belajar senam dengan seorang guru Belanda di Sekolah Menengah Putri di Padang Panjang. Pada dasarnya Rahmah memperoleh pendidikan atas inisiatifnya sendiri, pada saat pendidikan formal bagi kaum perempuan hanya tersedla bagi segelintir orang.17

Untuk menarik minat masyarakat, baik kaum intelektual maupun kaum adat (golongan yang sangat kuat memegang faham kuno: bahwa perempuan tidak perlu bersekolah), dan khususnya kaum ibu, maka sekolah inl menggunakan tiga macam perkataan yang menjadi satu yaitu:

Dinijah School Poeteri, dengan nama yang spesiflk tersebut masyarakat menjadi tertarik dan pada masa penjajahan jepang dipopulerkan dengan

16 ِ Ibid.,ِ hlm.ِ 113

(35)

nama "Sekolah Diniyah Puteri", sedang pada masa sekarang dikenal dengan "Perguruan Diniyah Putri " Padang Panjang. 18 Nama ini juga

sekaligus sebagai perlambang pembaharuan pendidikan agama Islam untuk wanita.

Tidak hanya Diniyyah Puteri, Rahmah juga mendirikan lembaga pendidikan Menyesal School untuk kaum Ibu yang belum bisa baca-tulis, kemudian Freubel School (Taman Kanak-kanak), Junior School

(setingkat HIS), Diniyah School Puteri 7 tahun secara berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (4 tahun), dan Tsanawiyah (3 tahun).19

Rahmah ingin perempuan bisa menjadi sosok intelektual yang tetap pada fitrahnya dan anak didiknya menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak, karenanya ia tetap memasukkan pendidikan rumah tangga seperti menjahit, memasak dan keterampilan rumah tangga lainnya ke dalam kurikulum sekolahnya. Karena menurut Rahmah, masyarakat bisa baik bila rumah tangga dari masyarakat tersebut juga baik, karena rumah tangga adalah tiang masyarakat dan masyarakat adalah tiang negara, sebagaimana yang diajarkan oleh agama Islam. Ia menginginkan setiap wanita menjadi ibu yang baik dalam rumah tangganya, masyarakat dan sekolah. Menurut Rahmah hal ini hanya dapat dicapai melalui pendidikan.20

Bab III

18 ِ Aminuddinِ Rasyad,ِ dkk. ِ Hj Rahmah El Yunusiyah dan Zainuddin Labay El' Yunusy Dua Bersaudara Tokoh Pembaharu Pendld/kan Islam di Indonesia, (Pengurus Perguruan Diniyah Putri Padang panjang Perwakilan Jakarta:Jakarta, 1991),ِ hlm.ِ 101

19 ِ Jajat ِ Burhanuddin ِ dan ِ Oman ِ Fathurrahman. ِ Tentang Perempuan Islam: Wacana dan Gerakan. ِ (Jakarta: Gramediaِ Pustakaِ Utama.ِ 2004).ِ hlm.ِ 18-19

(36)

Penutup A. Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Kompleksitas – kompleksitas perusahaan – perusahaan besar yang sedang berkembang saat ini sangat dituntut untuk menggunakan sistem pengelolaan yang cukup simpel namun

Dengan adanya sistem informasi geografis berbasis web tersebut akan memberikan alternatif kemudahan kepada masyarakat untuk mencari informasi mengenai lokasi

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Tata Boga.

Pada tahap ini peneliti mengadakan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran siswa. Peneliti bekerjasama dengan wali kelas dalammelaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan

Kegiatan Perusahaan dalam memperkenalkan produk-produk baru dari perusahaan kepada pelanggannya atau pada masyarakat. Perusahaan harus mensosialisasikan kelebihan dan keunggulan

Hasil observasi siswa menggunakan lembar observasi siswa yang telah dipersiapkan sebelumnya. Aspek pengamatan pada lembar observasi siswa disesuaikan dengan

In this paper, the hybrid control architecture uses hierarchical structure of IT2 fuzzy sets (IT2FS) to avoid the huge rule base due to the embedded platform and modular

Setelah menambahkan plugin UndaBeans akan ada tambahan menu-menu baru pada Pallete Beans... Buat Form-form dengan NewJInternalFrameFrom kemudian pada Menu Utama (