• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Putus Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Putus Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus dan 98% kematian akibat TB dunia, terjadi di negara-negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 tahun sampai 4 tahun. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.7 Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992, WHO telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2012 adalah:

- Insiden kasus : 9,4 juta (8,9-9,9 juta) - Prevalens kasus : 14 juta (12-16 juta) - Kasus meninggal (HIV negatif) : 1,3 juta (1.2-1,5 juta) - Kasus meninggal (HIV positif) : 0,38 juta (0,32-0,45 juta)

(2)

seperti pada negara-negara yang sedang berkembang, kegagalan program TB selama ini, hal ini diakibatkan oleh : Tidak memadai komitmen politik dan pendanaan. Tidak memadai organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya. Tidak memadai tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis). Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG (Bacillus Calmette-Guerin). Infra stuktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. Dampak pandemi infeksi HIV.6,12

Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia tenggara (35%), Afrika (30%) dan regio Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV positif, dan 80% kasus TB–HIV berasal dari Regio Afrika. Pada tahun 2009, diperkirakan kasus TB multidrug-resistant (MDR) sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil data WHO tahun 2009, Lima Negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu India (1.6-2.4 juta), Nigeria (0.37-0.55 juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta). India menyumbangkan kira-kira seperlima dari sejumlah kasus di dunia (21%).6,10 Tuberkulosis (TB) terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global, dengan perkiraan 9,4 juta kasus TB dan 1,8 juta dengan kematian pada tahun 2008.

(3)

gagal dalam pengobatan TB karena kegagalan pengobatan awal, putus berobat, atau kambuh setelah pengobatan awal, dengan pengobatan TB yang berulang maka kejadian resistensi obat sering dijumpai.13,14

(4)
(5)

Gambar 1, Faktor risiko kejadian TB 17

Sebagaimana diterangkan dalam beberapa penelitian, penyebab putus berobat pada pasien TB paru biasanya terjadi pada pasien berobat secara pribadi dan juga pada pasien yang yang dalam program DOTS dan non DOTS. Pasien menghentikan pengobatannya pada akhir bulan ketiga juga ditemukan terjadi antara bulan kedua dan ketiga. Selain itu putus berobat pada pasien TB paru terjadi dalam dua bulan pengobatan dan mereka yang mangkir. Ditambahkan juga bahwa putus berobat pada pasien TB paru yang dalam pengobatan fase lanjutan, dan mereka mencari penyebabnya, dimana penyebab paling banyak adalah pasien merasa sudah merasa perbaikan pada awal pengobatan. Beberapa penelitian lainnya penyebab putus berobat juga disebabkan olaeh masalah kurangnya

Jumlah kasus TB BTA + 2. Tata laksana tak

memadai

3. Kondisi kesehatan TB

Faktor lingkungan

1 V il i

sembuh

(6)

pendidikan kesehatan, efek samping obat, biaya pengobatan, lamanya waktu penggobatan, alkoholisme, jarak yang jauh dalam perjalanan untuk penggambilan obat (DOTS).12,18

Selain itu beberapa penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa penyebab putus berobat pada pasien TB paru banyak disebabkan oleh faktor risiko lain seperti penyakit bersamaan, pelayanan kesehatan, Peran PMO, tingkat pendidikan dan pendapatan pasien, sehingga dapat menyebabkan terjadinya resistensi obat OAT dan meningkatnya morbiditas.8,9,12

2.2. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex.

DEFINISI KASUS

Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB gejala umum TB paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan (sesak napas, nyeri dada, batuk darah) dan/gejala tambahan (tidak nafsu makan, penurunan Berat badan, keringat malam dan mudah lelah). Dalam menentukan suspek TB harus dipertimbangkan faktor seperti usia pasien, imunitas pasien, status HIV atau prevalens HIV dalam populasi.

Kasus TB adalah:

(7)

M.tuberculosis maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan satu atau lebih dahak BTA positif. ATAU

b. Seorang pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga didiagnosis TB oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan paduan dan lama pengobatan yang lengkap.19,20

Saat menegakkan diagnosis TB paru, dan sebelum menentukan pengobatan yang diberikan, harus ditentukan pula definisi kasus TB paru. Definisi kasus ditentukan oleh 4 determinan yaitu:

1. Lokasi penyakit (pulmoner/extra pulmoner) 2. Hasil hapusan dahak.

3. Riwayat pengobatan sebelumnya 4. Beratnya penyakit.

1. Definisi kasus berdasarkan lokasi penyakit :

a. TB paru yaitu bila penyakit melibatkan parenkim paru. b. TB ekstra paru yaitu TB pada organ selain paru. 2. Definisi berdasarkan hapusan dahak :

TB paru BTA (+), bila 2 atau lebih pada pemeriksaan dahak didapatkan BTA (+) atau satu BTA (+) plus abnormalitas radiologis yang menunjukkan TB paru, atau hapusan BTA (+) plus kultur M.TB positif.

TB paru BTA (-), yaitu diluar definisi pada BTA (+) tersebut. 3. Definisi kasus berdasarkan beratnya penyakit :

(8)

atau dan atau menimbulkan cacat (TB milier, efusi perikardial, efusi pleura massif atau bilateral meningitis TB, TB spinal, intestinal, genitourinaria). 4. Definisi kasus berdasarkan riwyat penggobatan sebelumnya :

Kasus baru (New case) : Penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tubekulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.

Kambuh (relaps) : Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (hapusan atau kultur).

Gagal pengobatan (treatment after failure) : Penderita yang memulai pengobatan kategori 2 setelah gagal dengan pengobatan sebelumnya. Yaitu penderita Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih. Atau penderita dengan BTA negatif menjadi positif pada akhir bulan ke-2.

Pengobatan setelah default (Treatment after default/drop out) : penderita yang kembali berobat, dengan hasil bakteriologi positif, setelah minum obat 2 bulan atau lebih.

Pindahan (Transfer in) : penderita yang telah mendapat pengobatan di suatu kabupaten kemudian pindah ke kabupaten lain. Penderita ini harus membawa surat rujukan/pindah (form TB 09).

(9)

Faktor Kuman Tuberkulosis.

Mycobacterium tuberculosispanjangnya 1 sampai 4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 370C dengan tingkat PH (power Hydrogen) optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri dari asam stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin).

Secara eksperimental, populasi M.tuberculosis didalam lesi dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kapitas atau dalam lesi yang PHnya netral.

2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan PH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang melindunginya terhadap obat anti tuberkulosis tertentu.

3. Populasi C, yang terdiri dari kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dorman hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat, kuman seperti ini banyak terdapat dalam dinding kavitas.

(10)

tuberkulosis. Jumlah polulasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri.16

2.3. DIAGNOSIS TB

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukan kuman TB (BTA). Pememuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru berdasarkan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

4. Gambaran kelainan radiologic paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

(11)

Gambar 2, Alur Diagnosis TB Paru.17

Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alurdiagnostik ini dapat digunakan secara lebih fleksibel : pemeriksaan mikroskopis dapat

Suspek TB paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis- Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

(12)

Diagnosis TB ektra paru

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

2. Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosiskerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis terhgantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.6,12

2.4. PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Tujuan penggobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan mencegah resistensi terhadap OAT. Untuk itu diperlukan OAT yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk pengobatan TB didasarkan pada rekomendasi WHO.16

Terdapat 4 populasi kuman TB yaitu :

1. Metabolically active, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kaviti. 2. Bacilli inside cell, misal dalam makrofag.

(13)

Pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama karena sulit untuk membunuh kuman semi dorman.

Terdapat 3 aktifitas anti tuberkulosis yaitu :

1. OAT bakterisidal : INH(isoniazid), rifampisin, pirazinamid. 2. OAT dengan kemampuan sterilisasi : Rifampisin, pirazinamid.

3. OAT dengan kemampuan mencegah resistensi : Rifampisin dan INH, sedangkan streptomisin dan etambutol kurang efektif.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi : 1. TB paru BTA positif

Pengobatan yang diberikan : 2 RHZE /4 RH

Alternatif : 2 RHZE/ 4 R3H3 (program P2TB) : 2 RHZE/ 6 HE

Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan hasil uji resistensi, paduan ini dianjurkan untuk :

1. TB paru BTA + kasus baru

2. TB paru BTA – dengan lesi luas (termasuk destroyed lung dan far advanced) kriteria ATS (American ThoracicSociety).

3. TB diluar paru → lihat keadaan khusus.

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat dibedakan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE/ 7R3H3, pada keadaan :

1. TB dengan lesi luas

2. Disertai penyakit komorbid (DM, pemakaian obat-obat imunosupresi, kortikosteroid).

(14)

TB kasus baru : yaitu penderita TB yang belum mendapat pengobatan sebelumnya atau bila pernah mendapat pengobatan tidak lebih dari 1 bulan. 2. TB paru BTA negatif dengan lesi tidak luas

- Pengobatan yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH - Alternatif : 2 RHZ / 4 R3H3 atau 6 RHE 3. TB paru kasus Kambuh

- Definisi : TB paru yang telah dinyatakan sembuh, akan tetapi bakteriologik (mikroskopik dan atau biakan) kembali positif.

- Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus difikirkan kemungkinan adanya :

1. Infeksi sekunder 2. Infeksi jamur 3. TB paru kambuh

- Pada kasus kambuh, bila ada pola resistensi dapat diberikan obat

1. Sesuai hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan. Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya.

2. Sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

- Bila tidak ada /tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2RHZES / 1 RHZES / 5 R3H3E3 (program P2TB).

4. TB paru kasus gagal pengobatan

(15)

b. Pengobatan sebaiknya berdasarkan uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4-5 OAT dengan 2 macam yang masih sensitif, dengan lama pengobatan minimal selama 1-2 tahun. Menunggu hasil resistensi dan dapat diberikan dahulu 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.

c. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal.

d. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2RHZES / 1 RHZEI / 5H3R3E3.

e. Sebaiknya kasus gagal dirujuk ke dokter spesialis paru. 5. TB paru dengan kasus putus berobat

- Definisi : Penderita TB paru yang sedang mengalami pengobatan telah menghentikan pengobatan OAT selama fase intensif atau fase lanjutan sesuai jadwal yang ditentukan dan belum dinyatakan sembuh oleh dokter yang mengobati, atau pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu : pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

- Penderita menghentikan penggobatannya ≥ 2 minggu

1. Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatifdan klinis, radiologis negatif pengobatan OAT STOP.

(16)

3. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.

4. Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan tetapi klinis dan radiologis positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.

5. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

6. TB paru kronik

1. Defenisi : TB paru dengan sputum BTA positif setelah menjalani pengobatan ulang dengan pengawasan yang baik.

2. Pengobatan : jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, berikan minimal 2 OAT yang sensitif ditambah dengan obat lain seperti quinolon, betalaktam, makrolid.

3. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

4. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru. 7. TB paru Resistensi ganda = MDR TB

a. TB paru dengan menunjukkan resistensi terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.

(17)

OBAT ANTI TB

Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT.6

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3xseminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5

(4-6)

10

(8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10

(8-12)

10

(8-120

Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25

(20-30)

35

(30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15

(12-18)

15

(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15

(15-20)

30

(20-35)

KODE REGIMEN PENGOBATAN TB. Pengobatan TB terdiri dari 2 fase yaitu :

Fase initial/fase intensif (2 bulan) :Pada fase ini membunuh kuman dengan cepat. Dalam waktu 2 minggu penderita yang infeksius menjadi tidak infeksius, dan gejala klinis membaik. Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Pada fase ini sangat penting adanya pengawasan minum obat oleh PMO.

Fase lanjutan (4-6 bulan): Bertujuan membunuh kuman persister (dorman) dan mencegah relaps. Fase ini juga perlu adanya PMO.

(18)

Fase inisial adalah 2 (HRZE), lama pengobatan 2 bulan, dengan obat INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diminum tiap hari. Fase lanjutan adalah 4(HR)3, lama pengobatan 4 bulan, dengan INH dan rifampisin, diminum 3 kali seminggu.

2.5. GAMBARAN KLINIS

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratori : batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung luas lesi. Kadang pasien terdeteksi pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin belum ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar.

2. Gejala sistemik : demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.

(19)

Pada pleuritis TB terlihat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi rongga yang pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan fisik :

Tanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membedakan TB dengan penyakit paru lain. Dapat ditemukan tanda-tanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara napas bronkial, amforik, ronki basah. Pada efusi pleura didapatkan gerak napas tertinggal, keredupan dan suara napas menurun sampai tidak terdengar. Bila terdapat limfadenitis tuberkulosa didapatkan pembesaran kelenjar limfe, sering didaerah leher, kadang disertai adanya skrofuloderma.

Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan bakteriologis sangat berperan untuk menegakkan diagnosis.Spesimen dapat berupa dahak, cairan pleura, cairan cerebro spinalis, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage, urine dan jaringan biopsi.

Foto toraks :

Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto torak tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila: curiga adanya komplikasi (efusi pleura, pneumotoraks), hemoptisis berulang atau berat, didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+).

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :

1. Bayangan berawan/ nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru.

(20)

3. Bayangan bercak milier. 4. Efusi pleura.

Gambaran radiologis yang dicurigai TB inaktif :

1. Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah.

2. Kalsifikasi.

3. Penebalan pleura.15 Kriteria Sembuh

- Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang ( follow-up) hasilnya negatif pada akhir pemeriksaan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

2.6. EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, efek samping obat, penanganan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan obat. Evaluasi klinik

1. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama penggobatan selanjutnya tiap 1 bulan.

2. Evaluasi : respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.

3. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologik (0-2-4-6-5-6/ 7-8-9)

(21)

3. Sebelum pengobatan dimulai

4. Setelah 2 bulan pengobatan/ setelah fase intensif 5. 2 bulan sebelum akhir pengobatan

6. Pada akhir pengobatan.

- Bila ada fasilitas biakan : pemeriksaan biakan (0-2-4/7) Evaluasi radiologis (0-2-6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada : 1. Sebelum pengobatan

2. Setelah 2 bulan pengobatan 3. Pada akhir pengobatan

Evaluasi efek samping secara klinik

1. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap.

2. Fungsi hati : SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase), bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.

3. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.

4. Pemeriksaan virus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.

5. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri.

(22)

efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai adanya efek samping maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya. Penanganan efek samping obat

1. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dengan dapat diatasi dengan pemberian salisilat / allupurinol.

2. Efek samping yang serius adalah hepatitis imbas obat, penanganan seperti tertulis diatas.

3. Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang umumnya disebab kan INH dan rifampisin, dapat dilakukan dosis rendah dan desensitisasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya.

4. Kelainan yang harus dihentikan pengobatan adalah trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIII karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena tiasetazon.

5. Bila suatu oabat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik. Evaluasi keteraturan berobat

(23)

2. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi Evaluasi penderita yang telah sembuh

Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk mengetahui adanya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah sputum BTA mikroskopik dan foto toraks. Sputum BTA mikroskopik 3,6,12, dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh..16,22

2.7. KERANGKA KONSEP

Pasien TB Gejala klinis Sakit TB (+)

Faktor penyebab putus berobat

Putus berobat

Berhasil/sembuh

Jenis kelamin Umur/usia Pendidikan

Tahu lama pengobatan Tahu risiko menghentikan pengobatan

Pendapatan/penghasilan Efeksamping obat Jarak rumah ke yankes Merasa sembuh

Gambar

Gambar 1, Faktor risiko kejadian TB 17
Gambar 2, Alur Diagnosis TB Paru.17
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT.6

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan Master adalah sebuah persamaan diferensial fenomenologis orde pertama yang penyelesaiannya memberikan evolusi waktu dari (fungsi) peluang suatu sistem

Setelah dilakukan evaluasi terhadap dokumen kualifikasi dan penawaran yang Saudara ajukan pada pekerjaan Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan

Secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Lemongrass Resto merupakan rumah makan yang memiliki standar dari segi Menu,

[r]

[r]

Penulisan Ilmiah inihanya membahas dan mengulas tentang pengelolaan data dan pembuatan laporan data anggota, transaksi simpanan, transaksi pinjaman, dan transaksi cicilan

Penjualan di luar daerah kampus terlebih lagi pada acara Car Free Day kami tujukan untuk memperkenalkan produk kue Bobibow ( Brownies Ubi Rainbow ) kepada masyarakat Semarang

Promosi yang kami gunakan untuk memperkenalkan “Pia SIPUT” adalah melalui face to face yaitu produsen sendiri atau melalui bagian pemasaran memperkenalkan produk kepada