BAB II
MEKANISME BENTUK MAL ADMINISTRASI KANTOR NOTARIS A. Pengertian Mal Administrasi
Istilah mal administrasi diambil dari bahasa inggris “mal administration” yang
harus diartikan tata usaha yang buruk, pemerintahan yang buruk. Kata administrasi
berasal dari bahasa latin “administrare” yang berarti to manage, derivasinya antara
lain menjadi “administratio” yang mengandung makna pemerintah.74
Mal administrasi merupakan salah satu kata yang sangat melekat dengan tugas
dan fungsi pada setiap jenis pekerjaan termasuk pada pekerjaan di kantor notaris.
Mal administrasi sebagai kesalahan administratif yang tidak terlalu penting
(trivial matters). Dalam hukum positif Indonesia ada 9 kriteria yang menjadi kategori
mal administrasi, yaitu:75
g. Dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah;
h. Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial;
i. Bagi masyarakat dan orang perseorangan;
Jabatan notaris adalah jabatan umum. Notaris dapat dikatakan sebagai pejabat
umum karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Meskipun notaris
74
Deddy Yudha Blog, Mal Administrasi,
deddyyudha.bloggspot.com/2012/10/maladministrasi.html, diakses pada tanggal 6 Mei 2015
75
Hendra Nurtjahjo, dkk, Memahami Mal Administrasi,
Ombudsman.go.id/index.php/component/banners/click/23.html, diakses pada tanggal 6 Mei 2015
diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tidak dapat dikatakan bahwa notaris
adalah pegawai negeri yang juga diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Dapat
dikatakan bahwa notaris adalah pegawai pemerintah tanpa menerima gaji dari
pemerintah sebagaimana halnya dengan pegawai negeri.76
Notaris dipensiunkan oleh pemerintah akan tetapi tidak menerima uang
pensiun dari pemerintah karena notaris tidak tunduk kepada Undang-Undang Nomor
8 Tahun 197477 jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Notaris adalah pejabat umum dan pejabat umum tidak selalu pegawai negeri.
Akan tetapi ada juga pejabat umum yang selain melayani masyarakat, juga
merupakan pegawai negeri. Misalnya, pegawai kesehatan, pegawai catatan sipil,
konsuler Indonesia yang berada diluar negeri, dan sebagainya. Mereka ini bukan
pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 15 ayat 1 UUJN,
karena mereka tidak berhak membuat akta otentik seperti yang tercantum dalam Pasal
1868 KUHPerdata.78
Notaris menjalankan tugas negara, akta yang dibuat, yaitu minuta adalah
merupakan dokumen negara. Jadi tugas utama notaris yaitu membuat akta-akta
otentik guna melayani masyarakat atas permintaan masyarakat.
76
Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
77
G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hlm. 35
78
Dalam hal ini dapat dihubungkan dengan Pasal 1868 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa ”Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu”.
Pasal ini tidak memberikan penjelasan lebih lanjut siapa yang dimaksud
dengan pejabat umum. Oleh karena itu di dalam Pasal 1 angka 1 UUJN diatur lebih
lanjut tentang hal ini, bahwa yang dimaksud dengan Pejabat Umum yang
satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik adalah Notaris, sepanjang juga tidak
ditugaskan atau dikecualikan bagi pejabat lain. Pejabat umum lain yang dimaksud
yang juga dapat membuat akta otentik adalah Hakim, Pegawai Catatan Sipil, dan
sebagainya.79
Dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris juga menegaskan bahwa Notaris
dibatasi wewenangnya untuk akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau
diminta oleh yang berkepentingan hal mana berarti bahwa Notaris tidak berwenang
membuat akta otentik secara Jabatan.
Dengan demikian Notaris tidak berwenang untuk membuat akta dibidang
hukum publlik, wewenangnya terbatas pada pembuatan akta akta dibidang hukum
perdata.
Pembatasan lainnya dari wewenang Notaris dinyatakan dalam perkataan
perkataan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan. Sehingga tidak
79
semua akta dapat dibuat oleh Notaris, akan tetapi hanya mengenai perbuatan,
perjanjian dan ketetapan.80
Penegasan dari Pasal tersebut diatas memberi arti bahwa kewenangan Notaris
untuk membuat akta otentik tidak boleh menyimpang dari kewenangan yang diatur
dalam Uudang undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris itu sendiri.
Dengan tidak ditaatinya UUJN dan Kode Etik Notaris tersebut maka dapat
disangka sebagai salah satu penyebab terjadinya Mal Administrasi.
B. Bentuk Mal Administrasi Kantor Notaris
Jabatan Notaris merupakan jabatan yang tergolong kaum profesional . kaum
profesional itu umumnya berkelompok menjadi anggota dari suatu organisasi profesi
yang bertujuan umum untuk menjaga keluhuran profesi. Tugasnya menjaga agar
standar keahlian dan ketrampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar,
pengabdian kepada masyarakat tidak luntur, dan tidak sembarangan orang memasuki
profesi mereka.81
Istilah mal administrasi digunakan kalangan profesi untuk menggambarkan
kelalaian, penyimpangan, kesalahan atau ketidakmampuan praktek profesi sesuai
dengan standar yang berakibat merugikan konsumen.82
Penggunaan istilah mal administrasi kini sudah meluas diberbagai bidang
disiplin ilmu, termasuk dalam bidang kenotariatan. Profesi yang melakukan mal
80
A. Kohar, Notaris Dalam Praktek, Penerbit Alumni, Bandung, 1983, hlm. 25
81
H. Burhanudin Slam, Etiks Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 139
82
administrasi dapat terjadi pada profesi di bidang kedokteran, hukum, ekonomi,
teknik, dan sebagainya.
Menurut Soerjono Soekanto dan Kartono Muhammad, mal administrasi dapat
dibedakan kedalam beberapa kategori menurut bidang tata hukum, misalnya menurut
hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi.83
Soal mal administrasi adalah suatu istilah hukum, pelanggaran dari ketentuan
tersebut dapat diajukan ke pengadilan pada hakim pidana ataupun hakim perdata
ataupun dapat dihadapkan dengan tindakan administrasi oleh badan non judikatif.
Tanggung jawab berdasarkan hukum perdata mengakibatkan adanya
penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada notaris dan selanjutnya notaris yang
bersangkutan dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan
tidak hormat.
Mal administrasi yang dilakukan oleh notaris baik didalam UUJN maupun
Kode Etik Notaris, tidaklah diberikan penjelasan atau pengertian secara jelas.
Pengertian mal administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan operasional yang terbatas pada surat menyurat, ketik
mengetik, catat mencatat, pembukuan ringan dan lain lain kegiatan kantor yang
bersifat teknis ketatausahaan, sedangkan pengertian administrasi dalam arti luas
proses kerja sama dari kelompok manusia (orang orang) dengan cara cara yang paling
83
berdaya guna (efisiensi) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.84
Merujuk pada pemaparan diatas, administrasi dalam rangka pelayanan publik
diterjemahkan secara luas, tidak terbatas pada kegiatan tata usaha belaka. Maka
istilah mal administrasi juga relevan untuk diterjemahkan tidak sekedar
penyimpangan terhadap kegiatan tulis menulis ataupun lainnya tetapi lebih luas
mencakup pada penyimpangan yang terjadi terhadap fungsi fungsi pelayanan publik
yang dilakukan setiap pejabat publik kepada masyarakat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN, dalam keadaan
tertentu, notaris dapat menolak untuk memberikan pelayanan dengan alasan alasan
tertentu. Dalam penjelasan pasal ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan
“alasan untuk menolaknya” adalah alasan yang mengakibatkan notaris berpihak,
seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan notaris sendiri atau dengan
suami/ istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk
melakukan perbuatan, para pihak tidak dikenal oleh Notaris, para pihak tidak bisa
mengungkapkan keinginannya, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.85
Notaris berkewajiban untuk membuat dokumen atau akta yang diminta
masyarakat. Seorang notaris tidak dapat menolak permohonan tersebut karena
memang itulah salah satu tugas pokok seorang notaris. Seorang notaris dapat dituntut
84
Ismail Saleh, Op Cit, hlm. 37
85
jika menolak untuk membuat akta tanpa alasan yang jelas karena kewajiban membuat
dokumen diamanatkan oleh undang-undang. Jika terjadi penolakan berarti si notaris
melanggar undang-undang. Jika seorang notaris memiliki alasan kuat untuk
melakukan penolakan maka hal tersebut dapat dilakukan.
Khusus untuk notaris yang melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i dan
k UUJN, di samping dapat dijatuhi sanksi yang terdapat di dalam Pasal 85 UUJN,
juga dapat dikenakan sanksi berupa akta yang dibuat di hadapan notaris hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta
menjadi batal demi hukum (Pasal 84 UUJN). Maka apabila kemudian merugikan para
pihak yang bersangkutan, maka pihak tersebut dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada notaris. Sedangkan untuk pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN,
meskipun termasuk dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya
maka tidak akan dikenakan sanksi apapun. Diantara sanksi yang sering dilakukan
oleh notaris adalah sebagai berikut:
a. Delay (menunda-nunda pekerjaan);
b. Incorrect action or failure to take any action (kesalahan dalam bertindak atau melayani);
c. Failure to follow procedures or the law (mengabaikan prosedur atau hukum yang berlaku);
.
d. Failure to provide information (kesalahan dalam memberikan informasi);
e. Inadequate record-keeping (pencatatan yang tidak memadai); f. Failure to investigate (kesalahan dalam penyelidikan);
g. Failure to reply (kesalahan dalam menjawab);
h. Misleading or inaccurate statements (pernyataan yang menyesatkan atau tidak akurat);
k. Broken promises (ingkar janji)
C. Mekanisme Mal Administrasi Kantor Notaris
Mekanisme untuk menghindari dari perbuatan mal administrasi adalah dengan
cara tetap mengikuti prosedur yang sudah ada sehingga dengan demikian tidak akan
terjadi hal hal yang dapat merugikan pada notaris itu sendiri.
Notaris merupakan profesi yang sangat terhormat dimata masyarakat dengan
kewenangannya yang spesifik dalam membuat akta-akta autentik, secara sederhana
dapat dikatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang, tentunya dalam membuat akta-akta autentik tersebut seorang notaris
telah memahami dan mempelajari dengan seksama sesuai apa maksud kehendak dari
para pihak yang menghadapnya dengan mempedomani Standar Operasional Prosedur
(SOP) dalam pembuatan akta autentik dimaksud, sehingga menghasilkan produk
berupa akta autentik yang valid dan sesuai dengan keinginan para pihak.
Namun demikian dalam implementasinya adakalanya Notaris khilaf atau
bahkan berbuat ekstrim, untuk sengaja demi memenuhi kepentingan-kepentingan
pribadinya, seperti memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik yang berkaitan
langsung dengan minuta atau surat-surat yang dilekatkan dengan minuta atau
protokol, atau bila ada ahli waris pembuat akta yang menyatakan bahwa pada tanggal
pembuatan akta tersebut, yang bersangkutan sesungguhnya telah meninggal dunia
autentiknya tersebut dikemudian hari menjadi bermasalah dan menjadi ranah
perbuatan pidana, sehingga harus dilakukan proses penyidikan oleh penyidik Polri.
Mekanisme kantor notaris adalah serangkaian tindakan untuk mencegah agar
tidak terjadinya mal administrasi itu sendiri.
Namun demikian, mengingat Majelis Kehormatan Notaris (MKN) dan
Peraturan Menterinya sampai saat ini belum terbentuk sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 66 dan 66 A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris, demikian pula Peraturan Pelaksanaannya sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 91B Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, juga belum
dibuat, maka penyidikan terhadap Notaris saat ini masih berlaku seperti pada
peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris ditambah dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.
49/PUU-X/2013, tanggal 28 Mei 2013 yang mencabut pasal 66 ayat (1), khususnya pada frasa
tentang kewajiban untuk mendapatkan persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah
(MPD). Hal ini akhirnya juga berkaitan dengan tidak berlakunya lagi ketentuan dalam
pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.03HT.0310 tahun