• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Resipren dan Bitumen Dalam Peningkatan Kekuatan Aspal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Resipren dan Bitumen Dalam Peningkatan Kekuatan Aspal"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal adalah bahan visko elastik yang sifatnya berubah akibat perubahan temperatur. Pada temperatur rendah berbentuk semi padat sedangkan pada temperatur tinggi berbentuk cair. Hal ini disebabkan perubahan jarak partikel aspal. Pada temperatur tinggi, jarak antar partikel menjadi renggang sehingga aspal berubah menjadi cair, pada temperatur rendah, jarak antar partikel menjadi dekat, sehingga aspal menjadi padat (Suroso, 2007).

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun (Sukirman, 2003). Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh pecahan batu batuan. Setelah berjuta juta tahun material organisme dan lumpur terakumulasi dalam lapisan-lapisan ratusan meter, beban dari beban teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama - kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah yang menjadi senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi dari minyak mentah, namun aspal ditemukan juga sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).

(2)

2.1.1 Jenis Aspal

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak yaitu:

 Aspal Alam : yaitu aspal yang didapat disuatu tempat dialam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton, dan ada pula yang diperoleh didanau seperti di Trinidad.

 Aspal minyak : adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi (Sukirman, 2003).

2.1.2 Sifat Kimiawi Aspal

Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan untuk meneliti komponen-komponen pembentuk aspal. Komponen fraksional pembentuk aspal dikelompokkan berdasarkan karakteristik reaksi yang sama.

Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui daya larut aspal di dalam asam belerang (sulfuric acid). Terdapat 5 komponen fraksional aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya di dalam asam sulfuric acid, yaitu:

1. Asphaltenes (A) 2. Nitrogen bases (N) 3. Acidaffin I (A1)

4. Acidaffin II (A2)

5. Paraffins (P)

(Sukirman, 2003)

2.1.3 Aspal dan Perannya pada Bitumen

(3)

dalam benzene atau toluene. Mereka biasanya dinamakan dengan pelarut yang digunakan pada endapannya, karena setiap aspal berbeda kualitas dan kuantitasnya berdasarkan pelarut yang digunakan. Sebagai contoh, n-C5-aspal atau

n-C6-aspal yang berarti bahwa aspal diendapkan menggunakan pentane normal

atau heksana normal, berturut-turut sebagai pelarut. Pada proses komersial, hidrokarbon yang lebih rendah – seperti propane, butane, atau campuran keduanya digunakan sebagai pelarut. Hasil aspal tergantung pada pelarut atau campuran pelarut yang digunakan, daya larut pelarut, dan rasio pelarut bitumen. Hubungan aspal tidak termasuk struktur molekul khusus atau berat molekul. Meskipun, aspal adalah kelompok jenis molekul, yang mana berat molekul persisnya masih belum diketahui dan berbagai macam dari 500 sampai 15.000 tergantung pada teknik analitik yang digunakan (Banerjee, 2012).

Struktur molekul khas dari aspal dtitunjukkan pada gambar 2.1

(4)

2.2 Bitumen

Bitumen seperti yang dijelaskan dalam kamus inggris oxford sebagai ‘campuran

seperti tar hidrokarbon yang terdapat dari petroleum alamiah atau dari destilasi,

dan digunakan untuk permukaan jalan dan atap’. (Oxford university press, 1996). Bitumen dihasilkan selama distilasi minyak mentah. Pada umumnya diakui bahwa minyak mentah dari sisa makhluk hidup laut dan bahan sayuran yang terendap dengan lumpur dan pecahan batuan dilautan ( Shell Bitumen, 1990). Bitumen adalah zat perekat (cementitious) berwarna hitam atau gelap, yang dapat diperoleh dialam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen terutama mengandung senyawa hidrokarbon seperti aspal, tar, pitch (Sukirman, 2003).

Bitumen adalah produk olahan sebagian kecil distilasi minyak mentah, tetapi juga ditemukan endapan alamiah. Itu memiliki kombinasi unik kedap air yang sempurna dan sifat adesif yang telah digunakan dengan efektif selama lebih dari 5000 tahun. Bitumen adalah material termoplastik murah yang secara luas digunakan dalam pengatapan, jalan, dan aplikasi pavemen (Mc Nally, 2011). Selama lebih dari 5000 tahun bitumen telah digunakan sebagai kedap air dan atau agen pengikat (Abraham, 1945).

British standard 3690, bagian 1 : 1989 menjelaskan bitumen sebagai sebuah cairan kental, atau padat, secara esensial terdiri dari hidrokarbon dan aspal mulanya, yang mana larut dalam trikloroetilen dan secara substansial tidak mudah menguap dan sedikit demi sedikit melemah (menjadi ringan) ketika dipanaskan. Berwarna hitam atau coklat dan memiliki sifat kedap air dan adesif. Bitumen dihasilkan oleh proses kilang minyak dari petroleum dan juga ditemukan sebagai endapan alami atau sebagai sebuah komponen alam terjadinya aspal, yang mana berhubungan dengan bahan mineral (Mc Nally, 2011).

(5)

terjadi secara alamiah ini tergantung pada jumlah proses alam yang mana membatasi sifat dari material ini. Produk ini sering disertai dengan bahan mineral, jumlah dan sifat yang bergantung pada keadaan sekitar yang menyebabkan campuran terjadi (Whiteoak, 1990).

Bitumen sangat berat, tebal, dan kental yang sebenarnya tidak berubah-ubah pada kondisi normal. Pembentukan dimulai sebelum zaman dinosaurus, pada periode Devonian. Salah satu hipotesis yang diterima luas adalah bitumen terbentuk karena biodegradasi minyak konvensional yang bermigrasi (berpindah) jarak, dibawa oleh air laut. Bantuan hipotesis ini bukti sains telah menunjukkan bahwa tingkatan biodegradasi pada bitumen secara langsung berhubungan pada jumlah sisa hidrokarbon pada jarak molekul kurang dari C20 n-alkana dan keadaan

hidrokarbon monoaromatic (Banerjee, 2012).

2.2.1 Bitumen Padat

Gambar 2.2 Bagan Pembagian Bitumen

Bitumen padat adalah batuan sedimen yang mengandung material organik, yang akan menghasilkan minyak melalui proses penyulingan atau retort. Umumnya batuan yang dikategorikan sebagai bitumen padat berupa serpih, namun batuan lain pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen padat dengan syarat memiliki material organik yang dapat menghasilkan minyak dengan retorting proses.

Bitumen padat didefinisikan sebagai endapan minyak/hidrokarbon atau cairan seperti minyak berbentuk padat ataupun semipadat yang terbentuk secara natural di dalam media rekahan batuan. Bitumen padat juga dapat ditemukan di

BITUMEN

Padat Cair

(6)

dalam bebatuan sedimen berbutir halus yang mengandung material organik (oil shale) dan bila diproses dengan cara pemanasan akan menghasilkan minyak. Lapisan bitumen padat

(oil shale) umumnya berupa batu lempung lanauan menyerpih berselang – seling dengan batu lanau gampingan yang padat dan keras. (Tobing, 2005)

Pada umumnya endapan bitumen padat muncul berasosiasi dengan batubara. Hal ini erat kaitannya dengan proses pengendapan batuan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa bitumen padat tidak harus selalu berasosiasi dengan batubara, walaupun pada umumnya keberadaan bitumen padat seringkali berada diantara lapisan batubara (interburden).

Reservoir bitumen padat (probitumen, megrabitumen, tal, dll) adalah material yang tidak dapat bergerak yang sangat lengket yang terjadi didalam reservoir batu, karbonat dan silica. Pengertian berbeda mengenai bitumen dapat ditemukan dalam literature umum. Biokimia organik menjelaskan bitumen sebagai bagian dari jenis organik yang dapat larut dalam pelarut organik (Tissot, 1984). Petrologis organik menjelaskan bitumen sebagai jenis organik yang mengisi kehampaan dan retakan pada batu dan dikelompokkan berdasarkan factor refleksi, intensitas fluoresensi dan kemampuan daya larut mikro (Jacob, 1989). Reservoir bitumen dibedakan dari sumber batu bitumen yang dalamnya terbentuk dari petroleum didalam reservoir melalui proses perubahan buatan atau alami seperti retakan suhu minyak (pirobitumen), gas pengaspalan minyak (resipitasi aspal), dan biodegradasi. Bitumen padat terjadi pada reservoir silica listrik petroleum dan karbonat dalam banyak tempat dialam (Horstad, 1997).

(7)

khatatba berhubungan dengan degradasi suhu dari hidrokarbon petroleum. Batas waktu suhu dievaluasi berdasarkan factor refleksi (Ro) dan model sejarah

terbentuk (Shalaby, 2011). berdasarkan model sejarah terbentuk yang dipelajari oleh shalaby, reservoir khataba memiliki temperatur antara 127-135 oC.

Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan komposisi utama terdiri dari sellulosa. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai proses pembatubaraan atau coalification. Faktor fisika dan kimia yang ada dialam akan mengubah sellulosa menjadi lignit, subbitumen, bitumen, atau antrasit. Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, hal ini mudah dimengerti, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification).

Batubara diklasifikasikan menurut sifat pembakarannya, menjadi antrasit, bitumen, subbitumen, dan lignit. Batubara bitumen terutama digunakan dalam pembakaran yang menghasilakan energi atau karbonisasi untuk pembuatan kokas, ter, bahan kimia batubara, dan gas pabrik kokas (Austin, 1996).

Tabel 2.1 Komposisi Elemen dari Berbafai Tipe Batubara

Komposisi Elemen dari Beberapa Tipe Batubara

Jenis Batubara

Persentase Massa

% C %H %O %H2O %Volatile Matter

Lignit 60 – 70 5 – 6 20 - 30 50 - 70 45 55

Subbituminous 75 – 80 5 – 6 15 - 20 25 – 30 40 45

Bituminous 80 – 90 4 – 5 10 – 15 5 – 10 20 40

(8)

 Sifat batubara jenis bitumen:

- Warna hitam mengkilat, kurang kompak

- Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi - Kandungan air sedikit

- Kandungan abu sedikit - Kandungan sulfur sedikit

Gambar 2.3 Bitumen Padat

Gambar 2.4 Hasil scan dari plug karbonat yang menunjukkan bitumen

padatan hitam – diuraikan dalam pori - pori. Pori lainnya disatukan oleh

(9)

Gambar 2.5 Hasil pantulan cahaya yang terlihat di mikrograf ( di bawah

minyak imersi ) yang menunjukkan besar rendahnya dan kekasaran

bitumen padat ( tanda panah merah ) yang mengisi rongga pori. Lebar

gambar adalah 1 mm.

( Schoenherr , 2007)

2.2.2 Bitumen cair

Bitumen Cair merupakan cairan yang mengalir bebas pada suhu yang normal yang diperoleh dengan mencairkan bitumen dengan pelarut yang sesuai. Viskositas dari bitumen akan berkurang dengan penambahan ketosen ataupun pelarut lain (Shudakara, 2007).

Bitumen dibedakan dalam beberapa kelas sesuai dengan pelarut yag berbeda dalam teknik ekstraksi. Dua klasifikasi paling umum yang dikenal dengan singkatnya adalah :

(10)

2.2.2.1Klasifikasi Bitumen kelas SARA

Bitumen biasanya dibagi berdasarkan empat fraksi yang ada pada umumnya, yaitu Minyak Jenuh (Saturates), Aromatis, Resin, dan Aspal, secara bersamaan keempatnya disebut dengan SARA. Semula klasifikasi ini dibuat dengan kromatografi kolom dengan menggunakan perbedaan bahan penyerap dan pelarut. Teknik yang digunakan dalam analisis SARA didasarkan pada penyerapan bitumen atau fraksinya di dalam kolom dengan adsorben yang aktif dan kemudian mengelusi partikel dari fraksi dengan pelarut yang selektif. Fraksi ini digunakan selanjutnya untuk analisis kimia (Banerjee, 2012 ).

2.2.2.2Klasifikasi Bitumen Kelas PONA

Analisis bitumen kelas PONA biasanya mendestilasi fraksi bitumen dengan menggunakan teknik kromatografi seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Dalam menganalisa bitumen jenis PONA tidaklah harus didalam fraksi resid, karena akan memberikan hasil yang keliru. Analisis PONA saat didestilasi (350 – 535⁰C) dan jenis konsentrasi PONA ditunjukkan seperti :

- Parafin + Oefin < 10% - Naftalen 20 -30% - Aromatik 60 – 70 %

(11)

2.2.3 Kimia Bitumen

Nikel dan vanadium adalah dua elemen utama pada bitumen. Biasanya konsentrasi nikel (80 part/million [ppm]) lebih sedikit dari pada setengah konsentrasi vanadium (220 ppm). Sebagai tambahan, viskositas adalah sifat paling penting karena mewakili karakteristik fluida bitumen. Viskositas berubah dengan jarak suhu yang tinggi. Karena bitumen adalah cairan yang kental, sangat susah untuk mengukur viskositas pada suhu kamar.

Komposisi Elemental. Bitumen adalah campuran kompleks dari hidrokarbon yang mengandung karbon, hydrogen, nitrogen, dan sulfur (CHNS). Konsentrasi CHNS pada petroleum mewakili karakteristik asli dari material mentah. Bitumen termasuk kategori hidrokarbon, karena komponen utamanya adalah karbon dan hydrogen ; yang mengandung lebih dari 80 wt% karbon dan sekitar 10 wt% hydrogen. Kandungan Logam. Bitumen mengandung kosentrasi yang tinggi dari berbagai macam logam, diantaranya adalah nikel dan vanadium yang memiliki konsentrasi yang tinggi. (Banerjee, 2012).

(12)

2.2.3 Klasifikasi Bitumen

Pontonie et al, telah mengklasifikasikan bitumen batu bara berdasarkan bitumenisasi kedalam 5 tingkatan : berubah secara langsung menjadi n – bitumen; dan

5. Fase kualifikasi – n bitumen dapat berubah menjadi aspaltite dan kerobitumen dapat berubah menjadi nigritite yang menjadi 3 bentuk : exinonigritite, keronigritite, dan polynigritite. (Pontonie, 1949)

2.2.5 Struktur Bitumen

SARA (saturate – aromatik – resin – asphaltenes) kolom, terdiri dari 4 kumpulan kebijaksanaan dengan urutan resin H+ pertukaran kation, resin OH- pertukaran

ion, asam besi klorida pada tanah liat, dan resin OH- pertukaran ion, telah

digunakan untuk memisahkan bahan menjadi minyak, resin, dan residu n – pentane tidak larut. Residu lebih lanjut dipisahkan menjadi aspal dan benzene tidak larut oleh ekstraksi. Komponen dihasilkan dengan menggunakan metode SARA dapat diatasi secara individual untuk analisa lebih lanjut (Chilingarian, 1978).

2.2.5.1 Parameter Struktural Bitumen

(13)

Berat molekuler. Berat molekuler bitumen telah menjadi subjek banyak penelitian, yang mana menghasilkan hasil yang berbeda tergantung selama metode dikerjakan. Semakin kompleks molekul aspal bitumen cenderung untuk bergabung dengan kuat bahkan pada larutan yang dicairan, prosedur analitikal biasa gagal untuk membedakan antara berat molekular yang sebenarnya dengan berat partikel. Rata-rata nilai berat partikel diukur dari penguraian dari berbagai jenis aspal dalam pemberian larutan. Sebagai contoh, pada aspal petroleum, beberapa partikel menahan struktur unit selnya utuh secara esensial, sedangkan yang lainnya terpisahkan menjadi unit yang lebih kecil dengan kehilangan satu atau lebih lembar unit. Beberapa aspal petroleum bahkan mencapai ukuran lembar unit sebagai penentu dari sinar-x atau analisis spektrometri massa (Chilingarian, 1978).

2.2.6 Kandungan Bitumen

Bitumen dianggap sebagai campuran kompleks dari berat molekul yang tinggi hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang mana dapat dipisahkan menjadi sifat yang terdiri dari aspal, resin, aromatik dan paraffin. (Traxler, 1936).

Tiga jenis hidrokarbon saat ini dalam bitumen; paraffin, naftana dan aromatik. Nonhidrokarbon dalam bitumen memiliki atom heterosiklik terdiri dari sulfur, nitrogen, dan oksigen. Analisis dasar mengenai bitumen dihasilkan dari berbagai macam minyak mentah menunjukkan bahwa kebanyakan bitumen mengandung:

(14)

berisi nucleus mikrokristalin tipe graptik (Nellenstyn, 1933). Tetapi pada 1940 pfeiffer dan sall mengusulkan aspal adalah berat molekuler tinggi hidrokarbon dari karakter aromatik (Pfeiffer, 1940).

2.2.7 Modifikasi Polimer Bitumen

Konsep blending atau pencampuran 2 atau lebih bahan terbentuk produk tunggal dengan sifat fisik yang berbeda kepada sifat unsur pokok bahan adalah tidak baru.Mechanical, elektris, kimiawi, dan banyak sifat lainnya ditentukan oleh keadaan fase yang dihasilkan. Sebagai contoh, tembaga dan seng dari fase tunggal dinamakan kuningan yang mana secara mekanik lebih besar dari unsur pokok lainnya sendiri. Poliblend adalah campuran fisik dari perbedaan homo atau kopolimer yang berbeda secara structural. Bates (1991) telah meninjau keadaan fase polimer-polimer dan kemampuan mencampur polimer-polimer, dengan cukup baik. Homogenitas dalam campuran tergantung pada panas dan entropi campuran.

Bitumen adalah termoplastik murah yang penting yang mana ditemukan banyak pengaplikasiannya sebagai bangunan dan bahan untuk teknik mesin ; bagaimanapun, bitumen memiliki sifat mekanik yang sedikit karena bitumen keras dan rapuh pada lingkungan yang dingin atau lembab dan fluida pada lingkungan panas (Whiteoak, 1990). Salah satu dari banyak cara mengeraskan bitumen adalah dengan memblendingnya dengan polimer sintetik, yang mana bisa dengan polimer murni atau limbah polimer. Angka polimer yang besar telah dipelajari untuk modifikasi bitumen, termasuk polietilen (jew, 1986)

2.2.8 Kegunaan Bitumen

(15)

2.3 Karet

Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut kemudian dikenal dengan sebutan lateks, yaitu suatu cairan putih yang keluar dari batang tananaman yang disadap (Le Brass, 1968).

Karet remah merupakan salah satu jenis karet alam. Menurut Setyamidjaja (1993), karet ini tidak digolongkan atas visualisasi semata, tetapi berdasarkan sifat karet yang diuji dalam laboratorium. Karet ini di-bal dengan berat 3,3 Kg. karet ini diproses dengan cara mencacah dan membersihkannya. Selanjutnya, karet dikeringkan pada temperatur 100-110oC, sehingga pengeringan berlangsung lebih cepat. Di Indonesia, penentuan kualitas ini berpedoman pada Standard Indonesia Rubber (SIR).

Spesifikasi dari crumb rubber adalah dengan menggunakan standar yang dikenal dengan nama SIR (standard Indonesia Rubber) yaitu produk karet alam yang baik processing ataupun penentuan kualitasnya dilakukan secara spesifikasi teknis. Menurut Solichin (1991), penetapan syarat mutu teknis karet adalah sebagai berikut:

1. Plastisasi awal (Po), dimaksudkan untuk mengetahui panjang rantai molekul karet dari pembentukan atau pemutusan ikatan silang dalam rantai molekul karet.

2. Plasticity Retention Index (PRI), dimaksudkan untuk mengetahui daya tahan karet terhadap degradasi oleh oksidasi yang terjadi selama proses pengeringan pada suhu tinggi yang dipengaruhi oleh perimbangan senyawa pro-oksidan dan anti-oksidan dalam karet.

3. Viskositas Mooney (VM), yaitu untuk mengetahui panjang rantai molekul serta derajat pengikatan silang dalam rantai molekul karet, yang dipengaruhi okleh waktu penyimpanan (storage hardening). 4. Kadar abu, dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah tidak

(16)

5. Kadar zat menguap, yaitu untuk mengetahui bahwa karet mentah telah mengalami proses pengeringan yang sempurna; dipengaruhi oleh suhu pengeringan, bentuk dan ukuran bahan.

6. Kadar nitrogen, yaitu untuk mengetahui jumlah zat-zat yang mengandung nitrogen dari senyawa protein dan turunannya dalam karet mentah.

Di pasaran, sekitar 99% karet alam diperoleh dalam bentuk karet padat, dan sisanya dalam bentuk lateks pekat. Berdasarkan bahan bakunya karet padat dibedakkan menjadi dua yaitu karet padat yang dibuat dari lateks kebun dan karet padat yang dibuat dari lum. Lum adalah lateks yang telah menggumpal pada saat penyadapan. Contoh karet padat yang dibuat dari lateks kebun adalah Ribbed Smoke Sheet (RSS), PALE CREPE, Standard Indonesian Rubber 3 Constant Viscosity (SIR 3 CV); sedangkan contoh karet padat yang dibuat dari lum adalah Brown crepe, SIR 10, dan SIR 20. (BPTK, 2005).

2.3.1 Resipren

(17)

Resipren adalah bahan baku dari berbagai jenis produk industri diantaranya:

Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume.

Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No.76/KPTs/Db/1999. Pedoman Teknik Perencanan Campuran beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian danPengembangan Teknologi Prasarana Jalan, agregat dibedakan dalam beberapakelompok yaitu :

1. Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih ekonomis dan meningkatkan krtahanan terhadap kelelehan.

(18)

itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

3. Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0.075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya. (SK. SNI M-02-1994-03). Fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan terhadap temperature. Hasil penelitian umumnya menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah bahan pengisi (filler) cenderung akan meningkatkan stabilitas dan mengurangi rongga dalam campuran (Rianung, 2007).

2.4.1 Sifat Agregat Sebagai Material Perkerasan Jalan

(19)

%

Karakteristik dari aspal modifier yang diukur meliputi Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test) mengacu pada ASTM C-20-00-2005, Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh Test) mengacu pada ASTM C-670-91, Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Transmission Electron Microscopy (TEM).

2.5.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air

(Water Absorption Test)

(20)

A F

P

2.5.2 Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh

Test)

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah

ini :

Gambar 2.4 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal modifier dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

` (2.2)

Dengan :

P = Kuat tekan, N/m2

(21)

2.5.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Transmission Electron Microscopy

(TEM)

TEM adalah teknik gambaran dimana sorotan electron difokuskan pada spesimen menggunakan versi yang lebih besar untuk dimunculkan pada layar berpijar atau lapisan film foto grapis (William, 2000).

Berdasarkan sejarah, TEM dikembangkan oleh karena resolusi gambar yang terbatas pada mikroskop cahaya, yang dijatuhkan oleh lebar gelombang cahaya yang terlihat.Setelah mikroskop elektron dikembangkan ada banyak kesamaan lainnya yang menjadi alasan untuk menggunakan elektron, kebanyakan dimanfaatkan untuk beberapa perluasan TEM modern (William, 2000).

Louise de Broglie (1952) pertama kali berteori bahwa elektron mempunyai karakteristik seperti gelombang, dengan substansi lebar grlombang lebih kecil dari cahaya yang dapat dilihat.Kemudian Pavisson dan Germer (1927) dan Thompson neid (1927) mengemukakan eksperimen difraksi elektron klasik mereka yang didemostrasikan gelombang elektron.Tidak perlu waktu lama untuk gagasan mengenai mikroskop electron diajukan, laporan pertama kali digunakan laporan Knol dan Ruska (1932), pada laporan ini mereka mengemukakan gagasan lensa elektron kedalam praktek langsung dan mendemostrasikan gambar electron yang diambil pada instrument.

(22)

primer. Bagian ini merincikan beberapa interaksi diantara elektron tersebut dan specimen.

Terdapat persamaan yang penting yang harus kita ketahui.Yang pertama didasarkan oleh gagasan Broglie mengenai panjang gelombang, kita dapat menghubungkan antara momentum partikel p dengan panjang gelombang λ dan konstanta Planck, seperti :

λ= h

( 2. 3)

Pada TEM kita berikan momentum kepada elektron dengan mempercepat penurunan potensial ,V mmberikan energi kinetic eV. Potensial energi ini harus sebanding dengan energi kinetik, dimana :

eV = m v

(2.4)

Sekarang kita jabarkan momentum p menjadi massa elektron m0 , waktu

dari kecepatan ,v , dan memasukkan v ke dalam persamaan 2.4

p = m0v = ( 2 m0eV)1/2 (2.5)

Ada tiga persamaan sederhana untuke menentukan hubungan antara panjang gelombang elektron λ dan mempercepat voltase dari mikroskop elektron ,V.

λ= h

m �� / (2.6)

(23)

Jadi kita harus merubah persamaan 1.6 menjadi :

λ= h

[ m �� + m c�� ] /

(2.7)

Gambar

Gambar 2.1  Struktur Aspal
Tabel 2.1 Komposisi Elemen dari Berbafai Tipe Batubara
Gambar 2.4   Hasil scan dari  plug karbonat yang menunjukkan bitumen            padatan hitam – diuraikan dalam pori - pori
gambar adalah 1 mm.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Variabel adalah suatu pengenal (identifier) yang digunakan untuk mewakili suatu nilai tertentu di dalam proses program.. Nilai suatu variabel dapat berubah-ubah sehingga

Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan orang yang mengadopsi perbuatan dalam diri

Penelitian ini mengkaji ungkaoan metaforis dalam kolom esai taratarot pada situs berita medanbagus.com melalui perspektif semantik. Penelitian ini bertujuan untuk

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) DENGAN AUTHENTIC ASSESMENT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA SUB-POKOK BAHASAN LOGIKA

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa mayoritas responden menyatakan terdapat pengaruh antara informasi Distro Euphoria Rock Store Medan yang dibicarakan oleh orang

Redistilat ACR pada 100ºC tampungan kedua direkomendasikan sebagai koagulan karet alam sebab koagulan tersebut menghasilkan nilai plastisitas Wallace yang memenuhi standar

Pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan hendaknya melakukan kerja sama dengan asosiasi pelayanan kesehatan tradisional atau organisasi professional untuk menetapkan suatu

Hasil penelitian ini menunjukkan pendidikan nilai-nilai toleransi di Tk Pamardi Siwi dilakukan dengan cara pengenalan dan pembiasaan, pendidikan nilai toleransi yang dilakukan