• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan Analisis Ekspresi Transgen (PhGH) Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Transgenik F3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi dan Analisis Ekspresi Transgen (PhGH) Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Transgenik F3"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Teknologi Molekuler Dalam Akuakultur

Saat ini keamanan pangan telah menjadi isu hangat di masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Produksi akuakultur diharapkan dapat ditingkatkan beberapa kali lipat untuk memenuhi kebutuhan pangan berupa ikan dimasa-masa mendatang akibat peningkatan populasi manusia. Intensitas dan kapasitas produksi diharapkan meningkat dengan menggunakan pendekatan bioteknologi. Salah satu teknik modern yang diduga akan menjadi sarana yang berguna dalam pengembangan akuakultur adalah teknologi transfer gen. Teknik ini telah diaplikasikan pada spesies yang memiliki nilai ekonomis (Alimuddin dkk., 2003).

Untuk meningkatkan keberlanjutan budidaya, umumnya dilakukan pembiakan secara selektif untuk mengembangkan strain yang tampil baik di penangkaran. Sayangnya, keberlanjutan berbagai sektor industri secara negatif dipengaruhi oleh inbreeding, wabah penyakit, produksi rendah dan kualitas daging yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pengembangan strain ikan berkualitas tinggi yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, tahan terhadap penyakit dan memiliki nilai gizi tinggi (Ding dkk., 2015).

(2)

akuakultur. Termasuk peningkatan kebutuhan produksi pangan secara global, penemuan dan pengembangan sumber daya alam yang baru serta kesadaran akan penurunan keanekaragaman hayati dan efek merugikan masyarakat modern terhadap lingkungan (Melamed dkk., 2002).

Biologi dan Taksonomi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Family : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Clarias gariepinus didistribusikan secara luas di Afrika dan asia. Habitat

utamanya adalah danau yang tenang, sungai dan rawa-rawa di daerah yang banjir secara musiman. Di alam ikan ini bersifat omnivora, makan bahan tanaman, plankton, anthropods, moluska, ikan, reptil dan amfibi (Vitule dkk, 2006).

Clarias gariepinus adalah ikan air tawar yang ditemukan di daerah tropis

(3)

mereka memiliki organ pernapasan aksesori, terdiri dari ruang udara yang berisi berisi dua struktur arborescent terletak di busur branchial keempat, yang dilindungi oleh tulang rawan dan ditutupi oleh jaringan vaskuler yang dapat menyerap oksigen langsung dari atmosfer. Spesies ikan ini memungkinkan mereka mentolerir kondisi air yang buruk di mana spesies ikan budidaya lainnya tidak dapat bertahan hidup (Ulufayo, 2009).

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya tergantung pada padat tebar, bibit lele dumbo cenderung tampil lebih baik di kepadatan penebaran 425 ikan per m dibandingkan dengan padat tebar tinggi 850 dan 1.275 ikan per m, oleh karena itu mungkin tidak menguntungkan untuk benih stok C. gariepinus pada kepadatan tebar sangat tinggi (Akinwole dkk, 2014).

Kombinasi faktor fisik, kimia dan faktor biologis, seperti perubahan tingkat air, kimia, pH, suhu, kejelasan dan kecepatan aliran, peningkatan jumlah tanaman marjinal, perubahan kimia terkait dan akses ke daerah pemijahan yang cocok merupakan penentu untuk memicu pemijahan lele (Yalcin dkk, 2001).

Sumber ikan (liar atau kolam), jenis kelamin, masa aklimatisasi dapat mengerahkan beberapa pengaruh terhadap beberapa karakteristik hematologis Clarias gariepinus sehingga perlu untuk memperhitungkan faktor-faktor tersebut

dalam penilaian dan pelaporan indeks hematologis (Gabriel dkk, 2004). Teknologi Transgenesis

(4)

intensif diselidiki di tahun 1970-an dan 1980-an di beberapa spesies dan masih sedang disempurnakan. Hal ini mulai mempengaruhi industri selama tahun 1980an. Teknik molekuler (penanda DNA dan manipulasi gen) secara intensif diselidiki sejak pertengahan 1980-an dan kemudian mencapai aplikasi pertama pada pertengahan 1990-an (Hulata, 2001).

Transgenesis merupakan teknik rekayasa genetik dengan cara mengintroduksi gen pengode karakter unik yang dapat memberikan nilai tambah bagi organisme target (Alimuddin dkk., 2008). Sebagai contoh, transfer gen pengode hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan coho salmon (Onconhyncus kisutch) hingga beberapa kali lipat (Devlin dkk, 1994), gen cecropin terhadap channel catfish (Ictalarus punctatus) (Dunham, 2002) atau lisozim terhadap ikan zebra (Brachydanio rerio) (Yazawa dkk, 2005) untuk meningkatkan resistensi terhadap bakteri pathogen, dan protein antibeku (antifreeze protein) terhadap ikan atlantic salmon (Salmo salar) (Du dkk., 1992) dan ikan coho salmon (Oncorhyncus kisutch) (Devlin dkk., 1995) untuk meningkatkan daya tahan terhadap suhu dingin.

Saat ini memungkinkan untuk memperkenalkan setiap gen asing yang menarik ke dalam genom tanaman dan hewan melalui teknologi transfer gen. Ketika gen terintegrasi, diwariskan dan diekspresikan maka organisme transgenik tersebut memperoleh genotipe baru dan fenotipe tergantung pada sifat dan kekhasan dari gen yang diintroduksikan serta kekuatan dari promotor untuk mendorong ekspresi dari gen tersebut (Hew dan Garth, 2001).

(5)

organisme hasil rekayasa genetika atau GMO dalam beberapa kasus dikombinasikan dengan bentuk-bentuk perbaikan genetik menawarkan peluang yang cukup besar untuk lebih efisien dan lebih efektif dalam budidaya di berbagai spesies (Beardmore dan Joanne, 2003).

Pengembangan dan penerapan teknologi penanda DNA sudah digunakan dalam bidang lain seperti sistematika molekuler, genetika populasi, biologi evolusi, ekologi molekuler, genetika konservasi, dan pemantauan keamanan makanan laut. Hal tersebut pasti akan berdampak pada industri akuakultur dengan cara yang tak terduga. Studi populasi dan genetika konservasi mengubah peran penting bidang pembenihan dan budidaya yang dijalankan untuk pembesaran dan pemulihan stok ikan liar (Liu dan Cordes, 2004).

Budidaya merupakan salah satu industri yang paling cepat berkembang di seluruh dunia pertanian. Salah satu faktor yang paling penting untuk budidaya berkelanjutan adalah pengembangan strain budaya berkinerja tinggi. Manipulasi genom menawarkan metode yang kuat untuk mencapai pemuliaan ikan secara cepat dan terarah yaitu metode pemuliaan ikan dengan berbasis teknologi transgenik. Metode ini menawarkan peningkatan efisiensi, presisi dan prediktabilitas dalam perbaikan genetik atas metode tradisional serta kemungkinan akan memainkan peran utama di masa pembiakan genetik pada ikan (Ding dkk., 2015).

(6)

dengan baik. Oleh karena itu, pertumbuhan ikan transgenik yang ditingkatkan mungkin dapat menjadi hewan transgenik yang dikomersialkan untuk produksi pangan (Zhong dkk., 2012).

Teknologi transgenik dapat digunakan dala berbagai bidang dan fungsi antara lain untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan, kontrol kematangan seksual, kemandulan dan diferensiasi seks, meningkatkan kelangsungan hidup dengan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit terhadap patogen, beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim seperti tahan terhadap suhu dingin, mengubah karakteristik biokimia dari dalam daging untuk meningkatkan kualitas gizi dan mengubah jalur biokimia atau metabolik untuk meningkatkan pemanfaatan pangan (Hew dan Garth, 2001).

Kekuatan yang mendorong dalam penerapan teknologi transgenik pada ikan adalah keinginan untuk menghasilkan induk yang secara genetik unggul untuk produksi pangan. Kemajuan dalam penerapan teknologi transgenik terhadap ikan budidaya sudah sangat cepat. Potensi ekonomi yang menguntungkan dari teknologi transgenik tersebut terhadap bidang budidaya sangatlah penting. Isolasi dan konstruksi gen untuk sifat yang diinginkan dan mentransfer gen tersebut ke dalam tubuh induk dapat memberikan lompatan atau kelebihan dibanding seleksi dan pemuliaan metode tradisional. Selain itu, sifat-sifat baru tidak muncul dalam genom dapat ditransfer dari spesies tertentu, sehingga memungkinkan produksi fenotipe baru (Fletcher dan Peter, 1991).

(7)

strain budidaya. Lebih penting lagi, proses ini didasarkan pada perbaikan DNA homologi yang terarah, sehingga tidak membawa elemen DNA asing, melainkan memodifikasi DNA endogen itu sendiri. Oleh karena itu, bila dikombinasikan dengan manipulasi PGC (primordial germ cell) spesifik dan teknik manipulasi genom konvensional (seperti manipulasi poliploidi), teknik ini harus membuat pembudidayaan ikan (dan hewan lainnya) menjadi lebih efisien, lebih tepat dan lebih dapat diprediksi (Ding dkk,. 2015).

Pengembangan penanda genetik berbasis DNA memiliki dampak revolusioner pada genetika hewan. Secara teori penanda DNA digunakan untuk mengamati dan memanfaatkan variasi genetik di seluruh genom. Penanda genetik populer di masyarakat akuakultur termasuk allozymes, DNA mitokondria, RFLP, RAPD, AFLP, mikrosatelit, SNP, dan EST marker. Penerapan penanda DNA telah memungkinkan suatu kemajuan yang pesat dalam penyelidikan variabilitas genetik dan inbreeding dalam bidang budidaya, pemilihan induk, spesies dan identifikasi strain serta pembangunan peta genetik dengan resolusi tinggi untuk spesies akuakultur (Liu dan Cordes, 2004).

Teknik Transfer Gen

(8)

genom menyediakan alat yang sangat besar yang berharga untuk pembibitan ikan. Dalam waktu dekat, pengenalan editing genom dalam pembudidayaan ikan konvensional akan memungkinkan peneliti untuk secara langsung dan tepat meningkatkan sifat-sifat tertentu tanpa mempengaruhi sifat-sifat lainnya. Karena pendekatan ini tidak lagi menggunakan fragmen gen eksogen, melainkan memodifikasi informasi genetik itu sendiri sehingga layak untuk memainkan peran utama dalam masa depan pemuliaan genetik ikan dan pengembangbiakan hewan lain (Ding dkk., 2015).

Penggunaan teknologi transgenesis di Indonesia untuk memproduksi ikan lele tumbuh cepat dimulai sejak tahun 2008. Ada dua teknik dalam transfer gen yaitu dengan teknik elektroforasi dan mikroinjeksi. Penggunaan metode mikroinjeksi pada embrio ikan lele memiliki kelemahan antara lain yaitu memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi dalam aplikasinya, telur yang diinjeksi seringkali pecah dan menempel pada jarum mikroinjeksi, dan jumlah embrio yang berhasil menetas dan hidup sampai menjadi dewasa sangat rendah dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan ikan lele sehingga peluang mendapatkan induk ikan lele yang mampu mentransmisikan transgen pada anakannya sangat rendah (Dewi dkk., 2013).

Penggunaan teknik elektroforasi dibandingkan dengan mikro injeksi, teknik transfer gen melalui elektroforasi dengan menggunakan media sperma relatif lebih mudah dan efisien, karena ribuan telur dapat diproses dalam waktu bersamaan dengan menggunakan teknik fertilisasi buatan (Cheng dkk., 2002).

(9)

ikan transgenik. Hasil percobaan menggunakan teknik ini mendukung keyakinan bahwa strain ekonomis penting ikan dapat dikembangkan menggunakan transfer gen. Cara ini terlalu memakan waktu dan membutuhkan tenaga kerja yang intensif untuk digunakan dalam menghasilkan sejumlah besar ikan. Saat ini juga telah banyak delakukan transfer gen dengan menggunakan media sperma dan metode elektroforasi (Xie dkk, 1993). Elektroporasi merupakan alternatif yang meredakan banyak masalah ini dan memiliki potensi untuk melakukan transfer gen lebih efisien (Hostetler dkk., 2003).

Beberapa penelitian pembentukan strain ikan transgenik telah berhasil dilakukan pada ikan dengan menggunakan beberapa metode yaitu ikan kerapu tikus (Cromileptes Altivelis) transgenik dengan metode elektroporasi dan mikroinjeksi (Subyakto dkk., 2010), ikan medaka (Oryzias latipes) transgenik dengan metode particle gun (Kinoshita dkk., 2003) dan ikan kakap silver (Sparus sarba ) transgenik dengan metode transfeksi (Lu dkk., 2002).

Sperma memiliki kelebihan dalam bertindak sebagai media transfer gen, karena sperma menggunakan vektor alami dalam mentransfer gen. Sel sperma telah digunakan sebagai vektor transfer gen pada ikan. Masuknya konstruksi gen ke dalam sperma dapat dipermudah dengan penggunaan elektroporator dan efektifitas transfer gen dengan elektroporasi sperma sangat dipengaruhi kondisi listrik dan parameter biologi (Faqih, 2011).

(10)

terdapat individu ikan lele dengan bobot hampir duakali lipat dibandingkan bobot rata-rata populasi ikan lele normal (non transgenik) (Dewi dkk., 2013).

Sekali gen asing terintegrasi ke dalam genom resipien, gen tersebut akan diwariskan ke keturunannya melalui germ line. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan dapat dipercepat dengan mengintroduksi gen yang mengkodekan hormon pertumbuhan yang mensintesa peptida hormon pertumbuhan dalam jumlah yang besar dan daya tahan terhadap suhu dingin dapat diperoleh dengan memasukkan gen yang mengkodekan protein antibeku (antifreeze protein) dari ikan yang hidup di temperatur subzero (Alimuddin dkk., 2003).

Lebih dari 35 jenis spesies ikan yang berbeda telah digunakan dalam studi transfer gen sejak ikan transgenik pertama kali dibentuk. Keturunan ikan transgenik telah dihasilkan dengan memanfaatkan hormon pertumbuhan (GH) yang ditransmisikan melalui beberapa germ-line (Wei dan Zhu, 2010). Lokalisai produk gen memiliki fungsi yang kritis, sehingga kontrol lokasi transgen merupakan teknik penting dalam studi transgenik (Tanaka dan Masato, 2001).

Hormon Pertumbuhan (GH)

GH adalah salah satu dari beberapa gen yang saat ini digunakan dalam pemuliaan ikan transgenik (Wei dan Zhu, 2010). Gen pengontrol hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) merupakan gen target yang paling banyak digunakan dalam transgenik ikan. Introduksi gen hormon pertumbuhan (GH) pada ikan telah berhasil diaplikasikan dalam rangka peningkatan kecepatan pertumbuhan (Parenrengi dkk., 2009).

(11)

aksinya dengan mengikat reseptor pass-transmembran tunggal dan reseptor GH (GHR) pada jaringan target (Reinecke dkk., 2005).

Sifat biologis hormon pertumbuhan (GH) adalah pleiotropic, menggambarkan pertumbuhan, mobilisasi energi, perkembangan gonad, nafsu makan dan perilaku sosial. Dengan demikian, pengaturan jaringan untuk GH bersifat kompleks dan mencakup banyak endokrin dan faktor lingkungan yang sesuai untuk keadaan fisiologis yang beragam dimana GH terlibat. Pada ikan, kontrol neuroendokrin GH bersifat multifaktorial dengan beberapa inhibitor dan stimulator sekresi hipofisis GH (Canosa dkk., 2006).

Sifat biologis GH tidak hanya untuk mengendalikan pertumbuhan tetapi juga perkembangan gonad. GH merupakan faktor penting dalam perkembangan seksual dari berbagai spesies. Dalam ikan mas betina, penerapan berbagai konsentrasi steroid yang berbeda pada kultur primer sel hipofisis menyebabkan pelepasan GH. Intinya, mempelajari sifat-sifat perkembangan reproduksi dan gonad dari GH ikan transgenik memberikan parameter fisik populasi untuk mengevaluasi keamanan lingkungan. GH Ikan transgenik menyediakan sebuah sistem yang berguna untuk mempelajari mekanisme interaksi antara somatotropic dan sumbu gonadotropic ikan (Wei dan Zhu, 2010).

Ikan Lele Transgenik

Beberapa keturunan ikan transgenik telah dihasilkan melalui teknik transfer gen hormon pertumbuhan (GH) diantaranya yaitu gold fish (Carrasius auratus L) (Zhu dkk., 1985), zebra fish (Bayer dan Jose, 1992), ikan nila

(12)

latipes) (Inoue dkk., 1990; Murakami dkk., 1994; Ono dkk., 1997), ikan kerapu

tikus (Cromileptes Altivelis) (Subyakto dkk., 2010), ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) (Dewi dkk., 2013).

Proses dari produksi hewan transgenik terdiri atas beberapa tahapan secara ringkas yaitu identifikasi gen yang diinginkan (gen target), isolasi gen target, amplifikasi gen target untuk memproduksi beberapa kopi, penggabungan gen target dengan promoter yang tepat dan sekuens poly serta insersi kedalam plasmid, multiplikasi plasma di dalam bakteri dan recovery konstruksi kloning untuk injeksi, transfer konstruksi kedalam jaringan resipien, integrasi gen kedalam jaringan resipien, ekspresi gen pada genom resipien, dan pewarisan gen pada generasi selanjutnya (Beardmore dan Porter, 2003).

Pembentukan strain ikan lele C.gariepinus cepat tumbuh dilakukan melalui program seleksi dan transgenesis. Program seleksi dilakukan pada karakter pertumbuhan menggunakan metode seleksi individu, dengan target peningkatan laju pertumbuhan 30% dan tingkat inbreeding rendah. Transgenesis dilakukan melalui penyisipan gen pengkode hormon pertumbuhan ikan patin siam (PhGH) menggunakan metode elektroporasi dengan media transfer sperma dengan target peningkatan laju pertumbuhan 100% dan FCR rendah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

Pembentukan strain ikan lele tumbuh cepat generasi F0 dilakukan dengan

(13)

menunjukkan bahwa gen PhGH mampu terinsersi dan terekspresi pada ikan lele dumbo generasi F0 (Dewi dkk., 2013).

Deteksi Transgen

DNA mreupakan sebuah polimer panjang yang tidak bercabang yang terdiri dari empat subunit yang berbeda yaitu deoksiribonukleotida yang mengandung adenin basa nitrogen (A), sitosin (C), guanin (G) dan timin (T). Basa nitrogen dapat dibagi menjadi dua kategori kimia yaitu A dan G merupakan purin, T dan C adalah pirimidin. Subunit biasanya disebut sebagai nukleotida, asam nukleat atau pasangan basa (basa dalam kasus DNA untai tunggal). Setiap nukleotida mengandung gula pentosa (5-carbon-ring) dan basa nitrogen. Kelima (5-prime atau 5 ') karbon dari ring pentosa terhubung ke ketiga (3-prime, atau 3') karbon dari ring pentosa berikutnya melalui gugus fosfat dan basa nitrogen tetap keluar dari gula phosphate. Orientasi 5 '/ 3' ini menunjukkan polaritas sepanjang untai DNA, dimana semua nukleotida dalam untai yang sama diatur dengan cara yang sama. Dengan konvensi urutan DNA dibaca dari 5 'ke 3' sehubungan dengan polaritas untai. Sebuah molekul DNA terdiri dari dua untai nukleotida terikat bersama oleh ikatan hidrogen (Chapman dan Hall, 1995).

Ekspresi Transgen

(14)

mengembangkan promoter/enhanser yang baik diperlukan suatu metode yang sederhana dan cepat untuk mendeteksi ekspresi gen (Alimuddin dkk., 2003).

Modifikasi gen endogen melalui rekombinasi homolog (penargetan gen) pada ikan akan menjadi alat yang sangat ampuh untuk pemuliaan genetik dan studi dasar ekspresi gen dan untuk memahami fungsi dari produk gen (Yoshizaki dkk., 2000). Pembentukan metode untuk mengintroduksikan gen eksogen ke dalam suatu organisme untuk menurunkan gen eksogen ke generasi selanjutnya dan untuk mengarahkan ekspresi yang sesuai dari gen eksogen adalah salah satu kriteria dasar dan sangat diperlukan untuk suatu organisme (Tanaka dkk Kinoshita, 2001).

Mekanisme gen eksogen diintegrasikan ke dalam genom inang telah menjadi topik utama penelitian transgenik. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa transgen terintegrasi secara acak dan beragam ke dalam ikan. Jumlah susunan salinan transgen memberikan pengaruh represif pada ekspresi. Beberapa penelitian melaporkan penurunan pada level ekspresi per copy melalui peningkatan jumlah copy, sementara dengan penurunan jumlah copy menghasilkan peningkatan pada ekspresi transgen (Wei dan Zhu, 2010).

(15)

Ekspresi gen asing atau transgen yang diintroduksi adalah dikontrol oleh

suatu urutan DNA yang disebut promoter. Kemampuan promoter dalam mengendalikan ekspresi gen asing yang diintroduksi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan transgenesis. Jenis promoter yang digunakan akan menentukan letak, waktu dan tingkat ekspresi transgen. Dalam hubungannya dengan tempat aktivitasnya, promoter dapat dibedakan menjadi promoter yang aktif di mana-mana (ubiquitous), dan promoter yang aktif pada jaringan tertentu seperti hanya aktif di hati, otak atau di gonad saja. Hal lain yang diduga menyebabkan tingginya ekspresi transgen adalah terekspresinya plasmid-plasmid DNA, tetapi seiring dengan fase perkembangan larva, plasmid-plasmid DNA tersebut ikut terdegradasi (Alimuddin dkk., 2008).

Ekspresi transgen b-aktin pada ikan mas (Cyprinus carpio) masih tetap terlihat pada larva, sekitar 71,61% ± 6,76% larva mengekspresikan transgen, tetapi ekspresi tersebut tidak spesifik pada suatu organ, karena promoter b-aktin memiliki sifat yang dapat aktif pada semua jaringan/ sel otot (Alimuddin et al., 2008). Gen b-actin yang berasal dari ikan mas dikendalikan oleh beberapa unsur regulasi. Unsur promotor proksimal mengarahkan tingkat ekspresi yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan dalam transfer gen pada ikan (Liu dkk., 1990).

Gen b-actin merupakan protein yang melimpah di hampir semua semua tipe sel, menunjukkan bahwa promoter ini sangat aktif dan serbaguna. Pada beberapa jenis ikan, ekspresi terdapat juga dikulit, insang dan jaringan peripheral (sekeliling tubuh) lainnya (Alimuddin dkk., 2003).

(16)

aktin diekspresikan dalam seluruh jaringan, gen aktin individu menunjukkan spesifitas jaringan dan perkembangan dalam ekspresinya. Gen b-aktin dinyatakan dalam jenis sel tertentu, mungkin karena perbedaan pengikatan faktor transkripsi untuk elemen regulasi gen (Liu dkk., 1990).

Introduksi gen pengkode karakter yang diharapkan ke ikan harus bisa ditranskripsi dan ditranslasi secara akurat dalam ikan resipien. Namun demikian, pengontrolan ekspresi gen pada ikan masih belum banyak diketahui sebagai akibat dari belum banyaknya gen ikan yang diklon dibandingkan dengan vertebrata tingkat tinggi. Oleh karena itu, umumnya peneliti menggunakan promoter/enhanser yang diperoleh dari vertebrata lainnya atau dari virus yang menginfeksinya (Alimuddin dkk., 2003).

PCR dan analisis sekuensing menunjukkan bahwa gen asing yang terintegrasi dalam ikan mas transgenik adalah head-to-head dan head-to-tail. Transgen diekpresikan tergantung pada jumlah salinan transgen. Semakin sedikit jumlah salinan transgen terintegrasi di kromosom inang, maka semakin tinggi efisiensi ekspresi transgen. Jumlah salinan transgen yang rendah juga akan mengakibatkan transmisi transgen tetap stabil pada germ-line melalui generasi yang berbeda. Namun, ukuran hewan transgenik tidak berkorelasi dengan baik dengan jumlah salinan transgen (Wei dan Zhu, 2010).

(17)

saat ikan transgenik diproduksi dengan metode konvensional. Membentuk generasi ikan transgenik yang stabil dengan sifat yang diinginkan untuk budidaya merupakan tugas yang sulit. Dengan demikian, target dan kontrol ekspresi transgen dalam ikan telah menjadi fokus penelitian dalam beberapa tahun terakhir (Wei dan Zhu, 2010).

Ekstraksi DNA/RNA

Ekstraksi DNA merupakan prosedur rutin dalam analisis molekuler. Jumlah dan kualitas DNA hasil ekstraksi bervariasi tergantung dari spesies yang digunakan sehingga mempengaruhi analisis lebih lanjut seperti hibridisasi DNA, pemotongan DNA dengan enzim restriksi maupun analisis dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Pharmawati, 2009).

Ekstraksi untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam analisis molekuler. Masalah-masalah dalam ekstraksi DNA masih merupakan hal penting yang perlu diatasi (Restu, 2012).

Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction)

Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensialsuatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Pada awal perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA melalui teknik Reverse Transcriptase PCR (RT-PCR). Konsep teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu

(18)

yang digunakan, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase (Yuwono, 2006).

Primer PCR merupakan oligonukleotida yang berperan sebagai inisiasi amplifikasi molekul DNA. Dengan keberadaan primer PCR tersebut, maka gen target akan teramplifikasi sepanjang reaksi PCR berlangsung. Untuk merancang primer spesifik tersebut diperlukan data sekuen gen yang menyandikan protein sejenis dengan fragmen yang akan diamplifikasi melalui PCR (Aris dkk., 2013).

Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) yaitu terdiri atas dATP, dTCP, dGTP, dTTP dan (4) enzim DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).

Reaksi penggandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded)

(19)

efisiensinya akan menurun. Reaksi tersebut diulangi sampai 25-30 siklus sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda dalam jumlah yang lebih banyak. Banyaknya siklus amplifikasi yang digunakan tergantung dari jumlah konsentrasi DNA target di dalam campuran reaksi (Yuwono, 2006).

Pada umumnya PCR dilakukan dengan mengulangi siklus pelipatgandaan sebanyak 20-30 siklus. Akan tetapi, banyaknya siklus yang diperlukan tergantung terutama pada konsentrasi awal molekul DNA target yang akan dilipatgandakan. Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas produk yang diharapkan (Yuwono, 2006).

Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA

(complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik. Teknik RT-PCR memerlukan enzim transkriptase balik (reverse transcriptase). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polimerase yang menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk mensintesis molekul DNA (cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut (Yuwono, 2006).

(20)

Teknik elektroforesis gel agarosa digunakan untuk menganalisis DNA hasil amplifikasi. Proses ini dilaksanakan dalam larutan penyangga TBE (Tris-Borat-EDTA). Pewarnaan DNA hasil elektroforesis dilakukan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (suatu acuan) yang

4. Demand Paging Demand paging atau permintaan pemberian halaman adalah salah satu implementasi dari memori virtual yang paling umum digunakan. Demand paging ) pada

(2008) were the first to use the fuzzy logic theory for the detection of open water inundation zones, urban and flooded vegetated areas based on pixel intensity

Due to the existence of multiple scale effect in satellite images, it is often not possible to solely determine one optimal scale for the image to be classified because in many

Konsep ISCII sama persis dengan konsep ISO-8859, yaitu 128 karakter pertama sama dengan ASCII, dan 128 karakter lain digunakan oleh salah satu dari alfabet-alfabet India tersebut

Dalam hal daerah telah mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum Peraturan ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus

Dalam perhitungan Ecomic order quantity ini akan dicari berapa persediaan barang yang optimal untuk dilakukan setiap kali pemesanan dan berapa kali frekuensi pernesanan

Jl. Hasil yang diperoleh dari studi penelitian 11 SMK di Kota Batu, 3 SMK Negeri dan 8 SMK Swasta dengan berbagai 32 Kompetensi Keahlian, kondisi prasarana