6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Perkerasan/lapis keras adalah suatu struktur yang dapat melindungi tanah dari beban roda kendaraan serta mampu mendukung beban berulang dari lalu lintas kendaran tanpa mengalami deformasi yang besar (Hardiyatmo, H. C., 2011). Dalam melaksanakan fungsinya, kinerja perkerasan dapat ditinjau dari dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah aspek stuktural dan aspek fungsional. Aspek stuktural berkaitan dengan kemampuan perkerasan dalam menerima beban lalu lintas kendaraan, sedangkan aspek fungsional berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan berkendara.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya beban repetisi yang diterima perkerasan, kinerja dari suatu perkerasan akan berkurang (Gambar 2.1). Pengurangan kinerja atau serviceability pada perkerasan terjadi baik dari aspek struktural maupun fungsional.
7 Salah satu faktor yang berkaitan dengan aspek fungsional jalan adalah skid resistance. Dalam penelitiaannya Sjahdanulirwan dan Dachlan (2013) menyatakan bahwan sejalan dengan bertambahnya beban lalu lintas nilai skid resistance mengalami penurunan. Skid resistance merupakan salah satu aspek fungsional jalan berkaitan dengan keamanan berkendara. Terdapat perbedaan penurunan nilai skid resistance pada perkerasan beraspal (Laston/Asbuton) dan perkerasan beton. Nilai skid resistance pada awal masa layan perkerasan beton semen lebih tinggi dibandingkan perkerasan beraspal (Laston/Asbuton), namun penurunan nilai skid resistance pada perkerasan beton semen lebih signifikan dibandingkan dengan perkerasan beraspal (Laston/Asbuton).
Gambar 2.2 Perbandingan skid resistance pada Perkerasan beton semen pracetak dan perkerasan beton aspal
8 Penurunan yang terjadi pada nilai skid resistance disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Nilai skid resistance pada perkerasan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti tekstur makro dan mikro perkerasan, properti ban, kecepatan dan lingkungan.
2.2. Skid Resistance Pada Permukaan Perkerasan
Dalam menjalankan fungsinya perkerasan harus memiliki beberapa kriteria yaang harus dipenuhi. Kriteria-kriteria tersebut ditinjau baik dari segi fungsional maupun struktural. Salah satu kriteria fungsional pada perkerasan yang harus di perhatikan adalah tahanan gesek permukaan. Tahanan gesek pada permukaan perkerasan biasa disebut dengan gesekan perkerasan atau pavement friction.
Pavement friction merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya penahan ini dihasilkan melalui putaran roda atau luncuran di atas permukaan perkerasan. (Hall, J. W., et al, 2009) Seperti di ilustrasikan pada Gambar 2.3.
9 Gesekan pada perkerasan (pavement friction) dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Hall, J. W., et al, (2009) faktor-faktor ini dibagi menjadi empat kategori yaitu: karakteristik permukaan perkerasan, parameter pengoperasian kendaraan, properti ban, dan lingkungan. Pada Tabel 2.1 Faktor-faktor tersebut dijabarkan dengan faktor yang paling berpengaruh diberi cetak tebal.
Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi gesekan perkerasan (pavement friction)
Karakteristik
Properti Ban Lingkungan
Tekstur mikro
Sumber: Modifikasi dari Wallman dan Astrom (2001) dalam Hall, J .L., et al. (2009) Pavement friction paling lemah berada pada saat pekerasan basah. Menurut Henry, J. J. (2000) gesekan pada perkerasan basah (wet pavement friction) merupakan gaya yang dihasilkan ketika ban meluncur pada permukaan perkerasan yang basah. Gesekan pada perkerasan basah (wet pavement friction) biasa disebut sebagai tahanan gelincir (skid resistance).
10 Skid resistance merupakan nilai gesekan yang terjadi antara permukaan perkerasan dan roda kendaraan. Nilai gesekan ini tergantung pada: tekstur mikro dan makro permukaan jalan, properti dari ban, kecepatan kendaraan dan kondisi cuaca. (Beaven and Tubey, L.W., 1978 pada Yero, S., et al, 2012).
Menurut Hardiyatmo, H. C. (2011) Tahanan gelincir (skid resitance) berfungsi untuk mengakomodasi pengereman dan gerakan membelok kendaraan. Oleh sebab itu, skid resistance merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menciptakan keamanan berkendara
Skid resistance pada pemukaan perkerasan dapat diukur melalui beberapa cara dengan meninjau parameter tertentu. Dalam penelitiannya Rahman, H. (1998) mengukur skid resistance permukaan perkerasan dengan meninjau dua parameter dari sudut pandang perkerasan, parameter tersebut yaitu:
a. Parameter Skid Resistance Permukaan Langsung
Parameter skid resistance permukaan berikut diperoleh langsung dari hasil pengukuran lapangan yang disesuaikan dengan prinsip dasar terjadinya gaya gesek antara ban dan permukaan perkerasan. Beberapa parameter hasil pengukuran langsung yang umum dipergunakan antara lain:
1) Sideway Force Coefficient (SFC), diukur dengan menggunakan kombinasi sepeda motor (sidecar), dimana roda sampingnya dikunci dengan sudut 20 derajat dari arah perjalanan. Gaya antara ban dan lapisan permukaan perkerasan kemudian diukur didefenisikan sebagai SFC.
11 permukaan perkerasan diukur didefinisikan sebagai BFC. (Croney, 1992 dalam Rahman, H., 1998)
b. Parameter Skid Resistance Permukaan Tak Langsung
Pada pengukuran skid resistance menggunakan parameter tak langsung nilai skid resistance dicari dengan menggunakan persamaan baku yang diperoleh dari hasil penelitian terdahulu mengenai korelasi antara parameter langsung dan tak langsung. Parameter tak langsung ini terdiri dari:
1) Tekstur Mikro (Microtexture)
Microtexture adalah karakteristik permukaan dalam skala kecil dari agregat dan mortar, biasanya digambarkan dengan dua kondisi ekstrim (sesuai Tabel 2.2), yaitu kesat dan licin. Jenis klasifikasi tekstur ini sesungguhnya merupakan faktor utama dalam menciptakan kekuatan adhesi antara ban karet dan permukaan perkerasan.
Tabel 2.2 Kondisi Tekstur dan Kategori Kecepatan
No. Ilustrasi Skala Tekstur Kecepatan
Makro Mikro Tinggi Rendah
1. Kasar Kesat Baik Sedang
2. Kasar Kesat Buruk Buruk
3. Halus Kesat Sedang Baik
4. Halus Licin Buruk Buruk
Sumber: Rahman, H. (1998) 2) Tekstur makro (Macrotexture)
12 kecepatan tinggi dalam menciptakan kekesatan yang baik antara ban karet dan permukaan perkerasan, akibat tersedianya saluran drainase yang baik, Sehingga ban karet selalu berhubungan dengan permukaan perkerasan. 3) Polished Stone Value (PSV)
Polished Stone Value menggambarkan presentase batuan yang terpoles dari batuan induk pada pemolesan tertentu. Di lapangan, nilai ini akan menggambarkan kekuatan dari agregat melawan efek pemolesan dari arus lalu lintas. Pada pelaksanaanya, uji PSV dilakukan dengan memoles agregat dengan roda karet yang berputar dengan tambahan air dan bahan pemoles. Dalam hal ini PSV mensimulasikan kondisi agregat pada permukaan perkerasan setelah terekspos dan terpoles oleh arus lalu lintas.
Dalam mengukur skid resistance terdapat beberapa alat yang biasa digunakan. Alat-alat tersebut memiliki metode operasi dan kecepatan yang berbeda-beda seperti Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Alat-alat Pengukur Skid Resistance
Alat Mode
13 Tabel 2.3 Alat-alat Pengukur Skid Resistance (Lanjutan)
Alat Mode Saab Friction Tester (SFT) SCRIM
Sumber: Hendry, J. J. (2000) 2.3. British Pendulum Tester
14 Gambar 2.4 British Pendulum Tester
Sumber: SNI 4427:2008
15 maksimumnya. Perbedaan antara tinggi sebelum pelepasan dan ketinggian yang diperoleh setelah pelepasan sama dengan kehilangan energi kinetik akibat gesekan antara slider dan perkerasan atau sampel. Karena kecepatan rata-rata dari slider relatif tergantung pada perkerasannya dan juga merupakan fungsi dari gesekan, slip speed rata-rata berkurang sejalan dengan bertambahnya gesekan. Bagaimanapun slip speed untuk British Pendulum Tester biasanya diasumsikan 10 km/jam (6mph). British Pendulum Tester dilengkapi dengan skala yang mengukur ketinggian pendulum yang diperoleh, Hasil pembacaan skala tersebut disebut British Pendulum Number (BPN) dengan skala 0 sampai 140. Karena slip speed pada British Pendulum Tester sangat rendah, British Pendulum Number sangat tergantung pada microtexture, oleh karena itu nilai British Pendulum Number dianggap mewakili microtexture. Hal ini sangat berguna karena perhitungan microtexture secara langsung yang sulit dilakukan. (Henry, J. J., 2000)
Menurut Henry, J. J. (2000) British Pendulum Tester juga digunakan untuk mengevaluasi sampel yang disubjekkan untuk pemolesan yang dipercepat pada British Wheel dalam menghitung nilai pemolesan agregat.
16 Tabel 2.4 Nilai minimum untuk skid restistance menggunakan British Pendulum Tester
Kategori Tipe Lokasi Minimum Skid
Resistance (BPN)
A
Lokasi yang sulit seperti: Bundaran
Jalan utama/cepat, menerus dan jalan kelas 1 dan jalan berlalu lintas berat diperkotaan (>2000 kendaraan per hari)
55
C Lokasi-lokasi lainnya 45
Catatan: Untuk kategori A dan B dimana kecepatan kendaraan tinggi (>95 km/jam) tambahan keperluan adalah kedalaman tekstur minimum adalah 0,65mm
Sumber: ROAD RESEARCH LABORATORY (1969). Instructions for using the Portable Skid Resistance Tester.
Satuan nilai kekesatan yang diukur dengan alat BPT adalah British Pendulum Number (BPN), baik untuk permukaan uji datar atau nilai pemolesan untuk benda uji lengkung. Nilaiini mempresentasikan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional). 2.3.1 Ketentuan Alat
Dalam pengukuran menggunakan British Pendulum tester terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi yaitu: British Pendulum Tester yang digunakan harus dalam kondisi sebagai berikut:
a. Peralatan pendulum, peluncur dan pengaitnya, mempunyai berat (1500 ± 30)g b. Jarak titik pusat pendulum dari pusat oskilasi (oscillation) adalah (411 ± 5)
mm
17 sepanjang 75 mmsampai 78 mm untuk pengujian pemolesan pada benda uji berbentuk lengkung
d. berat per dan pengatur kontak peluncur pada Gambar 3 atau berat dalam keadaannormal rata-rata (2.500 ± 100) g.
Karet Peluncur yang digunakan pada alat British Pendulum Tester harus dalam kondisi sebagai berikut:
a. Peluncur terdiri atas lempengan pelat karet ukuran 6 mm x 5 mm x 76 mm yang direkatkan di bagian telapak bandul untuk pengujian pada permukaan datar, atau pelat karet ukuran 6 mm x 25 mm x 32 mm untuk pengujian pemolesan. Karet peluncur terbuat dari karet alam (British) sesuai dengan persyaratan dari Road Research Laboratory (RRL) – British, atau karet sintetis yang sesuai dengan persyaratan dalam AASHTO M 261.
b. Peluncur baru harus dikondisikan sebelum digunakan, yaitu dengan mengayunkan batang bandul 10 kali di atas lembaran ampelas dengan ukuran No. 60 (silicon carbide cloth No. 60 atau sejenisnya) tahan air, dalam kondisi kering.
c. Keausan pada tepi karet peluncur tidak boleh lebih dari pada 3,2 mm pada kedudukan mendatar atau 1,6 mm pada arah vertikal (Gambar 2.5).
18 2.3.2 Persiapan Alat
Sebelum menggunakan British Pendulum Tester terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain:
Gambar 2.6 Bagian-bagian Pada Alat British Pendulum Tester Sumber: SNI 4427:2008
Keterangan:
9) Pegangan untuk mengangkat alat 10)Baut Pengatur naik-turun
11)Pengunci sepatu (peluncur) 12)Karet peluncur untuk koefisien
kekesatan
13)Baut penyetel kedudukan datar pada kaki belakang
14)Penyipat datar (Water pass)
15)Tombol kontrol untuk kedudukan tegak
1) Piringan skala ukur 2) Tombol pelepas bandul 3) Lingkaran skala kekesatan 4) Pengunci bandul
5) Baut diameter 0,95 cm 6) Pegangan penangkap
7) Baut penyetel kedudukan datar pada kaki depan
8) Baut pengunci naik-turun 9) Pegangan untuk mengangkat
19 a. Posisi Mendatar
Letakkan alat uji perlahan-lahan di atas lokasi titik yang akan diuji dengan cara mengatur posisi mendatar alat uji secara tepat atau memutar ketiga baut pengatur mendatar (Lihat Gambar 2.6, keterangan No. 7 dan No. 13), sampai posisi gelembung air pada alat ukur penyipat datar (water pass) berada di tengah-tengah.
b. Pengaturan Angka Nol
Pengaturan angka nol pada skala pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Tetapkan batang pendulum atau batang penguji pada posisi belum diturunkan.
2) Turunkan batang pendulum secara hati-hati dengan mengendorkan tombol pengunci naik-turun (No. 8) yang ada di belakang titik pusat pendulum, dan putar baut pengatur naik-turun (No. 10), sehingga bila bandul diayunkan dapat meluncur bebas pada permukaan yang akan diuji.
3) Biarkan peluncur karet menggantung bebas pada permukaan yang diuji. 4) Kencangkan tombol pengunci (No. 8).
5) Tempatkan batang pendulum pada posisi terkunci dan siap untuk diluncurkan, dan putar jarum penunjuk skala ukur berlawanan arah jarum jam sampai menyentuh sekrup pembatas pada batang pendulum.
20 berlawanan. Catat angka yang tertera pada skala ukur (No. 1) yang ditunjuk oleh jarum penunjuk.
7) Jika pembacaan belum menunjukkan angka nol, kendorkan tombol pengunci naik-turun (No. 8) dan stel baut pengatur naik-turun (No. 10), ke atas atau ke bawah.
8) Ulangi kembali Butir (5) sampai dengan Butir(7) di atas sehingga jarum pembacaan menunjukkan angka nol pada skala ukur (No. 1).
c. Pengaturan Panjang Bidang Kontak Karet Peluncur
21 1) Persiapan
a) Dalam keadaan posisi batang pendulum menggantung bebas, selipkan pelat pembatas (spacer) di bawah peluncur karet dengan cara mengangkat handel alat.
b) Turunkan bandul peluncur sehingga tepi karet peluncur hanya menyentuh permukaan yang akan diuji.
c) Kencangkan baut pengunci naik-turun (No. 8, pada Gambar 4), angkat handel alat dan singkirkan pelat pembatas.
2) Pengukuran panjang bidang kontak
a) Angkat handel alat dan gerakan batang pendulum ke kanan, turunkan bandul peluncur dan gerakan batang pendulum pelan-pelan ke kiri sehingga karet peluncur menyentuh permukaan uji.
b) Tempatkan mistar pengukur panjang bidang kontak di sebelah karet peluncur sejajar arah gerakan bandul pendulum untuk memeriksa panjang bidang kontak.
c) Angkat karet peluncur dengan mengangkat handel alat, dan gerakan ke kiri, kemudian turunkan pelan-pelan sampai tepi karet peluncur berhenti pada permukaan uji.
22 e) Jika kedudukan alat uji bergeser dan tidak mendatar akibat pengaturan
tersebut di atas, maka ulangi sesuai dengan Butir (1) dan (2).
f) Angkat batang pendulum pada posisi siap diluncurkan, putar jarum penunjuk pada posisi menyentuh sekrup pembatas batang pendulum, dan alat siap untuk digunakan. Skema alat pendulum dan bidang kontak karet peluncur ditunjukan pada Gambar 2.7.
2.3.3 Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian menggunakan British Pendulum Tester antara lain:
a. Basahi permukaan uji dengan air yang cukup dan ratakan dengan kuas. Lakukan beberapa kali peluncuran bandul sampai mendapatkan hasil yang konsisten, tetapi tidak perlu dicatat.
b. Ukur temperatur pada permukaan yang berdekatan dengan benda uji, dengan cara memberi air atau membasahi permukaan agar kontak penuh dengan dasar termometer, kemudian catat termperaturnya. Bila sudah menunjukkan angka yang tetap, lakukan pengujian.
c. Basahi kembali permukaan uji dan lakukan peluncuran batang pendulum sebanyak 4 kali. Basahi kembali setiap kali sebelum peluncuran dan catat hasilnya.
2.4. Tekstur Pada Permukaan Perkerasan
23 melalui panjang gelombang () dan jarak dari puncak ke puncak amplitudo (A) dari komponennya. Ketiga tingkatan tekstur ditetapkan tahun 1987 oleh Permanent International Association of Road Congresses (PIARC) dan dibagi menjadi:
a. Microtexture {<0,02 in (0,5mm), A= 0,04-20mils (1-500m)}. Kualitas kekasaran permukaannya terletak pada sub-visible atau tingkatan mikroskopik. Microtexture merupakan fungsi dari properti permukaan dari partikel agregat yang tekandung dalam perkerasan aspal atau beton semen. b. Macrotexture {=0,02-2 in (0,5-50mm), A= 0,005-0,8 in
(0,1-20mm)}.Kualitas kekasaran permukaan didefiniskan sebagai properti campuran dan metode finishing/texturing (dragging, tinnig, grooving, depth, width, spacing dan orientation) pada permukaan perkerasan beton semen. c. Megatexture {=2-20 in(50-500mm), A= 0,0005-2 in (0,1-50mm)}. Tekstur
dengan panjang gelombang sama dengan pertemuan perkerasan dan ban. Megatexture biasanya didefinisikan sebagai distress, deflects, atau waviness pada permukaan perkerasan
24 Gambar 2.8 Ilustrasi dari berbagai jenis tekstur yang ada pada permukaan perkerasan
Sumber: Hall, J. W. et. al, 2009
Setiap jenis tekstur pada permukaan perkerasan memberikan efek pada interaksi perkerasan dan ban. Efek-efek tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Pengaruh panjang gelombang tekstur terhadap interaksi perkerasan dan ban
Sumber: Loprencipe, Giuseppe dan Giuseppe Cantisani, 2013.
25 penteksturan yang dilakukan setelah penghamparan atau pengecoran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Dimensi Agregat Maksimum. Ukuran terbesar dari agregat pada Asphalt Concrete atau agregat yang terekspos pada perkerasan PCC akan mendominasi panjang gelombang macrotexture, jika berjarak rapat atau jarang.
b. Tipe Agregat Kasar. Pemilihan tiper agregat kasar akan mengontrol material berbatu, angularitas, faktor bentuk dan durabilitasnya. Tipe agragat kasar sangat berpengaruh pada asphalt concrete dan agragat yang terekspos pada perkerasan PCC.
c. Tipe Agregat Halus. Angularitas dan durabilitas dari agregat terpilih akan dipengaruhi oleh material terpilih ataupun material yang dihancurkan.
d. Viskositas dan Kandungan Bahan Pengikat. Bahan pengikat dengan viskositas rendah cenderung mengakibatkan bleeding dibandingkan dengan bahan pengikat dengan viskositas tinggi. Selain itu kelebihan bahan pengikat dapat menyebabkan bleeding. Bleeding mengkibatkan pengurangan atau total lepas microtexture dan macrotexture pada permukaan perkerasan. Karena bahan pengikat juga menahan partikel agregat pada posisinya, bahan pengikat dengan ketahanan yang baik terhadap pengaruh cuaca sangat dibutuhkan. e. Gradasi Campuran. Gradasi campuran terutama pada perkerasan berpori akan
mempengaruhi stabilitas dan rongga udara pada perkerasan.
26 g. Ketebalan Lapisan. Penambahan tebal lapisan pada perkerasan berpori
menghasilkan volume besar untuk pembuangan air. Dilain hal penambahan ketebalan berakibat pada berkurangnya frekuensi dari penyerapan suara puncak.
h. Dimensi Teksture. Dimensi dari tining, grooving, grinding dan turf dragging perkerasan PCC memberi pengaruh pada macrotexture dan terlebih lagi gesekan dan noise
i. Spasi pada Tekstur. Jarak tranversal tining dan grooving pada perkerasan PCC tidak hanya penambah amplitude pada panjang gelombang macrotexture tetapi juga memberi pengaruh pada frekuensi spektrum dari noise.
j. Orientasi Tekstur. Penteksturan pada perkerasan PCC bisa diorientasikan secara tranversal, longitudinal dan diagonal dari arah lalu lintas. Orientasi ini memberi pengaruh pada getaran dan noise.
k. Isotropik atau anisotropik. Konsistensi pada tekstur permukaan pada setiap arah (isotropik) akan meminimalisir panjang gelombang yang lebih panjang, dengan demikian mengurangi noise.
l. Kemiringan Tekstur. Kemiringan positif mengasilkan mayoritas pada puncak profil macrotexture sedangakan kemiringan negarif mengasilkan mayoritas pada lembah profil macrotexture. (Hall, J. W., et al, 2009)
27 Berdasakan beberapa pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa tekstur yang mempengaruhi skid resistance adalah microtexture dan macrotexture. Dalam pengukurannya belum ada alat yang pasti untuk mengukur microtexture di lapangan namun nilai dari British Pendulum Number dapat mewakili microtexture.
Untuk pengukuran macrotextur terdapat berbagai alat yang biasa digunakan. Alat-alat tersebut antara lain:
a. Electro Optic (laser) Method (EOM) b. Outflow Meter (OFM)
c. Circular Texture Meter (CTM) d. Sand Patch Method (SPM)
28 Tabel 2.5 Nilai Minimum untuk Kedalaman Tekstur
Tipe Jalan Tipe Permukaan
Rata-rata
Semua material kasar
untuk permukaan 1,2 1
Bundaran pada Jalan Berkecepatan Rendah Larangan batas kecepatan 40 mil/jam (65 km/jam)
Semua material kasar
untuk permukaan 1 0,9
Sumber: Manual Of Contract Documents For Highway Works, 2008
2.5. Sand Patch Method
29 kedalaman tekstur secara volumetrik menggunakan pasir dengan ketentuan tertentu. Hasil dari pengukuran ini dinamakan dengan rata-rata kedalaman tekstur atau Mean Texture Depth (MTD). Menurut Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Metode Lingkaran Pasir dapat digunakan untuk mengukur kedalaman tektur dengan MTD >0,45 mm.
2.5.1 Peralatan
Dalam pengujian tekstur menggunakan Sand Patch Method terdapat beberapa alat dan material yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Sebuah penggaris atau pita ukur yang berskala dalam milimeter dengan panjang tidak kurang dari 400mm. Seperti diperlihatkan pada Gambar
2.11. Gambar 2.11 Penggaris 400 mm
30 b. Sebuah sikat halus atau kuas. Sikat dan kuas
digunakan untuk membersihkan permukaan perkerasan sebelum diuji. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.12.
c. Sebuah papan penggaris dengan panjang antara 150 hingga 160 mm untuk membuat lingkaran. Sebagian peraturan seperti ASTM menggunakan benda berbentuk bulat dengan permukaan karet. Dalam penelitian ini digunakan palu karet (Gambar 2.13).
d. Sebuah silinder pengukur pasir dengan garis tengah 30-45mm yang mempunyai volume sebelah dalam 450,5ml (Gambar 2.14). Permukaan silinder harus dipotong rata untuk mempermudah pembuangan kelebihan pasir dengan sapuan.
Gambar 2.13 Palu Karet
31 e. Sejumlah pasir kering dan bersih
dengan buturan yang bulat, 100% lolos ayakan 600m dan 100% tertahan pada ayakan 300m. Pasir yang digunakan tampak seperti pada Gambar 2.15.
2.5.2. Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian Sand Patch Method adalah sebagai berikut: a. Periksa bahwa daerah yang akan diperiksa cukup kering dan bebas dari
kotoran. Sikat setiap material halus dari permukaan yang diperiksa.
b. Isi silinder dengan pasir dan ketuk-ketuk secara ringan hingga pasir berhenti memadat. Isi silinder hingga penuh dan sapu rata dengan hati-hati permukaan silinder dengan papan penggaris
c. Tuangkan pasir dengan bentuk kerucut pada tengah-tengah daerah yang akan diperiksa (dalam keadaan berangin disarankan menggunakan ban atau penyekat angin yang mengelilingi pasir tersebut).
d. Dengan menggunakan papan penggaris, sebarkan pasir dalam bentuk lingkaran hingga cekungan-cekungan permukaan diisi rata sehingga bagian atas batuan perkerasan. (lihat Gambar 2.16). Bagian atas dari batuan yang lebih besar harus persis terlihat melalui lapisan pasir.
e. Ukurlah garis tengah jejak lingkaran, dua kali, arah dari kedua kira-kira yang tagak lurus terhadap yang pertama. Ambil harga rata-rata dari pengukuran ini untuk memberikan harga D, yang merupakan garis tengah lingkaran pasir
32 . (1) Volume pasir yang telah ditentukan dituangkan pada permukaan
jalan
(2) Pasir dihamparkan membentuk suatu lingkaran.
Gambar 2.16 Prosedur pengujian Sand Patch Method
f. Setelah nilai D didapat dimasukkan ke persamaan 2.1, sehingga didapat nilai kedalaman tekstur atau Mean Texture Depth (MTD).
2
1000
4
D
V
MTD
(2.1)Dimana: MTD = Mean Texture Depth (mm)
V = Volume pasir (cm3)
D = Diameter sand patch (mm)
2.6. Penelitian Terdahulu
Seperti yang dituliskan terdahulu terdapat berbagai hal yang mempengaruhi skid resistance. Oleh sebab itu banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara skid resistance dengan berbagai hal yang berkaitan dengannya. Beberapa penelitan tersebut antara lain:
33 a. Yero,S. A. , Mohd. Rosli Hainin dan Haryati Yacoob. 2012,The Correlation
Between Texture Depth, Pendulum Test Value And Roughness Index Of Various Asphalt Surfaces In Malaysia
Penelitian ini meneliti hubungan antara kedalaman tekstur, nilai pendulum dan indeks kekasaran pada berbagai jenis lapis permukaan aspal di Malaysia. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada 6 ruas jalan dengan berbagai jenis perkerasan. Sepuluh titik sampel diuji pada setiap ruas jalan. Pada setiap sampel dilakukan pengujian sebanyak tiga kali. Menurut penelitian ini, di Malaysia pada setiap jenis perkerasan kenaikan nilai rata-rata kedalaman tekstur sebanding dengan kenaikan nilai skid resistance. Perkerasan surface dressing memberikan kenaikan nilai yang signifikan dibandingkan dengan SMA dan ACW. Sedangkan korelasi antara nilai rata-rata kedalaman tekstur dan indeks kekasaran sangat lemah dengan koefisien variasi rendah, sedangkan untuk ACW dan SMA sama sekali tidak ada korelasinya. Gambar 2.17 menunjukan bagaimana hubungan antara nilai skid resistance dan kedalaman tekstur pada jenis perkerasan yang diuji.
34 b. Saplioğlu, M, E., et al., 2012, Investigation Skid Resistance Effects On
Traffic Safety At Urban Intersections,
Penelitian ini meneliti tentang efek skid resistance pada keamanan berkendara di persimpangan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa untuk melakukan pengujian skid resistance pada persimpangan harus di pilih sampel dengan variasi jenis perkerasan yang sama. Hasil dari penelitian pada paper ini menunjukkan bahwa skid resistance berpengaruh pada tingkat kecelakaan pada persimpangan. Selain skid resistance rata-rata kedalaman tekstur juga berpengaruh pada tingkat kecelakaan.
Gambar 2.18 Hubungan antara nilai skid resistance dan tingkat kecelakaan pada persimpangan. Oleh Saplioğlu, M, E., et al.
c. Kelvin, Y. P. , Tien Fang dan Yoo Sang. 2005, Effect Of Pavement Surface Texture On British Pendulum Test
35 bahwa pada tekstur closely packed pengukuran skid resistance tergantung pada luas area kontak pada aggregat dan jarak antar aggregat. Sedangkan pada tekstur sparsely packed atau tekstur kasar, pengukuran skid resistance menunjukan variasi yang signifikan sebagai efek samping antara peluncur pendulum dan permukaan bertekstur kasar.
d. Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi. 2013, The Effect of Asphalt Concrete Micro & Macro Texture on Skid Resistance
36 Gambar 2.19 Diagram batang nilai skid resistance pada
sampel bergradasi rapat. Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
37 Gambar 2.21 Diagram batang nilai skid resistance pada sampel bergradasi terbuka.
Oleh Ahadi, M. R. And K. Nasirahmadi
38
e.
Ramadan, K. Z. Dan Iyad M. Muslih. 2013,
Skid Resistance As ASafety Measure In Jordan
Penelitian ini menjelaskan bagaimana pengaruh skid resistance terhadap tingkat kecelakaan serta meninjau volume kendaraan, material yang digunakan dan properti desain campuran lainnya pada nilai skid resistance. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kedalaman tekstur dalam menguji skid resistance. Dalam penelian ini didapat hubungan berbanding terbalik antara nilai skid resistance dan tingkat kecelakaan. Semakin rendah nilai skid resistance semakin tinggi tingkat kecelakaan.
f. Sjahdanulirwan, M. dan A. Tatang Dachlan. 2013, Kajian Kekesatan Permukaan Perkerasan Jalan Beton Aspal, Beton Semen, Dan Beton Karet Dalam penelitian ini dijabarakan penelitian-penelitian terdahulu berkaitan dengan skid resistance pada perkerasan beraspal dan perkerasan beton semen. Dalam penelitian ini didapat bahwa kekesatan permukaan perkerasan pada perkerasan beton semen (pracetak) maupun perkerasan beraspal panas (Laston/Asbuton) yang baru cenderung menurun dengan meningkatnya beban lalu lintas. Penurunan kekesatan pada permukaan perkerasan beton semen (tanpa karet) 1,6 kali lebih cepat daripada perkerasan beton aspal (Laston/Asbuton). Namun demikian permukaan beton semen memiliki nilai kekesatan yang jauh diatas beton aspal. Penurunan kekesatan permukaan Asbuton campuran panas 1,8 kali relatif lebih cepat daripada Laston.
39 Dalam penelitian ini dibandingkan nilai kekesatan permukaan perkerasan dengan pengujian langsung dilapangan menggunakan Locked Wheel dengan nilai kekesatan yang diprediksi menggunakan PSV dari agregat yang digunakan. Selain membandingkan kekesatan menggunakan dua parameter tersebut, pada penelitian ini juga dibandingkan nilai kekesatan pada permukaan perkerasan yang menggunakan macroseal dan tanpa macroseal. Hasil dari penelitian ini didapat nilai kekesatan pada perkerasan tanpa macroseal yang diukur langsung 2,5 kali dari yang dihitung melalui parameter PSV. Sedangkan pada permukaan menggunakan macroseal pengukuran nilai kekesatan secara langsung 1,2 kali lebih besar dari yang dihitung melalui parameter PSV.
40 Variabel
Peneliti
Tabel 2.6 Tabulasi penelitian skid resistance dan variabel lainnya pada penelitian terdahulu
Tekstur
Rahman, H. Pengujian