• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Terapi Madu terhadap Autolytic Debridement dan Kenyaman Pada Klien dengan Luka Kaki Diabetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Terapi Madu terhadap Autolytic Debridement dan Kenyaman Pada Klien dengan Luka Kaki Diabetik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Secara global, jumlah penderita DM pada tahun 2011 telah

mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan berarti yang dilakukan,

jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 552 juta pada tahun

2030 (IDF, 2011). Indonesia akan menempati posisi kelima dunia dengan

jumlah penderita DM sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2030 (Sudoyo et

al, 2009).

Peningkatan jumlah penderita DM yang tidak tertangani dengan

baik akan selalu diikuti oleh peningkatan jumlah penyulit DM ataupun

komplikasi dari DM tersebut (Diabetes UK, 2011). Penyulit DM yang

sering muncul adalah luka kaki diabetes. Menurut Forlee (2010) dan

Edmons (2006) 15 % dari penderita DM akan mengalami luka kaki diabetes

dan hingga 70 % akan mengalami amputasi. Data dari RSUPN Cipto

Mangunkusumo menyebutkan bahwa penyakit penyerta sebagian besar

penderita DM selalu menyangkut pada luka kaki diabetes. Angka kematian

dan amputasi dari luka kaki diabetes ini juga masih tinggi yaitu 16 % untuk

angka kematian dan 25 % untuk angka amputasi (Sudoyo et.al, 2009).

Menurut Han, Kim dan Kim (2009) penanganan terhadap luka kaki

diabetik masih merupakan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan oleh

(2)

yang cukup rumit mengakibatkan timbulnya waktu penyembuhan yang

panjang. Walaupun demikian, perawatan luka pada luka kaki diabetik

dianggap merupakan salah satu cara yang dapat dilaksanakan untuk

menurunkan angka terjadinya amputasi dan bahkan angka terjadinya

kematian. Metode perawatan luka kaki diabetik yang tepat akan

meningkatkan penyembuhan luka.

Menurut Kaczander, et.al (2007) salah satu metode perawatan luka

yang dapat digunakan untuk meningkatkan penyembuhan luka adalah

dengan mempertahankan kelembaban pada dasar luka dan mencegah

kolonisasi bakteri. Metode perawatan luka tersebut sering dikenal dengan

nama metode moisture balance. Metode moisture balance ini menggunakan

dressing (balutan) untuk mempertahankan kelembaban sehingga lingkungan

untuk penyembuhan luka dapat terpertahankan secara optimal. Salah satu

konsep penting dalam metode moisture balance ini adalah dengan persiapan

dasar luka (wound bed preparation).

Wound bed preparation adalah salah satu konsep terpenting dalam

perawatan luka untuk menghasilkan penyembuhan luka yang maksimal

(Falanga, 2000). Dengan kata lain, tanpa persiapan dasar luka yang adekuat

akan menjadikan perawatan luka semakin lambat atau gagal. Secara umum

tujuan dari persiapan dasar luka adalah untuk menciptakan lingkungan yang

optimal untuk proses penyembuhan. Persiapan dasar luka memiliki 3 poin

(3)

Debridement merupakan cara untuk menghilangkan jaringan mati

atau nekrosis dari permukaan luka (Chadwick, 2012). Debridement secara

garis besar terdiri dari dua bagian, yaitu debridement aktif dan autolytic

debridement. Debridement aktif dengan menggunakan usaha untuk

menghilangkan jaringan mati sedangkan autolytic debridement dengan

memanfaatkan kemampuan tubuh untuk menghilangkan jaringan mati itu

sendiri (Hofman, 2007).

Autolytic debridement dapat terjadi pada lingkungan dengan

keseimbangan kelembabannya optimal. Jaringan-jaringan nekrosis tersebut

akan secara alami terlepas dari luka (Hofman, 2007). Untuk menciptakan

keseimbangan kelembaban, maka penggunaan balutan yang tepat perlu

diperhatikan. Balutan tersebut harus bersifat memberikan kelembaban bila

luka kering dan menyerap kelembaban bila luka basah (Belcher, 2012).

Autolytic debridement dapat menjadi salah satu pilihan cara dalam

persiapan dasar luka. Selain karena caranya yang lebih aman dengan tidak

akan merusak jaringan sekitar yang sehat, cara ini juga merupakan cara

yang tingkat kenyamanannya maksimal bagi pasien (Falanga, 2008).

Madu adalah cairan alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari

sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga

yang mempunyai rasa manis. (Badan Standarisasi Nasional, 2004). Madu

bersifat osmotik karena mengandung hampir 20 % air. Sifat madu seperti ini

(4)

dapat memicu terjadi autolytic debridement (Evans & Mahoney, 2013;

Belcher, 2012; Molan, 1998).

Menurut Belcher (2012) selain karena lingkungan dengan

keseimbangan kelembaban, madu juga dapat memicu terjadinya autolytic

debridement dengan mekanisme bahwa madu menstimulasi aktifitas enzim

protease pada luka. Aktifasi enzim pada luka ini akan menstimulasi plasmin,

dimana plasmin akan memecahkan bekuan darah pada jaringan nekrotik

pada dasar luka.

Menurut Eddy, Gideonsen dan Mack (2008) alasan pendukung

lainnya untuk penggunaan madu sebagai balutan yang mampu untuk

mendukung autolytic debridement adalah harga madu yang lebih terjangkau.

Harga yang lebih terjangkau tersebut akan memudahkan penderita untuk

menerima perawatan luka tanpa harus khawatir dengan harga yang tinggi.

Menurut Eddy, Gideonsen dan Mack (2008) semua jenis madu

dapat digunakan untuk balutan dalam perawatan luka. Dalam kata lain,

semua jenis madu, baik yang diperoleh langsung dari peternakan, diperoleh

di pasar tradisional ataupun supermarket dapat digunakan sebagai balutan

luka.

Menurut Evans dan Mahoney (2013) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa madu efektif sebagai agent autolytic debridement baik

pada dasar luka kuning ataupun nekrosis. Menurut Belcher (2012) dalam

studi kasus pada luka dengan jaringan nekrosis sangat kering menunjukkan

(5)

ditunjukkan oleh penelitian Pramana, Suryani dan Supriyono (2012) bahwa

madu efektif dalam penyembuhan luka diabetik walaupun tidak spesifik

menunjukkan bagaimana dengan proses debridement nya.

Kolcaba (1994) menyebutkan bahwa kenyamanan merupakan

outcome dari hasil pelaksanaan intervensi keperawatan. Hasil tindakan

tersebut akan lebih maksimal jika penerima tindakan merasa nyaman setelah

tindakan dilakukan. Kenyamanan yang diperoleh dapat berupa kenyamanan

dari segi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial. Dalam hal ini,

penggunaan madu untuk mendorong tubuh itu sendiri melakukan autolytic

debridement dapat menghasilkan kenyamanan secara fisik, psikospritual,

lingkungan dan juga sosial.

Menurut Freeman, May & Wraight (2010) madu memberikan

outcome positif pada kenyamanan pasien. Dari 65 pasien yang terlibat

dalam penelitian ini, kenyamanan pasien dilaporkan tinggi hingga 88 %

pada penggunaan honey gel dan 93% pada penggunaan honey alginate.

Hanya satu pasien (1,5%) yang melaporkan tingkat kenyamanan rendah

pada penggunaan madu.

1.2 Permasalahan

Penanganan luka kaki diabetik dengan perawatan luka merupakan cara yang terbaik untuk menurunkan angka amputasi. Telah banyak

penelitian yang menunjukkan keefektifan madu lebah terhadap

penyembuhan luka. Namun, jenis madu yang digunakan relatif susah

(6)

berdasarkan pendapat Eddy, Gideonsen dan Mack (2008) yang menyatakan

semua jenis madu dapat digunakan untuk perawatan luka, maka peneliti

ingin menggunakan jenis madu supermarket dalam perawatan luka.

Indikator akhir yang dicapai bukan penyembuhan luka, tetapi hanya sampai

terjadinya autolytic debridement pada luka kaki diabetik. Outcome dari

tindakan ini akan lebih meningkat jika kenyamanan juga tercapai pada klien

yang menerima tindakan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian “apakah ada pengaruh terapi madu terhadap autolytic

debridement dan kenyamanan pada klien dengan luka kaki diabetik?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi madu terhadap autolytic debridement

dan kenyamanan pada klien dengan luka kaki diabetik.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik subjek penelitian.

2. Mengidentifikasi persentase jaringan nekrotik pada luka kaki

diabetik sebelum dan setelah melakukan perawatan luka dengan

madu.

3. Mengidentifikasi jenis jaringan nekrotik pada luka kaki diabetik

sebelum dan setelah melakukan perawatan luka dengan madu.

4. Mengidentifikasi skala kenyamanan subjek penelitian sebelum

(7)

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh pemberian terapi madu terhadap terjadinya autolytic

debridement pada luka kaki diabetik.

2. Ada pengaruh pemberian terapi madu terhadap kenyamanan klien

dengan luka kaki diabetik

1.5 Manfaaat Penelitian

1. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pelayanan

kesehatan untuk mengembangkan dan juga mengaplikasi perawatan luka

dengan metode moisture balance, khususnya penggunaan madu sebagai

alternatif topikal terapi

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini juga dapat lebih melengkapi referensi dalam

penggunaan madu untuk perawatan luka khususnya sebagai agen autolytic

debridement

3. Bagi peneliti lainnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi peneliti lainnya untuk

melakukan penelitian perawatan luka diabetik dengan memperhatikan

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut. 3) Tahap keempat: Pembuatan Aplikasi/Program pengujian, sekaligus pengujian algoritma dan analisis hasil

Finite state automata dapat digunakan untuk membuat model Non-Deterministic Finite Automata (NDFA), sehingga dapat mendeteksi keadaan yang tidak normal atau malfungsi

Secara khusus dapat disimpulkan bahwa (1) pengenalan awal terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, (2) pengenalan,

The UPSR Science Practical Work Assessment (UPSR PEKA) is a school based assessment that is implemented at school level as part of teaching and learning process.. UPSR PEKA

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang benar

Hasil analisis biaya menunjukkan bahwa jenis perkerasan dengan initial cost terendah adalah perkerasan paving block. Hal inilah yang mungkin dijadikan pertimbangan oleh

Lebih lanjut, berbagai peristiwa dan aktivitas yang menjadikan beberapa negara disana dianggap sebagai negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Prancis kiranya

Dapat ditarik kesimpul an bahwa anak “Setuju” lingkungan keluarga menjadi penyebab anak tidak ingin melanjutkan sekolah lagi dilihat dari frekuensi jawaban orang tua sebagian