• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAKIP Dinkes th 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LAKIP Dinkes th 2016"

Copied!
371
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TIM PENYUSUN Penanggung Jawab

Dra. Hj. Mimi Yuliani Nazir, Apt, MM (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau)

Ketua

dr. Ruswaldi Munir, Sp.KO (Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Riau)

Sekretaris

Achmad Jajuli, SKM, MKM (Kepala Sub Bagian Perencanaan Program)

Anggota

Emme Febriyanti Tarigan, SKM Zuhelfitri, SE

Reni Elsera, SKM Rudi Musyaril, Amd

Dian Purnamasari, S.Sos, M.Si

Kontributor

Bidang Kesehatan Masyarakat

Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Bidang Pelayanan Kesehatan

Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian Subbag Perencanaan Program

Subbag Umum dan Kepegawaian Subbag Keuangan dan Perlengkapan

UPT Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan UPT Instalasi Farmasi dan Logistik Kesehatan

(3)
(4)

DAFTAR ISI

!

" !

# $ #

% & #

! ' & (

) (

(

* & * & + ,

# !

, ( #

#

- . #

& - #

#

/ + 0 - #

1 ' - - 1 ! &

-- 2 %

1 1 - 1

-- 1 %3

(5)

# 1 - 1 4

1 - ' - - 1 ,

% 1 1

- - 5

( 1 * 1 6%

6 1 - 7

5 1 1 - $ & %#

3 1 - 8 1 1

6%

, 1 1

- 1 3(

1 - 1

1 - ' ' - - 5

1 -

-# %

# & 6

. 9. :

9 : , (

' , (

! " + + ; + , (

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan governance dan sistem manajemen merupakan agenda penting dalam reformasi pemerintahan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Tuntutan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (Good

Governance dan Clean Government) telah mendorong pengembangan dan

penerapan sistem manajemen pemerintahan yang berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome).

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Organisasi Dinas Daerah Provinsi Riau, menyatakan bahwa Kedudukan Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Mengacu Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, maka Dinas Kesehatan sebagai instansi pemerintah diwajibkan menetapkan target kinerja dan melakukan pengukuran kinerja yang telah dicapai serta menyampaikan Laporan Kinerja kepada Gubernur, paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Pedoman penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi /Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

(7)

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kesehatan Provinsi Riau adalah sebagai wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pada tahun 2016 dalam rangka mencapai visi dan misi Dinas Kesehatan.

Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kesehatan Provinsi Riau adalah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Riau serta diharapkan dapat merumuskan beberapa rekomendasi dalam menetapkan kebijakan dan strategi di tahun mendatang.

1.3 Gambaran Umum Dinas Kesehatan

1.3.1. Kedudukan Dinas Kesehatan Provinsi Riau

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Organisasi Dinas Daerah Provinsi Riau, menyatakan bahwa Kedudukan Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

1.3.2. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Riau

Tugas dan fungsi Dinas Kesehatan diatur dalam Peraturan Gubernur Riau No. 13 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tatakerja Dinas Kesehatan Provinsi Riau, sebagai berikut:

Tugas Pokok Dinas Kesehatan

(8)

Fungsi Dinas Kesehatan

a. Penyelenggaraan perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugas pada Sekretariat, Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian, Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Bidang Promosi Kesehatan dan Kesehatan Keluarga;

b. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi pada Sekretariat, Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian, Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Bidang Promosi Kesehatan dan Kesehatan Keluarga;

c. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada Sekretariat, Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian, Bidang Pelayanan Kesehatan, Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Bidang Promosi Kesehatan dan Kesehatan Keluarga;

d. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Struktur Organisasi Dinas Kesehatan

Susunan Organisasi Dinas Kesehatan terdiri dari: a. Kepala Dinas

b. Sekretaris

- Subbag Keuangan dan Perlengkapan

- Subbag Perencanaan Program

- Subbag Umum

c. Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian

- Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Alat Kesehatan

- Seksi Pengembangan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan

- Seksi Pengembangan Sarana Kesehatan d. Bidang Pelayanan Kesehatan

- Seksi Kesehatan Dasar

- Seksi Rujukan dan Kesehatan Khusus

(9)

e. Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

- Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit

- Seksi Penyehatan Lingkungan

- Seksi Surveilans dan Kesehatan Matra

f. Bidang Promosi Kesehatan dan Kesehatan Keluarga

- Seksi Promosi Kesehatan

- Seksi Gizi Masyarakat

- Seksi Kesehatan Keluarga

g. UPT. Penanggulangan Krisis Kesehatan Pengembangan SDM dan Kesehatan Olahraga Masyarakat (PKKPSDMKOM)

h. UPT. Laboratorium Kesehatan dan Lingkungan i. UPT. Instalasi Farmasi dan Logistik Kesehatan j. Kelompok Jabatan Fungsional

1.4 Dasar Hukum

Dasar Hukum penyusunan Laporan Kinerja adalah sebagai berikut.

a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);

d. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

e. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Reviu Atas Laporan Kinerja.

1.5 Sistematika

(10)

berdasarkan Perjanjian Kinerja (Penja) 2016 sebagai tolak ukur keberhasilan tahunan Dinas Kesehatan. Penja merupakan penjabaran Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Riau 2014–2019. Berlandaskan pada PermenPAN dan RB No 53 tahun 2014, maka sistimatika penyajian Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Riau disusun sebagai berikut:

a. Bab I (Pendahuluan), menjelaskan gambaran umum Dinas Kesehatan Provinsi Riau.

b. Bab II (Perencanaan Kinerja), menjelaskan tentang ikhtisar beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja.

c. Bab III (Akuntabilitas Kinerja), menjelaskan tentang pencapaian sasaran sasaran Dinas Kesehatan Provinsi Riau dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja serta dukungan anggaran dalam pencapaian program/kegiatan.

(11)

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

2.1 Rencana Strategis 2.1.1 Visi

Visi Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2014-2019 telah dirumuskan selaras denganperencanaan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah daerah, potensi, permasalahan dan tantangan pembangunan yang dihadapi serta isu-isu strategis, sebagai berikut:

“Dinas Kesehatan sebagai institusi profesional dalam mewujudkan kesehatan yang berkualitas sebagai upaya

peningkatan usia harapan hidup masyarakat Riau”

Makna yang terkandung dalam visi tersebut dijabarkan sebagai berikut: Profesional : Mampu melaksanakan tugas dan pekerjaannya

sesuai dengan standar kesehatan yang ditetapkan berdasarkan norma dan etika yang berlaku untuk mencapai hasil yang bermutu dan berkualitas

Berkualitas : Kesempurnaan dari sesuatu yang dikerjakan atau sesuatu yang menjamin tercapai suatu harapan/tujuan

Usia Harapan Hidup : Umur maksimal yang diperkirakan dari individu sebagai indikator tingkat kesehatan di Provinsi Riau

Dengan demikian pembangunan kesehatan yang diselenggarakan diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku sehat dan memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2.1.2 Misi

(12)

1. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan Profesional, Terjangkau, Terpadu, Bermitra, Dan Berkesinambungan

Merupakan upaya pemenuhan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan secara profesional yang didukung dengan kemudahan akses baik jarak maupun pembiayaan dengan melibatkan unsur swasta dan lainnya; memfokuskan pada upaya percepatan pembangunan kesehatan di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) agar mendapatkan kesempatan yang sama dalam pelayanan kesehatan dan berkurangnya disparitas status kesehatan antar wilayah; mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan kualitas manusia yang sehat (fisik, mental dan sosial).

2. Meningkatkan Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Kemandirian Individu, Keluarga Dan Masyarakat Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar merekadapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai social budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan, sehingga terciptanya suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

3. Meningkatkan Akses dan Kualitas Kesehatan Ibu dan Anak

(13)

4. Meningkatkan Status Gizi Masyarakat

Upaya penanggulangan masalah gizi baik gizi buruk, kurang maupun gizi lebih pada bayi, balita, remaja, ibu hamil, dan kelompok usia produktif yang dilakukan dengan lebih seksama, secara komprehensif dan memperhatikan semua faktor yang terkait serta didukung oleh adanya komitmen yang tinggi dari pemerintah, mengakomodir partisipasi sektor terkait dan peran aktif masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemauan masyarakat untuk meningkatkan status gizi.

5. Mengendalikan Penyakit Menular Dan Tidak Menular Secara Komprehensif Dengan Pendekatan Lingkungan Sehat Berbasis Masyarakat

Upaya menurunkan angka kesakitan dan kematianmelalui pengendalian penyakit menular dan tidak menular secara komprehensif baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative dengan meningkatkan kapasitas tenaga professional dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, serta Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemeliharaan kesehatan mandiri masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, dengan upaya imunisasi, surveilans, penanggulangan KLB/wabah, ancaman epidemi dan bencana kesehatan dan PD3I dengan memperhatikan kesehatan lingkungan yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lingkungannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit.

6. Mengembangkan Sumber Daya Kesehatan Yang Bermutu Dan Berkualitas

(14)

maupun global dan memantapkan keterkaitan unsur lain dengan maksud meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

7. Menjamin Ketersediaan, Pemerataan, Keamanan Obat, Makan/Minuman Dan Logistik Kesehatan, Menjamin Keamanan Produksi Dan Distribusi Makanan/Minuman

Upaya menjamin keamanan, kemanfaatan dan keterjangkauan obat, makan/minuman dan logistik kesehatan melalui ketersediaan, pemerataan, keamanan obat, makan/minuman dan logistik kesehatan melalui proses pengadaan, pembinaan produksi dan distribusi obat termasuk obat tradisional, makan/minuman dan logistik kesehatan yang dimiliki atau potensial dimanfaatkan secara efektif dan efisien termasuk penggunaan obat trasional dan pengawasan NAPZA.

8. Mengembangkan Kebijakan, Manajemen Dan Sistem Informasi Kesehatan Yang Profesional Transparan, Berdayaguna Dan Berhasilguna

Upaya untuk meningkatkan kebijakan manajemen dan sistem informasi kesehatan dengan fokus pada pembenahan perencanaan kebijakan dan pembiayaan serta hukum kesehatan dengan dukungan data dan informasi yang lengkap, akurat dan mutakhir; penerapan kebijakan pembangunan kesehatan juga meliputi swasta dan masyarakat; memantapkan penyelenggaraan SKN; melaksanakan desentralisasi yang efektif di bidang kesehatan termasuk menata dan memberi dukungan bagi pengembangan organisasi yang efektif dan kepemimpinan di Pusat dan daerah; mengurangi disparitas status kesehatan secara menyeluruh; melaksanakan reformasi birokrasi dan good governance termasuk akuntabilitas pembangunan dan mengedepankan tata kelola yang efektif dan efisien.

9. Mengembangkan Sistem Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Masyarakat

(15)

Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dengan tujuan semua penduduk Riau terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

10. Mengoptimalkan Peran Dan Fungsi Dinas Kesehatan Sebagai Regulator Dan Pembinaan Bidang Kesehatan Di Provinsi Riau

Dalam melindungi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas dan dilakukan secara profesional maka Dinas Kesehatan Provinsi Riau berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah menjadi Undang-undang No. 2 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang No.23 tahun 2014 dan Undang-undang No.30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, berwenang menyusun berbagai regulasi dan melaukan pembinaan-pembinaan dibidang kesehatan. Regulasi disusun dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub) dan peraturan lain yang mengikat dalam rangka mencapai tujuan tersebut diatas. Pembinaan dilakukan dalam bentuk monitoring evaluasi, memberikan pelatihan, pemberian izin, reward dan punishman serta pelaporan semua kegiatan kesehatan di Kabupaten/Kota termasuk swasta.

2.1.3 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan

Tujuan dan sasaran pada setiap misi akan memberikan arahan untuk pelaksanaan setiap program/kegiatan pembangunan kesehatan yang tertuang di dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Tujuan pembangunan Dinas Kesehatan Provinsi Riau adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan profesional, terjangkau, terpadu, bermitra, dan berkesinambungan.

(16)

b) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan KesehatanNasional (JKN) 2. Meningkatkan Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

dalam mewujudkan kemandirian individu, keluarga dan masyarakat. a) Meningkatkan pengetahuan dan peran serta aktif masyarakat di

bidang kesehatan

b) Meningkatkan mobilisasi masyarakat dalam rangka pemberdayaan advokasi kemitraan dan peningkatan sumber daya pendukung untuk pengembangan sarana dan prasarana dalam mendukung Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Ibu dan Anak

a) Meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak

4. Meningkatkan status gizi masyarakat

a) Menurunkan prevalensi gizi buruk dan kurang pada masyarakat 5. Mengendalikan penyakit menular dan tidak menular secara

komprehensif dengan pendekatan lingkungan sehat berbasis masyarakat

a) Meningkatkan peranserta masyarakat dalam kesehatan lingkungan b) Meningkatkan sistem peringatan dini, penanggulangan dampak

kesehatan akibat bencana serta terjadinya wabah/KLB c) Meningkatkan penanggulangan krisis kesehatan

6. Mengembangan sumber daya kesehatan yang bermutu dan berkualitas a) Meningkatkan upaya promotif dan preventif pada sarana pelayanan

kesehatan (RS, Puskesmas)

b) Meningkatkan kuantitas dan mutu sumber daya kesehatan

c) Meningkatkan efektifitas perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan sumber daya kesehatan

d) Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya kesehatan olahraga masyarakat

(17)

7. Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keamanan obat dan logistik kesehatan

a) Meningkatkan ketersediaan obat dan vaksin, pengawasan keamanan mutu dan manfaat sediaan Farmasi, Makanan Minuman dan alat kesehatan yang beredar di masyarakat

8. Mengembangkan system manajemen dan Informasi kesehatan yang professional transparan, berdayaguna dan berhasilguna

a) Meningkatkan pelayanan administrasi kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna

9. Mengembangkan Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat

a) Meningkatkan kepesertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan mandiri

b) Meningkatkan manajemen pembiayaan kesehatan baik dari segi kualitas pelayanan maupun penataan administrasi yang transparan dan bersih

c) Meningkatkan jumlah penduduk (termasuk penduduk miskin dan tidak mampu) dalam mewujudkan Universal Coverage

10. Mengoptimalkan peran dan fungsi Dinas kesehatan sebagai regulator dan pembinaan bidang kesehatan di Provinsi Riau

a) Penyusunan Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) bidang kesehatan di Provinsi Riau

b) Koordinasi, monitoring dan evaluasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Kab/Kota.

Sasaran pembangunan Kesehatan Provinsi Riau adalah meningkatkan Usia Harapan Hidup Masyarakat Riau.

Strategi dan Arah kebijakan pembangunan kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2014-2019 adalah:

1. Peningkatan upaya pelayanan kesehatan profesional, terjangkau, terpadu, bermitra, dan berkesinambungan.

(18)

4. Peningkatan status gizi masyarakat

5. Pengendalian penyakit menular dan tidak menular secara komprehensif dengan pendekatan lingkungan sehat berbasis masyarakat

6. Pengembangan sumberdaya kesehatan yang bermutu dan berkualitas 7. Keterjaminan ketersediaan, pemerataan dan keamanan obat dan logistik

kesehatan

8. Pengembangan system manajemen dan Informasi kesehatan yang professional transparan, berdayaguna dan berhasilguna

9. Pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat

10. Pengoptimalan peran dan fungsi Dinas kesehatan sebagai regulator dan pembinaan bidang kesehatan di Provinsi Riau

2.1.4 Program Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau

Program merupakan kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah atau dalam rangka kerja sama dengan masyarakat guna mencapai sasaran tersebut. Program Pembangunan Kesehatan yang menjadi urusan wajib Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2014-2019 adalah sebagai berikut:

1. Program Obat Dan Perbekalan Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan ketersediaan obat dan vaksin, pengawasan keamanan mutu dan manfaat sediaan Farmasi, Makanan Minuman dan alat kesehatan yang beredar di masyarakat.

Sasaran: Meningkatnya ketersediaan obat dan vaksin yang bermutu, terjangkau dan merata sesuai kebutuhan masyarakat serta pengawasan sediaan Farmasi, Makanan Minuman dan alat kesehatan yang beredar dimasyarakat.

Indikator kinerja:

- Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%

- Persentase penggunaan obat generik dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan sebesar 90%

(19)

- Persentase pemantauan kasus penyalahgunaan NAPZA di RS sebesar 90%

- Persentase Instalasi Farmasi kabupaten/kota sesuai standar sebesar 92%

- Persentase usaha obat tradisional yang aman, bermutu dan bermanfaat sebesar 55%

- Persentase P-IRT yang memenuhi persyaratan produksi yang baik sebesar 90%

- Persentase sarana distribusi obat, alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 40%

- Persentase produksi alkes dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat sebesar 100%

- Persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 60%

2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata

Indikator kinerja:

- Jumlah Puskesmas yang terakreditasi sebesar 50 Puskesmas

- Persentase Puskesmas dengan program pengembangan sebesar 80%

- Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan Pelayanan PONED sebesar 100%

- PersentasePuskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam sebesar 100%

- Persentase RS Pemerintah dan Swasta yang terakreditasi versi 2012 sebesar 75%

(20)

- Persentase rumah sakit yang ikut dalam sistem penanggulangan kegawatdaruratan terpadu di 4 kabupaten/kota (Siak, Pelalawan, Kampar, Pekanbaru) sebesar 50%

3. Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat Tujuan:

1. Meningkatkan mobilisasi masyarakat dalam rangka pemberdayaan advokasi kemitraan dan peningkatan sumber daya pendukung untuk pengembangan sarana dan prasarana dalam mendukung Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

2. Meningkatkan pengetahuan dan peranserta aktif masyarakat di bidang kesehatan

3. Meningkatkan pengetahuan dan peran serta aktif masyarakat di bidang kesehatan

4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kesehatan lingkungan Sasaran: Meningkatnya perilaku dan peranserta masyarakat untuk hidup sehat mandiri

Indikator kinerja:

- Persentase kabupaten/kota yang melakukan promosi kesehatan melalui media sebesar 100%

- Persentase Desa Siaga Aktif sebesar 90%

- Persentase rumah tangga yang menerapkan Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebesar 70%

- Persentase sekolah dasar yang mempromosikan kesehatansebesar 55%

- Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan sebanyak 3 dokumen

- Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS sebanyak 80%

- Persentase desa yang memanfaatkan dana desa minimal 10% untuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) sebesar 50%

(21)

- Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumberdayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 9 organisasi kemasyarakatan

4. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

Tujuan: Meningkatkan status gizi masyarakat.

Sasaran: Meningkatnya status gizi dan kesehatan masyarakat Indikator kinerja:

- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe sebesar 90%

- Cakupan bayi mendapat kapsul vitamin A biru sebesar 90%

- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A merah sebesar 90%

- Cakupan bayi mendapat asi eksklusif sebesar 90%

- Cakupan balita yang naik berat badannya sebesar 90%

- Cakupan balita Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 1%

- Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan sebesar 100%

- Jumlah Kecamatan Bebas Rawan Gizi sebesar 85%

- Cakupan rumah tangga dengan garam beryodium baik sebesar 90%

- Prevalensi Gizi Kurang pada balita sebesar 8,5%

- Prevalensi Gizi Buruk pada balita sebesar 1,1%

5. Program Pengembangan Lingkungan Sehat

Tujuan: Meningkatkan peranserta masyarakat dalam kesehatan lingkungan

Sasaran: Meningkatnya mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan

Indikator kinerja:

- Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebanyak 994 desa/kelurahan

- Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebesar 50%

- Persentase Tempat-Tempat Umum yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 58%

(22)

- Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai aturan 36%

- Persentase Tempat Pengolah Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 32%

6. Program Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Menular Tujuan: Meningkatkan sistem peringatan dini, penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana serta terjadinya wabah/KLB.

Sasaran: Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat dari penyakit menular serta tertanggulanginya wabah penyakit menular dan kejadian luar biasa.

Indikator kinerja:

- Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria sebesar 12 kabupaten/kota

- Jumlah kabupaten/kota yang meningkat capaian program P2ML dan P2B2 sebesar 12 kabupaten/kota

- Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eradikasi frambusia sebesar12 kabupaten/kota

- Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi kusta sebesar 12 kabupaten/kota

- Persentase kasus gigitan hewan penyebar rabies yang ditangani sebesar 100%

- Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk sebesar 68%

- Angkakesakitan DBD (IR) akibat DBD (per 100.000 penduduk) sebesar <46%

- Cakupantatalaksanakasus ISPA (Pneumonia balita) sebesar 60%

- Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang melakukan pemberian obat masal pencegahan (POMP) filariasis menuju eliminasi Filariasis (mf rate <1%) sebesar 0 kabupaten/kota

- Prevalensi HIV sebesar < 0,5

- Cakupan tatalaksana penderita diare sebesar 100%

(23)

- Case Notification Rate (CNR) semua kasus TB per 100.000 penduduk sebesar 112/100.000 penduduk

- Angka penemuan kasus (Case Detection Rate) kasus TB sebesar 65%

- Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) kasus TB sebesar 96%

- Persentase hasil pemeriksaan kesehatan jemaah haji (3 bulan sebelum operasional) sebesar 80%

- Persentase anak umur <1 tahun yang mendapat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) sebesar 93%

- Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) sebesar 92%

- Persentase situasi matra yang dilakukan upaya kesehatan sebesar 90%

- Jumlah kasus AFP/PD3I dapat diambil specimen sebesar ≥ 2/100.000

penduduk usia <15 tahun

- Jumlah kabupaten/kota dan rumah sakit yang terevaluasi program AFP/PD3I sebesar 12 kabupaten/kota dan 14 rumah sakit

- Jumlah kasus discharded campak sebanyak 2/100.000 penduduk

- Persentase sinyal kewaspadaan dini yang direspon sebesar 90%

7. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap dan kepribadian tenaga kesehatan berbasis kompetensi

Sasaran: Meningkatnya ketersediaan, mutu dan pemerataan distribusi sumberdaya kesehatan yang berdayaguna dan berhasil guna sesuai kebutuhan

Indikator kinerja:

- Persentase jumlah pemohon perizinan sarana kesehatan (PBF, PAK) sebesar 100%

- Persentase jumlah pemohon dengan STR yang keluar sebesar 100%

(24)

8. Program Pengadaan, Peningkatan Dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Pustu Dan Jaringannya

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata.

Indikator kinerja:

- Jumlah Puskesmas kabupaten/kota yang bangunannya memenuhi standar sebanyak 48 Puskesmas

- Jumlah Puskesmas kabupaten/kota yang memiliki perelatan yang memenuhi standar sebanyak 48 Puskesmas

- Jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) yang memiliki peralatan yang memenuhi standat sebanyak 48 Puskesmas

9. Program Pengadaan, Peningkatan Dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/ Rumah Sakit Jiwa/ Rumah Sakit Paru-Paru/ Rumah Sakit Mata

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata.

Indikator kinerja:

- Persentase RSUD kabupaten/kota yang memiliki pelayanan Bank Darah sebesar 100%

10. Program Pemeliharaan, Peningkatan Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata.

Indikator kinerja:

(25)

- Jumlah RSUD kab/kota yang memiliki peralatan yang memenuhi standar sebanyak 2 RSUD

11. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Dan Anak

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya kualitas hidup ibu melahirkan dan anak balita. Indikator kinerja:

- Cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 93%

- Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 89%

- Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani sebesar 81%

- Cakupan kunjungan bayi sebesar 91%

- Cakupan pelayanan kesehatan anak balita sebesar 86%

- Cakupan penjaringan siswa SD kelas 1 & setingkat sebesar 97%

- Persentase kabupaten/kota dengan Puskesmas mampu laksana PKPR sebesar 92%

- Persentase Puskesmas mampu laksana KTA sebesar 93%

- Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) sebesar 96%

- Cakupan Kunjungan Ibu Hamil Gakin (K4) sebesar 96%

- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani sebesar 80%

- Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan sebesar 91%

- Cakupan pertolongan gakin tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan sebesar 91%

- Cakupan pelayanan nifas sebesar 91%

- Cakupan pelayanan nifas Gakin sebesar 91%

- Cakupan peserta KB aktif sebesar 75%

- Cakupan ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk sebesar 100%

- Cakupan ibu hamil resiko tinggi gakin yang dirujuk sebesar 100%

(26)

Sasaran: Meningkatnya ketersediaan obat dan vaksin yang bermutu, terjangkau dan merata sesuai kebutuhan masyarakat serta pengawasan sediaan Farmasi, Makanan Minuman dan alat kesehatan yang beredar dimasyarakat.

Indikator kinerja:

- Persentase Instalasi Farmasi kabupaten/kota (IFK) sesuai standar sebesar 100%

13. Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Tujuan: Meningkatkan sistem peringatan dini, penanggulangan dampak kesehatan akibat bencana serta terjadinya wabah/KLB.

Sasaran: Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat dari penyakit tidak menular serta tertanggulanginya wabah penyakit tidak menular dan kejadian luar biasa.

Indikator kinerja:

- Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 50%

- Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 50%

- Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 50%

- Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 50%

- Persentase kabupaten/kota yang melakukan pemeriksaan kesehatan pengemudi di terminal utama sebesar 50%

14. Program Pengembangan Dan Pendayagunaan Sumber Daya Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap dan kepribadian tenaga kesehatan berbasis kompetensi

(27)

Indikator kinerja:

- Persentase puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan sebesar 95%

- Persentase RS kabupaten/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang sebesar 95%

- Jumlah tenaga kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya sebesar 360

- Persentase tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan masyarakat yang ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan sebesar 100%

- Jumlah dokumen data dan informasi tenaga kesehatan sebesar 12 (dua belas) dokumen

15. Program Manajemen Dan Informasi Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasil guna.

Sasaran: Meningkatnya ketersediaan kebijakan publik berwawasan kesehatan dan Meningkatnya pelaksanaan sistem administrasi kesehatan yang berbasis teknologi informasi.

Indikator kinerja:

- Persentase perencanaan kesehatan sesuai dengan standar sebesar 76%

- Persentase sarana kesehatan dengan sistem informasi kesehatan sebesar 55%

16. Program Diklat Dan Penelitian Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap dan kepribadian tenaga kesehatan berbasis kompetensi.

Sasaran: Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya kesehatan olahraga masyarakat.

Indikator kinerja:

- Persentase pelatihan yang dikerjakan sebesar 100%

(28)

17. Program Penanggulangan Krisis Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya penanggulangan krisis kesehatan secara cepat dan tepat.

Indikator kinerja:

- Jumlah kabupaten/kota yang mendapatkan dukungan untuk mampu melaksanakan upaya pengurangan risiko krisis kesehatan di wilayahnya sebesar 12 (dua belas) kabupaten/kota

- Persentase Krisis kesehatan yang dilakukan penanggulangan < 24 jam sebesar 100%

18. Program Pelayanan Laboratorium Klinis Dan Lingkungan

Tujuan: Meningkatkan kuantitas dan mutu sumber daya kesehatan. Sasaran: Meningkatnya ketersediaan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata.

Indikator kinerja:

- Persentase terakreditasinya pelayanan laboratorium pelayanan kesehatan dan lingkungan sebesar 85%

- Persentase tersedianya sarana dan prasarana laboratorium sebesar 85%

- Persentase tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten sebesar 75%

19. Program Pembiayaan Kesehatan

Tujuan: Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dalam rangka pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Sasaran: Meningkatnya pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, terjangkau dan merata.

Indikator kinerja:

- Persentase Penduduk (termasuk penduduk miskin dan tidak mampu) mempunyai jaminan kesehatan melalui Jaminan KesehatanNasional (JKN) sebesar 100%

(29)

2.2 Perjanjian Kinerja Tahun 2016

Penetapan indikator kinerja pada tingkat program dan kegiatan merupakan prasyaratbagi pengukuran kinerja. Kriteria pengukuran yang dipakai adalah target kinerja yang ditetapkan. Target kinerja menunjukkan komitmen dari pimpinan dan seluruh anggota organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dari setiap program dan kegiatanyang dilakukan.

Sesuai dengan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2014-2019 yang menjadi indikator untuk mengukur tercapainya sasaran strategis dengan target masing-masing pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Target Indikator Sasaran Tahun 2016

No Sasaran Strategis Indikator Target

1. Meningkatnya cakupan pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan akreditasi

0

Persentase puskesmas dengan program pengembangan

60%

Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan Pelayanan PONED

90%

Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam

60%

Jumlah Puskesmas Sesuai Standar

12

Persentase RS Pemerintah dan Swasta yang terakreditasi versi 2012

50%

Jumlah rumah sakit rujukan regional yang ditetapkan sebagai jejaring pendidikan

2

(30)

penanggulangan

kegawatdaruratan terpadu di 4 Kab/Kota (Siak, Pelalawan, Kampar, Pekanbaru)

Persentase rumah sakit

pemerintah yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa

50%

Persentase jumlah pemohon perizinan rumah sakit tipe B

100%

2. Meningkatnya

masyarakat miskin dan tidak mampu yang sakit mendapatkan pelayanan kesehatan

Persentase Penduduk

(termasuk penduduk miskin dan tidak mampu) mempunyai jaminan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

70%

Jumlah dokumen yang tersedia

Province Health Account (PHA)

setiap tahunnya

1

3. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular langsung

Kab/Kota yang meningkat capaian program P2ML dan P2B2

12 Kab/Kota

Kab/Kota yang mencapai Eliminasi Malaria

7 Kab/Kota

Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.000

penduduk

62%

Angka kesakitan penderita DBD per 100.000 penduduk

49

Cakupan tatalaksana penderita diare

98,7%

Persentase Kab/Kota yang melakukan deteksi dini Hepatitis B pada kelompok berisiko

(31)

Kab/Kota yang mencapai Eradikasi Frambusia

6

Kab/Kota yang mencapai Eliminasi Kusta

12 Kab/Kota

Persentase kasus gigitan hewan penyebar rabies yang ditangani

100%

Cakupan Tatalaksana ISPA (Pneumonia Balita)

60%

Jumlah Kab/Kota endemis Filariasis yang melakukan Pemberian Obat Massal

Pencegahan (POMP) Filariasis menuju eliminasi Filariasis (mf rate <1%)

7 Kab/Kota

Menurunnya persentase prevalensi HIV

<5

Case Notification Rate (CNR)

semua kasus TB per 100.000 penduduk

97

Case Detection Rate (CDR)

kasus TB

50

Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) kasus TB

90

Persentase hasil pemeriksaan kesehatan jemaah haji (3 bulan sebelum operasional)

65%

Persentase Bayi Usia < 1 tahun yang mendapat Imunisasi dasar lengkap

91,5%

Persentase Desa/Kelurahan

Universal Child Immunization

86%

(32)

Jumlah kasus sesuai AFP/PD3I dapat diambil spesimen

≥2

Jumlah kab/kota dan rumah sakit yang terevaluasi program AFP/PD3I

12 kab/kota

dan 14 RS Jumlah kasus discharded

campak

≥2/100.0 00 penduduk Persentase sinyal kewaspadaan

dini yang direspon

70%

4. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular; meningkatnya pencegahan dan

penanggulangan penyakit tidak menular

Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu

20%

Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah

20%

Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM

20%

Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan

payudara

20%

Persentase Kab/Kota yang melakukan pemeriksaan kesehatan pengemudi di terminal utama

Persentase Ketersediaan Obat dan vaksin

100%

Persentase Penggunaan Obat Generik dan Perbekalan Kesehatan Sesuai Kebutuhan

(33)

b. Meningkatnya penggunaan obat rasional dan perbekalan kesehatan

Persentase Penggunaan Obat Rasional dan Perbekalan Kesehatan Sesuai Kebutuhan

65%

Persentase Pemantauan Kasus Penyalahgunaan NAPZA di RS

75%

Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota ( IFK) sesuai standar

93%

Persentase usaha obat

tradisional yang aman, bermutu dan bermanfaat

40%

Persentase P-IRT yang

memenuhi persyaratan produksi yang baik

60%

Persentase sarana distribusi obat, alkes dan PKRT yang memenuhi persyaratan distribusi

25%

Persentase produksi alkes dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat

100%

Persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar

45%

6. Menurunnya angka kematian ibu

melahirkan, bayi dan anak

Angka kematian Ibu 102 per 100.000

KLH Angka kematian bayi 23 per

1.000 KLH Angka kematian balita 32 per

1.000 KLH Cakupan kunjungan neonatal

pertama (KN1)

92,6%

(34)

Cakupan Neonatal Dengan Komplikasi Yang Ditangani (*)

81%

Cakupan kunjungan bayi 91% Cakupan Pelayanan Kesehatan

Anak Balita

86%

Cakupan Penjaringan siswa SD 1 & setingkat

95%

Persentase Kab/Kota dng Puskesmas mampu laksana PKPR

91%

Persentase Puskesmas mampu laksana KTA

92,8%

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4)

95%

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil Gakin (K4)

95%

Cakupan Komplikasi Kebidanan Yang Ditangani

75%

Cakupan Pertolongan Oleh Tenaga Kesehatan Yang Memiliki Kompetensi Kebidanan

90%

Cakupan Pertolongan Gakin Tenaga Kesehatan Yang

Memiliki Kompetensi Kebidanan

90%

Cakupan Pelayanan Nifas 90% Cakupan Pelayanan Nifas Gakin 90% Cakupan Peserta KB Aktif 73% Cakupan Ibu Hamil Resiko

Tinggi Yang Dirujuk

100%

Cakupan Ibu Hamil Resiko Tinggi Gakin Yang Dirujuk

(35)

7. Menurunnya prevalensi gizi buruk balita

Prevalensi Gizi Buruk pada Balita

1,3%

Cakupan Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe

90%

Cakupan Bayi Mendapat Kapsul Vitamin A biru

90%

Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A merah

90%

Cakupan Bayi Mendapat ASI Eksklusif

80%

Cakupan Balita Yang Naik Berat Badannya

86%

Cakupan Balita Bawah Garis Merah (BGM)

1,3%

Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan (*)

100%

Jumlah Kecamatan Bebas Rawan Gizi

82%

Cakupan Rumah Tangga

Dengan Garam Beryodium Baik

90%

Persentase Gizi Kurang pada Balita

8,7%

Persentase Gizi Buruk pada balita

1,3%

8. Meningkatnya rumah tangga yang

menetapkan PHBS

Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan promosi kesehatan melalui media

70%

Presentase desa siaga aktif 80% Presentase Rumah tangga ber

PHBS

40%

Presentase Sekolah dasar yang mempromosikan kesehatan

(36)

Jumlah kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

3

Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan PHBS

50%

Persentase Desa yang memanfaatkan dana desa minimal 10% untuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM)

20%

Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR nya untuk program kesehatan

3

Jumlah organisasi kemasyarakatan yang

memanfaatkan sumberdayanya untuk mendukung kesehatan

4

9. Meningkatnya

persentase Kab/Kota yang memenuhi syarat kualitas kesehatan lingkungan

Jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan STBM

662

Pengawasan kualitas air minum %)

35 %

Tempat-Tempat Umum yang memenuhi Syarat Kesehatan (%)

52 %

Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan Tatanan Kawasan Sehat

6 kab/kota

RS yang melakukan

Pengelolaan Limbah medis sesuai aturan (%)

15 %

Tempat Pengelolaan Makanan yang memenuhi syarat

Kesehatan (%)

(37)

10. Meningkatnya

ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan

Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 tenaga kesehatan

85%

Persentase RS Kab/Kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang

85%

Jumlah tenaga kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya (kumulatif)

270

Persentase pengajuan STR tenaga kesehatan

100%

Persentase tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan

masyarakat yang ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan

100%

Jumlah dokumen data dan informasi tenaga kesehatan

-

11. Meningkatnya

pelayanan laboratorium klinis dan lingkungan

Persentase terakreditasinya pelayanan laboratorium pelayanan kesehatan dan lingkungan

70%

Persentase tersedianya sarana dan prasarana laboratorium

70%

Persentase tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) pada pelayanan laboratorium yang kompeten

60%

12. Meningkatnya

penanggulangan krisis

Jumlah kabupaten/kota yang mendapatkan dukungan untuk mampu melaksanakan upaya

(38)

kesehatan secara cepat dan tepat

pengurangan risiko krisis kesehatan di wilayahnya Persentase Krisis kesehatan yang dilakukan penanggulangan < 24 jam

100%

13. Meningkatnya pelatihan dan penelitian tentang kesehatan

Persentase pelatihan yang dikerjakan

100%

Jumlah penelitian tentang kesehatan yang dikerjakan

(39)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA 3.1 Pengukuran Kinerja

3.1.1 Penetapan Indikator Kinerja

Indikator kinerja ditetapkan berdasarkan kegiatan program dan merupakan bagian integral dari perencanaan strategis. Indikator kinerja terdiri dari indikator input, output, outcome, benefits dan impact.

3.1.2 Sistem Pengumpulan Data

Laporan dikumpulkan oleh masing-masing penaggungjawab program melalui pengisian format-format yang telah ditetapkan sesuai Pedoman Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No. 53 Tahun 2014. Hasil yang dilaporkan merupakan kegiatan selama satu tahun yang didanai baik APBD.

3.1.3 Pengukuran Kinerja

Pengukuran Kinerja merupakan hasil perbandingan antara rencana kegiatan dengan hasil pencapaian kegiatan. Dalam memberikan penilaian tingkat kinerja menggunakan skala pengukuran sebagai berikut:

Skor Rentang Capaian Kategori Capaian

4 Lebih dari 100 % Sangat baik

3 > 75 % sampai 100 % Baik

2 55 % sampai 75 % Cukup

1 Kurang dari 55 % Kurang

3.2 Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja

(40)

3.2.1 Meningkatnya cakupan pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta

Indikator tercapainya sasaran “Meningkatnya Cakupan Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit Baik Pemerintah maupun Swasta” diukur melalui indikator kinerja dengan target, realisasi, dan capaian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Capaian Kinerja Sasaran Tahun 2016

NO SASARAN

STRATEGIS

INDIKATOR

KINERJA TARGET REALISASI CAPAIAN (%)

(41)

8. Persentase

Rumah Sakit yang ikut dalam sistem penanggulangan kegawatdaruratan terpadu di 4 kab/kota

20% 0 0

9. Persentase Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan Pelayanan Kesehatan Jiwa

50% 17,6% 35,20%

10. Persentase jumlah pemohon perizinan rumah sakit tipe B

100% 100% 100%

1. Jumlah Puskesmas yang melaksanakan akreditasi

Definisi operasional dari Jumlah Puskesmas yang melaksanakan akreditasi adalah Suatu pengakuan yang diberikan oleh komisi akreditasi kepada Puskesmas dan klinik terhadap hasil penilaian kesesuaian proses dengan standar akreditasi yang telah ditetapkan di suatu wilayah pada waktu tertentu.

Target indikator ini di Tahun 2016 diperkirakan belum ada Puskesmas yang terakreditasi tetapi karena dukungan dari Kementerian Kesehatan cukup besar dan dukungan dana dari APBD sebesar Rp.772.034.000 (Pelaksanaan Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasyankes Primer Bagi Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) dan dana APBN (Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Pelayanan Akreditasi Puskesmas) sebesar: Rp.269.018.100,- Capaian indikator ini lebih dari 100% karena dari target 0 tercapai 6 Puskesmas terakreditasi.

(42)

Tabel 3.2

Puskesmas yang sudah terakreditasi di Kota Dumai Tahun 2016

No Nama

Puskesmas Kecamatan Waktu survey

Hasil Penilaian

1 Bukit Kapur Bukit Kapur 24 sd 28 Agust 2016 Dasar 2 Medang Kampai Medang

Kampai

14 sd 18 Sept 2016 Madya

3 Sungai Sembilan Sungai Sembilan

14 sd 18 Sept 2016 Madya

4 Dumai Barat Dumai Barat 24 sd 28 Agustus 2016 Madya 5 Dumai Barat Purnama 14 sd 18 Sept 2016 Madya 6 Dumai Selatan Bumi Ayu 24 sd 28 Agust 2016 Dasar

Grafik 3.1

Persentase Penilaian Akreditasi di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2016

Dalam rangka mencapai target akhir Renstra tahun 2019, jumlah Puskesmas yang seharusnya terakreditasi masih ada 44 Puskesmas.

2. Persentase puskesmas dengan program pengembangan

Definisi operasional Persentase Puskesmas yang mampu menyelenggarakan pelayanan program pengembangan. Pemerintah Provinsi Riau berusaha untuk meningkatkan pembinaan terhadap pelaksanaan program-program pilihan atau pengembangan di puskesmas. Program spesifik yang dilaksanakan oleh puskesmas antara lain program kesehatan sekolah, perawatan kesehatan masyarakat laboratorium, indera, matra, jiwa dan program olahraga.

dasar; 2

(43)

Tabel 3.3

Capaian Indikator Kinerja Persentase puskesmas dengan program pengembangan Tahun 2016

Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

Persentase puskesmas dengan program pengembangan

60% 52% 87%

Capaian indikator persentase puskesmas dengan program pengembangan tahun 2016 terjadi sedikit peningkatan yaitu dari 80% di tahun 2015 menjadi 87% di tahun 2016. Capaian kinerja dinilai baik karena sudah tercapai 87%.

Kegiatan yang mendukung indikator Persentase puskesmas dengan program pengembangan adalah kegiatan bersumber APBD : Penerapan Perawatan Kesehatan Masyarakat (PHN) dengan alokasi dana sebesar Rp.160.402.000,- terealisasi Rp. 151.267.500,-; Pengelolaan SP3T Provinsi Riau dengan alokasi dana Rp.137.235.400,- terealisasi Rp. 113.024.400,-, Peningkatan Kegiatan Pengmbangan Upaya Kesehatan Dasar (Usila, Olah raga, Program Jiwa) dengan alokasi dana Rp 342.014.200,- terealisasi Rp. 287.118.040,-; Peningkatan Pelayanan Laboratorium di Fasilitas Kesehatan Tk.Pertama alokasi dana sebesar Rp.176.549.000 terealisasi Rp.131.079.200 dan dari APBN : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Tradisional dengan alokasi sebesar Rp. 696.058.000 terealisasi sebesar Rp. 496.029.100,-;

Capaian Kegiatan Puskesmas dengan Program pengembangan tahun 2016 digambarkan sebagai berikut:

a) Kesehatan Tradisional

Jumlah Puskesmas yang menjalankan pelayanan kesehatan tradisional dari target 24 Puskesmas terealisasi 24 Puskesmas atau capaian sebesar 100%.

b) Laboratorium

(44)

12 Puskesmas tenaga terlatih (capaian 10%) Capaian sangat rendah dikarenakan keterbatasan dana dan keterbatasan SDM baik di Provinsi sebagai penyelenggara dan SDM di Kab/Kota.

c) LANSIA

Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan santun usila sesuai standar, target tahun 2016 20% dari jumlah Puskesmas terealisasi 14% (Capaian 70%). Capaian dinilai sedang, hal ini karena dana dari APBN terkena rasionalisasi.

d) Perawatan Kesehatan Masyarakat ( PHN)

Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan keteknisan medik di tahun 2016 target 221 Puskesmas terealisasi 137 Puskesmas (capaian kinerja 52%). Capaian tersebut dinilai kurang baik, hal ini disebabkan karena keterbatasan dana dalam pelaksanaan kunjungan keluarga ke daerah binaan, belum semua Puskesmas memiliki perawat koordinator di Puskesmas, kurangnya SDM di Puskesmas dan kurangnya kerjasama lintas program.

e) Kesehatan Olah Raga

Jumlah Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olah raga ditargetkan 221 Puskesmas di tahun 2016 terealisasi 193 Puskesmas (Capaian kinerja 87%). Persentase Jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani, target 50% terealisasi 35% (capaian kinerja 70%).

f) Kesehatan Jiwa

(45)

3. Persentase Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan pelayanan PONED

Pengertian dari PONED (Pelayanan Obsterik dan Neonatal Emergensi Dasar), meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b) Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan, c) Perdarahan post partum, d) infeksi nifas, e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g) Gangguan nafas pada bayi, h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri – Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar.

Tabel 3.4

Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan pelayanan PONED Tahun 2016

Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan pelayanan PONED

90% 82% 92%

Pada tahun 2016 target indikator Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan Pelayanan PONED 90% terealisasi 82% (capaian kinerja 92%). Capaian indikator tersebut dinilai sangat baik dan terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2015 (71,7%) Keberhasilan program ini karena adanya dukungan dana dari APBD kegiatan Pemantapan Tatalaksana dan Deteksi Dini Program PONED dengan alokasi dana sebesar Rp.285.206.000 terealisasi Rp. 249.506.100.

(46)

Grafik 3.2

Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan Pelayanan PONED (Menurut Kab/Kota)

Di Provinsi Riau Tahun 2016

Grafik 3.3

Jumlah Puskesmas yang Aktif PONED dan Jumlah Puskesmas dengan Tenaga Terlatih PONED (Menurut Kab/Kota)

di Provinsi Riau Tahun 2016

Persentase Puskesmas Rawat Inap dengan pelayanan PONED target sampai dengan tahun 2019 masih ada 18 % lagi yang harus dicapai.

4. Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam

Definisi Operasional Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD

(47)

gawat darurat yang memiliki Dokter Umum, on site (berada ditempat) 24 jam dengan kualifikasi GELS+ACLS serta memiliki alat transportasi dan komunikasi.

Tabel 3.5

Capaian Indikator Kinerja Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam di Provinsi Riau Tahun 2016

Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

Puskesmas yang

melaksanakan IGD 24 jam

60% 53% 88%

Capaian kinerja Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam sebesar 88% (target 60% terealisasi 53%) dinilai baik dan capaian tersebut meningkat cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2015 (73,3%). Hal ini karena adanya koordinasi yang baik antara Provinsi dan Kab/Kota.

Pencapaian indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan IGD 24 jam sampai dengan target akhir Renstra masih 47% lagi (target 100%), sehingga perlu didukung dengan dukungan dana dari APBD atau APBN karena untuk tahun 2016 tidak ada dukungan dana.

5. Jumlah Puskesmas Sesuai Standar

Definisi Operasional dari Jumlah Puskesmas Sesuai Standar. Jumlah Puskesmas yang sesuai dengan Permenkes 75 Tahun 2014.

Tabel 5.6

Capaian Indikator Jumlah Puskesmas Sesuai Standar di Provinsi Riau Tahun 2016

Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian

Jumlah Puskesmas Sesuai Standar

12 PKM 28 PKM >100%

(48)

Pengelolaan Manajemen Puskesmas di Tingkat Pelayanan Kesehatan dasar alokasi sebesar Rp. 160.004.000 terealisasi Rp. 140.392.000,-.

Capaian kinerja “jumlah Puskesmas sesuai standar “berdasarkan hasil pemantauan dari Kementerian Kesehatan, Puskesmas yang memberikan pelayanan sesuai standar di Provinsi Riau antara lain:

a. Kab. Indragiri Hilir (Pusk.gajah Mada, Tembilahan Kota, Tembilahan Hulu)

b. Kab.Pelalawan (Pangkalan Kerinci, Ukui)

c. Kab. Siak (Siak, Perawang, Sungai Apit, Sabak Auh, Pusako)

d. Kab.Rokan Hulu (Rokan IV Koto I, Rokan IV Koto II, Kabun, Ujung Batu, Rambah Samo II, Rambah Samo I, Rambah, Rambah Hilir I, Rambah hilir II, Bangun Purba, Tambusai, Tambusai Utara I, Tambusai Utara II, Kepenuhan, Kepenuhan Hulu, Kunto Darusalam, Pangaran Tapai Darussalam, Bonai darusalam)

e. Kota Dumai (Bukit Kapur, Bukit Kayu Kap[ur, Medang Kampai, Sungai Sembilan, Dumai Barat, Purnama, Bukit Timah, Bumi Ayu)

Pencapaian indikator Jumlah Puskesmas Sesuai Standar sampai akhir Renstra masih ada 20% lagi karena target 48% di tahun 2019 terealisasi 28% di tahun 2016.

6. Persentase Rumah Sakit Pemerintah yang terakreditasi versi 2012 Akreditasi RS adalah suatu pengakuan publik melalui suatu badan nasional akreditasi rumah sakit atas prestasi rumah sakit dalam memenuhi standar akreditasi yang diakui melalui assesmen pakar dan eksternal yang independen. Dengan demikian rumah sakit yang terakreditasi telah mendapat pengakuan dari Pemerintah bahwa semua yang ada di dalam rumah sakit termasuk sarana, prasarana serta prosedur yang telah ditentukan telah sesuai standar yang berlaku.

Tujuan Akreditasi rumah sakit diantaranya:

(49)

2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efisien

3. Menciptakan lingkungan eksternal RS yang lebih kondusif untuk penyembuhan, pengobatan dan perawatan pasien

4. Mendengarkan hak pasien dan keluarga

5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat atas pemberian pelayanan kesehatan.

Capaian indikator persentase rumah sakit pemerintah dan swasta yang terakreditasi versi 2012 dinilai Kurang karena capaian sebesar 41,27% yaitu terealisasi 20,63 % dari target 50%. Dari 63 RS Pemerintah dan RS swasta yang telah beroperasi tiga tahun keatas (sesuai dengan Permenkes No 12 tahun 2012 tentang Akreditasi) yang ada di Provinsi Riau baru 6 RS Pemerintah (46,16%) dan 7 RS Swasta (53,84%) yang terakreditasi versi 2012 sesuai daftar terlampir.

Masih sedikitnya RS Pemerintah yang terakreditasi versi 2012 disebabkan karena masalah anggaran, dimana biaya untuk bimbingan dan penilaian akreditasi yang mahal, sarana prasarana dan SDM yang dimiliki rumah sakit belum sesuai dengan Permenkes nomor 56 tahun 2014, dan ada beberapa rumah sakit yang sudah mendaftar untuk penilaian tetapi masih menunggu antrian dari KARS karena keterbatasan SDM KARS. Selain itu kurangnya dukungan dari Pemda (terkait UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit) dan advokasi dari Manajemen RS ke Pemda masing-masing masih perlu ditingkatkan.

Masih sangat sedikitnya persentasi RS Swasta yang terakreditasi yaitu 7 RS dari 41 RS Swasta yang ada di Provinsi Riau disebabkan oleh keterbatasan Sarana, Prasarana dan SDM yang tersedia di RS tersebut.

Khusus untuk RS BUMN, status RS BUMN belum jelas, karena berdasarkan UU mengenai perusahaan RS tidak boleh dibawah langsung dari perusahaan induk, harus membuat PT baru, sebagai anak perusahaan.

(50)

Tabel 3.7

Daftar Rumah Sakit Yang Lulus Akreditasi Versi 2012 di Provinsi Riau

NO NAMA RUMAH SAKIT STATUS

AKREDITASI KETERANGAN

1

Rs Santa Maria Pekanbaru RS Awal Bros Pekanbaru RS Eka Hospital

RS Awal Bros Panam RSj Tampan

RS Syafira Pekanbaru RSUD Kec. Mandau Duri RS Chevron Duri

RSUD Selasih

RSUD Kab. Kep. Meranti RSUD Petala Bumi RS Bina Kasih

RS Rumkit TK IV Pekanbaru

Paripurna

Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan atau kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi.

Klasifikasi RS Pendidikan sesuai KMK 1069/2008 terdiri dari: 1. RS Pendidikan Utama

Yaitu: RS jejaring institusi pendidikan kedokteran yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi seluruh atau sebagian besar modul pendidikan.

2. RS Pendidikan Afiliasi (eksilensi)

(51)

pendidikan kedokteran dan digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik untuk memenuhi modul pendidikan tertentu secara utuh

3. RS Pendidikan Satelit

Yaitu: RS jejaring institusi pendidikan kedokteran yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi sebagian mutu pendidikan.

Pengaturan mengenai rumah sakit pendidikan bertujuan:

a. Menjamin terselenggaranya pendidikan kesehatan yang dapat digunakan untuk pendidikan dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lain dengan mengutamankan kepentingan dan keselamatan pasien

b. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pasien, pemberi pelayanan, mahasiswa, dosen, subjek peneliti bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lain serta institusi pendidikan

c. Menjamin terselenggaranya pelayanan, pendidikan, dan penelitian bidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lain yang bermutu

Capaian indikator Rumah Sakit rujukan regional yang mampu menjadi sarana pendidikan dinilai kurang karena capaian sebesar 50% yaitu terealisasi 1 RS dari target 2 Rumah Sakit.

Tabel 3.8

Rumah Sakit Rujukan Regional Yang Mampu Menjadi Sarana Pendidikan Di Provinsi Riau Tahun 2016

NO NAMA RUMAH SAKIT KELAS RUMAH SAKIT

1 RSUD Arifin Achmad B Pendidikan

2 RSUD Bengkalis B

3 RSUD Dumai C

4 RSUD Selasih Pelalawan C

5 RSUD Bangkinang C

(52)

baru RSUD Arifin Achmad yang menjadi RS pendidikan. Syarat untuk menjadi RS Pendidikan diantaranya RS harus kelas B dengan kondisi sarana, prasarana, alat dan SDM sesuai dengan Permenkes No 56 tahun 2014. Hal ini merupakan hal yang wajib dipenuhi karena fungsi RS Pendidikan sebagai pemberi pelayanan, pendidikan, dan penelitian dibidang kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan lain. RSUD Selasih, RSUD Bangkinang dan RSUD Dumai belum bisa dijadikan RS pendidikan karena kelas rumah sakit masih kelas C. Sedangkan RSUD Bengkalis belum bisa dijadikan RS Pendidikan karena kurangnya SDM. Berikut daftar ketenagaan/ SDM RSUD Bengkalis.

Tabel 3.9

Data SDM RSUD Bengkalis Tahun 2016

NO SDM STANDAR KONDISI DI RS pelayanan medik spesialist dasar

Sp.OG (4 ), Sp.Pd (3), Sp.B (3), Sp.A (3)

4 Spesialist Penunjang

2 dr spesialist untuk setiap jenis pel. Medik spesialist penunjang

Sp.An (1), Sp. Rad (1) disyaratkan, 1 dr spesialist untuk setiap jenis pelayanan

(6) pelayanan

6 Sub spesialist

2 pel. Sub spesialis dari 4 sub spesialis 1 dr subspesialist untuk setiap jenis pelayanan

(-)

7 Drg spesialist 1 dr gigi spesialist unt setiap jenis pel. Medik spesialist gigi dan mulut

(-)

8 Apoteker 13 tenaga apoteker untuk semua jenis pelayanan

(15)

8. Persentase rumah sakit yang ikut dalam sistem penanggulangan kegawatdaruratan terpadu di 4 kab/kota

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119

(53)

b. Mempercepat waktu penanganan (respon time) korban/pasien kegawat daruratan dan menurunkan angka kematian serta kecacatan

PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang berada di kab/kota yang merupakan ujung tombak pelayanan untk mendapatkan respon cepat

Tugas:

a. Menerima terusan panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional

b. Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawat daruratan

c. Memberikan layanan ambulance

d. Memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan e. Memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di RS

Capaian indikator Persentase rumah sakit yang ikut dalam sistem penanggulangan kegawatdaruratan terpadu di 4 kab/kota dinilai kurang karena capaian sebesar 0% yaitu terealisasi 0 RS dari target 20%. Hal ini disebabkan karena instruksi Gubernur kepada Bupati/Walikota untuk pembentukan PSC (Public Safety Center) di setiap Kab/Kota baru ditetapkan di tanggal 07 Desember 2016, dan menu untuk usulan pengadaan Ambulance PCS 119 baru ada di menu Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2017.

9. Persentase Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa

(54)

Pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa dapat dilakukan melalui upaya kesehatan yang komprehensif mulai dari upaya promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimanan mengembangkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang dapat mendukung upaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan jiwa masyarakat dengan melakukan redefinisi peran dan fungsi seluruh sistem pelayanan kesehatan jiwa pada semua level pelayanana kesehatan yang ada, termasuk peran rumah sakit. Pelayanan kesehatan jiwa telah diterima secara positif oleh Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas.

Capaian indikator rumah sakit pemerintah yang melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dinilai kurang karena capaian sebesar 35,2% yaitu terealisasi 17,6% dari target 50%.

Dari 17 RS Pemerintah yang ada di Provinsi Riau baru 3 RS yang melaksanakan Pelayanan Kesehatan Jiwa yaitu: RSJ Tampan, RSUD Kota Dumai dan RSUD Puri Husada Tembilahan.

10. Persentase Jumlah Pemohon perizinan Rumah sakit tipe B

Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, perlu dilakukan penyempurnaan sistem perizinan dan klasifikasi rumah sakit sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit yang baik harus memenuhi persyaratan yang tertuang dalam Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Persyaratan perizinan RS tersebut terdiri dari Pelayanan, Sumber Daya manusia, Peralatan, Sarana dan Prasarana, Administrasi dan Manajemen.

Gambar

Tabel 3.2 Puskesmas yang sudah terakreditasi di Kota Dumai Tahun 2016
Tabel 3.11 Perbandingan Kinerja Sasaran
Tabel 3.12 Perbandingan Capaian Kinerja s.d Akhir Periode Renstra
Tabel 3.15 Analisis Penggunaan Sumber Daya Anggaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendiri dan tim manajemen memiliki pengalaman panjang dan jaringan yang luas dalam lanskap investasi di Indonesia yang memberikan peluang bisnis yang mungkin tidak dimiliki

Berdasarkan Pasal 253 ayat (1) huruf a yang menerangkan bahwa pemeriksaan ditingkat Kasasi dengan alasan judex facti tidak menerapkan peraturan hukum itu dengan

Kecepatan Tenggelam (sinking speed) benang PE (Polyethylene) yang diawetkan dengan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L) ,daun pepaya (Carica papaya) dan.. daun Sirih

Peran pendampingan PKSM sebagai fasilitator berhubungan sangat nyata negatif dengan karakteristik individu pada pendidikan non formal, jumlah tanggungan, luas lahan

5 karakteristik ibu yang meliputi tinggi badan ibu, lingkar lengan atas saat hamil dan usia ibu serta pola asuh gizi dengan kejadian stunted pada balita usia 7-24 bulan..

Nilai tersebut menyatakan bahwa apabila variabel independen yang berupa variabel persepsi kegunaan, persepsi kemudahan, facilitating conditions dianggap konstan,

Perajin tahu yang berada di Desa Parigi yaitu ada tiga orang semuanya dijadikan sebagai sampel (sampling jenuh). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.” Dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) disebut bahwa “di tiap Ibukota Kabupaten/ Kotamadya dibentuk Rupbasan oleh Menteri.”