• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Bima

Penelitian ini dilakukan di 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), lingkup penelitian difokuskan pada masyarakat yang tergabung sebagai anggota kelompok tani binaan dari Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM). Peta lokasi penelitian terdapat pada Lampiran 2.

Letak geografis dan administrasi pemerintahan

Kabupaten Bima adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berada di ujung timur Pulau Sumbawa terletak pada 118º44” - 119º22” Bujur Timur dan 08º08” - 08º57” Lintang Selatan serta berbatasan dengan Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di sebelah Timur, laut Flores di sebelah Utara dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan.

Sejak tahun 2006, Kabupaten Bima telah mengalami pemekaran wilayah, dimana sebelumnya hanya terdapat 14 kecamatan yang kemudian dimekarkan menjadi 18 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 177 desa. Desa yang berada di wilayah pesisir sebanyak 35 desa dan 142 desa berada di wilayah pegunungan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima masing-masing terdapat pada Lampiran 3.

.

Tabel 7 Jumlah kecamatan, desa dan dusun di Kabupaten Bima

No. Kecamatan Jumlah desa Jumlah dusun

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Ambalawi Belo Bolo Donggo Lambitu Lambu Langgudu Madapangga Monta Palibelo Parado Sanggar Sape Soromandi Tambora Wawo Wera Woha 6 8 12 8 5 12 12 10 12 9 5 6 17 6 5 9 11 15 38 41 57 34 17 66 51 36 44 50 15 24 108 38 11 34 81 58 Sumber: BPS Kabupaten Bima, 2010.

(2)

Luas wilayah Kabupaten Bima seluas 4.389,40 km2 dengan perincian, 54.36% hutan Negara, 9.25% hutan rakyat, lahan persawahan 6.98%, tegalan/kebun 13.07% dan lahan tidak terpakai 5,21%, serta sisanya untuk peruntukan lain.

Topografi, tanah dan iklim

Topografi wilayah Kabupaten Bima jika dilihat dari ketinggian dan kelerengan lahan, dibedakan ke dalam 3 satuan morfologi utama yaitu morfologi pegunungan, perbukitan dan dataran. Sekitar 32 persen wilayah Kabupaten Bima masuk dalam kategori morfologi pegunungan yang menyebar pada wilayah Kabupaten Bima bagian tengah, membentang dari timur ke barat yang dicirikan dengan kemiringan lereng lebih dari 40 persen dan ketinggian lebih dari 500 m dpl.

Satuan morfologi perbukitan dijumpai di wilayah bagian selatan yaitu di teluk Waworada yang dicirikan dengan dominasi lereng agak curam sampai dengan curam. Sedangkan morfologi dataran berada di wilayah sekitar Teluk Bima dengan ciri lahan landai dan menempati kurang lebih 22 persen dari luas wilayah Kabupayen Bima serta ketinggian antara 0 – 100 mdpl.

Pegunungan yang mengelilingi Kabupaten Bima yaitu Gunung Tambora di Kecamatan Tambora, Gunung Sangiang di Kecamatan Wera, Gunung Maria di Kecamatan Wawo, dan Gunung Soromandi di Kecamatan Donggo.

Jenis tanah yang dijumpai di Kabupaten Bima adalah Aluvial, Regosol, Litosol dan Mediteran, masing-masing jenis tanah ini tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bima.

Kabupaten Bima memiliki tingkat erosi yang relatif tinggi, yaitu sebanyak 37,8 persen dari total luas wilayah berada dalam kelas tingkat bahaya erosi berat dan 28,4 persen berada pada kelas tingkat bahaya erosi sangat berat.

Iklim di Kabupaten Bima termasuk dalam iklim tropis dengan interval temperatur normal rata-rata 23.5oC sampai dengan 32.7oC dengan kelembaban udara rata-rata 78 persen.

Kabupaten Bima dikategorikan sebagai daerah agak kering dengan nilai Q 140 persen, rata-rata curah hujan sebesar 77.6 mm/tahun, curah ujan tertinggi terjadi sekitar bulan Maret dan terendah sekitar bulan Juli dan Agustus.

Drainase yang dimiliki Kabupaten Bima umumnya tergenang dan tidak tergenang, lokasi tergenang terus menerus sepanjang tahun di wilayah Dam Roka dan Dam Sumi.

Kabupaten Bima memiliki 20 sungai besar, wilayah yang paling banyak dilintasi oleh sungai ini adalah Kecamatan Donggo dan Palibelo. Kecamatan Donggo dilintasi 4 aliran sungai yaitu sungai Padende, Mbawa, Kala dan Manggi, sedangkan Kecamatan Palibelo dilintasi oleh 3 aliran sungai yaitu sungai Kawuwu, Ncera, Kuta dan Ntonggu.

(3)

Kependudukan, perekonomian, dan pendidikan

Hasil sensus tahun 2010, jumlah penduduk di Kabupaten Bima sebanyak 439.228 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 218.759 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 220.469 jiwa.

Kepadatan penduduk Kabupaten Bima adalah 100,07 jiwa per kilometer persegi, ini berarti setiap satu kilometer persegi terdapat 100 jiwa penduduk, sedangkan dilihat dari umur, rata-rata (median) umur penduduk 24,23 tahun, hal ini menunjukkan bahwa umur penduduk di Kabupaten Bima termasuk kategori menengah (intermediate). Penduduk suatu wilayah dikategorikan muda bila median umur < 20 tahun, menengah jika berumur 20-30 tahun, dan tua jika berumur > 30 tahun (BPS 2010).

Salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah menurunkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT Kabupaten Bima tahun 2010 adalah sebesar 3.14 persen yang artinya dari 100 orang penduduk, yang menganggur sebanyak 3 orang. Proporsi tenaga kerja terbesar masih pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 67.20 persen dari total seluruh penduduk yang bekerja dan proporsi pekerjaan yang terkecil berada pada sektor listrik, gas dan air minum, sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan serta jasa perusahaan, yaitu masing-masing sebesar 0.20 persen.

Indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro salah satunya adalah dengan mengetahui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dimana PDRB ini merupakan salah satu indikator ekonomi yang mencerminkan produktivitas perekonomian suatu daerah. PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun, jika PDRB tinggi maka menggambarkan perekonomian yang lebih baik.

Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bima tahun 2010 mencapai Rp. 3.547.066, jumlah ini jika dibandingkan dengan kawasan pulau Sumbawa secara umum yang terdiri dari 5 Kabupaten/Kota, PDRB Kabupaten Bima berada pada urutan ke 3, sedangkan jika dilihat dari jumlah penduduk, dimana Kabupaten Bima memiliki penduduk paling banyak jika dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Pulau Sumbawa, Kabupaten Bima memiliki PDRB per kapita paling rendah.

Pendidikan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sasaran pembangunan pendidikan ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat dan meningkatkan mutu pendidikan. Meningkatnya mutu pendidikan ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk yang buta huruf.

Tahun 2010 terdapat 689 sekolah yang ada di Kabupaten Bima, jumlah ini terdiri dari 79.25 persen sekolah negeri dan 20.75 persen sekolah swasta. Dilihat dari kemampuan membaca dan menulis, terdapat 87.68 persen penduduk di atas usia 10 tahun yang melek huruf dan 12.32 persen yang buta huruf, sedangkan untuk rasio sex, penduduk laki-laki lebih banyak yang melek huruf (90.46 persen) dibandingkan dengan penduduk perempuan.

(4)

Sektor kehutanan

Pada umumnya kondisi lahan di Kabupaten Bima terdiri dari semak belukar dan padang rumput (savana), semak belukar mencapai 32 persen dan padang rumput mencapai 12 persen dari total luas wilayah Kabupaten Bima, sedangkan tutupan lahan didominasi oleh hutan lahan kering primer dengan luas 141.566 Ha atau 33 persen dari luas wilayah. Peta tutupan lahan Kabupaten Bima terdapat pada Lampiran 4.

Kawasan hutan di Kabupaten Bima didominasi oleh kawasan hutan Negara dengan luas definitif mencapai 57 persen dari total luas daratan atau sebesar 250.369 Ha. Kawasan hutan Negara ini terbagi sebagai hutan lindung seluas 83.189 Ha, hutan konservasi 55.600 Ha, hutan produksi terbatas 66.866 ha, hutan produksi tetap 44.740 ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 6.800 ha. Peta kawasan hutan di Kabupaten Bima terdapat pada Lampiran 5.

Beberapa area pada kawasan hutan tergolong dalam kelas lahan kritis lebih kurang 24 persen dari luas hutan difinitif. Luas lahan kritis di Kabupaten Bima 73.062,71 Ha, terbagi lahan di luar kawasan hutan Negara (milik masyarakat) 42.388,10 Ha dan dalam kawasan hutan Negara 30.674,61 Ha. Luas tanaman yang direboisasi mulai tahun 2007 – 2011 seluas 2.310 Ha (Dishut 2011). Tahun 2007, sektor kehutanan memberikan kontribusi pendapatan Negara sebesar Rp. 2.960.160.100,- yang bersumber dari Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Kondisi lahan kritis dan penanaman lahan di Kabupaten Bima terdapat pada Lampiran 6.

Infrastruktur dan transportasi

Infrastruktur, transportasi dan komunikasi memiliki peranan penting dalam mendukung perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah, apabila kondisi infrastruktur, transportasi dan komunikasi dalam kondisi baik maka proses pembangunan dalam wilayah tersebut akan berjalan dengan baik pula.

Jalur transportasi di Kabupaten Bima memegang peranan penting yaitu sebagai salah satu jaringan transportasi darat lintas selatan yang menghubungkan Jakarta-Bali-Bima-NTT dengan total panjang jalan pada tahun 2007 sepanjang 832 km dan yang sudah beraspal sepanjang 312 km.

Kondisi jalur transportasi yang sudah cukup memadai dan terus meningkat dari tahun ke tahun ini belum sepenuhnya di rasakan oleh semua lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal jauh dari perkotaan, masih kesulitan mendapatkan akses transportasi yang layak karena terbatasnya sarana dan trayek. Kondisi infrastruktur dan sarana transportasi di Kabupaten Bima terdapat pada Lampiran 7.

Kabupaten Bima juga memiliki akses transportasi laut yang melayani penyebrangan lokal dan regional yaitu terdapat Pelabuhan Sape di Kecamatan Sape yang melayani penyebrangan regional dari Kecamatan Sape menuju Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan pelabuhan Waworada di Kecamatan Langgudu yang melayani penyebrangan lokal antar pulau kecil. Terdapat juga pelabuhan udara di Kecamatan Palibelo yaitu Bandara M. Salahuddin sebagai

(5)

akses transportasi udara di Kabupaten Bima yang melayani rute penerbangan Denpasar-Bima dan Mataran-Bima.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5 Kecamatan di Kabupaten Bima

Kecamatan Ambalawi

Wilayah Kecamatan Ambalawi seluas 255,50 km2, ketinggian wilayah dari permukaann laut sekitar 70 m dpl. Batas-batas wilayah Kecamatan Ambalawi adalah sebelah utara berbatasan dengan laut Flores, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sape dan Kecamatan Wawo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Asakota Kota Bima, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wera.

Jumlah desa yang terdapat di Kecamatan Ambalawi sebanyak 6 desa, desa yang terluas adalah desa Mawu yaitu 63,62 km2 atau sekitar 35,22 persen dari total luas Kecamatan Ambalawi, jarak tempuh dari ibukota Kabupaten Bima ke ibukota Kecamatan Ambalawi adalah 34 km.

Peruntukan lahan yang ada di Kecamatan Ambalawi dipergunakan untuk sawah 19,56 Ha, tegalan/kebun 31 Ha, hutan Negara 116 Ha, bangunan dan pekarangan 7,74 ha serta sisanya adalah peruntukan lainnya.

Jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 18,172 jiwa, terbagi atas penduduk laki-laki sebanyak 9.106 jiwa dan sisanya adalah penduduk perempuan, sedangkan berdasarkan rasio jenis kelamin, penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuan.

Mata pencaharian atau pekerjaan sebagian besar penduduk di Kecamatan Ambalawi bekerja di sektor pertanian, namun ada juga yang bekerja di sektor lain yaitu sektor industri dan transportasi.

Penunjang transportasi berupa jalan yang menuju Kecamatan Ambalawi dari ibukota Kabupaten sebagian besar sudah beraspal dan hanya sebagian kecil yang rusak dan belum diaspal.

Masyarakat di Kecamatan Ambalawi rata-rata sudah menggunakan radio, televisi dan antena parabola sebagai sumber informasi dan berita serta sudah memanfaatkan handphone (HP) sebagai alat komunikasi walaupun sinyal sangat susah.

Kecamatan Belo

Kecamatan Belo memiliki luas wilayah seluas 44,76 km2 dan terbagi dalam 8 desa, desa terluas adalah desa Lido dan desa yang terkecil adalah desa Soki. Pusat pemerintahan Kecamatan Belo berada di desa Cenggu dengan jarak tempuh dari ibukota Kabupaten Bima adalah 22 km. Kecamatan Belo berada pada ketinggian 33 m dpl.

Desa yang ada di Kecamatan Belo pada umumnya merupakan desa Swasembada dan hanya 2 desa yang merupakan desa swakarya, pemerintahan

(6)

desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa dan rata-rata dalam 1 desa memiliki 5 orang pamong desa. Masing-masing desa membawahi 2 hingga 5 dusun, yang dipimpin oleh seorang kepala dusun dibantu oleh beberapa RW dan RT.

Bata-batas kecamatan Belo, sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Pelibelo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Woha dan Kecamatan Monta, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lambitu dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Langgudu.

Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Belo dipergunakan untuk lahan sawah sebesar 21,58 persen, tegal/kebun sebesar 7,22 persen, bangunan dan pekarangan sebesar 19,35 persen, hutan negara sebesar 27,75 persen dan selebihnya untuk peruntukan lainnya.

Penduduk di Kecamatan Belo pada tahun 2010 sebanyak 24.940 jiwa, terdiri dari 49,29 persen penduduk laki-laki dan sisanya adalah penduduk perempuan. Perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan Belo lebih didominasi oleh penduduk perempuan.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Belo cukup tinggi, rata-rata jumlah penduduk per kilometer persegi sebanyak 557 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan rumah tangga pada tahun 2010 sebanyak 6.732 rumah tangga dan apabila dihitung dari jumlah total penduduk yaitu 24.940 jiwa penduduk yang ada di Kecamatan Belo, maka rata-rata setiap rumahtangga memiliki 4 orang anggota keluarga dalam satu rumah tangga.

Meningkatkan mutu pendidikan merupakan salah satu program yang gencar dilakukan di Kecamatan Belo. Tahun 2010, Kecamatan Belo memiliki 38 unit sekolah yang terdiri atas 11 Taman Kanak-kanak, 16 Sekolah Dasar/MI, 7 unit SMP/MTs dan 4 unit SMA/MA, selain sekolah-sekolah formal seperti SD, SLTP dan SLTA serta Madrasah, terdapat juga sebuah sekolah luar biasa (SLB) yaitu di Desa Cenggu yang diperuntukkan bagi para penyandang kelainan.

Tanah yang ada di Kecamatan Belo pada umumnya merupakan tanah irigasi setengah teknis, akan tetapi ada juga yang beririgasi sederhana dan tadah hujan.

Penunjang transportasi darat berupa sarana jalan yang ada di Kecamatan Belo sebagian besar merupakan jalan aspal dengan panjang jalan aspal mencapai 20,5 km, selain itu terdapat juga jalan tanah dengan panjang jalan 15,5 km dan jalan yang diperkeras dengan panjang jalan 6 km.

Masyarakat di Kabupaten Belo rata-rata sudah memiliki televisi, radio dan antena parabola hamper di semua desa dan menjadikan masyarakat ini tidak ketinggalan informasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, sedangkan untuk komunikasi antar masyarakat, rata-rata sudah menggunakan telepon seluler (handphone).

Kecamatan Wawo

Luas wilayah Kecamatan Wawo adalah seluas 225.27 km2, terbagi dalam 11 desa. Batas-batas wilayah administrasi Kecamatan Wawo adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Wera, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Monta, Kecamatan Belo dan Kecamatan Langgudu, sebelah barat

(7)

berbatasan dengan Kecamat RasanaE Timur Kota Bima, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sape.

Desa yang terdapat di Kecamatan Wawo merupakan desa Swadaya dan Swakarya, pemerintahan desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa dan beberapa pamong praja. Masing-masing desa membawahi 2 hingga 4 dusun yang dipimpin oleh seorang kepala dusun dibantu oleh beberapa RT dan RW.

Pusat pemerintahan Kecamatan Wawo berada di Desa Maria yang berjarak kurang lebih 20 km dari ibukota Kabupaten Bima. Sebagai ibukota kecamatan, Desa Maria berada pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut dengan luas sebesar 42,74 km2.

Komposisi penggunaan lahan selama tahun 2010, sebagian besar lahan merupakan Hutan Negara yaitu 63,16 persen, lahan sawah 22,51 km2, tegalan/kebun 34,59 km2 dan sisanya digunakan untuk bangunan dan pekarangan serta peruntukan lain.

Kecamatan Wawo memiliki jumlah penduduk sebanyak 20.418 jiwa, dari jumlah tersebut 48,37 persennya merupakan penduduk laki-laki (9.876 jiwa) dan sisanya adalah penduduk perempuan 51,63 persen (10.542 jiwa). Kepadatan penduduk mencapai 90 penduduk per km2, dari 11 desa yang ada, yang memiliki jumlah penduduk terpadat adalah Desa Kambilo dan penduduk terendah adalah Desa Kaowa, sedangkan jumlah rumahtangga pada tahun 2011 di Kecamatan Wawo sebanyak 5.257 rumahtangga.

Pendidikan sebagai salah satu kunci untuk meningkatkan sumber daya manusia sangat diperhatikan oleh pemerintahan Kecamatan Wawo dan berusaha untuk terus menerus meningkatkan prasarana dan sarana serta kualitas pendidikan melalui berbagai program dari tahun ke tahun.

Penggunaan lahan di Kecamatan Wawo sebagian besar dipergunakan untuk lahan sawah sekitar 2.271 Ha, dari luas lahan sawah tersebut hanya 5 hektar yang memakai sistem irigasi setengah teknis dan selebihnya menggunakan sistem irigasi sederhana dan tadah hujan.

Penunjang transportasi darat di Kecamatan Wawo berupa jalan, sebagian besar jalan sudah beraspal, kurang lebih 123 kilometer dan jalan tanah sepanjang 11 kilometer, dan jalan diperkeras sepanjang 4 kilometer.

Era informasi seperti sekarang ini kebutuhan akan informasi dan hiburan menjadi sangat penting, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Wawo sudah memiliki radio, televisi dan antena parabola sebagai sumber informasi dan hiburan serta sudah menggunakan handphone sebagai alat komunikasi.

Kecamatan Wera

Wilayah Kecamatan Wera seluas 465.32 km2, wilayah terluas adalah Desa Sangiang yaitu 96 km2 atau sekitar 92,49 persen dari luas total Kecamatan Wera. Wilayah Kecamatan Wera terbagi menjadi 11 desa, 73 dusun, 96 RW dan 106 RT, ibukota kecamatan berada di Desa Tawali yang berada 70 meter diatas permukaan laut dan berjarak 58 km dari ibukota Kabupaten Bima.

(8)

Klasifikasi desa yang ada di Kecamatan Wera adalah desa swadaya sebanyak 3 desa, desa swakarya sebanyak 2 desa dan 6 desa lainnya merupakan desa swasembada.

Penggunaan lahan di Kecamatan Wera terbagi atas lahan pertanian (tanah sawah dan tanah tegal/kebun) seluas 11,92 persen, hutan negara seluas 69,26 persen, 0,72 persen digunakan untuk bangunan dan pekarangan dan 18,1 persen sebagai peruntuukan lainnya.

Jumlah penduduk di Kecamatan Wera pada tahun 2010 sebanyak 27.977 jiwa, terbagi atas penduduk laki-laki sebanyak 13.891 jiwa dan sisanya adalah penduduk perempuan. Perbandingan penduduk berdasarkan jenis kelamin menunjukan bahwa penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki. Kecamatan Wera dengan luas wilayah seluas 465.32 km2, memiliki kepadatan penduduk 98 penduduk per km2.

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Wera bekerja di sektor pertanian, selain itu ada juga di sektor perdagangan, industri, dan pengangkutan.

Seiring dengan program wajib belajar yang terus digalakkan, tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Wera juga semakin meningkat, kondisi ini dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai SLTA.

Jalan sangat penting untuk kelancaran lalulintas, sebagian besar jalan yang ada di Kecamatan Wera sudah di aspal, akan tetapi sebagian besar juga jalan yang sudah di aspal ini dalam kondisi rusak berat, selain itu masih terdapat juga jalan yang belum diaspal dan hanya diperkeras.

Masyarakat di Kecamatan Wera mendapatkan informasi dan hiburan dari radio, televisi dan antena parabola serta alat komunikasi yang dipergunakan untuk berhubungan antar masyarakat sudah menggunakan handphone (HP).

Kecamatan Woha

Luas wilayah Kecamatan Woha adalah 75,38 km2 terdiri dari 15 desa, jarak tempuh dari kota Kabupaten Bima ke ibukota Kecamatan Woha sekitar 21 km. Batas wilayah administrasi Kecamatan Woha adalah sebelah utara berbatasan dengan Teluk Bima, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Monta, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bolo dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Palibelo dan Belo.

Pemerintahan desa di Kecamatan Woha dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dibantu oleh seorang Sekretaris Desa dan pamong desa, masing-masing desa membawahi 2 hingga 5 dusun dan dipimpin oleh seorang kepala dusun yang dibantu oleh beberapa RW dan RT.

Jumlah penduduk di Kecamatan Woha pada tahun 2010 sebanyak 43,904 jiwa, terdiri dari 21,911 jiwa penduduk laki-laki dan 21,993 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan berdasarkan jenis kelamin antara penduduk laki-laki dan perempuan adalah lebih banyak didominasi oleh penduduk perempuan.

Kepadatan penduduk cukup tinggi, rata-rata jumlah penduduk per kilometer persegi sebanyak 416 jiwa. Jumlah rumah tangga pada tahun 2010 sebanyak 11,056 rumah tangga, dari kepadatan penduduk 24.940 jiwa yang ada, rata-rata setiap rumahtangga terdapat 4 orang anggota dalam satu rumah tangga.

(9)

Kecamatan Woha memiliki sekolah-sekolah sebagai tempat untuk belajar masyarakat dan meningkatkan mutu sumberdaya manusia, sekolah-sekolah yang ada mulai dari TK, SD, SMP/MTs, SMA/SMK dengan jumlah sebanyak 70 unit.

Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Woha antara lain dipergunakan untuk lahan sawah sebesar 2,707.20 Ha, pekarangan 339,40 Ha, tegalan/kebun sebesar 1,287 Ha, hutan Negara sebesar 1,710 Ha dan selebihnya dipergunakan untuk peruntukan lain. Tanah sawah pada umumnya merupakan tanah irigasi setengah teknis, akan tetapi ada juga yang beririgasi sederhana dan tadah hujan.

Penunjang transportasi darat terdapat sarana jalan raya sepanjang 99 km yang menghubungkan antar desa yang satu dengan yang lain dan sebagian besar merupakan jalan aspal.

Sarana untuk mendapatkan informasi dan hiburan, masyarakat di kecamatan Woha rata-rata telah memiliki televisi, radio dan antena parabola hampir di semua desa serta untuk komunikasi antar masyarakat rata-rata sudah menggunakan Handphone (HP) walaupun di beberapa desa tidak memiliki signal.

Karakteristik PKSM di Kabupaten Bima

Menurut Mukmin (1992), pertambahan jumlah penduduk dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi berarti akan semakin meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pangan, sandang dan papan serta kebutuhan lahan untuk berbagai keperluan. Kondisi ini akan berpengaruh pada kemampuan dan potensi sumberdaya alam baik tanah, air dan hutan. Perladangan berpindah, pemungutan hasil hutan secara illegal, usaha pertanian tanpa konservasi, perburuan satwa, perambahan kawasan dan sebagainya merupakan contoh kegiatan yang merusak hutan dan mengganggu kelestarian sumberdaya alam.

Akibat dari kegiatan tersebut adalah terjadi lahan kritis, pencemaran lingkungan, kepunahan plasma nutfah dan sebagainya, oleh karena itu diperlukan upaya penanggulangan dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan konservasi lahan melalui penanaman pohon dan kegiatan fisik lain yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi hutan dan lahan.

Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu upaya yang cukup efektif dalam meningkatkan pengetahuan, mengajarkan keterampilan dan menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan hutan sesuai dengan kebutuhan melalui pendampingan yang terus menerus. Kegiatan penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan secara terus menerus kepada masyarakat ini, dilakukan oleh penyuluh kehutanan baik penyuluh kehutanan PNS, swasta maupun swadaya.

Tenaga fungsional penyuluh kehutanan PNS di lapangan masih sangat terbatas dan kemampuan pemerintah daerah untuk merekrut tenaga penyuluh kehutanan masih kurang.

Kabupaten Bima memiliki jumlah penyuluh PNS sebanyak 20 orang yang penempatannya 1-2 orang per kecamatan tergantung luas wilayah kerjanya. Keberadaan penyuluh PNS yang hanya 1-2 per kecamatan masih sangat kurang karena wilayah kerja dalam satu kecamatan tersebut cukup luas. Jumlah desa dalam satu kecamatan antara 8 – 11 desa dengan jarak tempuh antara satu desa

(10)

dengan desa yang lain cukup jauh, selain itu keterbatasan sarana dan prasarana penyuluhan yang dimiliki oleh penyuluh terutama sarana transportasi juga menjadi kendala dan masalah dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui dinas kehutanan sebagai penyelenggara kegiatan penyuluhan untuk mengatasi kekurangan tenaga penyuluh kehutanan PNS di Kabupaten Bima adalah dengan memberdayakan dan membina masyarakat yang berasal dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan lain-lain sebagai PKSM.

Karakteristik Individu PKSM

Pemberdayaan dan pembinaan PKSM sangat penting dan bermanfaat dalam penyelanggaraan penyuluhan kehutanan karena PKSM merupakan mitra bagi penyuluh kehutanan PNS dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat di berbagai aktivitas pembangunan kehutanan di Kabupaten Bima.

Data tahun 2012, jumlah PKSM yang ada di Propinsi NTB berjumlah 274 tersebar pada 7 Kabupaten/Kota. Jumlah PKSM di Kabupaten Bima sendiri sebanyak 60 orang tersebar di 18 kecamatan dan PKSM yang dijadikan sebagai sumber informasi adalah PKSM yang ada di 5 kecamatan lokasi penelitian sebanyak 17 orang. Profil PKSM di Kabupaten Bima terdapat pada Lampiran 8.

Keberadaan PKSM ini sangat membantu dan dibutuhkan oleh masyarakat desa terutama PKSM yang tinggal di dalam desa tersebut. PKSM ini umumnya merupakan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang aktif dan sekaligus dipercaya oleh masyarakat sebagai ketua atau pengurus kelompok tani yang ada di desa tersebut.

PKSM di Kabupaten Bima terjadi karena keinginan pribadi masyarakat untuk menjadi penyuluh, selain itu ada juga PKSM yang terbentuk karena ada bantuan dari pemerintah dalam kegiatan konservasi lahan. Sedangkan menurut proses keberadaannya, PKSM ini ada yang langsung bisa diterima oleh masyarakat dan ada yang membutuhkan waktu sampai diterima oleh masyarakat.

Menurut Wang (1981) diacu dalam Scaduw (2008), partisipasi masyarakat dibedakan dalam 3 jenis partisipasi yaitu:1) voluntary participation (partisipasi sukarela) yaitu partisipasi yang berasal dari inisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri, 2) induced participation (partisipasi dengan dorongan) yaitu partisipasi masyarakat setelah mereka mendapat arahan dan dorongan dari pihak lain, dan 3) forced

participation (partisipasi dengan tekanan) yaitu partisipasi masyarakat yang

dilakukan karena ada paksaan pihak lain.

Keberadaan PKSM di Kabupaten Bima, selain terdapat PKSM yang masih aktif, terdapat juga PKSM yang dulunya aktif melaksanakan kegiatan penyuluhan kemudian tidak mau aktif lagi melaksanakan kegiatan penyuluhan secara swadaya, kondisi ini disebabkan antara lain karena usia PKSM sudah tua di atas 70 tahun, tidak ada kepastian status sebagai PKSM, dukungan kegiatan yang kurang dari instansi terkait dan pendampingan dari penyuluh PNS yang terputus serta PKSM tidak sanggup menghadapi tantangan, benturan dan kendala yang muncul di lapangan.

PKSM ini juga merasa terabaikan dan tidak diperhatikan serta sudah dijanjikan akan diberi berbagai kegiatan oleh instansi terkait namun tidak terealisasi sehingga PKSM tersebut menjadi kecewa dan tidak mau lagi melakukan kegiatan penyuluhan.

(11)

Proses terbentuknya PKSM ini beragam, pada awal memulai kegiatan penyuluhan dan mengajak masyarakat untuk terlibat dalam berbagai kegiatan khususnya melaksanakan kegiatan konservasi lahan, banyak PKSM yang mendapat tantangan berat dari pemerintah dan ditolak oleh masyarakat di wilayah kerjanya, serta membutuhkan waktu yang lama untuk bisa diterima oleh masyarakat, itupun setelah melihat keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan oleh PKSM secara swadaya.

Keberadaan PKSM ada yang langsung ditunjuk dan diterima serta mendapat pengakuan dari masyarakat karena masyarakat di daerah tersebut benar-benar membutuhkan seseorang yang bisa menjadi penghubung antara masyarakat dengan lembaga dan instansi terkait. Karakteristik individu PKSM terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik individu PKSM di Kabupaten Bima tahun 2012 No Kriteria karakteristik individu Kategori PKSM

Jumlah orang Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Umur (tahun)

1. Tidak produktif < 15 tahun 2. Kurang Produktif > 64 tahun 3. Produktif 15–64 tahun Pendidikan Formal 1. Dasar (tidak/tamat SD) 2. Menengah (SLTP/SMA) 3. Tinggi (D3/S1)

Pendidikan Non Formal 1. Tidak pernah 2. 1-2 kali/tahun 3. > 2 kali/tahun Pendapatan 1. < Rp. 550.000/bulan 2. Rp.550.000– 1.000.000/bulan 3. > Rp. 1.000.000/bulan Jumlah tanggungan keluarga

1. < 4 jiwa/KK) 2. 4 – 6 jiwa/KK) 3. > 6 jiwa/KK) Luas lahan garapan

1. < 0.25 ha/KK) 2. 0.25 ha/KK – 1 ha/KK) 3. > 1 ha/KK 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi - - 17 3 8 6 1 10 6 1 5 11 8 7 2 - 5 12 - - 100 17.6 47.1 35.3 5.9 58.8 35.3 5.9 29.4 64.7 47.1 41.2 11.8 0 29.4 70.6

(12)

Tabel 8 Karakteristik individu PKSM di Kabupaten Bima tahun 2012 (lanjutan) No Kriteria karakteristik individu Kategori PKSM Jumlah orang Persentase (%) 7. 8. 9.

Status lahan garapan 1. Sewa 2. Pinjam Pakai 3. Milik sendiri Motivasi 1. Desakan/paksaan 2. Penghasilan menarik 3. Kepedulian yang tinggi

terhadap hutan dan lahan Kekosmopolitan 1. Saudara/orang terdekat 2. Lembaga pemerintah/ 3. non pemerintah Penyuluh PNS/PKSM 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 3 - 14 - - 17 1 6 10 17.6 - 82.4 0 0 100 5.9 35.3 58.8

Hasil pada Tabel 8 menunjukkan, usia PKSM yang ada di Kabupaten Bima antara 40 – 64 tahun, usia ini termasuk dalam kategori usia produktif (100 persen). Menurut Soerjani 1987, Widyastuti 2001 dalam Drakel A. (2008), bahwa komposisi umur dapat digolongkan menjadi lima tahunan, sepuluh tahun atau golongan umur tertentu misalnya usia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia tua (65 tahun ke atas). Berdasarkan golongan umur, PKSM yang ada di Kabupaten Bima, termasuk dalam kategori usia produktif dan masih sanggup untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan dan aktivitas fisik di lapangan.

Tingkat pendidikan formal PKSM di Kabupaten Bima termasuk dalam kategori sedang, dari 17 orang PKSM sekitar 47.1 persen tamat sekolah menengah (SMP dan SMA), 35,3 persen yang mampu menempuh pendidikan tinggi (D3 dan S1) sedangkan sisanya tidak dan tamat SD.

Pendidikan non formal berupa pelatihan yang terkait dengan penyuluhan atau kegiatan kehutanan belum banyak diperoleh PKSM, 1 orang sama sekali belum pernah ikut pelatihan (5,9 persen), 10 orang (58,8 persen) sudah pernah mengikuti pelatihan kehutanan baik teknis maupun non teknis khususnya untuk kegiatan konservasi lahan, dan 6 orang (35,3 persen) selalu diikutkan dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh instansi terkait.

Semestinya ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dan banyaknya pelatihan yang diikuti oleh PKSM dengan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan penyuluhan di lapangan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan PKSM maka akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan PKSM dalam melakukan kegiatan penyuluhan.

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan dan keterampilan PKSM dalam melakukan kegiatan penyuluhan bukan didapatkan dari pendidikan formal atau pendidikan non formal berupa pelatihan terkait, akan tetapi merupakan hasil pembelajaran dari pengalaman, bakat alam yang dimiliki,

(13)

rasa kecintaan terhadap kelestarian hutan dan lahan.serta belajar otodidak dari berbagai media yang diperoleh PKSM dari berbagai sumber.

Metode penyuluhan yang dilakukan oleh PKSM dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan adalah pendekatan kelompok dan pendekatan individu (anjangsana). PKSM tidak hanya memberikan penyuluhan berupa teori akan tetapi memperlihatkan bukti dan praktek langsung di lapangan sehingga masyarakat lebih cepat dan gampang melihat hasil yang diperoleh.

Tingkat pendapatan PKSM sudah tinggi, tingkat pendapatan PKSM yang tinggi ini dipengaruhi oleh jumlah tanggungan yang cukup sedikit yaitu kurang dari 4 orang, luas lahan garapan yang cukup luas dan status lahan milik sendiri yang berarti apabila panen hasilnya menjadi milik PKSM sendiri.

Tingkat kekosmopolitan PKSM masuk kategori tinggi, ini memperlihatkan bahwa PKSM memiliki hubungan sosial yang tinggi dengan masyarakat sekitar wilayah kerjanya, anggota kelompok tani binaan dan instansi-instansi terkait.

Kondisi karakteristik individu PKSM di Kabupaten Bima ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Marius et al. (2007), yang menyampaikan bahwa unsur-unsur karakter individu penyuluh yang besar kontribusinya dan berpengaruh nyata terhadap kompetensi penyuluh dalam melaksanakan tugasnya adalah motivasi, sifat kosmopolitan, pendapatan, pendidikan formal, pendidikan non formal, umur dan masa kerja.

Peran yang dilakukan oleh PKSM

Memilih menjadi PKSM adalah tantangan yang berat karena tanggung jawab dan beban tugas yang harus dilaksanakan serta kompetensi yang harus dimiliki oleh PKSM sama dengan penyuluh PNS, tetapi semua ini tidak menjadi kendala dan masalah yang besar bagi PKSM, kecintaan kepada kelestarian hutan dan lahan menjadi motivasi bagi PKSM untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan secara swadaya dan dibantu oleh warga masyarakat dan anggota kelompok yang dibina.

Keberhasilan PKSM dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan tidak terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan usaha yang panjang dari PKSM itu sendiri dan pendampingan yang terus menerus dari penyuluh PNS sebagai mitra kerja di lapangan. Penyuluh PNS melakukan pendampingan pada saat PKSM melaksanakan penyuluhan di lapangan dan kunjungan secara informal di rumah PKSM atau sekretariat kelompok sehingga hubungan PKSM, penyuluh PNS dan anggota kelompok terjalin dengan baik.

Mitra kerja PKSM, selain penyuluh PNS ada juga dukungan dari beberapa penyuluh swasta bidang pertanian yang menjadi mitra kerja PKSM dalam menyediakan sarana prasarana untuk kegiatan pertanian dan intensitas kunjungan atau pertemuan dengan penyuluh swasta ini juga cukup tinggi.

Menurut Kemenhut (2011), penyuluh berperan sebagai pendamping kegiatan dan usaha bidang kehutanan yang dilakukan masyarakat, melalui penyuluhan masyarakat disadarkan akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia. Penyuluh kehutanan yang berperan sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator merupakan ujung tombak pembangunan kehutanan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

(14)

PKSM sudah berperan sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong bagi masyarakat. Peran PKSM sebagai analisator yaitu PKSM menganalisis kebutuhan yang diinginkan dan permasalahan yaivng dirasakan oleh anggota kelompok dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

Peran PKSM sebagai stimulor/penggerak yaitu menggerakkan masyarakat agar mau melaksanakan kegiatan konservasi lahan dengan memberikan rangsangan berupa contoh nyata keberhasilan kegiatan konservasi lahan yang sudah ada di lahan miliknya.

Peran sebagai fasilitator dilakukan oleh PKSM dengan menjadi jembatan atau penghubung antara anggota kelompok dengan pihak lain atau instansi terkait apabila ada kegiatan yang akan dilaksanakan, informasi yang dibutuhkan atau permasalahan yang terjadi apabila PKSM tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut dan peran PKSM sebagai pendorong adalah mendorong anggota kelompok pada saat anggota kelompok menjadi lemah dan tidak bersemangat dalam melakukan kegiatan konservasi lahan.

Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia PKSM

Dukungan pemerintah daerah melalui dinas kehutanan kepada PKSM untuk sementara ini hanya berupa dukungan pendampingan dari penyuluh PNS sebagai mitra kerja PKSM, sementara dukungan lain berupa peningkatan kapasitas PKSM yang berfungsi meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan PKSM guna mendukung kegiatan penyuluhan di lapangan melalui pelatihan yang terkait masih jarang dilaksanakan oleh dinas kehutanan.

PKSM juga masih jarang diikutsertakan pada kegiatan-kegiatan kehutanan berupa pameran, sekolah lapang, menjadi narasumber atau fasilitator maupun kegiatan lain yang terkait yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, propinsi dan pusat.

Pengetahuan dan keterampilan PKSM dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan lebih banyak diperoleh dari belajar sendiri dan mendapatkan informasi tentang konservasi lahan dari media baik media cetak (buku, koran, majalah, dll) maupun media televisi atau radio.

Pelatihan-pelatihan yang terkait bidang kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas SDM PKSM baik pelatihan teknis atau non teknis baru dilaksanakan oleh pemerintah pusat, itupun apabila ada program kegiatan konservasi yang dilaksanakan dan melibatkan PKSM, selain itu peruntukannya pun sangat terbatas, belum mampu mengakomodir seluruh PKSM yang ada di Indonesia.

Ada juga pelatihan khusus untuk PKSM yang dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan, tetapi hanya diprioritaskan kepada PKSM pemenang lomba penghijauan dan konservasi alam. PKSM di Kabupaten Bima sendiri tidak setiap tahun memiliki kesempatan untuk ikut lomba pengijauan dan konservasi alam, karena harus bersaing dengan PKSM dari Kabupaten/Kota lain di propinsi NTB.

Pemberian penghargaan kepada PKSM atas kegiatan konservasi lahan dan pendampingan kepada masyarakat dari pemerintah daerah belum ada, sementara dari pemerintah pusat penghargaan kepada PKSM ini diberikan apabila PKSM

(15)

mengikuti lomba pengijauan dan konservasi alam dan masuk kategori PKSM terbaik tingkat propinsi dan menerima piagam penghargaan dari Menteri Kehutanan.

PKSM yang belum mengikuti lomba pengijauan dan konservasi alam serta belum masuk kategori PKSM terbaik tingkat propinsi, saat ini baru mendapatkan pengakuan dan terdata di dinas kehutanan sebagai instansi pembina dan penyelenggara kegiatan penyuluhan di daerah.

Kondisi ini tidak mengurangi semangat PKSM dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan dan pendampingan kepada masyarakat, keberadaan PKSM ini sudah mendapatkan pengakuan secara informal dari masyarakat desa tempat PKSM tinggal juga sudah diakui oleh masyarakat dari luar desa bahkan kecamatan lain. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tamu-tamu dari luar desa yang ingin mendapatkan informasi dan berbagi pengalaman dengan PKSM dan anggota kelompok.

Sarana dan Prasarana

PKSM masih kekurangan sarana prasarana yang menunjang kegiatan penyuluhan, dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan di lapangan, PKSM menggunakan alat peraga dan demo plot (demplot) yang sudah dimiliki oleh PKSM.

PKSM juga tidak memiliki kantor atau sekretariat permanen, apabila ada pertemuan atau kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan di kampung, PKSM dan anggota kelompok menggunakan rumah salah satu pengurus sebagai sekretariat kelompok, sedangkan untuk pertemuan di lapangan, PKSM dan anggota kelompok menggunakan saung pertemuan yang dibangun bersama di salah satu lahan garapan milik PKSM atau pengurus kelompok.

Kekurangan sarana dan prasarana ini ikut mempengaruhi keberlanjutan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan oleh PKSM, kondisi ini didukung oleh pernyataan Amanah et al. (2008), yang menyampaikan bahwa kegiatan penyuluhan bisa terhenti oleh berbagai sebab yaitu, kurangnya sarana dan prasarana penyuluhan, kurangnya personel penyuluh, tiadanya lokasi demplot untuk percontohan dan penyelenggaraan pemerintah di era otonomi daerah yang memandang penyuluhan sebagai aktivitas yang kurang strategis.

Selain kekurangan sarana prasarana pendukung penyuluhan, PKSM juga tidak didukung dengan sarana transportasi yang memadai, untuk menjangkau wilayah penyuluhan, PKSM menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor) milik pribadi PKSM, bahkan ada PKSM yang tidak memiliki sepeda motor.

Lokasi lahan garapan masyarakat yang menjadi lokasi kegiatan konservasi lahan kebanyakan berada jauh dari kampung atau di pinggir hutan, oleh karena itu alat transportasi yang bisa dipergunakan untuk menjangkau wilayah tersebut hanya sepeda motor atau ditempuh dengan jalan kaki.

Berada pada kondisi serba kekurangan sarana prasarana penyuluhan, tidak mengurangi semangat PKSM untuk terus melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan serta terus memberikan dorongan kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

(16)

Mengajak dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam melakukan kegiatan konservasi lahan serta melaksanakan penyuluhan rutin kepada masyarakat juga dilakukan oleh PKSM dengan memanfaatkan acara-acara tertentu yang dilaksanakan di balai desa, saat jumatan di masjid dan pengajian-pengajian di rumah penduduk.

PKSM juga menggerakan anggota kelompok yang datang ke pertemuan untuk memberitahukan informasi secara estafet kepada warga masyarakat lain yang tidak hadir di pertemuan kelompok.

Menurut Marius et al. (2007), ketika penyuluhan masih diatur oleh pemerintah pusat dan perhatian terhadap penyuluhan dan penyuluh terasa besar baik dalam bentuk ketersediaan dana, sarana dan prasarana, penyuluh termotivasi dalam mengembangkan kompetensi di bidang tugasnya.

Adanya penghargaan yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat terhadap penyuluh menempatkan mereka sebagai figur yang populer, yang terbuka terhadap berbagai ide dan gagasan, yang hidup dan selalu berinteraksi dengan petani dan lembaga atau orang lain yang terkait demi kemajuan pertanian, ketika pertanian dijadikan basis pembangunan ekonomi Indonesia dan penyuluhan dijadikan sebagai gerakan nasional sosok penyuluh sebagai salah satu ujung tombak terdepan memotivasi penyuluh.

Sejumlah karakter penyuluh yang memiliki pengaruh sangat tinggi pada kinerja penyuluh ialah: masa kerja, tanggungan keluarga, jenjang pendidikan, bidang keahlian, banyaknya pelatihan yang diikuti, motivasi kerja, penghasilan, ketersediaan sarana/prasarana, hubungan interpersonal dengan petani dan dengan tokoh masyarakat, menghadiri pertemuan antar penyuluh, penghargaan yang diterima, daerah tempat bertugas, dan tipe kelembagaan (Leilani 2006).

Partisipasi PKSM

PKSM terlibat aktif saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan konservasi lahan dan kegiatan fisik penanaman pohon di lapangan. PKSM ini terlibat mulai dari perencanaan, yaitu dengan merencanakan secara detail dan menganalisis kebutuhan kegiatan konservasi lahan yang dibutuhkan dan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat dengan pengurus/anggota kelompok dan menggerakkan warga masyarakat untuk melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

PKSM terlibat juga dalam memanfaatkan hasil dan memfasilitasi serta mencarikan informasi untuk menjual hasil panen yang dimiliki oleh anggota kelompok pada masa panen untuk tanaman perkebunan atau tanaman jangka pendek. Setelah pelaksanaan kegiatan konservasi, PKSM dibantu oleh pengurus mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan untuk melihat kekurangan kegiatan yang dilaksanakan untuk perbaikan, sedangkan untuk kegiatan yang berupa bantuan dari instansi, PKSM bekerjasama dengan penyuluh kehutanan PNS untuk membuat laporan kegiatan yang dipertanggungjawabkan kepada instansi terkait.

(17)

Karakteristik Individu Petani

Sumber informasi dalam penelitian ini adalah petani yang telah melaksanakan kegiatan konservasi lahan dengan agroforestry dan hutan rakyat serta tergabung sebagai anggota kelompok tani binaan PKSM. Hasil penelitian Arimbawa (2004), menunjukkan bahwa karakteristik anggota kelompok pada petani dapat diukur melalui beberapa indikator, yaitu umur, pendidikan, motivasi, luas lahan, pengalaman usahatani.

Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungan sendiri (Reksowardoyo 1983 dalam Yani 2010).

Karakteristik individu petani yang menjadi variabel yang diukur dalam penelitian adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, jumlah tanggungan, luas lahan, status lahan, motivasi dan kekosmopolitan.

Hasil penelitian berupa jumlah dan persentase karakteristik individu petani anggota kelompok tani yang telah melaksanakan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah dan Persentase anggota kelompok tani yang telah melaksanakan kegiatan konservasi lahan berdasarkan karakteristik individu di Kabupaten Bima tahun 2012

No Kriteria karakteristik individu petani Kategori Jumlah orang Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5.

Umur petani (tahun)

1. Tidak produktif < 15 tahun 2. Kurang Produktif > 64 tahun 3. Produktif 15-64 tahun Pendidikan Formal 1. Dasar (tidak/tamat SD) 2. Menengah (SLTP/SMA) 3. Tinggi (D1, D2, D3/S1) Pendidikan Non Formal/ Pelatihan 1. Tidak pernah 2. 1-2 kali/tahun 3. > 2 kali/tahun Pendapatan 1. < Rp. 550.000/bulan 2. Rp. 550.000– 1.000.000/bulan 3. > Rp. 1.000.000/bulan

Jumlah keluarga yang ditanggung 1. < 4 jiwa/KK) 2. 4 – 6 jiwa/KK) 3. > 6 jiwa/KK) 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi - 13 87 49 42 9 45 44 11 20 33 47 42 49 9 - 13 87 49 42 9 45 44 11 20 33 47 42 49 9

(18)

Tabel 9 Jumlah dan Persentase anggota kelompok tani yang telah melaksanakan kegiatan konservasi lahan berdasarkan karakteristik individu di Kabupaten Bima tahun 2012 (lanjutan)

No Kriteria karakteristik individu petani Kategori Jumlah orang Persentase (%) 6. 7. 8. 9.

Luas lahan garapan 1. < 0.25 ha/KK)

2. 0.25 ha/KK – 1 ha/KK) 3. > 1 ha/KK

Status lahan garapan 1. Sewa 2. Pinjam Pakai 3. Milik sendiri Motivasi 1. Desakan/paksaan 2. Penghasilan menarik 3. Kepedulian yang tinggi

terhadap hutan dan lahan Kekosmopolitan 1. Saudara/orang terdekat 2. Lembaga pemerintah/ non pemerintah 3. Penyuluh PNS/PKSM 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 20 30 50 5 17 78 1 15 84 7 29 64 20 30 50 5 17 78 1 15 84 7 29 64 Umur

Hasil penelitian pada Tabel 9, menunjukkan bahwa usia petani berkisar antara 18-76 tahun, berdasarkan usia ini umur petani masuk kategori produktif (15-64 tahun) dan usia kurang produktif (> 64 tahun).

Sebagian besar petani masuk kategori usia produktif yaitu usia 15-64 tahun sebanyak 87 persen, usia produktif merupakan usia yang potensial bagi kegiatan konservasi karena pada usia ini, relatif masih mudah menerima ide atau pemikiran baru yang dapat membuat perubahan dalam hidup mereka menjadi lebih baik, fisik masih kuat untuk melaksanakan kegiatan konservasi mulai dari perencanaan, penanaman di lapangan, pemanenan hasil sampai evaluasi, dan juga mampu mengambil keputusan dengan cepat.

Petani pada usia produktif ini juga masih mampu menjalankan akftifitas usahatani, serta dapat berinteraksi dengan baik antara sesame anggota kelompok, sehingga hasil produksi pertanian tinggi dan berkualitas serta hubungan sosial antar anggota kelompok juga tinggi. Hal ini didukung oleh Havighurst (1974), yang menyatakan masa dewasa pertengahan adalah masa dimana pria dan wanita mencapai puncak interaksi dalam masyarakat dan pekerjaannya.

Usia kurang produktif, yaitu usia >64 tahun sebesar 13 persen, adanya petani yang berusia kurang produktif tetapi masih mau melaksanakan kegiatan konservasi lahan membuktikan bahwa keinginan dan partisipasi masyarakat untuk

(19)

melaksanakan konservasi lahan masih tinggi dan tidak dihalangi atau dipengaruhi oleh faktor usia, selain itu petani yang telah berusia > 64 tahun telah memiliki pengalaman yang panjang dalam berusaha tani dan telah merasakan manfaat dalam melakukan kegiatan agroforestry dan hutan rakyat.

Usia tidak produktif < 15 tahun, tidak dilibatkan dalam kegiatan konservasi lahan karena masih di bawah umur dan usia sekolah, akan tetapi ada juga anak-anak petani yang usia sekolah ini membantu orang tuanya menggarap lahan garapan yang dimilikinya.

Pendidikan formal

Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap seseorang yang dilaksanakan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Dikaitkan dengan kegiatan konservasi lahan, pendidikan formal dan non formal sangat mempengaruhi tingkat pemahaman dan kemampuan analisis petani terhadap kegiatan konservasi lahan yang akan dilaksanakan.

Pendidikan formal menurut Soekidjo (2009) diacu dalam Sinambela dan Naibaho (2011) adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh seseorang yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Didukung oleh Yani (2010), yang menyatakan pendidikan formal juga akan mempengaruhi perilaku, pola pikir, kreatifitas, dan keterampilan dalam melakukan usahatani dan kehidupan bermasyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal petani masih tergolong rendah (tidak tamat sampai dengan tamat Sekolah Dasar) yaitu sebesar 49 persen, yang mampu menamatkan sekolah menengah baik SMP maupun SMA sebanyak 42 persen, dan yang bisa sekolah pada sekolah tinggi baik D1, D2, D3 maupun S1 hanya sebanyak 9 persen. Tingkat pendidikan formal yang tempuh oleh petani mencerminkan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki oleh petani.

Pendidikan non formal

Pendidikan non formal menurut Soekidjo (2009) dan Mangkunegara AP diacu dalam Sinambela dan Naibaho (2011) adalah merupakan bagian dari proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan khusus seseorang. Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja, kualitas kerja, sikap moral dan semangat, rangsangan untuk berprestasi dan perkembangan kepribadian.

Hasil penelitian karakateristik individu petani berdasarkan pendidikan non formal pada Tabel 9, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan non formal yang dimiliki petani tergolong rendah yaitu sebanyak 45 persen belum pernah mengikuti pelatihan atau kursus apapun di bidang kehutanan khususnya yang terkait dengan kegiatan konservasi lahan.

(20)

Sebanyak 44 persen petani sudah pernah mengikuti pelatihan atau kursus terkait bidang kehutanan dan pertanian tetapi frekuensi pelatihan masih jarang hanya baru 1-2 kali sejak petani tersebut masuk menjadi anggota kelompok tani dan hanya 11 persen petani yang sudah sering diikutkan dalam pelatihan bidang kehutanan maupun pertanian.

Kondisi rendahnya keikutsertaan petani dalam pendidikan non formal berupa pelatihan yang terkait dengan konservasi lahan atau bidang kehutanan, menunjukkan bahwa petani kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang konservasi lahan dan kondisi ini juga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi petani.

Program pendidikan untuk masyarakat menjadi sangat penting dilakukan guna meningkatkan kualitas dan empati masyarakat akan pentingnya fungsi hutan dan konservasi lahan. Menurut pendapat Setyowati (2010), tingkat pendidikan seseorang baik formal maupun nonformal dapat mempengaruhi individu tersebut dalam melakukan suatu kegiatan, pengetahuan dan informasi yang memadai akan dapat mengubah pola pikir dan keputusan yang akan diambil.

Semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak informasi yang dimiliki seseorang maka pola pikir akan semakin baik dan semakin mudah untuk menerima suatu perubahan termasuk perubahan dalam kegiatan konservasi lahan dari yang tidak mau, tidak tahu dan tidak mampu menjadi mau, tahu dan mampu melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

Pendapatan

Pendapatan keluarga mencerminkan pemenuhan terhadap kebutuhan fisik berupa sandang, pangan dan tempat tinggal keluarga petani. Hasil penelitian pada Tabel 9, menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang diterima petani setiap bulan dari hasil pertanian maupun pekerjaan lain rata-rata petani yang memiliki pendapatan > 1.000.000,- sebanyak 47 persen.

Petani yang memiliki pendapatan mulai dari Rp. 550.000,- s/d 1.000.000,- sebanyak 33 persen. Petani yang memiliki pendapatan tinggi umumnya merupakan petani pemilik lahan dengan variasi tanaman yang beragam (agroforestry), memiliki lahan garapan pertanian (sawah) dan pekerjaan sampingan lain.

Petani yang memiliki pendapatan per bulan dengan jumlah <Rp. 550.000,- sebanyak 20 persen, petani yang memiliki pendapatan rendah ini adalah petani yang belum menerapkan pola tanam system agroforestry dalam lahan garapan yang dimilikinya, sehingga hasil panen yang diandalkan adalah hanya hasil panen tanaman semusim dan buah-buahan saja dalam kurun waktu satu tahun.

Petani yang memiliki pendapatan rendah ini juga adalah petani penggarap yang menggarap lahan dengan sistem sewa, selain itu pendapatan rendah juga dimiliki oleh petani yang berusia kurang produktif (tua) karena rata-rata lahan garapan yang dimiliki sudah diwariskan kepada anak maupun keluarga sehingga pendapatannya juga sudah berkurang dan hanya mengandalkan bantuan ekonomi dari anak atau keluarganya.

(21)

Jumlah tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah jiwa yang menjadi anggota petani dan yang menandakan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkaan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki oleh petani pelaksana kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima termasuk dalam kategori sedang, yaitu memiliki tanggungan 4-6 orang per kepala keluarga sebanyak 49 persen.

Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang sedikit atau sebanyak 1-4 orang adalah sebanyak 40 persen dan hanya 9 persen petani yang memiliki tanggungan keluarga > 6 orang.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa semakin banyak tanggungan keluarga yang dimiliki oleh petani, maka akan semakin memacu semangat petani tersebut untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan tanggungan keluarga yang dimiliki.

Petani yang memiliki tanggungan keluarga antara 4- 6 orang dan > 6 orang akan semakin berusaha untuk meningkatkan produktivitas lahan dan memanfaatkan lahan garapan yang dimiliki secara maksimal dengan menanami tanaman pertanian yang memiliki hasil produksi tinggi serta tanaman kehutanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga bisa menghasilkan keuntungan dan pendapatan yang lebih tinggi juga.

Luas lahan yang digarap

Luas lahan yang digarap adalah jumlah luasan lahan yang dimiliki oleh petani yang telah di konservasi baik melalui kegiatan agroforestry maupun hutan rakyat. Hasil penelitian pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani cukup tinggi, sebanyak 50 persen petani memiliki lahan > 1 ha/kepala keluarga, 30 persen memiliki lahan garapan 0,25 ha – 1 ha, dan hanya 20 persen yang memiliki lahan kurang dari 0,25 ha.

Lahan garapan bagi petani merupakan tumpuan dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan keluarga, semakin luas lahan garapan dan semakin optimal lahan tersebut dimanfaatkan dengan berbagai jenis tanaman pertanian yang mempunyai nilai produksi tinggi dan tanaman kehutanan yang bernilai ekonomis tinggi, maka akan mampu memberikan keuntungan dan bisa meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Menurut Cernea (1988), pengaturan lahan oleh petani merupakan potensi buat petani itu sendiri, pemanfaatan lahan yang dimiliki jika disesuaikan dengan kebutuhan petani secara tidak langsung akan mampu mempengaruhi dan mengurangi ketergantungan petani dalam memanfaatkan dan melakukan pengrusakan kawasan hutan karena kebutuhannya sudah terpenuhi dari lahan garapan miliknya.

(22)

Status lahan

Status lahan adalah status kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani. Hasil penelitian pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rata-rata status lahan garapan yang dimiliki oleh petani pelaksana kegiatan konservasi lahan adalah milik sendiri atau milik keluarga yaitu sebanyak 78 persen, sedangkan petani yang memiliki lahan dengan status pinjam pakai sebanyak 17 persen, dan petani yang menggarap lahan sewa sebanyak 5 persen.

Petani yang menggarap lahan sendiri memiliki semangat yang tinggi untuk memanfaatkan lahan garapannya secara optimal dan akan merencanakan kegiatan konservasi lahan untuk tanaman jangka pendek (pertanian) dan tanaman jangka panjang (kehutanan), sedangkan petani yang menggarap lahan dengan sistem pinjam pakai dan sewa, akan merencanakan konservasi lahan dengan tanaman yang cepat menghasilkan atau tanaman pertanian dan perkebunan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek saja sesuai dengan waktu sewa dan masa pinjam pakai lahan.

Petani penggarap lahan milik orang lain harus memiliki kesepakatan dengan pemilik lahan untuk menanami lahan tersebut dan pemanfaatan lahan garapan tersebut disesuaikan dengan kesepakatan antara penggarap dan pemilik lahan.

Motivasi

Menurut Riduwan (2007), motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan. Motivasi petani dalam melaksanakan kegiatan konservasi lahan pada lahan garapan miliknya maupun pada kawasan hutan Negara rata-rata didorong oleh kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian hutan dan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 84 persen petani yang merasa bahwa apabila hutan lestari dan lahan yang subur maka akan memberikan keuntungan secara ekonomi dan ekologis bagi petani tersebut karena produksi tanaman akan semakin meningkat.

Petani yang tertarik melaksanakan kegiatan konservasi lahan karena terdorong dengan hasil keuntungan dari menanam pohon terutama pohon yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga bisa meningkatkan pendapatan adalah sebanyak 15 persen, sedangkan hanya 1 persen yang melakukan kegiatan konservasi lahan secara terpaksa dan karena desakan dari orang lain.

Kekosmopolitan

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pada Tabel 9, terlihat bahwa petani terbuka terhadap informasi yang diberikan oleh orang lain dari luar, khususnya informasi yang disampaikan oleh penyuluh PNS dan PKSM mengenai pentingnya melaksanakan kegiatan konservasi lahan pada lahan-lahan kritis milik masyarakat yang belum tergarap. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kekosmopolitan petani dalam mencari informasi yang diperlukan dalam kegiatan konservasi lahan rata-rata tinggi.

(23)

Sebagian besar petani 64 persen mencari dan mendapatkan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan konservasi lahan dari penyuluh PNS dan PKSM, petani bisa langsung melihat contoh nyata keberhasilan PKSM pada lahan yang dimilikinya.

Petani yang mendatangi lembaga pemerintah dan non pemerintah terkait seperti LSM, lembaga profesi, organisasi massa, dll, untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan konservasi lahan adalah sebanyak 29 persen, dan 7 persen petani yang mendapatkan informasi kegiatan konservasi lahan dari saudara atau orang terdekat. Keluarga dekat petani dan masyarakat lain yang sudah merasakan hasil dari kegiatan konservasi juga tidak segan-segan untuk berbagi pengalaman dan informasi mengenai keberhasilan tersebut.

Petani terbuka terhadap informasi yang diberikan dari luar karena didorong oleh keinginan untuk memperbaiki kondisi lahan dan memanfaatkan lahan kosong yang dimiliki secara maksimal agar bisa meningkatkan pendapatan.

Peran pendampingan PKSM terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat

Peran pendampingan PKSM yang dibahas dalam penelitian ini adalah peran PKSM sebagai analisator, stimulator, fasilitator dan pendorong bagi masyarakat khususnya pada anggota kelompok binaan PKSM untuk melakukan konservasi lahan dengan hutan rakyat atau pertanian pola agroforestry di lahan milik petani. Keterlibatan PKSM dilakukan mulai dari perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan, pelaksanaan kegiatan konservasi lahan berupa penanaman di lapangan, pemanfaatan hasil baik hasil jangka pendek maupun jangka panjang dan evaluasi kegiatan konservasi lahan untuk perbaikan di masa akan datang.

Peran pendampingan PKSM pada partisipasi tahap perencanaan

Menurut Asngari, (2001), perencanaan adalah proses pengambilan keputusan yang rasional tentang apa yang akan dikerjakan. Langkah utama dalam perencanaan menurut Boone (1962) dalam Asngari (2001) adalah: a) penetapan kebutuhan dan minat orang, b) pengumpulan dan pengorganisasian fakta-fakta yang berkaitan, c) penetapan masalah, d) penentuan resources yang diperlukan untuk pemecahan masalah tersebut, e) antara penyuluh dan sasaran penyuluhan bersama-sama mencari alternatif pemecahan masalah dan melaksanakan kegiatan di lapangan. Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap perencanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 terdapat pada Tabel 10.

(24)

Tabel 10 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi Petani pada tahap perencanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012

Peran pendampingan PKSM

Parameter Kategori Jumlah orang Persentase (%) Partisipasi Tahap Perencanaan 1. Analisator 2. Stimulator 3. Fasilitator 4. Pendorong 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Terlibat aktif 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Terlibat aktif 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Terlibat aktif 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Terlibat aktif 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 14 9 77 13 10 77 16 7 77 3 24 73 14 9 77 13 10 77 16 7 77 3 24 73

Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah berupa pertemuan-pertemuan dan diskusi yang bertujuan untuk mengajak petani untuk melaksanakan kegiatan konservasi lahan.

Hasil penelitian pada Tabel 10, menunjukkan bahwa PKSM terlibat langsung dalam partisipasi tahap perencanaan kegiatan konservasi lahan sebagai berikut:

1. Peran sebagai analisator, PKSM terlibat aktif berperan sebagai analisator masuk kategori tinggi yaitu sebanyak 77 persen, PKSM bersama-sama dengan masyarakat menganalisis dan membahas dalam pertemuan kelompok mengenai kebutuhan dan permasalahan yang muncul pada kegiatan konservasi lahan mulai dari penetapan lokasi penanaman, jenis bibit yang akan ditanam, tenaga yang diperlukan, anggaran, dll.

2. Peran sebagai stimulator, PKSM berperan sebagai stimulator termasuk pada kategori tinggi yaitu sebanyak 77 persen, PKSM berperan sebagai stimulator yaitu dengan selalu memberikan contoh untuk hadir pada setiap pertemuan dan tepat waktu serta selalu ada apabila dibutuhkan oleh petani.

3. Peran sebagai fasilitator, PKSM berperan sebagai fasilitator termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 77 persen, apabila petani membutuhkan informasi yang terkait dengan konservasi, PKSM menjadi pengubung/fasilitator antara petani dengan penyuluh PNS, LSM atau instansi terkait.

4. Peran sebagai pendorong, semangat petani dalam melakukan kegiatan konservasi lahan mengalami pasang surut, kadangkala muncul kondisi dimana

(25)

petani mulai bosan untuk hadir pada pertemuan, karena petani merasa informasi yang akan disampaikan sudah tidak menarik lagi, jika kondisi seperti ini yang muncul melanda petani, PKSM akan berperan sebagai pendorong semangat bagi petani. Peran PKSM sebagai pendorong termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 73 persen, PKSM akan selalu memotivasi dan memberi semangat kepada petani.

Melihat kondisi ini dapat dikatakan PKSM berperan aktif dalam mengajak seluruh anggota kelompok untuk ikut serta dalam merencanakan kegiatan konservasi lahan dari mulai menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang terjadi sampai evaluasi pada proses perencanaan.

Peran pendampingan PKSM pada partisipasi tahap pelaksanaan

Menurut Susilo (2007), perencanaan merupakan penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap pelaksanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 terdapat pada Tabel 11.

Tabel 11 Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi Petani pada tahap pelaksanaan kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012

Peran pendampingan PKSM

Parameter Kategori Jumlah orang Persentase (%) Partisipasi Tahap Pelaksanaan 1. Analisator 2. Stimulator 3. Fasilitator 4. Pendorong 1 Tidak pernah 2 Jarang 3 Terlibat aktif 1 Tidak pernah 2 Jarang 3 Terlibat aktif 1 Tidak pernah 2 Jarang 3 Terlibat aktif 1 Tidak pernah 2 Jarang 3 Terlibat aktif 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi 14 9 77 14 7 79 14 11 75 8 15 77 14 9 77 14 7 79 14 11 75 8 15 77

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan kegiatan konservasi lahan adalah berupa penanaman lahan garapan milik petani di lapangan dengan berbagai

(26)

jenis tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan, sedangkan untuk penanaman tanaman pertanian dilakukan oleh petani pemilik lahan yang disesuaikan dengan jenis tanaman yang diminati.

Hasil penelitian pada Tabel 11, menunjukkan bahwa PKSM terlibat aktif pada saat pelaksanaan kegiatan penanaman di lapangan sebagai berikut:

1. Analisator, PKSM berperan sebagai analisator termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 77 persen. PKSM berperan sebagai analisator yaitu menganalisa kebutuhan yang diperlukan oleh petani pada saat penanaman di lapangan, mulai dari proses pengangkutan bibit ke lokasi tanam, pelaksanaan penanaman, keadaan lokasi tanam, dll.

2. Stimulator, PKSM berperan sebagai stimulator termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 79 persen, saat pelaksanaan kegiatan konservasi lahan berupa penanaman tanaman di lapangan, PKSM memberi contoh langsung dengan ikut serta melakukan penanaman pohon di lapangan tanpa membedakan status dan kepemilikan lahan garapan yang dimiliki oleh petani. 3. Fasilitator, PKSM berperan sebagai fasilitator termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 75 persen, apabila masyarakat membutuhkan informasi tambahan pada saat pelaksanaan kegiatan penanaman di lapangan, PKSM berfungsi sebagai fasilitator yang akan mencarikan informasi maupun mendatangkan pakar yang bisa memberikan informasi tersebut.

4. Pendorong, melakukan kegiatan penanaman di lapangan membutuhkan persiapan fisik yang maksimal, apabila kondisi lapangan berat, kadangkala membuat semangat petani menurun, oleh karena itu PKSM harus mampu memberikan dorongan dengan memberikan dorongan semangat kepada petani agar tetap melaksanakan kegiatan penanaman di lapangan. Peran PKSM sebagai pendorong bagi petani pada saat pelaksanaan kegiatan termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 77 persen.

Peran pendampingan PKSM pada partisipasi tahap pemanfaatan

Menurut Uphoff (1988), petani akan aktif berpartisipasi melaksanakan sebuah kegiatan sesuai dengan yang direncanakan apabila petani tersebut merasakan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan tersebut, selain itu hubungan antara petani dan pelaksana kegiatan harus terjalin dengan baik, karena apabila hubungan kerjasama antara pelaksana kegiatan dengan petani ini tidak terjalin dengan baik maka kegiatan yang akan dilaksanakan tidak akan berjalan dengan baik pula.

Petani diberi kebebasan untuk memanfaatkan dan memanen tanaman hasil kegiatan konservasi lahan yang ada di lahan garapan miliknya, PKSM berperan memberikan informasi dan memfasilitasi petani apabila petani menghadapi permasalahan dalam memanfaatkan hasil baik dari agroforestry maupun hutan rakyat.

Peran pendampingan PKSM dalam meningkatkan partisipasi petani pada tahap pemanfaatan hasil kegiatan konservasi lahan di Kabupaten Bima tahun 2012 terdapat pada Tabel 12.

Gambar

Tabel 8  Karakteristik individu PKSM  di Kabupaten Bima tahun 2012  No  Kriteria  karakteristik  individu  Kategori  PKSM
Tabel 8  Karakteristik individu PKSM  di Kabupaten Bima tahun 2012 (lanjutan)  No  Kriteria  karakteristik   individu  Kategori  PKSM   Jumlah  orang  Persentase  (%)  7
Tabel 9  Jumlah dan Persentase anggota  kelompok tani yang telah melaksanakan  kegiatan  konservasi  lahan  berdasarkan  karakteristik  individu  di  Kabupaten Bima tahun 2012
Tabel 9  Jumlah dan Persentase anggota  kelompok tani yang telah melaksanakan  kegiatan  konservasi  lahan  berdasarkan  karakteristik  individu  di  Kabupaten Bima tahun 2012 (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahapan plan (perencanaan) seharusnya guru model secara kolaboratif dengan rekan satu tim melakukan pengkajian rencana pembelajaran yang dimulai dari mengkaji kurikulum,

Pengujian pada data STS dengan ukuran 15x50 dengan alpha cuts yang berbeda-beda yakni: 0,1, 0,2, 0.3, 0.4, 0.5, dan 0.6 untuk mengetahui jumlah pusat kluster yang optimal

Bila melihat kondisi sosial sebelumnya, apa yang terjadi di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa Barat serta Australia, sampai dengan Perang Dunia II, masyarakat mereka

Setelah memasukkan semua informasi data yang benar, klik tombol ‘TAMBAH’ dan akan memunculkan kotak dialog untuk melakukan perintah menambah informasi data ke dalam basis data

Pengaruh varietas cabai hibrida UNIB menunjukkan perbedaan nyata pada variabel pengamatan, tinggi cabang dikotomus, luas kanopi daun, panjang kanopi daun, diameter batang,

pada anak sekolah dasar di Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan meliputi kebiasaan minum air mentah, makanan tumbuhan rawa mentah,

Pengendalian proyek konstruksi dilakukan agar pelaksanaan proyek dapat sesuai dengan waktu dan biaya yang telah direncan kan sebelum proyek dilaksanakan,