• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI PERS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI PERS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI

(PERSPEKTIF NEGARA, ISLAM DAN BUDAYA)

(Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Social Change)

Dosen Pengampu: Prof.Dr.M.Bambang Pranowo dkk

Oleh:

FATMA SYLVANA DEWI HARAHAP

NIM: 311412000000055

PROGRAM DOKTOR

KONSENTRASI AGAMA & KESEHATAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ABSTRAK

MODERNITAS DAN KESEHATAN REPRODUKSI

(PERSPEKTIF NEGARA, ISLAM DAN BUDAYA)

Fatma Sylvana Dewi Harahap1

Prilaku seksual remaja telah bergeser dari pola menjaga kesehatan reproduksi sehat dengan menjaga kesakralan pernikahan sebelum perkawinan berubah menjadi premarital seksual. Pola seksualitas remaja yang terdahulu yang menjaga nilai-nilai tradisional, agama dan ideologi Negara serta nilai-nilai keluarga yang kuat untuk menjaga norma-norma telah sedikit demi sedikit ditinggalkan karena perubahan sosial dalam hal ini modernitas dan globalisasi. Sementara Indonesia yang sejalan dengan ideology, budaya dan Islam dalam memandang seksualitas sama yaitu menjaga kesakralan pernikahan sebelum perkawinan untuk melahirkan generasi yang sehat dan meminimalisir terjadinya zina yang berakibat infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS, gonorrhea, syphilis dan penyakit menular seksual lainnya.

Apakah pengaruh modernitas terhadap prilaku seksual remaja? Bagaimana Negara, Islam dan budaya memandang pemeliharaan kesucian dan ketidaksucian perempuan? Bagaimana perempuan dalam hal ini remaja mempertahankan kesuciannya di tengah gempuran sisi kebebasan modernitas?

Makalah ini akan mengupas pengaruh modernitas dan kesehatan reproduksi dalam perspektif agama, budaya dan Negara. Teori yang akan dipakai sebagian besar berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Linda Rae Bennet dalam buku Women, Islam and Modernity ( 2005: 17-20). Dalam teorinya ia menyebutkan globalisasi, modernisasi dan seks bebas telah mempengaruhi kehidupan seksual perempuan serta kesehatan reproduksinya. Pengaruh media merupakan salah satu faktor terbesar yang menyumbangkan ambiguitas bagi remaja dalam memandang kesucian pernikahan. Pengaruh televisi yang menyuguhkan film yang diimport dari Barat yang membujuk kebebasan seksual disandingkan dengan pengaruh tradisionalisme, nilai-nilai agama sebagai moral dan ideologi Negara yang menjunjung tinggi virginitas sebelum pernikahan menjadi fenomena beralihnya remaja yang menunjung tinggi kesakralan pernikahan.

Indonesia sebagai Negara yang berdaulat sangat melindungi perempuan untuk tidak menjadi bagian dari korban pengaruh kebebasan modernitas dalam hal ini free seks. Pun Islam sebagai pedoman hidup dan kebudayaan memandang hal yang sama tentang ini. Karena generasi yang sehat salah satu faktornya berasal dari perempuan yang sehat untuk membentuk keluarga, Negara dan agama yang kuat.

Kata Kunci: Remaja, Kesehatan Reproduksi, Islam, Budaya, Negara.

A. PENDAHULUAN

(3)

seks, gender dan ideologi negara, globalisasi, modernisasi dan seks bebas merupakan sebuah pembicaraan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.Berkaitan dengan perubahan sosial yang terjadi hampir di seluruh tatanan masyarakat Indonesia baik di daerah pedesaan maupun urban, yang menjadi korban adalah remaja yang tidak mempunyai akses terhadap kesehatan reproduksi yang ambigu terhadap kebudayaan lokal dan derasnya arus globalisasi di depan, belakang, kiri dan belakang mereka. Sehingga permasalahan ini sangat signifikan untuk dijadikan dasar serta latar belakang dan akar masalah mengapa terjadi akselerasi kehamilan tidak diinginkan di Indonesia. Secara komprehensif modernitas dan kesehatan reproduksi yang disinergikan dengan agama memberikan argumen betapa Negara, agama (Islam) dan budaya lokal mempunyai kekuatan dalam mencegah ketidakserasian gender, kesehatan dan hak seksualitas sebagai filter perangkap sisi negatif globalisasi dan modernitas.

B. PEMBAHASAN

1. Konstruksi Budaya terhadap Seksualitas dan Gender

Mengutip sebuah ungkapan tentang kesederhanaan seksualitas remaja. (Seorang perempuan remaja) …jarang merefleksikan secara sederhana tentang seksualitas. Sensnya terhadap seksualitas dibentuk oleh teman sebaya, agama, kekerasan, sejarah, passion, otoritas, pemberontakan, tubuh, kejadian lampau dan masa depan dan gender serta kekuatan hubungan rasial. (Fine 1988:35).2

Dalam diskusi seksualitas perempuan, remaja puteri yang belum menikah di Mataram berbicara panjang tentang penjagaan reputasi mereka, mengangkat prospek pernikahan mereka, pentingnya kehormatan keluarga dan kekerabatan, dan keputusan mereka serta keinginan. Refleksi mereka dalam rajam sekitar keputusan ganda terhadap eksplorasi seksual dan kesenangan, pernikahan, peran ibu dan cinta yang romantis. Dilemanya adalah suara perempuan lebih banyak frekuensinya dibangun dari usaha untuk menegosiasikan keputusan-keputusan ini melalui stuktur sosial yang meregulasi otonomi seksual dan meminta remaja untuk mengejar keputusan seksual mereka dalam kerahasiaan. Remaja mempertimbangkan seksualitas mereka dibentuk oleh interrelasi kepercayaan, nilai, agama dan milleu kebudayaan.3

Penemuan Mirowsky dan Ross tentang pentingnya remaja mementingkan pendidikan daripada seks bebas menyebutkan status perkawinan distruktur oleh usia. Ketika seseorang meneruskan pendidikannya secara konsisten dan dukungan sosial lalu menikah maka ia akan sehat. Perkawinan melindungi kesehatan dan mengurangi kematian. Dibandingkan dengan orang-orang yang telah menikah, orang-orang belum menikah, cerai mempunyai masalah kesehatan fisik, ketidakmampuan harian, ketidakseimbangan fisik dan kesehatan subjektif yang kurang.4

Pranowo juga mengungkapkan perbedaan gender dalam struktur sosial antara perempuan dan laki-laki di Jawa. Laki-laki bertanggung jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang lebih ringan. Yang terpenting dalam konsep orang Jawa disini adalah pantes yang berarti “layak”, Misalnya, pekerjaan dapur

2 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005. 17.

3 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005. 17.

(4)

dianggap sebagai urusan perempuan. Laki-laki yang mengerjakan pekerjaan dapur akan dilihat sebagai sesuatu yang tidak pantas.5

Bab ini tidak memilih jaringan kompleks dari ideologi interkoneksi seksual yang mengitari nosi gender dan seksualitas terhadap perempuan remaja Indonesia. Ini menggambarkan sosial, budaya dan konteks politik dalam membangun subjektivitas seksual oleh remaja perempuan dan kondisinya yang diinstruksikan untuk direpresentasikan atau mengungkapkan seksualitas mereka. Mengitari beberapa pengaruh kritikal dalam kingkaran seks dan ideologi gender di Mataram. Ini termasuk adat lokal (budaya), Islam, ideologi republik Indonesia dan ideology seksual alternative seks bebas (free sex). Nilai dan iman berkaitan dengan seksualitas perempuan terperangkap erat dengan set luar negeri terhadap nilai budaya dan norma yang diperkenalkan posisi dan tata cara perempuan dalam masyarakat. Nilai-nilai pernikahan, peran ibu dan virginitas perempuan adalah terutama menonjol dalam idealitas hegemoni feminitas dan seksualitas perempuan. Diskursus dari kesucian dan ketidaksucian juga merupakan pusat dari pemahaman bagaimana seksualitas perempuan dibangun dan hidup bersama budaya seksual dirasuki oleh tabu, malu dan kerahasiaan. Dikotomi konstruksi dari maskulinitas dan feminitas, seksualitas perempuan dan laki-laki adalah instrument dalam mendefenisikan identitas seksual perempuan dan membuat struktur hubungan mereka dengan laki-laki. Di daerah Jawa, Pranowo menyebutkan feminitas dan maskulinitas dalam prilaku dan pembagian kerja juga dibedakan. Misalnya ketika seorang laki-laki yang suka mengerjakan pekerjaan dapur disebut dengan kethuk. Di sisi lain bila perempuan yang sedang memanjat pohon, maka orang dewasa menyuruhnya untuk turun. Ini disebabkan memanjat pohon digambarkan sebagai prilaku yang tidak pantas bagi seorang gadis.6

Diskusi berikutnya menyediakan sebuah eksplorasi ekstensif dari konstruksi budaya yang bervariasi terhadap gender dan seksualitas yang co-eksis dengan dinamika budaya lokal Mataram, dan bersaing dalam lingkaran identitas perempuan Muslim serta kehidupan seksual selama gadisnya.7

2. Islam dan Adat-Ideologi dan Seksual

Dua kunci ideologi yang mendominasi sistem kepercayaan lokal di Lombok, adalah adat (kebiasaan budaya atau hukum) dan agama (agama---didominasi Islam). Regulasi sosial dari seksualitas perempuan sebelum menikah dicapai melalui budaya dan insistensi agama terhadap virginitas perempuan pada saat menikah.Ajaran agama Islam, Kristen dan Hindu di Mataram menyatu dalam penegasan bahwa virginitas perempuan harus dijaga sebelum menikah. Mereka juga concur dalam idealitas pernikahan dan peran ibu, serta keseimbangan seksualitas perempuan dengan reproduksi. Yang paling signifikan adalah perbedaan alami dalam hubungan seksual tidak dibedakan idelanya terhadap berbagai etnis dan grup agama, tetapi lebih kepada kenyataan gap antara ide seksual dan prilaku seksual. Perbedaan dalam cara seksualitas perempuan dan laki-laki adalah regulasi sosial juga diciptakan perbedaan besar antara signifikansi sosial ide seksual terhadap perempuan dan laki-laki.8

Menurut Al-Qur’an, regulasi zina (haram atau seks yang terlarang) seharusnya menyediakan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. zina dan hukumannya oleh Hukum Islam (syari’ah). Oleh karenanya, seks sebelum menikah, ketidaksetiaan, homoseksual, prostitusi seks, perkawinan sedarah dan pemerkosaan seluruhnya secata teknik tidak dapat diterima menurut kode moral Islam. Tidak semua orang-orang di Lombok mempunyai akses langsung kepada Qur’an atau kunci teks Islam dikaitkan

5 M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009. 85. 6 M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009. 85. 7 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,17.

(5)

dijelaskan di atas, tidak tepat untuk Muslim. Meskipun pemahan zina ini meluas dan krusial dalam mendeterminasikan ide seksualitas lokal, dalam realitasnya zina terhadap laki-laki tidak terhukum atau dihukum, tetapi sering diabaikan atau ditoleransi. Perempuanlah secara primer yang menjadi target pertanggungjawaban atas menjunjung tinggi kode moral Islam dengan mendisiplinkan keputusan mereka agar menghindari zina.9

Sumber tekstual yang membehas tentang zina, seperti Qur’an (Surat 24, Ayat 2-13) dan hadits, menjelaskan keseimbangan seks haram baik terhadap laki-laki maupun perempuan, yang disebut hukum cambuk dengan cane poles. Hukum cambuk terhadap perempuan hamil dilarang, dan merajam perempuan dan laki-laki dalam kejahatan ini tidak dijelaskan atau memaafkan sebagai respons yang cocok terhadap komitmen zina oleh anak perempuan yang belum menikah atau istri yang serong. Terlebih lagi, tipe Muslim moderat mempertimbangkan sanksi fisik terhadap zina tidak tepat terhadap kesulitan membangun kejahatan menurut petunjuk Qur’an yang menyatakan bahwa empat saksi mata dari pikiran yang sehat dan karakter tinggi dibutuhkan untuk membuktikan zina. Oleh karenanya ketika rajam terhadap perempuan kejahatan kehormatan tidak terjadi di bawah rezim Islam fundamentalis, ini illegal menurut Negara dan syari’ah hukum di Indonesia, dan tidak akan diterima praktiknya di tengah Muslim Indonesia.10

Bagaimanapun, kekerasan fisik terhadap perempuan yang dilakukan di dalam rumah, oleh suaminya, ayahnya atau saudara laki-lakinya dalam waktu yang sama memaafkan sebagai respons yang berhubungan dengan zina dikomitmen oleh anak perempuan yang belum menikah atau istri serong. Bagaimanapun, perbuatan jahat, kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga menghancurkan kealamiahan disiplin dari hukum publik dan tidak dapat diregulasikan untuk mencegah luka yang serius. Halus namun bentuk efektivitas yang tinggi terhadap kekerasan, seperti fitnah publik, gangguan seksual dan eksklusi sosial secara regular ditujukan towards perempuan yang komit terhadap zina. Ironisnya, bentuk stigma dan kekerasan sosial, yang sering terjadi, tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an.11

Dalam ilmu kesehatan reproduksi disebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan (KtP) sering disebut kekerasan berbasis gender karena KtP sering berawal dari subordinasi (rendahnya kedudukan) perempuan di masyarakat. Kedudukan perempuan yang rendah bergantung pada laki-laki, baik secara ekonomi an social, sehingga menempatkan perempuan dalam posisi rentan terhdap kekerasan. Hak-hak tersebut antara lain hak atas kehidupan, persamaan, kemerdekaan dan keamanan pribadi, perlindungan yang sama di muka umum, mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental sebaik-baiknya, pekerjaan yang laya dan kondisi kerja yang baik, pendidikan lanjut, tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman yang lain, pelakuan atau penyikaan secara tidak manusiawi yang sewenag-wenang.12

Mekanisme kompleks melalui seksualitas diregulasikan pada level lokal dan nasional yang sangat banyak sebuah produk dari sinkretik alami Islam Indoneia, dimana keyakinan beragama dan praktiknya menjerat erat dengan sistem nilai lokal dari budaya sebelum Islam (Robinson 2001: 18-27). Adat dan Islam secara general disintesiskan dalam cara yang menolak perempuan hak mereka terhadap otonomi seksual, sesuai dengan responsibilitas terbesar perempuan untuk menjunjung moralitas seksual, dan melindungi kebebasan seksual laki-laki. Itulah sebabnya, baik adat maupun Islam masing-masing tidak bertanggung jawab terhadap standar ganda seksual, atau sepenuhnya kesuksesan dalam penguatan

9 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.

10 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.

11 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.

(6)

prevailing idealitas sosial yang berhubungan terhadap kesopanan perempuan dan virginitas sebelum menikah. 13

Virginitas perempuan dan laki-laki dikonseptualisasi secara berbeda di Mataram, dengan istilah yang unik dipakai untuk perempuan yang virgin (perawan) dan laki-laki yang virgin (perjaka). Kepentingan sosial terhadap virginitas perempuan dan laki-laki juga dibagi secara signifikan, dengan virginitas untuk perempuan dihubungkan lebih banyak nilai daripada virginitas laki-laki. Fungsi bahasa untuk perpetuate stigma spesifik secara seksual melalui pemakaian yang biasa terhadap istilah sebaliknya yang tinggi ditujukan terhadap perempuan yang berpikir akan kehilangan virginitasnya dari ikatan perkawinan . Penghinaan populer yang ditujukan seperti: rusak, hancur, murah, gampang atau mudah, busuk, dan label wts (wanita tuna susila) –secara literasi, perempuan perusak moral-istilah yang biasa terhadap perempuan yang melakukan prostitusi di Indonesia. Perempuan yang menjadi target stigma seksual mungkin dikucilkan oleh keluarga, teman dan komunitas terdekat mereka. Dalam sejumlah kesempatan, disaksikan oleh penulis derita perempuan remaja yang berjarak dan diperlakukan secara jauh oleh teman-teman sebayanya ( beberapa di antara mereka adalah teman dekat sejak kecil.14

Konstruksi sosial terhadap identitas perempuan secara isyarat dihubungkan dengan nosi kesucian dan ketidaksucian terhadap pernikahan sebagai syarat ideal terhadap perempuan ‘baik’. Sebaliknya, ketidaksucian seksual atau ‘pencemaran’ keperawanan didefenisikan sebagai perempuan ‘tidak baik’. Seksualitas perempuan dengan mewaspadai dan diawasi sebelum menikah sampai kepada kesucian perempuan yang ideal, sementara ketidaksucian seksual merupakan sanksi. Negosiasi perempuan dalam diskursus dikotomi kesucian dan ketidaksucian seksual ini melibatkan disiplin keputusan mereka, tubuh dan prilaku. Perempuan remaja secara frekuensi komplikasi terhadap dikotomi ini dengan menambahkan dimensi yang lain kepadanya, itulah kesucian performa. Banyak perempuan yang belum menikah di Mataram yang memilih untuk mengekspresikan keputusan seksual mereka di luar pernikahan dilakukan jarang di ranah publik. Mereka menegosiasi seks sebelum menikah melalui penyembunyian yang hati-hati dari ‘ketidaksucian’ tindakan dan kepura-puraan kesucian. Dalam melakukannya, merekamengelak darit idealitas budaya represif yang mempertahankan virginitas perempuan dalam pernikahan, tetapi juga terlibat dalammengabadikan idealitas ini melalui performa kesucian. Penggunaan kepura-puraan seksual dan performa sosial untuk menyembunyikan seks sebelum menikah diderivasi dari norma social dari luar negeri, yang cenderung mengabaikan deviant prilaku seksual masyarakat Indonesia selama tetap tersembunyi (Murray, 1991).15

3. Globalisasi, Modernisasi dan Seks Bebas.

Proses overlapping kontribusi globalisasi dan modernisasi terhadap proliferasi seksualitas Indonesia melalui gambar arus yang konstan dari gambaran, nilai dan ideologi seksual yang tidak ada analoginya dengan adat dan Islam, pun dengan konsistensinya terhadap ideologi Negara. Media massa, televisi dan film pada bagian lain, memainkan sebuah tatanan yang povital dalam mendeseminasi gambaran heterogenitas pesan tentang seksualitas (Utomo 1996). Foto-foto perempuan dalam drama popular yang diimport, seperti Melrose Place dan 90210, membuat semacam sorotan keputusan perempuan dan kesenangan, seks di luar nikah dan percampuran perempuan. Popularitas seperti drama

13 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,18.

14 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,19.

(7)

glamor serta gambaran kecanggihan dalam beberapa program.

Serial televisi diproduksi di Indonesia, dan opera sabun diimport sering dari Amerika Selatan, juga menguatkan gambar dominan dari perempuan ‘baik’ dan ‘nakal’ dan menyampaikan bahwa seks di luar nikah terhadap perempuan adalah deviant dan beresiko. Opera sabun harian yang terkenal opera Casandra adalah sebuah contoh yang menarik. Heroin Cassandra menundukkan perempuan, yang muda, belum menikah dan atraktif secara ekstrim, dan sebagai sebuah konsekuensi adalah dengan konstan membujuk dengan tujuan bersaing. Casandra, bagaimnapun adalah sebuah ‘korban’ terhadap keadaan – seorang perempuan miskin tanpa dukungan keluarga yang dipaksa untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk keluarga yang kaya dan korup. Penerimaan kecantikan Casandra memposisikan ia sebagai wanita penggoda dan sebagai hasilnya dia tergoda oleh seorang laki-laki yang kuat dan memberi keuntungan. Kehilangan kesucian dan terperangkap dan ikut dalam dunia uang, kekuatan, keserakahan dan intrik seksual, terjadi dalam konteks yang melanggengkan nosi popular dari kepasifan perempuan ketika highlighting bahaya yang melekat tehadap kebebasan seksualitas perempuan. Seperti melodrama kehidupan Casandra dengan tidak sabar dikonsumsi oleh perempuan remaja dan laki-laki dalam setiap rumah di seluruh Lombok dan Bali, statusnya sebagai yang dicintai, menjatuhkan heroin ingatan yang teguh. Cassandra adalah produksi Mexico. yang didubbing kepada audiens di Indonesia, dan menderivasi skrip moral utamanya dari nosi Katolik tentang seksualitas, yang duduk dengan nyaman bersama prevailing ide Muslim.16

Televisi kabel dan internet, keduanya memberikan pengalaman permintaan, proliferasi yang tinggi foto secara eksplisit terhadap tubuh perempuan dimana perempuan secara frekuensi diposisikan sebagai objek seksual. Pemakaian foto-foto seksual, dari tubuh perempuan sebagai strategi merchandizing prevalensinya bertambah dalam media nasional dan internasional. Ketika badan sensor Indonesia konservatif yang tersisia, dan foto-foto adegan seksual secara spesifik dan penuh readity dilarang, representasi visual yang diandalkan dalam foto seksual yang berlimpah. Tanpa memperhatikan ketertarikan publik dalam kesinambungan ide kesopanan perempuan dan kesucian seksual, majalah wanita dan kampanye marketing ditujukan kepada remaja sangat dikonsentrasikan pada manajemen tubuh wanita untuk memaksimalkan kecantikan, keputusan dan penerimaan mode sosial terhadap feminitas. 17

Penemuan penulis di atas sejalan dengan ide Bakti bahwa Muslim seharusnya mengembangkan industri film, video, musik dan seni yang atraktif miliknya sendiri kepada audiens yang global dan menggunakan fasilitas media Barat serta mengetahui bagaimana saluran pengajaran Islam untuk dakwah dan pendidikan.18

Melalui media remaja dikonfrontasikan dengan plethora dan ambiguitas serta sering pesan dikontradiksi mengenai seksualitas mereka. Mereka secara aktif dalam partisipasi modernitas sebagai consumer, dengan berbagai faktor partisipasi mereka dalam membayar pekerjaan dan otonomi sosial ekonomi yang diderivasi dari hal ini. Dalam waktu yang sama, ide dan rumah tangga, kebebasan laki-laki dan kepasifan dalam hubungan heteroseksual dipromosikan tanpa henti. Ketika kolom menasihatkan dan artikel-artikel fitur secara konstan dalam rasa kesucian perempuan dan virginitas, halaman fashion, iklan produk dan karir menasihatkan kolom-kolom yang hanya secara frekuensi menggambarkan foto perempuan sebagai ultra-modern, makmur, kecanggihan wanita karir. Seperti kontradiksi abound dalam

16 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.

17 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.

(8)

representasi visual dan teks remaja Indonesia kontemporer dan diinternalisasi oleh perempuan belum menikah.19

Perkembangan nasional, modernisasi dan globalisasi mempunyai dampak composite dalam lingkaran transformasi dalam hubungan seksual di tengah pemuda Indonesia. Di Mataram, transisi kontemporer dalam kealamiahan seksualitas dapat diteorikan sebagai respons terhadap perubahan sosial luar negeri memberikan efek terhadap kehidupan pemuda local, seperti pertambahan mobilitas, rumah dengan pola mengontrak/kost-kostan, rusakan yang lebih besar terhadap komunikasi massa, konsumerisme, budaya popular remaja, dan gangguan turis internasional. Dalam iklim ini lebih banyak pemuda ditantang nosi tradisional kurungan seks setelah menikah. Bagaimanapun, pertumbuhan kemampuan untuk melihat secara visual seks bebas, sebagian dalam media melalui ekspansi turis ke Lombok, juga merupakan provokasi komunitas yang kuat resisten terhadap seks bebas. Sebuah respons telah re-emphasize tradisional dan nilai-nilai Islam dalam usaha untuk menguatkan fundasi moral ideologi hegemoni seksual. Sikap publik terhadap seks bebas di Mataram masih dikarakter oleh resistensi dan penyangkalan. Oleh karena itu remaja di Mataram diposisikan dengan budaya seksual yang menambah izin terhadap ideologi seks bebas, pun publik mengutuk ideologi alternatif ini dan menyambung regulasi seks sebelum menikah. Sebagai konsekuensinya, seks sebelum menikah tinggal secara besar tersembunyi meskipun pertumbuhan ketertarikan terhadap pemuda lokal dalam mengeksplorasi seksualitas mereka sebelum menikah.20

Di dunia Arab, perempuan juga mengalami hal yang sama, akan tetapi pernyataan ketidaksepahaman diungkapkan secare tegas dan terang-terangan.. Seperti yang disebutkan oleh Kawtharani yang dikutip oleh Nadia: Langkah terbaik untuk mengontrol kita adalah dengan menghancurkan budaya dan keyakinan agama, jadi yang percaya akan menjadi seseorang yang “fanatik”. Dan ini dilakukan untuk mempersilahkan Barat menginvasi tanah kita dan mempenetrasi dengan komoditi konsumer, mentransformasi negara dengan pasar. Ini menunjukkan ketergantungan politik dan ekonomi dan kehilangan identitas budaya yang digantikan dengan “modernisasi”. Timur hendaknya tidak membeli komoditi diversifikasi ini-pakaian, mobil, peraltan elektrik, makanan siap saji, furniture, dll-kecuali jika ia convinced bahwa ia membutuhkan sebuah budaya lain yang bukan miliknya, dan bahwa kebudayaan ini mempresentasikan “modernitas” dimana miliknya dipresentasikan tidak secara terang-terangan.”21

Wexler menyebutkan multikulturalisme yang berasal dari luar negeri yang merupakan entitas budaya individual dilanjutkan dalam bentuk tradisi yang stabil akan menjadi sesuatu yang dapat diimprovisasi. Pemuda pada masing-masing subgroup kebudayaan dimana entitas budaya akan dicampur dengan kebudayaan baru akan berlanjut meskipun akan survive dengan menggunakan kebudayaan yang baru.22

C. PENUTUP

Penulis buku ini nampaknya ingin berargumentasi tentang kesederhanaan Islam dalam melindungi perempuan melalui pencegahan kesehatan reproduksi sejak dini. Mataram sebagai salah satu

19 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,20.

20 Linda Rae Bennet, Women, Islam and Modernity,32.

21 Nadia Hijab, Islam, Social Change and The Reality of Arab Women’s Live, (New York: Oxford University Press), 1998. 48.

(9)

termasuk modernitas dan globalisasi dalam mengaplikasikan kesehatan reproduksi dimana Islam sebagai mediumnya.

(10)

Bennet, Linda Rae. Women, Islam and Modernity: Single Women, Sexuality and Reproductive Health in Contemporary Indonesia, (New York:Routdedge Curzon), 2005.

Hijab, Nadia,. Islam, Social Change and The Reality of Arab Women’s Live, (New York: Oxford University Press), 1998

Kumalasari, Intan dan Iwan Andhyantoro, Kesehatan Reproduksi, Salemba Medika: Jakarta, 2012.

Mirowsky, John and Catherine E.Ross. Education Social Status and Health, (New York: Aldine De Gruyter), 1948.

Pranowo, M. Bambang. Memahami Islam Jawa, (Jakarta: Alvabet), 2009.

Referensi

Dokumen terkait

(1) pelaku utama yang melaksanakan agribisnis sesuai dengan produk/komoditi yang diperlukan pasar dan telah ditetapkan melalui pertemuan rembugtani Desa; (2) bersedia

Belajar kelompok merupakan salah satu cara yang dapat dipakai para siswa untuk berbagi dengan teman yang lain dalam memecahkan1. soal dan saling menguatkan motivasi belajar soal

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara burnout dengan

Vilevile katika utafiti huu imebainika kuwa semi zitumikazo katika vyombo vya safari vya baharini, zinatumika katika nyanja mbalimbali za maisha ya Wapemba, hivyo

Peningkatan bobot potong, persentase karkas maupun persentase daging karkas terjadi sebagai akibat semakin baiknya proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh serta

Malah kebanyakan mioma uteri ini tidak memberikan gejala (kebetulan ditemukan) dan bahkan mioma yang sangat besarnya tidak dapat terdeteksi terutama pada pasien

Apabila ditelaah secara mendalam mengenai Pasal 2 ayat (1) UU PTPK, ketika suatu korporasi melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

Untuk produk-produk yang memerlukan biaya cukup besar dilakukan pemilihan proses yang tepat dan efisien, mengingat cairan fermentasi merupakan campuran yang