IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
MELALUI PENINGKATAN KUALITAS PERKULIAHAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)
DI PERGURUAN TINGGI
Jiyanto*
Abstract : In the middle of society which tend to primordialistis such
as those we see in our country these days, character education pro-gram in college should contain eforts to assist students see the real fact critically and push them participate in developing the spirit of nationality which have inklusif pattern. hose programmas, of course, have to be supported by creating honesty/sincerity and real brother-hood in college invironment.
Character development (character building) in college include the pillar of hree Dharma College, namely education which consist of curricular learning activity, co-curricular and extra curricular, research and society devotion, and also the development of culture set of high-er education which is relected in the daily activities in so many daily behavioral forms in class, laboratory, sport yard, studio, and in campus society or oice, and in campus invironment/oice.
To face the heavier global challenging, it very needs the mental readi-ness and strong character of human resources. herfore, the human resources character should be formed through the formal, non formal, and informal education process, and those three process should be in sinergis.
One of efort in forming the students character in college is through the quality improvement of lecturing of civic education to the stu-dents, because the course of civic education is designed as the learn-ing subject with aim to develop the individual potency in order to be the Indonesian people/citizen with the holly character, smart, partisipative, and be responsible man. heoritically, the course of ci-vic Education is designed as the learning subject which contain the cognitive, afective, and psychomotoric dimension with the konluen
Paci-characteristic or penetrate each other and to be integrated in context of substantie of idea, value, concept and the moral of five principles
(Pancasila), democratic citizenship, and nation defence.
Consequently, character building for the stronger human resources is very needed to face the heavier global challenging.
Keywords: character education, quality improvement of lecturing of
civic education
PENDAHULUAN
Melalui tulisan ini penulis bermaksud menyampaikan beberapa hal, yang kami pandang layak dipertimbangkan oleh pimpinan sebuah Per-guruan Tinggi, yang saat sedang merancang sebuah program pendidik-an karakter bagi para mahasiswa, di kampusnya. Menurut pendapat pe-nulis, suatu program Pendidikan Karakter yang tidak didasarkan atas pemikiran-pemikiran yang tepat tidaklah akan banyak bermanfaat.
Berawal dari sebuah uraian dengan penjelasan singkat tentang Pendidikan Karakter, kemudian kami lengkapi dengan beberapa gagasan tentang misi utama Perguruan Tinggi. Kami berharap bahwa dengan de-mikian kita mempunyai pemahaman yang kurang lebih sama tentang makna dari judul uraian ini, yakni Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Peningkatan Kualitas Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Perguruan Tinggi.
Dalam membangun karakter bangsa sangatlah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, baik lingkungan kecil di dalam rumah, di dalam ma syarakat, dan selanjutnya meluas di dalam berbagai kehidupan ber-bangsa dan bernegara bahkan di dalam kehidupan secara global.
meru-hati nurani yang mencerminkan adanya krisis karakter, terlebih lagi adanya krisis krisis yang berkaitan dengan jati diri.
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memili-ki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menye-butkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemam-puan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermarta-bat dalam rang ka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasio-nal bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, be-rakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi war-ga newar-gara yang de mokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pen didikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pemben--tukan karakter, sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan san-tun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian ter nyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pe ngetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh ke mampuan mengelola diri dan orang lain (sot skill). Penelitian ini meng ungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh sot skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa ber-hasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan sot skill daripada
hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter pe-serta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
(2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, cenderung tidak menggunakan kata baku; (3) pengaruh peergroup (geng) yang kuat da-lam tindak kekerasan; (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seper-ti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6) menurunnya etos kerja; (7) sema-kin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; (9) membudayanya ke-tidakjujuran; dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubung-an dengberhubung-an Tuhberhubung-an Yberhubung-ang Maha Esa, diri sendiri, sesama mberhubung-anusia, ling-kungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menja-di acuan pengembangan kurikulum dan implementasi pembelajaran dan penilaian di Perguruan Tinggi, seharusnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh para mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di Perguruan Tinggi selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Afective and Crea tivity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan ka-rakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
MASALAH PENDIDIKAN KARAKTER
Kata karakter memang sulit dideinisikan, tetapi lebih mudah di-pahami melalui uraian-uraian yang berisikan pengertian. Ada beberapa pendapat mengenai karakter : Karakter dapat diartikan sebagai kumpul-an tata nilai ykumpul-ang mewujud dalam suatu sistem daya jukumpul-ang ykumpul-ang me-landasi pemikiran, sikap dan perilaku. Menurut Sumarno Sudarsono, Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh ling-kungan, dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia menjadi semacam nilai isntrinsik yang mewujud dalam sistem daya juang melan-dasi pemikiran, sikap dan perilaku kita.1 Karakter adalah keseluruhan
ke hidupan psikis seseorang hasil interaksi antara faktor-faktor endogen dan faktor eksogen atau pengalaman seluruh pengaruh lingkungan.
Kata karakter sudah sering disebutkan dan dipahami arti hariah-nya oleh orang bahariah-nyak, namun pada kehariah-nyataanhariah-nya masih bahariah-nyak di antara kita yang mengabaikannya. Karakter itu perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa, dikembangkan serta dimantapkan. Kita tahu bahwa da lam membangun karakter sangat dipengaruhi oleh kon-disi lingku ngan, baik lingkungan yang kecil di dalam rumah, di dalam masyarakat, dan selanjutnya meluas didalam kehidupan berbangsa dan ber negara bahkan di dalam kehidupan secara global.
da-tang dengan sendirinya, melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kem-bangkan, dan kita bangun secara sadar dan sengaja.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri se-seorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengeta-huan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus menda-patkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Di-mensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal pa ling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ke takwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapa-sitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan tek nis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Okto-ber 1949 pernah Okto-berkata bahwa “Hidup haruslah diarahkan pada kema-juan, keberadaban, budaya, dan persatuan”. Pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan ka rakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimi-liki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncana kan atau diprogram.
Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertum-buhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.2 Rumusan tentang
emo-sional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional mempunyai misi mulia terhadap individu peserta didik.
Pendidikan karakter bukanlah suatu hal yang baru dalam sistem pen-didikan nasional kita karena tujuan penpen-didikan nasional dalam semua Undang-Undang yang pernah berlaku, yakni Undang-Undang Nomor, 4 tahun 1950 ; Undang-Undang Nomor, 12 tahun 1954; Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989, walaupun secara substantif rumusannya berbeda na mun didalamnya semua Undang-Undang tersebut memuat tentang pendidikan karakter. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 20 ta-hun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, jelas seka-li adanya komitmen tentang pendidikan karakter yang antara lain dise-butkan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang-nya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ber-takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Jika dicermati semua elemen dari tujuan tersebut terkait erat dengan karakter.
karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berbudi luhur, toleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek yang semuanya dijiwai iman dan takwa ke-pada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Tampak bahwa ka-rakter bangsa Indonesia adalah kaka-rakter yang berlandaskan Pancasila yang memuat elemen kepribadian yang sama-sama diharapkan sama se-bagai jadi diri bangsa.
Adapun karakter bangsa Indonesia yang dijiwai kelima sila Panca-sila secara utuh dan komprehensif menurut Budimansyah dalam desain induk pembangunan karakter bangsa 2010-2025 dapat dijelaskan seba-gai berikut:3
Bangsa yang Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa 1.
Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Berke-Tuhan-an Yang Maha Esa tercermin antara lain dalam sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan; saling menghormati kebebasan menjalan-kan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaanya itu kepada orang lain.
Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 2.
mengem-bangkan sikap saling menghormati dan saling menghargai antar sesama manusia.
Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa 3.
Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Ka-rakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempat kan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas ke pentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepen-tingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak 4.
Asasi Manusia.
Sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan sema-ngat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik pribadi war ga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tercermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; menguta-makan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab da lam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan akal se-hat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani meng-ambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawab kan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai kebenaran dan nilai-nilai keadilan.
Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan 5.
perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kego tong royongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hakhak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.
MISI UTAMA PERgURUAN TINggI
Dalam UU Sisdiknas, Perguruan Tinggi adalah sebuah lembaga yang mempunyai misi utama untuk mendidik para mahasiswa, meng adakan penelitian ilmiah, dan melaksanakan pengabdian bagi masyarakat.4
Pendidikan bagi para mahasiswa itu terutama dilakukan oleh para do-sen, yakni melalui pengajaran dan praktikum. Sementara itu penelitian ilmiah dan pengabdian bagi masyarakat dilaksanakan oleh para dosen dan para mahasiswa senior.
Misi utama Perguruan Tinggi itu dapat dirumuskan secara lebih mendalam. Misalnya : sebuah Perguruan Tinggi adalah sebuah komuni-tas akademis, yang terpanggil untuk secara cermat dan kritis melindungi dan meningkatkan martabat manusia dan warisan budaya, melalui pen-didikan, penelitian, dan pelayanan. Dengan perkataan lain, Perguruan Tinggi dipanggil atau diutus untuk melindungi dan meningkatkan martabat manusia, terutama melalui kegiatan-kegiatan akademis.
dimaksud sebagai pengabdian bagi masyarakat. Mutu dari program pen-didikan dan program penelitan juga meningkat, sebab program-program itu tidak didasarkan pada wishful and textbook thinking, melainkan pa da
real needs dari masyarakat
Dalam rangka mengemban misi itu, pimpinan perguruan tinggi ten-tu saja haruslah mencari, menemukan, dan menerapkan strategi dan ke-bijakan dasar yang tepat. Maka, misalnya, program pendidikan moral di Perguruan Tinggi sebaiknya dirancang berdasarkan hasil suatu analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, opportunities, and hreats) yang obyektif serta dilaksanakan pada jadwal, personalia, anggaran, dan sistem evalu-asi yang berdaya guna dan berhevalu-asil guna.
Di tengah masyarakat yang korup dan cenderung primordialistis seperti yang kita saksikan di negeri kita dewasa ini, misalnya, program pendidikan moral di Perguruan Tinggi haruslah memuat usaha untuk membantu para mahasiswa melihat kenyatan tersebut secara kritis dan mendorong mereka ikut serta dalam usaha seluruh masyarakat dalam memberantas korupsi dan mengembangkan semangat kebangsaan yang bercorak inklusif. Program itu, tentu saja, harus didukung dengan men-ciptakan kejujuran dan persaudaraan sejati di lingkungan Perguruan Tinggi sendiri.
Sementara itu, mengingat kenyataan bahwa masyarakat interna-sional cenderung semakin materialistis dan semakin kompetitif, pro-gram pendidikan karakter di Perguruan Tinggi haruslah memuat usaha untuk mendorong para mahasiswa untuk bersikap waspada terhadap arus global tersebut dan menghargai nilai-nilai spiritual dan semangat kesetiakawanan, terutama terhadap mereka yang malang dan tersingkir, program itu tentu saja harus didukung dengan menciptakan suasana pergaulan yang diwarnai sikap-sikap non materialistis dan solider di ling kungan perguruan tinggi sendiri.
PENDIDIKAN KARAKTER DI PERgURUAN TINggI
menghasilkan insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wi-rausaha, serta toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis dan ber-tanggung jawab”. Dengan demikian Pendidikan Tinggi sebagai satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sepenuhnya terikat dan ha-rus merujuk pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang secara substantif mengandung visi dan misi pendidikan karakter. Oleh kare-na itu secara imperatif Perguruan Tinggi merupakan salah satu situs pen didikan karakter yang mengejawantahkan pembangunan karakter bangsa.
Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi merupakan suatu sis-tem penanaman nilai-nilai karakter kepada mahasiswa yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di Perguruan Tinggi semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembela-jaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan materi kuliah, pengelolaan lembaga, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja dari semua civitas akademika.
Pengembangan Karakter di Perguruan Tinggi mencakup pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan yang mencakup kegiat-an pembelajarkegiat-an secara kurikuler, ko-kurikuler dkegiat-an ekstra kurikuler, penelitian dan pengembangan kepada masyarakat, serta pengembangan budaya satuan pendidikan tinggi yang tercermin dalam kegiatan keseha-rian dalam berbagai bentuk perilaku kesehakeseha-rian di kelas, laboratorium, lapangan olah raga, studio, dan dalam masyarakat kampus atau kantor, dan lingkungan kampus/kantor.
lam semua mata kuliah (embeded Aproach). Khusus untuk mata kuliah Pendidikan Pancasila, sesuai dengan misi kurikulumnya mengembang-kan nilai dan sikap maka pengembangan pendidimengembang-kan karakter terus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/me-tode pendidikan nilai. (value/character education). Khusus untuk mata kuliah tersebut nilai/karakter harus dikembangkan sebagai dampak pem belajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu untuk mata kuliah lainnya, yang secara formal memiliki misi akademik utama se-lain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan berbagai kegiat-an ykegiat-ang diyakini memiliki dampak pengiring (nurturant efects) bagi berkembangnya nilai/karakter dalam diri mahasiswa.
Dalam lingkungan satuan pendidikan tinggi, suasana kehidupan kampus (riil untuk Perguruan Tinggi tatap muka dan/atau virtual/sis-temik untuk PTJJ) seyogyanya dikondisikan agar lingkungan isik dan alam akademik, sosial kultural dan lingkungan komunitas elektronik pada satuan pendidikan memungkinkan para mahasiswa bersama deng-an civitas akademika ddeng-an tenaga kependidikdeng-annya terbiasa membdeng-angun kegiatan keseharian di satuan pendidikannya yang memang mencer-minkan perwujudan nilai/karakter. Dalam kegiatan kokurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas atau di luar website yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran seperti di studio, labora-torium dan sejenisnya, atau kegiatan ekstra kurikuler,
Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui pendekatan holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan ka rakter ke dalam setiap aspek kehidupan kampus. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik menurut Freeddy Elkind dkk :5
Segala sesuatu di Perguruan Tinggi diatur berdasarkan perkem-1.
bangan hubungan antara Mahasiswa, Dosen dan masyarakat. Perguruan Tinggi merupakan masyarakat ilmiah yang peduli di 2.
mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan mahasiswa, do-sen, dan Lembaga.
Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran 3.
Kerja sama dan kolaborasi di antara mahasiswa menjadi hal yang 4.
lebih utama dibandingkan persaingan.
Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menja-5.
di bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kampus.
Mahasiswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan 6.
prilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan.
Disiplin menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibanding kan 7.
hadiah dan hukuman.
Model pembelajaran yang berpusat pada dosen harus ditinggalkan dan beralih kekelas demokrasi di mana dosen dan mahasiswa berkum-pul untuk membangun kesatuan, norma, dan memecahkan masalah.
Sementara itu peran lembaga pendidikan dalam mengimplementa-sikan pendidikan karakter mencakup (1) mengajak para mahasiswa ber-sama-sama mengidentiikasi dan mendeinisikan unsur-unsur karak ter yang mereka ingin tekankan, (2) memberikan pelatihan bagi dosen ten-tang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kehidu-pan dan budaya kampus, (3) menjalin kerja sama dengan masyarakat agar mahasiswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk keberhasilan di lembaga dan di kehidupannya, dan (4) memberi-kan kesempatan kepada dosen, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model prilaku sosial dan moral.
maha-siswa tidak terkesan bersifat formalitas, namun benar-benar tertanam dalam diri mahasiswa.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PERgURUAN TINggI
MELALUI PENINgKATAN KUALITAS PERKULIAHAN PENDIDIKAN KE
WARgANEgARAAN.
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “valuebased education”. Kon igurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut.
Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelaja-ran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar men-jadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.
Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajar an yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembe-lajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan se-hari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela Negara.6 Jika memperhatikan uraian tersebut,
Sebagai suatu program pendidikan yang amat strategis bagi upaya pendidikan karakter, PKn perlu memperkuat posisinya menjadi “subjek pembelajaran yang kuat” (powerful learning area) yang secara kurikul-er ditandai oleh pengalaman belajar secara kontekstual dengan ciri-ciri: bermakna (meaningful), terintegrasi (integrated), berbasis nilai (value based), menantang (challenging), dan mengaktikan (activating). Melalui pengalaman belajar semacam itulah para mahasiswa difasilitasi untuk dapat membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewarganega-raan yang demokratis dalam koridor psiko-pedagogis-konstruktif.
Menurut Dasim Budimansyah,7 salah satu model adaptif untuk
me ningkatkan kualitas pembelajaran PKn sebagai wahana pendidikan karakter adalah melalui Project Citizen. Dengan demikian, tujuan peng-gunaan model Project Citizen dalam pembelajaran PKn di Perguruan Tinggi adalah sebagai berikut:
Pembelajaran menjadi Lebih Bermakna. 1.
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di perguruan tinggi sering kali dianggap enteng atau mudah oleh para mahasiswa bu-kan karena secara substansial tidak penting, melainbu-kan perkuliahan ha-nya dilakukan untuk menghafal sejumlah fakta, data, konsep, dan paling untung menghafal teori. Celakanya fakta, data, konsep, dan teori yang telah mereka pelajari itu amat berbeda dengan realitas kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, apa-apa yang telah mereka pelajari itu dirasakan tidak bermakna. Dengan mengubah strategi belajar menjadi berbasis masalah (problem basedlearning), maka para mahasiswa pada hakikat-nya belajar ber-PKn untuk meningkatkan civic literacy, yakni kemam-puan memecahkan masalah-masalah kewarganegaraan.
Pembelajaran menjadi Lebih Terintegrasi. 2.
un-dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, para mahasiswa akan dibiasakan untuk bekerja dengan pendekatan multi skala dan berpikir yang sangat komprehensif.
PKn di Perguruan Tinggi menjadi Lebih Berbasis Nilai. 3.
Sesuai dengan karakteristik PKn yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman be-lajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang per-lu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran tidak selayaknya mengutamakan pada penguasaan pengetahuan (knowledge based) melainkan pada pembinaan karakter atau watak yang diperlukan untuk mendukung kehidupan demokrasi konstitusional.
Mata Kuliah PKn di Perguruan Tinggi menjadi Lebih Menantang. 4.
Mata kuliah PKn di Perguruan Tinggi menjadi lebih menantang karena mahasiswa tidak lagi diposisikan sebagai botol kosong yang har-us diisi ilmu pengetahuan, melainkan sebagai insan potensial yang di-bina untuk mengoleksi pengalaman belajar (learning experience) seban-yak-banyaknya dan seluas-luasnya, maka mata kuliah ini akan lebih me-nantang bagi para mahasiswa untuk menempa dirinya menjadi seorang warga negara dewasa yang berkarakter baik.
Model Pembelajaran PKn Berbasis Project Citizen Menggunakan 5.
Pendekatan Belajar Aktif.
Semenjak langkah awal sampai langkah akhir pembelajaran para mahasiswa terlibat aktif baik isik maupun mentalnya. Hal ini sekali lagi ingin mengubah kekeliruan “kaprah” umum yang menyatakan bahwa perkuliahan itu hanya datang, duduk, dengar, dan catat. Para mahasiswa perlu disiapkan menjadi generasi yang berkarakter cerdas, yakni cerdas secara komprehensif: intelektual, spiritual, emosional, sosial, dan cerdas secara kinestetik.
Disamping itu menurut Azumardi Azra,8 penanaman nilai karakter
Seorang pengajar perlu terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi, 1.
dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan ka-rakter;
Seorang pengajar bertanggungjawab untuk menjadi model yang 2.
memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi mahasiswanya. Artinya pendidik di lingkungan
Per-guruan Tinggi hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang
hidup bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut;
Seorang pengajar perlu memberikan pemahaman bahwa karakter 3.
itu tumbuh melalui kerja sama dan berpartisipasi dalam mengam-bil keputusan;
Seorang pengajar perlu melakukan releksi atas masalah moral ber-4.
upa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa maha-siswa yang bersangkutan mengalami perkembangan karakter. Seorang pengajar perlu menjelaskan atau mengklariikasikan ke-5.
pada mahasiswa secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menja-di acuan pengembangan kurikulum dan implementasi pembelajaran dan penilaian di Perguruan Tinggi, seharusnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh para mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di Perguruan Tinggi selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
mening-Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembang-an, pelaksanapengembang-an, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidik-an. Konigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokkan dalam: Olah Hati (spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Afective and Creativity development). Pengembangan dan imple-mentasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada
grand design tersebut.
PENUTUP
Sebagai penutup, saya simpulkan bahwa pembentukan karakter SDM yang kuat sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global yang lebih berat. Karakter SDM dibentuk melalui proses pendidikan for-mal, non forfor-mal, dan informal yang ketiganya harus bersinergis. Untuk menyinergiskan, peran pendidik dalam pendidikan karakter menjadi sangat vital sehingga anak didik atau SDM Indonesia menjadi manusia yang religius, moderat, cerdas, dan mandiri sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan nasional serta watak bangsa Indonesia.
Berbagai penelitian empirik menunjukkan bahwa faktor guru/do-sen memainkan peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter kepada murid/mahasiswanya. Diperoleh data bahwa ada kecenderung-an makin tinggi level lembaga pendidikkecenderung-an formal makin rendah perkecenderung-an dan kontribusi guru/pendidik dalam penanaman pendidikan karakter9
ENDNOTES
1 Soemarno Soedarsono, Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, ( Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 16
2 Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, 2010, hlm. 1
3 Dasim Budimansyah, Pendidikan Nilai-Moral dalam Dimensi Pendidikan
Ke-warganegaraan, (Bandung: Laboratorium PKn UPI, 2006), hlm. 40.
4 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
5 Freeddy Elkind, David H. dan Sweet, How to Do Character Education, artikel
yang diterbitkan pada bulan September/Oktober 2004, hlm. 65.
6 Winataputra, “Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Pendidikan Demokrasi” disertasi (Bandung: Program Pascasarjana UPI.,
2001), hlm. 73.
7 Dasim Budimansyah dkk, Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi
(Ban dung: Laboratorium PKn UPI, 2010), hlm. 18.
8 Azyumardi Azra, Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa ( Jakarta:
2006), hlm. 21.
9 Suyatno, Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Ka rakter
Bang-sa: ( Makalah Seminar, 2010) hlm. 23
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa, Ja-karta. 2006
Budimansyah, Dasim. Pendidikan NilaiMoral dalam Dimensi Pen didik-an Kewargdidik-anegaradidik-an, Bdidik-andung: Laboratorium PKn UPI. 2006 _____________ dkk. Model Pendidikan Karakter di Perguruan Ting gi :
Bandung: Laboratorium PKn UPI. 2010
Elkind, David H. dan Sweet, Freddy, How to Do Character Education, Artikel yang diterbitkan pada bulan September/Oktober. 2004 Soedarsono, Soemarno. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa, Ja karta:
PT Elex Media Komputindo. 2008
Suyatno. PeranPendidikan Sebagai Modal Utama Membangun Ka rakter
Bangsa: Makalah Seminar. 2010