• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Nurjiddin

Dosen Fakultas Agama Islam UCY

M. Nur Kholis Al Amin

Dosen STAIDA Krempyang Nganjuk Email: kholis.alamin@ymail.com

Abstract

This study aims to describe the historical development of Islamic law in Indonesia is relatively. It was under the assumption that the trip Compilation of Islamic Law (KHI) as part of Indonesian Islamic private law didin t grow on vacuum. Before the Islamic law in Indonesia, the Indonesian people embrace the adat law system manifold, very diverse nature. The starting is a description of the early development of the Colonial stick nails in Indonesia. Colonialism era has introduced the application of Islamic law in the context of codification. Next, a description is given for describing the dynamics of running post-independence.

Kata kunci: sejarah, hukum Islam, fikih, Indonesia

1. Pendahuluan

Ada yang membedakan antara syari at Islam dengan hukum Islam berdasarkan dalil yang digunakannya. Jika syar iat didasarkan pada nash Al-Qur an atau Al-Sunnah secara langsung tanpa penalaran, sedangkan hukum Islam didasarkan pada penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syari at. Dengan demikian, jika syari at bersifat permanen, kekal, dan abadi, maka fikih atau hukum Islam bersifat temporer, dan dapat berubah. Namun dalam prakteknya antara syari at dan hukum Islam (fikih) sulit dibedakan, Ketika dikaji suatu masalah, misalnya kita pergunakan nash Al-Qur an dan Al-Sunnah, tetapi bersamaan dengan itu kita juga menggunakan penalaran. Hal ini amat dimungkinkan karena nash-nash tersebut sungguhpun secara tekstual tidak dapat diubah, namun interpretasi dan penerapan nash tersebut tetap memerlukan pilihan yang menggunakan akal.1

Terpisah dari perbedaan itu, Syariat dan Hukum Islam sama-sama diakui dalam masyarakat manapun bertujuan untuk mengendalikan kehidupan masyarakat. Ia adalah sebuah sistem yang ditegakkan terutama untuk melindungi hak-hak individu dan hak-hak masyarakat, dimana sistem ini di setiap masyarakat memiliki sifat, karakter, dan ruang lingkup tersendiri yang berbeda-beda2.

(2)

merupakan hukum Islam yang diundangkan negara pada zaman orde baru. Kompilasi Hukum Islam disusun berdasarkan keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama, tanggal 21 Maret 1985 dan selanjutnya melahirkan Proyek Pembangunan hukum Islam melalui yurisprudensi (proyek Kompilasi Hukum Islam). Penyusunan Kompilasi Hukum Islam berlangsung selama enam tahun (1985-1991), dan pada tanggal 10 Juni 1991 berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991, KHI dikukuhkan sebagai pedoman resmi dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama di seluruh Indonesia, menangani tiga bidang hukum Islam yang terumuskan yang terumuskan ke dalam 229 pasal, yakni hukum perkawinan (munakahat), hukum kewarisan (mawariṣ ), dan hukum perwakafan (waqf).3

Begitu juga dengan Islam yang memiliki sistem hukum tersendiri yang dikenal dengan fikih. Hukum Islam bukanlah hukum murni dalam pengertiannya yang sempit, ia mencangkup seluruh bidang kehidupan etika, politik, keagamaan, dan ekonomi. Hukum Islam ini bahkan merupakan salah satu bidang mata kuliah yang paling dikenal oleh masyarakat, karena terkait langsung dengan kehidupan masyarakat.4

Sejarah sebelumnya telah Hukum Islam (HI) masuk ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Dalam kesimpulan Seminar Masuknya Islam di Indonesia di Medan tahun 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad I Hijriyah atau abad 7/8 Miladiyah. Sedangkan Hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC awal abad XVII Miladiyah. Sebelum hukum Islam masuk ke Indonesia, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya, sangat majemuk sifatnya.5

Penelitian ini bermaksud mengidentifikasi sejarah perkembangan HI di Indoenesia. Tulisan dimulai dari perkembangan awal sebelum Kolonial menancapkan kukunya di Indonesia. Masa Penjajahan telah mengintroduksi penerapan HI dalam konteks kodifiksi. Selanjutnya, uraian diberikan untuk mendeskripsikan dinamika yang berjalan pasca kemerdekaan.

A. Hukum Islam Sebelum Masa Penjajahan

Jauh sebelum berbagai tradisi masuk ke kepulauan Nusantara, masyarakat yang hidup di gugusan kepulauan ini dipercayai telah memiliki aturan hukum yang berasal dari nilai-nilai hukum chothonic . Terma

chthonic di sini berasal dari terma Yunani khothon atau khothononos

yang berarti bumi.6

(3)

Islam walaupun masih dalam tahap permulaan. Setelah melalui proses yang sangat panjang maka berdirilah kesultanan atau kerajaan Islam samudra pasai di pesisir timur Sumatera dan meluas ke pantai utara pulau Jawa.7

Ibnu Batutah, seorang pengembara dari Maroko menuturkan di dalam bukunya bahwa penduduk pulau-pulau yang dikunjunginya pada umumnya memeluk madzhab Syafi i. Ia juga menuturkan pertemuannya dengan seorang Raja atau Sultan yang sekaligus menjadi seorang faqih

(ahli hukum Islam).8 Sejak Islam tersebar maka dengan sendirinya nilai-nilai Islam secara gradual terintegrasikan ke dalam tradisi atau adat-istiadat dan norma kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Pada era perkembangan masyarakat Islam di pesisir diterapkanlah hukum yang mengatur tentang perkawinan. hibah, wakaf, dan warisan. Pada masa itu muncullah peradilan penghulu di Jawa, Mahkamah Syar iyyah di kesultanan Islam Sumatera dan Peradilam Qodli di kesultanan Banjar.9

Perkenalan Nusantara kepada Islam secara efektif, khususnya Semenanjung Melayu Selatan dan di kota-kota pantai pulau-pulau besar adalah sekitar akhir abad XV, mengikuti perpindahan Raja Malaka ke agama Islam pada awal abad itu. Di beberapa tempat, kehadiran Islam itu mendorong terjadinya perubahan pola kekuasaan dan melahirkan kesatuan-kesatuan politik Islam dalam bentuk kesultanan-kesultanan. Agama Islam juga membawa berbagai pandangan baru yang revolusioner untuk masa itu. Dapat disebutkan dua hal yang amat penting di sini.

Pertama ialah sifat Islam sebagai agama egaliter radikal, yang antara lain berakibat kepada penyudahan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Nusantara dan penghentian praktik sati (keharusan seorang janda untuk terjun ke dalam api yang sedang membakar suaminya yang akhir-akhir ini sungguh ironis, dicoba dihidupkan kembali oleh kaum Hindu fundamentalis di India).

(4)

masuknya imperialisme Barat di Indonesia.

B. Hukum Islam Selama Masa Penjajahan

Dalam evolusi kekuasaan Indonesia, konflik antara kebutuhan pranata hidup keseharian dan tuntutan sistem keimanan Islam senantiasa memainkan peranan yang begitu penting. Di bawah kekuasaan Belanda, konflik semacam ini bahkan semakin diperparah dengan kebijaksanaan penjajah yang memberikan pengaruh secara langsung kepada implementasi hukum Islam.12Belanda pada saat itu menggunakan politik hukum yang signifikan dalam menghandle hukum Islam, sehingga pada masa ini bukan saja gejolak politik untuk meraih kemerdekaan saja, namun juga gejolak reaksi dan tokoh Islam terhadap politik hukum Belanda. Maka terjadilah peperangan sistem hukum dengan segi tiga sistem tadi (hukum Islam, hukum Barat, dan hukum adat), terutama sekali antara hukum Islam dengan hukum adat yang dijadikan kuda tunggangan oleh penjajah. Sedangkan sistem hukum Belanda, mungkin hanya bayang-bayang untuk menjadi target terakhir.13

Hal ini terlihat dengan munculnya beberapa teori, yang diantaranya adalah teori yang dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg (1845-1927) yang sering disebut dengan teori receptio in complexu yang berarti bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, dan demikian juga bagi pemeluk agama lain.14 Jadi, berdasarkan teori tersebut, maka hukum Islam dipandang sebagai hukum yang hidup dan berlaku (the living law) bagi umat Islam. Teori demikian didasarkan pada keyakinan Van den Berg bahwa Islam telah diterima secara baik oleh sebagian besar, jika tidak semua, umat Islam setempat . Teori Van den Berg ini kemudian diresmikan melalui aturan pemerintah kolonial Belanda Nomor 152 tahun 1882,15tentang pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura.

Dengan demikian, tampak jelas bahwa apa yang telah dilakukan oleh pemerintah penjajah terhadap pengadilan Islam (Pengadilan Agama) secara resmi diperkenalkan pada tahun 1882, walaupun, sebagaimana yang telah kita lihat, pengadilan ini sesungguhnya telah eksis di Indonesia sejak datangnya Islam di wilayah ini. Apa yang diusahakan oleh Belanda untuk dilakukan pada tahun 1882 tersebut adalah mengadministrasikan hukum Islam melalui lembaga peradilan.16

Namun disisi lain, politik hukum Belanda dianggap sangat merugikan eksistensi hukum Islam, yang muncul untuk menentang teori

(5)

diterima (diresepsi) oleh dan telah menjadi hukum adat mereka. Jadi yang berlaku bagi mereka bukan hukum Islam, tapi hukum adat.17 Dengan demikian, pada an sich nya hukum Islam masih hidup ditengah masyarakat Muslim Indonesia ketika masa penjajahan.

C. Hukum Islam Pasca Kemerdekaan

Sesuai dengan sub bahasan, yakni hukum Islam pasca kemerdekaan, maka erat kaitannya dengan peradilan agama di Indonesia yang merupakan cikal bakal lahirnya Kompilasi Hukum Islam, sehinggga dalam sub bahasan ini mencoba untuk memberikan potret perkembangan hukum Islam yang berhubungan dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam.

Dengan diraihnya kemerdekaan dan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, maka bangsa Indonesia perlu untuk memberlakukan hukum Islam sebagai hukum positif bagi umat Islam yang dilandasi oleh nilai filosofis, yuridis, dan sosiologis bagi umat Islam Indonesia, hal ini tercermin dengan terumuskannya Undang-undang No. 32 tahun 1954 tentang Penetapan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21 November 1946 No. 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk diseluruh daerah luar Jawa dan Madura, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan pada puncaknya pemerintah Indonesia, dengan mengejutkan banyak kalangan pemerhati, pada tanggal 29 Desember 1989, mengesahkan Undang-undang No. 7 tentang Pengadilan Agama yang memunculkan perubahan paling baru tentang pengadilan agama sebagai institusi.18

Dimasa orde Baru ini, jurisdiksi dari pengadilan agama telah diperluas yang mencakup semua kasus dalam hukum keluarga Islam, yaitu perkawinan, perceraian, rujuk, kewarisan, wasiat, hadiah (hibah) dan wakaf,19 yang pada materinya membutuhkan sarana pelengkap untuk menyeragamkan penetapan ataupun keputusan bagi para hakim agama, yakni Kompilasi Hukum Islam.

(6)

Orde reformasi telah mebawa angin perubahan dengan emnadasarkan pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004. Di masa pemerintahan Reformasi Pembangunan sekarang ini, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Yudikatif dan Eksekutif tersebut sudah dianggap tidak layak lagi, karena jelas mempengaruhi kemandirian Badan Peradilan Agama. Eksekutif tidak bisa lagi mencampuri Yudikatif berdasarkan peraturan yang diterbitkan pada tanggal 30 Juli 1999 disahkan UndangUndang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang tersebut kemudian diubah kembalai melalui ketetapan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi: Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Disahkannya undang-undang tersebut menjadi peristiwa yang amat bersejarah bagi Lembaga Kekuasaan Kehakiman, karena menjadi tonggak sejarah bagi terwujudnya kemerdekaan dan kemandirian dari Kekuasaan Kehakiman secara utuhdi bawah Mahkamah Agung, setelah sekian lama pembinaan atasnya dilakukan oleh dua lembaga kekuasaan: Eksekutif (Departemen yang bersangkutan) dan Yudikatif (Mahkamah Agung). Tujuan pemisahan kekuasaan antara Eksekutif dan Yudikatif yang dikehendaki dan diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut adalah memantapkan proses Lembaga Peradilan Agama dalam segi-segi hukum formal dan teknis peradilan, sehingga dapat terwujud Kekuasaan Kehakiman yang merdeka dengan terselenggaranya peradilan yang bebas dari pengaruh dan intervensi kekuasaan Eksekutif dan benar-benar mandiri. Namun, ternyata realisasi kehendak Undang-Undang tersebut bukan hal yang mudah, yang langsung bisa dilaksanakan dengan disahkannya Undang-Undang tersebut.

Dari sisi kewenangan, perubahan akibat reformasi sangat positif. Untuk merespon dinamika dan kebutuhan masyarakat, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan perluasan kewenangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 49. Pengadilan Agama bertugas dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

(7)

lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 kewenangan Pengadilan Agama dalam pengangkatan anak yang merupakan bagian dari bidang perkawinan sering dipertanyakan banyak pihak meskipun telah lama dipraktekkan. Kini perkara pengangkatan anak di peradilan agama telah mendapat landasan hukum yang kuat dan jelas.

Pada awal pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 wacana yang berkembang dalam antara lain pemberian kewenangan sengketa bank syariah kepada Pengadilan Agama seiring tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Dalam perkembangannya tidak hanya mencakup bank syariah, namun meliputi ekonomi syariah yang kemudian dijelaskan dalam Undang-Undang ini. Jika diperinci kewenangan Pengadilan Agama dalam ekonomi syariah mencakup: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, dan bisnis syariah.20

D. Catatan Penutup

Pemberlakuan hukum Islam tercermin dalam kebijakan masing-masing rezim politik yang berbeda beda dan telah mengalami dinamika. Kedudukannya tentu terkait dengan visi politik hukum penguasa. Kebijakan rezim VOC terhadap hukum Islam akan berbeda dengan politik hukum penguasa Hindia Belanda demikian halnya dengan setelah Indonesia merdeka. Dan politik hukum yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru dan Orde reformasi.

Pemberlakuan hukum Islam atau syari at Islam dalam sebuah negara, menurut Islam merupakan hubungan yang sangat erat. Pandangan kewajiban penegakkan syari at Islam dalam negara, menurut Ibnu Taimiyah merupakan tujuan pokok didirikannya negara yaitu supaya untuk menjamin terlaksananya spiritual dan untuk mendekatkan diri kepada Alloh.21 Demikian juga pendapat Abul A la Al-Maududi bahwa menegakkan sistem kehidupan yang Islami dengan sempurna tanpa mengurangi dan mengganti adalah tujuan ditegakkannya negara.22

Catatan Akhir

1Abuddin Nata,Metodologi Study Islam, , Jakarta: Raja Grafindo Persada 1999,

hlm. 250-251.

2Ahmad hasan,Pintu Ijtihad Belum tertutup, Bandung: Pustaka, 1994, hlm. xv.

3Ahmad hasan,Pintu Ijtihad Belum tertutup, Bandung: Pustaka, 1994, hlm. xv.3

Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis, Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial Itu! (Jakarta: Grahacipta, 2005), hlm. 1.

4Nata, , hlm. 247.

5 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Indonesia dari Masa ke Masa , dalam

(8)

7A. Wasit Aulawi, Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia , dalam

Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional : Mengenang 65 Tahun Prof. Dr. Bustanul Arifin, SH.,Penyunting Drs. Amrullah Ahmad, SF, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 55.

8Ibid,hlm. 55.

9Harri J. Benda, hlm. 88.

10 Nurcholish Madjid, Islam di Indonesia dan Potensinya Sebagai Sumber

Substansiasi Ideologi dan Etos Nasional , dalam Nurcholish Madjid, dkk., Islam Universal(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 171-172. Lihat juga dalam Agussalim Sitompul, Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam dan Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia(Jakarta: CV. Misaka Galiza, 2008), hlm. 39.

11 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 279. Lihat juga dalam Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia, Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris(Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 49.

12 Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia

(Jakarta: INIS, 1998), hlm. 29.

13 A. Qodry Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum

Islam dan Hukum Umum(Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 153.

14 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum

Islam dalam Tata Hukum Indonesia(Jakarta: Gaya Media Pratama: 2001), hlm. 111.

15Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan

Bilateral Hazairin(Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. xii.

16Ratno Lukito,Pergumulan...hlm. 32. 17Suparman Usman,Hukum...hlm. 112. 18Ratno Lukito,Pergumulan...hlm. 73.

19 Di samping permasalahan di atas, pada era reformasi ini, pengadilan agama

tidak hanya menangani perkara tersebut melainkan juga tentang sengketa bisnis syari ah dengan dirumuskannya UU No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

20 Dawi Ahsan Mansur , Paradigma Baru Peradilan Agama, http://

www.pawonosari.net/ asset/paradigma-baru-pa.pdf.

21Ibnu Taimiyyah,Assiyasah Asy-Syar iyyah, (Beirut, Darul Kitab Al-Arabiyah,

1966).

22Abul A la Al-Maududi,Khilafah dan Kerajaan : Evaluasi Kritis atas Sejarah

Pemerintahan Islam, terj. Muhammad Al Basir, (Bandung: Mizan, 1990).

Daftar Pustaka

Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992.

Adams, Charles J. Islamic Religious Tradition dalam Leonard Binder (ed.), The Study of the Middle East: Research and Scholarship in the Humanities and the Social Sciences, Canada: John Wiley and Sons, 1976.

Afandi, Ali, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian; Menurut Kitab Undang-undang Perdata (BW), Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

(9)

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Islam Indonesia dari Masa ke Masa , dalam Dadan Muttaqien, dkk, (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, edisi revisi, Yogyakarta: UII-Press, 1999.

Bisri, Cik Hasan,Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial,

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

Fuad, Mahsun, Hukum Islam Indonesia, Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris, Yogyakarta: LkiS, 2005.

Hallaq, Wael B., The Origins and Evolution of Islamic Law, Cambridge: Cambridge University Press, 2005.

Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan Interpretasi Teks, Yogyakarta: UII Press, 2005.

Hazairin,Hendak Kemana Hukum Islam?, Jakarta: Tintamas, 1976.

Karsayuda, M., Perkawinan Beda Agama, Menakar Nilai-nilai Keadilan Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta: Total Media, 2006.

Lukito, Ratno, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Jakarta: INIS, 1998.

Mubarok, Jaih, Ijtihad Kemanusiaan di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.

Rahman, Fazlur, Islamic Methodology in History, Islamabad: Islamic Research Institute, 1976.

Shiddieqy, Hasbi Ash-, Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman, Yogyakarta: IAIN Al Djami ah Al Islamijah Al Hukumijah, 1961. Sitompul, Agussalim, Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam dan

Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta: CV. Misaka Galiza, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud, 1988), hlm. 453.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, cet. ke-5, Jakarta: UI-Press, 1986.

Usman, Suparman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama: 2001.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil indek seritrosit sebanyak 1 orang (4%) berjenis kelamin laki-laki mengalami anemia mikrositikhipokrom yang bias disebabkan oleh defisiensi besi, dan 1 orang

Adapun tujuan dibuatnya buku penilaian ini, yaitu untuk menguji kompetensi peserta pelatihan setelah selesai menempuh buku informasi dan buku kerja secara komprehensif

Berasarkan hasil pengolahan data dalam penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa Kesadaran Lingkungan berpengaruh terhadap niat beli mobil Suzuki Karimun Wagon R AGS,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi harga, iklan dan kemasan terhadap niat beli pada produk biscuit sandwich Oreo di Surabaya.. Pada

Pengujian ketiga variabel bebas X (NPL, LAR, dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap variabel Keputusan Pemberian Kredit (Y) sehingga hipotesis yang diajukan terbukti.

Dalam keputusan ini berarti jika perusahaan melakukan pemesanan barang dalam jumlah sedang, sudah mempunyai safety stock banyak di gudang, rentan pemesanan

Jika ada guru yang tidak prihatin maka semua siswa mengikuti ujian nasional.. Jika semua guru tidak prihatin maka ada siswa yang mengikuti

Hasil penelitian ini adalah : kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan secara positif dan signifikan, motivasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan