• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUMPULAN TEORI SASTRA . docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KUMPULAN TEORI SASTRA . docx"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI SASTRA

Kajian Teori dan Praktik Dr.M. Rafiek, M.Pd.

BAB 1

Hermeneutika Ricoeur sebagai Alat Penafsir Karya Sastra v Hakikat hermeneutika Ricoeur

Menurut Ricoeur (2006: 58-59), tempat pertama yang didiami oleh hermeneutika adalah bahasa dan lebih khusus lagi bahasa tulis. Teori hermeneutika Ricoeur berusaha mengintegrasikan eksplanasi dan pemahaman dengan suatu dialektika yang konstruktif yang terdapat di dalam khazanah teks.

v Definisi Hermeneutika Ricoeur

Hermeneutika Ricoeur adalah suatu jenis pembacaan yang merespon otonomi teks dengan menggambarkan secara bersama elemen-elemen pemahaman dan penjelasan serta

menggabungkannya dalam satu proses interpretasi yang kompleks. v Fungsi Hermeneutika Ricoeur

Fungsi hermeneutika ricoeur di satu sisi mencari dinamika internal yang mengatur struktural kerja di dalam sebuah teks, disisi lain mencari daya yang dimiliki kerja teks itu untuk memproyeksikan diri ke luar dan memungkinkan halnya teks itu muncul ke permukaan. v Cara Kerja Hermeneutika Ricoeur

Langkah pertama yaitu langkah pemahaman dari simbol ke simbol. Langkah kedua adalah pemberian makna oleh simbol serta penggalian yang cermat atas makna.

Langkah ketiga adalah langkah yang benar-benar filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan simbol sebagai titik tolaknya. Tujuannya hermeneutika dalam hal ini yaitu memahami diri sendiri melalui pemahaman orang lain. Maksudnya, adalah mengatasi jarak waktu yang memisahkan antara kita dengan teks.

v Penegasan Istilah Teks dan Metafora dalam Hermeneutika Ricoeur

(2)

v Penegasan Istilah Simbol dalam Hermeneutika Ricoeur Simbol adalah ungkapan yang mengandung makna ganda. v Penegasan Istilah Bahasa Sastra dalam Hermeneutika Ricoeur Tiga ciri utama bahasa sastra :

1. Bersifat simbolik, puitik, dan konseptual

2. Kesadaran menghasilkan objek estetik yang terikat pada dirinya 3. Menerbitkan pengalaman fiksional.

v Narativitas dan Historisitas dalam Hermeneutika Ricoeur

Konsep rujukan silang menjadi kunci bagi hubungan yang fundamental antara narativitas dan historisitas.

v Hermeneutika Kritis Ricoeur untuk Penjelasan Sejarah

Hermeneutika mensyaratkan satu hal kritis sebab kita memiliki budaya dan tradisi pada kondisi tertentu yang membatasi jarak kita pada masa lalu, jarak yang diekspresikan di atas semuanya berada dalam distansiasi yang dialami teks.

BAB 2

Hermeneutika Dilthey sebagai Alat Penafsir Karya Sastra Bersifat Historis v Hakikat Hermenutika Dilthey

Dilthey lebih percaya pada fakta sejarah, biografi, karya orang-orang besar, kehidupan budaya, tradisis religius, serta lembaga-lembaga sosial sebagai jawaban siapa sesungguhnya

manusia.Orientasi pemikiran Dilthey adalah hidup mempunyai suatu struktur Hermeneutika. v Definisi Hermeneutika Dilthey

Dilthey melihat hermeneutika adalah inti disiplin yang dapat melayani sebagai fondasi

bagi geisteswissenschaften yaitu semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi, dan tulisan manusia.

v Fungsi Hermeneutika

Fungsi hermeneutika Dilthey adalah mengembangkan metode menganalisis arti ekspresi

(3)

yang menjadi sejarah.

v Lingkaran Hermeneutika Dilthey

Sebuah kamus dapat bercerita tentang ruang lingkup kemungkinan arti, tetapi di dalam ruang lingkup tersebut, arti suatu kata dapat bergerak dengan bebas.

v Cara Kerja Hermeneutika Dilthey 1. Interpretasi Data

Dilthey menyimpulkan bahwa interpretasi adalah suatu seni memahami manifestasi atau pengejawantahan hal yang bersifat vital dan ditampakkan pada kebiasaan yang tahan lama.

1. Riset Sejarah

Dilthey menyatakan bahwa peristiwa sejarah dapat dipahami melalui tiga proses sebagai barikut. 1. Memahami sudut pandang.

2. Memahami makna kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peristiwa sejarah. 3. Mnilai peristiwa-peristiwa berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat sejarahwan itu

hidup.

v Penegasan Istilah Pemahaman dalam Hermeneutika Dilthey

Dilthey menyatakan bahwa pemahaman adalah penemuan atas diri saya di dalam diri anda. v Penegasan Istilah Historitas dalam Hermeneutika Dilthey

Historitas bermakna dua hal, yaitu manusia memahami dirinya tidak melalui introspeksi tetapi melalui objektivitas hidup dan hakikat manusia bukanlah sebuah esensi yang baku.

BAB 3

Menafsirkan Teks Sastra Bersama Habermas Melalui Kajian Hermeneutikanya 1. 1. Prawacana

Untuk hermeneutikanya ini, Habermas mengacu pada pandangan Peirce yang menyatakan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan pasti ada jawabannya yang benar, ada kesimpulan akhirnya, yang hendak dituju oleh pendapat setiap orang secara tetap.

(4)

Proses pembacaan hermeneutika Habermas meliputi tiga kelas ekspresi kehidupan, yaitu linguistik, tindakan, dan pengalaman.

1. 3. Habermas Membaca Sastra antara Linguistik, Tindakan, dan Pengalaman Inti dari gagasan hermeneutika Habermas adalah penerapan pengetahuan untuk mengontrol proses dalam masyarakat yang diketahui dengan pengetahuan reflektif untuk saling pemahaman intersubjektof.

1. 4. Kritik Ideologi dan Teori Kritis dalam Perspektif Habermas

Teori kritis merupakan suatu metode untuk menjelaskan hubungan antara bidang-bidang yang ada dalam realitas sosial. Sedangkan kritik ideologi memerlukan sistem acuan yang melampaui batas-batas tradisi, sistem yang akan meruntuhkan keabsolutan tradisi dengan menjelaskan secara sistematis kodisi-kondisi empiris di mana tradisi tersebut berkembang dan berubah.

1. 5. Tindakan Komunikatif dalam Hermeneutika Sastra Habermas

Aspek penting dalam logika teori aksi komunikatif Habermas memberikan kemungkinan untuk membahas kebenaran dan bahkan rasionalitas dalam karya seni.

1. 6. Catatan Penutup

Penafsir baru dikatakan telah memahami makna suatu teks kalau dia mengerti mengapa

pengarang merasa dirinya berhak mengemukakan pernyataan-pernyataan tertentu. Penafsir harus menjelaskan konteks yang harus diyakini sebagai pengetahuan umum oleh pengarang dan

masyarakat pada saat itu jika kesulitan yang dihadirkan teks ke hadapan kita di masa kini tidak muncul saat itu, dan jika dan jika kesulitan lain dapat muncul di hadapan orang-orang sezaman yang kini terlihat sepele di mata kita. Penafsir tidak dapat memahami kandungan suatu teks jika dia tidk berada pada posisi untuk menampilkan ke hadapan dirinya alasan-alasan yang mungkin dikemukakan pengarang dalam mempertahankan ujarannya dalam kondisi yang tepat.

BAB 4

Folklor, Sastra Lisan, dan Mitos di Kalimantan Selatan 1. 1. Kondisi Penelitian Sastra di Indonesia

Penelitian sastra lisan dan sastra Melayu klasik di Indonesia akhir-akhir ini mengundang gairah teori sastra lisan untuk berperan penting. Folklor, sastra lisan, dan mitos di Kalimantan Selatan merupakan warisan turun-temurun yang senantiasa memberikan nilai pendidikan dan nilai budaya bagi generasi muda untuk mempertahankan jati diri daerah dan budayanya.

(5)

Definisi folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolekif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

1. 3. Folklor dan Sastra Lisan

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sastra lisan itu merupakan bagian dari folklor yaitu segala sesuatu yang tercakup dalam kehidupan kebudayaan rakyat seperti adat istiadat,

kepercayaan, dongeng, dan ungkapan.

1. 4. Mitos dalam folklor dan Sastra Lisan

Fungsi mitos yang termasuk ke dalam folklor itu menurut Bascom (1965a: 3-20) ada empat, yaitu (a) sebagai sistem proyeksi yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat pendidikan anak, dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

1. 5. Folklor, Sastra Lisan, dan Mitos di Kalimantan Selatan 2. a. Folklor di Kalimantan Selatan

Di Kalimantan Selatan terdapat cerita rakyat Lok si Naga yang berada di Kabupaten Hulu sungai Selatan, Kandangan. Berkisah tentang seorang biasa yang akhirnya berubah menjadi naga setelah memakan telur naga. Hal ini menandakan adanya mitos naga dalam kasustraan rakyat Banjar.

1. b. Sastra Lisan di Kalimantan Selatan

Sastra lisan di Kalimantan Selatan banyak ragamnya terutama puisi lama. Antara lain mantera, karmina, pantun, peribahasa, ungkapan tradisional, capatian atau cupupatian (teka-teki), mahalabio, dan lain-lain.

1. c. Mitos di Kalimantan Selatan

Mitos yang paling kuat hingga saat ini dan masih peneliti temui dalam mayarakat Banjar di Kalimantan Selatan adalah mitos tokoh Pangeran Surianata, Putri Junjung Buih, dan Patih Lambu Mangkurat sebagai cikal bakal lahirnya raja-raja Banjar terkemudian.

1. 6. Kesimpulan dan Saran

(6)

untuk menjaga kelestarian dan kebertahanannya di masyarakat. BAB 5

Representasi Perempuan dalam Film Kuch-Kuch Hota Hai

1. 1. Penelitian tentang Representasi Perempuan dalam Film India

Dalam penelitian Krishnan dan Dighe (1990) diserangkaian film-film populer India yang diproduksi di Mumbay, mereka menemukan karakter perempuan dalam film fiksi di televisi India, yaitu rela berkorban, tergantung, ragu untuk bersenang-senang, mendefinisikan dunia melalui hubungan keluarga, emosional dan sentimental, tersubordinasi, dan maternal.

1. 2. Makna Representasi

Kata representasi berasal dari bahasa inggris, yaitu representation.representasi adalah perbuatan mewakili, keadaan diwakili, bisa juga diartikan sebagai gambaran.

1. 3. Representasi Perempuan dalam Film Kuch-Kuch Hota Hai

Film Kuch-Kuch Hota Hai membuktikan bahwa perempuan India adalah perempuan yang penyayang, penyabar, dan menunggu serta bisa menahan perasaannya terhadap lelaki yang ia cintai.

BAB 6

Membaca Mitos dalam Hikayat Raja Banjar Bersama Claude Levi-Strauss 1. 1. Penelitian Awal tentang Hikayat Banjar

Penelitian-penelitian awal yang pernah dilakukan oleh Ras (1968) masih berupa penelitian tentang kebudayaan, sedikit sejarah, perbandingan naskah, dan sedikit sejarah Banjar, Jawa dan Melayu.

1. 2. Strukturalisme Claude Levi-Strauss

Strukturalisme mendasarkan diri pada semiologi ala Saussure dan sekaligus melampauinya. Namun, dia tampak sering melampaui batasab-batasan kakku dari berfungsinya tanda. Tokoh utama strukturalisme dalam kehidupan intelektual Prancis adalah seorang antropolog

bernama Claude Levi-Strauss. Levi-strauss menunjukkan betapa pikiran-pikiran primitif sesungguhnya bersifat kompleks dan memiliki pola. Unsur pokok yang menjembatani antropologi Levi-Strauss dan prinsip-prinsip semiologis adalah penekanan keduanya pada struktur.

(7)

Secara sederhana analisis strktural memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membaca keseluruhan cerita terlebih dahulu.

2. Apabila cerita terlalu panjang, maka cerita tersebut dapat dibagi menjadi beberapa episode.

3. Setiap episode mengandung deskripsi tentang tindakan atau peristiwa.

4. Memperhatikan adanya suatu kalimat yang menunjukkan hubungan-hubungan tertentu antarelemen dalam suatu cerita.

5. Disusun secara diakronis dan sinkronis.

6. Mencoba menarik hubungan relasi antarelemen di dalam suatu cerita secara keseluruhan. 7. Menarik kesimpuln-kesimpulan akhir dengan mencoba memaknakan ceruta-cerita

internal.

1. 4. Mitos-Mitos dalam Hikayat Banjar

Peneliti menyebut naskah Hikayat Banjar sbagai histografi etnik karena dalam naskah tersebut terdapat gambaran sejarah asal mula dan perkembangan etnik Banjar.

1. 5. Kesimpulan dan Saran

Suatu histografi etnik menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Lembu Mangkurat lebih dominan berperan dalam dinasti kerajaan. Saran bagi para peneliti mitos dalam naskah karya sastra klasik agar lebih menggiatkan kajiannya.

BAB 7

Pementasan Madihin Banjar: Kajian Etnopuitika 1. 1. Perkembangan Etnopuitika di Indonesia

Etnopuitika secara garis besar mengkaji kesenian atau sastra tradisional beserta aspek-aspek pendukungnya. Sebagai sastra tradisional, madihin Banjar mempunyai syarat untuk itu. Kesenian klasik khas Banjar yang mampu bertahan hingga kini ini masih cukup digandrungi generasi tua dan muda Banjar, tetapi hanya sebagai “ penikmat “ bukan sebagai “ pelaku “. Pelaku di sini adalah pemain madihn itu sendiri yang disebut pamadihinan.

1. 2. Mencermati Etnopuitika sebagai Kajian Sastra dan Budaya Etnopuitika berasal dari kata etno dan puitika,etno bermakna etnik atau etnis

(8)

Seperti telah didefinisikan oleh Suwarna (2005: 104) bahwa Etnopuitika merupakan kombinasi beberapa disiplin ilmu, yaitu linguistik, sastra lisan folklore, dan antropologi.

1. 3. Membicarakan Etnopuitika Hymes dan Tedlock

Etnopuitika Haymes bertitik tolak dari keuniversalan baris, sementara itu Etnopuitika Tedlock bertitik tolak dari seni atau estetika bunyi-bunyi puitik teks.

1. 4. Etnopuitika dalam Madihin Banjar

Madihin Banjar adalah salah satu kesenian daerah Kalimantan Selatan yang dimainkan oleh seorang pamadihinan tunggal atau pamadihinan berpasangan dalam pergelarannya. Tata krama pamadihinan terlihat dari sopan santun kata-kata dalam rangkaian pantun yang dibawakan, dalam hal ini pilihan katta dari pembukaan, isi, dan penutup yang menunjukkan rasa hormat kepada hadirin yang hadir dan tidak menyinggung perasaan hadirin.

1. 5. Kesimpulan dan Saran

2. Pantun madihin dapat disajikan secara perorangan atau berpasangan

3. Terkandung dua unsur pokok dalam Etnopuitika, yaitu keindahan bahasa susastra yang terlihat dan tersaji dalam pantun madihin dan kepiawaian pamadihinan dalam menyajikan pantun madihin dengan olah vokal yang baik. Saran bagi para peneliti berikutnya adalah agar melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang sastra lisan pertunjukan yang ada di daerah di Indonesia dari sudut pandang Etnopuitika.

BAB 8

Teori Mitos Roland Barthes

1. 1. Definisi Mitos Menurut Roland Barthes

Definisi mitos menurut Barthes (2006: 232-233) didasarkan pada gagasan bahasa yang bertanggungjawab. Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi karena mitos ini merupakan sebuah pesan.

1. 2. Hakikat Mitos Menurut Roland Barthes

Mitos merupakan sistem ganda, di dalamnya terdapat semacam ubikuitas (ada di mana-mana). Penandaan mitos dibentuk oleh semacam pintu berputar yang silih berganti menghadirkan makna penanda dan bentuk, bahasa objek, dan meta bahasa.

1. 3. Membaca dan Mengurai Mitos Menurut Roland Barthes

(9)

1. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda yang kosong berarti membiarkan konsep mengisi bentuk mitos tanpa kerancuan dan menemukan diri di hadapan sebuah sistem yang sederhana pada saat penandaan menjadi bersifat literal.

2. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda yang penuh, pada saat jelas-jelas

membedakan makna dari bentuk, dan akibatnya mampu melihat distorsi yang dilakukan satu pihak kepada pihak lain.

3. Bila memfokuskan pembacaan pada penanda mitis sebagai sesuatu yang secara utuh terdiri atas bentuk dan makna.

1. 4. Kesimpulan dan Saran

Teori mitos menurut Roland Barthes tidak hanya mengkaji mitos klasik tetapi juga mitos modern dalam karya sastra. Mitos semula adalah cerita lisan yang dituturkan dari mulut ke mulut. Teori ini juga menegaskan adanya unsur pinjaman dari mitos lain dalam karya sastra. Teori mitos Roland Barthes disarankan untuk digunakan dalam menganalisis mitos dalam karya sastra yang mengandung mitos.

BAB 9

Hikayat Raja Banjar : Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi Mitos Raja 1. 1. Penelitian HRB dan Mitos di Indonesia

Hikayat Raja Banjar (selanjutnya disingkat HRB) merupakan salah satu karya sastra Melayu klasik yang terdapat di Kalimantan Selatan. Penelitian ini mencoba menguak sisi sastra dan sejarah yag terkandung di dalam mitos-mitos raja yang ada di dalam hikayat tersebut. Hamidi telah menemukan Mitos-Mitos dalam HikayatAbdul Kadir Jailani. Mitos-mitos temuannya berkisar pada mitos yang bersumber dari mukjizat para nabi. Dia berhasil menemukan lima tipe, empat fungsi, dan kosmogonik, eskhatoik, languangenik, dan animagenik. Empat fungsi

mitosnya, yaitu fungsi mistis, kosmologis, sosiologis, an pedagosis. Tiga makna mitosnya, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.

1. 2. Langkah Analisis Hermenetika Dilthey dan Ricoeur

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hermeneutika Dilthey dan Ricoeur. Secara umum cara kerja hermeneutika Dilthey terdiri atas dua, yaitu interpretasi data dan riset penelitian.

1. 3. Jenis, Makna, Fungsi, Mitos raja dalam HRB

(10)

1. Mitos Lembu Mangkurat membunuh Bangbang Sukmaraga dan Bangbang Patmaraga, kemenakannya.

2. Mitos mayat Empu Mandastana dan istrinya yang tidak membusuk.

3. Mitos Maharaja Sukarama menunjuk Raden Samudera, cucunya sebagai calon penggantinya.

4. Mitos Raden Samudera berperang dengan Pangeran Tumenggung, pamannya.

5. Mitos Raden Rangga Kesuma menyuruh Biaju menumpas Kiai Wangsa dan keluarganya. 6. Mitos Marhum Panembahan memnyuruh memindahkan kerajaan. Jenis mitos raja yang

tidak sesuai dengan sejarah terdiri atas

1. Mitos Maharaja Di Candi menyuruh membuat candi.

2. Mitos Maharaja Mangkubumi dibunuh oleh si Saban dan si Saban disuruh dibunuh oleh Pangeran Tumenggung.

3. Mitos Raja Bali membuang cucunya ke laut.

4. Mitos Kiai Wangsa dan keluarganya disuruh dibunuh oleh Raden Rangga Kesuma dan Raden Rangga Kesuma disuruh dihukum mati oleh marhum panembahan. Makna mitos raja dalamHikayat Raja Banjar terdiri atas (1) Makna religius mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(2) Makna filosofi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(3) Makna estetis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar, (4) Makna magis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,dan (5) Makna etis mitos raja

dalam Hikayat Raja Banjar. Fungsi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar (1) Fungsi integratif mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar, (2) Fungsi politis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(3) Fungsi ideologis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(4) Fungsi pedagogis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(5) Fungsi legitimasi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(6) Fungsi mitis mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,(7) Fungsi yudikasi mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar.

1. 4. Kesimpulan dan Saran

Mitos raja dalam Hikayat Raja Banjar,banyak mendapat pengaruh kisah Sunan Giri, HHT, BTJ ,P,Hikayat Andaken Penurat, SM, mitologi Yunani, dan mitologi Hindhu, serta kisah Nabi dan Rasul dalam islam. Peneliti menyarankan kepada peneliti-peneliti selanjutnya agar meneliti hikayat tersebut secara lebih teliti dan mendalam.

(11)

RENE WELLEK &

AUSTIN WARREN

BAGIAN 1

DEFINISI DAN BATASAN

1. Sastra Dan Studi Sastra

pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode-metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam

mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus. Hubungan sastra dan studi sastra menimbulkan beberapa masalah yang rumit. Jalan keluar yang pernah ditawarkan bermacam macam, sejumlah teoritikus menolak mentah mentah bahwa telaah sastra adlah ilmu, dan menganjurkan penciptaan ulang sebagai gantinya yang dilakukan oleh Walter Pater( penyair inggris abad ke 19) mencoba memindahkan lukisan terkenal Karya Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan. Akhirnya, perlu di ingat bahwa setiap karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus. Seperti setiap manusia yang memiliki kesamaan dengan umat manusia pada umumnya, dengan sesama jenisnya, dengan bangsanya, dengan kelasanya, dengan rekan rekan seprofesinya. Setiap karya sastra mempunyai ciri yang khas, tetapi juga mempunyai sifat – sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Jadi, kita dapat membuat generalisasi terhadap karya sastra dan drama periode tertentu.

2.Sifat –Sifat Sastra

Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori

(12)

tanda matematika atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonym dengan kata lain adalah bahasa sastra sangat konotatif. Bahasa satra bukan sekedar bahasa referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif , menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi , membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.

Bahasa sehari- hari bukanlah sikap yang beragam. Bahasa percakapan, bahasa perdagangan bahasa resmi, bahasa keagamaan dan slang anak muda termasuk bahasa sehari hari. Memang jarang ada kesadaran atas tanda dalam bahasa sehari-hari. Tapi kesadaran ini muncul dalam simbolisme bunyi nama dan kejadian, serta dalam permainan kata. Tak bisa diragukan lagi bahwa bahasa sehari-hari juga mempunyai tujuan mencapai sesuatu, untuk mempengaruhi sikap dan tindakan.Jadi, pertama-tama hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Dalam karya sastra,sarana sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis. Dan dengan disengaja.

3.Fungsi Sastra

Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekana emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.segi manfaat sastra tidak terletak pada ajaran-ajaran moralnya. Le bosu mengira hommer menulis illiad untuk itu, bahkan Hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama tragedi kesukaanya, Antigone. Bermanfaat dalam arti luas sama dengan tidak membuang buang waktu, bukan sekedar kegiatan iseng. Jadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius. Menghibur sama dengan tidak

membosankan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenangan.

Kalau suatu karya sastra brfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi ( kesenangan dan manfaat ) bukan hanya harus ada melainkan harus saling mengisi, kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya , melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan, sedangkan manfaat keseriusan bersifat didaktis adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis dan keseriusan persepsi. Meskipun demikian bisa saja seorang yang berfikir serba relatif mengatakan bahwa minatnya pada puisi tidak berdasarkanpenilaian estetis, tapi selera pribadi, seperti halya hoby main catur atau mengisi teka teki silang, sebaliknya seorang pendidik bisa saja salah mencari keseriusan sastra yaitu mencarinya pada keterangan sejarah atau ajaran moralnya.

(13)

Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Yang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara teori, kritik, dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-karya konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan sejarah sastra masa kini dan masa lampau.

Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah satra dan kritik sastra , bahwa penilaian merupakan hal yang penting, tidsk dapat di sanggah. Tetapi dikatakan pula bahwa sejarah satra mempunyai kriteria dan standartnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang sudah lalu. Menurut ahli rekonstruksi sastra, kita harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang- orang dari zaman yang kita pelajari. Rekonstruksi sejarah sastra telah berhasil memusatkan perhatian pada maksud pengarang yang di telusuri melalui sejarah kritik dan selera. Asumsinya , jika kita dapat memastikan maksud pengarang dan membuktikan bahwa maksud pengarangnya tercapai, masalah kritik sastra sudah selesai. Pengarang sudah menunaikan tugas zaman dan karyanya tidak perlu diulas lagi. Pendekatan ini mengakibatkan pengakuan standart tuggal dalam kritik sastra yang didasarkan pada sukses dizamannya.

5.Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional

Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama dipakai untuk studi sastra lisan, terutama cerita cerita rakyat dan migrasinya, setra bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sayangnya , hampir studi sastra lisan hanya mengkhususkan diri pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari satu negara ke negara lain. Tapi syukurlah akhir akhir ini ahli folklor mulai mengalihkan perhatian dari studi pola, bentuk dan tehnik kepada morfologi bentuk sastra , permasalahanya sekitar penceritaaan dan narator , serta pendengar dongeng. Dengan demikian jalan untuk

mengintegrasikan studi satra lisan dengan konsepsi sastra umum sudah disiapkan. Meskipun studi karya lisan mempunyai permasalahanya tersendiri, yaitu permasalahan penyebaran dan latar sosial. Lagi pula, kesinambungan sastra lisan dan sastra tulisan tidak pernah terputus

Kedua mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, pendekatan ini dipelopori oleh klompok ilmuwan prancis yang disebut comparatistes, dipimpin oleh fernand balden sperger, mereka mengulas soal reputasi, pengaruh dan ketenaran goethe di rancis dan di

Inggrisserta keteneran Ossian, Carlyle, dan Shiller di prancis. Metodeloginya lebih dari sekedar mengumpulkan informasi tinjauan buku, terjemahan dan pengaruh

(14)

sastra dunia sastra umum atau universal. Istilah sastra umum juga ada kekurangannya. Istilah ini dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra Sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan keberanian untuk menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.

BAGIAN 2

PENELITIAN PENDAHULUAN

6.Memilih dan Menyusun Naskah

Salah satu kegiatan ilmuwan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya, memulihkan dari dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, keaslian, dan tahun

penciptaan. Dan semua ini adalah kegiatan persiapan. Ada dua tingkat kegiatan persiapan dalam memilih naskah :

(1) Menyusun dan menyiapkan naskah, (2) Menentukan urutan karya menurut waktu

penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang naskah, meneliti karya kerja sama dan karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang atau penerbit. Dan ada 5 kegiatan dalam menyusun naskah : (1) Menyusun naskah dan mengumpulkan naskah dalam bentuk manuskrip atau cetakan (2) Membuat katalog atau keterangan bibliografi (3) Proses editing (4) Proses menetapkan silsilah teks berbeda dengan kritik teks dan yang berikutnya , (5) Koreksi teks.

BAGIAN 3

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK

7.Sastra dan Biografi

(15)

permasalahan sejarah. Penulis biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan, dan pernyataan otbiografis. Ada dua pernyataan yang harus dijawab dalam menyusun biografi sastrawan. Pertama : sejauh mana penulis biografi tersebut dapat

memanfaatkan sebagai bahan atau pembuktian? Kedua : sejauh mana biografi itu relavan dan penting untuk memahami karya sastra? Jawaban atas kedua pertanyaan ini sering sangat

optimistis. Bagaimana kalau menyusun biografi menulis tentang sastrawan zaman lampau yang sulit di telusuri data biografisnya? Biasanya yang ditemukan hanyalah dokumen resmi seperti akte kelahiran, surat perkawinan berkas perkara hukum, dan lain lain.

Pandangan bahwa seni adalah exspresi diri yang murni dan polos yakni perwujudan pengalaman pribadi dan perasaan terbukti keliru. Meskipun ada karya yang erat kaitanya dengan kehidupan pengarangnya , ini bukan bukti bahwa karya sastra merupakan fotokopi kehidupan. Pendekatan biografis sering melupakan bahwa seni bukan sekedar perwujudan pengalaman , tetapi

merupakan mata rantai tradisi sastra dan konvensasi, yang menentukan apakah suatu karya tersebut drama atau puisi. Pendekatan biografis tetap mempunyai dampak terhadap penilaian karya sastra. Tidak ada bukti bahwa biografi dapat menambah atau mempengaruhi penilaian kritik sastra.

8.Sastra dan Psikologi

Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. Yang pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau studi pribadi. kedua studi proses kreatif. Ketiga Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat mempelajari dampak sastra pada

pembaca. Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling kreatif.

Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman yunani , kejeniusan dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan dari tingkat neurotik sampai psikosis. Konsepsi zaman dulu yang bertahan sampai sekarang adalah anggapan bahwa bakat penyair merupakan ganti dari sesuatu yang hilang. Kebanyakan pengarang sekarang mulai meningggalkan

freudianisme dan mereka sudah memulai. Berhenti membuat psikoanalisa. Kebanyakan penyair menolak untuk disembuhkan atau menyesuaikan diri dengan norma masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mematikan dorongan menulis atau berarti mengikuti arus lingkungan yang

(16)

9.Sastra dan Masyarakat

Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah ungkapan masyarakat “ (Literature is an expression of society). Masalah kritik yang berbau penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif : (1) Sosiologi pengarang, profesi pengarang, institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri (3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.

Posisi sastrawan dalam masyarakat dapat ditelusuri secara jelas dalam sejarah. Dalam sastra lisan populer , terlihat besarnya ketergantungan penyanyi. Pada abab pertengahan , kita mengenal beberapa macam pengarang diruang kecilnya. Sejarah mencatat adanya peralihan dukungan keuangan terhadap sastrawan dari kalangan pelindung seni yaitu kaum bangsawan pindah ke para penerbit yang bertindak sebgai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan tidak merata. Selain bangsawan, gereja dan (kelak) teater ikut mendukung hidup jenis-jenis sastra tertentu. Untuk beberapa saat lamanya , sastra kehilangan para dermawany. Padahal, saat itu khalayak pembaca juga kurang dapat memberikan dukungan. Akibatnya, keadaan ekonomi para sastrawan zaman itu sangat parah.

10.Sastra dan Pemikiran

Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan mencerminkan sejarah pemikiran. Beberapa puluh tahun yang lalu, sekelompok ilmuwan Amerika menggambarkan studi hubungan sastrawan dengan pemikiran dan menamakan metode mereka dengan “sejarah pemikiran”. Sejarah pemikiran secara tidak langsung membantu pemahaman sastra. Selain itu Lovejoy juga menentang kecenderungan sejarah filsafat untuk mencari unsur-unsur ilmiah pada karya sastra secara berlebihan. Lovejoy mengungkapan bahwa pemikiran ditentukan oleh asumsi kebiasaan mental yang tidak di sadari.

(17)

dan Nietzsche secara terus menerus berisi masalah – masalah sejarah pemikiran. Kalau dilihat secara terpisah dari karya sastra zamannya, secarah kritik memang merupakan bagian dari sejarah pemikiran estetika.

BAGIAN 4

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK

11. Sastra dan Seni

Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Kadang-kadang puisi mendapat inspirasi dari lukisan, patung, atau musik. Karya seni seperti halnya benda dan manusia sering menjadi tema dan objek puisi. Sebagaimana sastra terutama lirik dan drama banyak memakai musik, sastra juga bisa menjado tema seni lukis atau musik terutama seni suara dan musi program. Karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan atau menghasilkan efek musikal. Unsur musik dalam sajak, kalau dianalisis, ternyata berbeda dengan melodi musik. Unsur musik disini lebih merupakan hasil susunan pola fenetik,

penghindaraan akumulasi konsonan, atau efek ritmis tertentu. Puisi-puisi Romantik (seperti puisi Tieck dan kemudian Verlaine) memakai kesan musikal untuk menekan makna, menghindari kontruksi logis, dan memilih konotasi daripada denotasi. Puisi yang strukturnya terjalin secara padu kurang cocok dijadikan lagu, sedangkan puisi-puisi Heine dan Wilhelm Muller yang kurang bermutu cocok untuk lirik lagu Schubert dan Schumann yang paling indah. Puisi dengan nilai sastra tinggi bisa rusak dan kabur strukturnya jika dijadikan musik walaupun musiknya sangat bagus. Kesejajaran sastra dan seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi tertentu menghasilkan suasana hati (mood) yang sama. Jadi, puisi zaman kini memerlukan poetika baru dan teknik analisis yang tidak bisa diambil dari terminologi seni rupa. Baru sesudah mendapatkan terminologi yang tepat untuk menganalisis karya sastra, kita dapat menentukan batas-batas periodisasi sastra dan bukan sekadar batasan metafisik yang disatukan oleh satu “semangat zaman”

12. Modus Keberadaan Karya Sastra

(18)

pemahaman dan apresiasi terhadap teks. Puisi juga merupakan pengalaman baik sadar maupun tak sadar. Puisi bukanlah pengalaman seseorang ataupun gabungan pengalaman. Puisi hanyalah penyebap potensial dari pengalaman. Puisi yang sebenarnya harus dilihat sebagai struktur norma yang diwujutkan melalui pengalaman pembaca. Terdapat beberapa pembagian strata yaitu strata bunyi, uniknya makna dan objek yang mewakili oleh kata duni sang novelis. Stratum dunia di lihat dari sudut pandang tertentu tidak dinyatakan tetapi tersirat. Karya sastra merupakan sesuatu yang diciptakan pada satu titik waktu dan dapat berubah serta musnah. Hal tersebut menyerupai sistem bahasa.

13. Efoni, Irama, dan Matra

karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna.Didalam sejumlah karya sastra stratum bunyi memang kadang kurang penting sedangkan didalam stratum fonetik tetap merupakan prasyarat makna.Dalam banyak karya sastra,stratum bunyi menarik perhatian efek estetis dan berlaku untuk karya prosadan puisi.Dalam menganalisis efek bunyi kita harus selalu mengingat ada dua prinsip.Pertama kita harus membedakan penyajian puisi secara lisan danpola suara puisi.Kedua yang umum adalah bahwa bunyi harus dianalisis terpisah dari makna. Efoni adalah kombinasi bunyi dalam puisi yang indah dan menimbulkan kesam merdu.Didalam efoni kita perlu membedakan dua macam unsur bunyi yaitu.Yang pertama unsur bunyi yang melekat dan terikat,misalnya kekhasan bunyi a atau o atau juga I dan o. Kualitas ini merupakan dasar untuk efek musikal atau efoni.Kedua unsur bunyi yang terkait yang merupakan dasar irama dan matra,misalnya adalah titik nada,lama bunyi,tekanan dan pengulangan. Masalah irama bukan hanya terbatas pada sastra atau bahkan bahasa.Irama sebagai bunyi yang berulang secara periodik.Irama dekat hubungannya dengan melodi,intonasi yang ditentukan oleh urutan tinggi rendah suara. Ilmu matra adalah bidang ilmu yang sudah banyak ditekuni. George R. Stewart memformulasikan bahwa puisi dapat berdiri tanpa makna karena matra pada dasarnya tidak tergantung dari makna,kita dapat mencoba mereproduksi struktur matra dari baris mana saja tanpa melihat maknanya.

14.Gaya dan Stilistika

Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung padanya. Dalam tesisnya dia berkata : pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari penyairnya, tapi dari bahasa yang dipakainya. Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistic yang kua, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontras system bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya bersifat estetis.

(19)

Jika kita berhenti menguraikan puisi dalam bentuk prosa dan mulai mrmpelajari makna puisi dari keseluruhan strukturnya yang kompleks, berarti kita mulai berhadapan dengan inti struktur puisi, yaitu citra, metafora, simbol dan mitos. Menurut seorang kritikus modern, dua unsur yang mendasari puisi adalah matra dam metafora. Lagi pula, matra dan metafora tidak dapat

dipisahkan, dan definisi puisi harus cukup luas sehingga mencakup keduanya dan dapat menerangkan keduanya. Teori puisi tadi juga dikemukakan oleh Coleridge dalam Biographia Literaria. Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologo kata citra berarti reproduksi mental, sutu ingatan masa lalu yang besifat indrawi dan berdasarkan presepsi dan tidak selalu bersifat visual. Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan cita rasa pencicipan, ada yang berkaitan dengan penciuman. Ada pula yang berkaitan dengan suhu dan tekanan. Simbol adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantik, semiotik dan epistomologi, simbol juga memiliki sejarah panjang didunia teotologi, dibidang liturgi, di bidang puisi dan seni rupa. Unsur yang sama dalam beraneka penggunaan di atas adalah sifat simbol unruk mewakili sesuatu yang lain. Simbol logika dan aljabar adalah tanda konvensional yang disetujui bersama. Mitos adalah naratif, cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat irasional dan instuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis. Istilah mitos mengacu dan meliputi wilayah makna yang penting, yang masuk dalam bidang agama, foklor, antropologi, sosiologi,

psikoanalisis dan seni rupa. Dalam pengerian luas, mitos adalah cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup. Dalam sastra motif mitos yang penting adalah citra atau gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat sosial atau supernatural, cerita atau unsur naratifnya, segi arketip atau universalnya, perwujudan simbolis dari hal-hal yang ideal dalam adegan-adegan yang nyata, sifatnya yang menyiratkan ramalan, rencana, dan unsur mistiknya

16. Sifat dan Ragam Fiksi Naratif

Realitas dalam karya fiksi,yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan kepada pembaca,tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.Raalisme dan naturalisme dalam drama atau novel adalah gerakan,kovensi,dan gaya sastra atau sastra filsafat,seperti romantisme dan suralisme. Fiksi naratif atau lebih tepatnya cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu.Cerita banyak bersumber dari sejarah.Sastra sering digolongkan sebagai seni waktu (berbeda dengan seni lukis dan seni patung yang merupakan seni ruang). Sejarah adalah sesuatu yang tidak nyata:sejarah adalah hanyalah usaha yang membuka gulungan waktu yang tidak menghasilkan sesuatu yang luar biasa;dan novel adalah sejarah yang fiktif.Dalam bahasa Inggris ada dua ragam fiktif naratif yang utama disebut romance(romansa) dan novel.Perbedaan dua ragam tersebut ialah novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku nyata dan romance hanyalah ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah.Novel bersifat ralistis sedangkan romance bersifat puitis dan epic.

(20)

teori genre adalah suatu prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu. Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yaitu ada dua jenis utama sastra, tragedi dan epik. aliran Neo- Klasik adalah percampuran antara resionalisme dan sikap otoriter, kecenderungannya adalah bersifat konservatif, mempertahankan sejauh mungkin jenis yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis. Hierarki jenis-jenis sastra sebagian merupakan suatu kalkulus yang bersifat hedonistis artinya dalam doktrin-doktrin klasik, skala kesenangan tidak bersifat kuantitatif. Masalah genre jelas merupakan masalah inti sejarah sastra dan sejarah kritik sastra, serta kaitan antara keduanya. Masalah genre meletakkan masalah filosofis yang menyangkut kaitan antara kelas dan individu pengarang, serta kaitan antara satu orang dan banyak orang, dalam konteks sastra yang kusus. Masalah genre adalah masalah yang menyangkut sifat dari bentuk-bentuk sastra yang universal.

18. Penilaian

Kita perlu membedakan istilah “nilai” dari “penilaian”. Sepanjang sejarah , oran gtelah tertarik dan menganggap sastra lisan maupun cetakan “bernilai” positif. Tetapi kritikus dan filsuf yang membuat “penilaian” terhadap sastra , atau karya sastra tertentu , mungkin mengambil keputusan yang yang negatif. Konsep tentang kemurnian adalah saslah satu unsur analisis,kita dapat mulai dengan unsur yang lain, yaitu unsur susnan da gunsi,yang menentukan suatu karya sastra atu bukan sastra bukanlah unsur-unsurnya,tetapi bagaimana unsur-unsur itu disatukan dan

berfungsi.Kita perlu menilai kesastraan sastra berdasarkan kriterian estetis dan menilai kebesaran suatu karya sastra berdasarkan kriterian eksatra-estetis,kita perlu membuat dikontomi atas penilaian yang pertama,yaitu penilaian kesastraan. Mula-mula kita mengklasifikasikan

konstruksi verbal karya sastra (misalnya cerpen,puisi,drama),kemudian kita menanyakan apakah karya sastra itu merupakan karya sastra itu damam suatu ranking untuk mendapatkan

kedudukanya sebagai pengalaman estetis,penialaian kedua ,mengenai kebesaran karya sastra menyangkut astandr dan norma ,kritikus-kritikus modern yang hanya membatasi diri pada penilaian pertama disebut kelompok”formalis”. aliran formalisme terhadap seni bersifat otomistis,mengukur sifat puitis bahan-bahan mentah saja,dan tidak mengukur nilai puitis keseluruhan karya. Keinginan untuk mengukuhkan nilai-nilai sastra yang objektif,bukan berarti menjanjikan keterikatan pada suatu norma-norma yang statis,yang tidak mengenal penambahan nama dan perubahan peringkat.

19. Sejarah Sastra

sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra , atau impresi dan penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara

(21)

pengarang - pengarang tertentu , yang saling dikaitkan oleh “ pengaruh – pengaruh “ , tetapi esai – esai itu tidak di dasarkan pada konsepsi evolusi sejarah yang nyata.Kebanyakan sejarah sastra yang paling menonjol adalah sejarah kebudayaan atau kumpulan kritik sastra.tipe pertama bukan sejarah seni , sedangkan tipe yang kedua bukan sejarah seni. Tugas utama sejarah sastra adalah meletakkan kedudukan yang tepat dari setiap karya dalam suatu tradisi.Salah satu tipe seri evolusi dapat disusun dengan cara memisahkan salah satu kecenderungan dalam karya sastra , lalu menelusuri perkembangannya dalam mencapai suatu tipe ideal (walaupun hanya sementara saja bersifat ideal). pada kriteria sastra yang murni.Suatu periode bukanlah suatu tipe atau kelas , tetapi merupakan bagian waktu yang dijabarkan oleh sistem norma yang melekat pada proses sejarah , dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.Kejelasan tentang skema hubungan antara beberapa metode merupakan obat untukkerancuan mental ,meskipun seseorang berhak untuk mengkombinasikan beberapa metode dalam menyusun sejarah sastra.

FORMALISME RUSIA

Perkembangannya

Pada umumnya Formalisme Rusia dianggap sebagai pelopor bagi tumbuh dan berkembangnya teori-teori strukturalisme. Munculnya Formalisme Rusia tidak dapat dipisahkan dari gerakan Futurisme. Antara tahun 1910-1915 di Italia dan Rusia muncul gerakan avant garde yang dikenal sebagai gerakan Futurisme (masa depan). Secara nihilistis mereka menolak dan memberontak terhadap tradisi dan kebudayaan. Mereka memuja zaman modern dengan mesin-mesin yang bergerak cepat karena berperan dalam membebaskan rakyat tertindas. Gerakan ini sangat radikal sehingga mendorong ke arah kekerasan dan perang. Di Rusia ada kaitan gerakan ini dengan Revolusi Bolsyevik, di Italia dengan Fasisme (Hartoko, 1986: 51).

(22)

Aliran formalisme Rusia hidup di antara tahun 1915-1930 dengan tokohtokohnya seperti Roman Jakobson, Sjklovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov. Pada tahun 1930 keadaan politik (komunisme) mengakhiri kegiatan mereka. Beberapa orang dari kelompok ini termasuk Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat. Di sana mereka mempengaruhi perkembangan new criticism selama tahun 1940-1950. Perlu diperhatikan bahwa para formalis Rusia bukan merupakan sebuah kelompok yang homogen dan kompak pandangannya. Namun demikian fokus utama mereka adalah meneliti teks-teks yang dianggap sebagai teks kesusastraan. Adapun unsur yang khas itu adalah bentuk baru yang menyimpang dari bentuk bahasa biasa. Otomatisme didobrak sehingga pembaca merasa heran dan asing terhadap bentuk menyimpang itu dan membuatnya memandang kenyataan dengan cara baru. Bahasa sehari-hari disulap, dimanipulasi dengan berbagai teknik metrum, irama, sintaksis, struktur gramatikal, dan sebagainya.

A. Sekilas tentang Formalisme

Formalisme dikenal karena meluasnya strukturalisme.

Formalism adalah cikal bakal strukturalisme

Formalisme merupakan gerakan sastra yang dimulai 1915-1930 di Rusia.

Di antara tahun 1910-1915 di Italia dan Rusia muncul gerakkan Avant Garde yang juga dikenal sebagai gerakkan futurisme (masa depan). Disinilah formalisme Rusia dilahirkan, yang pada gilirannya menjadi titik awal munculnya ilmu sastra modern.

Istilah formalisme (Latin : forma berarti bentuk atau wujud) merupakan cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang mengesampingkan data biografis, psikologis, idiologis, dan

sosiologis, karena ia sepenuhnya mengarahkan perhatiannya pada bentuk karya sastra itu sendiri.

Kaum formalis menggunakan kesusasteraan sebagai suatu pemakaian bahasa yang khas, yang mencapai perwujudan lewat deviasi dan distorsi dari bahasa “praktis” yang digunakan untuk proses komunikasi. Apa yang membedakan kesusasteraan dari bahasa “praktis” adalah kualitas yang dibangunnya. Disamping itu, mereka memperlakukan puisi sebagai penggunaan bahasa sastra secara menginti. Maksudnya, puisi adalah susunan tuturan yang kedalamnya terjalin keseluruhan tekstur bunyi.

(23)

Selanjutnya, satuan alur yang terkecil disebut “motif” yaitu, pernyataan tunggal atau lakuan tunggal.

Formalisme juga muncul sebagai reaksi terhadap aliran positivisme pada abad kesembilan belas yang terlalu menitikberatkan perhatiannya kepada data-data biografis dalam studi ilmiah dan cenerung menganggap yang ilahi sebagai “yang absolut”. Mereka juga menawarkan abad mesin sebagai wilayah puisi yang mendukung revolusi. Adapun tokoh-tokoh formalisme yang terkenal adalah Roman Jakobson, Sjkovsky, Eichenbaum, Tynjanov, Jan Mukarovsky, Mikhail Bakhtin, Boris Tomashevsky, dan lain-lain

B. Tokoh-Tokoh Formalism dan Pendapatnya

1. Tomashevsky

Tomashevsky memulai dengan menegaskan bahwa prinsip yang menyatukan struktur fiksional adalah pikiran umum atau sebuah tema (Scholes, 1973: 76). Dengan kata lain sebuah karya fiksi dibangun berdasarkan sebuah gagasan umum yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah karya.

Tema merefleksikan dua hal, lingkungan terdekat dari penulis dan kondisi kesastraan saat menulis (1973 : ). Hal yang pertama menunjukkan bahwa tema merupakan refleksi lingkungan dalam arti tanggapan terhadap fenomena yang muncul dalam lingkungan pengarang. Hal kedua adalah kondisi kesusastraan yang berhubungan dengan kepengarangan, misalnya ideologi pengarang, konvensi sastra pada saat itu dsb.

Semakin signifikan dan jangka panjang sebuah tema semakin baik jaminan keberlangsungan sebuah karya (Tomashevsky dalam scholes, 1973: ).

Sebuah tema terdiri atas satuan-satuan tematik yang lebih kecil. (Scholes, 1973)

Satuan yang tidak bisa dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil disebut motif.

Dalam hubungan antar motif dikenal dua istilah, yaitu story (cerita) dan plot. Story adalah sejumlah motif yang tersusun secara kausal dan kronologis. Plot adalah susunan sejumlah motif yang sama yang diurutkan untuk menautkan rasa dan mengembangkan tema. Dengan kata lain, fungsi estetika plot, tepatnya, adalah membawa urutan motif menuju perhatian atau

(24)

Para formalis membuat sejumlah besar analisis tentang karya-karya sastra untuk merumuskan pengertian dan dalil-dalil umum mengenai karya sastra. Beberapa pokok gagasan, istilah dan dalil utama formalisme antara lain sebagai berikut.

1. Defamiliarisasi dan Deotomatisasi

Menurut kaum formalis, sifat kesastraan muncul sebagai akibat penyusunan dan penggubahan bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek

mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini disebut defamiliarisasi, yakni teknik membuat teks menjadi aneh dan asing. Istilah

defamiliarisasi dikemukakan oleh Sjklovski untuk menyebut teknik bercerita dengan gaya bahasa yang menonjol dan menyimpang dari biasanya. Dalam proses penikmatan atau pencerapan pembaca, efek deotomatisasi dirasakan sebagai sesuatu yang aneh atau defamiliar. Proses

defamiliarisasi itu mengubah tanggapan kita terhada dunia. Dengan teknik penyingkapan rahasia, pembaca dapat meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang dipergunakan pengarang. Teknik-teknik itu misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau

mengulur-ulur suatu kisah sehingga menarik perhatian karena tidak dapat ditanggapi secara otomatis.

2. Teori Naratif

(25)

3. Analisis Motif

Secara sangat umum, motif berarti sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian motif di sini memperolen fungsi sintaksis. Bila motif itu dibaca dan direfleksi maka pembaca melihat motif-motif itu dalam keseluruhan dan dapat

menyimpulkan satu motif dasarnya. Bila motif dasar tadi dirumuskan kembali secara metabahasa, maka kita akan menjumpai tema sebuah karya. Misalnya dalam cerita Panji dijumpai tema cinta sejati mengatasi segala rintangan. Bila berkaitan dengan berbagai karya (pendekatan historis-komparatif), sebuah kesatuan semantis yang selalu muncul dalam karya-karya itu. Misalnya motif pencarian seorang ayah atau kekasih (motif Panji yang dijumpai dalam berbagai cerita di Asia Tenggara), atau motif Oedipus, dan sebagainya (Hartoko, 1986: 291). Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas. Motif terikat adlaah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan fokus seni karena

memberikan peluang kepada pengarang untuk menyisipkan unsur-unsur artistik ke dalam keseluruhan alurnya.

4. Fungsi Puitik dan Objek Estetik

Istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang, teks, dan pembaca. Isitlah ini muncul sebagai reaksi terhadap studi sastra Formalisme yang terlalu terpaku pada aspek sarana kesusastraan tanpa

menempatkannya dalam konteks tertentu. Menurut Jakobson, dalam setiap ungkapan bahasa terdapat sejumlah fungsi, misalnya fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitik, yang berkaitan dengan beberapa faktor seperti konteks, juru bicara, pengarang, penerima, pembaca, dan isi atau pesan bahasa itu sendiri. Dalam pemakaian bahasa sastra, fungsi puitis paling dominan. Pesan bahasa dimanipulasi secara fonis, grafis, leksikosemantis sehingga kita menyadari bahwa pesan yang bersangkutan harus dibaca sebagai karya sastra. Jan Mukarovsky, seorang ahli

(26)

sekarang masih banyak dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari kaum

Apresiasi Sastra Pendekatan Ekspresif dan Vladimir Propp

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Novel merupakan sebuah karya sastra yang paling popular di dunia. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius, sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita, tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat utama novel adalah menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya.

Novel yang baik adalah novel yang mampu menggugah pembacanya sehingga merasa penasaran dengan cerita-ceritanya, selain itu juga dapat membawa pembaca seolah-olah ikut merasakan dan terjun langsung sebagai tokoh-tokoh dalam cerita. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka, yang penting adalah memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Novel hiburan terikat dengan pola – pola, dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius mempunyai fungsi sosial, sedangkan novel hiburan hanya berfungsi personal.

Novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini termasuk dalam jenis novel serius, karena novel ini bukan hanya novel cinta dan novel sastra saja, melainkan juga novel politik, novel budaya, novel religi, novel fikih, novel etika, novel bahasa, dan novel dakwah sehingga sangat menarik untuk dibaca. Novel ini lahir sebagai novel pembangun jiwa. Novel ini disajikan dengan kisah yang luar biasa, mengajarkan makna pelajaran penting dalam kehidupan yaitu bagaimana bergaul dengan sesama muslim dan bergaul dengan nonmuslim, selain itu novel ini juga menceritakan kerasnya kehidupan dan memberikan motivasi bagi pembacanya untuk menjadi muslim sejati dan senantiasa mencari keridhaan Allah Swt.

(27)

memenatkan pembaca dalam membaca pesan-pesan yang terkandung dalam novel ini.

1.2 Hakikat Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981 : 189). Selden (1985 : 52) mengungkapkan bahwa karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang.

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan karya sastra dengan jalan menghubungkan karya satra dengan pengarangnya.

Pendekatan ekspresif menitikberatkan pengarang, dan orientasi ekspresif memandang karya sastra sebagai ekspresi, luapan, ucapan perasaan sebagai hasil imajinasi pengarang, pikiran-pikiran, dan perasaannya. Orientasi ini cenderung menimbang karya sastra dengan keasliannya, kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dan kejiwaan pengarang.

Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature) adalah sebuah teori yang memandang sebuah karya sastra terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin pengarangnya.

Atmazaki (1990:34-35) mengatakan bahwa pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut.

Pengarang adalah orang pandai;

Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity berarti berwenang atau berkuasa; dan

Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam.

Pendektan ekspresif mengenai batin atau perasaan seseorang yang kemudian diekspresikan dan dituangkan ke dalam bentuk karya dan tulisan hingga membentuk sebuah karya sastra yang bernilai rasa tersendiri, dan menurut isi kandungan yang ingin disampaikan oleh pengarang (berupa karya seni). Karena karya sastra tidak dapat hadir bila tidak ada yang menciptakannya, sehingga pencipta karya sastra sangat penting kedudukannya dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra, pikiran, dan perasaan pengarang.

(28)

Adapun kerangka pendekatan ekspresif sebagaimana diuraikan Atmazaki (1990:36) sebagai berikut:

Pendekatan ekspresif berhubungan erat dengan kajian sastra sebagai karya yang dekat dengan sejarah, terutama sejarah yang berhubungan dengan kehidupan pengarangnya; dan

Karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang.

Teeuw (1984) menyatakan bahwa karya sastra tidak bisa dikaji dengan mengabaikan kajian terhadap latar belakang sejarah dan sistem sastra : semesta, pembaca, dan penulis. Informasi tentang penulis memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra. Ini dikarenakan karya sastra pada hakikatnya adalah tuangan pengalaman penulis (Teeuw, 1984; Selden, 1985; Roekhan, 1995; Eneste, 1982).

1.3 Hakikat Teori Vladimir Propp

Selain membahas masalah struktur pembangun berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik,

strukturalisme juga membahas struktur naratif cerita. Salah satu ahli yang menggeluti bidang ini adalah Vladimir Propp lahir pada tanggal 17 April 1895vdi St. Petersburg, Jerman.

Propp memulai dengan masalah pengklasifikasian dan pengorganisasian cerita rakyat. Propp secara induktif mengembangkan empat hukum yang menempatkan sastra rakyat atau fiksi pada pijakan baru. Karena inilah Vladimir Propp dikenal sebagai cikal bakal struktural naratologis (Herman & Vervaeck, 2005: 52). Keempat hukum tersebut sebagai berikut.

1. Fungsi karakter (tokoh) sebagai sebuah penyeimbang, elemen-elemen tetap dalam sebuah cerita, tidak bergantung kepada bagaimana atau karena siapa mereka terpenuhi. Elemen-elemen tersebut membentuk komponen-komponen fundamental sebuah cerita.

2. Jumlah fungsi yang dikenal dalam cerita peri terbatas.

3. Rangkaian fungsi itu selalu identik.

4. Semua cerita terdiri atas satu tipe jika dilihat dari strukturnya.

Dalam membandingkan semua fungsi cerita-cerita tersebut, Propp menemukan bahwa jumlah keseluruhan fungsi tidak lebih dari tiga puluh satu fungsi. Fungsi-fungsi tersebut disusun sebagai berikut.

(29)

2. Larangan ditujukan pada sang pahlawan.

3. Larangan dilanggar.

4. Penjahat berusaha mengintai.

5. Penjahat menerima informasi tentang korbannya.

6. Penjahat berusaha menipu korbannya untuk menguasai korban atau (harta) milik korban.

7. Korban tertipu dan tanpa sadar membantu musuhnya.

8. Penjahat membahayakan atau melukai seorang anggota keluarga.

9. Kemalangan atau kekurangan diketahui.

10. Pencari setuju atau memutuskan untuk mengatasi halangan.

11. Pahlawan meninggalkan rumah.

12. Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang, dsb. dalam proses mendapatkan alat (agent) sakti atau penolong.

13. Pahlawan mereaksi tindakan donor masa depan.

14. Pahlawan memperoleh kekuatan alat sakti.

15. Pahlawan dipindah, dikirim, atau digiring/dituntun kemana-mana dalam pencarian objek.

16. Pahlawan dan penjahat terlibat perang langsung.

17. Pahlawan mendapat nama (terkenal)

18. Penjahat dikalahkan

19. Kemalangan atau kekurangan awal berhasil dimusnahkan.

20. Pahlawan kembali.

(30)

22. Penyelamatan pahlawan dari kejaran.

23. Pahlawan – yang tidak dikenali – pulang atau pergi ke negeri lain.

24. Seorang pahlawan palsu menyatakan tuntutan (claim) yang tidak berdasar.

25. Sebuah tugas yang sulit diajukan pada sang pahlawan.

26. Tugas berhasil dipecahkan.

27. Sang pahlawan dikenali.

28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap.

29. Pahlawan palsu diberikan tampilan baru.

30. Penjahat dihukum.

31. Pahlawan menikah dan bertakhta.

Propp menyebut tujuh fungsi pertama sebagai unit persiapan. Komplikasi ditandai dengan nomor 10. Komplikasi diikuti dengan perpindahan, perjuangan, kembali (kepulangan), dan pengenalan.

Sebagai tambahan dari tiga puluh satu fungsi tersebut, Propp menambah tujuh “putaran aksi” (spheres of action). Ketujuhnya disusun sebagai berikut.

1. Penjahat.

2. Donor (penyedia).

3. Penolong.

4. Putri dan ayahnya.

5. Utusan (dispatcher)

6. Pahlawan (pencari atau korban)

(31)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian berdasarkan pendekatan ekspresif

Novel yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karya “Habiburrahman El Shirazy” ini bertemakan religius sebagai novel pembangun jiwa, dilihat dari pendekatan ekspresif novel karya Habiburrahman El Shirazy ini dilaterbelakangi kehidupan nyatanya sendiri. Pengarang menceritakan pengalaman-pengalaman masa lalunya sebagai tuntunan hidup di masa sekarang. Ia mengenang dan

menuangkan pengalaman-pengalamannya dalam untaian tulisan yang di angkat dari kisah masa lalunya menjadi pelajaran berharga bagi pembaca. Novel Ayat-Ayat Cinta ini mengangkat kisah seorang santri metropolitan yang menuntut ilmu di negeri Piramida. Fahri bin Abdillah adalah seorang pelajar yang berusaha mengejar gelar masternya di Al Ahzar serta kerasnya perjalanan hidup yang dihadapinya selama di Mesir. Sehubungan dengan disebutnya novel ini sebagai novel pembangun jiwa, yang menarik dalam novel ini adalah kemampuan penulisnya untuk

menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Tidak main-main, sebagai novel pembangun jiwa, novel ini ditulis dengan menggunakan sepuluh referensi.Dalam novel ini pengarang telah berhasil menggambarkan latar sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup tanpa harus memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir, karakteristik tokoh-tokohnya yang begitu kuat, dan gambar latarnya yang begitu hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa benar-benar terjadi.

Novel Ayat-Ayat Cinta adalah novel yang bertutur tentang cara menghadapi naik turunnya persoalan hidup secara islam. Dalam novel ini mengambil kisah tokoh Fahri yaitu seorang pelajar Indonesia yang mengejar gelar masternya di Universitas Al-Ahzar. Ia berjibaku dengan panas dan debu Mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan empat temannya yang juga berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi dan Mishbah. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir membuat Fahri mengenal Maria, Nurul, Noura dan Aisha.

Dalam novel Ayat-Ayat Cinta pengarang memberikan kisah-kisah yang luar biasa dan menarik bagi pembacanya. Pada awal ceritanya pengarang memilih untuk menceritakan suasana Mesir di musim panas sehingga pembaca seolah-olah ikut merasakan bagaimana kehidupan di Mesir di kala musim panas.

“ Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit.

Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir seolah menguap bau neraka. Hembusan angin sahara…..”(Ayat-Ayat Cinta:15).

(32)

selama di Mesir yaitu pergi talaqqi mengaji bersama Syaikh Ustman seorang ulama besar di Mesir.

“ Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua kali. Setiap Ahad dan Rabu. …”(Ayat-Ayat Cinta:16).

Dalam bab I Gadis Mesir Itu Bernama Maria disini pengarang menceritakan kisah Fahri yang mengagumi seorang gadis Kristen Koptik yang unik bernama Maria. Gadis koptik yang menyukai Al-Quran dan bahkan hafal beberapa suratnya.

“ Maria lalu melantunkan surat Maryam yang ia hafal. Anehnya ia terlebih dahulu membaca ta’awudz dan basmalah. Ia tahu adab dan tata cara membaca Al-Quran”.(Ayat-Ayat Cinta:24).

Dalam novel ini pengarang juga menceritakan kehidupan sosial masyarakat Mesir dan bagaimana sikap orang-orang Mesir.

“ Seorang pemuda berjenggot tipis yang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri memandangi diriku dengan tersenyum”. (Ayat-Ayat Cinta:34).

“ Orang Mesir memang suka bicara. Kalau sudah bicara ia merasa paling benar sendiri”.(Ayat-Ayat Cinta:36).

Pengarang juga mampu menceritakan bagaimana orang-orang Mesir marah. Di sini pembaca benar-benar seperti merasakan berada di tengah-tengah orang Mesir.

“ Ashraf menoleh ke kanan dan memandang tiga bule itu dengan raut tidak senang. Tiba-tiba ia berteriak emosi ‘ya Amrikaniyyun, la’natullah ‘alaikum’ ”.(Ayat-Ayat Cinta:38)

“ Memang, kalau sedang jengkel orang Mesir bisa mengatakan apa saja. Di pasar Sayyeda Zaenab aku pernah melihat seorang penjual ikan marah-marah pada istrinya. Entah karena apa. Ia menhujami istrinya dengan sumpah serapah yang kasar dan tidak nyaman di dengar oleh telinga”.(Ayat-Ayat Cinta:39).

Melalui novel ini pengarang menyampaikan kepada pembaca bagaimana adat seorang muslim dan muslimah saat bergaul dengan muslim lainnya atau nonmuslim.

“ Ia tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepadaku sambil berkata ‘ Hai Indonesien, thank’s for everything. My name’s Alicia’.

(33)

Ini bukan berarti saya tidak menghormati Anda. Dalam ajaran Islam, seorang laki-laki tidak boleh bersalaman dan bersentuhan dengan perempuan selain dengan istri dan mahramnya”. (ayat-Ayat Cinta:55).

Melalui novel ini pula, pengarang mengajarkan ilmu fikih tentang bagaimana Islam memandang wanita dan memperlakukan wanita menurut Al-Quran.

“ Sebab itu, wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu kuatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar”.(Ayat-Ayat Cinta:97).

Dalam novel ini pengarang menceritakan kerinduannya terhadap ayah dan ibunya di kampung halaman melalui tokoh Fahri yang ia tulis melalui sajak puisi berikut.

Selalu saja kurindu

Abad-abad terus berlalu

Berjuta kali berganti baju

Nun jauh di sana mata bening menatapku haru

Penuh rindu

Mata bundaku

Yang selalu kurindu

“ Dalam sujud kumenangis pada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada

berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan ayahanda tercinta”.(Ayat-Ayat Cinta:146).

Selanjutnya pengarang mengajak kembali pembaca untuk merasakan betapa rumitnya masalah yang dihadapi oleh Fahri tatkala ia dicintai oleh tiga orang gadis. Hatinya bimbang dalam memilih siapakah nanti yang menjadi jodohnya. Yang diungkapkan pengarang melalui bait-bait dalam puisinya.

(34)

Namamu tak terukir

Dalam catatan harianku

Asal usulmu tak hadir

Dalam diskusi kehidupanku

Wajah wujudmu tak terlukis

Dalam sketsa mimpi-mimpiku

Indah suaramu tak terekam

Dalam pita batinku

Namun kau hidup menghadiri

Pori-pori cinta dalam semangatku

Sebab

Kau adalah hadiah yang agung

Dari Tuhan

Untukku

Bidadariku. (Ayat-Ayat Cinta:198)

Pengarang kembali menceritakan kegelisahan Fahri dalam novel ini tatkala ia harus dijodohkan dengan seorang perempuan Mesir bernama Aisha.

“ Tiga kali aku shalat istikharah. Yang terbayang adalah wajah ibu yang semakin menua. Sudah tujuh tahun lebih aku tidak berjumpa dengannya. Oh ibu, jika engkau adalah matahari, aku tak ingin malam hari. Jika engkau adalah embun, aku ingin selalu pagi hari. Ibu, durhakalah aku, jika ditelapak kakimu tidak aku temui sorga itu”.(Ayat-Ayat Cinta:203).

(35)

Pengarang kembali memunculkan konflik-konflik batin yang dialami tokoh Fahri di mana ia di fitnah telah memperkosa Noura gadis yang pernah ditolongnya dulu. Cobaan-cobaan yang dihadapi tokoh Fahri ketika ia harus di hukum dalam penjara.

“ Aku dibawa ke markas polisi Abbasea. Diseret seperti anjing kurap. Lalu diintrogasi habis-habisan, dibentak-bentak, dimaki-maki dan disumpahserapahi dengan kata-kata kotor. Dianggap tak ubahnya najis yang menjijikkan. Tuduan yang dialamatkan kepadaku sangat menyakitkan: memperkosa seorang gadis Mesir hingga hamil hampir tiga bulan”.(Ayat-Ayat Cinta:307).

Sampai pada akhirnya pengarang dalam novelnya menceritakan Aisha yang merelakan dirinya untuk dimadu Fahri. Aisha merelakan Fahri menikahi Maria dengan alasan menyelamatkan Fahri dari tuduhan pemerkosaan atas Noura.

“ Suamiku, aku sependapat denganmu. Sekarang menikahlah dengannya. Anggaplah ini ijtihad dakwah dalam posisi yang sangat sulit ini. ..”.(Ayat-Ayat Cinta:377).

“ ini jadikan mahar untuk Maria…”(Ayat-Ayat Cinta:378).

Dalam setiap kisahnya, pengarang berusaha mengupas kejadian-kejadian yang terdapat dalam novel tersebut yang disertai luapan emosi, kemarahan, kesedihan secara sempurna.

Di akhir cerita pengarang mampu menghipnotis pembaca, sehingga pembaca seolah-olah mengalami segala kejadian dan problema yang melilit tokoh yang ada dalam novel.

Namun dalam novel ini masih ditemukan hal mustahil dalam cerita yang tidak diperhatikan oleh pengarang sebelumnya seperti tokoh Fahri yang dicintai oleh empat orang wanita dan semuanya rela menjadi istri. Kemudian Noura yang frustrasi karena tidak

mendapatkan cinta Fahri, ia lantas memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam.

2.2 Kajian berdasarkan Vladimir Propp

1. Penjahat

(36)

Seperti yang dijelaskan pada kutipan ini.

“ Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis yang diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang perempuan. Gadis yang diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan. Gadis itu diseret sampai ke jalan”.(Ayat-Ayat Cinta:73).

“ Sudah berulang kali kami melihat Noura dizalimi oleh keluarganya sendiri. Ia jadi bulan-bulanan kekerasan ayah dan dua kakaknya”.(Ayat-Ayat Cinta:73).

“ Ayah Noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak menghargai orang”.(Ayat-Ayat Cinta:74).

“ Belum sempat Tuan Boutros menyalakan mesin terdengar suara Si Muka Dingin memanggil dengan suara mengguntur…”(Ayat-Ayat Cinta:125).

“ Hai Maria bicara kau! Kalau tidak ku sumpal mulutmu dengan sandal!” Si Muka Dingin menyalak keras seperti anjing. (Ayat-Ayat Cinta:125).

“ Ia hanya pergi begitu saja sambil mengepelkan tinjunya, ia mendesis ‘ kalau kembali anak itu akan ku kuliti biar tahu rasa!”(Ayat-Ayat Cinta:126).

2. Donor (penyedia)

Berdasarkan analisis novel Ayat-Ayat Cinta terdapat banyak tokoh yang berperan sebagai penyedia seperti yang tergambar pada tokoh Tuan Boutros (ayah Maria), Madam Nahed (ibu Maria), Hamdi, Saiful, Rudi, Misbah, Yousef, Syaikh Ahmad, Syaikh Ustman, Ummu Aiman, Eqbal Hakan Elbakan. Donor (penyedia) digambarkan sebagai tokoh yang memiliki sifat ramah, baik dan rela menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya.

Dijelaskan dalam kutipan berikut.

Saful:

“ Ia lantas bergegas memenuhi permintaanku. Saiful duduk di sampingku sambil memijat kedua kakiku”.(Ayat-Ayat Cinta:141).

Tuan Boutros:

“ Pak Boutros masuk membawa satu botol madu”

Referensi

Dokumen terkait

Dengan nilai tingkat keakuratan selisih tersebut sistem kontrol dapat menstabilkan tetesan infus, sedangkan dengan nilai tingkat keberhasilan pengiriman data

Jika tidak, perubahan positif tidak akan terjadi Dari hakikat, peranan dan makna relasi trialog dalam konseling pastoral maka dapat dikatakan bahwa tujuan

Namun belum banyak bukti yang dapat dikemukakan tentang kegemilangan masa lalu peradaban Aceh, yang menurut beberapa penelitian para ahli disebabkan oleh beberapa faktor,

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”.. Standar

Potensi produksi yang rendah dari keseluruhan spesies pada cahaya yang rendah jadi pembatas utama terhadap produksi hijauan di perkebunan, dimana penutupan kanopi yang terbuka

Musik memiliki bagian penting dalam peribadatan yaitu sebagai musik iringan ibadah. Pada gereja- gereja karismatik, jenis musik iringan ibadah yang dimainkan adalah

PLN (Persero) P3JB APP Semarang melalui wawancara yang dilakukan, bahwa pada praktiknya banyak ditemukan karyawan yang tidak mematuhi budaya kerja 5S, dan diakui bahwa motivasi

Kendaraan bermotor adalah sumber langsung yang mengemisikan pencemar ke atmosfer, sedangkan jumlah trip dan kendaraan perkilometer yang menentukan