PROSIDING
Jakarta, 31 Agustus
-
1 September 2016
SEMINAR NASIONAL
Jejaring Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia
INDONESIA
NETWORK
Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim :
Bridging Gap
Implementasi Kebijakan Mitigasi dan
Adaptasi di Tingkat Nasional dan Subnasional
Prosiding Seminar Nasional
Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim:
Bridging Gap
Implementasi Kebijakan Mitigasi dan
Adaptasi di Tingkat Nasional Dan Subnasional
Jakarta, 31 Agustus-1 September 2016
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan
Kehutanan Indonesia
Direktorat Mobilisasi Sumber Daya
Sektoral dan Regional
ii
Prosiding Seminar Nasional
Penguatan Pengajaran dan Penelitian Perubahan Iklim:
Bridging Gap
Implementasi Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi di
Tingkat Nasional Dan Subnasional
Penyusun :
Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc Ifa Elfira Olivia, S.Hut
ISBN : 978-602-73376-1-9
Editor:
Prof. Dr. Ir. Deddy Hadriyanto, M. Agr Prof. Dr. Ir. Gusti z. Anshari, MES Prof. Dr. Ir. Udiansyah, MS Dr. Ir. Abdul Rauf, M.Sc
Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, MM Dr. Ir. Markum, M.Sc
Dr. Ir. Rudi A. Maturbongs, M.Si
Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc
Ir. Agus Susatya, M.Sc, Ph.D Dr. Ishak Yassir, S.Hut, M. Sc Dr. Ir. Sabaruddin, M.Sc Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc
Penerbit :
Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia)
Redaksi :
Jl. Argo No. 1, Bulaksumur Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta Telp. (0274) 512102, 901420.
Email : apik.indonesia@yahoo.co.id
Design Sampul dan Tata letak: Edy Wibowo
Cetakan Pertama, Juni 2016
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang :
KATA PENGANTAR
Kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun 2015 ini telah menunjukan situasi yang sulit dikendalikan. Tidak hanya mengganggu sektor sosial ekonomi, tetapi sektor lingkungan terutama keanekaragaman hayati dan meningkatnya jumlah emisi CO2 dari kebakaran Gambut yang telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas. Dalam kondisi ini, Pemerintah tidak bisa diminta bertanggungjawab secara sepihak, tetapi peran serta multi stakeholder menjadi sangat penting.
Para ilmuwan adalah salah satu pihak kunci yang sangat strategis memberikan input kepada pemerintah. Sejumlah persoalan penyebab kebakaran perlu diurai dan berbagai solusi perlu diformulasikan secara ilmiah. Di sisi lain, perubahan iklim di Indonesia juga tidak hanya didorong oleh adanya kebarakan ini. Berbagai penyebab terkait adaptasi dan mitigasi pada berbagai sektor membutuhkan kerjasama banyak pihak. Berbagai pembelajaran berupa inisiatif dan praktik-praktik tata kelola sumber daya alam perlu dicoba dan dikritisi secara kontinyu agar selalu terjadi perbaikan.
Melalui seminar nasional tahunan Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, kita dapat memberikan masukan kepada para pengambil keputusan tentang pentingnya perbaikan lingkungan khususnya hutan hujan tropis, tidak hanya bagi Indonesia tetapi bagi kepentingan global. Prosiding yang berisi berbagai penelitian terkait dengan perubahan iklim ini memberikan pelajaran yang berharga bagi kita.
Diucapkan terimakasih atas dukungan yang telah diberikan Direktorat Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan dalam Pelaksanaan Seminar tersebut, segenap panitia dan pihak lainnya. Semoga bermanfaat.
Yogyakarta, Juni 2016 Ketua Umum,
ttd.
Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut, M.Sc
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
1. PEMETAAN BIOMASSA PADA HUTAN TROPIS DENGAN AIRBORNE LIDAR
Jarot Pandu Panji Asmoro... 9
2. IMPLIKASI PENGELOLAAN HUTAN TERHADAP SIMPANAN KARBON MANGROVE DI SUMATERA UTARA
Onrizal, Nurdin Sulistiyono, Pindi Patana, Mashhor Mansor ... 25
3. REINTERPRETASI PARADIGMA TIMBER MANAGEMENT PADA PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI REDD+
Ganjar Oki Widhanarto, Ris Hadi Purwanto, Ahmad Maryudi dan Senawi ... 32
4. STUDI PERSAMAAN ALLOMETRIK UNTUK PREDIKSI BIOMASSA ATAS DAN BAWAH TREMBESI [Albizia saman (Jacq.) Merr.] TINGKAT SEMAI DAN SAPIHAN UNTUK PENGEMBANGAN PENGUKURAN KARBON PADA PROGRAM PERUBAHAN IKLIM
Gun Mardiatmoko ... 49
5. Karbon Tersimpan pada Tegakan Balsa (Ochroma bicolor)di Jawa
Yonky Indrajaya ... 61
6. FLUKS CO2 PADA TEGAKAN NIPAH DI DELTA MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR
Rita Diana, Deddy Hadriyanto, Dinillah Tartila ... 70
7. ESTIMASI STOK KARBON ORGANIK TANAH DI BAWAH BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI
I Made Gunamantha dan I G.N.A. Suryaputra ... 79
8. IDENTIFIKASI JENIS POHON DAN POTENSI SIMPANAN KARBON VEGETASI PADA LAHAN PASCA TAMBANG BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI KHDTK LABANAN, BERAU, KALIMANTAN TIMUR
Rina W. Cahyani, Rizki Maharani dan Asef K. Hardjana ... 94
9. PENDEKATAN TERPADU SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DALAM ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
Rahmawaty, Najmatul Khairat dan Abdul Rauf ... 107
10.PENGARUH KEGIATAN UJICOBA REDD+ PADA LINGKUNGAN DAN SOSIAL- EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN Studi di Lokasi Kegiatan Ujicoba REDD+ di Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah
11.POTENSI CARBON DI HUTAN LINDUNG DAN TAMAN NASIONAL DI SUMATRA: TANTANGAN INDC DAN APIK
Agus Susatya ... 133
12.NILAI KERUGIAN SUHU UDARA AKIBAT HUTAN TERBUKA
Sari Mayawatidan Jumri ... 141
13.PEMANFAATAN SUMBER DAYA HASIL HUTAN SECARA OPTIMAL
Jumri dan Sari Mayawati ... 150
14.PELAKSANAAN TUGAS PEMBANTUAN DALAM PROGRAM FORCLIME DI KALIMANTAN
Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti ... 164
15.MENYIMAK FENOMENA PEMANASAN GLOBAL/PERUBAHAN IKLIM (La-Nina), ALIH FUNGSI LAHAN DAN MITIGASI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI PULAU BALI
I Wayan Kasa dan Ida Bagus Gunam ... 177
16.PEMANFAATAN BATU BARA PERINGKAT RENDAH DALAM MENGIKAT ALUMINIUM PADA OXISOL UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN FOSFOR SERTA PRODUKSI PADI DAN JAGUNG
Herviyanti, Gusnidar, Harianti, Citra, Hidayati, Edi, dan Mahrizal ... 185
17.ANALISIS PERAN DAN KONTRIBUSI FITOPLANKTON LAUT DALAM PENGATURAN IKLIM GLOBAL
Aliantodan Hendri... 195
18.STUDI STATUS MANGROVE DAN PADANG LAMUN UNTUK MENDUKUNG UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DI MALUKU
Hanung Agus Mulyadi, Andri Irawan, Muhammad Masrur Islami, Dharma arif Nugroho, Arif seno Adji, Frits Pulumahuny, Fredy Leatemia ... 207
19.KEBIJAKAN SEKTOR KEHUTANAN DALAM MENYIKAPI PERUBAHAN IKLIM
I Putu Gede Ardhana ... 219
20.STRATEGI PEMBANGUNAN RENDAH EMISI SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM DALAM RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2016-2021
Edi Cahyono dan Holidi ... 231
21.EKSPOR PENGETAHUAN GAMBUT TROPIS MELALUI BERBAGAI PROYEK KERJASAMA INTERNASIONAL
Gusti Z. Anshari ... 248
22.PENANDAAN ANGGARAN UNTUK AKSI-AKSI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DAERAH: KASUS PROVINSI JAMBI
vi
23.KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN DAN SUHU UDARA DI KABUPATEN KUTAI BARAT
Akas Pinaringan Sujalu, Abdul Fatah, Jumani, Maya Preva Biantary, dan Heni Emawati ... 271
24.SEKUESTRASI BAHAN ORGANIK PADA TIGA SEKUENSIAL ALTITUDE DI DAERAH BUKIK SARASAH KAWASAN TROPIS SUPER BASAH, SUMATERA BARAT
Yulnafatmawita ... 279
25.KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM DI PULAU-PULAU KECIL ( Studi Kasus : Dusun Taman Jaya Kabupaten Seram Bagian Barat)
Debby V Pattimahu ... 288
26.PENDUGAAN KEBUTUHAN OPTIMAL RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PADA KAWASAN PERKOTAAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA
Siti Latifah, Pindi Patana, Rahmawaty dan Ahmad Rivai ... 298
27.PENILAIAN KELEMBAGAAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM FORCLIME DI KALIMANTAN
Catur Budi Wiati dan S. Yuni Indriyanti ... 307
28.PENELITIAN DAN PENGAJARAN ETNOBOTANI UNTUK IMPLEMENTASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI KEPULAUAN MALUKU
Marcus J. PATTINAMA ... 322
29.ETNOBOTANI DAN PRIORITAS KONSERVASI SPESIES TUMBUHAN PADA MASYARAKAT O HONGANA MA NYAWA DI DESA WANGONGIRA, KABUPATEN HALMAHERA UTARA
Radios Simanjuntak ... 335
30.PEMBELAJARAN KONSERVASI KURA-KURA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM: LESSON LEARNT DARI PROGRAM USAID-NSF PEER DI UNIVERSITAS BENGKULU
Hery Suhartoyo, Aceng Ruyani dan Bhakti Karyadi ... 349
31.DINAMIKA MORFOLOGI PANTAI UTARA PAPUA (STUDI KASUS PULAU PIAI)
Suhaemi, Marhan dan Ferawati Runtuboi ... 359
32.BENTUK KEANEKARAGAMAN HAYATI PADA BERBAGAI LANSEKAP HUTAN DI KOMPLEKS HUTAN MEKONGGA*)
Rosmarlinasiah ... 372
33.DAMPAK DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA PERTEMBAKAUAN DI KABUPATEN JEMBER
Yuli Hariyati dan Sastro Djendro Hajuningrat ... 384
34.APAKAH BENTUK PERTANIAN CERDAS MENGHADAPAI PERUBAHAN IKLIM
35.REVITALISASI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI BENTUK MITIGASI DI SULAWESI UTARA
Martina A. Langi ... 404
36.DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN IMPLIKASINYA DALAM KONSERVASI PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) PASIFIK BARAT DI BENTANG LAUT KEPALA BURUNG, PAPUA
Ricardo F. Tapilatu, Dedi Parenden, Hengki Wona, dan William G. Iwanggin ... 411
37.PENGETAHUAN DAN POLA ADAPTASI PETANI GARAM DALAM MERESPON DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Sitti Hilyana ... 425
38.POLA ADAPTASI PETANI TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM: PERBANDINGAN SISTEM PERTANIAN DUSUNG DAN PADI SAWAH DI PULAU-PULAU KECIL, MALUKU
Wardis Girsang, PhD dan Semuel Laimeheriwa ... 438
39.hilyKONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK TANAMAN HUTAN TINGKAT DESA: AKSI LOKAL ADAPTASI KELANGKAAN SPESIES DAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
Liliek Haryjanto dan Yayan Hadiyan ... 456
40.KERENTANAN DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA USAHATANI DI PULAU LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT
Halil Hamzah ... 463
41.SEMUT SEBAGAI BIOINDIKATOR PERUBAHAN IKLIM DALAM EKOSISTEM HUTAN (STUDI KASUS PADA HUTAN LINDUNG GUNUNG SIRIMAU KOTA AMBON, MALUKU)
Dr. Fransina Latumahina,S.Hut.MP dan Esther Kembauw.SP.,M.Si . ... 481
42.KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA HULALIU DALAM PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Mersiana Sahureka ... 494
43.PEMBELAJARAN KONSERVASI BIODIVERSITAS DUNG BEETLE DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Bainah Sari Dewi ... 500
44.PENGARUH BEBERAPA KOMPOSISI BAHAN KOMPOS TERHADAP PRODUKSI DAN SERAPAN HARA TANAMAN SEMANGKA PADA REGOSOL
Gusnidar, Syafrimen Yasin dan Gusrimaidayani ... 514
45.MANAJEMEN POHON BERBASIS KELUARGA MELALUI KARTU PENGEMBANG POHON DALAM PENGELOLAAN LAHAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN (IUPHKm) SEBAGAI STRATEGI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
viii
46.MODEL PEMBELAJARAN PENGETAHUAN PERUBAHAN IKLIM DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
Dwi Atmanto ... 532
47.KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG (STUDI KASUS DI PT GUNUNG MADU PLANTATIONS DIVISI II KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)
STUDI PERSAMAAN ALLOMETRIK UNTUK PREDIKSI BIOMASSA ATAS DAN
BAWAH TREMBESI [
Albizia saman
(Jacq.) Merr.] TINGKAT SEMAI DAN
SAPIHAN UNTUK PENGEMBANGAN PENGUKURAN KARBON PADA PROGRAM
PERUBAHAN IKLIM
(Study on Allometric Equations for Predicting Above and Below-ground Biomass of
Young Rain Tree [Albizia saman (Jacq.) Merr.] to Develop Carbon Measurement in
Climate Change Program)
Gun Mardiatmoko*)
*) Dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura
Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, Telp. 0911-322499 Fax. 0911-322498 Email: g.mardiatmoko@faperta.unpatti.ac.id
ABSTRACT
Rain tree (Albizia saman Jacq. Merr.) or trembesi is a multi-purpose tree, adaptable to tropical conditions, and with great potentiality as alternative feed for ruminants and monogastrics. Generaly, this tree was one of the first roadside exotic trees to be widely planted in many tropical countries and it is now so widely cultivated, particularly in Southeast and south Asia. It was planted principally as a shade or ornamental tree in streets, parks and in coffee plantations. Curently, rain tree is becoming more important and recognized as having a major role in carbon storage to address climate change. This paper is to describe and discuss a method to estimate the biomass and to determine root-to-shoot ratio and biomass expansion factors of young rain tree in Ambon Island.The carbon mass equation model was constructed based on a significant relationship between carbon mass of young rain tree and its diameter at 3 cm height and tree height. In order to analyze the biomass content, a destructive sampling technique was used. After felling, dimensional measurement was performed for each tree. The results of the study showed that the equation model for estimating above-ground biomass was allometric equation: Y = 2.172,6 X1– 8.821,9 with R2= 0,80; for estimating below-ground biomass: Y = 205,14 X1 - 144,09 with R2 = 0,69; for estimating above and below-ground biomass: Y = 2.377,8 X1– 8.965,9 with R2 = 0,84 or Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 where X1 = Diameter and X2 = Height, with R2 = 0.85. The value of root-to-shoot varied from 0.09 to 1.09 with a mean of 0.548 and biomass expansion factors varied from 1.17 to 3.41 with a mean of 1.896.
Keyword: allometric equation, rain tree, R/S ratio, BEFs, climate change
ABSTRAK
50
setiap pohon.Hasil studi menunjukkan bahwa model persamaan untuk penaksiran biomassa atas tanah yaitu persamaan allometrik: Y = 2.172,6 X1 – 8.821,9 dengan R2= 0,80; untuk penaksiran
biomassa bawah tanah: Y = 205,14 X1 - 144,09 dengan R2 = 0,69; dan untuk penaksiran total biomassa
atas dan bawah tanah: Y = 2.377,8 X1 – 8.965,9 with R2 = 0,84 atauY = -10,310.50 + 1,820.89X1 +
10.89X2 dimana X1 = Diameter and X2 = Tinggi, dengan R2 = 0.85. Nilai nisbah pucuk-akar bervariasi
dari 0.09 - 1.09 dengan rata-rata= 0.548 dan faktor ekspansi biomassa bervariasi dari 1.17 - 3.41 dengan rata-rata= 1.896.
Kata kunci: persamaan allometrik, trembesi, nisbah pucuk-akar, BEFs, perubahan iklim
I. PENDAHULUAN
Albizia saman (Jacq.) Merr, atau rain tree atau trembesi yang semula dinamai Samanea saman (Jacq.) Merr. merupakan pohon berukuran sedang sampai besar yang memiliki
banyak manfaat, pertumbuhannya sering mencapai tinggi 25-30 m, bahkan sampai 45 m dengan diameter setinggi dada mencapai 2-3 m dan tajuknya besar dan meluas ke segala
arah membentuk seperti payung. Menurut Merrill (1912) pohon ini pertama kali ditanam secara luas pada pinggir jalan karena penampakannya eksotis dan mulai ditanam lebih luas lagi terutama di banyak daerah di negara tropis seperti Asia Timur dan Asia Selatan. Biasanya
pohon ini ditanam sebagai peneduh atau pohon ornamen di pinggir jalan, taman dan kebun kopi. Kayu trembesi sangat kuat, awet sampai sangat awet dan pada umumnya dimanfaatkan untuk pagar, kayu bangunan, kayu lapis, badan kapal dll. Selain itu juga mengandung gum
dan resin (Standley and Steyermark, 1946, Jensen, 2001). Menurut Delgado et al. (2014), trembesi merupakan pohon serbaguna, mudah beradaptasi dengan kondisi tropis dan memiliki potensi besar sebagai pakan alternatif bagi ternak (ruminansia dan monogastrik).
Tantangan perubahan iklim adalah nyata dan sangat penting di dunia termasuk Asia Tenggara. Menurut Yuen dan Kong (2009), Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan dengan pertumbuhan penduduk tercepat dan juga pertumbuhan urbanisasi. Penilaian
ilmuwan mengindikasian bahwa jalur pantai Asia Tenggara rawan bencana akibat efek perubahan iklim. Trembesi menjadi lebih penting dan dikenal karena memiliki peran besar
dalam perubahan iklim. Berdasarkan pengalaman sehari-hari jika berteduh pada pohon trembesi akan terasa lebih sejuk jika dibandingkan pada pohon lain seperti mahoni, akasia, pinus, flamboyant dll. Hal ini menandakan bahwa trembesi memainkan peran utama dalam pertukaran energi dan massa melalui mekanisme metabolisme karbon pada proses fisiologi
tumbuhan .sehingga tanaman ini memiliki peran penting dalam penanganan perubahan iklim. Untuk mengenali peranan tanaman ini pada penanganan perubahan iklim dapat dikaji dari defosit biomassanya sebagai indikator besaran kuantitatif asimilasi salah satu GRK yakni
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di persemaian dekat rumah kaca Fakultas Pertanian UNPATTI, Ambon pada bulan Mei-Agustus 2014. Bahan penelitian berupa tanaman trembesi sebanyak 27 batang pada tingkat semai dan sapihan dengan umur berkisar antara 8 bulan-2 tahun.
Diameter tanaman pada ketinggian 3 cm dari tanah berkisar antara 3.4 – 9.8 cm dan tinggi antara 280 – 690 cm. Tanaman tersebut dilakukan penyiraman mingguan secara teratur dan pemupukan bokashi sebanyak 500 g/tanaman/4 bulan. Kondisi persemaian berupa areal
terbuka dengan tipe tanah renzina. Tipe iklim di kota Ambon adalah tipe A menurut Schmidt dan Fergusson dan merupakan tropical marine climate dan climate season, karena pulau Ambon itu sendiri dikelilingi laut. Sampel 27 batang trembesi ditebang (sampling dengan
merusak) dan kemudian dibagi dan dipisahkan kedalam bagian: batang, cabang, ranting, daun dan akar. Pada setiap bagian tanaman ditimbang berat basah secara terpisah. Setelah itu dilanjutkan dengan pengeringan oven pada suhu 800-850 C selama 24 jam di
laboratorium.sampai diperoleh berat kering konstan Analisis Data
Data yang diperoleh dari persemaian berupa diameter setinggi 3 cm dari tanah (X1) dan tinggi (X2) dan dari laboratorium berupa biomassa (Y) untuk setiap bagian tanaman dintegrasikan dalam bentuk persamaan regresi untuk membanguan persamaan allometrik dengan perangkat lunak Excell dan SPSS versi 21. Persamaan regresi yang dipilih yaitu: Y =
b0 + b1X1 + b2X2 + ei . Perhitungan Faktor Ekspansi Biomassa (Biomass Expansion
Factor’s/BEFs) dan nisbah pucuk-akar (Root-to-Shoot ratio atau R/S) sebagai berikut:
Waboveground
dimana Waboveground= total berat kering batang, cabang, ranting dan daun, Wbole= berat
52
Coefficient of variation
:
.
100
%
X
Hasil pengukuran komponen tanaman, R/S dan BEFs
Hasil pengukuran komponen tanaman, R/S dan BEFs disajikan pada Tabel 1 dan rekapitulasinya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Berat kering bagian pohon, perhitungan R/S dan BEFs
17 5,4 350 1,944.2 347.6 73.3 120.8 2,485.9 1,058.8 3,544.7 0.43 1.28
Tabel 2. Rekapitulasi perhitungan R/S dan BEFs trembesi
No. Uraian R/S BEFs
tergantung dan dua sistem ini menjaga keseimbangan dinamis dalam biomassa yang mencerminkan kelimpahan relatif dari sumber di atas tanah (cahaya dan CO2) dibandingkan dengan sumber zona akar (air dan nutrisi). Tingkat laju pertumbuhan keseluruhan-tanaman
dan nisbah akar-pucuk merupakan keluaran dari genotipe × interaksi lingkungan, tapi sumber kontrolnya bermakna ganda (Atwell et al. 1999). Berdasarkan Tabel 1 and Tabel 2,
nilai R/S untuk trembesi muda bervariasi dari 0.09 - 1.09 dengan rata 0.548. Nilai rata-rata R/S pada studi ini lebih besar dari hasil observasi beberapa peneliti seperti 0.17 untuk Pinus di Brazil (Sanquetta et al, 2011), 0.36 untuk Pinus di Britania Raya (Levy et al. 2004), 0.24 untuk Lebombo Ironwood or Androstachys johnsonii di Mozambik (Magalhaes dan
Seifert, 2015), 0.52 untuk semai Norway spruce di Italy (Pastorella dan Paletto, 2014), bervariasi dari 0.157 - 0.190 Acacia mangium di Jawa Barat (Miyakuni et al, 2004). Hal ini mengindikasikan bahwa nilai R/S akan bervariasi tergantung dari tipe habitat dan
pertumbuhan vegetasinya dan pengaruh lingkungan seperti air (jumlah, mutu dan waktu), nutrisi, bonita, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban, hama-penyakit dan kepadatan
54
dengan rata-rata yang benar, dan mewakili kecermatan datanya. Dalam hal ini, berdasarkan
Tabel 2 standard error of the mean cukup rendah (0.046) untuk perhitungan nilai R/S dan ini berarti bahwa data penelitian ini sangat dekat nilai rata-rata yang benar. Dpl. diperoleh kecermatan (precision) yang tinggi untuk perhitungan nilai R/S yaitu 8.44%. Berkenaan
dengan hal tersebut kita dapat menggunakan nilai R/S untuk menghitung biomassa akar atau biomassa atas tanah. Lebih jauh biomassa dari sistem perakaran cukup sulit diukur dan biayanya mahal dalam pengukuran secara akurat pada pohon-pohon hutan. Berat akar
individu pohon dapat ditaksir dari diameter batang dari nisbah pucuk-akar (Beets et al., 2007). Dengan pertimbangan ini maka kita dapat menaksir biomassa akar pohon trembesi muda secara tidak langsung dengan menggunakan total biomassa melalui persamaan allometrik berdasarkan diameter dan tinggi tanaman
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, BEFs trembesi bervariasi dari 1.17 - 3.41 dengan rata-rata 1.896. Nilai rata-rata BEFs pada penelitian ini juga lebih besar dari beberapa jenis
tumbuhan lainnya seperti 1.47 untuk Pinus di Brazil (Sanquetta et al, 2011), bervariasi dari 0.690 - 0.710 untuk Scot pine, bervariasi dari 0.777 - 0.862 untuk Norway spruce, bervariasi
dari 0.544- 0.556 untuk jenis daun lebar di hutan boreal Finlandia (Lehtonen, 2004). Sama halnya dengan nilai R/S trembesi muda, mengindikasikan juga nilai BEFs bervariasi tergantung dari tipe habitat dan pertumbuhan vegetasinya dan pengaruh lingkungan seperti air (jumlah, mutu dan waktu), nutrisi, bonita, cahaya matahari, temperatur dan kelembaban,
hama-penyakit dan kepadatan pohon, dll. Hasil nilai BEFs pada penelitian ini lebih besar diduga karena adanya perawatan yang baik seperti penyiraman yang teratur, pemupukan dan penyiangan secara berkala dan juga karena tidak ada kompetisi akar dan tajuk tanaman
trembesi tersebut. Berdasarkan Tabel 2, the standard error of the mean cukup kecil (0.107) untuk perhitungan BEFs dan ini berarti bahwa data penelitian cukup dekat dengan rata-rata
yang benar yaitu dengan kecermatan sebesar 5.67%. Oleh sebab itu kita dapat menggunakan nilai BEFs dalam pengukuran biomassa atas tanah atau kandungan biomassa batang untuk pohon trembesi muda.
Hubungan antara Biomassa Atas Tanah dengan Diameter Batang dan antara Biomassa
Akar dengan Diameter Batang
Hubungan antara biomassa atas tanah dengan diameter batang dinyatakan dengan persamaan Y = 2.172,6 X1 – 8.821,9 dengan R2= 0,80 sedang hubungan antara biomassa bawah tanah dengan diameter batang: Y = 205,14 X1 - 144,09 dengan R2 = 0,69 (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara biomassa atas tanah dengan diameter batang
Gambar 1. Hubungan antara biomassa atas tanah dan bawah tanah dengan diameter batang
Dari sebaran data biomassa kering bagian atas dan bagian bawah tanah untuk
berbagai diameter batang terkecil sampai terbesar terlihat bahwa biomassa bagian atas lebih besar dari biomassa bawah tanah, seperti disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Sebaran biomassa atas dan bawah tanah untuk tiap diameter batang
56
Gambar 3. Hubungan antara biomassa bagian atas dan bagian bawah tanah
Hubungan antara Biomassa Atas dan Bawah Tanah (Biomassa Total) dengan Diameter
Batang
Hubungan antara biomassa atas dan bawah tanah (biomassa total) dengan diameter batang cukup kuat dinyatakan dengan persamaan Y = 2.377,8 X1– 8.965,9 dengan R2 = 0,84 (Gambar 4)
Gambar 4. Hubungan antara biomassa total dengan diameter batang
Persamaan allometrik dengan 2 variabel bebas yang mencakup diameter batang dan
perlu dilakukan pengecekan asumsi kenormalan, multicollinearity, t-test. Hasil uji The NPar
disajikan pada Tabel 3 and hasil uji multicolleanirity disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Uji The One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Diameter Tinggi Biomass total
Unstandardized
residual
N 27 27 27 27
Normal parametersa Mean 5.31 394.85 3,653.82 0.00
Standard
deviation 1.51 94.67 3,935.05 1.47958681E3
Most extreme differences Absolute 0.16 0.13 0.36 0.11
Positive 0.16 0.13 0.36 0.08
Negative -0.10 -0.11 -0.25 -0.11
Kolmogorov-Smirnov Z 0.84 0.70 1.89 0.54
Asymp. sig. (2-tailed) 0.49 0.73 0.00 0.93
a. Test distribution is normal.
Berdasarkan Tabel 3, nilai Asym.sig 2 tailed yaitu 0,93 > 0,05 yang berarti distribusinya normal, sehingga persamaan alometri yang diperoleh di atas dinilai ...?
Tabel 4. Unstandardized and standarized coefficients
Model
Unstandardized coefficients
Standardized coefficients
t Sig.
Collinearity statistics
B Std. error Beta Tolerance VIF
1 (Constant)
-10,310.50 1,295.09
-7.96
.00
Diameter
1,820.89
346.32
0.70
5.26
.00
0.33
3.01
Tinggi
10.89
5.54
0.26
1.97
.06
0.33
3.01
a.
Dependent Variable: Total biomassBerdasarkan Tabel 4, nilai VIF <10 dan tolerance value > 0.1 yang berarti tidak dijumpai adanya multi-co-linearity. The t-tests untuk setiap the individual slopes adalah non-significant
(P> 0.05). Dalam hal ini variabel diameter signifikan P value 0.00 (<0.05) namun variabel
58
allometriknya adalah Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 dimana X1 = Diameter dan X2 =
Tinggi.
Hasil Uji The Glejser untuk Heteroscedasticity, Uji F dan Perhitungan Adjusted R square Hasil uji Glejser untuk heteroscedasticity disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Unstandardized and standardized coefficients
Model
Unstandardized coefficients
Standardized
coefficients
T Sig.
B Std. error Beta
1 (Constant) 251.71 649.68 0.39 0.70
Diameter 279.65 173.73 0.52 1.61 0.12
Tinggi -1.32 2.78 -0.15 -0.48 0.64
a. Dependent Variable: ABS_RES
Berdasarkan Tabel 5, dua variabel bebas (Diameter dan Tinggi) memiliki nilai
signifikansi > 0.05 dan hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak dijumpai adanya
heteroscedasticity pada model regresi. Hasil Uji F disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. ANOVA
Model Sum of squares df Mean square F Sig.
1 Regression 3.457E8 2 1.728E8 72.88 .000a
Residual 5.692E7 24 2,371,608.55
Total 4.026E8 26
a. Predictors: (Constant), Tinggi, Diameter
b. Dependent variable: Total biomass
Keseluruhan uji F untuk seluruh pengujian, slopes-nya secara simultan 0 yang berarti signifikan (P < 0.05). Dalam hal ini, sesuai Tabel 6 tersebut, variabel diameter bersama-sama
Tabel 7. Adjusted R square
Model R R square Adjusted R square Stdandard error of the estimate
1 0.927 0.859 0.847 1,540.003
a. Predictors: (Constant), Tinggi, Diameter
b. Dependent variable:Total biomass
Berdasarkan Tabel 7 maka dapat dinyatakan adanya korelasi yang kuat antara
biomassa, diameter dan tinggi pohon. Ini bisa ditunjukkan oleh nilai R Square (adj) 0.847 atau 0,85 dan standard error of the estimate (SE) adalah 1,540.003. Dari uraian di atas bahwa ada hubungan yang kuat antara biomassa total dengan diameter (1 variabel bebas) maupun
antara biomassa total dengan diameter dan tinggi (2 variabel bebas). Pada penggunaan 2 variabel bebas ini telah dilaksanakan pengecekan bahwa hasilnya adalah adanya kenormalan, tidak ada multicollinearity dan tidak ada heteroscedasticity. Dengan demikian kita bisa
menggunakan penaksiran biomassa total baik melalui pengukuran diameter maupun diameter dan tinggi pohon.
IV. KESIMPULAN
Biomassa atas tanah pada tanaman trembesi [Albizia saman (Jacq.) Merr] dapat diduga melalui persamaan allometrik: Y = 2.172,6 X1– 8.821,9 dengan R2= 0,80, sedangkan untuk penaksiran biomassa bawah tanah: Y = 205,14 X1 - 144,09 dengan R2 = 0,69. Penaksiran
biomassa total (biomassa atas dan bawah tanah) tanaman trembesi dengan predictor diameter adalah: Y = 2.377,8 X1 – 8.965,9 dengan R2 = 0,84 sedangkan dengan predictor diameter dan tinggi: Y = -10,310.50 + 1,820.89X1 + 10.89X2 dimana X1 = Diameter dan X2 =
Tinggi dengan R2 = 0.85. Berdasarkan nilai koefisen determinasi persamaan tesebut maka pendugaan biomassa total trembesi cukup dengan menggunakan predictor diameter batang Nilai nisbah pucuk-akar bervariasi 0.09-1.09 dengan rata-rata 0.548 dan faktor ekspansi
biomassa juga bervariasi dari 1.17 - 3.41 dengan rata-rata 1.896.
DAFTAR PUSTAKA
Atwell, B.J., Kriedemann, P.E. and Turnbull, C.G.N. 1999. Biomass distribution. Plants in action: Adaptation in nature, performance in cultivation. Macmillan Education Australia Pty Ltd, Melbourne, Australia
Beets, P.N., Pearce, S.H., Oliver, G.R. and Clinton, P.W. 2007. Root/shoot ratios for deriving below-ground biomass of Pinus radiata stands. New Zealand Journal of Forestry Science 37(2): 267– 288.
60
Jensen, M. 2001. Trees commonly cultivated in Southeast Asia: an illustrated field guide. FAO Regional Office for Asia and the Pacific. Second edition. Craftsman Press Co., Ltd., Bangkok.
Lehtonen, A., Makipaa, R., Heikkinen, J., Sievanen, R. and Liski, J. 2004. Biomass expansion factors (BEFs) for Scot pine, Norway spruce and birch according to stand age for boreal forests. Forest Ecology and Management 188: 211-224
Levy, P.E., Hale, S.E., and Nicoll, B.C.2004. Biomass expansion factors and root : shoot ratios for coniferous tree species in Great Britain. Forestry 77(5): 421-430.
Magalhaes, T.M. and Seifert, T. 2015. Tree component brief and root-to-shoot ratio of Lebombo ironwood: measurement uncertainty. Carbon Balance and Management 10 (9): 1-14
Merrill ED, 1912. Notes on the flora of Manila with special reference to the introduced element. Philippine Journal of Sciences, Botany, 7:145-208.
Miyakuni, K., Heriansyah, I., Heriyanto, N.M. and Kiyono, Y. 2004. Allometric biomass equation, biomass expansion factors and root-to-shoot ratios of planted Acacia mangium Willd forest in West Java, Indonesia. Japan Forest Planning 10: 69-76
Pastorella, F. and Paletto, A. 2014. Biomass allocation in natural regeneration of Fagus sylvatica and Picea abies trees in Italian Alps. Forestry Studies 61: 35-46
Reid, A. 2013. How to calculate precision. eHow Contributor. http://www.ehow.com/ how_6186008_ calculate-precision.html (Accessed 26 May, 2016)
Sanquetta, C.R., Corte, A.P.D., da Silva, F. 2011. Biomass expansion factor and root-to-shoot ratio for Pinus in Brazil. Carbon Balance and Management 6 (6): 1-8.
Standley, P.C. and Steyermark, J.A. 1946. Flora of Guatemala. Fieldiana (Botany), 24(5).