BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang diteliti secara obyektif. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antara kejadian badai geomagnet kuat dengan daerah aktif di Matahari.
Pada penelitian ini, digunakan indeks Dst sebagai indikator kejadian badai geomagnet kuat (indeks Dst < -100 nT) .Adapun variabel daerah aktif yang digunakan yaitu luas daerah aktif dan konfigurasi medan magnet daerah aktif. Data kejadian badai geomagnet yang diolah merupakan data sekunder yang diunduh dari World Data Center C2 at Kyoto University database (http://wdc.kugi.kyoto-u ac.jp/dst_final/index.html) sedangkan untuk memperoleh data daerah aktif maka dilakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap CME atau lubang korona yang diduga sebagai penyebab peningkatan kecepatan angin Matahari yang dapat menyebabkan terjadinya badai geomagnet. Data luas dan konfigurasi medan magnet daerah aktif dapat diperoleh jika badai tersebut disebabkan oleh CME yang dipicu oleh flare.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian : Februari 2015 s.d Juni 2015
3.2 Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari hasil pengamatan satelit dan pengamatan landas Bumi yang mengamati aktivitas Matahari dan Bumi . Data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Data kejadian badai geomagnet (indeks Dst) yang diperoleh dari World Data
Center C2 at Kyoto University database (http://wdc.kugi.kyoto-u
ac.jp/dst_final/index.html)
World Data Center Kyoto merupakan laman yang menyediakan data kejadian badai geomagnet dengan indikator indeks Dst . Data yang terdapat pada laman ini merupakan data dari hasil pengamatan yang dilakukan di empat stasiun yaitu Kakioka (Jepang), Hermanus (Afrika Selatan) , Honolulu (USA) dan San Juan (Brasil) yang tersedia dari tahun 1957 sampai dengan sekarang yang disajikan dalam tabulasi tahunan dan tabulasi bulanan perjam seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.
2. Data CME diperoleh dari SOHO/LASCO CME Catalog (http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/) untuk data CME sampai dengan tahun 2013 dan dari Cactus (http://sidc.oma.be/cactus/catalog.php) untuk data CME tahun 2014.
Katalog ini berisi identifikasi semua CME yang diidentifikasi secara manual sejak tahun 1996 dari LASCO (Large Angle and spektrometri coronagraph) dibawah misi Solar dan Heliospheric Observatory (SOHO). Satelit SOHO merupakan satelit yang mempelajari Matahari mulai dari bagian inti sampai lapisan korona. SOHO dilengkapi beberapa instrumen antara lain teleskop EIT (Extreme Ultraviolet Coronagraph) yang berfungsi untuk mengamati Matahari pada spektrum Ultraviolet dan LASCO (Large Angle and Spektrometri Coronagraph) yang berfungsi untuk mengamati
CME. LASCOmemiliki tiga teleskop C1, C2, dan C3. Namun, hanya data C2
dan C3 yang digunakan untuk keseragaman karena C1 dinonaktifkan pada bulan Juni 1998. Katalog ini disajikan dalam tabulasi tahunan dan tabulasi bulanan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Tampilan awal SOHO/LASCO CME Catalog
3. Data flare dan erupsi filamen diperoleh dari Spaceweather (ftp://ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/)
Data flaredan erupsi filamen dapat diunduh dari internet yang tersedia di ftp://ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/events dengan kode flare yaitu XRA seperti di tunjukan pada Gambar 3.3 dan erupsi filamen yaitu DSF atau EPL.
Gambar 3.3. Contoh data flare pada 4 November 1997 (Sumber:ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/)
4. Data lubang korona diperoleh dari Solar Monitor
(http://www.solarmonitor.org/)
Solar Monitor merupakan laman yang disediakan oleh Solar Physics Group, Trinity College Dublin dan e-INIS, Irish National e-Infrastructure. Laman ini berisi informasi data realtime tentang daerah aktif dan aktivitas Matahari seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Data yang terdapat pada solar Monitor relevan dengan sumber data dari
SDO (Solar Dynamics Observatory), SOHO (Solar and Heliospheric
SECCHI (Sun Earth Connection Coronal and Heliospheric Investigation), SOLIS (Synoptic Optical Long-term Investigations of the Sun), NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) Space Weather Prediction Center.
5. Data daerah aktif di Matahari yang diperoleh dari Spaceweather (ftp://ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/). Dari laman ini, data daerah aktif yang digunakan yaitu luas daerah aktif dan konfigurasi medan magnet darah aktif seperti ditunjukkan oleh lingkaran hitam pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5.Contoh data luas dan konfigurasi medan magnet daerah aktif dengan nomor daerah aktif 8100 pada 4 November 1997 (Sumber : ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/)
3.3Prosedur Penelitian
3.3.1 Tahap Identifikasi Indeks Dst
Setelah memperoleh data kejadian badai geomagnet, maka selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap munculnya badai geomagnet yang masuk dalam kategori badai geomagnet kuat dengan kriteria indeks Dst lebih kecil dari -100 nT.
3.3.2 Tahap Pemilihan Sumber di Matahari yang Menyebabkan Terjadinya
Badai Geomagnet.
3.3.2.1 Tahap Identifikasi Data CME yang Berkaitan
Webb, dkk (dalam Yatini 2008) mengungkapkan bahwa badai geomagnet dengan intensitas sedang dan kuat disebabkan oleh CME beberapa hari sebelumnya sehingga tinjauan terhadap CME sebagai sumber di Matahari yang menyebabkan badai geomagnet perlu dilakukan. Selang waktu dipilih antara 2 hari s.d 3 hari ke belakang. Penentuan selang waktu ini dilakukan berdasarkan rata-rata CME tiba di Bumi (Martiningrum, dkk. 2012, hlm. 6).
3.3.2.1.1 Identifikasi Data Flare sebagai Pemicu Terjadinya CME Selang waktu flare yang diduga sebagai kandidat pemicu CME disesuaikan dengan CME yaitu antara 2 hari s.d 3 hari. Data flare
dapat diunduh dari internet yang tersedia di
ftp://ftp.swpc.noaa.gov/pub/warehouse/events dengan kode flare yaitu XRA. Data flare yang ditinjau meliputi rentang waktu terjadinya flare, kelas flare, lokasi daerah aktif, luas daerah aktif dan konfigurasi medan magnet daerah aktif. Flare yang diduga sebagai pemicu CME diidentifikasi dari waktu terjadinya flare dan CME.
3.3.2.1.2 Identifikasi Data Erupsi Filamen sebagai Pemicu Terjadinya CME
3.3.2.2 Tahap Identifikasi Data Lubang Korona yang Berkaitan
Beberapa tahapan diatas dapat dilihat pada Gambar 3.6 dibawah ini
Gambar 3.6. Diagram Alur Penelitian Data Kejadia n Badai Geomagnet Kuat
(Indeks Dst < -100 nT)
CME
Flare Erupsi Filamen
Lubang Korona
Luas Daerah Aktif Konfigurasi Medan
3.4 Tehnik Pengolahan Data
3.4.1 Mengidentifikasi Indeks Dst
Setelah diperoleh data kejadian badai geomagnet kuat (Indeks Dst < -100 nT) maka dilihat grafik perubahan Dst dari tiap jam pada hari terjadinya badai geomagnet. Waktu yang dijadikan acuan yaitu waktu saat Dst mencapai nilai terendah.
Gambar 3.7. Contoh grafik perubahan Indeks Dst terhadap waktu pada bulan Oktober 1996 yang memberikan nilai Indeks Dst sebesar -105 nT
Berdasarkan data indeks Dst yang terlihat pada grafik diatas, hal yang perlu diperhatikan yaitu waktu kejadian (mulai turun sampai naik kembali) dan tingkat kekuatan badai (Dst minimum).
3.4.2 Mengidentifikasi Sumber Gangguan di Matahari
Pemilihan kandidat CME yang diduga sebagai penyebab badai dilakukan dalam selang waktu 2 hari s.d 3 hari . Setelah diperoleh kandidat CME yang berkaitan, selanjutnya dilakukan analisis terhadap kecepatan CME untuk memperkirakan waktu tibanya CME di Bumi. Jika waktu tibanya CME di Bumi sesuai dengan waktu terjadinya badai geomagnet maka CME tersebut dipilih sebagai penyebab badai geomagnet tersebut. Dengan mengetahui jarak Bumi - Matahari dan kecepatan CME maka waktu tibanya CME di Bumi dapat diketahui. Perkiraan waktu tibanya CME di Bumi dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Kecepatan CME
Jika telah diidentifikasi flare sebagai pemicu CME maka kita dapat memperoleh data berupa waktu kejadian, kelas flare, lokasi daerah aktif, luas daerah aktif dan konfigurasi medan magnet daerah aktif. Sedangkan jika diidentifikasi bahwa erupsi filamen sebagai pemicu CME maka kita dapat memperoleh data berupa waktu kejadian dan lokasi. Data yang telah diperoleh ditabulasi disesuaikan dengan kejadian badai geomagnet dan CME.
Jika tidak ditemukan adanya CME yang berkaitan maka dilakukan identifikasi terhadap lubang korona yang diduga sebagai penyebab terjadinya badai geomagnet. Pemilihan waktu dipilih antara 1 hari s.d 5 hari sebelum terjadinya badai geomagnet. Pemilihan waktu ini disesuaikan dengan kecepatan angin Matahari. Posisi lubang korona yang diduga sebagai pemicu terjadinya badai yaitu terletak didekat ekuator dan berada di bagian barat Matahari. Data yang diperoleh berupa waktu kejadian dan posisi lubang korona. Data yang telah diperoleh ditabulasi disesuaikan dengan kejadian badai geomagnet.
Data yang telah diperoleh ditabulasi dan kemudian dibuat grafik untuk melihat penyebab terbanyak terjadinya badai geomagnet.
3.4.3 Mengidentifikasi Luas Daerah Aktif di Matahari dan Konfigurasi Medan Magnet Daerah Aktif di Matahari
Sesuai dengan tujuan awal penelitian yaitu mengetahui keterkaitan antara daerah aktif di Matahari dengan kejadian badai geomagnet kuat dengan variabel daerah aktif yaitu luas dan konfigurasi medan magnet, maka pada penelitian ini data kejadian badai geomagnet yang bukan disebabkan oleh CME yang dipicu oleh flare yang terjadi diatas daerah aktif dapat diabaikan.
Pada Gambar 3.8 terlihat bahwa kecenderungan flare kelas B dan C yang memiliki intensitas sinar-X lebih kecil dari 10-2 ergs cm-2s-1 memiliki kecenderungan muncul pada luas daerah aktif berkisar 0 Millionth Solar Hemisphere (MH)s.d 400 MH, flare kelas M yang memiliki intensitas sinar-X 10-2 ergs cm-2s-1 s.d lebih kecil dari 10-1 ergs cm-2s-1 memiliki kecenderungan
muncul pada luas daerah aktif berkisar 100 MH s.d 1000 MH dan flare kelas
X yang memiliki intensitas sinar-X lebih besar sama dengan 10-1 ergs cm-2s-1
memiliki kecenderungan muncul pada luas daerah aktif berkisar 100 MH s.d
2500 MH, sehingga pengklasifikasian di buat dengan menjadikan
kecenderungan distribusi flare kelas B dan C sebagai batas untuk kategori keluasan sempit, flare kelas M sebagai batas untuk kategori keluasan sedang dan flare kelas X sebagai batas untuk kategori keluasan luas.
Tabel 3.2. Klasifikasi Keluasan Daerah Aktif
Klasifikasi Keluasan Luas (MH)
Sempit L < 400
Sedang 400
Gambar 3.8. Distribusi kejadian flare terhadap keluasan daerah aktif Klasifikasi konfigurasi medan magnet mengacu pada klasifikasi