BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuataan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Untuk meningkatkan sumber daya manusia, salah satu cara yang
harus dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan, baik prestasi
belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan merupakan prioritas dalam
pelaksanaan pembangunan pendidikan nasional. Banyak usaha yang dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan
mutu pembelajaran akuntansi masih terus diupayakan. Untuk menunjang
keberhasilan pembangunan pendidikan, pemerintah Jawa Barat telah melakukan
berbagai upaya antara lain: menjamin pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah, dan memfasilitasi peningkatan
kinerja lembaga pendidikan dasar, menengah, dan atas di wilayah Propinsi Jawa
Barat. Upaya peningkatan mutu pendidikan juga digalakkan oleh pemerintah
kota Bandung, seperti peningkatan kualitas guru, peningkatan dalam pemakaian
metode pembelajaran, peningkatan sarana, dan peningkatan kualitas belajar.
Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan
penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam pembelajaran Akuntansi di
sekolah. Guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan
merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa
(Afiatin, 2011: 1). Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip pembelajaran yaitu prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman. “Prinsip ini (Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman) berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya” (Tim pengembang MKDP, 2011: 185). Selain itu, prinsip belajar adalah berbuat (Learning by
Doing) juga sangat relevan, karena prinsip ini mempunyai makna bahwa belajar
bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas (Sanjaya, 2008: 30). Sardiman
(Nurfaidah et al, 2011: 33) mengatakan bahwa tanpa adanya aktivitas siswa,
proses belajar tidak akan mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Sophocles (Warsono dan Hariyanto, 2013: 3), “Seseorang harus belajar dengan cara melakukan sesuatu, Anda tidak akan memiliki kepastian tentang hal tersebut sampai Anda mencoba melakukan sendiri.” Dengan kata lain, untuk memperoleh pengetahuan, siswa harus aktif mengalaminya sendiri. Lebih lanjut lagi Zuckerman (Warsono dan Hariyanto, 2013: 4), “Para pakar meyakini bahwa belajar akan diperoleh melalui pengalaman (learning for experience), melalui
pembelajaran aktif (active learning), dan dengan cara melakukan interaksi
dengan bahan ajar maupun dengan orang lain.
Pendapat para ahli di atas menunjukkan pentingnya siswa aktif dalam
pembelajaran. Siswa dikatakan belajar jika mereka aktif ikut mengalaminya
sendiri semua proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 125)
siswa yang aktif digolongkan berdasarkan persentase keaktifan, yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Kategori Keaktifan Siswa
Skala Keaktifan Kategori
80 atau lebih Sangat baik
60-79,99 Baik
40-59,99 Cukup
20-39,99 Kurang
0-19,99 Sangat kurang
Sumber: Dimyati dan Mudjiono (2009: 125)
Di bawah ini peneliti memiliki data keaktifan siswa pada mata pelajaran
yang dijadikan dasar peneliti melakukan penelitian mengenai keaktifan siswa di
SMK Daarut Tauhiid Boarding School.
Tabel 1.2 Tingkat keaktifan Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi Perusahaan Jasa Kelas X Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School
Kelas Jumlah
Siswa
Persentase (tingkat keaktifan
siswa)
Kategori
X Akuntansi C 22 siswa 32,32% Kurang
X Akuntansi D 22 siswa 33,83% Kurang
Jumlah 44 siswa
(Sumber: observasi,data diolah)
Dari keseluruhan data tingkat keaktifan siswa yang didapatkan oleh
peneliti dengan cara observasi dengan guru akuntansi pada tanggal 27 November
2014 dalam mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa masih kurang, data yang
dikumpulkan diperoleh dari 2 kelas X Akuntansi yang berbeda, dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa dalam belajar akuntansi
masih kurang yaitu dibawah 40%, hal ini disimpulkan berdasarkan kategori
keaktifan pada tabel Tingkat keaktifan siswa di kelas X Akuntansi C sebesar
32,32%, kelas X Akuntansi C tingkat keaktifannya masuk kategori kurang.
Sedangkan di kelas X Akuntansi D sebesar 33,83 %, dan masuk kategori kurang.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan tanggal 27 November
2014 penelitian di SMK Daarut Tauhid Boarding School tampak bahwa selama
pelaksanaan pembelajaran Akuntansi, intensitas penggunaan model
pembelajaran konvensional, serta metode ceramah dan latihan masih terlalu
sering dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Guru melakukan ceramah untuk
memberikan materi pelajaran pada siswa, dan di sisi lain siswa duduk diam dan
memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Selanjutnya, karena
materi Akuntansi cenderung lebih banyak berhitung, maka guru pada saat
mengajar sering menggunakan metode latihan sebagai variasi mengajar. Guru
sering mengandalkan dua metode mengajar tersebut untuk digunakan dalam
pelaksanaan pembelajaran Akuntansi dan kurang memberikan variasi mengajar
saja, yaitu dari guru ke siswa. Pembelajaran Akuntansi yang ada menjadi
monoton dan kurang optimal.
Proses pembelajaran akuntansi diatas dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa. hal ini dikarenakan bahwa hasil belajar merupakan instrumental input,
raw input, expected output, dan environmental input. Hal tersebut menurut teori Loree (Djamarah, 2002:141-142) dengan mengembalikan kepada tiga komponen
utama proses belajar mengajar yang harus diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar
mengajar (PBM) ialah komponen-komponen; (S) Stimulus, (O) Organisme, (R)
Response dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1.1 Komponen Proses Belajar Mengajar
Sumber: Djamarah, 2002:141-142
Dengan lingkungan non sosial siswa yang bersistem asrama
mengakibatkan siswa jauh dari keluarga, ada kecenderungan siswa ingin pulang
ke rumah sehingga mempengaruhi aspek psikologis siswa dalam keaktifan
belajar dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. Jam sekolah siswa di
SMK Daarut Tauhiid Boarding School adalah pukul 07.15 hingga 15.00. Dengan
jam sekolah yang lumayan padat, siswa juga sedikit terbebani dengan banyaknya
tugas yang diberikan guru sehingga setelah kegiatan belajar mengajar selesai,
siswa harus menyelesaikan tugas-tugasnya hingga jam tidur mereka yang
dijadwalkan paling lambat pukul 22.00, kadang-kadang diatas pukul 22.00 siswa
masih belum tidur karena masih harus mengerjakan tugas. Setiap hari siswa
dijadwalkan bangun tidur pukul 04.00. Dengan keadaan seringnya siswa tidur
hingga larut malam karena menyelesaikan tugas, biasanya siswa keesokan
harinya kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Keadaan di atas memberikan dampak yang besar terhadap aktivitas dan keaktifan siswa dalam
mata pelajaran akuntansi. Keberhasilan dalam pendidikan akan terwujud apabila
terdapat proses pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran yang efektif
akan membuat siswa aktif selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
yang disebutkan Yamin (2007:81-82) bahwa “belajar aktif ditandai bukan hanya
melalui aktivitas peserta didik secara fisik, namun juga aktivitas mental”.
Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar sering menyebabkan
kegagagalan dalam belajar dan hasil belajar yang tidak optimal. Keberhasilan
guru dalam membuat siswa aktif dalam pembelajaran masih belum maksimal
karena proses pembelajaran masih bersifat teacher centered. Sehingga siswa
tidak memiliki sikap positif dan tidak aktif terhadap pelajaran akuntansi yang
disampaikan oleh guru, mereka sering beranggapan bahwa belajar akuntansi itu
susah dan membosankan, sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung
menjadi kurang menyenangkan dan tidak berkesan.
Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses
pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa
aktivitas. Pengalaman belajar hanya dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Oleh karena itu keaktifan siswa penting dalam proses
pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat diterima
begitu saja tetapi harus siswa yang mengolahnya sesuai kemauan, kemampuan
dan bakat. Keaktifan siswa selama proses belajar sangat tergantung pada
siswa secara langsung diharapkan menjadikan siswa lebih aktif dalam aktivitas
belajarnya dan hasil belajar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang
ditetapkan. Salah satu tujuan pembelajaran Akuntansi di SMK adalah
menghasilkan lulusan yang mempunyai kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan vokasional seringkali disebut “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
masyarakat. Kecakapan vokasional akan terwujud apabila pada proses pembelajaran siswa mempunyai aktivitas belajar dan keaktifan yang tinggi.
Untuk mengoptimalkan keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi,
diperlukan suatu alternatif pembelajaran untuk menjaga semangat belajar dan
keaktifan siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah
mencari pendekatan dan metode yang cocok dengan kondisi siswa. Menurut
Nikmah (2013: 4) pendekatan dan metode yang dipilih guru harus berorientasi
pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses
pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya
bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat belajar aktif dan menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang
optimal. Salah satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan
kerjasama dan keaktifan siswa adalah penerapan model kooperatif. Model
pembelajaran ini mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan
berpendapat serta saling melatih pengetahuan masing-masing. Model
pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang
interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti
inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran
pembelajaran akuntansi. Materi akuntansi merupakan materi pembelajaran jenis
konsep dan praktik keterampilan (vocational skills) yaitu segala sesuatu yang
berwujud pengertian yang timbul sebagai hasil pemikiran serta penerapan
konsep yang sudah didapat di kelas dengan menjalankan praktikum.
Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) pada Siswa Kelas X Ak 3 Program Keahlian Akuntansi SMK Batik Perbaik Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar akuntansi dari
siklus I ke siklus II (Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 2012). Penelitian
lain yaitu dilakukan Denik Arikha, Ngadiman, dan Elvia Ivada (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran siswa dari
sebelum tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran
sebelum dilakukan tindakan masih berpusat pada guru sehingga keaktifan siswa
kurang dan hal itu berdampak pada kurangnya pemahaman siswa yang membuat
ketuntasan hasil belajar kurang. Peningkatan terjadi pada siklus I. Keaktifan
siswa serta ketuntasan hasil belajar siswa meningkat walaupun belum optimal.
Pelaksanaan siklus II menyebabkan keaktifan siswa dan ketuntasan hasil belajar
meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang
berkualitas.
Dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa berbagai
permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan menggunakan
model pembelajaran tipe kooperatif tipe STAD. Karena kesesuaiannya dengan
permasalahan yang dihadapi kelas X.C Akuntansi SMK Daarut Tauhiid
Bandung. Banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang telah dikenal orang,
antara lain: Jigsaw, Think Pair Share, Number Head Together, Two Stay Two
Stray, STAD (Student Teams Achievement Divison), dll. Dari berbagai tipe
cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD. STAD
adalah salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya
kerjasama siswa secara berkelompok dalam memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan belajar. Slavin (2008: 12) menyebutkan bahwa “gagasan utama dari STAD adalah adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling
diajarkan oleh guru.” Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama
proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan
semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Terdapat beberapa faktor yang
menjadikan model ini mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa. Faktor tersebut adalah karakter STAD sebagai model pembelajaran yang menuntut kerjasama, pembelajaran berpusat pada siswa
(student centered), dan adanya penghargaan bagi tim terbaik.
Tipe STAD sangat menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar.
Hal ini akan menuntut siswa untuk saling membantu, memberi motivasi, dan
saling percaya satu sama lain. Pembelajaran yang menekankan pada kerjasama
akan memberi kesempatan kepada siswa secara bekerja sama, berbagi pendapat,
pengetahuan, pengalaman, mendengarkan pendapat orang lain, saling
memotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran
tipe STAD, siswa belajar dengan cara membentuk kelompok yang anggotanya 4
siswa secara heterogen, setelah guru memberikan tugas kepada kelompok setiap
anggota kelompok akan berusaha mempelajarinya dan yang sudah bisa
memahami materi membantu anggota yang lain. Keunggulan pembelajaran tipe
STAD ini adalah kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan
keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa
untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Melalui model pembelajaran
kooperatif tipe STAD peneliti berupaya untuk meningkatkan keaktifan siswa
dalam pelajaran akuntansi. Metode STAD dipilih karena metode pembelajaran
tersebut merupakan salah satu model kooperatif yang menekankan pada adanya
aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Untuk materi penelitian yaitu jurnal umum, karena berdasarkan hasil
Boarding School materi yang paling sulit diserap siswa dalam pembelajaran akuntansi adalah materi Jurnal Umum. Materi ini menjelaskan tentang
langkah-langkah pencatatan jurnal, mekanisme mendebet dan mengkredit, dan membuat
jurnal umum dari berbagai jenis transaksi. Penyesuaian pembelajaran pada
materi ini menggunakan pembelajaran aktif, membuat siswa dapat memahami
materi lebih baik sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang mudah
dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan serta siswa dapat mencatat transaksi keuangn perusahaan jasa ke dalam jurnal umum dengan menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, responsif dan proaktif dalam
berinteraksi secara efektif dalam lingkungan sosial sesuai dengan prinsip etika
profesi bidang akuntansi. Melalui model cooperative learning tipe STAD yang
menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar akan memberi kesempatan
kepada siswa bekerja sama mengidentifikasi bukti transaksi yang akan dicatat ke
jurnal umum, kemudian berbagi pendapat dalam menganalisis pencatatan
transaksi dan menyimpulkan informasi tentang pencatatan transaksi ke dalam
jurnal umum. Melalui model cooperative learning tipe STAD, siswa juga dapat
saling memotivasi dan saling membantu anggota yang lain dalam memahami
materi lebih baik guna mencapai prestasi yang maksimal dalam pembelajaran
akuntansi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Cooperative Learning
Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap Keaktifan Siswa
Pada Mata Pelajaran Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School”.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Rendahnya tingkat keaktifan siswa merupakan adanya permasalahan
dalam pembelajaran akuntansi yang harus segera dicarikan solusinya. Karena menurut Sudjana (2010: 5) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Kadar keaktifan belajar siswa yang optimal menyebabkan siswa dapat mencapai hasil
belajar yang optimal juga. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dan
laku siswa secara lebih efektif dan efisien. Jika siswa memiliki tingkat
keaktifan rendah maka proses pembelajaran siswa di kelas diduga akan
berjalan kurang optimal. Gagne dan Briggs (2009: 35) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik
dalam proses pembelajaran, yaitu:
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada
peserta didik).
3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
5) Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran
7) Memberi umpan balik (feedback)
8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir
pembelajaran.
Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta
didik dalam proses pembelajaran di atas diaplikasikan melalui sintaks
rancangan model pembelajaran. Sintaks dari suatu model pembelajaran
menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan dalam suatu kegiatan
pembelajaran dan menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa saja
yang harus dilakukan oleh guru atau siswa sehingga dapat menumbuhkan
timbulnya keaktifan dalam belajar. Pengembangan model pembelajaran
yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar aktif dan
menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang optimal. Salah
satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan keaktifan
siswa adalah penerapan model kooperatif. Model pembelajaran ini
mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan
pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam
menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru.
Kondisi seperti inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik
demi kelancaran pembelajaran akuntansi.
Dari berbagai tipe cooperative learning, peneliti memilih untuk
penerapan tipe STAD karena STAD merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif (Slavin, 2009: 143). Pembelajaran dengan model
STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan
menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang
demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar
sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang
optimal.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi di SMK Daarut
Tauhiid Boarding School, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD.
D. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keaktifan siswa
dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD. Adapun penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan keaktifan siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD
E. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:
1. Secara teoritis
Memberikan manfaat kepada semua pihak,terutama pihak-pihak yang
langsung berkontribusi dalam penerapan model pembelajaran
cooperative learning tipe STAD. Secara khusus, penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang cooperative learning tipe
STAD.
2. Secara praktis
a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam
menerapkan cooperative learning pada kegiatan pembelajaran
akuntansi selanjutnya
b. Bagi siswa, metode pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi
c. Bagi guru, sebagai cara untuk dapat memperbaiki metode belajar
mengajar dan dapat memecahkan permasalahan pembelajaran
akuntansi yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
d. Bagi sekolah, sebagai upaya bagi sekolah untuk dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi di SMK Daarut