• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PEA 1104263 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PEA 1104263 Chapter1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuataan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Untuk meningkatkan sumber daya manusia, salah satu cara yang

harus dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan, baik prestasi

belajar siswa maupun kemampuan guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan merupakan prioritas dalam

pelaksanaan pembangunan pendidikan nasional. Banyak usaha yang dilakukan

untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya peningkatan

mutu pembelajaran akuntansi masih terus diupayakan. Untuk menunjang

keberhasilan pembangunan pendidikan, pemerintah Jawa Barat telah melakukan

berbagai upaya antara lain: menjamin pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah, dan memfasilitasi peningkatan

kinerja lembaga pendidikan dasar, menengah, dan atas di wilayah Propinsi Jawa

Barat. Upaya peningkatan mutu pendidikan juga digalakkan oleh pemerintah

kota Bandung, seperti peningkatan kualitas guru, peningkatan dalam pemakaian

metode pembelajaran, peningkatan sarana, dan peningkatan kualitas belajar.

Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan

penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam pembelajaran Akuntansi di

sekolah. Guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan

merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa

(2)

(Afiatin, 2011: 1). Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip pembelajaran yaitu prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman. “Prinsip ini (Prinsip Keterlibatan Langsung/Berpengalaman) berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya” (Tim pengembang MKDP, 2011: 185). Selain itu, prinsip belajar adalah berbuat (Learning by

Doing) juga sangat relevan, karena prinsip ini mempunyai makna bahwa belajar

bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas (Sanjaya, 2008: 30). Sardiman

(Nurfaidah et al, 2011: 33) mengatakan bahwa tanpa adanya aktivitas siswa,

proses belajar tidak akan mungkin berlangsung dengan baik. Menurut Sophocles (Warsono dan Hariyanto, 2013: 3), “Seseorang harus belajar dengan cara melakukan sesuatu, Anda tidak akan memiliki kepastian tentang hal tersebut sampai Anda mencoba melakukan sendiri.” Dengan kata lain, untuk memperoleh pengetahuan, siswa harus aktif mengalaminya sendiri. Lebih lanjut lagi Zuckerman (Warsono dan Hariyanto, 2013: 4), “Para pakar meyakini bahwa belajar akan diperoleh melalui pengalaman (learning for experience), melalui

pembelajaran aktif (active learning), dan dengan cara melakukan interaksi

dengan bahan ajar maupun dengan orang lain.

Pendapat para ahli di atas menunjukkan pentingnya siswa aktif dalam

pembelajaran. Siswa dikatakan belajar jika mereka aktif ikut mengalaminya

sendiri semua proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 125)

siswa yang aktif digolongkan berdasarkan persentase keaktifan, yaitu sebagai

berikut:

Tabel 1.1 Kategori Keaktifan Siswa

Skala Keaktifan Kategori

80 atau lebih Sangat baik

60-79,99 Baik

40-59,99 Cukup

20-39,99 Kurang

0-19,99 Sangat kurang

Sumber: Dimyati dan Mudjiono (2009: 125)

Di bawah ini peneliti memiliki data keaktifan siswa pada mata pelajaran

(3)

yang dijadikan dasar peneliti melakukan penelitian mengenai keaktifan siswa di

SMK Daarut Tauhiid Boarding School.

Tabel 1.2 Tingkat keaktifan Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi Perusahaan Jasa Kelas X Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School

Kelas Jumlah

Siswa

Persentase (tingkat keaktifan

siswa)

Kategori

X Akuntansi C 22 siswa 32,32% Kurang

X Akuntansi D 22 siswa 33,83% Kurang

Jumlah 44 siswa

(Sumber: observasi,data diolah)

Dari keseluruhan data tingkat keaktifan siswa yang didapatkan oleh

peneliti dengan cara observasi dengan guru akuntansi pada tanggal 27 November

2014 dalam mata pelajaran akuntansi perusahaan jasa masih kurang, data yang

dikumpulkan diperoleh dari 2 kelas X Akuntansi yang berbeda, dari hasil

tersebut dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa dalam belajar akuntansi

masih kurang yaitu dibawah 40%, hal ini disimpulkan berdasarkan kategori

keaktifan pada tabel Tingkat keaktifan siswa di kelas X Akuntansi C sebesar

32,32%, kelas X Akuntansi C tingkat keaktifannya masuk kategori kurang.

Sedangkan di kelas X Akuntansi D sebesar 33,83 %, dan masuk kategori kurang.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan tanggal 27 November

2014 penelitian di SMK Daarut Tauhid Boarding School tampak bahwa selama

pelaksanaan pembelajaran Akuntansi, intensitas penggunaan model

pembelajaran konvensional, serta metode ceramah dan latihan masih terlalu

sering dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Guru melakukan ceramah untuk

memberikan materi pelajaran pada siswa, dan di sisi lain siswa duduk diam dan

memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Selanjutnya, karena

materi Akuntansi cenderung lebih banyak berhitung, maka guru pada saat

mengajar sering menggunakan metode latihan sebagai variasi mengajar. Guru

sering mengandalkan dua metode mengajar tersebut untuk digunakan dalam

pelaksanaan pembelajaran Akuntansi dan kurang memberikan variasi mengajar

(4)

saja, yaitu dari guru ke siswa. Pembelajaran Akuntansi yang ada menjadi

monoton dan kurang optimal.

Proses pembelajaran akuntansi diatas dapat mempengaruhi hasil belajar

siswa. hal ini dikarenakan bahwa hasil belajar merupakan instrumental input,

raw input, expected output, dan environmental input. Hal tersebut menurut teori Loree (Djamarah, 2002:141-142) dengan mengembalikan kepada tiga komponen

utama proses belajar mengajar yang harus diperhatikan oleh setiap guru yang bertugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar

mengajar (PBM) ialah komponen-komponen; (S) Stimulus, (O) Organisme, (R)

Response dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1.1 Komponen Proses Belajar Mengajar

Sumber: Djamarah, 2002:141-142

Dengan lingkungan non sosial siswa yang bersistem asrama

mengakibatkan siswa jauh dari keluarga, ada kecenderungan siswa ingin pulang

ke rumah sehingga mempengaruhi aspek psikologis siswa dalam keaktifan

belajar dan semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. Jam sekolah siswa di

SMK Daarut Tauhiid Boarding School adalah pukul 07.15 hingga 15.00. Dengan

jam sekolah yang lumayan padat, siswa juga sedikit terbebani dengan banyaknya

(5)

tugas yang diberikan guru sehingga setelah kegiatan belajar mengajar selesai,

siswa harus menyelesaikan tugas-tugasnya hingga jam tidur mereka yang

dijadwalkan paling lambat pukul 22.00, kadang-kadang diatas pukul 22.00 siswa

masih belum tidur karena masih harus mengerjakan tugas. Setiap hari siswa

dijadwalkan bangun tidur pukul 04.00. Dengan keadaan seringnya siswa tidur

hingga larut malam karena menyelesaikan tugas, biasanya siswa keesokan

harinya kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Keadaan di atas memberikan dampak yang besar terhadap aktivitas dan keaktifan siswa dalam

mata pelajaran akuntansi. Keberhasilan dalam pendidikan akan terwujud apabila

terdapat proses pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran yang efektif

akan membuat siswa aktif selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan

yang disebutkan Yamin (2007:81-82) bahwa “belajar aktif ditandai bukan hanya

melalui aktivitas peserta didik secara fisik, namun juga aktivitas mental”.

Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar sering menyebabkan

kegagagalan dalam belajar dan hasil belajar yang tidak optimal. Keberhasilan

guru dalam membuat siswa aktif dalam pembelajaran masih belum maksimal

karena proses pembelajaran masih bersifat teacher centered. Sehingga siswa

tidak memiliki sikap positif dan tidak aktif terhadap pelajaran akuntansi yang

disampaikan oleh guru, mereka sering beranggapan bahwa belajar akuntansi itu

susah dan membosankan, sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung

menjadi kurang menyenangkan dan tidak berkesan.

Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses

pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa

aktivitas. Pengalaman belajar hanya dapat diperoleh jika siswa aktif berinteraksi

dengan lingkungannya. Oleh karena itu keaktifan siswa penting dalam proses

pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat diterima

begitu saja tetapi harus siswa yang mengolahnya sesuai kemauan, kemampuan

dan bakat. Keaktifan siswa selama proses belajar sangat tergantung pada

(6)

siswa secara langsung diharapkan menjadikan siswa lebih aktif dalam aktivitas

belajarnya dan hasil belajar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang

ditetapkan. Salah satu tujuan pembelajaran Akuntansi di SMK adalah

menghasilkan lulusan yang mempunyai kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan vokasional seringkali disebut “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di

masyarakat. Kecakapan vokasional akan terwujud apabila pada proses pembelajaran siswa mempunyai aktivitas belajar dan keaktifan yang tinggi.

Untuk mengoptimalkan keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi,

diperlukan suatu alternatif pembelajaran untuk menjaga semangat belajar dan

keaktifan siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah

mencari pendekatan dan metode yang cocok dengan kondisi siswa. Menurut

Nikmah (2013: 4) pendekatan dan metode yang dipilih guru harus berorientasi

pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya

bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat belajar aktif dan menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang

optimal. Salah satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan

kerjasama dan keaktifan siswa adalah penerapan model kooperatif. Model

pembelajaran ini mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan

berpendapat serta saling melatih pengetahuan masing-masing. Model

pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang

interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru. Kondisi seperti

inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik demi kelancaran

pembelajaran akuntansi. Materi akuntansi merupakan materi pembelajaran jenis

konsep dan praktik keterampilan (vocational skills) yaitu segala sesuatu yang

berwujud pengertian yang timbul sebagai hasil pemikiran serta penerapan

konsep yang sudah didapat di kelas dengan menjalankan praktikum.

(7)

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) pada Siswa Kelas X Ak 3 Program Keahlian Akuntansi SMK Batik Perbaik Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar akuntansi dari

siklus I ke siklus II (Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 2012). Penelitian

lain yaitu dilakukan Denik Arikha, Ngadiman, dan Elvia Ivada (2013) dengan judul “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Akuntansi Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran siswa dari

sebelum tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran

sebelum dilakukan tindakan masih berpusat pada guru sehingga keaktifan siswa

kurang dan hal itu berdampak pada kurangnya pemahaman siswa yang membuat

ketuntasan hasil belajar kurang. Peningkatan terjadi pada siklus I. Keaktifan

siswa serta ketuntasan hasil belajar siswa meningkat walaupun belum optimal.

Pelaksanaan siklus II menyebabkan keaktifan siswa dan ketuntasan hasil belajar

meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang

berkualitas.

Dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa berbagai

permasalahan dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan menggunakan

model pembelajaran tipe kooperatif tipe STAD. Karena kesesuaiannya dengan

permasalahan yang dihadapi kelas X.C Akuntansi SMK Daarut Tauhiid

Bandung. Banyak jenis model pembelajaran kooperatif yang telah dikenal orang,

antara lain: Jigsaw, Think Pair Share, Number Head Together, Two Stay Two

Stray, STAD (Student Teams Achievement Divison), dll. Dari berbagai tipe

cooperative learning, peneliti memilih untuk penerapan tipe STAD. STAD

adalah salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya

kerjasama siswa secara berkelompok dalam memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan belajar. Slavin (2008: 12) menyebutkan bahwa “gagasan utama dari STAD adalah adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling

(8)

diajarkan oleh guru.” Pembelajaran dengan model STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama

proses pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan

semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap

pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Terdapat beberapa faktor yang

menjadikan model ini mampu menciptakan suasana pembelajaran yang

menyenangkan bagi siswa. Faktor tersebut adalah karakter STAD sebagai model pembelajaran yang menuntut kerjasama, pembelajaran berpusat pada siswa

(student centered), dan adanya penghargaan bagi tim terbaik.

Tipe STAD sangat menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar.

Hal ini akan menuntut siswa untuk saling membantu, memberi motivasi, dan

saling percaya satu sama lain. Pembelajaran yang menekankan pada kerjasama

akan memberi kesempatan kepada siswa secara bekerja sama, berbagi pendapat,

pengetahuan, pengalaman, mendengarkan pendapat orang lain, saling

memotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran

tipe STAD, siswa belajar dengan cara membentuk kelompok yang anggotanya 4

siswa secara heterogen, setelah guru memberikan tugas kepada kelompok setiap

anggota kelompok akan berusaha mempelajarinya dan yang sudah bisa

memahami materi membantu anggota yang lain. Keunggulan pembelajaran tipe

STAD ini adalah kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan

keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu. Pembelajaran

kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa

untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Melalui model pembelajaran

kooperatif tipe STAD peneliti berupaya untuk meningkatkan keaktifan siswa

dalam pelajaran akuntansi. Metode STAD dipilih karena metode pembelajaran

tersebut merupakan salah satu model kooperatif yang menekankan pada adanya

aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai

materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Untuk materi penelitian yaitu jurnal umum, karena berdasarkan hasil

(9)

Boarding School materi yang paling sulit diserap siswa dalam pembelajaran akuntansi adalah materi Jurnal Umum. Materi ini menjelaskan tentang

langkah-langkah pencatatan jurnal, mekanisme mendebet dan mengkredit, dan membuat

jurnal umum dari berbagai jenis transaksi. Penyesuaian pembelajaran pada

materi ini menggunakan pembelajaran aktif, membuat siswa dapat memahami

materi lebih baik sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang mudah

dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan serta siswa dapat mencatat transaksi keuangn perusahaan jasa ke dalam jurnal umum dengan menunjukkan

perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, responsif dan proaktif dalam

berinteraksi secara efektif dalam lingkungan sosial sesuai dengan prinsip etika

profesi bidang akuntansi. Melalui model cooperative learning tipe STAD yang

menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar akan memberi kesempatan

kepada siswa bekerja sama mengidentifikasi bukti transaksi yang akan dicatat ke

jurnal umum, kemudian berbagi pendapat dalam menganalisis pencatatan

transaksi dan menyimpulkan informasi tentang pencatatan transaksi ke dalam

jurnal umum. Melalui model cooperative learning tipe STAD, siswa juga dapat

saling memotivasi dan saling membantu anggota yang lain dalam memahami

materi lebih baik guna mencapai prestasi yang maksimal dalam pembelajaran

akuntansi. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka judul yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Penerapan Cooperative Learning

Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap Keaktifan Siswa

Pada Mata Pelajaran Akuntansi di SMK Daarut Tauhiid Boarding School”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Rendahnya tingkat keaktifan siswa merupakan adanya permasalahan

dalam pembelajaran akuntansi yang harus segera dicarikan solusinya. Karena menurut Sudjana (2010: 5) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Kadar keaktifan belajar siswa yang optimal menyebabkan siswa dapat mencapai hasil

belajar yang optimal juga. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dan

(10)

laku siswa secara lebih efektif dan efisien. Jika siswa memiliki tingkat

keaktifan rendah maka proses pembelajaran siswa di kelas diduga akan

berjalan kurang optimal. Gagne dan Briggs (2009: 35) menyatakan bahwa

faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik

dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada

peserta didik).

3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.

4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).

5) Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya. 6) Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran

7) Memberi umpan balik (feedback)

8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur. 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir

pembelajaran.

Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta

didik dalam proses pembelajaran di atas diaplikasikan melalui sintaks

rancangan model pembelajaran. Sintaks dari suatu model pembelajaran

menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan dalam suatu kegiatan

pembelajaran dan menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa saja

yang harus dilakukan oleh guru atau siswa sehingga dapat menumbuhkan

timbulnya keaktifan dalam belajar. Pengembangan model pembelajaran

yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi

pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar aktif dan

menyenangkan sehingga dapat meraih hasil belajar yang optimal. Salah

satu model pembelajaran yang berperan dalam meningkatkan keaktifan

siswa adalah penerapan model kooperatif. Model pembelajaran ini

mengacu pada ragam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling menolong, berdiskusi dan

(11)

pembelajaran kooperatif merupakan hal yang sangat penting dalam

menunjang interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru.

Kondisi seperti inilah yang diharapkan agar interaksi berjalan dengan baik

demi kelancaran pembelajaran akuntansi.

Dari berbagai tipe cooperative learning, peneliti memilih untuk

penerapan tipe STAD karena STAD merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan

pendekatan kooperatif (Slavin, 2009: 143). Pembelajaran dengan model

STAD mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan

menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran yang

demikian akan mampu membangkitkan semangat bagi siswa untuk belajar

sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa yang

optimal.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi di SMK Daarut

Tauhiid Boarding School, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah terdapat perbedaan keaktifan siswa antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keaktifan siswa

dengan menggunakan cooperative learning tipe STAD. Adapun penelitian ini

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan keaktifan siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol setelah penerapan cooperative learning tipe STAD

(12)

E. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis

Memberikan manfaat kepada semua pihak,terutama pihak-pihak yang

langsung berkontribusi dalam penerapan model pembelajaran

cooperative learning tipe STAD. Secara khusus, penelitian ini

diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang cooperative learning tipe

STAD.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam

menerapkan cooperative learning pada kegiatan pembelajaran

akuntansi selanjutnya

b. Bagi siswa, metode pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam pembelajaran akuntansi

c. Bagi guru, sebagai cara untuk dapat memperbaiki metode belajar

mengajar dan dapat memecahkan permasalahan pembelajaran

akuntansi yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

d. Bagi sekolah, sebagai upaya bagi sekolah untuk dapat

mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran akuntansi di SMK Daarut

Gambar

Tabel 1.1 Kategori Keaktifan Siswa
Gambar 1.1 Komponen Proses Belajar Mengajar

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

[r]

Dari aspek kepemimpinan, teori Manajemen Strategis Syariah (MSS) akan berhasil dengan lebih baik apabila manajer puncak dari perusahaan memiliki karakter kepemimpinan yang Islami,

Dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan ( deferral ), atau akrual dari penerimaan, atau pembayaran

Judul KTI Pemetaan Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Wilayah, Umur dan Jenis Kelamin di SMC. Telogorejo Semarang Tahun 2013 -

Dari hasil yang didapat oleh penulis sebanyak 64 data (100%), beberapa mahasiswa sering melanggar maksim manner sebanyak 47 pelanggaran (73,43%) karena beberapa mahasiswa

[r]