• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAKELIRAN DALEM SIDEKARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PAKELIRAN DALEM SIDEKARYA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL SKRIP KARYA SENI

PAKELIRAN WAYANG INOVATIF

LAKON DALEM SIDAKARYA

 

      

 

OLEH I KETUT MUADA NIM :200903 004

PROGRAM STUDI S-I SENI PEDALANGAN JURUSAN PEDALANGAN

Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia Denpasar

(2)

SKRIP KARYA SENI

PAKELIRAN DALEM SIDAKARYA

 

OLEH:

        I KETUT MUADA

NIM: 2009 03004

PROGRAM STUDI S-1 SENI PEDALANGAN JURUSAN SENI PEDALANGAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

2013

   

 

 

(3)

SKRIP KARYA SENI

PAKELIRAN DALEM SIDAKARYA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

I Kadek Widnyana,SSP.,M.Si. I Ketut Sudiana,SSn.,M.Si.

NIP.196612271992031004 NIP. 197000329200031001

(4)

Lembar Pengesahan Dewan Penguji, Jurusan, Dekan FSP ISI Denpasar

Skrip karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:

Hari, tanggal : Senin 27 Mei 2013

Ketua : I Ketut Garwa, S,Sn.,M.Sn. (...) Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M,Hum. (...)

Dosen penguji : Prof.Dr.I Wayan Dibia, SST.,MA. (…....…...…...) NIP. 194804121974031001

: Gusti Ayu Ketut Suandewi, SST.,M.Si. (……...…….) NIP. 196507121992032002

: I Kadek Widnyana, SSP.,M.Si. (...…... …….) NIP.196612271992031004

Disahkan pada tanggal: 30 Mei 2013

Mengesahkan : Mengetahui :

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Pedalangan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,

Dekan,

( I Ketut Garwa, S,Sn.,M.Sn ) ( Drs. I Wayan Mardana, M.Pd) NIP.19681231 199603 1007 NIP.1954123 198303 1016

(5)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah di berikan. Hal ini patut di sadari, bahwa betapapun usaha dan kerja keras yang di lakukan, tanpa’ belas kasihan ‘ dari Tuhan Yang Maha Esa, mustahil skrip karya seni berjudul Dalem Sidakarya ini dapat di selesaikan seperti yang harapkan dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian Sarjana di jurusan Pedalangan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penggarap mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada;

1. Bapak Dr, I Gede Arya Sugiartha, S.SKar, M.Hum. Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar

2. Bapak Drs. I Wayan Mardana, M.Pd. Ketua Jurusan Pedalangan 3. Bapak Kadek Widnyana, SSP, M.Si Pembimbing I yang telah

banyak memberikan masukan, dalam penulisan skrip karya seni. 4. Bapak I Ketut Sudiana,S.Sn, M.Si Pembimbing II yang telah

memberikan berbagai masukan pada proses garapan karya seni ini. Tidak lupa pula penggarap ucapkan terimakasih kepada narasumber Bapak I Nyoman Sukada, MA, I Gusti Ngurah Windia dan Keluarga Besar Dalang Joblar yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan pada skrip karya seni ini. Dengan kerendahan hati penggarap mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari semua pihak demi tercapainya keinginanan penggarap sesuai dengan yang diharapkan.

(6)

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Wayang kulit adalah kesenian yang sangat kompleks dan kaya yang memadukan

berbagai unsur seni. Di antara unsur-unsur seni yang terpadu dalam wayang kulit adalah:

seni rupa, seni suara, seni gerak, dan seni sastra. Menyajikan tuntunan yang sering kali

diimbangi dengan tontonan, pertunjukan wayang kulit diyakini sarat dengan pesan-pesan

etika moral yang dapat dijadikan tuntunan bagi masyarakat dan sumber hiburan yang

sarat dengan humor-humor segar. Oleh sebab itu, sangat tepat pertunjukan wayang kulit

dikatakan memiliki multi fungsi (Sedyawati dan Damono, 1983:57).

Di kalangan masyarakat Bali, pertunjukan wayang kulit merupakan bentuk kesenian

yang banyak digemari dan dipentaskan dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Tidak

jarang wayang kulit dipentaskan sebagai sarana penyucian atau pebersihan yang

ditandai dengan keterlibatannya pada setiap jenis upacara (Wicaksana, 2007:33).

Selain sebagai sarana upacara, wayang juga berfungsi sebagai wahana ilmu pengetahuan,

filsafat, pendidikan moral budi pekerti. Menurut sejarahnya wayang semula merupakan

sarana penghubung dengan roh leluhur atau memuja“ Hyang”. Upacara dilaksanakan

oleh seorang medium (shaman) atau dilaksanakan oleh kepala keluarga. Namun dalam

kurun waktu berikutnya pekerjaan ini dilakukan oleh seorang yang memiliki keahlian

khusus yang sekarang disebut dalang ( Mulyono, 1975: 59).

Masyarakat Bali yang masih memiliki kaitan yang kuat dengan kesenian tradisi,

(8)

yang penting dalam kehidupan mereka. Apapun wujud kegunaannya di masyarakat,

wayang kulit diyakini memiliki arti dan makna: sebagai penggugah rasa indah dan

kesenangan, sebagai pemberi hiburan sehat, sebagai media komonikasi, sebagai

persembahan simbolis, sebagai penyelenggaraan keserasian norma-norma masyarakat,

sebagai pengukuhan institusi sosial dan upacara agama, sebagai konstribusi terhadap

kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan sebagai pencipta integritas seniman atau

masyarakat (Bandem dan Sedana, 1993:2).

Dewasa ini, wayang kulit semakin mendapat tantangan dari bentuk-bentuk perunjukan

yang menawarkan berbagai inovasi baru, wayang kulit harus mampu berpacu dengan

perubahan selera penonton. Menyadari hal ini, sebagai dalang wayang kulit, pencipta

merasa terdorong untuk melakukan inovasi terhadap sajian wayang kulit dengan

memasukan ide-ide baru kedalamnya. Untuk mewujudkan impian seperti ini, pencipta

mencoba untuk memadukan empat komponen; wayang kulit inovasi gaya Joblar, wayang

golek kreasi Bali, sendratari, dan topeng. Cerita yang digunakan untuk merajut keempat

komponen ini adalah kisah Brahmana Sangkya yang kemudian diberi gelar Dalem

Sidakarya oleh Dalem Waturenggong raja Bali. Untuk menawarkan gagasan baru

digunakan sebuah stage yang diputar (ratating stage) yang digerakan secara manual

(didorong oleh manusia). Karena unsur kelir sangat dominan dalam garapan ini, maka

pencipta memformulasikan garapan ini menjadi sebuah garapan pakeliran inovatif yang

diberinama Dalem Sidakarya.

Keinginan untuk memformulasikan karya pakeliran seperti yang dijelaskan diatas,

dilatarbelakangi oleh beberapa hal sebagai berikut;

Pertama, sebelum menekuni seni pedalangan penggarap adalah penari topeng, penari

(9)

Kedua, selama menekuni seni pedalangan penggarap senantiasa terdorong untuk

mencoba hal-hal baru kedalam seni pakeliran.

Ketiga, selama ini penggarap melihat adanya sikap keterbukaan masyarakat khususnya

pencinta seni pewayangan diBali yang semakin bisa menerima upaya-upaya inovatif

dalam seni pewayangan.

1.2Ide Garapan

Garapan wayang kulit yang berjudul Dalem Sidakarya ini, merupakan cerminan dari

suatu ide yang bermula dari pengalaman penggarap sebagai dalang sekaligus belajar di

seni patopengan. Ide ini merupakan juga hasil perbincangan atau konsultasi dengan

narasumber Bapak I Nyoman Sukada dan I Gusti Ngurah Windia. Beliau berdua telah

memaparkan tentang Ketatwaning Dalem Sidhakarya dan isi lontar Bebali Dalem

Sidakarya pada penggarap. Adapun inti cerita sebagai berikut: Ketika Dalem

Waturenggong pada masa pemerintahannya (1460– 1550) di Gelgel, beliau mengadakan

upacara besar di Pura Besakih yang diberinama upacara “Eka Dasa Ludra dan Nakluk

Mrana”. Pada saat upacara persiapan berlangsung, datanglah Brahmana Sangkya dari

kelingga Jawa Timur. Kedatangan beliau hendak menyatukan paham Siwa dan Bhuda

dengan cara mencari saudaranya di Bali, yang kebetulan diakui saudaranya adalah

Dalem Waturenggong. Kedatang beliau tersebut sudah tentu dianggap gila oleh

pengayah atau abdi puri, Brahmana Sangkyapun diusir dari Pura Besakih. Kejadian

inilah menjadi awal penyebab kehancuran Karya Eka Dasa Ludra dan Nakluk

Mrana di Pura Besakih., Cerita ini berakhir pada saat Brahmana Sangkya diakui saudara

oleh Dalem Waturenggong dan diberi gelar Dalem Sidakarya.

Berdasarkan alur cerita Dalem Sidakarya diatas, maka tema yang terkandung

(10)

didalam garapan ini adalah: Jika kita menilai seseorang yang sama sekali tidak kita kenal,

hendaknaya jangan kita memandang seseorang tersebut dengan melihat pisiknya saja.

Untuk membuat pertunjukan wayang kulit agar senantiasa tetap menarik bagi

masyarakat, penggarap setiap beraktifitas kesenian telah melakukan berbagai upaya

pembaharuan. Menggarap suatu kesenian wayang kulit menjadi lebih baru dan

berkualitas tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Berbagai inovasi dan

kreativitas telah dilakukan demi membuat penonton wayang kulit betah ditempat

duduknya selama pertunjukan berlangsung. Nilai-nilai luhur selalu digali dan diramu

dalam pertujukan wayang guna menambah kasanah karya seni di dalam dunia

pewayangan. Beranjak dari hal tersebut di atas dan terinspirasi oleh garapan-garapan

terdahulu, dengan beberapa kelebihan atau kekurangannya, penggarap ingin memadukan

teknik-teknik dan kebiasan-kebiasan yang berlatar pada pertunjukan wayang itu sendiri.

Selama ini sangat jarang pertunjukan wayang kulit menampilkan kisah perjalanan

Sidakarya pada hal hal itu sanagat penting untuk diketahui oleh masyarakat Bali terutama

masyarakat awam. Oeh sebab itu, penggarap berharap semoga karya ini bisa mengisi

kesenjangan tersebut di atas.

Garapan pakeliran inovasi ini, penggarap ingin mewujudkan melalui suatu karya

dengan rancangan sebagai berikut:

Pertama, Mentransformasikan cerita patopengan yang bersumber dari Babad

Bebali Sidakarya ke dalam sebuah garapan pakeliran wayang kulit tiga

demensi (wayang golek, wayang kulit, dan manusia sebagai teater).

Kedua, menggunakan alat elektronik sebagai serana penerang, untuk

(11)

dramatik lainnya di panggung. Dalam garapan ini penggarap menggunakan

ruang pentas 4 sisi yang berputar yang satu sisi memakai kelir putih, dua

betel atau tembus tanpa kelir, dan yang satu sisi lagi berisi langse ( kain

kelambu). Penggunaan proyektor untuk menimbulkan bayangan dilayar

(kelir) pada saat adegan permainan wayang kulit, bobok (linting) dipakai saat

adegan seram (grubug). Lampu yang berwarna warni seperti laser, kedip,

helilintar dan smoke merupakan lighting pendukung lampu utama.

Ketiga, memadukan komponen wayang kulit gaya Joblar, wayang golek

kreasi baru, sendratari, dan topeng. Pembuatan tokoh-tokoh cerita Babad

Dalem Sidakarya ini, penggarap membuat wayang baru dengan ukuran lebih

besar sesuai dengan bentuk, karakter, yang diperlukan dalam garapan ini. .

1.3 Tujuan Garapan

1.3.1Tujuan Umum

Garapan ini secara umum bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan

program studi (S1) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Disamping itu juga

meningkatkan minat dalam mengembangkan ide-ide garapan pewayangan, mengasah

pikiran agar selalu berkreativitas berbuat yang terbaik dalam berkesenian, serta

menjawab pemikiran masyarakat umum tentang penting tidaknya digelar tarian topeng

Dalem Sidakarya saat upacara besar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus garapan babad Sidakarya ini, penggarap mempunyai tujuan dan

(12)

1) Mengembangkan daya pikir serta meningkatkan kreativitas dalam berkarya seni

khususnya seni pewayangan. Disamping itu merangsang seniman dan penonton

yang ingin mengadakan pembaharuan pada seni wayang kulit.

2) Menambah khasanah sajian pertunjukan wayang Bali.

3) Mengembangkan atau memadukan unsur bebali menjadi bali-balihan, dengan cara

mentranspormasikan babad patopengan kedalam pakeliran wayang inovatif.

4) Mengaktualisasikan atau memahami secara mendalam tentang nilai-nilai makna,

dan fungsi yang terkandung dalam babad Sidakarya.

5) Memadukan budaya Jawa dan budaya Bali, silang gaya pewayangan.

6) Mencoba menafsirkan dan menuangkan alur dramatik lakon Sidakarya untuk

ditransformasikan kedalam 3 jenis betuk teater dengan konsep-konsep estetika seni

dramatari, seni pewayangan tradisi dan inovasi, serta estetika Wayang Golek Agung

ciptaan baru. Terkait dengan maksud tersebut di atas secara khusus garapan ini

menyajikan suatu metode teatrikal pewayangan yang benar-benar baru dengan

membuat panggung berputar sesuai dengan perubahan dan kebutuhan struktur

dramatik.

1.4 Manfaat Garapan

Manfaat yang di harapkan dari garapan ini adalah mengkontribusikan satu bentuk

tata teknik pagelaran wayang integratif dan multidemsional, sehingga dapat

(13)

pewayangan. Disamping hal tersebut, dapat juga menumbuhkan imajinasi pencinta

wayang untuk berkreativitas dan memahami bahwa sesungguhnya kesenian wayang

adalah kesenian yang adiluhung yang sangat kaya dengan makna tuntunan dan

tontonan yang bermutu sangat tinggi.

1.5 Ruang Lingkup Garapan

Ruang lingkup dari garapan pakeliran Dalem Sidakarya ini, secara umum dapat di

jelaskan seperti di bawah ini,

1. Cerita yang dipakai garapan ini bersumber pada lontar babad bebali Sidakarya,

yang menceritakan tentang perjalanan Brahmana Sangkya ke Bali, sampai

akhirnya penobatan beliau sebagai Dalem Sidakarya oleh raja Bali Dalem

Waturenggong.

2. Materi wayang kulit dengan bentuk, ukuran, dan motif gaya Joblar, Banyaknya

wayang kulit yang dipakai pada garapan ini sebanyak 55 buah. Materi wayang

golek kreasi baru, dengan ukuran, bentuk, dan motif baru sebanyak 3 buah,

diantaranya; tokoh Sangkya, tokoh Pangkur, dan tokoh Dendang. Sendratari

sebagai teater garapan ini, tokohnya terdiri dari 4 orang diantaranya; Dalem

Waturenggong, Patih Tangkas, dan 2 panakawan laki dan perempuan. Sebagai

penutup garapan dipentaskan tari topeng Sidakarya.

(14)

BAB II

Kajian Sumber

Kajian sumber merupakan kajian beberapa buku-buku maupun pustaka yang ada

relevansinya dengan garapan yang akan dibuat sebagai bahan acuan. Dalam upaya

menciptakan garapan pakeliran yang berjudul Dalem Sidakarya, penggarap memakai

sumber-sumber tertulis dan tidak tertulis. Semua acuan tersebut penggarap harapkan

dapat di pergunakan untuk memperkuat berbagai argumentasi dan mempermudah

mendapat informasi bagi para pembaca.

2.1 Sumber kepustakaan

1. Babad Bebali Sidakarya yang disalin dan diterjemahkan oleh I Nyoman Kantun,

dan I Ketut Yadya, sumber utama garapan ini yang cerita ringkasannya sebagai

berikut: Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550) di Gelgel

Pura, ketika itu beliau mengadakan upacara besar “Eka Dasa Ludra Dan Nangkluk

Mrana” di Besakih. Saat Upacara berlangsung, datanglah Brahmana Sangkya dari

keling tanah Jawa, beliau datang ke Bali mencari saudaranya dan yang di akui

sebagai saudaranya adalah Dalem Waturenggong sendiri. Sudah tentu Brahmana

ini di anggap gila oleh rakyat/pengayah dan beliau diusir secara tidak manusiawi.

Brahmana meninggalkan Besakih sambil mengutuk agar rakyat diserang penyakit,

gering mrana merajalela menyerang tumbuhan, binatang yang menyebabkan

upacara terhenti total. Atas petunjuk Sanghyang Widhi, Dalem Waturenggong

(15)

negara. Dalem minta maaf dan minta belas kasihan pada Brahmana Sangkya agar

kesempurnaan Bali dapat di kembalikan dan agar karya bisa terlaksana, tentu saja

dengan janji Dalem harus menerima Brahmana sebagai saudara dan bergelar

Dalem Sidakarya. Brahmana Sangkya juga meminta saksi pituhu yang

membenarkan segala ucapannya, selanjutnya Dalem Sidakarya mengaku sebagai

Dewa mrana” (tikus, walangsangit dan lain-lain) Dalem Sidakarya juga

menitahkan, barang siapa mengadakan upacara di Bali harus minta Jatu karya yang

berupa catur wija dan panca taru juga tidak di ijinkan memakai hama/ mrana

sebagai lauk pauk upacara. Buku atau lontar Babad Bebali Sidakarya merupakan

sumber dasar cerita garapan wayang Inovatif ini

2. Filsafat Wayang Dalam Panca Yadnya, oleh I Wayan Watra, (2006). Buku ini

membahas tentang hubungan atau realisasi panca yadnya dalam pementasan cerita

wayang kulit Bali yang berkaitan dengan wali dan bebali. Buku ini juga mengulas

tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan wayang kulit Bali, yang

dapat di pergunakan sebagai cermin diri beretika yang berlandaskan kepada tri

kaya parisudha dalam pergaulan di masyarakat. Buku filsafat ini sangat menunjang

pemahaman penggarap di dalam pelaksanan yadnya dalam kontek beretika saat

melakukan ritual keagamaan.

3. Estetika Sebuah Pengantar, oleh AA. Made Djelantik, (2004). Buku ini secara

umum mengungkapkan keindahan yang meliputi keidahan alam dan keindahan

alam buatan manusia. Dengan demikian kesenian dapat dikatakan merupakan salah

satu wadah yang mengandung unsur-unsur keindahan (2004:13). Ada tiga aspek

dasar keindahan yang menjadi unsur-unsur estetika yang terkandung kedalam

(16)

1. Wujud atau rupa (appearance) yang terdiri dari bentuk (form) atau unsur

yang mendasar dan susunan atau struktur (strcture).

2. Bobot yang terdiri dari tiga aspek yaitu: suasana(mood), gagasan (ide),

ibarat atau pesan( Massage).

3. Penampilan yang mengandung tiga unsur yaitu: bakat (talent), ketrampilan

(skil), sarana atau media. Buku ini banyak memberikan tentang

kehindahan atau unsur-unsur estetika pada garapan ini.

4. Retorika Sebagai Ragam Bahasa Panggung Dalam Seni Pertunjukan Wayang

Kulit Bali, oleh Ketut Rota, (1990). Buku ini mengulas tentang kebahasaan

terutama aspek-aspek penggunaan bahasa sebagai ragam tutur. Dalam

pertunjukan wayang kulit Bali, tutur atau retorika sangat diperlukan dalam

dialog-dialog. Salah satu ragam tutur yang banyak digunakan adalah ragam tutur

alternasi, alternasi yang dimaksud adalah penggunaan gaya bahasa berselang

seling seperti tutur bahasa kawi dengan tutur bahasa Bali, tutur berbentuk

tembang dengan tutur ganjaran (prosa), tutur berirama panjang, tinggi dan keras,

dengan tutur berirama pendek, rendah dan lemah. Disamping itu ragam tutur

alternasi juga menggunakan ragam tutur yang lain seperti: ragam tutur epentesis

yaitu penggunaan gaya bahasa dengan menyelipkan bahasa lain kedalam dialog,

ragam tutur repetisi adalah gaya bahasa yang berulangan bunyi, suku kata, kata

atau kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah

konteks yang sesuai dinginkan.

5. Simbolisme dan Mistikisme Dalam Wayang, oleh Sri Mulyono, (1983). Buku ini

membahas tentang simbol-simbol dan aspek-aspek mistikisme yang terkandung

(17)

dari suatu perjalanan kehidupan manusia yang disimbulkan melalui bayi yang

baru lahir hingga menuju ajalnya. Pertunjukan wayang juga mempunyai

hubungan yang sangat erat antara alam mikro (manusia) dan makro (alam

semesta). Buku ini akan menjadi sebuah teori untuk mengungkap simbul-simbul

yang terdapat dalam garapan Sidakarya ini.

6. Buku Wayang Sapuh Leger Fungsi dan Maknanya Dalam Masyarakat Bali, oleh

Dewa Ketut Wicaksana, (2007). Buku ini mengulas tentang genre wayang kulit

Bali khususnya Wayang Sapuh Leger, juga membahas tentang pementasan

wayang Sapuh Leger sebagai upacara ritual masyarakat Bali, sarana untuk

menyucikan atau membersihkan anak yang lahir pada wuku wayang. Pertunjukan

wayang ini dianggap sakral karena mengandung makna tentang hakekat hidup

manusia, hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, hubungan

manusia dengan manusia, yang berkaitan dengan upacara manusia yadnya yaitu

ritual yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia. Buku ini memberi

manfaat ketika manusia melakukan sebuah ruatan dengan media seni dalam

melakukan ritual.

7. Buku Imba Penopengan Sidakarya, oleh Nyoman Catra, (2007). Buku ini

mengulas tentang pengertian topeng Sidakarya yang identik sebagai tarian sakral

untuk upacara di pura dan di puri bagi agama hindu. Dilihat dari tinjauan historis

topeng sidakarya berkaitan erat dengan tradisi Bali dan Jawa sejak abad ke IX,

makna dan filsafatnya pun dipakai pedoman tuntunan bagi kehidupan kita semua.

Konsep utpeti stiti dan praline juga fungsi dan peranan topeng sidakarya

sangatlah penting didalam upacara ritual Bali. Buku ini merupakan buku

perbandingan lontar Bebali Sidakarya, dengan demikian buku ini sekaligus

(18)

Selaian dari sumber-sumber yang telah disebutkan di atas, penggarap juga

mendapatkan beberapa inpormasi pendapat dari beberapa inporman. Dua tokoh

informan yang penggarap wawancarai untuk mendapatkan berbagai informasi tentang

garapan ini. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkuat garapan serta mengali

pikiran dan masukan-masukan yang terkait dengan garapan ini. Salah satu cara untuk

memperoleh masukan tersebut, penggarap mengadakan tanya jawab secara langsung

atau wawancara dengan seorang tokoh yang memahami babadbebali Sidakarya.

1. Pada hari minggu tanggal 4 Nopember 2012, dengan Bapak I Nyoman Sukada,

Alamat rumahnya di Banjar Denkayu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

Beliau merupakan penulis segala prasasti dengan tembaga atau daun lontar,

beliau juga merupakan ketua Parisada Kabupaten Badung. Bapak I Nyoman

Sukada dulu merupakan salah satu dosen Agama Hindu di Universitas Hindu

Indonesia (UNHI) Denpasar. Dalam wawancara ini beliau memaparkan tentang

isi lontar bebali yang di lihat dari makna, fungsi, dan tatwa Sidakarya. Jika

diperhatikan simbol yang terdapat dalam Sidakarya, ini diartikan” Saya

bersama-Nya atau penyatuan bersama”dalam Ajaran Hindu di Bali, Simbol mengandung

makna kesucian (mahasuci). Melihat bentuk atau wujud topeng Sidakarya, Beliau

mempunyai pemikiran pokok tentang Sidakarya diantaranya:

- Warna putih melambangkan kesucian, kesuburan, dan kesejukan.

- Mata Sipit berlobang (setengah lingkaran/ segi tiga tumpul) adalah lambang

konsentrasi, setengah lingkaran adalah lambang Ardhacandra, segi tiga lambang

(19)

- Cundamanik adalah lambang kebijaksanaan.

- Gigi Tongos lambang kebengisan, keperkasaan (aeng).

- Wajah setengah manusia dan setengah demonic, melambangkan angker dan

menakutkan.

- Rambut panjang sebahu, lambang agombak/ pandeta Budha.

- Kudung Rerajahaan, lambang Wijaksara, aksara-aksara suci.

- Membawa bokoran yang berisi canang sari, dupa, sekarura, uang kepeng

lambang persembahan.

2. I Gusti Ngurah Windia seorang tokoh seniman topeng yang terkenal oleh

masyarakat Bali dengan sebutan Topeng Tugek Carangsari. Tanggal 2 mei 2013

penggarap menemui dirumahnaya, beliau sependapat dengan narasuber pertama.

Beliaupun menambahkan tentang isi lontar ketattwaning Sidakarya, kita

perhatikan bentuk dan wujud topeng Sidakarya, maka topeng Dalem Sidakarya

melambangkan Budha Tantrayana. Aliran ini berkembang di Bali pada abad ke

13 dari aliran Bhirawa Bhisma Sakti yang lebih menonjolkan pemujaan Sakti

(dewi). Ketika itu Kertanegara Raja Singosari menyerang Bali, Sidakarya saat itu

diidentikan dengan Pandeta Budha. Bentuk ini dihubungkan dengan babad bebali

Sidakaraya, yang merupakan sumber atau dasar dari garapan ini, maka dapat di

pastikan isinya adalah pergolakan antara Dalem Waturenggong dengan Brahmana

Sangkya atau keling. Konsep yang terkandung didalamnya adalah Rwa Bhineda

yang berakhir dengan penyatuan (syncretisme). Sesuai yang disebutkan dalam

kekawin Sutasoma yang berbunyi “Rwaneka Dhatu Winuwus Wara Budha

Wiswa, bhinneka rakwa ri kapan kena parwa nosen” Pandeta Siwa dan Budha

bersama-sama muput karya dengan tujuan yang satu kesuksesan karya atau

(20)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Sesuatu hal yang akan di buat sudah tentu mengalami suatu proses untuk

menyelesaikan suatu kegiatan. Dalam garapan pakeliran inovasi yang berjudul Dalem

Sidakarya ini pasti mengalami beberapa proses dalam menyelesaikan garapan, sampai

garapan siap untuk di pentaskan. Persiapan garapan di sesuaikan dengan jadwal yang

telah disepakati antara pendukung karawitan dan pemegang wayang. Tempat latihan

juga disepakati tanpa mengurangi aktivitas para pendukung dalam garapan ini. Dalam

Buku Mencipta Lewat Tari oleh Y.Sumandiyo Hadi, 1990 yang terjemahan dari

Creating Through Dance oleh Alma M. Hawkins, 1994 dijelaskan bahwa dalam

menciptakan suatu karya harus memiliki tiga tahapan penting yaitu; penjajagan

(eksplorasi), percobaan (improvisasi), dan tahap pembentukan (komposisi).

3.1 Proses Penjajagan (Eksplorasi)

Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dalam menyelesaikan suatu

garapan. Dalam tahapan ini dilakukan pencarian ide-ide yang sesuai dengan yang

akan digarap. Langkah awal tahap ini adalah mencari sumber cerita yang akan di

pergunakan dalam membuat suatu garapan. Banyak sekali cerita-cerita yang menarik

dituangkan kedalam garapan seperti: cerita Tantri, cerita Mahabharata, cerita

Ramayana, cerita Sutasoma dan cerita-cerita lainnya. Namun dengan berbagai

pertimbangan akhirnya penggarap menggunakan babad patopengan yang akan

(21)

mendapat cerita yang pasti didalam hati untuk digarap, barulah penggarap

melanjutkan dengan mencari bentuk dan wujud garapan yang diinginkan. Akhirnya

di putuskan penuangannya dalam bentuk pakeliran inovatif yang mana perpaduan

wayang kulit dan wayang golek juga unsur teater didukung dengan rolling stage

(stage yang berputar sesuai tempat yang dinginkan setiap adegan). Setelah bentuk

didapatkan, maka selanjutnya dilakukan persiapan sarana yang diperlukan dalam

garapan ini seperti: kelir( rolling stage), wayang golek dan wayang kulit, iringan

atau tabuh, penari dan sebagainya.

Dalam langkah awal pembuatan garapan ini, tidak lupa penggarap melakukan

persembahyangan bersama, untuk mohon kepada Ide Hyang Widhi Wasa agar

didalam proses garapan bisa berjalan dengan lancar sesuai yang diinginkan

penggarap dan tanpa mengalami suatu hambatan apapun.

3.2 Proses Penuangan (Improvisasi)

Tahap yang kedua adalah tahap improvisasi, merupakan tahap percobaan atau

penuangan konsep-konsep yang telah ditentukan dan dipersiapkan sebelumnya yang

akan dituangkan pada saat latihan. Kepada semua pendukung, penggarap berikan

susunan adegan untuk mempermudah dan mempercepat proses latihan. Pada tanggal

22 Maret 2013 penggarap menetapkan hari untuk nuasen, sedangkan jadwal latihan

disepakati satu minggu dua kali. Kepada penggarap tabuh/iringan wayang,

penggarap memberikan kebebasan dalam menciptakan gending-gending yang akan

dipergunakan dalam mengiringi garapan yang tentu saja disesuaikan dengan

kebutuhan dan suasana garapan. Didalam proses latihan penggarap akan

memisahkan antara penabuh dengan penggerak wayang agar mempercepat proses

(22)

nantinya mendapatkan suatu susunan yang sesuai dengan garapan. Segala sesuatu

yang penggarap buat mudah-mudahan selalu mendapat pengawasan dari

pembimbing untuk memberikan koreksi dan masukan serta memperbaiki apabila ada

hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam garapan.

3.3 Proses pembentukan (komposisi)

Tahapan ini merupakan penggabungan dari kedua tahapan di atas, yang

merupakan tahap akhir dari pembuatan garapan. Perbaikan-perbaikan terus

dilakukan agar mendapatkan hasil yang diinginkan dan sesuai dengan konsep

garapan, mengadakan latihan sesuai dengan jadwal yang ditentukan secara teratur

guna mempercepat terwujudnya garapan ini. Perbaikan atau revisi garapan ini

dilakukan untuk dapat mengoreksi bagian yang janggal atau mengganti yang salah

dengan yang lebih baik untuk meningkatkan nilai harmonis dari garapan. Pada tahap

ini banyak perbaikan-perbaikan yang dilakukan penggarap, yang tidak sesuai dengan

garapan sehingga perlu diubah sedemikian rupa, seperti adegan Brahmana Sangkya

mengutuk upacara yang semula penggarap dan pendukung memakai tapel Jawa.

Dari hasil petimbangan Bapak dosen pembimbing berdua itu tidak perlu dikarenakan

tidak nyambung dengan maksud konsep garapan.

Tahap terhahir atau finishing merupakan penggabungan tahapan-tahapan yang

ada diatas dari elemen-elemen seluruh bentuk garapan yang di lakukan melalui

penggabungan dengan aparatus wayang yang telah disiapkan dan diharapkan sudah

terwujud, sehingga seluruh pemain atau pendukung dapat memahami penguasannya

masing-masing melalui proses latihan dan internalisasi karya secara berulang-ulang

(23)

Tahap finishing ini juga belum dikatakan sempurna, karena setelah dilakukan

latihan-latihan gabungan dan di lihat hasil akhirnya masih banyak peningkatan yang

harus dilakukan. Tahapan ini banyak mendapat masukan, kritikan dan saran dari

pembimbing, dosen-dosen pedalangan dan Prof I Wayan Dibya. Masukan tersebut

diantaranya tentang bentuk tokoh Sangkya, penekanan cerita, dan isi cerita Dalem

Sidakarya. Dinamika garapan perlu di perhatikan terutama tentang keras lirihnya

gambelan pada saat terjadinya dialog. Gerakan wayang ketika dikelir perlu ditata

agar serasi dengan iringannya, dengan hal tersebut penggarap perlu kembali

mengadakan tahap penuangan dan tahap revisi dengan tujuan supaya mendapatkan

suatu hasil karya yang maksimal. Di antaranya penggarap selalu meningkatkan

volume latihan sehingga gerak, vokal, dan iringan sesuai yang diinginkan. Hal ini

dimaksudkan agar karya seni yang berjudul Dalem Sidakarya ini layak untuk

dipentaskan dan berakademik.

Demikianlah tahapan-tahapan yang penggarap lakukan didalam pembuatan

garapan dengan bentuk pakeliran inovasi. Setelah segala semuanya berjalan lancar,

maka tinggal melakukan pemantapan-pemantapan sambil menunggu waktu atau hari

yang ditentukan untuk siap menampilkan garapan yang telah dibuat.

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Karya seni pewayangan dengan lakon “ Dalem Sidakarya” ini direncanakan

melalui proses yang intensif dan akan dilaksanakan secara bertahap, yaitu :

Tahap I : ( Pertama )

Penggarap memerlukan seorang penata musik untuk mengiringi karya

pekeliran yang akan disajikan. Hubungan wayang dan karawitan merupakan

(24)

disebut nuasen. Pada bulan Januhari dengan pengajuan proposal, nuasen

dilakukan pada tanggal 22 Maret 2013 yang bertempat di Yayasan Dharma Jati

Desa Penatih Denpasar.

Tahap II : ( Kedua)

Pada awal bulan April mulai penciptaan tabuh yang dilakukan oleh seorang

kompuser yang merupakan alumnus dari Institut Seni Indonesia Denpasar.

Tahap III : ( Tiga )

Pada tanggal 6 April 2013 penggarap memantapkan materi pakeliran dan

memantapkan gerak wayang yang engan pendukung dilakukan secara terpisah.

Tahap IV : ( Empat )

Pada akhir bulan April penggarap mengadakan latihan gabungan antara

dalang, penggerak, pemain teater dengan musik iringan serta mengundang

dosen pembingbing untuk memberikan evaluasi tentang bentuk garapan.

Tahap V : ( Lima )

Mulai tanggal 1 Mei 2013 penggarap melakukan pelatihan secara insentif,

selanjutnya mengadakan gladi kotor dan geladi bersih tanggal 13 Mei 2013.

Evaluasi garapan, latihan perbaikan, dengan mendatangkan pengamat masih

tetap penggarap lakukan sambil menunggu tanggal pementasannya. Kemudian

(25)

Adapun jadwal pelaksanaan dapat dilihat dalam table berikut.

NO Kegiatan 5 bulan tahun 2013

Janu Febru Maret April Mei

1 Tahap ekplorasi

Pencarian ide, menafsirkan

tema, membangun struktur

dramatik sesuai tema

2 Tahap improviasai

Percobaan menggali

gerak-gerak wayang sesuai adegan,

perubahan adegan seperti

mengoreksi atau mengganti

(revisi) tetap akan terjadi

pada tahap ini.

3 Tahap komposisi

Menggabungkan

konsep-konsep pakeliran dan

karawitan dalam tahap

percobaan. Tahap finishing

merupakan penggabungan

bentuk seluruh elemen

pakeliran dalam

keseimbangan ide, bentuk

dan penampilan sehingga

sesuai dengan tujuan yang di

(26)

BAB IV

WUJUD GARAPAN

Garapan pakeliran Dalem Sidakarya ini merupakan sebuah garapan pakeliran

inovatif yang berpijak dari tradisi. Penggarap mencoba mentranspormasi lakon yang

bersumber dari Babad Bebali Sidakarya kedalam pakeliran wayang kulit inovatif.

Dengan mengembangkan unsur-unsur yang ada dalam seni pewayangan, penggunaan

manusia sebagai pemeran beberapa tokoh dalam adegan teater merupakan bagian

bentuk garapan ini. Dalam masalah penyinaran (lighting) yang diproyeksikan

menggunakan teknik pemakaian scenery, tanpa menghilangkan esensi seni yang

terdapat pada seni wayang itu sendiri.

Bentuk garapan Dalem Sidakarya ini akan diuraikan lewat komponen-komponen

estetika yang membangun arapan ini, diantaranya meliputi: diskripsi, pembabakan

lakon, pakem, iringan,kelir, wayang, tata cahaya, pendukung, dan tata penyaji.

4.1 Diskripsi Lakon

Diceritakan keberadaan Brahmana Sangkya ditengah hutan pesisi timur pulau

Jawa, telah lama mencari keberadaan Dalem Waturenggong. Rasa lapar, haus, dan rasa

lesu membuat Brahmana suci beristirahat di bawah pohon yang rindang ditengah hutan.

Di dalam peristirahatannya atau dalam mimpinya, Brahmana sangkya mendapatkan

isyarat tentang keberadaan Dalem Waturenggong sebagai Raja Gelgel di Bali oleh

Dewa Siwa. Mendapatkan wahyu dari Dewata Hyang Agung tersebut akhirnya rasa

lapar, haus dan rasa lesu menjadi hilang seketika. Dengan penuh keyakinan Brahmana

(27)

Tidak diceritakan perjalanan Brahmana Sangkya di tegah laut,diceritakan

sekarang dikerajaan Gelgel pulau Bali sedang berlangsung persiapan upacara besar

Eka Dasa Ludra dan Nangkluk Mrana di Pura besakih. Rakyat Bali tumpah ruah

menuju Pura Besakih, dengan tujuan dan maksudnya berbeda-beda: ada yang

bermaksud sembahyang, ada yang ngayah (bekerja suka rela), dan ada yang

mengaturkan harta bendanya. Ketika persiapan upacara besar tersebut berlangsung,

tiba-tiba datanglah seorang Brahmana berpenampilan sangat kotor. Melihat penampilan

Brahmana seperti itu semua rakyat yang melihat membujuk Brahmana tersebut supaya

menjauhi tempat upacara. Namun apapun bujuk rayu masyarakat Bali pada Brahmana

tersebut tidak melunakaan hatinya meninggalkan tempat upacara. Kegaduhanpun

terjadi pada saat Brahmana Sangkya menyebut dirinya adalah saudara Dalem

Waturenggong dari tanah Jawa. Karena rakyat Bali tidak percaya dengan ucapan

Brahmana Sangkya, hinaan, cacian dan perlakuan kasarpun diterima Brahmana

tersebut. Para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat langsung ikut ketempat kejadian,

Namun usaha para Patih, Bendesa dan Tokoh Adat sama sekali tidak membuahkan

hasil untuk membujuk Brahmana meninggalkan tempat persiapan upacara. Dengan rasa

kesal masyarakat Bali yang ada disana menyerat Brahmana menjauhi tempat persiapan

upacara, Brahmana Sangkya kesakitan, tubuhnya berdarah, badannya penuh kotoran

binatang dan manusia. Perlakuan rakyat Bali inilah menyebabkan Brahmana marah,

beliau mengucapkan kutukan pada masyarakat Bali”wahai masyarakat Bali, semestinya

kau tidak boleh berbuat seperti itu ketika melakukan ritual, berkata-kata kasar,

perbuatan yang tak manusiawi, dan punya pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran

agama. Sebab itu aku mengutuk upacara ini hasil karmamu, upacara yang kau

lakukan tidak akan berhasil malahan kesengsaraan yang akan kamu dapatkan

(28)

Sepeninggal Brahmana dari Besakih, sedikit demi sedikit nampak ada perubahan

situasi upacara. Tumbuh-tumbuhan banyak yang mati, sakit yang sangat aneh muncul

pada masyarakat, sampai orang meninggal yang tidak wajar sering terjadi dimasyarakat

sekitar Besakih. Kini rakyat Bali tidak bisa melanjutkan persiapan upacara Eka Dasa

Ludra dan Nakluk Merana, Dalam situasi tersebut Patih dan Bendesa segera

menghadap Dalem Waturenggong. Dengan memohon pada Tuhan Hyang Maha Esa

sembahyang di Pura Besakih, Raja Gelgel Dalem Waturenggong akhirnya

mendapatkan Wahyu (Petunjuk Dewa) penyebab dari kesengsaraan ini, itupun lewat.

Seketika itu juga Dalem Waturenggong memerintahkan para Patih, Bendesa, dan para

Tokoh Adat untuk memerintahkan rakyat Gelgel mencari Brahmana Sangkaya yang

keberadaannya sudah diketahui yaitu di Bandana negara.

Di bawah pimpinanan Dalem Waturenggong, utusan rakyat Gelgel bergerak ke

arah selatan pulau Bali tepatnya menuju arah Bandana negara. Tidak diceritakan dalam

perjalanan Dalem Waturenggong dan pengiringnya melewati beberapa desa, dan

akhirnya Dalem Waturenggong dan pengiringnya bertemu Brahmana Sangkya yang

sedang bersemedi. Semua pengiring Dalem Waturenggong membenarkan bahwa

brahmana itulah yang datang ke Besakih, dengan serempak pasukan duduk menghadap

Sang Brahmana. Dalem Waturenggong dan Patih tangkas segera minta maaf pada

Brahmana atas perlakuan rakyatnya, serta beliau memohon Brahmana Sangkya datang

kembali ke Pura Besakih dan sekaligus mengembalikan suasana upacara seperti dahulu.

Mendengar permohonan Dalem Waturenggong seperti itu, Brahmana langsung

menjawab dengan bijaksana sekaligus mengembaliakan situasi upacara seperti dahulu.

Dalem Waturenggongpun mengakui Brahmana sebagai saudaranya, dengan demikian

(29)

Brahmana sebagai saudara, Dalem Waturenggong juga memberikan beberapa anugrah

(Bisama) diantaranya:

1) Mengakui Brahman Sangkya sebagai Saudara Dalem Waturenggong.

2) Brahmana Sangkya merupakan Dewa Mrana. Dalam mengusir wabah atau mrana

rakyat Bali harus ingat 2 tempat suci yaitu; Pura Masceti dan Pura Sakenan.

3) Tempat berdiri Dalem dan Brahmana sekarang, akan dibangun Pura pemutaran

Sidakarya. Barang siapa yang melakukan upacara di Bali hendaknaya minta jatu

upacara, air suci (tirta), dan menarikan topeng Dalem Sidakarya.

Dikarenakan beliau tidak berkenan kembali ke Pura Besakih ikut Dalem

Waturenggong, Brahmana akhirnya memberikan anugrah agar Dalem membuat topeng

Brahman Sangkya sebagai simbul Buda dalam upacara Eka dasa Ludra dan Nakluk

Mrana di Besakih. Simbul Buda tersebut akan diwariskan nantinya pada generasi Bali

berikutnya yang kini disebut dengan Tapel Dalem Sidakarya.

4.2 Pembabakan Lakon

Adegan Berbagai bentuk tari kayonan dan purwa kanda

Awal adegan ini merupakan pemungkah dari pementasan karya ini.

Babak I

*Petangkilan Brahmana Sangkya, Pangkur dan Dendang

-Menceritakan dihutan pesisir Banyuwanggi akan menyebranggi lautan menuju pulau

Bali. Media yang dipakai wayang golek dan kelir tembus (tanpa kelir putih)

Babak II

(30)

*Patih Tangkas, bendesa menange, bendesa Rendang dan rakyat

*2 panitia karya I Wayan Gelebug dan I Ketut kereceb

*Bondres rakayat diantaranya; Jro Mangku, beberapa perempuan, leleki membawa

babi guling dan lelaki membawa buahan hasil kebun

*Rakyat yang melapor pada panitia karya.

*Petangkilan Patih Tangkas, Brahmana Sangkya dan Gelebug.

*Rakyat (pecalang) Brahmana Sangkya dipaksa meninggalkan Besakih.

-Adegan di babak II ini semua kejadiannya di Besakih, dari persiapan upacara sampai

pengusiran Brahmana Sangkya. Media yang dipakai adalah wayang kulit dengan

bayangannya di kelir putih.

Babak III

*Brahmana Sangkya mengutuk upacara Besakih

*2 bondres laki dan perempuan telah merasakan dampak dari kutukan (grubug)

*Petangkilan Dalem Waturenggong dan Patih Tangkas dalam mencari jalan keluar

permasalahan situasi Besakih.

*Hyang Putrajaya (Dewa penguasa pura Besakih) memberikan anugrahnya pada

Dalem Waturenggong dan rakyat Bali.

*Petangkilan Brahmana Sangkya, Dalem Waturenggong, Patih Tangkas, dan rakyat

Bali dalam rangka penjemputan (pemendakan) seorang Brahmana Sangkya.

(31)

-Pada adegan babak III ini, menceritakan situasi Pura Besakih akibat kutukan

Brahmana Sangkya sampai beliu dimohon kembali ke Pura Besakih dan pemberian

gelar oleh Dalem Waturenggong. Media yang dipakai adalah kelir tembus dan

manusia sebagai teater, tapi saat adegan Hyang Putrajaya itu memakai wayang kulit

dan tampak bayangannya di kelir putih.

4.2.1 Pakem

Untuk membedakan dalam melihat naskah ini, penggarap mengunakan berbagai

ragam font yang mengindikasikan perbedaan bahasa Bali, Kawi, dan nyanyian (tandak,

pupuh, atau kekawin). Maka di bawah ini akan di sajikan berbagai ragam font untuk

mengetahui perbedaan ragam tersebut, diantaranya:

1) Font miring mengindikasikan bahasa Kawi.

2) Font miring tebal mengindikasikan sebuah nyanyian,

3) Font biasa mengindikasikan bahasa Bali.

Pemungkah :”Om Surya raditya paramyoktir rakte teja namah stuti sweta pangkaja madiastu baskara dewam om rangringsah Parama Siwa” Penyacah ; OM...Awigenem Astu Nama Sidhem, Pangaksamaning ulun rijeng sira

paduka Batara samuha aneng umoring Acintya. Lamakaning ulun tan

kene sosot upadrawa lan salah pawidhi, apan manusanira wani

angodaraken gatinikang sastra aji, angarcana kunang kawi carita

atemahaken Babad Sidakarya. Saksana mijil....Sanghyang Kawiswara

Murti tan sah amunggel punang tatwa carita, warnanan....sira

Brahmana Sangkya aneng Kalingga Jawa Timur, sampun olih

(32)

waneh marikanang jagat Bali. Samangkana... pamurwanikanang

tatwa carita.

Sasendon ;Brahmana Sangkya Yateki, Jawa timur Kang negara, Budha keling

kang namo, Neng Bali atemu Dalem, Apan sira raga Siwa,Ngardi jagat apang melah. (Pupuh semarandana Jawa)

Pangalangkara :Caritanan Brahmana Sangya lawan cerakanira makerua Pangkur

muang Dendang marikanang wana tala Banyuwanggi.

Pupuh pucung :Singgih ratu, Trima sembah kula ingsun, Mande Ulun tan salah, Nista solah hina budi, Minta tuntun, Mangde kula dadi wong susila.

Pangkur ;Ratu pidaging nawegin titiang i katunan purun nebag ngerihinin

nunasang indik tata wedanan singgih Brahmana ring rahina puniki, ton

antuk titiang sekadi Ide Sanghyang surya sane nenten kekapialangin

punapa-punapi mewesana galang becik indik tata wedanane. Inggih

munawite wenten baos katiba ring parekan, durusang singgih

Brahmana sane suciang titiang ngetelang pawecana.

Brahmana : Ah aum ling sira Brahmana, Asemu...ah ah ah (tertawa) Ah um ceraka Pangkur muang Dendang, luir... mabener kaye

saturante. Ri... pire lawas sampun tuhante aneng dikwidik, umentasing

jurang, kali, muang desa-desa angruruh make unggwaning sira Dalem

Waturenggong nanging tan ketemu juga. Dadya..risedeng sue sampun

lampah tuante, kaleson tuante umangap aneng wana eki, sedeng rikala

turu tan aturu tuante, kedatengin denikanang dewata anugraha maka

(33)

Pangkur :Kadi ketel pawecana purun titiang melaksineyang ngojah. Nah

paman... parekan ngajak dadua pangkur kelawan Dendang, tusing

pelih paman nebag turmaning matur buka aketo. Suba rasa mekelo

anake buka Bapa memargi, paman ane ngiring telah kadi rasa

jurang-jurange, tukad ane gede lan cenik, keto masih desa-desane serepang

Bapa, pengacepe tuah abesik ngeruruh linggih sameton Bapa ane

mepesengan Dalem Waturenggong. Disubane makelo lantas kemo mai

pemargan Bapane, teked lantas dini di pesisi alas Banyuwanggine,

sawireh lesu anake buke Bapa, keto masih paman, lantas maembon

turmaning kantu. Rikala pikayune sekadi anak sirep kewanten eling,

raris rauh Ide Betara Siwa nyewecaning turmaning mapica indik

linggih Dalem waturenggong. Boye sapunika?

Brahmana : Yogya

Pangkur : Patut ratu.

Brahmana :Matemahan mangke Bapa uruh unggwaning Dalem, nore ane

wewaneh marikanang Gelgel pura Bali pulina. Mangke lamakaning

tan kasep, yatna kita makerua tumut kite umetasing segara rupek.

Dendang :Sangkaning paswecan Ide Betara punika, mekawinan mangkin singgih

Brahmana uning indik linggih Ide Dalem Waturenggong. Wantah ring

jagat Gelgel pura wewidangan Bali pulina, Inggih duaning sampun

panumaya durus memargi titiang nyadya ngiring ngelintangin Segara

(34)

Brahmana :Ambek sang para martha pandita, wus limpad saking suniyate. (Kekawin Arjuna wiwaha) Ceraka tut wuri lampah ramiya Bapa.

Dendang : Inggih durusang memargi.

Pangkur : patut, patut durusang ngerihining memargi. ( Brahmana out)

Dendang :Bengong icang ring keutamaning I de anake lingsir ane ngelarang

buda. Care ngiring dewa sekala rasayang kenehe.

Pangkur :Bape ngerasang keto masih ning, yan inargameyang winaluya idewek

care i padang teki mentik di samping punyan tebune. Sing je i tebu

doen manis, kayang i dewek pasti maan kecapang manis. Sangkal

antengan melajah, tawang artin buda

Dendang : Ape ento pe?

Pangkur : Buda ento mearti wicaksana.

Dendang : Bah yan keto i dewek, sing ngiring dewa wicaksana ya ne.

Pangkur :Ngiring anak meraga wicaksana keto anake, sangkal Ide ke Bali sing

tujuane tuah ngalih ajaran Siwa ane mearti wikan. Awor ikang kedatwan winuwus wara buda, (Kekawin Sutasoma) ane dadwa pang dadi besik ngardik melah di jagate.

Dendang :Wikan utawi pandai itu tidak ada gunanya kalau tidak berisi bijaksana,

sebaliknya bijaksana tanpa kepandaian (pinter) sama dengan kosong.

Men jani anak ke Bali, ape to Bali pe...? ane tawang i cang tuah ketan

mekukus.

(35)

Dendang :Tenget kenken to.

Pangkur :B artine banten, ape bedek-bedik pasti banten ane keutamayang. Yan

A artine adat,( agama, dresta, awig, lan tata krama), L artine lelintihan

utawi lelanguan. Yan I artine ilikita utawi aturan-aturan krama Bali,

care perarem Banjar utawi Desa, perarem Pura lan ane lenan. Yan

anake meyadnya di Bali masih medasar sastra papat ento ning.

Dendang :men kenken ento?

Pangkur :Yan gede karyane ento madan utama, pastika hurup B artine bawa

wibawa mekejang ngabehin.

Dendang :Ane tampahe ditu soroh B: babi, buaya, bekbek, benyu....minuman bir

Pangkur : Penyu ketonake. Yan di madya karyane A: asal genep beten lan

tuwun.

Dengang :Ane tampah soroh A: ayam, minumne A: anggur, arak, ale-ale.

Pangkur :Bengelah dogen cening. Yan meyadnya dasarin ban kuala pragat L:

lascarya, ban dewek meulehin, lan meutang.

Dendang :Ane tampah soroh L: lindung minumne larutan lan loloh.

Pangkur :Yan karyane medasar jengah, runtag tan pesulur, sastra I:

inguh-inguhan, iri hati buta kala ngerubeda.

Dendang :ane tampah I: ituni, ibi ape sing ade de!

(36)

Dendang : Suba benyah kenkenang minum, jeg capung diteba ( lemedi ) megedi

uli ditu.

Pangkur :Nguda to bakat gonjakin, jalan iring Ide Sang Brahmana apang sing i

rage kaduken.

Dendang : Jalan

Sulukan Jawa ;Sigre mangsa umangsa anut iroma, gentur pantur bendene ngunye angunggul, suling sesawuran sarompet tetep nindihin.

Pangalangkara :Nengakena rilampahira Brahmana Sangkya lawan cerakanira

makerua, Waneh...punang tatwa carita mangke marikanang Gelgel

Pura sedeng angingkin aken kunang suwija karya Eka Dasa Ludra lan

Nakluk Mrana Besakih. Pare patih, Bendesa muang akweh bela peka

sedaya tan doh cerakanira make ruang sanak. Samankana...!

Rewang :Jalan-jalan ngayah, abe ento aban-abane made,wayan, nyoman, ketut.

Bendesa :Nggih kenten sampun, pecalange benehang ngatur anak ngayah.

Pupuh Sinom :Jani jaman kaliyuga, surya candra pinaka saksi, kepangan tan manut masa, meluab toyan pasihi (sunami), ring taru cihna malih, ancak kroye bingin bunut, mawoh tan pasekar, eke taru banaspati, kayu...rubuh,tan ana mangewiwitan.( Sinom Geguritan kaliyuga) Glebug ; kreceb...! (Suara lantang/keras)

Kreceb :I cang...! bug

(37)

Kreceb :Ye dija makan

Glebug :Nyen takonang ci makan, nyen....!

Kreceb : Ye I osin

Glebug : Bah... bulan pat nyaplir, telektekin, sekenang nolih, pengayahe

bek-bek, tumpah...!

Kreceb : Ruah.

Glebug : Bah...!

Kreceb : Bedeg.

Glebug : Krik...!

Kreceb : Tingkih.

Glebug : Makejang.... cenik,tua, peceng, perot

Kreceb : Krek, dakangan, kurap, bulenan, mebulu, sing mebulu.

Glebug : Mekejang ngayah dini di pejaban luwur besakih, Bali mula rame....

yan sepi balu adane ah, ah ,ah...!(tertawa)

Kreceb : Jagat Bali kaucap pulau dewata, jagat Bali kaucap pulau sorga,

Cru penabuh : Ring mance negara

Kreceb : Ja...gat Bali

Cru penabuh :Kaiter gunung bukit segar.

(38)

Cru penabuh : Wewangunan sampun katincapang.

Kreceb : Side nudut, parawisata

Cru penabuh : Rauh ring Bali masesanjan.( Buku lagu anak-anak melajah megending sekolah dasar,1998)

Glebug :Ebeh... cai nyatwang pulau Bali, bantes amongken cai nawang

jadma Bali?

Kreceb :Orang Bali tidak akan lepas dari konsep tri hita karana, perihyangan,

palemahan, pawongan, tawang artine pak de?

Glebug : Meguyang basang mah ulian makan wong.

Kreceb : Badah eh eh eh...maman dogen urusina

Glebug : Men cai ape kal arti ento?

Kreceb ; Tetelu ane ngeranayang melah digumine, hubungan manusa ngajak

Ide Sanghyang Widhi Wasa. Melarapan ngodalan, ngenteg linggih lan

meyadnya lenan.

Glebug ; Cara karya jani.

Kreceb ; Beneh...! hubungan manusa ngajak manusa, gotong royong, saling

hormat lan menghargai timpal. Ane kaping untat, hubungan manusa

ngajak alam, ede buang sampah sembarangan ane ngeranayang banjir, t

menebang pohon, menembak binatang, dan merusak alam lenan.

(39)

Kreceb ; Yang jelas, mari kita sebagai orang Bali meniru pohon bambu, tinggi,

tinggi dan merunduk orang di bawah. Dijadikan apa saja boleh, katik

sate, rumah, bedeg dan lain-lain, ane penting ngai luwung.

Glebug ;Beh ...! care Gede Parama satwan caine, to iwasin mangku mare

kepure not cai. Ngajak cucune negakin sepeda dayung, lan takonin.

Kreceb ;Jro Mangku saking dije niki, nembe panggih titiang?

Mangku ;Bapa saking menanga, Bapa mare mewinten pang maan ngayah masih.

Kreceb ;nggih durusan mangku!

Kreceb ;Kak mangku wau ke pura nggih?

Mangku ;Nggih tut, Bape ngalih cucu mare ia anak masuk.

Kreceb ;Nggih durusang memargi kak mangku!, Bug... to luh- luhe ngaturang

perani lan punia karya, jalan bantas takonin doen awak dadi penitia

dini di Besakih.

Glebug ;Kene nah...! cai nyapa pengayah, beli ngecek kekuangan banten

ngiring pare tapinine.

Kreceb ;Nah...kemo malu kejeroan, mensep mai miluin icang sawireh bek

pengayahe.

Glebug ;Nah, nah.... (Glebug out)

Kreceb ;Nggih meriki, meriki ngayah istri-istrine, sane mapunia keluwur jagi

(40)

Bondres luh :Pak penitia... tiang ketua Dharma Wanita saking Desa Rendang,

merangkap ketua sekaa santi pacang ngayah sambilan ngaturan punia

karya.

Kreceb :Buk jegeg sire pesengan ragene?

Bondres luh : Gek Bimoli dugas bajang, jani tua Buk Erik adan tiange.

Kreceb ;Bimoli...bibih moncong limang senti ah ah...!(tertawa)

Bondres luh ; Buk erik uning artine?

Kreceb ;Napi?

Bondres luh ;Enak rasanya selalu ingat akan kasih sayangnya.

Kreceb ;Nggih merika jeritin timpale?

Bondres luh ;Nggih utusan saking Desa Rendang ngiring durusan ngeranjing ke

pura ( out )

Kreceb ;Om suastiastu jero sane wau rauh, sire pesengan ragene tur saking

punapi?

Bondres ;Tiang saking desa menanga, I Wayan Koper adan tiang, kurenan tiang

madan I Ketut Rangsel, pianak tiang madan I Gede Kresek ngajak I

Made Plastik.

Kreceb ; Beh soroh tas ene adane, nggih jerone pacang ngaturan napi?

Bondres ;Tiang jagi ngaturang guling utuh, pokokne sami utuh pang nenten

(41)

Kreceb ;Nggih tiang nerima dogen suksema, sami ten wenten metelahin niki

nggih...!

Bondres ;Nggih...! kayang ngek ngek enu.

Kreceb ;Pak Koper, keto sing arti utuhe, pale, bahu kiwe tengen lan ulu ento

dadi ketekan. Basang jejeron ento telahin, ngudiang ngaturan ane jelek

ring I De Betara nyanan jelek picene.

Bondres ;Punapi mangkin titiang pak Panitia, melipetang tiang mulih!

Kreceb ;Sing dini ajak timpale olah, kemo mejalan kepewaregan ditu liu

pengayahe megarapan.

Bondres ;Ngih...! Suksema (out)

Kreceb ;Salabingkah di batan biune, gumi linggah ajak liu kenken ade

pengayahe. (wewangsalan) Nggih... Bapak sane wau tangkil, Om

Suastiastu saking dije tur sire pesengane?

Bondres ;Tiang saking Desa Enongan, adan tiange Ketut Saklar, kurenan tiang

madan Nengah Strum, pianak tiang Gede Kabel ngajak Iluh Konslet.

Kreceb ;Beh... ene keluarga PLN ene, jagi ngaturan napi?

Bondres ;Niki titiang ngaturin buah-buahan, kaduk wenten ring kebun.

Kreceb ;Nggih...jagi terima tiang, durus memargi.

Pangalangkara ;Ri wawu mangkane pare tingkahin bala marikanang Besakih, Durung

asat ...! dadya ane bala angwawe ikanang werta ri kedatengan

(42)

Keplug ;Jro pengayah, kenken dadi sepan-sepan teka mai, ade ape?

Prajurit ;Jro Gede.... puniki tiang matur kedik, rikale tiang ngayah ri pesisi pura

ngajak pengayah tiaosan, saget wentan anak tua dekil tur memengkung

manah ipun mangde polih tangkil ring palungguh Dalem. Sami panjake

sampun nambakin sakewanten sami tan kerungu, nike mangkin ipun

ngojog meriki. Sukserah wicare puniki mangkin ring bapak penitia

nggih.

Keplug ;Ceb jalan tangkilin dane pare pengelingsir Gelgel purane, Gusti Patih,

Jero bendesa, apang je sareng sami Ide tedun jebos kejabe duaning

wenten wicare sane patut tanganin.(out)

Pangalangkara ;Riwawu mangkane panulamen ikanang ceraka, dadya...! mijil pare

pepatih, we desa samuaha ah...!

Patih ;Ceraka... paran matanian ikanang wicara?

Keplug ;Gusti Patih mamitang lugra titiang, puniki wenten kocap anak tua

dekil tur bengkung pacang tangkil mangkin.

Patih ; Yan mangkane alungguh rumuhun.

We Desa ;Sadera, sadera mecikaning alungguh

Kreceb ;Nggih melinggih sareng sami dumun mebaosan, nyantos tamu sane

pacang rauh. Nah...! niki anake lingsir punika, durusang meriki jero

sedeng becik sami sampun nyantos.

(43)

Pupuh sinom ;Singgih jero sang wus prapta, Titiang tangkas manunasin, Saking Napi negarane, Sira parab jrone tangkil, Mangde titiyang tatas uning,

;Sang tamu raris sumaur, Titiang saking Klingga, Budha Sangkya pacang tangkil, Dalem Agung, Nareng singeng Gelgelpura.(Sinom Lawe)

Kreceb ;Nah kene dewa ajak mekejang, kapertame pesan Bapa nunas agung

pangampura sawireh ulian petekan Bapa I dewa sungkan penyurian lan

sakit hati. Dewa ajak mekejang apang sumeken nawang, Bapa mawit

uli jagat Kalingga Jawa timur. Brahmana Sangkya pesengan Bapa,

tetojone ke Bali, sawireh Bapa inget menyama, mesemeton ring Ida

Dalem sesuwunan paman ajak mekejang.

Sangkya ;Mangke Bapa aptian umagil lawan Dalem

Kreceb ;Nah..! lamunang jani tiang dot pesan suba lakar tangkil ring Dalem

sasuwunan paman ajak mekejang. Yan dadi pangidih tiange kapinin

paman, ede pesan tambakine pejalan tiange.

Patih ;Jempeng kunang karna “ Yae...!ape saturante wang tua edan, kita mewarah pinake kuluwarganing Dalem mangkana..(diludahi) out

Glebug ;We.... jelma tua buduh , cai ngorahin mesemeton ngajak Dalem ah,ah,

ah...!(tertawa sinis)

(44)

Keplug ;Jelma tua dekil, yan sing ngelah mako ne baange pipis, mulih cucune

empu.

Sangkya :Dewa Bapa tan biperaya pamulihe yan tan ketemu lawan Dalem,

mangke enak kita umatur lawan Dalem.

Kreceb ;Nah dewa ajak mekejang, suksema Bapa kapining paenjuh belin

makone. Sakewale Bapa sing je lakar megedi uli Besakih yan tusing

kacunduk ring Ide Dalem.

We-desa ;Yah .... mapunggung kita dadi wong tua, kadyang ape mangke?

Rewang ; Gredeg, paid...!(Sambil bersorak-sorak)

Tandak ;Ganda kasiasih, sumilir, apan baya, tunjung salah (Bendusemara) Sangkya Ih....jero sareng sami jadma Bali, sombong, bengkung buine nista pesan

laksanan jerone ngacepin nabdab karya utama. Tan pesan manut

kapining jadma Bali ane setate nawang agama, ulian laksanan jerone

ento jani terima hasil pelaksanan jerone nah. Jaktasemat rundah gering

rug gati kunang karya Basakih ( dibarengi suara gemuruh suasana

seram)

Pupuh ginada ;Mangkin sampun sandikala, cicinge pade mengeling, ketanggun desa menyagjag, suaran nyane ngulun-ulun, ngawe rundah sang mirengan, make ciri, destine mengalih amah (Ginada basur/buku basur)

Pangalangkara ;Riwawu....!mangkana pinastun Sang Brahmana, Dadya matemahaken

(45)

perani. Suara asu meraung-raung, udan tan reren-reren, suara kilat

gumuruh, wang angutah bayar, bhuta-bhuti, aye-aye, regek tonggek,

desti, pasliwer, matangian mijil sira Dalem Waturenggong aneng sabe

mandala.

Bondres I ;Aduh basang tiange sakit beli...! aji bedik san medaar

Bondres II ;Ape daar nyai de? Ngerapu nunas di pura.

Bondres I ;Sing ngerapu kale campur icang, rujak, komoh, timbungan

Bondres II ;Adah....! nyai jelma bengkung

Bondres I ;Bli, dadi dingin-dingin awak icange? To celeng ane tampah ibi hidup

celeng!

Bondres II ;Icang dadi orang celeng, lengeh nyai. Ih dane Gusti patih medal, lan

tangkil.

Bondres I ;Lan beli, gusti dados puniki kewentenan karyene gusti.

Bondres II ;Patut gusti mangkin mepikayun, punapi antuk.

Tangkas ;Nah paman jani jalan tangkil ring Ida Dalem, sedeng becik Ida

ngelebar monobratha jalan iring gelah.

Dalem Wtrg ;Paman dadi benyah karyane paman, ipian manire jelek-jelek pesan.

Ape mirib pelih manire keto masih panjake dini di Gegel paman...?

Patih ;Singgih...ratu ratu palungguh Dalem sane baktining titiang, pinih rihin

ampura titiang anggen cokoridewa kaule nambet, nenten kemanah taler

(46)

Dalem Wtrg :Paman yan keto jalan nunas ica ring Pura Luhuring Besakih, dumadak

Ida mapica pemargi tur mapaica keranan benyah karyane paman.

Patih ;Inggih durus memargi titiang kalih panjak sami pacang sairinge.

Bondres ;Jalan mebakti kapure bli, madak apang selamet irage ajak mekejang.

Bondres ;Lan-lan luh, ne sube teked. Negak bli, Ide anak sube melinggih apang

tusing ungkul-ungkul.

kidung ;Purwakaning, angerip tarum, ning wana ukir, (kidung kawitan wargasari)

Pangalangkara ;Riawau...!Dalem Waturenggong muang bale samuhe angaturaken

sembah ri jeng Hyang Besakih, dadya....katon marikanang puncaking

Giri Agung sira Hyang Putrajaya.(Dewa yang beristana di pura

Besakih)

Hyang Putrajaya ;Uduh nanak Bapa sampun uruh ri pakewuhte, yateki nore ane waneh

sangkaning paretingkahing balante. Sedeng Sangkya dateng katitig

olih wadwante, jani alih ia di Narithi Desa serahang karyan idewa jeg

peragat (out)

Patih :Ratu... wau titiang ngemanahing patut pisan kadi sabda Ida Betara iriki

ring Besakih, rikala titiang sareng panjak dune nabdab kewentenan

karyene. Saget wenten rauh anak lingsir cuil mawit saking Kalingga

Jawa timur. Pesengane Brahmana Sangkya, Ide mawosang masemeton

sareng singgih Dalem. Duaning asapunike tan cumpu panjake raris ke

ered tur kegingsiran saking Besakih. Wus punike sambilang Ide

(47)

We desa :Patut pisan ratu kadi atur dane patih.

Dalem Wtrg ;Nah paman ne anak gegodan adane, ageng gode ageng yasa. Gede

gegodane pasti pikolihe lakar gede. Jani jalan ruruh, pendak, tur nunas

pangampura ring Ide ajak mekejang, manire lakar tedun tangkil ring

Ide Brahmana nyujur kiduling Bali.

Patih ;Singgih ratu titiang sahiringe, wih.., panjak ajak mekejang jalan iring

Ide Dalem.

Panjak ;Inggih...! (berangkat menuju Bali selatan)

Kidung ;Pamendakan sampun antar, kedabdabang pasepan medaging geni, asep menyan majegahu, ebek ring natar prihyangan, kukus petak kukus harum, unem kelawan cendana, ambun nyane merik sumirit.( Kidung pamendakan)

Pangalangkara ;Tan kacerita rilampahing Dalem aneng desa-desa, caritanan...!

sira Brahmana Sangkya aneng pesisining Bandana Negara. Sedeng

sira angelaraken kunang tapa brata semadhi.

Wedesa ;Ratu...sugre titiang, punike Ide Brahmana sane dumun rauh ke

Besakih. Ledang aksi dumun.

Dalem Wtrg ;Ah, ah kita bala enak pade alungguhe samuhe, paman patih Tangkas

keme nunaspangampura anake buka paman.

Tangkas ;Singgih ratu sugre titiang, ratu... Sang Brahmana sane dahat suciang

titiyang, pinih rihin aksi sembah pangubaktin titiyang Patih Tangkas

(48)

perebawan Singgih Brahmana. Sepetangkil titiang, taler panjak sami

wantah nunas agung sinampura, duaning purun peresangga ring linggih

Singgih Brahmana. Ring rahina sane becik puniki titiang taler panjak

Gelgel sami, banget pisan nunas mangde ledang Singgih Brahmana

ngewaliang pemastun duene mangdane mewali sekadi jati mula.

Selantur nyane singgih Brahmana pacang iring titiang mewali ke

Gelgel utamane pacang ngerajegan karya agung ring Pura Besakih,

sapunika ratu atur titiang malih pisan ledang ampureyang.

Sangkya ;Eman kita mojar, tigtig malu mare ngidih pelih luir tan aderue idep

ambekte nguni. Mare anak dekil de kaden jelme idih-idih, nyen nawang

jelma ejoh mejalan. Jelma mesaput dijalan kaden jelma dingin, nyen

nawang jelma maling siap meh kucit. Men Dalem anak dije, ampura

titiang puniki nenten meresidang nagingin kadi pengarsan Dewa. Napi

mekawinan sadurung Dalem ngangkenan titiang wantah tunggil utawi

masemeton Siwa Budha tan wedi ramya Bapa, panjak Gelgel tan

pacang mewali sekadi dumun.

Pangalangkara ;Riwawu karenge saturan Brahmana Sangkya samangkana, agelis...!

Dalem Wtrg ;Singgih Ratu Brahmana, yan sapunika sane mangkin titiang Dalem

Waturenggong pinake pacek Gelgel taler keupesaksi sekalane panjak

Bali niskalane ring Ida Dewata sami. Rahina mangkin purun pacang

ngaryaning gaguat utawi geguet, kapertama Brahmana Sangkya wantah

semeton titiang Dalem waturenggong.

Sangkya ;Singgih...rasa gargita rituas Sangkya, Dalem lumihat akene mangke

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan seleksi fitur menggunakan algoritma FVBRM terhadap dataset deteksi intrusi NSL KDD yang memiliki jumlah atribut

Antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktifitas bakteri, salah satu metoda uji aktivitas antibakteri yaitu dengan metode difusi cara cakram

Jika bentuk tertulis prikatan hukum yang dipilih untuk pengadaan barang ini adalah Surat Perintah Kerja (SPK) maka Syarat-syarat Khusus Kontrak (SSKK) tidak berlaku dan

Hasil P-value untuk keong mas besar lebih kecil dari 0.05 sehingga dapat diartikan bahwa ekstrak daun mahkota dewa berbeda nyata terhadap penurunan daya

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh penambahan tanin, saponin atau kombinasinya pada konsentrat dalam ransum terhadap daya defaunasi dan fermentabilitas pakan

Kegiatan akan berakhir jika semua order di semua line sewing dari semua tanggal sudah di buatkan jadwal di cutting atau line atau mesin pada cutting sudah tidak dapat

Se&rang mahasis'a ked&kteran gigi yang bernama "aikal mempunyai  perilaku dan gaya hidup yang luar biasa karena dia berasal dari keluarga yang kaya raya$

Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh pelaksanaan pendidikan karakter pada mata pelajaran sejarah terhadap sikap patriotisme, berdasarkan hasil analisis statistik