• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Darwis Tere Liye : analisis semiotik model Roland Barthes dalam novel Negeri di Ujung Tanduk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Darwis Tere Liye : analisis semiotik model Roland Barthes dalam novel Negeri di Ujung Tanduk."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh :

Andik Putra Romadhona NIM.B06213008

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Andik Putra Romadhona. B06213008. Kritik Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Darwis Tere Liye (Analisis Semiotik Model Roland Barthes dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Kritik Sosial, Novel Negeri Di Ujung Tanduk, Semiotik Roland Barthes.

Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah mengapa di Novel Negeri di Ujung Tanduk sering adanya sindiran terhadap petinggi atau pejabat, dengan mengarah ke satu titik di mana politik, ekonomi dan hukum lebih dominan untuk menjadi bahan sebagai sumber dari masalah atau perpecahan dalam setiap kegiatan yang terjadi dalam setiap negara.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan makna penanda dan petanda, serta konotasi dan denotasi mengenai kritik sosial yang menggunakan teori Kritis Habermas. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan interpretative. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik yang mengacu pada teori Roland Barthes. Di mana dirasa cocok dengan penelitian untuk mengkritisi sebuah novel.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA PENULISAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

F. Definisi Konsep ... 11

G. Metode Penelitian ... 16

H. Sistematika Pembahasan ... 23

BAB II : KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL A. Kajian Pustaka ... 25

a. Kritik Sosial ... 25

b. Novel ... 28

B. Kajian Teori ... 32

a. Teori Kritis ... 32

b. Analisis Semiotik Roland Barthes ... 35

C. Kerangka Pikir Penelitian... 36

BAB III : PENYAJIAN DATA KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA DARWIS TERE LIYE A. Deskripsi Subyek Penelitian... 42

1. Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 42

2. Biodata dan Profil Darwis Tere Liye ... 44

B. Deskripsi Data Penelitian ... 48

1. Penanda dan Petanda ... 49

a. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 49

b. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Ekonomi dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 61

c. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Budaya dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 76

(8)

e. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Hukum dalam

Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 76

2. Denotasi dan Konotasi... 79

a. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 79

b. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Ekonomi dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 91

c. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Budaya dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 93

d. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Pertahanan Keamanan dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 94

e. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Hukum dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 104

BAB IV : ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian ... 108

1. Analisis Kritik Sosial Kategori Politik... 109

2. Analisis Kritik Sosial Kategori Ekonomi... 115

3. Analisis Kritik Sosial Kategori Budaya ... 118

4. Analisis Kritik Sosial Kategori Pertahanan Keamanan ... 121

5. Analisis Kritik Sosial Kategori Hukum ... 124

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 127

C. Kritik Sosial dalam Perspektif Keislaman ... 130

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 133

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

Sampai saat ini, kajian kritik sosial dalam diskursus ilmu

pengetahuan menjadi tema menarik untuk diperbincangkan dalam rangka

mengamati problem sosial di masyarakat. Kritik sosial adalah sindiran

yang ditujukan pada suatu hal yang terjadi dalam masyarakat manakala

terdapat sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau

kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras

dan tidak harmonis ketika masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan

perubahan sosial mengarah pada dampak-dampak dalam masyarakat.1 Kritik sosial muncul karena adanya konflik sosial. Dengan adanya

konflik sosial masyarakat menyuarakan pendapat, tanggapan, dan celaan

terhadap hasil tindakan individu atau kelompok masyarakat. Kritik sosial

bisa disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara

tidak langsung, kritik sosial bisa disampaikan melalui media. Media

penyampaian kritik sosial beraneka ragam jenisnya.

Karya sastra adalah media yang paling ampuh untuk

menyampaikan kritik sosial. Kritik sosial dalam karya sastra merupakan

kritik terhadap segala bentuk keadaan, situasi, dan tindakan sosial individu

atau kelompok masyarakat yang menyimpang dari nilai sosial dan moral

yang dituangkan dalam suatu karya sastra dengan tujuan menciptakan

kehidupan sosial yang lebih baik.

1

(10)

Kehidupan manusia sebagai obyek utama yang tidak pernah lepas

dari kondisi masyarakat tempat manusia itu berpijak. Manusia yang

menjadi bagian masyarakat seringkali terpaku pada kondisi lingkungan

yang membuatnya hanyut dalam kondisi sosial di sekitarnya.

Mengatasnamakan tradisi dan kebiasaan, manusia selalu mengikuti aturan

main lingkungan masyarakat tanpa mau mencari tahu akibatnya.

Di dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat

mengambil dua pilihan, yaitu menolak atau menerima. Menerima berarti

bergembira dan menyetujui, sedangkan menolak berarti menyanggah dan

dapat lewat tindakan protes.2 Dalam hal menolak, berbagai jenis karya sastra dibuat sebagai bentuk “pemberontakan” dari tradisi menurutnya

“tidak normal”. Salah satunya adalah novel. Pengguna novel sendiri dapat

memicu dikarenakan bentuknya yang lebih panjang sehingga dapat

membuat permasalahan menjadi lebih kompleks. Novel dengan karakter

dan konflik dijadikan penulis sebagai “senjata” untuk melawan arus.

Negeri di Ujung Tanduk adalah novel yang ke 13 dari 25 novel

karya Darwis yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Tere Liye.

Dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye menceritakan

perjuangan seorang lelaki yang sedang berusaha untuk melepaskan dirinya

dari buronan karena terbukti tidak bersalah. Tidak diceritakan secara detail

maksud dari negeri di ujung tanduk ini tetapi bisa melihat dari beberapa

alur tempat yang diceritakan seperti Bali, Jakarta, dan beberapa tempat

2

(11)

lainnya. Sedikit menyinggung tentang kota yang berada di Indonesia, tidak

jauh beda dengan kota-kota besar yang berada di sana, seperti Hong Kong,

Shenzen, Shanghai, Beijing, Tokyo dan Seoul dan masalah-masalah yang

sedang dihadapi di negeri ini sedikit disinggung.

Kehidupan semakin rusak bukan karena orang jahat semakin

banyak, tetapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.

Novel negeri diujung tanduk ini menceritakan perjuangan yang dilakukan

oleh seorang lelaki bermata sipit yang tengah berjuang menyelamatkan

hidupnya dari ancaman para mafia hukum. Pekerjaannya menuntut dirinya

agar selalu waspada terhadap segala hal yang berbau politik. Belum lagi

Maryam, gadis wartawan yang ikut terlibat dalam aksinya. Thomas, tokoh

utama dalam novel negeri di ujung tanduk digambarkan sebagai sosok

dengan style khasnya, tampan, rapi, dan balutan eksekutif muda yang cerdas dan berpengaruh tetap melekat padanya. Sebagai seorang konsultan

politik tentu dia sering bertemu dengan kliennya dan berusaha mendukung

partainya. Dalam novel ini juga sedikit menyinggung masalah-masalah

yang sedang terjadi di tanah air seperti kasus korupsi Bank Century. Dulu

Thomas menjadi konsultan ekonomi, sekarang merambah ke dunia politik,

yaitu konsultan bidang politik.

Konflik semakin rumit karena klien Thomas yang merupakan

mantan walikota yang ingin menjadi gubernur ibu kota kini ditangkap

karena terkait kasus korupsi. Lalu, ada istilah-istilah asing seperti breaking

(12)

komentator hukum, hingga orang awam. Di novel ini, Thomas mengakui

sebagai orang pertama yang menemukan istilah breaking news. Novel

modern biasanya menimbulkan ketidakpastian dan membuat keliru.

Mungkin ini yang dirasakan para pembaca ketika diceritakan banyak

konflik dan membuat Thomas terpojok sehingga tidak bisa lagi keluar dari

kepungan penjahat. Namun, diakhir ternyata banyak bala bantuan dari

teman-temannya. Penulis ingin pembaca melihat pada imaji tentang

kehidupan realita di tanah air. Seperti kasus yang sedang terjadi diarahkan

pada konvensi sebuah partai besar yang beberapa waktu lalu

tokoh-tokohnya terjerat kasus Hambalang dan Wisma Atlet.

Setahun setelah Thomas berjuang menyelamatkan Bank Semesta,

ia telah menambahkan unit bisnis dalam perusahaan konsultan. Jika dulu

hanya fokus mengurus strategi keuangan dan instrumen investasi,

sekarang Thomas merambah dunia politik. Menjadi konsultan strategi

politik, Thomas telah berhasil mengantar dua kliennya memenangkan

pemilihan gubernur. Ia sukses menunjukkan bahwa kompetisi politik bisa

dimenangkan dengan kalkulasi yang cermat. Bagi Thomas sendiri, politik

tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, sebuah

industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia.

Setahun sebelumnya, setelah kasus penyelamatan Bank Semesta,

dalam penerbangan menuju London, Thomas bertemu JD, JD adalah

mantan wali kota dan gubernur yang dikenal sebagai figur muda yang

(13)

Thomas. Percakapan dengan JD menginspirasi Thomas untuk terlibat

dalam dunia politik. Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari

pertanyaan yang mengendap dalam benaknya terkait sosok politikus

dengan kemuliaan dan kelurusan hati. Maka, Thomas pun menawarkan

diri menjadi konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang

dikehendaki JD. Karena presiden merupakan pemilik komando tertinggi

bagi penegakan hukum di Indonesia, cita-cita JD hanya bisa direalisasikan

dengan menjadi presiden.

Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi

kandidat presiden dari partai yang menominasikan JD, mendadak terjadi

peristiwa yang tidak diantisipasi Thomas sebelumnya. Terjadi ekskalasi

besar-besaran dari peserta konvensi yang ditandai dengan manuver raksasa

yang dilakukan pihak lawan JD. Situasi yang berkembang tidak terduga itu

membuat JD meminta Thomas yang berada di Hong Kong untuk kembali

ke Jakarta. Tapi sebelum Thomas meninggalkan Hong Kong, seusai

konferensi mengenai komunikasi dan pencitraan politik, ia ditangkap

satuan khusus anti teror otoritas Hong Kong. Di dalam kapal yang

digunakan Opa dan Kadek menjemput Thomas di Makau, ditemukan

seratus kilogram bubuk heroin serta setumpuk senjata api dan peledak.

Tidak ada hipotesis lain yang terbentuk di benak Thomas selain bahwa

kejadian ini adalah salah satu agenda serius yang dijalankan pihak lawan

JD. Ditahannya Thomas di Hong Kong, membuat ia tidak bisa hadir di

(14)

dikalahkan dalam pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas

dan mengatur perjalanan pulang Thomas ke Indonesia.

Setibanya di Jakarta, Thomas disambar berita penangkapan

kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel

raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu tak

pelak lagi disinyalir Thomas sebagai upaya pembunuhan karakter untuk

mencemarkan reputasi cemerlang JD. Kemungkinan besar, JD akan

didiskualifikasi dari kandidat calon presiden partai. Maka sebelum

notifikasi pelariannya dari Hong Kong menyebar ke seluruh jaringan

interpol dunia dan menobatkannya menjadi buruan internasional, Thomas

harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke

Denpasar untuk melakukan konsolidasi para pendukung JD. Tapi hal itu

pun tetap tidak mudah. Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok

yang disebutnya sebagai mafia hukum, bergerak di belakang setiap

kejadian itu.

Apakah Thomas bisa menghadiri konvensi partai dan

mengembalikan kepercayaan semua pendukung JD? Thomas, mau tak

mau, mesti merancang sebuah plot untuk bisa menghadapi tekanan demi

tekanan mematikan yang dihadapinya. Tidak hanya berupaya membawa

keluar seorang saksi mahkota dari tahanan kepolisian, Thomas pun

menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menjalankan

rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia sedang

(15)

melakukan apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Sebagai

pemimpinnya adalah bedebah yang menyeruak dari puing-puing masa lalu

Thomas.

Diakhir cerita, Thomas bisa dibilang beruntung karena memiliki

teman-teman yang peduli dan peka terhadap pekerjaannya. Thomas

mengakhiri konfliknya dan mendapat bantuan dari teman-temannya saat

sedang terpojok. Novel “Negeri di Ujung Tanduk” menarik untuk dibaca

karena terdapat sentuhan politik yang dituangkan dalam kata-katanya.

Fenomena yang terjadi dalam novel Negeri di Ujung Tanduk

adalah adanya kontroversi di dalamnya, yang mengandung makna negatif

kepada pemerintah. Para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat

menjadi pujaan itu adalah yang ada di dalam novel yang menjadi sebuah

acuan dalam melakukan kajian kritik sosial.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan fenomena di atas didapatkan sebuah fokus penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penanda dan petanda kritik sosial dalam novel Negeri

di Ujung Tanduk?

2. Bagaimana makna denotasi dan konotasi kritik sosial dalam novel

(16)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditentukan maka tujuan

yang hendak dicapai peneliti berupa:

1. Untuk memahami dan mendeskripsikan makna denotasi dan

konotasi kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung Tanduk.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan penanda dan petanda kritik

sosial dalam novel Negeri di Ujung tanduk.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis ingin mempertegas

manfaat hasil penelitian yang ingin dicapai dalam proposal ini sekurang –

kurangnya dalam dua aspek yaitu:

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian

dalam penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya kajian tentang

Kritik Sosial Pada “Novel Negeri di Ujung Tanduk” Karya Darwis

Tere Liye.

a. Dapat menjadi acuan belajar mengenai Kritik Sosial dalam

novel Negeri di Ujung Tanduk.

b. Dalam hasil penelitian ini nanti diharapkan akan melahirkan

banyak paham yang baru, sehingga penulis dapat

menjadikannya sebagai bahan perbandingan untuk penelitian

(17)

2. Aspek Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kritik

sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk. Dan dapat dijadikan

pengetahuan bagi masyarakat yang masih belum kenal dengan

kritik sosial dalam Novel Negeri d Ujung tanduk.

a. Penulisan skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi

dalam novel yang mengenai kajian kritik sosial.

b. Agar bisa memberikan pengetahuan mengenai analisis

semiotik pada sebuah novel.

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Persamaan hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :

a. Kritik Sosial dalam Novel Memang Jodoh Karya Marah Rusli

dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia, 2015.3

Persamaan dalam penelitian adalah sama-sama fokus

dalam penelitian yang mencakup kajian kritik sosial yang

membahas tentang sebuah novel. Dimana sebuah novel bisa

menjadi sebuah media yang sangat ampuh untuk melakukan

sindiran mengenai jalannya sistem keadilan di negeri ini.

b. Kritik Sosial dalam Cerpen-Cerpen A. Mustofa Bisri: Sebuah

Pendekatan Sosiologi Sastra, 2008.4

3

(18)

Persamaan dalam penelitian adalah mengenai tentang

kajian kritik sosial yang mengambil beberapa cerpen yang

ditulis oleh A. Mustofa Bisri.

c. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik tentang

pemaknaan lirik lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals). Di

tulias oleh Santi Widia Puspitasari 2008.5

Persamaan dalam karya tulis ini adalah fokus dalam

penelitian yang mencakup mengenai ktitik sosial pada

lagu-lagu karya Iwan Fals. Dimana Dalam lagu-lagu “Besar dan Kecil”,

kritik sosial yang tersirat adalah ketidakadilan pemerintahan

orde baru khususnya ketika pemilu yang membuat rakyat

tidak dapat menikmati asas demokrasi yang dianut Negara

Indonesia dan dasar Negara yaitu Pancasila.

d. Kritik Sosial dalam Iklan (Analisis Iklan Sampoerna A Mild).

Di tulis Ummi Kalsum, 2008.6

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama

fokus pada kritik sosial dan fokus pada iklan rokok. Hasil

dalam penelitian : Sekritis apapun iklan tetap

menyembunyikan kepentingan tertentu. Di balik wacana

kritis yang dikumandangkan, terselubung ideologi dan

4

Laode Aulia Rahman Hakim. Skripsi. Kritik Sosial dalam Cerpen-Cerpen A. Mustofa Bisri: Sebuah Pendekatan Sosiolgi Sastra (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008.

5

Santi Widia Puspitasari. Skripsi. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik tentang pemaknaan lirik lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals).

6

(19)

kepentingan terkait dengan kapitalisme. Meski, di satu

sisi A Mild mengkritik fenomena yang mentradisi di masyarakat, di sisi lain A Mild justru menciptakan tradisi tersendiri, yaitu tradisi merokok dan perilaku konsumtif.

Selain itu dengan pemuatan unsur kritik sosial dalam iklan,

PT. HM. Sampoerna Tbk. membuktikan prinsip corporate social resposibility-nya. Lewat cara ini diharapkan akan semakin memantapkan citra positif perusahaan di benak

masyarakat luas yaitu sebagai sebuah institusi yang

mempunyai tanggung jawab sosial, citra positif perusahaan

tersebut diharapkan juga akan melekat pada produk

Sampoerna A Mild di benak masyarakat, sehingga dapat meningkatkan penjualan produk.

F. Definisi Konsep

Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Maka peneliti akan

memberikan gambaran dari beberapa teori yang ada dengan judul

penelitian tersebut :

1. Kritik Sosial

Kata kritik sosial dari bahasa Yunani “kritike” artinya “pemisahan”, dan “krinoo” artinya “memutuskan,

(20)

dapat berarti sebuah inovasi sosial. Bisa juga menjadi sarana

komunikasi gagasan baru, yang menilai gagasan-gagasan lama

untuk suatu perubahan sosial.7

Kritik sosial muncul karena adanya masalah sosial.

Soerjono Soekanto menegaskan bahwa masalah sosial akan

terjadi apabila kenyataan yang dihadapi oleh warga masyarakat

berbeda dengan harapannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

masalah sosial saling berhubungan antara masyarakat dengan

masalah yang terjadi di sekitarnya. Misalnya, kurang

terjaminnya kehidupan ekonomi adalah berhubungan dengan

berbagai masalah kecil, masalah kesehatan, masalah organisasi,

dan masalah kekacauan kepribadian. Akibatnya seseorang tidak

dapat memahami dengan sempurna dan tidak dapat mengambil

tindakan sewajarnya.

Pendapat Soerjono Soekanto, Roucek dan Warren

mempunyai kesamaan yaitu gejala-gejala masalah sosial

biasanya berupa kurang terjaminnya kehidupan ekonomi,

kurang terjaminnya kesehatan masyarakat, menurunnya

kewibawaan pemimpin, dan berbagai bentuk konflik

kepribadian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dengan

demikian, berarti masalah sosial itu berkisar dari suatu keadaan

ketidakseimbangan antara unsur nilai-nilai dan norma-norma

7

(21)

sosial dalam masyarakat yang relatif membahayakan atau

menghambat anggota-anggota masyarakat untuk mencapai

tujuan.

Sementara kata “sosial” berasal dari bahasa Latin

“socius” berarti “kawan, teman, dan masyarakat”.8 Dari dua pengertian tersebut, kritik sosial didefinisikan sebagai salah satu

bentuk pernyataan pendapat dalam masyarakat dengan fungsi

mengontrol jalannya suatu sistem dan struktur sosial.

Kategori kritik sosial menurut Sodiqin yaitu: politik,

ekonomi, hukum, budaya, dan pertahanan keamanan.

a. Politik yaitu hal-hal yang berkaitan dengan negara,

kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan

pembagian wewenang atau alokasi.

b. Ekonomi yaitu segala hal yang berkaitan dengan distribusi

pembagian rezeki atau pencaharian.

c. Budaya yaitu semua aspek yang berkaitan dengan cipta,

rasa, dan karsa manusia sebagai manusia yang beradab.

d. Pertahanan keamanan yaitu segala usaha yang berkaitan

dengan pertahanan dan usaha menciptakan kondisi yang

aman.

e. Hukum yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tata aturan atau

perundang-undangan.

8

(22)

Dengan demikian kajian kritik sosial dalam penelitian ini

juga bersandar pada pendapat dan penjelasan di atas. Untuk

lebih memudahkan dan memperjelas fakta sosial itu maka yang

akan menjadi sasaran kajian kritik sosial yaitu politik, ekonomi,

budaya, pertahanan keamanan dan hukum.

Novel Negeri di Ujung Tanduk menjelaskan tentang

politik, di mana pekerjaan menjadi tuntutan agar selalu waspada

terhadap apa yang berbau dengan kegiatan tersebut, khususnya

Thomas yang dulunya menjadi konsultan ekonomi sekarang

menjabat sebagai konsultan politik dan secara otomatis dia

sering bertemu dengan klien-klienya. Dalam novel ini juga

memungkinkan menyinggung masalah yang terjadi di tanah

Century. Konflik semakin rumit karena klien Thomas

merupakan mantan Walikota yang ingin menjabat sebagai

Gubernur, dan sekarang terjerat kasus korupsi.

Masalah ekonomi juga sedikit disinggung di novel ini,

dengan membandingkan kondisi yang berada di luar Negeri dan

di dalam negeri, serta memperjelas dengan apa yang dilakukan

pengusaha sukses, anggota partai politik, pejabat, pemerintah,

dan bahkan pemimpin negarapun jadi sindiran. Politik juga

sangat mempengaruhi novel ini, segala hal yang berkaitan

dengan politik. Politik adalah alat dan hukum adalah bisnis bagi

(23)

dalam novel ini adalah berhubungan langsung dengan polisi

serta pembrogolan tangan dan dinaikkan paksa oleh pihak yang

berwajib karena kasus korupsi yang sudah terjadi dalam dunia

perpolitikan.

2. Semiotik Model Roland Barthes

Semiotik tidak dapat disebut bidang ilmu karena

fungsinya adalah sebagai alat analisis, cara mengurai suatu

gejala. Oleh karena itu, sebagian orang menganggap semiotik

sebagai ancangan, sementara yang lain menggunakan sebagai

metode.9

Pemikiran semiotik Roland Barthes bisa dikatakan

paling banyak digunakan dalam penelitian. Konsep pemikiran

Barthes terhadap semiotik terkenal dengan konsep mythologies

atau mitos. Sebagai penerus dari pemikiran Saussure, Roland

Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman

personal dan kultural penggunanya. Interaksi antara konvensi

dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh

penggunanya. Konsep pemikiran Barthes yang operasional ini

dikenal dengan Tatanan Pertandaan (Order of Signification).10 Secara sederhana, kajian semiotik Barthes bisa dijabarkan

sebagai berikut:

9

Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm.77

10

(24)

a. Denotasi

Makna yang paling nyata dari tanda, apa yang di

gambarkan tanda terhadap sebuah obyek. Makna denotasi

dalam penelitian ini adalah makna yang secara tertulis

terdapat dalam novel yang berkaitan dengan kategori kritik

sosial, yakni politik, ekonomi, budaya, pertahanan

keamanan dan hukum.

b. Konotasi

Bagaimana menggambarkan obyek, yang bermakna

subjektif juga inter subjektif sehingga kehadirannya tidak

disadari. Makna konotasi dalam penelitian ini adalah

makna yang tidak tertulis dalam novel namun tersurat serta

dapat diinterpretasikan oleh peneliti dengan menggunakan

model analisis Roland Barthes yang berkaitan dengan

kategori kritik sosial, yakni politik, ekonomi, budaya,

pertahanan keamanan dan hukum.

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna menjawab

permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan

(25)

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan semiotik interpretatif,

yang pada dasarnya bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu sebuah

metode dengan memfokuskan dirinya pada “tanda” dan “teks” sebagai

obyek kajian, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami

kode di balik tanda dan teks tersebut,11 serta memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh

makna dan hubungan gejala interaktif (reciprocal).

Pendekatan interpretatif dalam penelitian ini didapatkan

melalui kerangka analisis model Roland Barthes yang dielaborasi

dengan buku referensi terkait kategori kritik sosial yang akan diteliti.

Jika ilmu pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara

para peneliti terhadap objek yang diteliti maka para peneliti humanistik

berupaya untuk memahami tanggapan subjektif individu.

Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah

tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan misteri pengalaman manusia

sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian.

Mayoritas mereka berada dalam kelompok lebih tertarik kasus-kasus

individu dari pada kasus-kasus umum12. Kasus individu lebih menarik, serta banyak hal-hal yang perlu digali dari sebuah obyek yang akan

dikaji.

11

Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm. 99

12

(26)

Sedangkan penelitian ini menggunakan metode analisis

semiotik yang mengacu pada teori Roland Barthes, dimana dirasa

cocok dengan penelitian sebuah novel. Dengan pemaknaan dua tahap

denotasi dan konotasi yang digunakan oleh Roland Barthes dalam teori

semiotiknya, Roland Barthes menelusuri makna dengan pendekatan

budaya yaitu semiotik makro, dimana Barthes memberikan makna

pada sebuah tanda berdasarkan budaya yang melatarbelakangi

munculnya makna tersebut. Dengan demikian makna dalam tataran

mitos dapat diungkap sesuai dengan keunggulan semiotik Roland

Barthes yang terkenal dengan elemen mitosnya.

2. Subyek Penelitian

Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil subyek berupa

novel. Novel tidak dapat membentuk kesatuan cerita seperti cerpen.

Namun, novel dapat menghadirkan perkembangan satu karakter,

situasi sosial yang rumit, hubungan dengan banyak karakter, dan

peristiwa rumit yang lebih mendetail. Ciri khas novel adalah mampu

untuk menciptakan satu semesta rumit yang lengkap.13 Secara keseluruhan novel dapat berarti karya imajinatif yang menceritakan

sisi kehidupan dengan situasi sosial dalam peristiwa yang kompleks

dan saling keterkaitan antar unsurnya.

Peneliti kali ini mengambil unit analisis novel yang dimana

novel tersebut berupa karya-karya yang bisa disajikan ke khalayak

13

(27)

umum. Novel juga bisa memberikan dampak positif dan negatif,

tergantung pemaknaan dan isi yang akan disampaikan lewat tulisan

tersebut. Contohnya karya Tere Liye yang menyampaikan kritikan

lewat sebuah tulisan sastra, yaitu sebuah novel.

3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini bersifat kualitatif. Sumber data terdiri dari data

primer dan sekunder.

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian adalah sebuah novel

karya Tere Liye yang berisikan tentang fenomena.

Fenomena yang dilakukan oleh seorang lelaki bermata sipit

yang tengah berjuang menyelamatkan hidupnya dari

ancaman para mafia hukum. Pekerjaannya menuntut

dirinya untuk selalu waspada terhadap segala hal yang

berbau politik.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah dari berbagai macam

literatur yang bisa dijadikan pijakan untuk bahan penelitian,

seperti buku, majalah, koran dan internet.

4. Tahapan Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu

mengetahui tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam proses penelitian.

(28)

sistematis agar dapat diperoleh hasil penelitian yang sistematis. Ada

beberapa tahapan dalam sebuah penelitian.

a. Menentukan Tema dan Judul

Peneliti menentukan tema dan judul yang akan

dijadikan konsep dan apa fenomena yang akan diteliti oleh

peneliti. Hal ini yang nantinya akan dijadikan sebagai latar

belakang dan fokus masalah penelitian yang akan diteliti yaitu

novel yang berjudul Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye.

b. Menyiapkan Proposal

Kegiatan ini dilakukan setelah peneliti menentukan

tema dan judul penelitian, dikarenakan agar peneliti tetap fokus

pada permasalahan atau fenomena yang akan diteliti dan akan

dimasukkan ke proposal secara utuh.

c. Penyusunan Laporan

Kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua

rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian

makna data. Setelah itu melakukan konsultasi dengan dosen,

agar laporan yang dikerjakan bisa bagus dan benar akan hasil

yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dengan Studi dokumentasi yaitu salah satu metode

(29)

dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang

lain tentang subjek.

Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah dengan cara

mengambil dan mencari isi atau media yang berhubungan dengan

Karya Tere liye berjudul Negeri di Ujung Tanduk.

6. Teknik Analisis Data

Pada tahap teknik analisis data ini peneliti menggunakan model

analisis data berlangsung atau mengalir seperti yang dikemukakan oleh

Milles dan Huberman14, berikut tahapan yang peneliti lakukan pada proses analisis data kali ini.

a. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, memfokuskan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah”

yang terjadi dalam catatan-catatan yang tertulis. Sebagaimana kita

ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu

proyek atau kalimat yang diorientasikan secara kualitatif. Reduksi

data bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia merupakan

bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti potongan-potongan data

untuk diberi kode, untuk ditarik ke luar, dan rangkuman pola-pola

sejumlah potongan, apa pengembangan ceritanya, semua merupakan

pilihan-pilihan analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis

yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan

14

(30)

menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat

digambarkan dan diverifikasikan.15 b. Display data

Langkah kedua dari kegiatan analisis data adalah model data.

Kita mendifinisikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi

yang tersusun yang membolehkan pendeskripsikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Melihat sebuah tayangan membantu untuk

memahami apa yang terjadi dan melakukan sesuatu analisis lanjutan

atau tindakan didasarkan pada pemahaman tersebut. Bentuk yang

paling sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks

naratif.16

c. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan

Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan

verifikasi kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti

yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan

yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.17

15

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 129-130

16

Ibid, hal 131.

17

(31)

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif

mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak

awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan

bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif

masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti

berada di lapangan.

H. Sistematika Pembahasan

Hasil penelitian ini akan ditulis dalam 5 bab, masing-masing bab

dibahas dan dikembangkan dalam beberapa sub bab secara sistematis

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang konteks

permasalahan yang merupakan gambaran fenomena yang mendasari

penelitian dalam melakukan penelitian, dirumuskan pada fokus penelitian,

memberikan batasan pada masalah yang diteliti dilanjutkan dengan tujuan

penelitian, manfaat penelitian, defines konsep dan sistematika

pembahasan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini merupakan penjelasan definisi

dari beberapa kajian tentang kritik sosial. selanjutnya penjelasan beberapa

teori yang digunakan peneliti sebagai landasan dalam melakukan

penelitian yang dijelaskan dalam kajian teori.

BAB III : PENYAJIAN DATA Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan

(32)

dengan ilmuan yang diteliti begitu juga peneliti menceritakan data yang

ditulis dalam novel.

BAB IV : ANALISIS DATA Dalam bab ini peneliti mengemukakan

temuan-temuan dari hasil analisis dan kemudian mengkonfirmasikan hasil

temuan dengan teori-teori yang dipakai.

BAB V : PENUTUP Bab ini meliputi kesimpulan, kritik, saran,

(33)

BAB II

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL A. Kajian Pustaka

a) Kritik Sosial

1. Definisi Kritik Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kritik ialah

kecaman atau tanggapan, kadang disertai uraian dan pertimbangan

baik terhadap satu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Kritik

membuka diri untuk perdebatan, mencoba untuk meyakinkan

orang lain, dan mengandung kontradiksi. Dengan demikian kritik

menjadi tukar pendapat publik. Kritik tidak hanya menyangkut soal

rasa baik, tetapi harus melibatkan cara-cara analisis dan

bentuk-bentuk pengalaman khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain

pada umumnya.1 Menurut pandangan Curtis, kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk

meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu

memperbaiki pekerjaan.2

Sementara itu sosial memiliki pengertian kehidupan

bersama dalam masyarakat sebagai kelompok yang ada aturan di

dalamnya. Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam

kehidupan masyarakat yang dapat dilihat apabila orang-perorangan

1

Terry Eagleton, Fungsi Kritik (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 70

2

(34)

dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan

sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.3

Kritik sosial juga bisa diartikan sindiran yang ditujukan

pada suatu hal yang terjadi dalam masyarakat manakala terdapat

sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau

kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak

selaras dan tidak harmonis ketika masalah-masalah sosial tidak

dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah pada dampak-dampak

dalam masyarakat.4

Kritik sosial yang sehat selalu menginginkan perbaikan dan

biasanya dihubungkan dengan perlunya suatu situasi ideal dan

perilkau ideal. Dalam dunia politik istilah kritik sosial sudah

mempunyai konotasi negatif yakni, mencari kelemahan-kelemahan

pihak lainnya dalam pertarungan politik.

Pada zaman modern kritik sosial dapat disampaikan

melalui bermacam-macam saluran yang paling berpengaruh baik

karena luasnya jangkauan maupun karena cepat dan frekuensinya

tentu saja melalui alat-alat komunikasi modern seperti surat kabar,

radio, televisi maupun media cetak lain.5

Astrid Susanto menyimpulkan kritik sosial itu yakni

aktivitas yang berhubungan dengan penilaian (judging),

3

Sarjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 67

4

Definisi Kritik Sosial dalam http://blog.isi-dps.ac.id/gustiangdiyusa/musik-sebagai-media-kritik-sosial diakses pada 17-03-2017 pukul 21:19 WIB

5

(35)

Perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing)

mengenai kondisi sosial yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut

atau pun nilai-nilai yang dijadikan pedoman.

Kemudian Walzer berpendapat bahwa kritik sosial

merupakan suatu kegiatan umum yang tidak menunggu sampai

adanya penemuan filosofis atau invensi tertentu. Kritik sosial

berbeda dengan kritik sastra, karena kata ‘sosial’ dalam kritik

sosial menunjukkan suatu hal mengenai subjek dari suatu usaha

yang dilakukan.6 2. Jenis-jenis Kritik Sosial

Kritik sosial dapat dikelompokkan menjadi dua jenis ,

yakni kritik yang dilakukan secara terbuka dan kritik yang

dilakukan secara tertutup atau terselubung. Kritik sosial secara

terbuka berarti kegiatan penilaian, analisis atau kajian terhadap

keadaan suatu masyarakat tertentu yang dilakukan secara langsung.

Sedangkan kritik sosial yang dilakukan secara terselubung dapat

berupa tindakan-tindakan simbolis yang menyiratkan penilaian

maupun terhadap keadaan sosial suatu masyarakat secara tidak

langsung.7

6

Michael Walzer, Interpretation and Social Criticism (Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1985), hlm. 30

7

Jenis-jenis Kritik Sosial dalam

(36)

3. Model Penelitian Kritik Sosial

Model-model penelitian ini dapat dilihat dengan cara

melihat permasalah dan fenomena yang ada pada masyarakat atau

kelompok tertentu. Kritik sosial menjadi salah satu bentuk untuk

melakukan sindiran kepada hal apa saja yang perlu untuk dikritik

yang sekiranya tidak benar dan dipandang kurang layak berada di

tengah masyarakat.

b) Novel

1. Definisi Novel

Kata novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah “barang baru yang kecil”, dan

kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.

Novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah

novelette dalam bahasa Inggris, berarti sebuah karya prosa fiksi yang tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.

Novel juga bisa diartikan cerita atau penulis fiksi. Penulis

fiksi tidak semata hanya melakukan tindakan bercerita atau

tindakan tentang menceritakan kehidupan manusia. Penulis

menyertakan pikiran-pikiran pribadinya atau pikiran-pikiran

falsafahnya melalui sosok-sosok pesan dalam karyanya.8

8

(37)

Novel menurut H. B. Jassin dalam bukunya Tifa Penyair

dan daerahnya adalah suatu kejadian yang luar biasa dari

kehidupan orang-orang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu

konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka.9 Tarigan menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita

dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang

menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Jadi

novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang

menceritakan kehidupan para tokoh yang diceritakan dalam sebuah

alur atau peristiwa yang panjang cakupannya, cerita tidak terlalu

panjang dan tidak terlalu pendek, yang setidaknya terdiri dari 100

halaman.10

2. Jenis-jenis Novel

Berdasarkan jenisnya novel dibagi kedalam lima bagian

yaitu, novel avontur, psikologis, detektif, sosial, politik dan

kolektif.

a. Novel Avontur, Novel yang dipusatkan pada seorang lakon

yang di mulai dari titik A sampai Z sebagai tujuan akhir dengan

diselingi pengalaman-pengalaman lain yang bersifat rintangan

dan disusun secara kronologis.

9

Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA (Jakarta: Erlangga, 1989), hlm. 19.

10

(38)

b. Novel Psikologis, dalam novel ini tidak ditujukan kepada

Avontur yang terjadi secara bertahap, tetapi lebih menekankan pada pemeriksaan semua pikiran para pelaku.

c. Novel Sosiologi dan Politik, tokoh novel dalam cerita ini larut

dalam masyarakat yang mempunyai kelasnya atau

golongannya. Persoalan yang sedang dihadapi ditinjau dari

lingkup golongan dalam masyarakatnya. Inisiatif dari setiap

golongan akan timbul terhadap masalah tersebut dan peranan

para pelaku hanya dipergunakan sebagai pendukung.

d. Novel Kolektif, isinya mementingkan cerita masyarakat

sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan dengan memadukan

pandangan antropologis dan sosiologis dalam karyanya.

Ditinjau dari struktur cerita novel kolektif merupakan bentuk

yang paling banyak tantangannya.

e. Novel Detektif, jenis novel ini menceritakan pembongkaran

rahasia kejahatan dan biasanya dibutuhkan bukti untuk

menangkap pembunuh.11 3. Karakteristik Novel

Sebagai salah satu karya sastra, novel memiliki

karakteristik tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra

lain. Dari segi jumlah kata ataupun kalimat, novel lebih

mengandung banyak kata dan kalimat sehingga dalam proses

11

(39)

pemaknaan relative jauh lebih mudah dari pada memaknai sebuah

puisi yang cenderung mengandung beragam bahasa kias. Dari

segi panjang cerita, novel lebih panjang dari pada cerpen

sehingga novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih

banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan

berbagai permasalahan yang komplek. Berikut adalah

karakteristik novel: 1) Jumlah kata yang mencapai 35.000 buah,

2) Jumlah halaman yang mencapai 100 halaman kuarto, 3) Jumlah

waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca novel

diperlukan sekitar 2 jam, 3) Novel bergantung pada perilaku dan

mungkin lebih dari satu pelaku, 4) Novel menyajikan lebih dari

satu impresi, 5) Novel menyajikan lebih dari satu efek, 6) Novel

menyajikan lebih dari satu emosi, 7) Novel memiliki skala yang

lebih luas, 8) Seleksi pada novel lebih ketat, 9) Kelajuan dalam

novel lebih lambat. 10) Dalam novel unsur-unsur kepadatan

dan intensitas tidak begitu diutamakan.

4. Kritik Sosial dalam Novel

Kritik yang dilakukan secara langsung disampaikan dengan

menggunakan bahasa yang lugas dan jelas terhadap permasalahan

sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Penyampaian kritik tidak

langsung dilakukan dengan sindiran melalui bahasa sinisme,

(40)

menggugah perhatian dan pikiran pengarang untuk menuangkan

ide dan gagasannya bermuatan unsur kritik.

Kritik sosial dalam novel adalah untuk mengetahui

seberapa banyak dan seberapa dalam makna yang tertulis di dalam

novel tersebut. Apakah banyak mengandung unsur kritik atau

bahkan sangat mengkritik yang di aplikasikan ke dalam media

buku, majalah, koran atau bentuk lainnya.

B. Kajian Teori a) Teori Kritis

Sebagaimana telah dirumuskan kembali oleh Habermas, teori

kritis bukanlah suatu teori ‘ilmiah’ sebagaimana dikenal secara luas di

kenal di kalangan publik akademis dalam masyarakat. Habermas

melukiskan teori kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam

ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi).

Dalam ketegangan itulah dimaksudkan bahwa teori kritis tidak

berhenti pada fakta obyektif seperti dianut teori-teori positivis.

Teori kritis hendak menembus realitas sebagai fakta sosiologis,

untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang

melampaui data empiris. Dengan kutub ilmu pengetahuan

dimaksudkan bahwa teori kritis juga bersifat historis dan tidak

meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman kontekstual.

(41)

melayang-layang. Teori kritis merupakan dialektika antara

pengetahuan yang bersifat transedental dan yang bersifat empiris.

Dalam konteks masyarakat industri maju, Teori kritis sebagai

kritik ideologi mengemban tugas untuk membuka kedok ideologis dari

positivisme. Positivisme bukan sekedar pandangan positivistis

mengenai ilmu pengetahuan melainkan jauh lebih luas lagi,

positivisme sebagai cara berpikir yang menjangkiti kesadaran

masyarakat industri maju. Dari keseluruhan keprihatinan atas

permasalahan rasionalitas zaman ini, dapat dikatakan bahwa teori kritis

mengarahkan diri pada dua taraf yang berkaitan secara dialektis. Pada

taraf teori pengetahuan, Teori kritis berusaha untuk mengatasi

saintisme atau positivisme. Pada taraf teori sosial, kritik itu dibidikkan

ke arah berbagai bentuk penindasan ideologis yang melestarikan

konfigurasi sosial masyarakat yang represif.

Pemahaman positivisme atas ilmu-ilmu sosial mengandung

relevansi politik yang sama beratnya dengan klaim-klaim politis lain

karena pemahaman itu berfungsi dalam melanggengkan status quo

masyarakat. Sebaliknya, interaksi social sendiri diarahkan oleh cara

berpikir teknokratis dan positivistis yang pada prinsipnya adalah rasio

instrumental atau rasionalitas teknologis. Ke dalam situasi ideologis

itulah teori kritis membawa misi emansipatoris untuk mengarahkan

masyarakat menuju masyarakat yang lebih rasional melalui refleksi

(42)

Meskipun terdapat garis umum yang sama, teori kritis itu

cukup bervariasi dalam gaya dan isinya menurut pemikirannya

masing-masing, entah itu Horkheimer, Adorno atau

Marcuse. Sementara teori kritis menurut Habermas secara khusus

memperbarui teori kritis mazhab Frankfurt yang mengalami jalan

buntu. Tanpa meninggalkan keprihatinan para pendahulunya, untuk

mengadakan perubahan-perubahan structural secara radikal,

Habermas merumuskan kepribatinan itu secara baru. Perubahan

itu tidak dapat dipaksakan secara revolusioner melalui ‘jalan

kekerasan’, juga tak dapat dipastikan datangnya seperti gerhana

matahari. Memaksakan perubahan revolusioner melalui kekerasan

hanyalah akan mengganti penindas lama dengan penindas baru, seperti

terjadi pada rezim Stalin. Di lain pihak, masyarakat memang tidak

akan berubah selama anggota-anggotanya menunggu datangnya

perubahan bagaikan menunggu terjadinya gerhana. Menurut Habermas

– dan inilah gagasan orisinalnya — transformasi social perlu

diperjuangkan melalui dialog-dialog emansipatoris. Hanya melalui

‘jalan komunikasi’ dan bukan melalui ‘jalan dominasi’ inilah

diutopikan terwujudnya suatu masyarakat demokratis radikal, yaitu

masyarakat yang berinteraksi dalam suasana komunikasi bebas dari

penguasaan.12

12

(43)

b) Analisis Semiotik Roland Barthes

Analisis semiotik Roland Barthes muncul dikarenakan adanya

persepsi dari Roland sendiri bahwa dibalik tanda-tanda tersebut

terdapat makna misterius yang akhirnya dapat melahirkan sebuah

mitos. Jadi intinya bahwa mitos yang dimaksud oleh Roland Barthes

tersebut muncul dari balik tanda-tanda dalam komunikasi sehari kita,

baik tertulis maupun melalui media cetak.

Untuk mendapat pemahaman secara detail berikut sedikit

diuraikan konsep semiotik dari Roland Barthes, yakni bahwa tanda

denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat

bersamaan, tanda denotatif adalah penanda konotatif. Dalam konsep

Barthes, tanda konotatif tidak hanya memiliki makna tambahan namun

juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan

konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi

yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para

pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama,

sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi

justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi

untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif.

Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya

yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna

(44)

Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya

sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode

tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda,

petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos

dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau

dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran

ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa

penanda.13

C. Kerangka Pikir Penelitian

Roland Barthes seorang tokoh pemikir strukturalis dan juga seorang tokoh dalam semiotik yang telah cukup banyak memberikan kontribusinya dalam pengembangan semiotik khususnya strukturalis. Barthes adalah penerus Saussure yang mengembangkan teori penanda (signifier) dan petanda (signified) menjadi lebih dinamis. Menyebut Barthes sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an. Barthes mengembangkan model penanda dan petanda menjadi lebih dinamis.

Setiap novel yang ditulis oleh seorang penulis pasti mempunyai nilai dan karakter tersendiri. Lewat hubungan antara tanda (Sign), penanda (Signifier), dan petanda (Signified) akan menuntun kita ke

13

(45)

arah makna yang tersembunyi dari novel tersebut. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian mengenai Kritik Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye (Analisis

Semiotik Model Roland Barthes dalam Novel Negeri di Ujung

Tanduk).

Barthes mengembangkan penanda (signifier) dan petanda (signified) menjadi ekspresi (E) untuk penanda (signifier) dan isi (C/contenu) untuk petanda (signified). Namun, Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) sehingga membentuk tanda (Sn).14 Ia mengemukakan konsep tersebut dengan E-R-C. Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena R ditentukan oleh pemakai tanda.

Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal secara umum (denotasi) dan oleh Barthes disebut sistem primer, sedangkan segi pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder yang ke arah ekspresinya disebut metabahasa. Artinya E dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu E untuk C yang sama. Dengan kata lain, suatu tanda mempunyai bentuk yang banyak dengan makna yang sama. Sedangkan sistem sekunder yang ke arah C disebut konotasi, artinya C dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu C untuk E yang

14

(46)

sama. Dengan kata lain suatu tanda mempunyai banyak makna dengan bentuk yang sama.

Konotasi adalah makna baru yang diberikan pemakai tanda sesuai dengan keinginan serta merupakan hasil proses dalam cara memaknai tanda. Contohnya yang paling mudah dipahami adalah, seperti telah kita lihat, dari bidang bahasa dan mengandung prinsip-prinsip linguistik yang diteruskan dari konsep signifiant-signifie dari

ilmu yang mengkaji “kehidupan tanda” dalam masyarakat.15 konotasi

juga merupakan suatu sistem yang dapat membentuk sejumlah satuan dalam wacana denotatif.16. Barthes melihat manusia dalam memaknai suatu hal tidak sampai pada tataran makna denotasi, melainkan manusia menggunakan kognisi melalui beberapa pemaknaan dan penafsiran sehingga menimbulkan makna konotasi.

Jalur pertama adalah suatu tanda mempunyai lebih dari satu E untuk C yang sama disebut proses Metabahasa. Contoh pengertian seseorang yang dapat menggunakan ilmu gaib untuk tujuan tertentu diberi nama secara umum (ekspresinya/bentuk) dukun, tetapi juga dapat diekspresikan dengan paranormal, atau orang pinter. Jalur kedua adalah pengembangan pada segi C. Hasilnya adalah suatu tanda mempunyai lebih dari satu C untuk E yang sama. Contoh kata (ekspresi) mercy yang maknanya (C) dalam sistem primer adalah singkatan dari Mercedes Benz, merek sebuah mobil buatan Jerman.

15

Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm. 54.

16

(47)

Dalam proses selanjutnya makna primer itu (C) berkembang menjadi

‘mobil mewah’, ‘mobil konglomerat’, ‘mobil orang kaya’, atau

‘simbol status sosial ekonomi yang tinggi’.

Teori Barthes memfokuskan pada gagasan tentang signifikasi

dua tahap, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah definisi

objektif kata tersebut, sedangkan konotasi adalah makna subjektif atau

emosionalnya. Menurut Barthes bahwa tanda denotatif terdiri atas

penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda

denotatif adalah juga penanda konotatif. Dari penanda konotatif akan

memunculkan petanda konotatif yang kemudian akan melandasi

munculnya tanda konotatif.

Semiotik adalah ilmu tentang tanda, fungsi tanda-tanda, dan

produksi tanda17. Semiotik lebih suka memilih istilah “pembaca” untuk “penerima” karena hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan

derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan

sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya. Oleh karena itu,

pembacaan itu ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya.

Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa

pengalaman, sikap, dan emosinya terhadap teks tersebut18.

Menurut Yuri Lotman semiotik bukan alat yang tepat bagi

siapapun yang belum familiar dengan Medan studi lain selain

semiotik. Suatu pandangan yang melihat semiotik sebagai sebuah

17

Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. (Yogyakarta: Jalansutra, 2008). hlm. 12.

18

(48)

disiplin intelektual tingkat tinggi yang superior, membawa perdebatan

yang tak terduga dan penting pada pernyataan-pernyataan tentang

peran dan kepentingan ilmu semiotik.19

Teori Semiotik Roland Barthes mempunyai hubungan dengan

apa yang peneliti kaji yaitu kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung

Tanduk. Seperti dijelaskan pada teori diatas bahwa Semiotik adalah

ilmu tentang tanda, fungsi tanda-tanda, dan produksi tanda. Analisis

semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan

memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat

suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud

dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang baik

yang terdapat pada novel. Pusat perhatian semiotik adalah pemaknaan

terhadap lambang-lambang dalam teks. Dalam penelitian ini yang

dijadikan obyek untuk diteliti adalah kritik sosial dalam novel Negeri

di Ujung Tanduk. Obyek yang di teliti juga sudah jelas bahwa hal yang

akan diteliti yaitu berbagai macam tanda, fungsi tanda-tanda dan

produksi tanda yang ada pada novel tersebut. Ilustrasi kerangka pikir

penelitian adalah sebagai berikut:

19

(49)

Gambar. 2

Novel Negeri di Ujung Tanduk

Semiotik

Denotasi Konotasi

(50)

BAB III

PENYAJIAN DATA KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA DARWIS TERE LIYE

A. Deskripsi Subyek Penelitian 1. Novel Negeri di Ujung Tanduk

a.) Latar Belakang Novel Negeri di Ujung Tanduk

Judul : Negeri di Ujung Tanduk

Penulis : Darwis Tere Liye

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : April 2013

Tebal : 360 halaman; 20 cm

ISBN :978-979-22-9429-3

Di novel ini para penipu menjadi pemimpin, para

pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang

memiliki teladan, tetapi mereka memutuskan menutup mata dan

(51)

sejati yang memilih jalan suci meski habis seluruh darah di badan,

menguap segenap air mata, tetap akan berdiri membela

kehormatan.

Berbagai bentuk konflik politik terjadi untuk mencapai

tujuan masing-masing. Berbagai pihak yang tersangkut dalam

konflik politik antara lain pengusaha, pejabat negara, dan

konsultan. Antarkubu saling beradu dengan segenap kekuatan yang

dimilikinya. Politik menjadi muatan utama dalam novelini.

b.) Karakteristik Novel Negeri di Ujung Tanduk

Novel Negeri di Ujung Tanduk adalah novel yang memiliki

keistimewaan tersendiri di mata para pembacanya, dan di dalam

novel ini memiliki karakteristik yang di mana pembaca dibawa

layaknya menonton sebuah adegan dalam film ataupun video.

Dalam novel ini juga membahas tentang hukum, tahanan

keamanan, bahkan politik yang dibahas secara mendalam, serta

mengupas berbagai jenis kasus korupsi di negeri ini dengan cara

yang tidak mungkin pernah dibayangkan bagi setiap pembaca.

c.) Kelebihan dan Kekurangan Novel Negeri di Ujung Tanduk

Kelebihan dari novel iniadalah bahasanya yang sederhana

(52)

bukan kenikmatan cerita semata. Namun setelah membaca, pembaca diajak untuk berpikir mengenai politik di negeri ini serta cara-cara mempengaruhi massa seperti yang Thomas lakukan di novel ini. Novel ini layak disebut novel aksi.

Terlepas dari kelebihan novel tersebut, tentu selalu ada celah kekurangan. Seperti kehadiran tokoh yang dipaksakan. Tokoh Maryam sebagai heroine. Novel ini dirasakan mengganggu dan tidak banyak membantu. Dan lagi-lagi Rudi selalu datang sebagai “juru selamat”. Meski kebetulan itu telah dibungkus Darwis Tere Liye dengan logika, tetap saja hal itu dirasa sebagai kebetulan dan keberuntungan. Selain itu kesalahan pada penulisan mengganggu penikmat pembaca. Kesalahan tersebut antara lain terlewatnya tanda petik di berbagai kalimat, tertukar penulisan antara Maryam dan Maggie, serta gaya bicara beberapa tokoh yang sama dengan Thomas, seperti kata frankly speaking yang juga diucapkan oleh Presiden.

2. Biodata dan Profil Darwis Tere Liye

a.) Biodata Darwis Tere Liye

Beberapa tahun belakangan dunia sastra Indonesia akrab

dengan sosok penulis bernama Tere Liye. Penulis yang satu ini

mampu menghipnotis masyarakat dengan karya tulisannya. Selama

(53)

terlalu banyak diekspos. Hal tersebut memang sengaja dilakukan

untuk menjaga kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di

layar kaca dan melakukan eksistensi dengan membuat sensasi yang

kerap dilakukan oleh para publik figur lainnya. Sosoknya yang

sederhana memukau banyak orang, serta banyak dikagumi oleh

pecinta novel karena gaya khas penulisannya sangat mudah

dipahami dengan bahasa yang mudah diterima. Meskipun

dinobatkan sebagai penulis terkenal dengan buku-bukunya yang

best seller namun ia tidak memanfaatkan untuk sekedar mencari

popularitas.

Berdasarkan email yang dijadikan sarana komunikasi

dengan para penggemarnya yaitu darwisdarwis@yahoo.com. Bisa

disimpulkan dengan sederhana bahwa namanya adalah Darwis.

Biografi Darwis Tere Liye yang berkaitan dengan masa kecilnya

diketahui bahwa ia adalah anak dari seorang petani. Ia lahir pada

21 Mei 1979 Tanda Raja, Palembang, Sumatera Selatan. Ia adalah

anak keenam dari tujuh bersaudara yang tumbuh dalam keluarga

sederhana, lahir di dekat bukit barisan, Sumatera bagian Selatan

dan dibesarkan dari sebuah keluarga yang sangat sederhana.

ayahnya bernama Syahdan dan ibunya bernama Nurmas.

Kehidupan di masa kecil yang dilalui dengan penuh

kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana

(54)

Sosoknya terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati

dalam menjalani kehidupan. Darwis Tere Liye mengenyam

pendidikan dasar di Sekolah SDN 2 Kikim Timur, Sumatera

Selatan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke SMPN 2 Kikim,

Sumatera Selatan. Setelah itu pendidikan menengah atasnya

dihabiskan di SMAN 9 Bandar Lampung.

Saat menempuh pendidikan tinggi, ia merantau ke tanah

Jawa dengan berkuliah di salah satu universitas terbaik yaitu

Universitas Indonesia dan berkuliah di Fakultas Ekonomi. Riwayat

pendidikannya mampu menggambarkan sosok orang yang

memiliki kecerdasan sehingga tidak heran bila karya-karyanya

menjadi begitu fenomenal.

Darwis Tere Liye menikah dengan Riski Amalia sesosok

perempuan cantik, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu seorang

anak laki-laki yang diberi nama Abdullah Pasai dan seorang anak

perempuan bernama Faizah Azkia.

Fakta yang tidak banyak diketahui orang adalah, bahwa

nama Tere Liye bukanlah nama asli, melainkan hanya nama pena

yang selalu disematkan dalam setiap novelnya. Nama aslinya

diketahui dengan panggilan Darwis. Saat ini ia bekerja sebagai

karyawan kantor sebagai akuntan sampai saat ini.1

1

(55)

b.) Karya Darwis Tere Liye

Hingga tahun 2016 kemarin Darwis Tere Liye telah

menulis 25 karya novel, dan mendapat sambutan hangat dari

masyarakat. Bahkan beberapa novel telah diangkat ke layar lebar

dan menarik minat masyarakat Indonesia untuk menontonnya.

Berdasarkan biografi Darwis Tere Liye, ada beberapa karya novel

yang telah diterbitkan sesuai dengan tahun terbitnya. Diantaranya

ialah, Hafalan Shalat Delisa 2005, Kisah Sang Penandai 2005,

Moga Bunda Disayang Allah 2006, The Gogons: James dan The

Incredible Incident 2006, Bidadari Surga 2008, Rembulan

Tenggelam di Wajahmu 2009, Burlian (Serial Anak-anak Mamak)

2009, Pukat (Serial Anak-anak Mamak) 2010, Daun Yang Jatuh

Tak Pernah Membenci Angin 2010, Eliana (Serial Anak-anak

Mamak) 2011, Ayahku (bukan) Pembohong 2011, Sunset Bersama

Rosie 2011, Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah 2012, Berjuta

Rasanya 2012, Negeri Para Bedebah 2012, Sepotong Hati Yang

Baru 2012, Negeri di Ujung Tanduk 2013, Amelia 2013, Bumi

2014, Dikatakan atau Tidak Dikatakan Itu Tetap Cinta 2014, Rindu

2014, #aboutlove 2015, Bulan 2015, Pulang 2015, dan yang

terakhir Novel Karya Darwis berjudul Hujan diterbitkan tahun

(56)

c.) Ciri Khas Karya Darwis Tere Liye

Setiap penulis pasti memiliki ciri khas masing-masing yang

membedakannya dengan penulis lainnya. Ciri khas karya-karya

yang ditulis oleh Darwis Tere Liye yaitu mengisahkan tentang

kesedihan, keharuan, bahkan hingga kematian yang dialami oleh

para tokohnya. Selain itu, Darwis Tere Liye juga sering

menggunakan alur maju mundur. Walaupun Darwis Tere Liye

adalah seorang laki-laki, namun ia mampu menyelami perasaan

dan isi hati seorang wanita secara mendetail. Hal ini menjelaskan

bahwa Darwis Tere Liye merupakan salah satu penulis yang

profesional dan sudah hal yang wajar jika tulisannya sering

mendapat predikat best seller.2

Darwis Tere Liye pintar merangkai kata membuat para

pembaca selalu termenung setelah membaca. Karena

menyimpulkan rangkaian kejadian rumit. Namun disisi lain,

kegemaran itulah menjadikan ciri khas novel Darwis Tere Liye,

dan disetiap novelnya kejadian itu selalu terjadi berulang-ulang.

B. Deskripsi Data Penelitian

Pemaparan dicari peneliti berupa kutipan-kutipan dari novel akan

dijabarkan sesuai skema yang dihasilkan oleh Roland Barthes dengan

menghubungkan antara penanda, petanda, tanda, bahasa dan mitos.

2

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian hasil dari hipotesis kedua menunjukkan thitung -1.481 dengan tingkat signifikan 0.147 yang berarti struktur organisasi tidak mempunyai pengaruh moderating terhadap

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey eksplanatori (explanatory methode) yaitu suatu metode penelitian yang bermaksud menjelaskan hubungan antar

Hubungan orang tua dengan anaknya dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri karena penerimaan orangtua terhadap anak membuatnya merasa diinginkan,

(2) Dalam hal di instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terdapat tenaga teknis yang cukup, Pemerintah Daerah dapat menugaskan

Pada Gambar 2 pola datanya berada disekitar rata-rata atau tidak mengalami kenaikan maupun penurunan yang ekstrem, dibuktikan juga menggunakan perintah adf.test pada Gambar 3,

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat

Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada mata pelajaran akuntansi dalam penelitian ini sudah dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap konsumen terhadap produk telepon genggam merek Nokia dan Siemens di tinjau dari