SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Oleh :
Andik Putra Romadhona NIM.B06213008
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Andik Putra Romadhona. B06213008. Kritik Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Darwis Tere Liye (Analisis Semiotik Model Roland Barthes dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk). Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Kritik Sosial, Novel Negeri Di Ujung Tanduk, Semiotik Roland Barthes.
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah mengapa di Novel Negeri di Ujung Tanduk sering adanya sindiran terhadap petinggi atau pejabat, dengan mengarah ke satu titik di mana politik, ekonomi dan hukum lebih dominan untuk menjadi bahan sebagai sumber dari masalah atau perpecahan dalam setiap kegiatan yang terjadi dalam setiap negara.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan makna penanda dan petanda, serta konotasi dan denotasi mengenai kritik sosial yang menggunakan teori Kritis Habermas. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan interpretative. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik yang mengacu pada teori Roland Barthes. Di mana dirasa cocok dengan penelitian untuk mengkritisi sebuah novel.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA PENULISAN SKRIPSI ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I : PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 9
F. Definisi Konsep ... 11
G. Metode Penelitian ... 16
H. Sistematika Pembahasan ... 23
BAB II : KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL A. Kajian Pustaka ... 25
a. Kritik Sosial ... 25
b. Novel ... 28
B. Kajian Teori ... 32
a. Teori Kritis ... 32
b. Analisis Semiotik Roland Barthes ... 35
C. Kerangka Pikir Penelitian... 36
BAB III : PENYAJIAN DATA KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA DARWIS TERE LIYE A. Deskripsi Subyek Penelitian... 42
1. Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 42
2. Biodata dan Profil Darwis Tere Liye ... 44
B. Deskripsi Data Penelitian ... 48
1. Penanda dan Petanda ... 49
a. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 49
b. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Ekonomi dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 61
c. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Budaya dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 76
e. Penanda dan Petanda Kritik Sosial dalam Kategori Hukum dalam
Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 76
2. Denotasi dan Konotasi... 79
a. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Politik dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 79
b. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Ekonomi dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 91
c. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Budaya dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 93
d. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Pertahanan Keamanan dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 94
e. Denotasi dan Konotasi Kritik Sosial dalam Kategori Hukum dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk ... 104
BAB IV : ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian ... 108
1. Analisis Kritik Sosial Kategori Politik... 109
2. Analisis Kritik Sosial Kategori Ekonomi... 115
3. Analisis Kritik Sosial Kategori Budaya ... 118
4. Analisis Kritik Sosial Kategori Pertahanan Keamanan ... 121
5. Analisis Kritik Sosial Kategori Hukum ... 124
B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 127
C. Kritik Sosial dalam Perspektif Keislaman ... 130
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 133
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
Sampai saat ini, kajian kritik sosial dalam diskursus ilmu
pengetahuan menjadi tema menarik untuk diperbincangkan dalam rangka
mengamati problem sosial di masyarakat. Kritik sosial adalah sindiran
yang ditujukan pada suatu hal yang terjadi dalam masyarakat manakala
terdapat sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau
kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak selaras
dan tidak harmonis ketika masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan
perubahan sosial mengarah pada dampak-dampak dalam masyarakat.1 Kritik sosial muncul karena adanya konflik sosial. Dengan adanya
konflik sosial masyarakat menyuarakan pendapat, tanggapan, dan celaan
terhadap hasil tindakan individu atau kelompok masyarakat. Kritik sosial
bisa disampaikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung, kritik sosial bisa disampaikan melalui media. Media
penyampaian kritik sosial beraneka ragam jenisnya.
Karya sastra adalah media yang paling ampuh untuk
menyampaikan kritik sosial. Kritik sosial dalam karya sastra merupakan
kritik terhadap segala bentuk keadaan, situasi, dan tindakan sosial individu
atau kelompok masyarakat yang menyimpang dari nilai sosial dan moral
yang dituangkan dalam suatu karya sastra dengan tujuan menciptakan
kehidupan sosial yang lebih baik.
1
Kehidupan manusia sebagai obyek utama yang tidak pernah lepas
dari kondisi masyarakat tempat manusia itu berpijak. Manusia yang
menjadi bagian masyarakat seringkali terpaku pada kondisi lingkungan
yang membuatnya hanyut dalam kondisi sosial di sekitarnya.
Mengatasnamakan tradisi dan kebiasaan, manusia selalu mengikuti aturan
main lingkungan masyarakat tanpa mau mencari tahu akibatnya.
Di dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat
mengambil dua pilihan, yaitu menolak atau menerima. Menerima berarti
bergembira dan menyetujui, sedangkan menolak berarti menyanggah dan
dapat lewat tindakan protes.2 Dalam hal menolak, berbagai jenis karya sastra dibuat sebagai bentuk “pemberontakan” dari tradisi menurutnya
“tidak normal”. Salah satunya adalah novel. Pengguna novel sendiri dapat
memicu dikarenakan bentuknya yang lebih panjang sehingga dapat
membuat permasalahan menjadi lebih kompleks. Novel dengan karakter
dan konflik dijadikan penulis sebagai “senjata” untuk melawan arus.
Negeri di Ujung Tanduk adalah novel yang ke 13 dari 25 novel
karya Darwis yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Tere Liye.
Dalam novel Negeri di Ujung Tanduk karya Tere Liye menceritakan
perjuangan seorang lelaki yang sedang berusaha untuk melepaskan dirinya
dari buronan karena terbukti tidak bersalah. Tidak diceritakan secara detail
maksud dari negeri di ujung tanduk ini tetapi bisa melihat dari beberapa
alur tempat yang diceritakan seperti Bali, Jakarta, dan beberapa tempat
2
lainnya. Sedikit menyinggung tentang kota yang berada di Indonesia, tidak
jauh beda dengan kota-kota besar yang berada di sana, seperti Hong Kong,
Shenzen, Shanghai, Beijing, Tokyo dan Seoul dan masalah-masalah yang
sedang dihadapi di negeri ini sedikit disinggung.
Kehidupan semakin rusak bukan karena orang jahat semakin
banyak, tetapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.
Novel negeri diujung tanduk ini menceritakan perjuangan yang dilakukan
oleh seorang lelaki bermata sipit yang tengah berjuang menyelamatkan
hidupnya dari ancaman para mafia hukum. Pekerjaannya menuntut dirinya
agar selalu waspada terhadap segala hal yang berbau politik. Belum lagi
Maryam, gadis wartawan yang ikut terlibat dalam aksinya. Thomas, tokoh
utama dalam novel negeri di ujung tanduk digambarkan sebagai sosok
dengan style khasnya, tampan, rapi, dan balutan eksekutif muda yang cerdas dan berpengaruh tetap melekat padanya. Sebagai seorang konsultan
politik tentu dia sering bertemu dengan kliennya dan berusaha mendukung
partainya. Dalam novel ini juga sedikit menyinggung masalah-masalah
yang sedang terjadi di tanah air seperti kasus korupsi Bank Century. Dulu
Thomas menjadi konsultan ekonomi, sekarang merambah ke dunia politik,
yaitu konsultan bidang politik.
Konflik semakin rumit karena klien Thomas yang merupakan
mantan walikota yang ingin menjadi gubernur ibu kota kini ditangkap
karena terkait kasus korupsi. Lalu, ada istilah-istilah asing seperti breaking
komentator hukum, hingga orang awam. Di novel ini, Thomas mengakui
sebagai orang pertama yang menemukan istilah breaking news. Novel
modern biasanya menimbulkan ketidakpastian dan membuat keliru.
Mungkin ini yang dirasakan para pembaca ketika diceritakan banyak
konflik dan membuat Thomas terpojok sehingga tidak bisa lagi keluar dari
kepungan penjahat. Namun, diakhir ternyata banyak bala bantuan dari
teman-temannya. Penulis ingin pembaca melihat pada imaji tentang
kehidupan realita di tanah air. Seperti kasus yang sedang terjadi diarahkan
pada konvensi sebuah partai besar yang beberapa waktu lalu
tokoh-tokohnya terjerat kasus Hambalang dan Wisma Atlet.
Setahun setelah Thomas berjuang menyelamatkan Bank Semesta,
ia telah menambahkan unit bisnis dalam perusahaan konsultan. Jika dulu
hanya fokus mengurus strategi keuangan dan instrumen investasi,
sekarang Thomas merambah dunia politik. Menjadi konsultan strategi
politik, Thomas telah berhasil mengantar dua kliennya memenangkan
pemilihan gubernur. Ia sukses menunjukkan bahwa kompetisi politik bisa
dimenangkan dengan kalkulasi yang cermat. Bagi Thomas sendiri, politik
tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, sebuah
industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia.
Setahun sebelumnya, setelah kasus penyelamatan Bank Semesta,
dalam penerbangan menuju London, Thomas bertemu JD, JD adalah
mantan wali kota dan gubernur yang dikenal sebagai figur muda yang
Thomas. Percakapan dengan JD menginspirasi Thomas untuk terlibat
dalam dunia politik. Dalam sosok JD Thomas menemukan jawaban dari
pertanyaan yang mengendap dalam benaknya terkait sosok politikus
dengan kemuliaan dan kelurusan hati. Maka, Thomas pun menawarkan
diri menjadi konsultan strategi demi mewujudkan penegakan hukum yang
dikehendaki JD. Karena presiden merupakan pemilik komando tertinggi
bagi penegakan hukum di Indonesia, cita-cita JD hanya bisa direalisasikan
dengan menjadi presiden.
Menjelang konvensi partai yang akan mengumumkan secara resmi
kandidat presiden dari partai yang menominasikan JD, mendadak terjadi
peristiwa yang tidak diantisipasi Thomas sebelumnya. Terjadi ekskalasi
besar-besaran dari peserta konvensi yang ditandai dengan manuver raksasa
yang dilakukan pihak lawan JD. Situasi yang berkembang tidak terduga itu
membuat JD meminta Thomas yang berada di Hong Kong untuk kembali
ke Jakarta. Tapi sebelum Thomas meninggalkan Hong Kong, seusai
konferensi mengenai komunikasi dan pencitraan politik, ia ditangkap
satuan khusus anti teror otoritas Hong Kong. Di dalam kapal yang
digunakan Opa dan Kadek menjemput Thomas di Makau, ditemukan
seratus kilogram bubuk heroin serta setumpuk senjata api dan peledak.
Tidak ada hipotesis lain yang terbentuk di benak Thomas selain bahwa
kejadian ini adalah salah satu agenda serius yang dijalankan pihak lawan
JD. Ditahannya Thomas di Hong Kong, membuat ia tidak bisa hadir di
dikalahkan dalam pertarungan di Makau. Lee berhasil meloloskan Thomas
dan mengatur perjalanan pulang Thomas ke Indonesia.
Setibanya di Jakarta, Thomas disambar berita penangkapan
kliennya. JD ditetapkan sebagai tersangka korupsi megaproyek tunnel
raksasa selama menjabat sebagai gubernur ibu kota. Penangkapan itu tak
pelak lagi disinyalir Thomas sebagai upaya pembunuhan karakter untuk
mencemarkan reputasi cemerlang JD. Kemungkinan besar, JD akan
didiskualifikasi dari kandidat calon presiden partai. Maka sebelum
notifikasi pelariannya dari Hong Kong menyebar ke seluruh jaringan
interpol dunia dan menobatkannya menjadi buruan internasional, Thomas
harus bergerak cepat memperjuangkan nasib kliennya. Ia harus pergi ke
Denpasar untuk melakukan konsolidasi para pendukung JD. Tapi hal itu
pun tetap tidak mudah. Karena seperti dugaan Thomas, ada kelompok
yang disebutnya sebagai mafia hukum, bergerak di belakang setiap
kejadian itu.
Apakah Thomas bisa menghadiri konvensi partai dan
mengembalikan kepercayaan semua pendukung JD? Thomas, mau tak
mau, mesti merancang sebuah plot untuk bisa menghadapi tekanan demi
tekanan mematikan yang dihadapinya. Tidak hanya berupaya membawa
keluar seorang saksi mahkota dari tahanan kepolisian, Thomas pun
menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk menjalankan
rencananya. Hingga pada akhirnya ia menyadari, sesungguhnya ia sedang
melakukan apa saja demi pencapaian tujuan mereka. Sebagai
pemimpinnya adalah bedebah yang menyeruak dari puing-puing masa lalu
Thomas.
Diakhir cerita, Thomas bisa dibilang beruntung karena memiliki
teman-teman yang peduli dan peka terhadap pekerjaannya. Thomas
mengakhiri konfliknya dan mendapat bantuan dari teman-temannya saat
sedang terpojok. Novel “Negeri di Ujung Tanduk” menarik untuk dibaca
karena terdapat sentuhan politik yang dituangkan dalam kata-katanya.
Fenomena yang terjadi dalam novel Negeri di Ujung Tanduk
adalah adanya kontroversi di dalamnya, yang mengandung makna negatif
kepada pemerintah. Para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat
menjadi pujaan itu adalah yang ada di dalam novel yang menjadi sebuah
acuan dalam melakukan kajian kritik sosial.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan fenomena di atas didapatkan sebuah fokus penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penanda dan petanda kritik sosial dalam novel Negeri
di Ujung Tanduk?
2. Bagaimana makna denotasi dan konotasi kritik sosial dalam novel
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditentukan maka tujuan
yang hendak dicapai peneliti berupa:
1. Untuk memahami dan mendeskripsikan makna denotasi dan
konotasi kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung Tanduk.
2. Untuk memahami dan mendeskripsikan penanda dan petanda kritik
sosial dalam novel Negeri di Ujung tanduk.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, penulis ingin mempertegas
manfaat hasil penelitian yang ingin dicapai dalam proposal ini sekurang –
kurangnya dalam dua aspek yaitu:
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian
dalam penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya kajian tentang
Kritik Sosial Pada “Novel Negeri di Ujung Tanduk” Karya Darwis
Tere Liye.
a. Dapat menjadi acuan belajar mengenai Kritik Sosial dalam
novel Negeri di Ujung Tanduk.
b. Dalam hasil penelitian ini nanti diharapkan akan melahirkan
banyak paham yang baru, sehingga penulis dapat
menjadikannya sebagai bahan perbandingan untuk penelitian
2. Aspek Praktis
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kritik
sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk. Dan dapat dijadikan
pengetahuan bagi masyarakat yang masih belum kenal dengan
kritik sosial dalam Novel Negeri d Ujung tanduk.
a. Penulisan skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi
dalam novel yang mengenai kajian kritik sosial.
b. Agar bisa memberikan pengetahuan mengenai analisis
semiotik pada sebuah novel.
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Persamaan hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :
a. Kritik Sosial dalam Novel Memang Jodoh Karya Marah Rusli
dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, 2015.3
Persamaan dalam penelitian adalah sama-sama fokus
dalam penelitian yang mencakup kajian kritik sosial yang
membahas tentang sebuah novel. Dimana sebuah novel bisa
menjadi sebuah media yang sangat ampuh untuk melakukan
sindiran mengenai jalannya sistem keadilan di negeri ini.
b. Kritik Sosial dalam Cerpen-Cerpen A. Mustofa Bisri: Sebuah
Pendekatan Sosiologi Sastra, 2008.4
3
Persamaan dalam penelitian adalah mengenai tentang
kajian kritik sosial yang mengambil beberapa cerpen yang
ditulis oleh A. Mustofa Bisri.
c. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik tentang
pemaknaan lirik lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals). Di
tulias oleh Santi Widia Puspitasari 2008.5
Persamaan dalam karya tulis ini adalah fokus dalam
penelitian yang mencakup mengenai ktitik sosial pada
lagu-lagu karya Iwan Fals. Dimana Dalam lagu-lagu “Besar dan Kecil”,
kritik sosial yang tersirat adalah ketidakadilan pemerintahan
orde baru khususnya ketika pemilu yang membuat rakyat
tidak dapat menikmati asas demokrasi yang dianut Negara
Indonesia dan dasar Negara yaitu Pancasila.
d. Kritik Sosial dalam Iklan (Analisis Iklan Sampoerna A Mild).
Di tulis Ummi Kalsum, 2008.6
Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama
fokus pada kritik sosial dan fokus pada iklan rokok. Hasil
dalam penelitian : Sekritis apapun iklan tetap
menyembunyikan kepentingan tertentu. Di balik wacana
kritis yang dikumandangkan, terselubung ideologi dan
4
Laode Aulia Rahman Hakim. Skripsi. Kritik Sosial dalam Cerpen-Cerpen A. Mustofa Bisri: Sebuah Pendekatan Sosiolgi Sastra (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008.
5
Santi Widia Puspitasari. Skripsi. Kritik Sosial dalam Lirik Lagu (Studi Semiotik tentang pemaknaan lirik lagu “Besar dan Kecil” karya Iwan Fals).
6
kepentingan terkait dengan kapitalisme. Meski, di satu
sisi A Mild mengkritik fenomena yang mentradisi di masyarakat, di sisi lain A Mild justru menciptakan tradisi tersendiri, yaitu tradisi merokok dan perilaku konsumtif.
Selain itu dengan pemuatan unsur kritik sosial dalam iklan,
PT. HM. Sampoerna Tbk. membuktikan prinsip corporate social resposibility-nya. Lewat cara ini diharapkan akan semakin memantapkan citra positif perusahaan di benak
masyarakat luas yaitu sebagai sebuah institusi yang
mempunyai tanggung jawab sosial, citra positif perusahaan
tersebut diharapkan juga akan melekat pada produk
Sampoerna A Mild di benak masyarakat, sehingga dapat meningkatkan penjualan produk.
F. Definisi Konsep
Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Maka peneliti akan
memberikan gambaran dari beberapa teori yang ada dengan judul
penelitian tersebut :
1. Kritik Sosial
Kata kritik sosial dari bahasa Yunani “kritike” artinya “pemisahan”, dan “krinoo” artinya “memutuskan,
dapat berarti sebuah inovasi sosial. Bisa juga menjadi sarana
komunikasi gagasan baru, yang menilai gagasan-gagasan lama
untuk suatu perubahan sosial.7
Kritik sosial muncul karena adanya masalah sosial.
Soerjono Soekanto menegaskan bahwa masalah sosial akan
terjadi apabila kenyataan yang dihadapi oleh warga masyarakat
berbeda dengan harapannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
masalah sosial saling berhubungan antara masyarakat dengan
masalah yang terjadi di sekitarnya. Misalnya, kurang
terjaminnya kehidupan ekonomi adalah berhubungan dengan
berbagai masalah kecil, masalah kesehatan, masalah organisasi,
dan masalah kekacauan kepribadian. Akibatnya seseorang tidak
dapat memahami dengan sempurna dan tidak dapat mengambil
tindakan sewajarnya.
Pendapat Soerjono Soekanto, Roucek dan Warren
mempunyai kesamaan yaitu gejala-gejala masalah sosial
biasanya berupa kurang terjaminnya kehidupan ekonomi,
kurang terjaminnya kesehatan masyarakat, menurunnya
kewibawaan pemimpin, dan berbagai bentuk konflik
kepribadian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dengan
demikian, berarti masalah sosial itu berkisar dari suatu keadaan
ketidakseimbangan antara unsur nilai-nilai dan norma-norma
7
sosial dalam masyarakat yang relatif membahayakan atau
menghambat anggota-anggota masyarakat untuk mencapai
tujuan.
Sementara kata “sosial” berasal dari bahasa Latin
“socius” berarti “kawan, teman, dan masyarakat”.8 Dari dua pengertian tersebut, kritik sosial didefinisikan sebagai salah satu
bentuk pernyataan pendapat dalam masyarakat dengan fungsi
mengontrol jalannya suatu sistem dan struktur sosial.
Kategori kritik sosial menurut Sodiqin yaitu: politik,
ekonomi, hukum, budaya, dan pertahanan keamanan.
a. Politik yaitu hal-hal yang berkaitan dengan negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan
pembagian wewenang atau alokasi.
b. Ekonomi yaitu segala hal yang berkaitan dengan distribusi
pembagian rezeki atau pencaharian.
c. Budaya yaitu semua aspek yang berkaitan dengan cipta,
rasa, dan karsa manusia sebagai manusia yang beradab.
d. Pertahanan keamanan yaitu segala usaha yang berkaitan
dengan pertahanan dan usaha menciptakan kondisi yang
aman.
e. Hukum yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tata aturan atau
perundang-undangan.
8
Dengan demikian kajian kritik sosial dalam penelitian ini
juga bersandar pada pendapat dan penjelasan di atas. Untuk
lebih memudahkan dan memperjelas fakta sosial itu maka yang
akan menjadi sasaran kajian kritik sosial yaitu politik, ekonomi,
budaya, pertahanan keamanan dan hukum.
Novel Negeri di Ujung Tanduk menjelaskan tentang
politik, di mana pekerjaan menjadi tuntutan agar selalu waspada
terhadap apa yang berbau dengan kegiatan tersebut, khususnya
Thomas yang dulunya menjadi konsultan ekonomi sekarang
menjabat sebagai konsultan politik dan secara otomatis dia
sering bertemu dengan klien-klienya. Dalam novel ini juga
memungkinkan menyinggung masalah yang terjadi di tanah
Century. Konflik semakin rumit karena klien Thomas
merupakan mantan Walikota yang ingin menjabat sebagai
Gubernur, dan sekarang terjerat kasus korupsi.
Masalah ekonomi juga sedikit disinggung di novel ini,
dengan membandingkan kondisi yang berada di luar Negeri dan
di dalam negeri, serta memperjelas dengan apa yang dilakukan
pengusaha sukses, anggota partai politik, pejabat, pemerintah,
dan bahkan pemimpin negarapun jadi sindiran. Politik juga
sangat mempengaruhi novel ini, segala hal yang berkaitan
dengan politik. Politik adalah alat dan hukum adalah bisnis bagi
dalam novel ini adalah berhubungan langsung dengan polisi
serta pembrogolan tangan dan dinaikkan paksa oleh pihak yang
berwajib karena kasus korupsi yang sudah terjadi dalam dunia
perpolitikan.
2. Semiotik Model Roland Barthes
Semiotik tidak dapat disebut bidang ilmu karena
fungsinya adalah sebagai alat analisis, cara mengurai suatu
gejala. Oleh karena itu, sebagian orang menganggap semiotik
sebagai ancangan, sementara yang lain menggunakan sebagai
metode.9
Pemikiran semiotik Roland Barthes bisa dikatakan
paling banyak digunakan dalam penelitian. Konsep pemikiran
Barthes terhadap semiotik terkenal dengan konsep mythologies
atau mitos. Sebagai penerus dari pemikiran Saussure, Roland
Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman
personal dan kultural penggunanya. Interaksi antara konvensi
dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh
penggunanya. Konsep pemikiran Barthes yang operasional ini
dikenal dengan Tatanan Pertandaan (Order of Signification).10 Secara sederhana, kajian semiotik Barthes bisa dijabarkan
sebagai berikut:
9
Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm.77
10
a. Denotasi
Makna yang paling nyata dari tanda, apa yang di
gambarkan tanda terhadap sebuah obyek. Makna denotasi
dalam penelitian ini adalah makna yang secara tertulis
terdapat dalam novel yang berkaitan dengan kategori kritik
sosial, yakni politik, ekonomi, budaya, pertahanan
keamanan dan hukum.
b. Konotasi
Bagaimana menggambarkan obyek, yang bermakna
subjektif juga inter subjektif sehingga kehadirannya tidak
disadari. Makna konotasi dalam penelitian ini adalah
makna yang tidak tertulis dalam novel namun tersurat serta
dapat diinterpretasikan oleh peneliti dengan menggunakan
model analisis Roland Barthes yang berkaitan dengan
kategori kritik sosial, yakni politik, ekonomi, budaya,
pertahanan keamanan dan hukum.
G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna menjawab
permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan ini menggunakan pendekatan semiotik interpretatif,
yang pada dasarnya bersifat kualitatif-interpretatif, yaitu sebuah
metode dengan memfokuskan dirinya pada “tanda” dan “teks” sebagai
obyek kajian, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami
kode di balik tanda dan teks tersebut,11 serta memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh
makna dan hubungan gejala interaktif (reciprocal).
Pendekatan interpretatif dalam penelitian ini didapatkan
melalui kerangka analisis model Roland Barthes yang dielaborasi
dengan buku referensi terkait kategori kritik sosial yang akan diteliti.
Jika ilmu pengetahuan berupaya untuk mengurangi perbedaan diantara
para peneliti terhadap objek yang diteliti maka para peneliti humanistik
berupaya untuk memahami tanggapan subjektif individu.
Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah
tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan misteri pengalaman manusia
sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian.
Mayoritas mereka berada dalam kelompok lebih tertarik kasus-kasus
individu dari pada kasus-kasus umum12. Kasus individu lebih menarik, serta banyak hal-hal yang perlu digali dari sebuah obyek yang akan
dikaji.
11
Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm. 99
12
Sedangkan penelitian ini menggunakan metode analisis
semiotik yang mengacu pada teori Roland Barthes, dimana dirasa
cocok dengan penelitian sebuah novel. Dengan pemaknaan dua tahap
denotasi dan konotasi yang digunakan oleh Roland Barthes dalam teori
semiotiknya, Roland Barthes menelusuri makna dengan pendekatan
budaya yaitu semiotik makro, dimana Barthes memberikan makna
pada sebuah tanda berdasarkan budaya yang melatarbelakangi
munculnya makna tersebut. Dengan demikian makna dalam tataran
mitos dapat diungkap sesuai dengan keunggulan semiotik Roland
Barthes yang terkenal dengan elemen mitosnya.
2. Subyek Penelitian
Dalam penelitian kali ini peneliti mengambil subyek berupa
novel. Novel tidak dapat membentuk kesatuan cerita seperti cerpen.
Namun, novel dapat menghadirkan perkembangan satu karakter,
situasi sosial yang rumit, hubungan dengan banyak karakter, dan
peristiwa rumit yang lebih mendetail. Ciri khas novel adalah mampu
untuk menciptakan satu semesta rumit yang lengkap.13 Secara keseluruhan novel dapat berarti karya imajinatif yang menceritakan
sisi kehidupan dengan situasi sosial dalam peristiwa yang kompleks
dan saling keterkaitan antar unsurnya.
Peneliti kali ini mengambil unit analisis novel yang dimana
novel tersebut berupa karya-karya yang bisa disajikan ke khalayak
13
umum. Novel juga bisa memberikan dampak positif dan negatif,
tergantung pemaknaan dan isi yang akan disampaikan lewat tulisan
tersebut. Contohnya karya Tere Liye yang menyampaikan kritikan
lewat sebuah tulisan sastra, yaitu sebuah novel.
3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat kualitatif. Sumber data terdiri dari data
primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian adalah sebuah novel
karya Tere Liye yang berisikan tentang fenomena.
Fenomena yang dilakukan oleh seorang lelaki bermata sipit
yang tengah berjuang menyelamatkan hidupnya dari
ancaman para mafia hukum. Pekerjaannya menuntut
dirinya untuk selalu waspada terhadap segala hal yang
berbau politik.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah dari berbagai macam
literatur yang bisa dijadikan pijakan untuk bahan penelitian,
seperti buku, majalah, koran dan internet.
4. Tahapan Penelitian
Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu
mengetahui tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam proses penelitian.
sistematis agar dapat diperoleh hasil penelitian yang sistematis. Ada
beberapa tahapan dalam sebuah penelitian.
a. Menentukan Tema dan Judul
Peneliti menentukan tema dan judul yang akan
dijadikan konsep dan apa fenomena yang akan diteliti oleh
peneliti. Hal ini yang nantinya akan dijadikan sebagai latar
belakang dan fokus masalah penelitian yang akan diteliti yaitu
novel yang berjudul Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye.
b. Menyiapkan Proposal
Kegiatan ini dilakukan setelah peneliti menentukan
tema dan judul penelitian, dikarenakan agar peneliti tetap fokus
pada permasalahan atau fenomena yang akan diteliti dan akan
dimasukkan ke proposal secara utuh.
c. Penyusunan Laporan
Kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua
rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi dengan dosen,
agar laporan yang dikerjakan bisa bagus dan benar akan hasil
yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dengan Studi dokumentasi yaitu salah satu metode
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang
lain tentang subjek.
Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengambil dan mencari isi atau media yang berhubungan dengan
Karya Tere liye berjudul Negeri di Ujung Tanduk.
6. Teknik Analisis Data
Pada tahap teknik analisis data ini peneliti menggunakan model
analisis data berlangsung atau mengalir seperti yang dikemukakan oleh
Milles dan Huberman14, berikut tahapan yang peneliti lakukan pada proses analisis data kali ini.
a. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, memfokuskan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah”
yang terjadi dalam catatan-catatan yang tertulis. Sebagaimana kita
ketahui, reduksi data terjadi secara kontinu melalui kehidupan suatu
proyek atau kalimat yang diorientasikan secara kualitatif. Reduksi
data bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis. Ia merupakan
bagian dari analisis. Pilihan-pilihan peneliti potongan-potongan data
untuk diberi kode, untuk ditarik ke luar, dan rangkuman pola-pola
sejumlah potongan, apa pengembangan ceritanya, semua merupakan
pilihan-pilihan analisis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis
yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan
14
menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat
digambarkan dan diverifikasikan.15 b. Display data
Langkah kedua dari kegiatan analisis data adalah model data.
Kita mendifinisikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi
yang tersusun yang membolehkan pendeskripsikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Melihat sebuah tayangan membantu untuk
memahami apa yang terjadi dan melakukan sesuatu analisis lanjutan
atau tindakan didasarkan pada pemahaman tersebut. Bentuk yang
paling sering dari model data kualitatif selama ini adalah teks
naratif.16
c. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan
Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan
verifikasi kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti
yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.17
15
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 129-130
16
Ibid, hal 131.
17
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif
mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti
berada di lapangan.
H. Sistematika Pembahasan
Hasil penelitian ini akan ditulis dalam 5 bab, masing-masing bab
dibahas dan dikembangkan dalam beberapa sub bab secara sistematis
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan tentang konteks
permasalahan yang merupakan gambaran fenomena yang mendasari
penelitian dalam melakukan penelitian, dirumuskan pada fokus penelitian,
memberikan batasan pada masalah yang diteliti dilanjutkan dengan tujuan
penelitian, manfaat penelitian, defines konsep dan sistematika
pembahasan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini merupakan penjelasan definisi
dari beberapa kajian tentang kritik sosial. selanjutnya penjelasan beberapa
teori yang digunakan peneliti sebagai landasan dalam melakukan
penelitian yang dijelaskan dalam kajian teori.
BAB III : PENYAJIAN DATA Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan
dengan ilmuan yang diteliti begitu juga peneliti menceritakan data yang
ditulis dalam novel.
BAB IV : ANALISIS DATA Dalam bab ini peneliti mengemukakan
temuan-temuan dari hasil analisis dan kemudian mengkonfirmasikan hasil
temuan dengan teori-teori yang dipakai.
BAB V : PENUTUP Bab ini meliputi kesimpulan, kritik, saran,
BAB II
KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL A. Kajian Pustaka
a) Kritik Sosial
1. Definisi Kritik Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kritik ialah
kecaman atau tanggapan, kadang disertai uraian dan pertimbangan
baik terhadap satu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Kritik
membuka diri untuk perdebatan, mencoba untuk meyakinkan
orang lain, dan mengandung kontradiksi. Dengan demikian kritik
menjadi tukar pendapat publik. Kritik tidak hanya menyangkut soal
rasa baik, tetapi harus melibatkan cara-cara analisis dan
bentuk-bentuk pengalaman khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain
pada umumnya.1 Menurut pandangan Curtis, kritik adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu
memperbaiki pekerjaan.2
Sementara itu sosial memiliki pengertian kehidupan
bersama dalam masyarakat sebagai kelompok yang ada aturan di
dalamnya. Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan dalam
kehidupan masyarakat yang dapat dilihat apabila orang-perorangan
1
Terry Eagleton, Fungsi Kritik (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 70
2
dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut.3
Kritik sosial juga bisa diartikan sindiran yang ditujukan
pada suatu hal yang terjadi dalam masyarakat manakala terdapat
sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau
kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak
selaras dan tidak harmonis ketika masalah-masalah sosial tidak
dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah pada dampak-dampak
dalam masyarakat.4
Kritik sosial yang sehat selalu menginginkan perbaikan dan
biasanya dihubungkan dengan perlunya suatu situasi ideal dan
perilkau ideal. Dalam dunia politik istilah kritik sosial sudah
mempunyai konotasi negatif yakni, mencari kelemahan-kelemahan
pihak lainnya dalam pertarungan politik.
Pada zaman modern kritik sosial dapat disampaikan
melalui bermacam-macam saluran yang paling berpengaruh baik
karena luasnya jangkauan maupun karena cepat dan frekuensinya
tentu saja melalui alat-alat komunikasi modern seperti surat kabar,
radio, televisi maupun media cetak lain.5
Astrid Susanto menyimpulkan kritik sosial itu yakni
aktivitas yang berhubungan dengan penilaian (judging),
3
Sarjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 67
4
Definisi Kritik Sosial dalam http://blog.isi-dps.ac.id/gustiangdiyusa/musik-sebagai-media-kritik-sosial diakses pada 17-03-2017 pukul 21:19 WIB
5
Perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing)
mengenai kondisi sosial yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut
atau pun nilai-nilai yang dijadikan pedoman.
Kemudian Walzer berpendapat bahwa kritik sosial
merupakan suatu kegiatan umum yang tidak menunggu sampai
adanya penemuan filosofis atau invensi tertentu. Kritik sosial
berbeda dengan kritik sastra, karena kata ‘sosial’ dalam kritik
sosial menunjukkan suatu hal mengenai subjek dari suatu usaha
yang dilakukan.6 2. Jenis-jenis Kritik Sosial
Kritik sosial dapat dikelompokkan menjadi dua jenis ,
yakni kritik yang dilakukan secara terbuka dan kritik yang
dilakukan secara tertutup atau terselubung. Kritik sosial secara
terbuka berarti kegiatan penilaian, analisis atau kajian terhadap
keadaan suatu masyarakat tertentu yang dilakukan secara langsung.
Sedangkan kritik sosial yang dilakukan secara terselubung dapat
berupa tindakan-tindakan simbolis yang menyiratkan penilaian
maupun terhadap keadaan sosial suatu masyarakat secara tidak
langsung.7
6
Michael Walzer, Interpretation and Social Criticism (Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1985), hlm. 30
7
Jenis-jenis Kritik Sosial dalam
3. Model Penelitian Kritik Sosial
Model-model penelitian ini dapat dilihat dengan cara
melihat permasalah dan fenomena yang ada pada masyarakat atau
kelompok tertentu. Kritik sosial menjadi salah satu bentuk untuk
melakukan sindiran kepada hal apa saja yang perlu untuk dikritik
yang sekiranya tidak benar dan dipandang kurang layak berada di
tengah masyarakat.
b) Novel
1. Definisi Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah “barang baru yang kecil”, dan
kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”.
Novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah
novelette dalam bahasa Inggris, berarti sebuah karya prosa fiksi yang tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.
Novel juga bisa diartikan cerita atau penulis fiksi. Penulis
fiksi tidak semata hanya melakukan tindakan bercerita atau
tindakan tentang menceritakan kehidupan manusia. Penulis
menyertakan pikiran-pikiran pribadinya atau pikiran-pikiran
falsafahnya melalui sosok-sosok pesan dalam karyanya.8
8
Novel menurut H. B. Jassin dalam bukunya Tifa Penyair
dan daerahnya adalah suatu kejadian yang luar biasa dari
kehidupan orang-orang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu
konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka.9 Tarigan menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita
dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang
menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Jadi
novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang
menceritakan kehidupan para tokoh yang diceritakan dalam sebuah
alur atau peristiwa yang panjang cakupannya, cerita tidak terlalu
panjang dan tidak terlalu pendek, yang setidaknya terdiri dari 100
halaman.10
2. Jenis-jenis Novel
Berdasarkan jenisnya novel dibagi kedalam lima bagian
yaitu, novel avontur, psikologis, detektif, sosial, politik dan
kolektif.
a. Novel Avontur, Novel yang dipusatkan pada seorang lakon
yang di mulai dari titik A sampai Z sebagai tujuan akhir dengan
diselingi pengalaman-pengalaman lain yang bersifat rintangan
dan disusun secara kronologis.
9
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA (Jakarta: Erlangga, 1989), hlm. 19.
10
b. Novel Psikologis, dalam novel ini tidak ditujukan kepada
Avontur yang terjadi secara bertahap, tetapi lebih menekankan pada pemeriksaan semua pikiran para pelaku.
c. Novel Sosiologi dan Politik, tokoh novel dalam cerita ini larut
dalam masyarakat yang mempunyai kelasnya atau
golongannya. Persoalan yang sedang dihadapi ditinjau dari
lingkup golongan dalam masyarakatnya. Inisiatif dari setiap
golongan akan timbul terhadap masalah tersebut dan peranan
para pelaku hanya dipergunakan sebagai pendukung.
d. Novel Kolektif, isinya mementingkan cerita masyarakat
sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan dengan memadukan
pandangan antropologis dan sosiologis dalam karyanya.
Ditinjau dari struktur cerita novel kolektif merupakan bentuk
yang paling banyak tantangannya.
e. Novel Detektif, jenis novel ini menceritakan pembongkaran
rahasia kejahatan dan biasanya dibutuhkan bukti untuk
menangkap pembunuh.11 3. Karakteristik Novel
Sebagai salah satu karya sastra, novel memiliki
karakteristik tersendiri bila dibandingkan dengan karya sastra
lain. Dari segi jumlah kata ataupun kalimat, novel lebih
mengandung banyak kata dan kalimat sehingga dalam proses
11
pemaknaan relative jauh lebih mudah dari pada memaknai sebuah
puisi yang cenderung mengandung beragam bahasa kias. Dari
segi panjang cerita, novel lebih panjang dari pada cerpen
sehingga novel dapat mengemukakan sesuatu secara lebih
banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang komplek. Berikut adalah
karakteristik novel: 1) Jumlah kata yang mencapai 35.000 buah,
2) Jumlah halaman yang mencapai 100 halaman kuarto, 3) Jumlah
waktu rata-rata yang digunakan untuk membaca novel
diperlukan sekitar 2 jam, 3) Novel bergantung pada perilaku dan
mungkin lebih dari satu pelaku, 4) Novel menyajikan lebih dari
satu impresi, 5) Novel menyajikan lebih dari satu efek, 6) Novel
menyajikan lebih dari satu emosi, 7) Novel memiliki skala yang
lebih luas, 8) Seleksi pada novel lebih ketat, 9) Kelajuan dalam
novel lebih lambat. 10) Dalam novel unsur-unsur kepadatan
dan intensitas tidak begitu diutamakan.
4. Kritik Sosial dalam Novel
Kritik yang dilakukan secara langsung disampaikan dengan
menggunakan bahasa yang lugas dan jelas terhadap permasalahan
sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Penyampaian kritik tidak
langsung dilakukan dengan sindiran melalui bahasa sinisme,
menggugah perhatian dan pikiran pengarang untuk menuangkan
ide dan gagasannya bermuatan unsur kritik.
Kritik sosial dalam novel adalah untuk mengetahui
seberapa banyak dan seberapa dalam makna yang tertulis di dalam
novel tersebut. Apakah banyak mengandung unsur kritik atau
bahkan sangat mengkritik yang di aplikasikan ke dalam media
buku, majalah, koran atau bentuk lainnya.
B. Kajian Teori a) Teori Kritis
Sebagaimana telah dirumuskan kembali oleh Habermas, teori
kritis bukanlah suatu teori ‘ilmiah’ sebagaimana dikenal secara luas di
kenal di kalangan publik akademis dalam masyarakat. Habermas
melukiskan teori kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam
ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi).
Dalam ketegangan itulah dimaksudkan bahwa teori kritis tidak
berhenti pada fakta obyektif seperti dianut teori-teori positivis.
Teori kritis hendak menembus realitas sebagai fakta sosiologis,
untuk menemukan kondisi-kondisi yang bersifat transendental yang
melampaui data empiris. Dengan kutub ilmu pengetahuan
dimaksudkan bahwa teori kritis juga bersifat historis dan tidak
meninggalkan data yang diberikan oleh pengalaman kontekstual.
melayang-layang. Teori kritis merupakan dialektika antara
pengetahuan yang bersifat transedental dan yang bersifat empiris.
Dalam konteks masyarakat industri maju, Teori kritis sebagai
kritik ideologi mengemban tugas untuk membuka kedok ideologis dari
positivisme. Positivisme bukan sekedar pandangan positivistis
mengenai ilmu pengetahuan melainkan jauh lebih luas lagi,
positivisme sebagai cara berpikir yang menjangkiti kesadaran
masyarakat industri maju. Dari keseluruhan keprihatinan atas
permasalahan rasionalitas zaman ini, dapat dikatakan bahwa teori kritis
mengarahkan diri pada dua taraf yang berkaitan secara dialektis. Pada
taraf teori pengetahuan, Teori kritis berusaha untuk mengatasi
saintisme atau positivisme. Pada taraf teori sosial, kritik itu dibidikkan
ke arah berbagai bentuk penindasan ideologis yang melestarikan
konfigurasi sosial masyarakat yang represif.
Pemahaman positivisme atas ilmu-ilmu sosial mengandung
relevansi politik yang sama beratnya dengan klaim-klaim politis lain
karena pemahaman itu berfungsi dalam melanggengkan status quo
masyarakat. Sebaliknya, interaksi social sendiri diarahkan oleh cara
berpikir teknokratis dan positivistis yang pada prinsipnya adalah rasio
instrumental atau rasionalitas teknologis. Ke dalam situasi ideologis
itulah teori kritis membawa misi emansipatoris untuk mengarahkan
masyarakat menuju masyarakat yang lebih rasional melalui refleksi
Meskipun terdapat garis umum yang sama, teori kritis itu
cukup bervariasi dalam gaya dan isinya menurut pemikirannya
masing-masing, entah itu Horkheimer, Adorno atau
Marcuse. Sementara teori kritis menurut Habermas secara khusus
memperbarui teori kritis mazhab Frankfurt yang mengalami jalan
buntu. Tanpa meninggalkan keprihatinan para pendahulunya, untuk
mengadakan perubahan-perubahan structural secara radikal,
Habermas merumuskan kepribatinan itu secara baru. Perubahan
itu tidak dapat dipaksakan secara revolusioner melalui ‘jalan
kekerasan’, juga tak dapat dipastikan datangnya seperti gerhana
matahari. Memaksakan perubahan revolusioner melalui kekerasan
hanyalah akan mengganti penindas lama dengan penindas baru, seperti
terjadi pada rezim Stalin. Di lain pihak, masyarakat memang tidak
akan berubah selama anggota-anggotanya menunggu datangnya
perubahan bagaikan menunggu terjadinya gerhana. Menurut Habermas
– dan inilah gagasan orisinalnya — transformasi social perlu
diperjuangkan melalui dialog-dialog emansipatoris. Hanya melalui
‘jalan komunikasi’ dan bukan melalui ‘jalan dominasi’ inilah
diutopikan terwujudnya suatu masyarakat demokratis radikal, yaitu
masyarakat yang berinteraksi dalam suasana komunikasi bebas dari
penguasaan.12
12
b) Analisis Semiotik Roland Barthes
Analisis semiotik Roland Barthes muncul dikarenakan adanya
persepsi dari Roland sendiri bahwa dibalik tanda-tanda tersebut
terdapat makna misterius yang akhirnya dapat melahirkan sebuah
mitos. Jadi intinya bahwa mitos yang dimaksud oleh Roland Barthes
tersebut muncul dari balik tanda-tanda dalam komunikasi sehari kita,
baik tertulis maupun melalui media cetak.
Untuk mendapat pemahaman secara detail berikut sedikit
diuraikan konsep semiotik dari Roland Barthes, yakni bahwa tanda
denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat
bersamaan, tanda denotatif adalah penanda konotatif. Dalam konsep
Barthes, tanda konotatif tidak hanya memiliki makna tambahan namun
juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan
konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi
yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para
pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama,
sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi
justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi
untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif.
Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya
yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna
Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya
sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode
tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda,
petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos
dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau
dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran
ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa
penanda.13
C. Kerangka Pikir Penelitian
Roland Barthes seorang tokoh pemikir strukturalis dan juga seorang tokoh dalam semiotik yang telah cukup banyak memberikan kontribusinya dalam pengembangan semiotik khususnya strukturalis. Barthes adalah penerus Saussure yang mengembangkan teori penanda (signifier) dan petanda (signified) menjadi lebih dinamis. Menyebut Barthes sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an. Barthes mengembangkan model penanda dan petanda menjadi lebih dinamis.
Setiap novel yang ditulis oleh seorang penulis pasti mempunyai nilai dan karakter tersendiri. Lewat hubungan antara tanda (Sign), penanda (Signifier), dan petanda (Signified) akan menuntun kita ke
13
arah makna yang tersembunyi dari novel tersebut. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian mengenai Kritik Sosial dalam Novel Negeri di Ujung Tanduk Karya Tere Liye (Analisis
Semiotik Model Roland Barthes dalam Novel Negeri di Ujung
Tanduk).
Barthes mengembangkan penanda (signifier) dan petanda (signified) menjadi ekspresi (E) untuk penanda (signifier) dan isi (C/contenu) untuk petanda (signified). Namun, Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) sehingga membentuk tanda (Sn).14 Ia mengemukakan konsep tersebut dengan E-R-C. Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena R ditentukan oleh pemakai tanda.
Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal secara umum (denotasi) dan oleh Barthes disebut sistem primer, sedangkan segi pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder yang ke arah ekspresinya disebut metabahasa. Artinya E dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu E untuk C yang sama. Dengan kata lain, suatu tanda mempunyai bentuk yang banyak dengan makna yang sama. Sedangkan sistem sekunder yang ke arah C disebut konotasi, artinya C dapat berkembang membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu C untuk E yang
14
sama. Dengan kata lain suatu tanda mempunyai banyak makna dengan bentuk yang sama.
Konotasi adalah makna baru yang diberikan pemakai tanda sesuai dengan keinginan serta merupakan hasil proses dalam cara memaknai tanda. Contohnya yang paling mudah dipahami adalah, seperti telah kita lihat, dari bidang bahasa dan mengandung prinsip-prinsip linguistik yang diteruskan dari konsep signifiant-signifie dari
ilmu yang mengkaji “kehidupan tanda” dalam masyarakat.15 konotasi
juga merupakan suatu sistem yang dapat membentuk sejumlah satuan dalam wacana denotatif.16. Barthes melihat manusia dalam memaknai suatu hal tidak sampai pada tataran makna denotasi, melainkan manusia menggunakan kognisi melalui beberapa pemaknaan dan penafsiran sehingga menimbulkan makna konotasi.
Jalur pertama adalah suatu tanda mempunyai lebih dari satu E untuk C yang sama disebut proses Metabahasa. Contoh pengertian seseorang yang dapat menggunakan ilmu gaib untuk tujuan tertentu diberi nama secara umum (ekspresinya/bentuk) dukun, tetapi juga dapat diekspresikan dengan paranormal, atau orang pinter. Jalur kedua adalah pengembangan pada segi C. Hasilnya adalah suatu tanda mempunyai lebih dari satu C untuk E yang sama. Contoh kata (ekspresi) mercy yang maknanya (C) dalam sistem primer adalah singkatan dari Mercedes Benz, merek sebuah mobil buatan Jerman.
15
Christomy & Yuwono. Semiotika Budaya, (Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2004), hlm. 54.
16
Dalam proses selanjutnya makna primer itu (C) berkembang menjadi
‘mobil mewah’, ‘mobil konglomerat’, ‘mobil orang kaya’, atau
‘simbol status sosial ekonomi yang tinggi’.
Teori Barthes memfokuskan pada gagasan tentang signifikasi
dua tahap, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah definisi
objektif kata tersebut, sedangkan konotasi adalah makna subjektif atau
emosionalnya. Menurut Barthes bahwa tanda denotatif terdiri atas
penanda dan petanda. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif. Dari penanda konotatif akan
memunculkan petanda konotatif yang kemudian akan melandasi
munculnya tanda konotatif.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda, fungsi tanda-tanda, dan
produksi tanda17. Semiotik lebih suka memilih istilah “pembaca” untuk “penerima” karena hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan
derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan
sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya. Oleh karena itu,
pembacaan itu ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya.
Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa
pengalaman, sikap, dan emosinya terhadap teks tersebut18.
Menurut Yuri Lotman semiotik bukan alat yang tepat bagi
siapapun yang belum familiar dengan Medan studi lain selain
semiotik. Suatu pandangan yang melihat semiotik sebagai sebuah
17
Sumbo Tinarbuko. Semiotika Komunikasi Visual. (Yogyakarta: Jalansutra, 2008). hlm. 12.
18
disiplin intelektual tingkat tinggi yang superior, membawa perdebatan
yang tak terduga dan penting pada pernyataan-pernyataan tentang
peran dan kepentingan ilmu semiotik.19
Teori Semiotik Roland Barthes mempunyai hubungan dengan
apa yang peneliti kaji yaitu kritik sosial dalam novel Negeri di Ujung
Tanduk. Seperti dijelaskan pada teori diatas bahwa Semiotik adalah
ilmu tentang tanda, fungsi tanda-tanda, dan produksi tanda. Analisis
semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan
memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat
suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud
dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang baik
yang terdapat pada novel. Pusat perhatian semiotik adalah pemaknaan
terhadap lambang-lambang dalam teks. Dalam penelitian ini yang
dijadikan obyek untuk diteliti adalah kritik sosial dalam novel Negeri
di Ujung Tanduk. Obyek yang di teliti juga sudah jelas bahwa hal yang
akan diteliti yaitu berbagai macam tanda, fungsi tanda-tanda dan
produksi tanda yang ada pada novel tersebut. Ilustrasi kerangka pikir
penelitian adalah sebagai berikut:
19
Gambar. 2
Novel Negeri di Ujung Tanduk
Semiotik
Denotasi Konotasi
BAB III
PENYAJIAN DATA KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI DI UJUNG TANDUK KARYA DARWIS TERE LIYE
A. Deskripsi Subyek Penelitian 1. Novel Negeri di Ujung Tanduk
a.) Latar Belakang Novel Negeri di Ujung Tanduk
Judul : Negeri di Ujung Tanduk
Penulis : Darwis Tere Liye
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : April 2013
Tebal : 360 halaman; 20 cm
ISBN :978-979-22-9429-3
Di novel ini para penipu menjadi pemimpin, para
pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang
memiliki teladan, tetapi mereka memutuskan menutup mata dan
sejati yang memilih jalan suci meski habis seluruh darah di badan,
menguap segenap air mata, tetap akan berdiri membela
kehormatan.
Berbagai bentuk konflik politik terjadi untuk mencapai
tujuan masing-masing. Berbagai pihak yang tersangkut dalam
konflik politik antara lain pengusaha, pejabat negara, dan
konsultan. Antarkubu saling beradu dengan segenap kekuatan yang
dimilikinya. Politik menjadi muatan utama dalam novelini.
b.) Karakteristik Novel Negeri di Ujung Tanduk
Novel Negeri di Ujung Tanduk adalah novel yang memiliki
keistimewaan tersendiri di mata para pembacanya, dan di dalam
novel ini memiliki karakteristik yang di mana pembaca dibawa
layaknya menonton sebuah adegan dalam film ataupun video.
Dalam novel ini juga membahas tentang hukum, tahanan
keamanan, bahkan politik yang dibahas secara mendalam, serta
mengupas berbagai jenis kasus korupsi di negeri ini dengan cara
yang tidak mungkin pernah dibayangkan bagi setiap pembaca.
c.) Kelebihan dan Kekurangan Novel Negeri di Ujung Tanduk
Kelebihan dari novel iniadalah bahasanya yang sederhana
bukan kenikmatan cerita semata. Namun setelah membaca, pembaca diajak untuk berpikir mengenai politik di negeri ini serta cara-cara mempengaruhi massa seperti yang Thomas lakukan di novel ini. Novel ini layak disebut novel aksi.
Terlepas dari kelebihan novel tersebut, tentu selalu ada celah kekurangan. Seperti kehadiran tokoh yang dipaksakan. Tokoh Maryam sebagai heroine. Novel ini dirasakan mengganggu dan tidak banyak membantu. Dan lagi-lagi Rudi selalu datang sebagai “juru selamat”. Meski kebetulan itu telah dibungkus Darwis Tere Liye dengan logika, tetap saja hal itu dirasa sebagai kebetulan dan keberuntungan. Selain itu kesalahan pada penulisan mengganggu penikmat pembaca. Kesalahan tersebut antara lain terlewatnya tanda petik di berbagai kalimat, tertukar penulisan antara Maryam dan Maggie, serta gaya bicara beberapa tokoh yang sama dengan Thomas, seperti kata frankly speaking yang juga diucapkan oleh Presiden.
2. Biodata dan Profil Darwis Tere Liye
a.) Biodata Darwis Tere Liye
Beberapa tahun belakangan dunia sastra Indonesia akrab
dengan sosok penulis bernama Tere Liye. Penulis yang satu ini
mampu menghipnotis masyarakat dengan karya tulisannya. Selama
terlalu banyak diekspos. Hal tersebut memang sengaja dilakukan
untuk menjaga kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di
layar kaca dan melakukan eksistensi dengan membuat sensasi yang
kerap dilakukan oleh para publik figur lainnya. Sosoknya yang
sederhana memukau banyak orang, serta banyak dikagumi oleh
pecinta novel karena gaya khas penulisannya sangat mudah
dipahami dengan bahasa yang mudah diterima. Meskipun
dinobatkan sebagai penulis terkenal dengan buku-bukunya yang
best seller namun ia tidak memanfaatkan untuk sekedar mencari
popularitas.
Berdasarkan email yang dijadikan sarana komunikasi
dengan para penggemarnya yaitu darwisdarwis@yahoo.com. Bisa
disimpulkan dengan sederhana bahwa namanya adalah Darwis.
Biografi Darwis Tere Liye yang berkaitan dengan masa kecilnya
diketahui bahwa ia adalah anak dari seorang petani. Ia lahir pada
21 Mei 1979 Tanda Raja, Palembang, Sumatera Selatan. Ia adalah
anak keenam dari tujuh bersaudara yang tumbuh dalam keluarga
sederhana, lahir di dekat bukit barisan, Sumatera bagian Selatan
dan dibesarkan dari sebuah keluarga yang sangat sederhana.
ayahnya bernama Syahdan dan ibunya bernama Nurmas.
Kehidupan di masa kecil yang dilalui dengan penuh
kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana
Sosoknya terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati
dalam menjalani kehidupan. Darwis Tere Liye mengenyam
pendidikan dasar di Sekolah SDN 2 Kikim Timur, Sumatera
Selatan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke SMPN 2 Kikim,
Sumatera Selatan. Setelah itu pendidikan menengah atasnya
dihabiskan di SMAN 9 Bandar Lampung.
Saat menempuh pendidikan tinggi, ia merantau ke tanah
Jawa dengan berkuliah di salah satu universitas terbaik yaitu
Universitas Indonesia dan berkuliah di Fakultas Ekonomi. Riwayat
pendidikannya mampu menggambarkan sosok orang yang
memiliki kecerdasan sehingga tidak heran bila karya-karyanya
menjadi begitu fenomenal.
Darwis Tere Liye menikah dengan Riski Amalia sesosok
perempuan cantik, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu seorang
anak laki-laki yang diberi nama Abdullah Pasai dan seorang anak
perempuan bernama Faizah Azkia.
Fakta yang tidak banyak diketahui orang adalah, bahwa
nama Tere Liye bukanlah nama asli, melainkan hanya nama pena
yang selalu disematkan dalam setiap novelnya. Nama aslinya
diketahui dengan panggilan Darwis. Saat ini ia bekerja sebagai
karyawan kantor sebagai akuntan sampai saat ini.1
1
b.) Karya Darwis Tere Liye
Hingga tahun 2016 kemarin Darwis Tere Liye telah
menulis 25 karya novel, dan mendapat sambutan hangat dari
masyarakat. Bahkan beberapa novel telah diangkat ke layar lebar
dan menarik minat masyarakat Indonesia untuk menontonnya.
Berdasarkan biografi Darwis Tere Liye, ada beberapa karya novel
yang telah diterbitkan sesuai dengan tahun terbitnya. Diantaranya
ialah, Hafalan Shalat Delisa 2005, Kisah Sang Penandai 2005,
Moga Bunda Disayang Allah 2006, The Gogons: James dan The
Incredible Incident 2006, Bidadari Surga 2008, Rembulan
Tenggelam di Wajahmu 2009, Burlian (Serial Anak-anak Mamak)
2009, Pukat (Serial Anak-anak Mamak) 2010, Daun Yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin 2010, Eliana (Serial Anak-anak
Mamak) 2011, Ayahku (bukan) Pembohong 2011, Sunset Bersama
Rosie 2011, Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah 2012, Berjuta
Rasanya 2012, Negeri Para Bedebah 2012, Sepotong Hati Yang
Baru 2012, Negeri di Ujung Tanduk 2013, Amelia 2013, Bumi
2014, Dikatakan atau Tidak Dikatakan Itu Tetap Cinta 2014, Rindu
2014, #aboutlove 2015, Bulan 2015, Pulang 2015, dan yang
terakhir Novel Karya Darwis berjudul Hujan diterbitkan tahun
c.) Ciri Khas Karya Darwis Tere Liye
Setiap penulis pasti memiliki ciri khas masing-masing yang
membedakannya dengan penulis lainnya. Ciri khas karya-karya
yang ditulis oleh Darwis Tere Liye yaitu mengisahkan tentang
kesedihan, keharuan, bahkan hingga kematian yang dialami oleh
para tokohnya. Selain itu, Darwis Tere Liye juga sering
menggunakan alur maju mundur. Walaupun Darwis Tere Liye
adalah seorang laki-laki, namun ia mampu menyelami perasaan
dan isi hati seorang wanita secara mendetail. Hal ini menjelaskan
bahwa Darwis Tere Liye merupakan salah satu penulis yang
profesional dan sudah hal yang wajar jika tulisannya sering
mendapat predikat best seller.2
Darwis Tere Liye pintar merangkai kata membuat para
pembaca selalu termenung setelah membaca. Karena
menyimpulkan rangkaian kejadian rumit. Namun disisi lain,
kegemaran itulah menjadikan ciri khas novel Darwis Tere Liye,
dan disetiap novelnya kejadian itu selalu terjadi berulang-ulang.
B. Deskripsi Data Penelitian
Pemaparan dicari peneliti berupa kutipan-kutipan dari novel akan
dijabarkan sesuai skema yang dihasilkan oleh Roland Barthes dengan
menghubungkan antara penanda, petanda, tanda, bahasa dan mitos.
2