1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah fenomena yang fundamental dalam kehidupan manusia. Dengan perkembangan kebudayaan manusia, timbullah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggara lebih baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang. Pendidikan itu sendiri merupakan suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik. Menurut Sugihartono , dkk. (2013: 3), pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Salah satu wujud dari upaya pengajaran dan pelatihan tersebut adalah adanya suatu proses pembelajaran.
2 dan sikap atau karakter yang baik. Kemampuan kognitif, kecakapan, dan karakter yang baik pada diri siswa dapat diperoleh salah satunya melalui proses pembelajaran matematika.
Matematika menjadi suatu mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa di bangku sekolah. Menurut Ruseffendi ET (Erman Suherman dkk, 2001), matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Dalam pembelajaran matematika di sekolah siswa membutuhkan kemampuan berlogika. Hal tersebut mengakibatkan tidak sedikit siswa yang menganggap bahwa matematika adalah materi yang sulit. Menurut Johnson dan Rising (Erman Suherman dkk, 2001) matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematik itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada bunyi. Matematika adalah bahasa karena matematika bukan hanya alat untuk menyelesaikan suatu permasalahan, namun merupakan kegiatan mengkomunikasikan suatu ide secara jelas dan runtut. Matematika juga merupakan aktivitas sosial karena dalam pembelajaran matematika terdapat interaksi antar siswa dan juga guru dengan siswa.
3 kemampuan penelusuran pola dan hubungan, meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan matematika, meningkatkan minat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Jaya Dwi Putra, 2013), yang menetapkan standar-standar
kemampuan komunikasi matematik seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi.
Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh siswa. Menurut NCTM (Jaya Dwi Putra, 2013), menyatakan bahwa program pembelajaran kelas-kelas TK sampai SMA harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk dapat memiliki: 1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematis dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.
4 metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Pendekatan pembelajaran matematika sudah banyak dikembangkan oleh para ahli. Menurut Erman Suherman (2003 :6), pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat diadaptasikan oleh siswa. Pendekaan scientific merupakan pendekatan yang diterapkan dalam kurikulum 2013. Proses pembelajaran dengan pendekatan scientific merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Tujuan dari beberapa proses yang ada dalam pendekatan scientific menekankan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah. Guru bertindak sebagai scaffolding ketika anak/siswa/peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu-satunya sumber belajar.
5 suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Untuk mengoptimalkan manfaat pembelajaran kooperatif, keanggotaan sebaiknya heterogen, baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya.
Model pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan antara lain model pembelajaran Think Pair Share (TPS), Student Teams-Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Numbered Heads Together (NHT), Team Game Tournament
(TGT), Snowball Throwing, Group Discussion, Take and Give, Scramble dan masih
banyak lagi model pembelajaran kooperatif lainnya. Dari berbagai model pembelajaran tersebut, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang sering
digunakan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) memudahkan guru dalam mengorganisasikan siswa, karena model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) mengkondisikan siswa bekerja secara berpasangan sehingga guru akan mudah mengelompokkan siswa. Sedangkan model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang memiliki sintaks sederhana sehingga mudah diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat
6 saat pembelajaran dengan cara mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) memberikan siswa waktu untuk memikirkan masalah tersebut secara individual lalu mendiskusikannya dengan siswa yang lain. Menurut Anita Lie (2008:57), pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga dapat mengoptimalkan partisipasi siswa. Model pembelajaran tipe Think Pair Share terdiri dari tiga tahapan yaitu think (berpikir), pair (berpasangan), dan share (berbagi). Dalam tahap think siswa secara individu diberi waktu dan diminta untuk memikirkan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Kemudian setelah itu siswa akan mulai bekerja dengan tahap pair, dalam tahap ini mereka saling berpasangan dengan pasangannya untuk mendiskusikan jawaban yang telah mereka peroleh dan kemudan menentukan jawaban yang akan mereka sepakati bersama. Kemudian yang terakhir pada tahap share mereka akan membagikan atau mempresentasikan jawaban yang telah mereka sepakati di depan kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Menurut Slavin (2005:12), gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions(STAD) adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung
7 guru. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim yang terdiri
dari empat sampai lima orang yang bersifat heterogen atau mewakili seluruh bagian dari kelas untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi yang telah dipelajari secara individual, dimana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu. Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata capaian mereka sebelumnya dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan capaian mereka sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria akan mendapatkan penghargaan.
Tujuan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific yaitu
untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa baik secara berdiskusi kelompok maupun secara berpasangan. Dengan begitu saat berdiskusi siswa akan menyampaikan pendapatnya masing-masing sehingga terbentuklah kemampuan komunikasi matematika yang baik. Dalam berkomunikasi matematika siswa menyampaikan ide-ide dan pendapat yang mereka miliki.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan pendekatan Scientific yaitu suatu pembelajaran dimana siswa dikondisikan untuk bekerja secara
8 individu terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan pasangannya. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions dengan pendekatan Scientific yaitu suatu pembelajaran dimana siswa akan bekerja secara berkelompok yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru berupa lembar kerja yang harus deiselesaikan dengan cara mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
SMP Negeri 1 Sleman merupakan salah satu SMP yang menerapkan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama praktik mengajar dan pra-penelitian di kelas VIII SMP Negeri 1 Sleman tahun pelajaran 2014/2015 pada saat proses pembelajaran berlangsung, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi siswa antara lain: 1) beberapa siswa sudah berperan aktif dalam pembelajaran di kelas, namun masih ada sebagian siswa yang bersifat pasif dan belum berani mengungkapkan pendapatnya; 2) saat presentasi di depan kelas, siswa belum menggunakan simbol-simbol matematika secara benar serta belum mampu menginterpretasikannya dalam kalimat matematika; 3) dalam berdiskusi secara kelompok sebagian siswa masih bekerja secara individual sehingga kerjasama antar kelompok kurang terlihat; 4) guru sudah mulai menggunakan pendekatan scientific, namun penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific masih perlu dioptimalkan karena masih ada langkah-langkah dalam pembelajaran scientific yang belum dilaksanakan.
9 dilakukan dan menunjukkan hasil yang positif, salah satunya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematik. Kemampuan komunikasi matematik siswa SMP Negeri 1 Sleman dipandang dapat ditingkatkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Division (STAD) yang dipadukan dengan pendekatan scientific yang
digunakan dalam kurikulum 2013.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diteliti tentang efektifitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams- Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematik siswa kelas VIII SMP N 1 Sleman.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam penelitian ini, maka identifikasi masalah yang ada antara lain :
1. Penerepan pembelajaran dengan pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang masih perlu dioptimalkan.
2. Kemampuan komunikasi matematika siswa yang sudah terlihat, tetapi masih perlu ditingkatkan.
3. Belum diketahui keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan
10 C. Pembatasan Masalah
Masalah pada penelitian ini dibatasi pada efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik siswa pada materi Lingkaran pada siswa kelas VIII semester genap di SMP Negeri 1 Sleman. Dalam penelitian ini kemampuan komunikasi matematik dikategorikan sebagai kompetensi pengetahuan siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka dalam penelitian ini permasalahan dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik?
2. Apakah pembelajaran dengan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik?
11 E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari kemampuan
komunikasi matematik peserta didik.
2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
3. Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi sekolah yang diteliti, dapat membantu memberikan gambaran informasi mengenai penerapan model pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
dalam pembelajaran matematika.
12 3. Bagi siswa, dapat memberikan pengalaman belajar baru menggunakan model
pembelajaran yang berbeda dari biasanya.
4. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dalam meneliti dan meningkatkan wawasan sebagai calon guru di masa yang akan datang.
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Deskripsi Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Model pembelajaran dikatakan efektif jika tujuan instruksional khusus yang dicanangkan lebih banyak tercapai. Menurut De Corte (2007),
"effective and worthwhile mathematics learning from instruction that aims at fostering adaptive competence in students, is a constructive, self-regulated, situated, and collaborative process of knowledge building and skill acquisition."
Jadi, pembelajaran matematika dikatakan efektif apabila memberikan hasil yang diinginkan berupa penguasaan kompetensi, baik berupa sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.
Hamzah B. Uno (2008: 138), menyatakan bahwa keefektifan proses pembelajaran diukur dengan tingkat pencapaian siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran dikatakan efektif jika tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan suatu kriteria tertentu.
14 membuat pertanyaan dan rencana pembelajaran dengan desain pengalaman sehingga bisa merespon siswa untuk membangun pengetahuan (NCTM, 2002: 18). Kurikulum 2013 yang berlaku saat ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan tingkat tinggi dalam kemampuan kognitif maupun karakter atau sikap. Salah satu dari kemampuan kognitif adalah kemampuan komunikasi matematik siswa, maka tercapainya tujuan dan hasil belajar tersebut terlihat dari siswa memiliki kemampuan komunikasi matematik. Ketercapain tujuan dapat dilihat dari hasil post-test kemampuan komunikasi matematik yang dilaksanakan yang dibandingkan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu pada kategori sangat baik dengan pencapaian nilai minimal 75.
Dari berbagai macam pendapat di atas, dapat disimpulkan efektivitas pembelajaran akan terjadi jika tujuan dari proses pembelajaran yang sudah ditentukan tercapai. Tujuan yang dicapai adalah siswa memiliki kemampuan komunikasi matematik sangat baik, dengan pencapaian nilai minimal 75.
2. Pembelajaran Matematika
15 berkomunikasi, berinteraksi dengan yang lain termasuk dengan gurunya, melakukan refleksi, melakukan estimasi, mengambil kesimpulan, menyelidiki keterkaitan, dan sebagainya.
Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang disengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Dalam pembelajaran matematika terjadi proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang aan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Prinsip pembelajaran matematika tidak hanya sekedar learning to know, melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga learning
to live together.
Guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam komuniksi banyak arah dalam pembelajaran matematika, peran-peran tersebut bisa berubah, yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta antara siswa dengan siswa.
3. Pendekatan Scientific
16 pelajaran (Kemendikbud: 2013). Langkah-lagkah dalam pembelajaran scientific disajikan sebagai berikut :
a. Mengamati
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
b. Menanya
Langkah kedua dalam pembelajaran scientific adalah bertanya. Bertanya di sini dapat pertaanyaan dari guru atau dari murid. Dengan memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab pertanyaan guru menumbuhkan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan kualitas pertanyaan. Pertanyaan yang berkualitas akan menghasilkan jawaban yang berkualitas.
c. Mengumpulkan informasi
17 mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
d. Mengasosiasi
Dalam langkah pembelajaran asosiasi ini siswa mengumpulkan ide-ide sehingga menghasilkan suatu simpulan. Dalam langkah ini terjadi proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
e. Mengkomunikasikan
Langkah pembelajaran yang kelima adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil percobaan dan asosiasinya kepada siswa lain dan guru untuk mendapatkan tanggapan. Langkah ini memberikan keuntungan kepada siswa dalam meningkatkan rasa percaya diri dan kesungguhan dalam belajar. Komunikasi disini dapat berupa komunikasi tulis maupun lisan.
Selain itu, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific (Kemendikbud: 2013). Kriteria tersebut antara lain :
a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata
18 c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
19 4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman Suherman, 2003: 260). Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Menurut Slavin (2005: 10), metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.
Lima unsur pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan menurut Miftahul Huda (2012: 46) adalah :
a. Positive interpendence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif terdapat dua pertanggunjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
b. Promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah :
1) Saling membantu secara efektif dan efisien.
2) Saling memberi saran dan informasi yang diperlukan.
20 4) Saling mengingatan.
5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi.
6) Saling percaya.
7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan yang sama. c. Individual accountability (akuntabilitas individual)
Tujuan pembelajaran kooperatif adlam membentuk semua kelompok menjadi pribadi yang kuat. Akuntabilitas individual andalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkual oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
d. Interpersonal skill and small-group skill (keterampilan personal dan kelompok kecil)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus :
1) Saling mengenal dan mempercayai
2) Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius. 3) Saling menerima dan saling mendukung
4) Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. e. Group processing (pemrosesan kelompok)
21 anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Selain itu terdapat sintak dalam pembelajaran kooperatif. Sintak pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase (Th. Widyantini, 2008: 6).
Tabel 1. Sintak Pembelajaran Kooperatif.
Fase-Fase Perilaku Guru
Fase 1 : present goals and set
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar.
Fase 2 : present information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal.
Fase 3 : organize student learning teams
Mengorganisasikan siswa ke dalam tim-tim
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.
Fase 4 : assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama siswa mengerjakan tugas.
Fase 5 : test on the materials Material
Menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok
22 Fase 6 : provide recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase ketiga, transisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus dilakukan dengan cermat. Sejumah elemen perlu dipertimbangkan datam menstrukturisasikan tugasnya.
Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukannya. Fase kelima guru melaukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsistesn dengan tujuan pembelajaran. Fase keenam guru mempersiapkan struktur reward kooperatif diberikan kepada tim.
23 5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Model Pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di Maryland pada tahun 1981 (Slavin, 2009 : 257). Strategi TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untung mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Anita Lie (2008:57), pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga dapat mengoptimalkan partisipasi siswa. Dengan pembelajaran TPS akan tercipta suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, afektif, dan menyenangkan. Sesuai dengan namanya, model pembelajaran ini terdiri dari tiga langkah utama sebagaimana disebutkan oleh Slavin (2009: 257), sebagai berikut :
1. Think.
Pada tahap ini, guru memberikan suatu permasalahan (dapat berupa LKS), kemudian siswa memikirkan jawaban dari permasalahan tersebut secara individu selama beberapa menit.
2. Pair.
24 3. Share.
Setelah siswa berpasangan dengan pasangannya dan mendapatkan sebuah jawaban yang mereka sepakati bersama, selanjutnya mereka diberi kesempatan untuk membagikan jawaban mereka dengan seluruh kelas.
Azlina (2010: 22) mengatakan bahwa “ This technique helps students to improve and enhance their knowledge by sharing all the information, ideas and
skills.” Hal ini berarti teknik ini membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan mereka dengan berbagi semua informasi, ide-ide dan keterampilan. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terdiri dari tiga tahapan. Yang pertama siswa akan diberikan waktu untuk berpikir secara individual, kemudian siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut dengan pasangannya. Setelah itu, siswa secara berpasangan akan menyajikan hasil diskusinya di depan kelas. Hal ini dapat meningkatkan keaktifan siswa karena setiap siswa akan berperan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran.
6. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD)
25 merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
Menurut Slavin (2005:143), STAD terdiri atas lima komponen utama – presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.
a. Presentasi kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
b. Tim
26 c. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru melakukan presentasi atau sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.
d. Skor Kemajuan Individual
Tiap siswa memberikn kontribusi poin kepada timnya dalam sistem skor ini. Tiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal.
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Dari pengertian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kerjasama tim yang terdiri dari empat atau lima orang untuk melakukan kegiatan belajar bersama sehingga setiap anggota dari tim tersebut dapat memperoleh pengetahuannya dengan baik.
7. Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Scientific
27 merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan
Scientific akan menciptakan suasana belajar dimana siswa bekerja secara
berpasangan maupun berkelompok sehingga pembelajaran akan berorientasi kepada siswa dan siswa dapat memperoleh pengetahuannya dengan baik.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan pendekatan Scientific :
a. Guru membuka pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan apersepsi.
b. Guru memberikan permasalahan sesuai dengan materi yang akan dipelajari. c. Siswa diminta untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan berupa LKS
tersebut secara individual (mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi).
d. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan jawaban mereka masing-masing dengan pasangannya (mengasosiasi).
e. Perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan jawaban mereka (mengkomunikasi).
f. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apakah masih ada materi yang belum dipahami.
28 Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions dengan pendekatan Scientific :
a. Guru membuka pelajaran, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan apersepsi.
b. Guru mengkondisikan siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang yang bersifat heterogen.
c. Guru memberikan permasalahan sesuai dengan materi yang akan diajarkan. d. Siswa diminta untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan berupa LKS
tersebut dengan berdiskusi dengan anggota kelompoknya (mengamati, menanya, dan mengumpulkan informasi).
e. Guru meminta siswa untuk mendiskusikan jawaban mereka masing-masing dengan anggota kelompoknya (mengasosiasi).
f. Perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan jawaban mereka (mengkomunikasi).
g. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya apakah masih ada materi yang belum dipahami.
h. Guru memberikan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa secara individual. i. Guru membimbing siswa untuk melakukan refleksi dan menyimpulkan materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
8. Kemampuan Komunikasi Matematik
29 pendidikan matematika. Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan.
Salah satu bentuk komunikasi matematis adalah kegiatan memahami matematika. Memahami matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika. Sebab, kegiatan memahami mendorong peserta didik belajar bermakna secara aktif. Menurut Asikin (2001:1), komunikasi matematik dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan/dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, di mana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa.
Komunikasi matematika menurut National council of Teachers of Mathematics (2006: 60) adalah kemampuan mengorganisasi dan mengkonsolidasi
pikiran matematika melalui komunikasi secara lisan maupun tertulis, mengkomunikasikan gagasan tentang matematika secara logis dan jelas kepada orang lain, menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematika dan strategi yang digunakan orang lain, dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide matematika secara tepat.
30 NCTM menetapkan indikator kemampuan komunikai matematika yang termuat dalam program-program pembelajaran matematika adalah sebagai berikut
(O’Connell, 2007: xv) :
a. Mengatur dan menggabungkan pemikiran matematis siswa melalui komunikasi.
b. Mengkomunikasikan pemikiran matematis siswa secara logis dan jelas kepada teman sebaya, guru, maupun orang lain.
c. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran serta strategi-strategi matematis orang lain.
d. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika dengan tepat.
Dengan kemampuan komunikasi yang baik, maka siswa akan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah matematika. Kemampuan komunikasi yang dibina adalah kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan akivitas berfikirnya. Dengan demikian, matematika harus memberi perhatian pada kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya dalam memahami konsep dan prosedur, memecahkan masalah atau melakukan penalaran, baik secara lisan maupun tertulis. Menurut Ujang Wihatma (2004), kemampuan komunikasi matematik meliputi :
a. Kemampuan memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan.
31 untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan, bahkan menciptakan hukum-hukum- (kaidah teoritis) dan dugaan-dugaan (Muhibbin Syah, 2002:120)
b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika.
Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika merupakan kemampuan mengubah uraian ke dalam model-model matematika, seperti: rumus, grafik, tabel, dan skema.
c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian yang relevan.
Menurut Sri Wardhani (2006: 9), kemampuan ini berupa kemampuan menyampaikan ide-ide atau gagasan dan pikiran dalam menyampaikan masalah dalam kata-kata, lambang matematis, bilangan, gambar, atau tabel.
Menurut Kessler (Elliot, 1996: 220-224), terdapat empat kemampuan yang dibutuhkan dalam komunikasi matematika yaitu grammatical competence, discourse competence, sociolinguistic competence, dan stretegic competence.
a. Grammatical Competence. Gramatical competence diantaranya dapat dilihat dari ketepatan penggunaan serta ketepatan pelafalan dan penulisan istilah, simbol, dan operasi matematika.
b. Discourse Competence. Discourse competence dalam komunikasi matematika di antaranya dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam :
1) menuliskan informasi (apa yang diketahui dan ditanyakan) dari suatu soal dengan tepat,
32 3) memberikan jawaban atas pertanyaan yang ditujukan padanya,
4) membuat pertanyaan atas materi yang dipelajari.
c. Sociolinguistic Competence. Dengan kemampuan ini siswa akan dengan mudah memahami konteks soal sehingga akan mampu menyajikan permasalahan sehari-hari ke dalam bentuk gambar, grafik, atau aljabar, ataupun sebaliknya, yakni menginterpretasikan gambar, grafik, atau kalimat matematika ke dalam uraian yang kontekstual dan sesuai.
d. Strategic Competence. Dapat dikatakan bahwa strategic competence ini adalah bagaimana siswa mengkolaborasikan gramatical competene, discourse competence, dan sociolinguistic competence dalam mengkomunikasikan ide
matematika mereka. Dalam penyelesaian permasalahan matematika, kemampuan ini membantu siswa mengerti informasi apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dan dapat mengkomunikasikan penyelesaiannya secara efektif.
Dari uraian di atas kemampuan komunikasi siswa adalah kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika baik tertulis maupun secara lisan. Kemampuan yang dibutuhkan dalam komunikasi matematika yaitu grammatical competence, discourse competence, sociolinguistic competence, dan
stretegic competence. Dari keempat kompetensi tersebut, maka didapatkan
indikator kemampuan komunikasi matematik sebagai berikut :
a) kemampuan menggunakan simbol, operasi, atau istilah matematika secara tepat guna,
33 c) kemampuan menuliskan informasi (apa yang diketahui dan ditanyakan) dari
suatu soal dengan tepat,
d) kemampuan menyatakan pendapatnya atas suatu pertanyaan,
e) kemampuan memberikan jawaban atas pertanyaan yang ditujukan padanya, f) kemampuan menginterpretasikan gambar, grafik, atau kalimat matematika ke
dalam uraian yang kontekstual dan sesuai,
g) kemampuan menyajikan permasalahan kontekstual ke dalam bentuk gambar, grafik, atau kalimat matematika,
h) kemampuan menyampaikan ide, situasi, atau relasi matematika dengan gambar, grafik, atau kalimat matematika secara jelas,
i) kemampuan menuliskan penyelesaian atas suatu soal secara runtut.
9. Tinjauan Materi Lingkaran
Berdasarkan pada kurikulum 2013 (Kemendikbud: 2013) materi pada pembelajaran matematika kelas VIII SMP meliputi : sistem koordinat, operasi aljabar, fungsi, persamaan garis lurus, teorema Pythagoras, statistika, persamaan linear dua variabel, persamaan kuadrat, lingkaran, bangun ruang sisi datar, perbandingan, dan peluang. Materi lingkaran diajarkan di kelas VIII semester kedua.
34 Tabel 2. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Lingkaran
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
3.6 Memahami unsur, keliling, dan luas dari lingkaran
3.7 Memahami hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring
4. Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori
4.6 Menyelesaikan permasalahan nyata yang terkait penerapan hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring
35 menghadap busur sama, dan memahami hubungan antara sudut pusat dengan panjang busur dan luas juring.
B. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kinanti Rejeki (2010) yang berjudul
“Keefektifan metode pembelajaran tipe TPS dan STAD ditinjau dari prestasi belajar
matematika siswa kelas VIII materi persamaan garis lurus” menunjukkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif digunakan pada kegiatan belajar mengajar matematika jika ditinjau dan prestasi belajar matematika siswa kelas VII pada materi pokok persamaan garis lurus karena rata-rata prestasi belajar siswanya adalah 70,14 dengan presentase ketuntasan belajar 83,83 %.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Afiati (2009) yang berjudul
“Peningkatan prestasi belajar matematika dengan pendekatan Open Ended melalui
model pembelajaran STAD pada siswa kelas VII SMP N 5 Depok” menunjukkan pendekatan Open Ended melalui model pembelajaran STAD dapat meningkatkan nilai rata-rata siswa dari 6,8 ke 7,2 serta meningkatan nilai ketuntasan belajar siswa dari 76,31 % menjadi 87,17 %.
Hasil penelitian dari Arifah Muzzaayanah (2010) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Komunikasi matematika Siswa dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) di SMA
36 kriteria sedang. Selain dari hasil observasi kemampuan komunikasi siswa, diperoleh juga bahwa hasil tes siklus I dan tes siklus II diperoleh adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa, yaitu sebanyak 32 siswa atau 94,12% dari jumlah siswa mengalami peningkatan skor total kemampuan komuniksi siswa.
Hasil penelitian dari Ummi Atikah (2010) yang berjudul “Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas XI IPA SMA N 1 Mlati Melalui Cooperative Learning Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD)“,
menunjukkan bahwa Cooperative Learning tipe Student Teams-Achievement Divisions dapat meningkatan kemampuan komunikas matematik siswa. Dari hasil
tes kemampuan komunikasi matematik I dan II, didapatkan peningkatan, yaitu pada aspek kemampuan membuat model situasi atau persoalan dari definisi-definisi matematika meningkat sebesar 21,07% dari siklus I sebesar 63,19% dan siklus II sebesar 84,26%, pada aspek kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika meningkat sebesar 14,80% dari siklus I sebesar 72,38% dan siklus II sebesar 87,18%, sedangkan pada aspek kemampuan memberikan alasan rasional terhadap pernyataan yang diberikan meningkat sebesar 23,77% dari siklus I sebesar 51,54% dan siklus II sebesar 75,31%.
C. Kerangka Berfikir
37 pendekatan Scientific dapat diterapkan dengan ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik.
Melalui suatu pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific, guru
akan melakukan proses pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Selain itu dengan kegiatan berpasangan maupun berkelompok dalam proses pembelajaran matematika di kelas siswa akan mengembangkan kemampuan komunikasinya dalam menyampaikan ide maupun pendapat yang dimiliki. Solusi permasalahan yang telah ditemukan oleh siswa kemudian akan dikomunikasikan atau dipresentasikan di depan kelas.
38 D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
2. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
3. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific lebih efektif dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
39 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi experiment research. Penelitian eksperimen semu dilakukan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan pembelajaran dengan
model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Peneliti dalam esperimen semu tidak dapat mengontrol dan mengacak variabel secara bebas dan intensif.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
40 Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Pert.
2 Unsur-Unsur Lingkaran Rabu,
25-02-2015 Jam ke 1-3
Selasa, 17-02-2015 Jam ke 6-7 3 Luas dan Keliling Lingkaran Jumat,
27-02-2015 Jam ke 2-3
Sabtu, 21-02-2015 Jam ke 3-5 4 Hubungan Sudut Pusat, Panjang
Busur, dan Luas Juring.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sleman semester genap tahun ajaran 2014/2015. Kelas VIII terdiri dari tujuh kelas yaitu VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D, VIII-E, VIII-F, VIII-G.
2. Sampel
Dalam penelitian ini, kelas yang dijadikan sampel dipilih secara acak (random sampling) dengan teknik undian dari ketujuh kelas tersebut karena ketujuh kelas
41 pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific adalah kelas VIII C sedangkan kelas eksperimen kedua yang
mendapatkan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific adalah kelas VIII
A.
D.Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab munculnya variabel terikat (Hamid Darmadi, 2011: 21). Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif dengan variasi model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Hamid Darmadi, 2011: 21). Variabel terikat yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematik siswa. 3. Variabel Kontrol
42 E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman variabel penelitian, penelitian ini memberikan batasan definisi operasional sebagai berikut :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang meliputi model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan Student Teams-Achievement Divisions (STAD). Kedua model pembelajaran ini dipadukan
dengan pendekatan Scientific.
Pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific adalah suatu pembelajaran di mana siswa dikondisikan untuk bekerja
secara individu serta diberikan permasalahan berupa lembar kerja yang harus diselesaikan dengan cara mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan yang harus diselesaikan selama beberapa menit. Setelah itu, siswa bekerja secara berpasangan untuk mendiskusikan jawaban masing-masing, kemudian membangi atau mempresentasikannya di depan kelas.
Pembelajaran kooperatif Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific adalah suatu pembelajaran di mana siswa bekerja secara berkelompok yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru berupa lembar kerja yang harus diselesaikan dengan cara mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
43 2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematik. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika baik tertulis maupun secara lisan. Aspek-aspek kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa terbagi ke dalam empat kompetensi yaitu grammatical competence, discourse competence, sociolinguistic competence, dan stretegic competence. Data
kemampuan komunikasi matematik diperoleh dari hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan test kemampuan komunikasi matematik dalam pre-test dan post-test.
F. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test post-test group design yaitu memberikan pre-test sebelum dilakukan suatu perlakuan terhadap
siswa dan post-test setelah diberikan perlakuan kepada siswa.
Tabel 4. Rancangan Desain Eksperimen
Group Pre-test Perlakuan Post-test
E1 O1 X1 O2
E2 O1 X2 O2
44 Keterangan :
E1 : Kelas eksperimen pertama yang mendapatkan perlakuan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific
E2 : Kelas eksperimen kedua yang mendapatkan perlakuan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
O1 : Pre-test yang diberikan pada kelas eksperimen pertama dan kedua X1 : Perlakuan pada kelas eksperimen pertama berupa pembelajaran dengan mengaplikasikan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific
X2 : Perlakuan pada kelas eksperimen pertama berupa pembelajaran dengan mengaplikasikan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
O2 : Post-test yang diberikan pada kelas eksperimen pertama dan kedua
G.Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pembuatan perangkat pembelajaran disesuaikan dengan jumlah pertemuan dan jam pelajaran di setiap pertemuan.
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
45 a. Merumuskan indikator pembelajaran.
b. Menentukan tujuan pembelajaran.
c. Mempelajari model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific.
d. Menyusun draf RPP yang disesuaikan dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan model kooperatif tipe
Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan
Scientific.
e. Mengkonsultasikan draf RPP dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.
f. Melakukan validasi RPP dengan dosen ahli.
g. Merevisi RPP yang telah dikonsultasikan sesuai dengan arahan dosen pembimbing, guru mata pelajaran, dan dosen ahli.
2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Pembuatan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dilakukan oleh peneliti melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menyusun draf LKS yang sesuai dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan model kooperatif tipe Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific.
b. Mengkonsultasikan draf LKS kepada dosen. c. Melakukan validasi LKS dengan dosen ahli.
46 H.Teknik Pengumpulan Data
1. Data Pre-test dan Post-test
Pengumpulan data pre-test dan post-test bertujuan untuk memperoleh data kemampuan komunikasi matematik siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan tipe Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific. Pre-test
diberikan sebelum siswa mendapatkan perlakuan dan post-test diberikan setelah siswa mendapatkan perlakuan. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific akan
dikatakan efektif apabila skor yang didapatkan dari hasil post-test lebih dari atau sama dengan pencapaian nilai minimal berdasarkan indikator keberhasilan, yaitu 75. Untuk mendapatkan data dari hasil tes, maka diperlukan penyekoran dengan skor maksimal 100 dan skor minimal 0. 2. Non Tes
Pengumpulan data non tes meliputi data observasi. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi bertujuan untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific. Untuk keterlaksanaan
47 I. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah ketercapaian nilai post-test kemampuan komunikasi matematik mencapai kategori sangat baik dengan
pencapaian nilai minimal siswa yaitu 75. Indikator ini ditetapkan oleh peneliti sebagai acuan untuk mendapatkan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang sangat baik. Berikut adalah tabel kategori pencapaian nilai kemampuan komunikasi matematik siswa.
Tabel 5. Kategori Pencapaian Nilai Kemampuan Komunikasi Matematik
Nilai Kategori
75 ≤ x < 100 Sangat baik
50 ≤ x < 75 Baik
25 ≤ x < 50 Cukup
0 ≤ x < 25 Kurang
J. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa. Terdapat dua jenis instrumen dalam penelitian ini yaitu instrumen tes dan instrumen non tes.
a. Instrumen Tes
Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pre-test dan post-test kemampuan komunikasi matematik. Tes diberikan kepada siswa
48 memiliki skor maksimal 20 dan skor minimal 0. Pemberian skor terhadap jawaban dari kemampuan komunikasi matematik ini berpedoman pada kisi-kisi instrumen tes yang telah dibuat peneliti.
b. Instrumen Non-tes
Instrumen tes digunakan untuk mendapatkan data kualitatif. Instrumen non-tes dalam penelitian ini berupa lembar observasi. Lembar observasi kegiatan pembelajaran disusun untuk memastikan langkah-langkah utama dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions
(STAD) dengan pendekatan Scientific terlaksana dengan baik. Keterlaksanaan
setiap langkah pembelajaran diobservasi oleh peneliti dan rekan peneliti yang berperan sebagai observer.
2. Validitas Instrumen
49 berkompeten di bidang ini. Dosen ahli dalam validasi instrumen penelitian ini adalah Dr. Ali Mahmudi, M.Pd., dan Dwi Lestari M.Sc. Selain validitas isi, instrumen tes juga dilakukan uji validitas butir.
3. Reliabilitas Instrumen
Selain menetukan validitas instrumen, ditentukan pula realibilitas instrumen. seharusnya mendapatkan hasil yang serupa. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2012:127).
Untuk memperoleh reliabilits instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butir soal
50 Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Interval Kategori
0,00 < r11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah 0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas Rendah
0,40 < r11 ≤ ≤
0,60 Reliabilitas Sedang 0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas Tinggi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat tinggi
Hasil uji reliabilitas pada soal pre-test dan post-test kemampuan komunikasi matematik menunjukkan nilai reliabilitas yang tinggi, sehingga soal test mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 3.6, halaman 169.
K.Teknik Analisis Data
1. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Penelitian
Deskripsi hasil pelaksanaan penelitian merupakan uraian pelaksanaan penelitian yang dilakukan selama tiga kali pertemuan untuk masing-masing kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific.
2. Deskripsi Data
51 Model deskripsi data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu deskripsi awal yang merupakan deskripsi untuk menyelidiki rata-rata hitung (mean), ragam/varians, keberlakuan asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians, dan deskripsi tahap akhir yang merupakan deskripsi untuk menguji hipotesis.
a. Deskripsi Tahap Awal 1) Rata-rata hitung (mean)
Untuk menghitung rata-rata hitung (mean) digunakan rumus sebagai berikut: �̅ =∑�= ��
�
Keterangan : �̅ : rata-rata (mean)
� : banyaknya siswa �� : nilai siswa ke-i
2) Ragam/Varian
Untuk menghitung ragam/varian digunakan rumus sebagai berikut : = ∑�=� −�� − �̅
Keterangan : : varians
�� : nilai siswa ke-�
52 3) Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data dari masing-masing kelas tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi � = 0,05 terhadap hasil pre-test.
Hipotesis pada uji normalitas ini yaitu : H0 : data berdistribusi normal, H1 : data berdistribusi tidak normal.
Dalam hal ini, H0 diterima jika p-value > � = 0,05. 4) Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok memiliki varian yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok tersebut mempunyai varian yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen.
Hipotesis yang digunakan yaitu :
H0 : � = � (data kelompok E1 dan E 2 mempunyai varians yang
homogen)
H1 : � ≠ � (data kelompok E1 dan E2 tidak mempunyai varians
yang homogen)
Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji-f.
53 Keterangan :
: varian kelas E1 : varian kelas E2
Taraf signifikansi yang digunakan adalah � = 0,05. Kriteria keputusannya yaitu H0 diterima jika ℎ� � � . Uji homogenitas menggunakan SPSS menerima H0 apabila nilai p-value > 0,05.
b. Deskripsi Tahap Akhir
Deskripsi analisis tahap akhir dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul. Setelah data hasil tes dianalisis dengan melakukan uji prasyarat analisis dilanjutkan dengan uji hipotesis. Sebelum dilaukan uji hipotesis dilakukan terlebih dahulu uji rata-rata hasil pre-test kemampuan komunikasi matematik dari kedua kelas untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak diantara keduanya.
Hipotesis yang digunakan untuk uji rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa adalah sebagai berikut :
� ∶ � = � (tidak ada perbedaan rata-rata nilai pre-test pada kelompok eksperimen pertama dengan rata-rata nilai pre-test pada kelompok eksperimen kedua).
54 Analisis yang digunakan adalah independent sample t test
= �̅̅̅ − �̅̅̅
� √� + �
dengan = � + � − dan
� = √ � − � + � −+ � −
Keterangan :
�̅̅̅ : rata-rata hitung pre-test kelas eksperimen pertama �̅̅̅ : rata-rata hitung pre-test kelas eksperimen kedua � : banyaknya siswa kelas eksperimen pertama � : banyaknya siswa kelas eksperimen kedua
� : simpangan baku gabungan
Taraf signifikansi yang digunakan � = 0,05. Kriteria keputusan � diterima jika nilai � − �� > α atau ℎ� � − � .
Jika hasil beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pre-test pada kelompok eksperimen pertama dengan rata-rata nilai pre-test pada kelompok eksperimen kedua, maka dilakukan uji hipotesis sebagai berikut : 1) Uji Hipotesis Pertama
55 dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
Hipotesis yang digunakan adalah :
� : � 74,99 (model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan
pendekatan Scientific tidak efektif)
� : � > 74,99 (model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan
pendekatan Scientific efektif)
Taraf signifikansi yang digunakan � = 0,05 dan menggunakan uji –t
= �̅ − �
√�
Keterangan :
�̅ : rata-rata hasil post-test kelas eksperimen pertama � : 74,99
: simpangan baku
� : banyak siswa kelas eksperimen pertama
Kriteria keputusan � ditolak apabila ℎ� � < , 5; − . 2) Uji Hipotesis Kedua
Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu apakah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau
56 Hipotesis yang digunakan adalah :
� : � 74,99 (model kooperatif tipe Student Teams-Achievement
Divisiosn (STAD) dengan pendekatan Scientific tidak efektif)
� : � > 74,99 (model kooperatif tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif)
Taraf signifikansi yang digunakan � = 0,05 dan menggunakan uji –t
= �̅ − �
√�
Keterangan :
�̅ : rata-rata hasil post-test kelas eksperimen kedua � : 74,99
: simpangan baku
� : banyak siswa kelas eksperimen kedua
Kriteria keputusan � ditolak apabila ℎ� � < , 5; − 3) Uji Hipotesis Ketiga
Uji hipotesis ketiga dilakukan apabila pada hipotesis pertama dan kedua didapatkan hasil bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan pembelajaran Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau
57 menyatakan bahwa model pembelajaran yang mendapatkan hasil efektif lebih efektif dibandingkan model pembelajaran yang mendapatkan hasil tidak efektif. Uji hipotesis ketiga untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu manakah yang lebih efektif diantara pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific dan pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik. Hipotesis yang digunakan adalah :
� : � � (model kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions
(STAD) dengan pendekatan Scientific lebih efektif dibandingkan kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik)
� : � > � (model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan
pendekatan Scientific lebih efektif dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik)
Analisis yang digunakan adalah independent sample t test.
= �̅̅̅ − �̅̅̅
� √� + �
58
� = √ � − � + � −+ � −
Keterangan :
�̅̅̅ : rata-rata hitung pre-test kelas eksperimen pertama �̅̅̅ : rata-rata hitung pre-test kelas eksperimen kedua � : banyaknya siswa kelas eksperimen pertama � : banyaknya siswa kelas eksperimen kedua
� : simpangan baku gabungan
Taraf signifikansi yang digunakan � = 0,05. Kriteria keputusan � ditolak jika
ℎ� � < , 5; − .
Jika berdasarkan uji rata-rata dihasilkan bahwa kemampuan komunikasi matematik pada pre-test berbeda antara kelas eksperimen pertama dan kedua maka dilakukan pengujian hipotesis berdasarkan skor gain yaitu menggunakan selisih nilai post-test dan pre-test serta selisih skor akhir dan awal angket kemampuan komunikasi matematik. Skor gain didapatkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
= �� − �− �
Keterangan :
: skor kemampuan komunikasi matematik � : pre-test kemampuan komunikasi matematik � : post-test kemampuan komunikasi matematik
59 Skor gain yang telah diketahui selanjutnya dianalisis dengan kriteria sesuai
kategori sebagai berikut :
Tabel 7. Kriteria Skor Gain (Hake, 1998:65)
Rata-rata skor gain Kriteria
(g) ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ (g) < 0,7 Sedang
(g) < 0,3 Rendah
Suatu pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matemati apabila skor gain masing-masing minimal mencapai 0,7. Analisis menggunakan skor gain dilakukan untuk menguji hipotesis dalam penelitian sebagai berikut :
1) Uji Hipotesis Pertama
Uji hipotesis pertama untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu apakah pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik. Hipotesis yang digunakan adalah :
� : �� ,7 (dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
dengan pendekatan Scientific tidak efektif)
� : �� > ,7 (dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
dengan pendekatan Scientific efektif)
Taraf signifikansi yang digunakan �=0,05 dan menggunakan uji –t
= �̅ − �
60 Keterangan :
�̅ : rata-rata hasil skor gain kelas eksperimen pertama � : 0,7
: simpangan baku
� : banyak siswa kelas eksperimen pertama
Kriteria keputusan � ditolak apabila ℎ� � < , 5; − 2) Uji Hipotesis Kedua
Uji hipotesis kedua untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga yaitu apakah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific efektif ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematik peserta didik. Hipotesis yang digunakan adalah :
� : �� ,7 (dengan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific tidak efektif)
� : �� > ,7 (dengan model kooperatif tipe Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) dengan pendekatan Scientific
efektif)
Taraf signifikansi yang digunakan �=0,05 dan menggunakan uji –t
= �̅ − �
√�
Keterangan :