BIMBINGAN KONSELING SOSIAL BERBASIS KONSEP BUILDING
LEARNING POWER DALAM MENINGKATKAN ETOS KERJA
PERANGKAT DESA DI DESA KETAJEN GEDANGAN SIDOARJO SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Bimbingan Konseling Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Oleh: M. Irsyadul Ibad NIM. B93212104
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
M. Irsyadul Ibad (B93212104), Bimbingan Konseling Sosial Berbasis Konsep Building Learning Power untuk meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen Gedangan Sidoarjo
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu fenomena kinerja kepemerintahan di Indonesia yang Seharusnya sudah sadar sepenuhnya arti pelayanan bagi masyarakat, mulai dari hal-hal yang kecil hingga besar dimana sudah seharusnya mereka berorientasi pada the real service.(pelayanan yang sesungguhnya) Berangkat dari fakta ini, maka diperlukan upaya peningkatan Etos Kerja pegawai kepemerintahan khususnya keperintahan desa selaku lapisan terkecil kepemerintahan di Indonesia guna sebagai pondasi untuk membangun masyarakat melalui Bimbingan Konseling Sosial .
Fokus penelitian ini adalah (1) Bagaimana Proses bimbingan konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power untuk meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen Gedangan Sidoarjo? (2) Bagaimana perubahan Etos Kerja setelah melakukan bimbingan konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power?
Bimbingan konseling sosial berbasis konsep Building Learning Power diatas perlu disikapi dan diteliti secara ilmiah melalui penelitian kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang tepat serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Jawaban yang solutif dapat diperoleh melalui kelengkapan data. Data deskriptif baik dari hasil pengamatan maupun dari sumber-sumber lain dianalisis secara induktif. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksploratif karena peneliti ingin menggali secara luas tentang Proses dan perubahan setelah dilakukan bimbingan konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power untuk meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen Gedangan Sidoarjo.
Temuan dalam penelitian ini adalah mengetahui proses pelaksanaan bimbingan konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power untuk meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen dengan menggunakan metode pelatihan dan
Senior Team Leader, adapun strategi yang digunakan sebagai berikut; a)
membangun kualitas diri, b) membangun strategi pelatihan, c) mengembangkan menejemen perubahan. Adapun temuan lainnya dalam penelitian ini adalah perubahan Etos Kerja yang terjadi pada perangkat desa ketajen dalam segi; a)
ketertiban, b) tanggung jawab, c) kerja keras, d) rasional, e) jujur.
Peneliti menyarankan agar konsep ini dapat dipublikasikan serta disebarluaskan kepada desa – desa lain yang ada di Indonesia, karena mengingat sangat minimnya penggerak gerakan perubahan yang ada di Indonesia
Kata Kunci: Bimbingan Konseling Sosial, Building Learning Power, Etos Kerja.
DAFTARISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... ii
MOTTO ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Definisi Konsep ... 12
1. Bimbingan konseling sosial ... 12
2. Building learning power ... 14
3. Etos kerja ... 16
F. Metode Penelitian ... 18
1. Pendekatan dan jenis penelitian ... 18
2. Sasaran dan lokasi penelitian ... 19
3. Jenis dan Sumber data ... 19
4. Tahap – tahap penelitian ... 20
5. Teknik pengumpulan data ... 23
6. Teknik Analisis data ... 26
7. Teknik Keabsahan data ... 28
G. Sistematika Pembahasan ... 29
BABII : TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan Konseling Sosial ... 31
1. Dimensi – dimensi kemanusiaan ... 35
2. Dimensi Sosialitas ... 36
3. Dimensi Moralitas ... 37
4. Dimensi Religiusitas ... 37
B. Bimbingan Konseling Sosial dengan Teknik Konseling ... 39
1. Tahap Pra Konseling ... 40
2. Tahap Permulaan ... 41
3. Tahap Transisi ... 42
4. Tahap Kerja – Kohesi Produktivitas ... 43
5. Tahap Akhir ... 43
6. Tahap Evaluasi ... 44
C. Konsep Building Learning Power... 44
2. Kecerdasan ... 52
3. Kecerdikan ... 54
4. Kemandirian ... 56
D. Bimbingan Konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power ... 61
1. Membangun Kualitas diri ... 67
2. Membangun Strategi Pelatihan ... 73
3. Mengembangkan Menejemen Perubahan ... 74
4. Siklus Bimbingan Konseling Sosial berbasis konsep BLP ... 77
E. Etos Kerja ... 78
F. Faktor yang mempengaruhi etos kerja ... 91
G. Aspek etos kerja ... 94
H. Prinsip etos kerja ... 98
I. Perangkat Desa ... 106
1. Kepala Desa ... 109
2. Sekretaris Desa ... 110
3. Pelaksana Teknis ... 112
4. Pelaksana Kewilayahan ... 113
J. Penelitian Terdahulu ... 114
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 117
1. Letak Geografis ... 117
2. Visi dan Misi desa Ketajen ... 118
3. Stuktur Kepemerintahan Desa ... 121
4. Deskripsi masalah etos kerja Perangkat Desa Ketajen ... 123
B. Proses Bimbingan konseling sosial berbasis konsep building learning power ... 126
1. Tahap Pra Konseling ... 126
2. Tahap Permulaan ... 129
3. Tahap Transisi ... 130
4. Tahap Kerja – Kohesi Produktif ... 132
5. Tahap Akhir ... 134
6. Tahap Evaluasi ... 136
C. Perubahan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen ... 138
1. Kedisiplinan ... 138
2. Tanggung Jawab ... 139
3. Kerja keras ... 141
4. Rasional ... 142
5. Jujur ... 142
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis proses pelaksanan Bimbingan Konseling Sosial berbasis konsep Building Learning Power untuk meningkatkan aEtos Kerja perangkat Desa Ketajen ... 144
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 152 B. Saran ... 153 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan yang berhubungan
dengan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil.1 Pemerintah daerahpun andil memberikan
kebijakan kepada pemerintah bawahannya tentang himbauan untuk
meningkatkan dan memprioritaskan layanan publik dan selaras berdasarkan
undang-undang.2
Seiring dengan hal itu tuntunan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas terus meningkat.dari waktu ke waktu, tuntunan
tersebut semakin berkembang seirama dengan tumbuhnya kesadaran bahwa
warga negara memiliki hak untuk dilayani dan kewajiban pemerintah untuk
memberikan pelayanan. Tantangan yang dihadapi dalam pelayanan publik
adalah bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efesien, namun juga
bagaimana juga dapat dilakukan tanpa membeda - bedakan status sosial
mayarakat yang dilayani, atau dengan kata lain bagaimana menciptakan
pelayanan yang adil dan demokratis.
Sementara melihat sejarah fenomena pelayanan publik bukanlah suatu
wacana yang baru, fakta menunjukkan bahwa terdapat masalah penting dalam
1
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 A ayat 2
2
2
penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, meningkatnya
indikasi-indikasi diskriminasi pelayanan dalam penyelenggaraan. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dibutuhkan dibutuhkan aparatur yang
memiliki komitmen dan semangat kerja tinggi untuk mencapai kinerja
pelayanan publik yang sesuai standar pelayanan yang telah ditentukan, dan
menghasilkan kepuasan dari masyarakat.
Pada masa reformasi tuntutan masyarakat terhadap pelayanan justru
semakin gencar diperjuangkan bahkan diapresiasikan dalam kehidupan
sehari-hari mengingat untuk mendapatkan layanan yang baik dan memuaskan masih
dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Padahal di era reformasi seperti sekarang
ini seharusnya masyarakat mendapatkan kemudahan-kemudahan yang dapat
mendorong berkembangnya dunia usaha, apalagi seiring dengan pelaksanaan
otonomi daerah, sudah selayaknya masyarakat mendapatkan kepuasan
sebagaimana yang diharapkan, tetapi dalam kenyataannya justru masih saja
terjadi keluhan masyarakat yang kurang puas atas layanan yang diberikan
berbicara tentang pelayanan publik memang tidak terlepas dari berbagai faktor
yang mendukung, baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana juga
kebijakan yang mengatur tentang pelayanan, terutama mengenai jalur
birokrasi yang selama ini sering menjadi perbincangan dikalangan dunai
usaha, karena masih mengindikasikan berbelit-belit.
Kinerja birokrasi pemerintahan Jokowi-JK dalam bidang pelayanan
3
kinerja pemerintahan mengalami penurunan. Sejumlah menteri dinilai
memiliki kinerja buruk.
Kesimpulan tersebut disampaikan CEO Lembaga Klimatologi Politik
(LKP) Usman Rachman berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan di
34 provinsi pada 24-29 Oktober 2015. LKP mengambil sampel responden
sebanyak 784 orang dengan menggunakan teknik wawancara melalui telepon.
Berdasarkan hasil riset LKP, bagian terbesar 44,3 persen publik
mempersepsikan bahwa birokrasi pelayanan publik semakin baik setelah satu
tahun pemerintahan Jokowi-JK. Sebanyak 42,8 persen mempersepsikan sama
saja dengan pemerintahan sebelumnya.
Sementara hanya 10,5 persen yang menyatakan bahwa birokrasi
pelayanan publik di era pemerintahan Jokowi-JK semakin buruk jika
dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Pada survei LKP Mei 2015,
responden yang menyatakan semakin buruk sebesar 16,7 persen.3 Dari semua
survei dan hasil riset Lembaga Klimatologi Politik (LKP) menyimpulkan
bahwa tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja birokrasi
pemerintahan di bidang pelayanan publik mengalami penurunan.
Kita sering kali berhadapan dengan pelayanan publik dimana kebutuhan
kita harusnya dilayani dengan baik, namun kadang kita kecewa dengan hal
tersebut. Pelayanan publik sering kali hanya menjadi sebuah rutinitas kerja
para pegawai yang seharusnya melayani dengan baik demi kepentingan semua
unsur, golongan maupun komunitas masyarakat.
3
4
Sebagai contoh terkecil pemerintahan salah satunya layanan publik
pihak kelurahan. Di situ kita bisa melihat betapa buruknya sebuah kinerja
layanan yang jauh dari harapan. Mereka memandang sebuah jabatan ataupun
bagian kerja adalah sebuah rutinitas, melayani kebutuhan masyarakat tanpa
adanya profesionalisme ataupun service yang baik, bahkan jauh dari harapan masyarakat sebagai customer mereka.
Kita dapat merasakan mulai dari jam kerja yang molor, bahkan setiap
hari pasti ada yang tidak masuk karena alasan yang tidak jelas hingga tata cara
kerja yang seolah-olah tidak adanya target dan administrative yang tidak baik menjadikan semua permasalahan harus ditanggung oleh masyarakat yang mau
tidak mau harus menyerah kepada mereka. Kita dapat melihat betapa
santainya pegawai kelurahan dan buruknya dalam pelayanan, misalnya dalam
pembuatan KTP.
Betapa kecewanya kita disaat hendak mengurus sebuah KTP harus
bersusah payah untuk mendapatkannya. Berbagai alasan terlontar disaat kita
akan mendapatkannya, mulai dari antrian, blanko yang kosong, pejabat
kelurahan yang belum hadir, dan lain-lain tanpa adanya kejelasan yang pasti.
Padahal kita sudah meluangkan waktu dan memenuhi segala persyaratan.
Namun yang terjadi adalah kekecewaan yang seolah-olah harus kita tanggung
sebagai harga mahal membuat KTP.
Sungguh ironis disaat kita harus mendapatkan hak sebagai warga
negara namun tidak ada pelayanan yang baik bagi kita, padahal kita sudah
5
mentaati peraturan pemerintah hingga berbelanja apapun sudah dikenakan
pungutan atau pajak. Dari sini jelas tidak adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
Seharusnya pemerintah sudah sadar sepenuhnya arti pelayanan bagi
masyarakat, mulai dari hal-hal yang kecil hingga besar dimana sudah
seharusnya mereka berorientasi pada the real service.(pelayanan yang sesungguhnya).4
Dengan fenomena yang terjadi pada sebagian besar kepemerintahan tak
terkecuali dilapisan suatu kelurahan yang ada di Indonesia maka hal ini sangat
bersinggungan dengan Ajaran Islam yang mana Negara Indonesia merupakan
Negara yang mayoritas masyarakatnya memeluk Agama Islam, karena Islam
merupakan Agama yang sangat menjunjung tinggi nilai - nilai kemanusiaan
dan sosial, memberikan manfaat kepada orang lain dan saling tolong
menolong, hal ini selaras dengan firman Allah SWT di surat Al – Maidah Ayat 2 yang berbunyi:
...
ْاݠكݛقواقعقتقو
ق قَ
ٱ ل
لّلب
قو
ٱ
ݐَت
ىقݠ
ق
لقو
ْاݠكݛقواقعقت
ق قَ
ٱ
ل
ل
ث لݗ
قو
ٱ ل
دكع
قو
لن
قو
ٱ
ْاݠكݐَت
ٱ
قَل
َنلإ
ٱ
ق َل
كديلدقش
ٱ ل
لباقݐلع
٢
Artinya: “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”(QS. Al – Maidah: 2)
Kemudian hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim juga
menjelaskan anjuran untuk saling membantu satu sama lain, jika seseorang
4
6
memudahkan urusan seseorang, maka secara tidak langsung allah juga akan
mempermudah urusannya.
ِ م
ِ وِِ
ك
ِ ىاِ
ِ ف
ِ حِي
ِ جا
ِ ةِِ أ
ِ خِ ي
ِ هِِ ك
ِ ىاِ
ِ لا
ِِ ف
ِ حِي
ِ جا
ِ تِ ه
Artinya: “Barang siapa yang membantu keperluan saudaranya, maka Allah
akan membantu keperluannya”(HR. Bukhori Muslim)
Disitulah inti pokok dari Komponen Hablumminas dalam islam, sehingga manusia menjadi pribadi yang saling memberi manfaat pada orang
lain, karakter tersebut merupakan karakter yang harus dimiliki oleh setiap
muslimin dan muslimah, maka memberi manfaat kepada orang lain akan
kembali kepada dirikita sendiri, hal ini selaras sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
ِ خِ ي
ِ رِ
ِ هلا
ِ سا
ِِ أِ ن
ِ فِ ع
ِ هِ مِ
ِ ل
ِ هل
ِ سا
Artinya: “Sebaik – baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia”(HR. Ahmad).
Dalam Makna yang lebih luas Islam menganjurkan untuk saling
membantu sesama dan juga saling memberi manfaat kepada orang lain, karena
hasilnya juga kembali kepada diri kita sendiri.
Seiring berkembangnya waktu kualitas manusia khususnya umat Islam
yang notabenenya merupakan umat yang dianjurkan oleh agama untuk
menjunjung tinggi nilai – nilai sosial mulai mengalami penurunan yang sangat drastis, hal ini disebabkan oleh sikap tanggung jawab dan kesadaran diri yang
7
Sebagai pemerintah yang bertugas untuk melayani masyarakat, maka
hal itu tidak dibenarkan, karena dengan mengabaikan sebuah tanggung jawab
maka secara tidak langsung mereka telah mengabaikan amanah dan
mengabaikan kepercayaan Masyarakat. jadi aktivitas yang melanggar
kebijakan dan merugikan masyarakat disebabkan masalah sosial antara lain,
faktor politik, religi, sosial budaya, ekonomi dan faktor yang saling
mempengaruhi antarkomponen, terjadinya penyimpangan tingkah laku, dan
penyimpangan struktur sosial tersebut dipicu dengan adanya kelompok
deviasi, interaksi sosial, dan kebiasaan yang buruk.5
Hal itulah yang membuat para konselor tergelitik untuk mengkaji dan
bertindak cermat, Berbagai macam upaya dilakukan demi memberikan jalan
dan solusi dari fenomena buruknya kinerja pegawai kepemerintahan yang ada
di Indonesia, khususnya dilapisan kepemerintahan yang terkecil, yakni tingkat
kelurahan, guna membangun kembali etos kerja yang sempat terabaikan, yakni
dengan menumbuhkan kembali etos kerja pada pekerjaannya, salah satunya
dengan menggunakan Bimbingan Konseling Sosial, adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan untuk mewujudkan tatanan yang sejahtera baik
individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi rasa keselamatan,
kesusilaan, keamanan, ketertiban, dan ketentraman baik lahir maupun batin,
hal ini akan dapat terwujud melalui berbagai kerja sama dan tanggung jawab
antara pemerintah dan masyarakat.
5 Moh. Rosyid, “Kiprah Penyuluh Bagi Pengidap Social
patologis Di Tengah Fase
8
Konsep Building Learning Power (BLP) adalah salah satu konsep dari Bimbingan Konseling Sosial yang berfungsi sebagai meningkatkan
kemampuan belajar manusia untuk dapat meningkatkan kualitas diri dengan
baik dan secara nyata. Pengertian belajar dalam konteks Building Learning Power adalah penyesuaian diri terhadap situasi baru dimanapun pelajar berada.
Menurut konsep Agama, setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah
(Suci) artinya oleh Allah manusia telah diciptakan dalam keadaan sempurna
dengan segala potensi baiknya yang siap untuk dikembangkan.
Konsep Building Learning Power yang diartikan dengan Membangun Kapasitas belajar guna menghasilkan pribadi yang sangat Siap, Rela, dan
Mampu. Konsep yang semula diterapkan diranah Civitas Akademika itu
ternyata sangat berguna dan efektif jika diterapkan di ranah organisasi dan
kepemerintahan guna menumbuhkan etos kerja pada setiap anggota maupun
pegawainya, sehingga dengan potensi yang dimiliki akan tersalurkan kepada
masarakat dengan diiringi dengan etos kerja yang baik pula.
Desa Ketajen merupakan desa yang terletak di kecamatan Gedangan
Sidoarjo, dan Desa Ketajen merupakan salah satu desa yang baik dalam sistem
birokrasi dan pelayanan masyarakat. Semula, sistem kepemerintahan desa
ketajen tergolong pasif terhadap pelayanan dan pengembangan masyarakat,
namun seiring berjalannya waktu, kepala desa dan perangkat desanya mulai
menindaklanjuti kepasifan sistem kepemerintahannya sehingga sesuai dengan
9
kerja pegawainya serta memperbaiki kualitas diri. Upaya tersebut tidak akan
berjalan tanpa adanya strategi yang jitu untuk membongkar kebiasaan lama,
salah satu strategi yang digunakan yaitu pemberdayaan Senior Team Leader
(STL).
Senior tim leader adalah tiga sampai lima orang terpilih dari suatu sekolah termasuk di dalamnya ada kepala sekolah yang siap, rela, dan mampu
untuk mengikuti pelatihan pengembangan sekolah efektif. Pelatihan senior
tim leader dilaksanakan secara profesional dan terstandar digabung dengan
sekolah lain dengan kapasitas maksimal 40 orang peserta sehingga pelatihan
bisa berlangsung secara efektif.
Senior tim leader termasuk kepala sekolah yang telah terlatih kembali ke sekolah masing-masing untuk menyusun dan melaksanakan action plan
pengembangan sekolah berdasarkan skala prioritas yang telah ditentukan
pada saat pelatihan. Sekolah yang masih memerlukan pendampingan dapat
meminta pendampingan dari senior tim leader tingkat kabupaten atau tingkat
kecamatan. Monitoring dilakukan oleh sekolah sendiri maupun oleh
pengawas sekolah dengan menggunakan instrumen monitoring untuk sekolah
efektif. Pelaporan perkembangan sekolah dilakukan setiap tahun secara
manual atau secara online.6
Pemberdayaan Senior Team Leader (STL) merupakan strategi yang melibatkan sebagian orang penting dalam suatu komunitas atau lembaga yang
dalam hal ini adalah kepala desa serta perangkat yang dianggap menjadi
6
10
orang penting diwilayahnya untuk menjadi motorik atau penggerak terhadap
anggota lainnya, Senior Team Leader (STL) bergerak dengan impian, tujuan dan harapan yang sama. Sehingga seluruh energi positif yang berasal dari
para Senior Team Leader (STL) ini akan memancar dan menular kepada para perangkat lain khususnya dan kepada masyarakat desa Ketajen
umumnya. Hari kehari strategi STL tersebut dijlankan. Pada akhirnya konsep
Building Learning Power (BLP) dan strategi Senior Team Leader (STL) ini berhasil diterapkan di sistem kepemerintahan dan pelayanan desa Ketajen
sehingga semua warga ketajen juga terkena imbas kebaikannya, khususnya
seluruh perangkat desa yang telah terpancar energi positif dari sikap
kesadaran, toleran, serta meningkatnya etos kerja dengan kualitas dirinya para
Senior Team Leader (STL) hingga sampai sekarang ini.
Dari hasil konsep Building Learning Power yang diterapkan di perangkat desa tersebut, ternyata pengaruhnya sangat luar biasa terhadap etos
kerjanya, dan efek baiknya akan tertuju pada Masyarakat dan desa Ketajen itu
sendiri. maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di ranah
kepemerintahan desa tersebut dengan mengambil judul Bimbingan Konseling
Sosial melalui Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten
11
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana Proses Bimbingan Konseling Sosial melalui Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo?
2. Bagaimana perubahan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mendeskripsikan Proses Bimbingan Konseling Sosial melalui Konsep
Building Learning Power dalam meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo.
2. Mengetahui perubahan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Dari segi teoretis
Dari segi teoretis, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rujukan
atau penambah referensi kepustakaan bagi peneliti berikutnya yang ingin
12
Perangkat Desa. Selain itu, juga diharapkan untuk memberikan kontribusi
teori dan konsep pada Desa - desa lain dalam hal pengembangannya.
2. Dari segi praktis
Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada Desa lain dalam melaksanakan kegiatan dan
pengembangannya, dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan
serta kebijakan dalam hal penerapan untuk meningkatkan Etos Kerja
Perangkat Desa. Disamping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan untuk
menjadi sumber inspirasi bagi yang membutuhkan, terutama bagi yang
sedang melakukan penelitian untuk mempermudah dan melancarkan
analisisnya.
E. Definisi Konsep
Dalam pembahasan ini peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang
diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan Konseling Sosial berbasis Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo”.
Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :
1. Bimbingan Konseling Sosial
Bimbingan Konseling Sosial adalah proses pemberian bantuan
yang diberikan untuk mewujudkan tatanan yang sejahtera baik individu,
keluarga, dan masyarakat yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan,
13
akan dapat terwujud melalui berbagai kerja sama dan tanggung jawab
antara pemerintah dan masyarakat.
Bimbingan dan Konseling sosial Meliputi Pengembangan:
a. Pemahaman tentang keragaman suku dan budaya.
b. Sikap-sikap social (empati dan lain - lain)
c. Kemampuan berhubungan social secara positif
Permasalahan individu ditinjau dari tugas-tugas dan aspek-aspek
perkembangan yang meliputi: perkembangan fisik, perkembangan bahasa,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan emosi,
perkemabangan moral dan etika, perkembangan kepribadian, dan
perkembangan agama.7
Dalam menumbuhkan etos kerja dan membangun kualitas diri
perangkat desa, penelitian ini difokuskan terhadap pemberdayaan STL
(Senior Team Leader) yaitu istilah tim inti dari pada konsep BLP (Building Learning Power) dalam hal ini adalah perangkat desa, maka, pada prosesnya, layanan Bimbingan Konseling Sosial berbasis konsep
BLP (Building Learning Power) dikemas dengan metode training yang menggunakan teknik konseling kolompok.
Konseling kelompok merupakan salah satu teknik yang ada dalam
layanan bimbingan konseling sosial yang dilaksanakan untuk membantu
klien dalam hal ini adalah Perangkat desa atau bisa disebut STL (istilah
dalam konsep BLP) dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan
7
14
kehidupan sehari - hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk
proses remidial dan pencapaian fungsi – fungsi secara optimal. Konseling kelompok mengatasi klien dalam keadaan normal, yaitu tidak sedang
mengalami gangguan fungsi – fungsi kepribadian.8
Adapun tahapan dalam proses Konseling kelompok dalam layanan
Bimbingan konseling Sosial berbasis Konsep Building Learning Power
adalah:
a. Pra Konseling
b. Tahap Permulaan
c. Tahap Transisi
d. Tahap kerja – kohesi e. Tahap Akhir
f. Tahap Evaluasi
2. Building Learning Power (BLP)
Salah satu peneliti dibidang pengembangan potensi dasar manusia
(Prof. Guy Claxton, dari University of Winchester, Inggris) berkesimpulan
bahwa dalam diri setiap seseorang ada potensi besar yang siap untuk
dikembangkan yang diberi nama Learning Power. Membangun kapasitas belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan pengalaman belajar yang
berkualitas, sehingga kegiatannya disebut membangun kapasitas belajar
(Building Lerning Power).
8
15
Building Learning Power(BLP) adalah suatu konsep atau kerangka untuk meningkatkan kemampuan pelajar untuk dapat belajar dengan baik
secara nyata. Pengertian belajar dalam konteks Building Learning Power
adalah penyesuaian diri terhadap situasi baru dimanapun pelajar berada.
Pada intinya Building Learning Power mempunyai 4 Aspek bagi siswa yang baik dalam belajar, yaitu: Resilience (Ketangguhan),
Resourcefiness (Kecerdasan), Reflectiveness (Kecerdikan), dan Reciprocity
(Kemandirian dan Kerjasama).9
Penanaman keempat aspek tersebut kepada seseorang akan
menghsilkan pribadi yang Siap, Rela, dan Mampu untuk memegang teguh
prinsip dan tujuan utamanya, jika mereka adalah seorang pelajar, maka
mereka akan selalu memegang teguh prinsip dan tujuannya sebagai
seorang pelajar, jika mereka seorang pegawai maka akan efeknyapun akan
juga sama, maka dari itu konsep yang semula hanya diterapkan diranah
civitas Akademika, konsep ini juga bermanfaat bagi civitas lainnya, karena
imlusnya juga akan menciptakan hal yang sama, yaitu; Siap, Rela,
Mampu, hanya saja penyampaian Konsep ini disesuaikan dengan situasi
pembahasan yang searah dengan civitasnya masing masing.
Adapun proses proses pelaksanaan bimbingan konseling Sosial
berbasis konsep Building Learning Power yang digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan metode pelatihan dan Senior Team Leader, adapun strategi yang digunakan sebagai berikut; a) membangun
9
16
kualitas diri, b) membangun strategi pelatihan, c) mengembangkan
menejemen perubahan.
3. Etos Kerja
Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak,
karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk
oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang
diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hampir
mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal lebih
baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna
mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna.
ىقܱقتقو
ٱ
ل
ل
اقب
قل
ق
ت
اقݟكب قس
مةقدلݘاقج
ق لهقو
ܱكݙقت
َܱق
ٱ
لباقح َس
ݜ كص
قع
ٱ
ل َل
ٱ
ٓيل
َ
َ
ت
أ
ق
قݚقݐ
َ كك
قش
فء
كݝَݛلإ
ۥ
ركيلبقخ
اقݙلب
ݍقت
قنݠكݖقع
٨
17
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan
lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus
memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos
jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk
memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai
kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil
dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah
(pimpinlah) kami ke jalan yang lurus.
ملإ
ْاݠكݖقخقل
ق قَ
كواقل
ۥ قل
قعلܲقݍ
قف
ݜلݘ
ݗكݟ
ْاݠك اقݏ
ق
ل
فق
َ
ق
ܻقخ
لناقݙ
قغقب
عقب
اقݜ كܾ
ق قَ
عقب
لܼ
قف
ٱ
ح
ݗكك
يقب
اقݜقݜ
لبٱ
ق
ل
لّݎ
ق
لقو
شكت
ܿلط
قو
ٱ ݞ
ٓاقݛلد
ق
للإ
ٓاقݠقس
لء
ٱ
قر لّܻ
لط
٢
Artinya: “ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena kedatangan) mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut; (Kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari Kami berbuat zalim kepada yang lain; Maka berilah keputusan antara Kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah Kami ke jalan yang lurus".”(Qs. Shaad: 22)
Etos kerja yang dimaksud didalam penelitian ini adalah para
perangkat desa diharapkan mengerjakan sesuatu secara optimal, fungsional
dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna
mungkin, mulai dari aspek ketertiban, bekerja dengan penuh rasa tanggung
jawab, kerja keras, rasional dalam perencanaan, hingga dari yang
terpenting yakni kejujuran, dari mengoptimalkan beberapa aspek diatas
para perangkat desa diharapkan melayani kebutuhan masyarakat dengan
baik dan ramah, mengelolah administrasi desa dengan baik, hingga
18
nyaman, guyup, dan tentram jika melihat sistem kepemerintahan desanya
terorganisir dengan baik, terlebih manfaatnya akan didapat oleh desa itu
sendiri, karena dengan dukungan hubungan yang simbiosis mutualisme
antara masyarakat desa dan pemerintah maka, program kerja
kepemerintahannya terlaksana dengan baik.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,10 yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian
kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan makna tertentu. Penelitian kualitatif
memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau
pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh
gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.11
Dan jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif. Penelitian
eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggali secara luas
10
Penelitian kualitatif disebut juga dengan penelitian naturalistik. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat wajar, tanpa dimanipulasi dan diatur oleh eksperimen dan tes. Lihat Nasution, Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), h. 18
11
19
tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu.12
Alasan peneliti menggunakan penelitian eksploratif ini dikarenakan
peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang
terkait dengan peningkatan Etos kerja Perangkat desa.
2. Sasaran dan lokasi penelitian
Sasaran dalam penelitian ini adalah Perangkat Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan lokasi penelitian
yang dipilih peneliti adalah rumah konselor dan Balai Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber
utama atau sumber data primer. Sumber data primer adalah subjek
penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung13
atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara), data yang akan
peneliti ambil antara lain tentang;
a. Proses pemberian Bimbingan Konseling Sosial melalui Konsep
Building Learning Power
b. Kebijakan Kepemerintahan Desa Ketajen
c. Etos kerja Perangkat Desa Ketajen
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), h. 7
13
20
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian. Sumber data sekunder
merupakan sumber data yang tidak berhubungan secara langsung dengan
objek penelitian, akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan
objek penelitian antara lain;
a. Respon dan penilaian Masyarakat.
b. Suasana Desa
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer terdiri dari
Kepala dan Perangkat Desa Ketajen Kecamatan Gedangan Kabupaten
Sidoarjo. Data yang digali dari sumber tersebut merupakan data pokok
atau data primer. Penggalian data juga diambil dari sumber data sekunder
yang berupa literatur atau bacaan yang relevan serta dokumen lain yang
tidak menggambarkan permasalah secara langsung namun masih terkait
dengan Etos Kerja Perangkat Desa Ketajen Kecamatan Gedangan
Kabupaten Sidoarjo, hal ini meliputi Masyarakat atau orang-orang yang
memiliki data tentang subjek penelitian.
4. Tahap-tahap Penelitian
Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi
penelitian kualitatif adalah:
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti akan memahami Bimbingan
21
dan sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi Etos Kerja
Perangkat Desa Ketajen Kecamatan Gedangan Kabupaten
Sidoarjo. Setelah mengetahui, maka peneliti akan membuat latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi
konsep dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.
2) Memilih lapangan penelitian
Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian di Balai
Desa Ketajen Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.
3) Mengurus perizinan
Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan
ditujukan kepada Kepala Desa Ketajen Kecamatan Gedangan
Kabupaten Sidoarjo. sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian.
4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan
keadaan di lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang
diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan
data yang ada di lapangan.
5) Memilih dan memanfaatkan informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar
belakang kasus tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah
Kepala serta Perangkat Desa Ketajen Kecamatan Gedangan
22
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan,
pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik atau
media, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan
penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi data
lapangan.
7) Persoalan etika penelitian
Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan
baik antara peneliti dengan subjek penelitian, baik secara
perorangan maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu
memahami kebudayaan, adat istiadat ataupun bahasa yang di
gunakan, kemudian ”untuk sementara” peneliti menerima seluruh
nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat.14 Dalam penelitian
ini berdasarkan kode etik dan norma yang ada di Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.
b. Tahap lapangan
1) Memahami latar penelitian
Sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti perlu
memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu
mempersiapkan diri baik secara fisik maupu secara mental.
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
23
2) Memasuki lapangan
Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan
yang baik dengan subjek-subjek penelitian, sehingga akan
memudahkan peneliti untuk mendapatkan data.
3) Berperan serta dalam mengumpulkan data
Dalam tahap ini yang harus peneliti pengarahan batas studi
serta memulai memperhitungkan batas waktu, tenaga ataupun
biaya. Disamping itu juga mencatat dan mendokumentasikan data
yang telah didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.
4) Tahap Analisis Data
Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis
data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti
pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data
yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Kemudian
menghasilkan tema dan hipotesis yang sesuai dengan kenyataan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan
penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam
mengumpulkan data, harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian
metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
24
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan.15 Data yang diperlukan dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui 3 (tiga) cara yaitu, melalui observasi, wawancara dan dokumetansi yang dilakukan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a) Pada tahap awal dilakukan observasi, yaitu melakukan pengamatan
secara sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang valid.
Dalam hal ini selain peneliti melakukan pengamatan pada aktivitas
yang terjadi di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan Kabupaten
Sidoarjo secara umum, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap
aktivitas Perangkat Desa yang melakukan Pelayanan Publik yang
berhubungan dengan Cara Kerja dan Kenyamanan Warga.
b) Pada tahap selanjutnya, dilakukan wawancara secara intensif dan
mendalam terhadap para informan, dengan cara wawancara yang
tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang memuat garis
besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama
wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup
penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh
informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara mendalam
secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
15
25
antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama.16 Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan
pertanyaan dalam wawancara hingga berkembang secara wajar
berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang
yang diwawancarai.17 Maksud dalam penelitian ini penulis
memaparkan data hasil penelitian di lapangan yakni tentang
Bimbingan Konseling Sosial melalui Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo.
c) Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan
yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan semacamnya. Dokumen
yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa dan
lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya
seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi
dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari
16
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), h. 108
17
26
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.18
6. Teknik Analisis Data
Mengingat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat
ekploratif, maka penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif.
Adapun yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan dan perilakunya yang nyata diteliti dan
dipelajari sebagai suatu yang utuh. Dari hasil tersebut kemudian ditarik
suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini.19
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus. Analisis data dilakukan melalui 3 tahap,
yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok,
memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya.
Reduksi data dilakukan secara kontinyu, dalam mereduksi data setiap
peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Reduksi data
memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi. Bagi
18
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2014), h. 82.
19
27
peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat
mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli.
Melalui diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan berkembang
sehingga dapat mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan
pengembangan teori yang signifikan.20 Dalam penelitian ini, data yang
dihasilkan terlebih dahulu dikelompokkan sesuai dengan temanya yang
kemudian dipilih mana data yang digunakan dalam laporan penelitian
dan mana data yang tidak digunakan.
b. Penyajian Data
Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dsb.
Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
dipahami.21 Dalam penelitian ini, setelah data direduksi maka
selanjutnya data tersebut diolah dalam bentuk narasi sehingga mudah
untuk dilakukan analisis terkait dengan permasalahan yang di
lapangan.
20
Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), h. 258
21
28
c. Verifikasi
Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak,
karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan.
Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum ada yang berupa deskripsi atau gambaran yang
sebelumnya belum jelas menjadi jelas.22
7. Teknik Pemeriksaan / Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang
terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh
peneliti. Data yang valid adalah data yang tidak terdapat perbedaan antara
data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi pada objek di
lapangan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data
menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi bersifat jamak
dan tergantung pada konstruksi manusia.23
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap data
yang telah terkumpul, maka penulis menggunakan teknik triangulation, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
22
Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), h. 259
23
29
terhadap data itu. Sebagai perbandingan triangulasi ini digunakan dengan
cara membandingkan dan mengecek derajat balik kepercayaan atau
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode penelitian, hal ini bisa membandingkan data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan
suatu dokumen yang berkaitan, atau juga membandingkan hasil
wawancara dari 2-3 informan yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif,
kriteria utama yang menunjukkan keabsahan sebuah hasil penilitian
adalah, valid, reliabel dan obyektif.
G. Sistematika Pembahasan
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum
yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan
metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subjek
penelitian, tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data, dan sistematika
pembahasan.
Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian,
Tujuan, Fungsi, Langkah Penyelenggaraan, serta Teori – Teori yang mendasari bimbingan Konseling Sosial, serta memaparkan tentang konsep
30
Bab tiga membahas tentang gambaran umum Balai Desa Ketajen
Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo, seperti kondisi dan letak
geografisnya, sejarah dan perkembangannya, visi misi, Jargon, struktur
Kepemerintahan Desa, kondisi Kepala dan Perangkat Desa serta
kegiataan-kegiatan yang ada di Balai Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten
Sidoarjo.
Bab empat mambahas tentang analisa Bimbingan Konseling Sosial
melalui Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Etos Kerja Perangkat Desa di Desa Ketajen Kecamatan Gedangan kabupaten Sidoarjo.
Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Bimbingan dan Konseling Sosial
Mengenai pengertian bimbingan, sangat banyak dikemukakan pakar –
pakar bimbingan dan konseling, terutama yang berasar dari Amerika
Serikat, negara asal bimbingan dan konseling itu. Pada mulanya bimbingan
dimaksudkan sebagai usaha membantu para pemuda agar mendapatkan
pekerjaan. Hal ini berguna untuk mengatasi kenakalan remaja, dengan
asumsi bahwa memberikan pekerjaan ketegangan emosional dan keliaran
remaja dapat berkurang.sekarang bimbingan tidak saja dijadikan untuk
mendapatkan pekerjaan dan membantu individu mengenai masalah –
masalah yang dihadapi dalam pekerjaan, akan tetapi mencakup segala aspek
kehidupan individu maupun sosial. Dengan tujuan agar dapat membantu
pribadi yang berkembang (to help people grow) sehingga mencapai keefektifan dalam hidup di rumah, sekolah, dan di masyarakat, serta
menjadi orang yang bersyukur atas nikmat Allah SWT yang dilimpahkan
kepadanya, sehingga ia menjadi orang yang bahagia.24
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone mengemukakan bahwa
guidance berasal dari kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.
24
32
Prayitno dan Erman Amti mengemukakan bahwa bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang dlakukan oleh orang yang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa. Tujuannya adalah orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan
individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Winkel mendefinisikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan
kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih,
menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan
tuntutan lingkungan.25
Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa bimbingan pada
prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu dalam hal
memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri
dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
Adapun istilah konseling yang telah digunakan sebagai bahasa
Indonesia merupakan terjemahan dari istilah aslinya yakni counseling dalam bahasa Inggris. Dalam kamus bahasa Inggris, kata counseling dikaitkan
25
33
dengan kata counsel yang berarti nasehat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel). Dengan demikian kata konseling diartikan sebagai pemberian nasehat, atau pemberian anjuran
untuk melakukan sesuatu atau mengadakan pembicaraan dengan bertukan
pikiran tentang sesuatu.26 Sedangkan secara istilah, konseling diartikan
dengan banyak cara oleh para ahli, sebagaimana berikut.
Rogers mengemukakan, “counseling is a series of direct contacts with
the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude
and behavior.” Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan
individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan
tingkah lakunya.27
Natawijaya mengatakan konseling merupakan satu jenis layanan yang
merupkan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling merupakan hubungan
timbal balik antara dua orang individu (konselor dan klien) di mana yang
satu berusaha membantu yang lain untuk mencapai pengertian tentang
dirinya dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi
pada waktu sekarang maupun yang akan datang.28
Sedangkan menurut ASCA (American School Counselor Association), konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien,
26
Sjahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Surabaya: Revka Petra Media, 2012), hal. 16.
27
Hallen, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 10.
28
34
konselor menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu
kliennya mengatasi masalah-masalahnya.29
Maka, dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa konseling
merupakan hubungan antara konselor profesional dan klien, di mana
konselor membantu klien untuk menangani masalahnya serta membantu
untuk mengembangkan kepribadian menjadi manusia yang seutuhnya.
Setelah menguraikan beberapa definisi bimbingan dan konseling
menurut para ahli, maka penulis menggabungkan kedua kata tersebut yaitu
antara bimbingan dan konseling ditinjau dari segi ilmu sosial atau yang
disebut dengan bimbingan konseling Sosial
Bimbingan konseling sosial diartikan sebagai upaya proses pemberian
bantuan yang diberikan untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang
sejahtera, baik individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi rasa
keselamatan, kesusilaan, keamanan, ketertiban dan ketentraman baik lahir
maupun batin, hal ini akan terwujud melalui berbagai kerjasama dan
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat30.
Bimbingan dan Konseling sosial Meliputi Pengembangan: (1)
Pemahaman tentang keragaman suku dan budaya, (2) Sikap-sikap social
(empati dan lain - lain), (3) Kemampuan berhubungan social secara positif.
Masalah sosial yang sering muncul di masyarakat antara lain: (1)
Kurang menyenangi kritikan orang lain, (2) Kurang memahami etika
29
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 8.
30
35
pergaulan dan pekerjaan, (3) Merasa malu untuk berteman dengan lawan
jenis, (4) Kurang mampu menyesuaikan diri, (5) Penyakit-penyakit sosial
seperti: perampokan, pencurian, tawuran, geng motor, dan lain - lain
Permasalahan individu ditinjau dari tugas-tugas dan aspek-aspek
perkembangan yang meliputi: perkembangan fisik, perkembangan bahasa,
perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan emosi,
perkemabnagn moral dan etika, perkembangan kepribadian, dan
perkembangan agama.31
1. Dimensi – dimensi Kemanusiaan
Bimbingan konseling sosial dikatakan sebagai upaya mewujudkan
kehidupan individu, keluarga dan masyarakat dengan
mempertimbangkan dimensi – dimensi kemanusiaan yang meliputi (a)
dimensi individualitas, (b) dimensi sosialitas, (c) dimensi moralitas dan
(d) dimensi religiusitas.32
a. dimensi individualitas
Secara perorangan manusia memiliki perbedaan baik secara
fisik maupun psikis, berbeda secara fisik misalnya: Badannya
jangkung, rambutnya pirang, hudungnya mancung. Sedangkan
berbeda secara psiskis meliputi: berpikiran lambat, sensitif, dan lain
– lain. Meski banyak terjadi perbedaan juga banyak terjadi
persamaan, misalnya mempunyai hoby, minat yang sama. Dengan
31
Ika Nur Halimah & Faiz Hisyam, BKI Belajar 2014: Tujuan Bimbingan Konseling Sosial (http://m-belajar.blogspot.co.id/2014/04/tujuan-bimbingan-konseling-sosial.html?m=1, diakses 24 Maret 2016)
32
36
melihat perbedaan perbedaan yang ada maka dalam hal ini
bimbingan konseling sosial sangat berperan dalam menyikapi
perbedaan tersebut agar tidak bertentangan satu sama lain guna
mewujudkan tujuan yang sama antar individu sehingga kehidupan
individu satu dengan yang lain menjadi tentram dan saling
memberikan toleransi atas perbedaan yang dimiliki. Perkembangan
dimensi individualitas akan membawa seseorang untuk menjadi
individu yang mampu berdiri tegak dengan kepribadiannya sendiri
dengan “Aku” yang teguh, positif, produktif dan dinamis.
b. dimensi sosialitas
setiap individu tidak akan bisa lepas dengan individu lainnya,
dalam arti manusia tidak akan bisa hidup sendiri, hampir dalam
kegiatan keseharian manusia tidak akan bisa lepas dari peran
manusia lainnya, mulai dari tidur hinga tidur lagi. ketergantungan
ini bisa dikatakan sekaligus sebagai bentuk kebersamaan dalam
suatu keluarga. Pengembangan dimensi individualitas hendaklah
dimbangi dengan dimensi sosialitas pada setiap individu, karena
dengan dimensi kesosialan akan memungkinkan seseorang mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama dan hidup
besama orang lain secara harmonis. Hidup bersama tersebut masing
– masing tumbuh dan berkembang, saling memberikan toleransi,
saling mengisi serta menemukan makna yang sesungguhnya.
37
tersebut akan mampu berinteraksi dan berkomunikasi dalam rangka
mewujudkan tata kehidupan bersama baik dalam kehidupan
keluarga maupun bermasyarakat.
c. dimensi moralitas
kehidupan manusia baik secara individu maupun bersama –
sama tidak serta merta hanya hidup dan bernafas, melainkan
mengikuti aturan aturan, norma – norma tertentu misalkan norma
agama, budaya, adat, politik, dan lain sebagainya. Dalam hidup
bermasyarakat misalnya aturan – aturan tersebut semakin
diperlukan dalam rangka untuk mewujudkan kehidupan yang
bermakna yang lebih sejahtera. Dimensi kesusilaan atau dimensi
moralitas akan memberikan warna moral terhadap perkembangan
dimensi individuaitas dan sosialitas. Aturan atau etika diperlukan
untuk mengatur bagaimana kebersamaan antsr individu seharusnya
dilaksanakan. Dari ketiga dimensi itu, manusia dapat hidup layak
dan dapat mengembangkan ilmu - ilmu eksakta dan teknologi akan
tetapi ini baru berada dikehidupan duniawi dan akan menjadi lebih
menjadi manusia yang seutuhnya dan sempurna apabila dilengkapi
dengan dmensi ke – 4 yaitu dimensi religiusitas atau dimensi
keagmaan.
d. dimensi religiusitas
pada dimensi keagamaan ini manusia berpikir bahwa apa
38
yaitu akhirat, oleh karena itu segala ucapan, tindakan selalu
dikaitkan dengan yang maha pencipta, disanalah bermuaranya jika
keempat dimensi ini dapat dikembangkan secara optimal maka
akan lahirlah manusia – manusia yang ideal atau sering disebut
dengan manusia seutuhnya.
Pengaruh modernisasi dan globalisasi banyak membawa perubahan –
perubahan dalam kehidupan bersama di masyarakat yang juga berdampak
pada runtuhnya nilai – nilai moral, sosial yang akhirnya banyak
menimbulkan keresahan dan kerusuhan dimasyarakat, bimbingan konseling
sosial hadir sebagai upaya untuk menjembatani agar individu – individu
yang ada dalam mesyarakat dapat menghadapi berbagai perubahan
sekaligus tantangan yang harus dihadapi dengan pedoman pada norma
norma yang ada untuk disesuaikan dengan tuntunan dinamika masyarakat.33
Treatment yang sering digunakan dalam Bimbingan Konseling Sosial adalah terapi behavioral, terapi realitas, serta pendekatan konseling
Kelompok. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan Treatment – treatment yang lain, hal ini tergantung peda masalah yag ditangani dan berat ringannya kondisi yang ada pada klien
tersebut.
Untuk masalah sosial yang ada dalam perangkat desa ini adalah adanya
budaya buruk etos kerja perangkat desa, hal ini terindikasi dari beberapa
masalah sosial yang dihadapi yakni (1) Kurang menyenangi kritikan orang
33
39
lain, (2) Kurang memahami etika pergaulan dan pekerjaan. Maka, dalam hal
ini konselor menggunakan treatment pendekatan Konseling Kelompok.
B.Bimbingan Konseling Sosial dengan teknik Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan salah satu teknik yang ada dalam
layanan bimbingan konseling sosial yang dilaksanakan untuk membantu
klien dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari
- hari. Konseling kelompok umumnya ditekankan untuk proses remidial dan
pencapaian fungsi – fungsi secara optimal. Konseling kelompok mengatasi
klien dalam keadaan normal, yaitu tidak sedang mengalami gangguan fungsi
– fungsi kepribadian.34
Forum konseling kelompok ini terdiri oleh 4 – 8 orang yang mengalami
masalah yang sama, dan mereka berkeinginan untuk saling tukar pikiran dan
pengalaman sehubungan dengan cara mengatasi masalah yang dihadapinya,
dan cara mengembangkan potensinya secara optimal guna mencapai
kualitas diri yang baik. Forum ini dapat diselenggarakan tanpa adanya
tenaga profesional.
Didalam forum konseling kelompok kebanyakan keanggotaannya
adalah homogen dari jenis kelamin, jenis masalah, dan gangguan, kelompok
usia dan lain lain. Penentuan homogenitas keanggotaan ini disesuaikan
dengan keperluan dan kemampuan konselor dalam mengelola konseling
kelompok.35
34
Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial, (Surabaya: UINSA Press, 2014) h. 73
35
40
Durasi waktu pelaksanaan konseling kelompok sangat bergantung
kepada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok, secara umum,
konseling kelompok yang bersifat jengka pendek membutuhkan waktu
pertemuan antara 8 – 20 pertemuan, dengan frekuensi pertemuan antara
sampai tiga kali dalam seminggunya, dan durasinya antara 60 – 90 menit
pada setiap pertemuan.36
Adapun tahapan dalam proses Konseling kelompok dalam layanan
Bimbingan konseling Sosial berbasis Konsep Building Learning Power
adalah:
1. Pra Konseling
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan,
dimana para peserta diharapkan dapat lebih terbuka menyampaikan
harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini
hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai
orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai
tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya
perencanaan yang matang. Oleh karena itu keberhasilan kelompok yang
dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan pelaksanaan konseling
kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap
36
41
perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang
berbeda namun pada dasarnya mempunyai isi yang sama.37
Tahap ini merupakan persiapan pelaksanaan konseling kelompok,
yang perlu dilakukan adalah seleksi anggota dan menawarkan program
pada calon peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada
calom peserta. Dalam konseling kelompok yang dipandang penting
sebagai anggota dalam konseling kelompok itu diseleksi terlebih
dahulu. Ketentuan yang mendasari penyelenggaraan konseling ini
adalah:
a. Adanya minat bersama
b. Suka rela atas inisiatifnya sendiri
c. Adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam proses kelompok
d. Mampu berpartisipasi di dalam proses kelompok.
2. Tahap Permulaan
Yaitu tahapan orientasi dan eksplorasi, pada tahap ini mulai
menentukan stuktur kelompok, mengeksplor harapan anggota, anggota
mulai belajar fungsi