Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Progam Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh:
Roudlotul Immaroh
NIM: A02213085
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Sejarah Perkembangan Kesenian Tanjidor di Desa
Lembor Brondong Lamongan ini memfokuskan pembahasannya pada hal-hal sebagai
berikut: 1. Bagaimana keberadaan Desa Lembor Brondong Lamongan?, 2. Bagaimana
kesenian tanjidor di Desa Lembor Brondong lamongan?, 3. Bagaimana Sejarah
perkembangan kesenian tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan?.
Penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan etnohistori yang
bertujuan untuk mendeskripsikan secara kronologis mengenai sejarah perkembangan
kesenian tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan. Adapun metode yang
digunakan pada penelitian ini ialah metode penelitian etnografi dan metode
etnohistori. Kedua metode ini digunakan untuk meninjau kejadian di masa sekarang
dan kejadian di masa lampau terkait dengan kesenian tanjidor, sehingga dapat
diketahui secara pasti bagaimana sejarah perkembangan kesenian tersebut.
ABSTRACT
The undergratuated thesis entitled History Development of Tanjidor Art in
Lembor Village Brondong Lamongan, focuses discussion on the following matters are:
1. What is the existence of Lembor Village Brondong Lamongan ?, 2. What is
tanjidor art in Lembor Village Brondong lamongan ?, 3. What is History of artistic
development Tanjidor in Lembor Village Brondong Lamongan ?.
This research was arranged using an ethnographical approach that goals to
describe about the development history of tanjidor art in Lembor Village Brondong
Lamongan. The method used in this research is the method of ethnographic research
and etnohistori method. Both methods are used to review current events and past
events related to tanjidor art. So it can be known exactly how the history of the
development of art.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 12
C.
Tujuan Penelitian ... 12
D.
Kegunaan Penelitian ... 13
E.
Pendekatan dan Kerangka Teori ... 14
F.
Penelitian Terdahulu ... 17
G.
Metode Penelitian ... 19
H.
Sistematika Bahasan ... 27
BAB II KEBERADAAN DESA LEMBOR BRONDONG LAMONGAN
A.
Sejarah Berdirinya Desa Lembor Brondong Lamongan ... 30
C.
Kondisi
Sosial-Budaya
Masyarakat
Desa
Lembor
Brondong
Lamongan ... 41
BAB III KESENIAN
TANJIDOR
DI
DESA
LEMBOR
BRONDONG
LAMONGAN
A.
Asal-Usul Kesenian Tanjidor di Indonesia ... 50
B.
Latar Belakang Berdirinya Kesenian Tanjidor di Desa Lembor Brondong
Lamongan ... 59
C.
Alat Musik dan Prosesi Pertunjukan Kesenian Tanjidor di Desa Lembor
Brondong Lamongan ... 64
BAB IV SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN TANJIDOR DI DESA
LEMBOR BRONDONG LAMONGAN MULAI TAHUN 1952-2017
A.
Kesenian Tanjidor Periode I Tahun 1952-1975 ... 79
B.
Kesenian Tanjidor Periode II Tahun 1985-1995 ... 84
C.
Kesenian Tanjidor Periode III Tahun 1995-2007 ... 89
D.
Kesenian Tanjidor Periode IV Tahun 2007-2017 ... 94
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ... 97
B.
Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia sering disebut sebagai negara yang
gemah ripah loh jinawi
atau dalam bahasa Indonesianya adalah kekayaan alam yang melimpah ruah.
1Dilihat dari aspek geografisnya, negara Indonesia terbentang dari Sabang
sampai Merauke, dan tidak sedikit pula pulau yang ada di dalamnya. Mulai
dari beberapa pulau besar seperti Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga
Irian Jaya. Tidak hanya itu saja, ribuan pulau kecil juga mengiringi alam
Indonesia.
2Maka tidak heran bila kekayaan alam yang dimiliki Indonesia
sangatlah besar dan banyak ragamnya, baik itu kekayaan alam hayati maupun
non hayati. Terbukti dengan banyaknya potensi yang dihasilkan oleh alam
Indonesia,
mulai
dari
pertanian,
perkebunan,
peternakan,
hingga
pertambangan.
Selain kekayaan alam yang dimiliki oleh negara ini, ternyata Indonesia
juga mempunyai beraneka ragam etnik, suku, ras, agama, hingga seni dan
budaya. Keberagaman budaya dan seni yang dimiliki oleh negara ini,
menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang unik dan menarik.
Kebudayaan dan kesenian yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah
merupakan kebudayaan dan kesenian yang memang lahir di Indonesia atau
1Hamidistc, “Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo”
, dalam
https://hamidistc.wordpress.com/2013/01/25/gemah-ripah-loh-jinawi-toto-tentrem-kerto-raharjo/ (16 Februari 2017)
2
hasil akulturasi dari luar yang dibawa oleh para terdahulu. Bangsa Indonesia
memiliki ciri dan corak tersendiri terkait dengan kebudayaan dan kesenian.
Dimana pada setiap kebudayaan dan kesenian satu, berbeda dengan yang
lainnya.
Kesenian merupakan unsur dari kebudayaan yang
universal dan
dipandang dapat meningkatkan atau menonjolkan sifat dan mutu.
3Kesenian
berasal dari kata seni yang bermakna karya, cipta, rasa, dan karsa manusia
untuk memberi rasa nikmat atau keindahan.
4Menurut bahasa Indonesia, seni
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pemujaan, permintaan atau
pencarian dengan hormat dan jujur. Seni yang berasal dari kata art (Latin) dan
art (Inggris) bermakna kemahiran. Pendapat lain juga menyatakan bahwa kata
seni berasal dari bahasa Belanda yaitu
Genie, dalam bahasa Latinnya adalah
Genius
atau jenius berati kemampuan luar biasa yang dimiliki atau dibawa
seseorang sejak lahir.
5Menurut Ki Hajar Dewantara, seni merupakan curahan
pengalaman dan perasaan batin manusia yang diungkapkan melalui media seni
dan memiliki unsur keindahan sehingga dapat menggerakkan jiwa dan
perasaan manusia.
6Antara seni dan kesenian memiliki persamaan dan
keterkaitan tersendiri, seni adalah bagian dari kesenian, seni berada dalam
lingkup yang kecil dan kesenian itu sendiri berada dalam lingkup yang besar.
Seni mengungkapkan bermacam-macam parasaan, imajinasi, khayalan,
gambaran, naluri pikiran manusia yang semuanya berpusat pada nilai estetis di
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 202.
4
Joko Triprasetya, el al. Ilmu Budaya Dasar MKDM, cet 1 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), 93.
5
Diah Lathifah, Harry Sulastiana, Pendidikan Seni 1, cet 1 (Bandung: PT. Ganesa Exact, 1994), 8.
6Putrasena, “Seni dan Kesenian”, dalam http://blog.isi
dalamnya. Seni lahir atas dorongan nilai keindahan yang tercurahkan terhadap
apa saja yang ada. Maka dari itu, seni mengungkapkan keluhuran dan
keindahan manusia, kelucuan, keanehan, kegembiraan, dan kekejaman.
Kesenian adalah dunia ide dan rasa yang berselimut estetika yang
manifestasinya disebut karya seni. Sedangkan mengenai bentuk dan isinya
tergantung pada jenis seninya, apakah seni tari, seni musik, seni teater, seni
rupa, seni sastra dan lain sebagainya. Seni tidak sama, tapi tidak seluruhnya
berbeda dengan sains dan teknologi, maka cipta dalam seni mengandung
pengertian keterpaduan antara kreativitas, penemuan dan motivasi yang sangat
dipengaruhi oleh rasa (emotion, feeling).
7Selain itu seni merupakan bagian
hidup dari manusia, seni juga manifestasi dan refleksi daripada kehidupan
manusia itu sendiri.
Seni dalam Islam pun juga dianggap dapat meningkatkan derajat dan
kemulyaan manusia, bukan seni yang dapat menjerumuskan manusia dalam
kehinaan. Sebab Islam sendiri sebenarnya adalah agama yang realistis. Islam
memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia, baik itu yang bersifat jasmani,
rohani, akal dan perasaannya, yang semuanya itu sesuai dengan kebutuhan
manusia dalam batasan-batasan yang seimbang. Jika olah raga adalah
kebutuhan jasmani, beribadah sebagai kebutuhan rohani, ilmu pengetahuan
sebagai kebutuhan akal, maka seni merupakan kebutuhan rasa (intuisi). Oleh
karena itu, umat Islam juga tidak berbeda dengan umat lainnya yang hidup
dengan karunia akal budi dan perasaan. Sebab dengan kedua hal tersebut
setiap manusia mampu berfikir dan mersakan segala hal yang tertangkap oleh
7
panca indera, seta berkreasi dalam berbagai bentuk ciptaan dan penemuan,
baik yang non seni maupun yang bersifat seni. Dengan kata lain umat Islam
juga mempunyai hak dan posisi yang sama dengan umat lainnya dalam hal
seni dan berkesenian.
Hal ini sesuai dengan konsep ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an
surat An-Nahl ayat 78 yang memerintahkan manusia untuk
memanfaatkan faktor estetika yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya.
Bahkan Allah SWT sendiri mengakui bagaimana peran sebuah hasil karya seni
seperti syair puisi dapat menjadikan sang penyairnya menjadi penghuni neraka
ataupun penghuni surga. Demikian pentingnya kedudukan seni serta seniman
itu sendiri dalam merubah dan menciptakan sebuah kebudayaan, hingga Allah
SWT mencantumkan nama salah satu surat dalam Al-
Qur’an dengan jenis
profesi kesenimanan, yaitu Al-Quran Surat As-
Syu’Ara yang artinya adalah
Para Penyair.
8Selain itu masih ada lagi faktor yang menjadikan kedudukan kesenian
semakin penting bagi kehidupan manusia, khususnya umat Islam. Seperti
halnya seni sebagai media dakwah atau proses penyampaian suatu pesan religi,
seni sebagai proses untuk memenuhi panggilan kepada yang lebih
menghidupkan manusia, seni sebagai media untuk mensyukuri nikmat dan
kebesaran Allah baik yang terdapat di alam semesta maupun yang terdapat
pada kreasi manusianya, dan juga seni sebagai kegiatan penyeimbangan antara
badan dan jiwa manusia yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan.
9Maka
8Lintas Gayo, “(Resensi Buku) Dalil
-Dalil Seni-Budaya Dalam Islam”, dalam
http://lintasgayo.co/2014/05/18/resensi-buku-dalil-dalil-seni-budaya-dalam-islam (4 Maret 2017)
9
dari sinilah dapat disimpulkan bahwa berkreasi seni adalah merupakan
jawaban positif terhadap panggilan yang lebih menghidupkan.
Seni memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia di
berbagai aspeknya. Seperti halnya:
1.
Seni dapat dipandang sebagai pesan religi atau keagamaan. Contohnya :
kaligrafi, busana muslim/muslimah, peralatan keagamaan dan lagu-lagu
kerohanian. Seni juga sering digunakan untuk sebuah upacara keagamaan,
kelahiran, kematian, pernikahan dan lain sebagainya, contohnya :
pertunjukan wayang dalam upacara keagamaan atau pernikahan.
2.
Seni sebagai media pendidikan dan pengajaran. Dapat dilihat dalam
pendidikan kesenian atau pendidikan musik, misalkan Ansambel atau
Angklung dan gamelan. Selain itu seni juga kerap digunakan dalam proses
pembelajaran misalnya pada perlatan dan perlengkapan sekolah anak,
buku bergambar dan lain sebagainya.
3.
Seni dan kesenian juga menjadi media pemersatu yang bernilai sosial dan
kerjasama. Misalnya saja dalam pagelaran musik atau teater yang
didalamnya terdapat sistem kerjasama, interaksi dan hal-hal yang bersifat
sosial lainnya. Baik itu bagi si pelaku maupun para pendukung kegiatan
tersebut.
5.
Seni sebagai sarana melepas kejenuhan atau mengurangi kesedihan.
Seperti melihat pertunjukan atau turut terjun dalam suatu pertunjukan
untuk berekspresi ataupun menghibur seseorang.
6.
Seni sebagai media ekspresi seniman dalam menyajikan karyanya baik
untuk hal yang komersial maupun tidak, seperti : musik kontemporer, tari
kontemporer, dan seni rupa kontemporer. Selain itu seni bagi para seniman
juga sebagai pertunjukan yang tidak bisa dinikmati pendengar/pengunjung
lain, karena hanya bisa dinikmati oleh para seniman dan komunitasnya
saja. Kebanyakan para seniman menciptakan sebuah karya seni tanpa
memperhitungkan kegunaannya, sebab bagi mereka seni hanya digunakan
sebagai media ekspresi diri.
107.
Seni sebagai media perniagaan. Sebab dalam proses penciptaannya
seorang seniman memang memberikan pengecualian terhadapnya, selain
sebagai media ekspresi juga memasukan pertimbangan dalam aspek
kegunaannya, seperti : perlengkapan/peralatan rumah tangga dan lain-lain.
8.
Seni untuk kesehatan, seperti pengobatan menggunakan metode yang
dinamakan sound healing atau al-
„ilāj bi al
-
ṣ
awt atau terapi suara.
Umumnya pengobatan ini sering menggunakan suara sebagai media
terapinya, berbagai macam suara digunakan baik itu berupa nyanyian,
instrumen musik ataupun suara dari para pasien itu sendiri. Alfred Tomatis,
seorang dokter perancis mengemukakan bahwa indera pendengaran adalah
indera yang paling penting diantara indera manusia lainnya. Sebab saraf
pendengaran dapat berkomunikasi dengan semua otot dalam tubuh
10
sehingga memunculkan keseimbangan tubuh, fleksibilitas dan kemampuan
penglihatan. Selain itu Fabien Maman, seorang peneliti sekaigus musisi
menyatakan bahwa setiap not skala musik dapat mempengaruhi medan
elektromagnetik sel dalam tubuh. Hal ini terbukti ketika ia melakukan
suatu penelitian dengan meletakkan sel-sel darah dari tubuh seseorang dan
menghadapkannya pada berbagai macam suara.
11Berbicara tentang kesenian, tentu tidak akan lepas dari sejarah dan
perkembangannya. Di Indonesia seni ditata dalam tiga lingkungan yang
tumpang tindih dan diatur dalam zaman-zaman sejarah Indonesia secara
kronologis.
Lingkungan pertama sering disebut „Warisan’, meliputi ciptaan
-ciptaan seni dari Masa Prasejarah Indonesia dan sejarah kuno yang
dilestarikan. Seperi batu, baik bergambar maupun berbentuk (patung, lukisan
pada dinding kuburan maupun benda-benda prasejarah, peralatan rumah
tangga dan pemujaan), logam, perunggu (pedang, gendang), kayu (patung dan
peralatan rumah tangga) dan seringkali tanah liat atau bahan-bahan yang tahan
lama.
Lingkungan kedua disebut dengan „Tradisi
-
Tradisi Yang Hidup’,
meliputi seni rupa, seni tari, pertunjukan (wayang kulit, drama klasik, teater
boneka kayu, serta wayang topeng), dan lain sebagainya. Umumnya, tradisi
yang hidup ini berasal dari wilayah-wilayah Indonesia yang bukan Islam
(seperti Jawa dan Bali), yang konsepsi-konsepsi bentuk dan isinya diabadikan,
walaupun kerap diterapkan pada medium yang baru. Lingkungan ketiga
meliputi „Seni Modern’ yang kontemporer, yaitu sebuah fenomena urban yang
telah berkembang terutama di Jawa. Manifestasinya berpisah tetapi hadir
11
bersama dengan bentuk-bentuk tradisi yang vital seperti halnya pada seni lukis,
patung, kesusastraan modern, panggung dan layar, serta tari.
12Sejarah perkembangan kesenian di Indonesia, dibagi menjadi lima
periode menurut Claire Holt. Pertama ialah masa Prasejarah, dilanjut dengan
masa Hindu-Budha (awal abad ke 1-16), Islam (abad ke 7-8), Kolonial (abad
ke 16 sampai dengan 1945), kemudian masa Kemerdekaan.
13Ada pula yang
menyatakan bahwa perkembangan seni di Indonesia terbagi menjadi beberapa
periode, diantaranya adalah zaman prasejarah atau primitif, zaman klasik,
zaman tradisional, zaman modern, dan zaman kontemporer. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa seni yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia merupakan perpaduan antara seni asli Indonesia dengan seni yang
dibawa oleh para pendatang terdahulu. Begitu juga yang terjadi dengan seni
Islam di Indonesia, yang awalnya dibawa oleh para pedagang islam terdahulu
yang datang ke Indonesia dan lambat laun mulai berkembang serta memiliki
tempat tersendiri bagi masyarakat Indonesia.
Dalam perkembanganya, kesenian Islam yang ada di Indonesia juga
mengalami proses penyesuaian atau pencampuran dengan kesenian setempat
yang sudah ada jauh sebelum kedatangan Islam. Umumnya, kesenian Islam
Indonesia di bawa oleh para pedagang Islam yang datang ke Indonesia sejak
abad ke 7-8 M.
14Para pedagang tersebut berasal dari Arab, Gujarat dan India,
yang kemudian membangun permukiman di sepanjang pantai Timur Sumatera
12
Claire Holt, Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia, terj Art in Indonesia; Continuities and Change (Bandung: Arti.line untuk MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia), 2000), XXIX-XXX.
13
Ibid.
14Espada, “Perkembangan Seni Budaya Islam di Indonesia”, dalam
dan Aceh. Selanjutnya berkembang dan menyebar secara bertahap melalui
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Dan dengan hadirnya kesenian Islam di
Indonesia, menambah keragaman budaya dan seni yang dimiliki negara ini.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kesenian
memiliki fase atau masa yang berbeda. Namun, dari fase atau masa yang
berbeda itulah menjadikan kesenian terus berkembang seiring dengan
perubahan dan perkembangan zaman. Inilah yang menjadi salah satu faktor
kenapa
dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengangkat judul „Sejarah
Perkembangan Kesenian Tanji
dor di Desa Lembor Brondong Lamongan’
.
Karena selain sebagai media untuk mengungkapkan berbagai hal yang terkait
dengan kesenian tanjidor tersebut. Penulis juga berusaha untuk memahami
suatu kesenian dengan meninjau dari sisi sejarahnya.
ensiklopedi, tanjidor sendiri berarti kelompok pemusik yang memainkan
alat-alat musik berdawai.
15Berbeda dengan pengertian tanjidor pada umumnya, kesenian tanjidor
di desa Lembor Brondong Lamongan lebih cenderung pada permainan musik
tabuh yang alat musik utamanya sejenis bedug namun lebih kecil atau sering
dikenal dengan alat musik jedor. Di desa Lembor jedor merupakan sebutan
dari alat musik sejenis gendang atau bedug yang biasanya dimainkan dengan
cara dipukul atau ditabuh dengan menggunakan alat tabuh sejenis kayu. Kata
Jedor ini, muncul sebagai wujud dari bunyi alat musik yang berbentuk
menyerupai gendang atau bedug tersebut yang ketika dipukul berbunyi
jedor-jedor
16atau mirip seperti bunyi bedug. Hal ini juga yang membuat beberapa
kesenian dengan alat musik utamanya jedor disebut dengan kesenian tanjidor.
Seperti halnya pada kesenian jedor didesa Lembor yang dijuluki dengan „Seni
Tradisional Tanjidor Desa Lembor Brondong Lamongan’.
Keberadaan kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong Lamongan ini
sudah terbilang cukup lama, mulai dari tahun 1952 kesenian ini muncul dan
terus berkembang hingga saat ini. Penggagas kesenian ini ialah
bapak Mu’in
,
Kaslan, Mutasam, Soen’an, dan Ma’
sum, dan diantara kelima penggagas di
atas bapak Mu’in yang pada saat itu
menjabat sebagai seorang carik sangat
berperan penting dalam proses tumbuh kembangnya kesenian tersebut. Sebab
selain sebagai salah satu pelopor kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong
15
Beawiharta, Thomas B. Ataladjar, “Tanjidor”, dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 16 (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1991), 82.
16Kasti’an,
Lamongan, Carik Mu’in juga
merupakan pembuat alat musik jedor untuk
pertama kalinya.
Kesenian tanjidor mulai hadir di Desa Lembor Brondong Lamongan
berawal dari rasa keingintahuan sebagian masyarakat desa tentang kesenian
pencak silat yang pada pertunjukannya sering ditampilkan bebarengan dengan
kesenian tanjidor. Di samping itu tidak adanya kesenian yang dimiliki oleh
desa Lembor saat itu, membuat
Carik Mu’in mengajak warga desa untuk
belajar dan berguru tentang kesenian tersebut di daerah Ujung Pangkah Gresik.
Pada saat itu Ujung Pangkah merupakan daerah yang terkenal dengan
kesenian jedor serta kepiawaiannya dalam memainkan kesenian ini.
17Meski
belajar dari daerah tersebut, tetap saja hal itu tidak membuat kesenian tanjidor
yang ada di desa Lembor menjadi sama persis dengan kesenian tanjidor yang
ada di Ujung Pangkah Gresik. Terbukti dengan adanya penambahan tokoh
Weden
atau Gendruwon
18yang disajikan pada saat pertujukan kesenian
tanjidor saja (perayaan Agustusan).
19Sama halnya dengan kesenian tanjidor di desa-desa lain, tanjidor di
desa ini juga menggunakan beberapa alat musik pendukung lainnya seperti
gendang, rebana, kadang juga dikolaborasikan dengan gong dan gamelan.
Biasanya kesenian ini kerap ditampilkan saat perayaan Agustusan, nikahan,
khitanan dan perayaan-perayaan lainnya. Para pemain kesenian ini akan
memainkan berbagai pertunjukan yang disesuaikan dengan kondisi acaranya.
17
Kaslan, Wawancara, Lembor, 28 Februari 2017.
18
Weden atau Gendruwon : sebutan untuk seorang tokoh yang ada pada kesenian jedor yang berasal dari kata Wedi (bahasa Indonesia : takut) atau Genderuwo : makhluk ghoib yang biasanya menakut-nakuti manusia dan berwujud buruk rupa (dalam cerita rakyat). Suraji, Wawancara, Lembor, 26 Januari 2017.
19
Semisal saja pada acara nikahan atau khitanan, umumnya kesenian tanjidor
akan diundang guna memeriahkan acara tersebut dengan membawakan iringan
musik beserta sholawat dan tembang Jawa yang berisi petuah ataupun
pengetahuan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat ditarik beberapa rumusan
masalah agar penelitian ini lebih mengarah dan akurat, adapun beberapa
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana keberadaan desa Lembor Brondong Lamongan?
2.
Bagaimana kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong Lamongan?
3.
Bagaimana sejarah perkembangan kesenian tanjidor di desa Lembor
Brondong Lamongan?
C.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tentunya peneliti mempunyai maksud dan tujuan
yang diharapkan, adapun tujuan penelian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui keberadaan desa Lembor Brondong Lamongan.
2.
Untuk mengetahui kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong Lamongan.
3.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan kesenian tanjidor di desa
D.
Kegunaan Penelitian
Dari setiap hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat
memberikan manfaat dan kegunaan yang baik di masa mendatang. Baik itu
bagi objek yang diteliti, ataupun pelaku penelitian khususnya, maupun juga
bagi seluruh kompenen yang bersangkutan. Adapun manfaat dan kegunaan
yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Sisi keilmuan akademik
a.
Diharapkan agar hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
intelektual muda dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya
tentang sejarah kesenian Islam dalam bentuk yang lebih baik lagi.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi perbandingan bagi
pihak yang ingin mengkaji atau meneliti serta mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya tentang sejarah kesenian.
c.
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memperkuat teori yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan khususnya dibidang sejarah
kesenian.
d.
Diharapkan pula dapat menjadi sumber pengetahuan di bidang sejarah
kesenian.
e.
Serta, sebagai bahan dokumen untuk penelitian lebih lanjut, dan untuk
menambah literatur bahan pustaka khususnya di perpustakaan UIN
Sunan Ampel Surabaya. Tidak lupa juga sebagai kelengkapan dalam
persyaratan untuk memperoleh gelar S-1 di Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.
a.
Diharapkan agar penelitian ini dapat disumbangkan sebagai sarana
untuk memajukan dan membangun Indonesia semakin baik di
kedepannya, khususnya di bidang kesenian.
b.
Dapat menjadi masukan bagi masyarakat yang mencintai kesenian,
khususnya kesenian Islam Indonesia.
E.
Pendekatan dan Kerangka Teori
Dalam suatu penelitian sejarah, pendekatan merupakan tahapan yang
harus dilakukan atau di masukkan dalam penelitian. Sebab dengan
menggunakan pendekatan, penelitian sejarah dapat menjelaskan berbagai hal
dari berbagai segi. Baik dari segi mana suatu kajian sejarah akan dilakukan,
ataupun dari segi yang lainnya. Deskripsi dan rekonstruksi yang diperoleh
akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang digunakan. Oleh karena
itu ilmu sejarah banyak menggunakan berbagai bidang dalam disiplin ilmu
untuk menunjang studi dan penelitiannya. Dalam ilmu sejarah hal ini sudah
diperkenalkan sejak awal dan disebut sebagai ilmu bantu sejarah.
20Begitu juga dengan kerangka teori yang sangat dibutuhkan dalam
penelitian sejarah. Sebab dalam penelitian sejarah tidak bisa lepas dari
penggunaan suatu teori sebagai kerangka berfikir dan analisis guna membedah
fenomena di dalamnya. Hal ini bertujuan supaya kerangka teori dapat menjadi
panduan atau rambu agar pemikiran yang dicurahkan dalam suatu penelitian
sejarah memiliki tujuan yang jelas dan terarah, serta tidak menyimpang dan
melebar ke dalam ranah yang tidak jelas. Teori adalah kreasi intelektual, yang
20Bina Syifa, “Pendekatan Metode Penelitian Sejarah”, dalam
menjelaskan beberapa fakta yang telah diteliti dan diambil prinsip umumnya.
Menurut Poerwadarminta, teori adalah asas-asas dan hukum-hukum umum
yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan.
21Dalam penulisan skripsi yang berjudul „Sejarah Perkembangan
Kesenian Tanji
dor di Desa Lembor Brondong Lamongan’
ini, penulis
menggunakan
pendekatan
etnohistori
sebagai
alat
bantu
dalam
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kesenian tersebut. Pendekatan etnohistori berawal dari ide yang
mengintegrasikan antara pendekatan etnografi (dalam antropologi) dan
pendekatan historiografi (dalam ilmu sejarah). Dimana dalam penggabungan
dua pendekatan tersebut menghsilkan satu pendekatan baru yang disebut
dengan pendekatan etnohistori.
22Pendekatan ini biasanya digunakan untuk
meninjau sejarah peradaban manusia dari segi yang berbeda.
Perbedaan pendekatan etnohistori dengan pendekatan lainnya jelas
terlihat pada penyajian hasil penelitiannya. Pada penelitian yang menggunakan
pendekatan etnohistori lebih bersifat mengumpulkan sekaligus menciptakan
data melalui pembacaan terhadap beberapa sumber yang berkaitan langsung
dengan objek yang diteliti. Sumber-sumber tersebut bisa berupa cerita rakyat,
tradisi lokal, sejarah lisan, musik, karya sastra, bahasa, material arkeologi,
dokumen atau arsip, biografi, buku harian, hasil wawancara, serta
sumber-sumber lain yang dapat membantu. Dengan menggunakan beberapa sumber-sumber
diatas sebagai media pengumpulan data, diharapkan agar para sejarawan dan
21
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 1054.
22Ahmad Nashih Luthfi, et al., “Etnohistori”, dalam
antropolog dapat menafsirkan dengan jelas dan pasti, tanpa ada unsur
kepemihakan terkait dengan hasil penelitiannya.
23Pada penelitian sejarah yang menggunakan pendekatan etnohistori juga
menawarkan jenis-jenis teori sejarah yang berbeda dari biasanya. Sebab pada
penelitian yang menggunakan pendekatan ini, percaya bahwa peristiwa sejarah
ditentukan oleh budaya, dan perubahan budaya juga ditentukan oleh sejarah.
Artinya keduanya saling berkaitan antara satu sama lainnya, yang pada
akhirnya membentuk sebuah proses transformasi.
24Kemudian penerapan pendekatan etnohistori dalam penelian ini ialah
bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan secara kronologis
mengenai sejarah perkembangan kesenian tanjidor di Desa Lembor Brondong
Lamongan. Mulai dari latar belakang berdirinya, faktor-faktor yang
mempengaruhi proses berdirinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan sejarah
kesenian tersebut, hingga perkembangannya sampai saat ini.
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
continuity and change. Menurut Nur Syam, teori continuity and change adalah
teori yang mencoba melihat fenomena gerakan yang terjadi sebagai sebuah
kesinambungan dan perubahan terutama dalam sejarah Islam.
25Dalam praktek
penelitian mengenai sejarah perkembangan kesenian tanjidor di Desa Lembor
Brondong Lamongan, teori kesinambungan dan perubahan yang digunakan
dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir untuk memahami suatu kejadian
yang mempengaruhi perkembangan kesenian tersebut. Selain itu, teori ini juga
23
Ibid.
24
Ibid.
25
diharapkan mampu mengarahkan pembahasan yang ada pada penelitian ini.
Karena dalam penelitian ini penulis berusaha mengungkapkan kejadian yang
saling berkaitan antara masyarakat dengan kesenian tanjidor di desa Lembor
Brondong Lamongan. Kemudian dari keterkaitan itulah yang akan menjadikan
suatu perubahan bagi kesenian tersebut ataupun bagi masayarakat setempat.
Salah satu contoh bukti adanya kesinambungan dan perubahan yang
terjadi antara masyarakat Desa Lembor dengan kesenian tanjidor di Desa
Lembor ialah adanya perubahan ataupun penambahan pada prosesi
pertunjukan kesenian tanjidor, baik berupa alat musik, ataupun proses
penyajian dalam pertunjukannya. Hal ini disebabkan karena terjadinya
hubungan antara manusia yang sebagai pelaku kesenian dengan kesenian
tanjidor itu sendiri. Kemudian bagi kehidupan masyarakatnya sendiri ialah,
berubahnya perilaku hidup ataupun prilaku sosial baik personal maupun
kelompok menjadi pribadi yang memiliki jiwa sosial tinggi. Namun selain itu
masih ada hal yang tetap sama dalam diri masyarakat Desa Lembor, yaitu
masih tertanamnya rasa cinta terhadap Nabi Muhammad Saw.
F.
Penelitian Terdahulu
Kesenian Tanjidor merupakan suatu kajian yang menarik untuk
dibahas dalam penelitian sejarah Islam, sebab dalam kesenian ini juga
terkandung unsur-unsur Islam yang mendidik. Seperti halnya dengan
penelitian yang
judul “Sejarah Perkembangan Kesenian
Tanjidor di Desa
Lemb
or Brondong Lamongan” yang mencoba untuk menjelaskan dan
sejarah, pengetahuan kesenian maupun pengetahuan Islam. Adapun beberapa
penelitian terdahulu yang terkait dengan kesenian diatas adalah sebagai
berikut:
1.
Kesenian Jaran Jenggo di Desa Solokuro Kabupaten Lamongan. Ditulis
oleh Ismawati, Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2014. Dalam
skripsi ini membahas tentang sejarah dan hal-hal yang terkait dengan
kesenian jaran jenggo.
2.
Sejarah Pertunjukan Wayang Kulit; Studi Tentang Fungsi Seni dalam
Penyebaran Islam di Jawa Timur. Ditulis oleh Abdul Zaim, Sejarah
Peradaban Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel tahun 2011.
Dalam skripsi ini membahas tentang seni pertunjukan wayang kulit terkait
dengan fungsi seni dalam penyebaran Islam di Jawa Timur.
3.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Kesenian Wayang Kulit di Desa
Karangrejo Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Ditulis oleh
Istiqomah, Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2006. Dalam
skripsi tersebut membahas bagaimana sejarah pertumbuhan dan
perkembagan kesenian wayang kulit tersebut.
tentang perkembangan kesenian tari tersebut serta nialai-nilai Islam yang
terkandung dalam seni tari tersebut.
5.
Periodisasi Sejarah Seni di Indonesia yang ditulis oleh Claire Holt dalam
bukunya Melacak Jejak Perkembangan Seni Di Indonesia, terj Art in
Indonesia; Continuities and Change, 2000.
6.
Tanjidor Sebagai Kebudayaan Orang Portugis yang menetap di Indonesia
ditulis oleh Paramita R. Abdurachman Bunga dalam bukunya Angin
Portugis Di Nusantara; Jejak-Jejak Kebudayaan Portugis Di Indonesia,
2008.
G.
Metode Penelitian
Pada penelitian seajarah kualitaif ini, penulis menggunakan metode
etnografi dan etnohistori untuk membantu kelangsungan penelitian. Kedua
metode ini digunakan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
kesenian tanjidor baik di masa lalu maupun dimasa sekarang. Sehingga
penulis dapat dengan mudah menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
Sejarah Perkembangan Kesenian Tanjidor di Desa Lembor Brondong
Lamongan ini. Metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode etnografi yaitu suatu aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis dalam
mengumpulkan sumber-sumber secara efektif, dengan tujuan untuk
memahami makna tindakan dari kejadian yang sedang menimpa suatu
kelompok. Biasanya dalam metode ini menggunakan media observasi dan
wawancara dalam proses pengumpulan data atau sumbernya.
2626
Sedangkan metode kedua ialah metode etnohistori. Etnohistori sendiri
ialah studi mengenai kebudayaan baru yang sudah lewat berdasarkan
cerita-cerita yang ditinggalkan oleh para penjelajah benua, misionaris, serta
pedagang, dengan menganalisis dokumen-dokumen seperti yang berhubungan
dengan arsip dan lain-lain.
27Metode ini merupakan penggabungan antara
metode etnografi (dalam ilmu antropologi) dengan metode historiografi
(dalam ilmu sejarah). Di mana dalam metode etnografi sendiri lebih mengarah
pada penelitian terkait dengan kehidupan suatu masyarakat atau dengan kata
lain penelitian tentang pola kebudayaan manusia. Berbeda dengan metode
histeriografi atau metode histori merupakan metode atau tahapan-tahapan
penelitian yang dilakukan untuk merekonstruksi kejadian atau peristiwa di
masa lampau melalui jejak-jejak yang ditinggalkan, jejak-jejak tersebut sering
disebut dengan sumber sejarah. Dalam penelitian sejarah, metode ini
digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dan objektif
dengan mengumpulkan, menilai, memeriksa dan mensintesiskan bukti sejarah
untuk menetapkan fakta dan mencapai kesimpulan yang dapat dipertahankan
(seringkali dalam hubungan hipotesis tertentu).
Adapun terkait dengan penelitian ini, maka penerapan dari kedua
metode tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Metode etnografi, digunakan untuk meninjau secara langsung kejadian
yang sedang terjadi pada kesenian tanjidor di Desa Lembor Brondong
Lamongan saat ini. Dengan demikian maka penulis dapat mendeskripsikan
bagaimana perkembangan kesenian tersebut dengan mudah. Karena dalam
27
jenis penelitian ini lebih metinik beratkan pada kondisi atau kejadian yang
sedang terjadi di lingkungan masyarakat atau lapangan penelitian. Oleh
sebab itu untuk menyelesaikan dan memperoleh data terkait dengan
penelitian tersebut penulis menggunakan dua tahapan atau langkah yang
biasa digunakan dalam penelitian etnografi. Adapun kedua langkah
tersebut ialah:
a.
Observasi atau pengamatan, merupakan proses pencarian data atau
sumber yang diperoleh melalui pengamatan inderawi. Dalam hal ini
proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat semua
gejala-gejala, fenomena atau kejadian pada objek penelitian secara
langsung dilapangan.
28Dalam prakteknya, penulis melakukan
observasi atau pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui
kejadian, fenomena atau gejala yang ada sehingga dapat
mempengaruhi perkembangan kesenian tanjidor di desa Lembor
Brondong Lamongan.
b.
Wawancara, merupakan proses pencarian sumber atau data yang
diperoleh dari pitutur lisan, tanya jawab atau interview kepada
responden secara langsung atau tatap muka.
29Terkait dengan hal ini,
biasanya para peneliti kerap melakukan stenografi, rekaman audio,
rekaman video, atau catatan tertulis sebagai media pengumpulan data.
Dalam prakteknya penulis melakukan wawancara terhadap pelaku
kesenian, baik salah satu tokoh penggagas kesenian tanjidor sendiri
28
Rendy Wirajuniarta, “Metode Etnografi”, dalam
http://rendywirajuniarta.blogspot.co.id/2010/06/metode-etnografi_15.html (12 April 2017)
29
atau para pemain kesenian saat ini. Selain itu penulis juga melakukan
wawancara terhadap masyarakat setempat sebagai salah satu media
untuk menguatkan data terkait dengan sejarah perkembangan kesenian
tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan.
2.
Metode etnohistori, digunakan untuk meninjau kejadian atau kondisi
kesenian tanjidor di masa lampau guna mengungkapkan sejarah kesenian
tanjidor di desa Lembor Brondong Lamongan melalui jejak-jejak
peninggalan dan sumber-sumber sejarah yang bersangkutan. Pada jenis
penelitian ini sumber-sumber yang biasanya digunakan seperti sumber
benda, sumber lisan dan sumber tulisan. Adapun langkah-langkah untuk
memperoleh sumber-sumber tersebut penulis menggunakan tahapan atau
langkah-langkah yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah,
30seperti:
a.
Heuristik (pengumpulan data atau sumber)
Suatu proses yang dilakukan oleh para peneliti untuk
mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Karena
dalam penelitian sejarah, sumber merupakan hal yang paling utama
yang akan menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa
dipahami oleh orang lain.
31Dalam pencarian sumber dan pengumpulan
data, penulis memperoleh sumber primer dan skunder melalui
berberapa proses atau cara, seperti melakukan studi kepustakaan,
dokumenter, dan dokumentasi.
30
Hasan Utsman, Metode Penelitian Sejarah, terj Minhaj Al-Bahtsi Al-Tarikhi (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana PTA/IAIN, 1986), 16.
31
1)
Studi Kepustakaan merupakan suatu proses pencariaan data atau
sumber yang diperoleh dari dokumen atau hasil penelitian
terdahulu dan berbagai buku-buku atau karya tulis ilmiah yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
32Dalam
prakteknya penulis melakukan pencarian data atau sumber dari
beberapa buku atau karya tulis yang terkait dengan kesenian
tanjidor.
2)
Dokumenter adalah proses pencarian sumber yang didapat dari
hasil laporan tertulis suatu peristiwa yang isinya terdiri dari
berbagai penjelasan dan pemikiran mengenai peristiwa tersebut
yang sengaja ditulis sebagai data atau bukti tertulis. Dokumen
dalam arti umum juga menunjukkan semua manuskrip yang
mengandung data sejarah tidak terbatas pada tulisan di atas kertas
saja, tetapi juga berupa tulisan-tulisan resmi atau semi resmi seperti
beberapa keputusan; perjanjian; persetujuan; korespondensi politik;
tulisan-tulisan yang menyinggung masalah ekonomi, adat
kebiasaan norma-norma dan tradisi rakyat; arsip dan lain
sebagainya.
33Dalam prakteknya penulis menggunakan surat
keputusan dari pemerintah setempat, yang menyatakan bahwa seni
tradisional tanjidor desa Lembor Brondong Lamongan telah diakui
oleh pemerintah kota setempat sebagai kesenian milik desa Lembor.
32
James Danandjaja, Antropologi Psikologi; Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya, cet 2. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1994), 102.
33
Bahkan sudah dibentuk sistem kepengurusan kesenian tanjidor di
desa Lembor Brondong Lamongan.
3)
Dokumentasi adalah proses pencarian sumber yang didapat dari
pengumpulan informasi dalam bidang pengetahuan yang terkait
dengan pembahasan dalam suatu penelitian. Dalam hal ini, sumber
atau data dapat dikumpulkan dalam bentuk foto atau gambar,
kutipan koran atau bahan referensi yang lain. Di sini penulis
menggunakan media gambar atau foto saat prosesi pertunjukan
kesenian tanjidor desa Lembor Brondong Lamongan untuk
membantu medeskripsikan bagaimana prosesi pertunjukan tersebut
berlangsung.
Kemudian di antara sumber atau data yang didapat dari
penilitian di atas adalah sebagai berikut:
a)
Sumber Primer adalah sumber yang berkaitan langsung dengan
peristiwa yang akan diteliti dan waktu pembuatannyapun tidak jauh
dari waktu peristiwa itu terjadi.
34Ada juga yang menyatakan
bahwa sumber primer adalah sumber yang diperoleh dari seorang
saksi yang melihat dengan mata kepalanya sendiri atau saksi
dengan bantuan panca indera lain seperti alat mekanis yang hadir
pada peristiwa yang sedang diceritakannya.
35Dalam penelitian ini
sumber primer yang diperoleh berupa keterangan atau penjelasan
34
Andri Pradinata, “Metode Penelitian Sejarah (Metode Sejarah)”, dalam
http://andripradinata.blogspot.co.id/2013/02/metode-penelitian-sejarah-metode-sejarah.html (15 Maret 2017)
35
dari salah satu pelopor kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong
Lamongan. Selain itu juga ada sumber benda berupa alat musik
kesenian tanjidor seperti jedor dan gendang yang merupakan alat
musik pertama dan masih digunakan hingga sekarang.
b)
Sumber Skunder adalah sumber yang diperoleh dari orang kedua
seperti pendengar cerita dari saksi peristiwa tanpa melihat langsung
kejadiannya atau sumber-sumber lain yang berhubungan namun
pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa.
36Dalam
penelitian ini sumber skunder yang di dapat berupa surat keputusan
dari pemerintah dan keterangan atau penjelasan dari para pemain
kesenian tanjidor di desa Lembor Brondong Lamongan saat ini.
Ditambah dengan beberapa sumber tertulis berupa buku-buku yang
berkaitan dengan kesenian tanjidor.
b.
Kritik Sumber atau Verifikasi
Suatu kegiatan meneliti atau menilai sumber-sumber yang
didapat untuk memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel
(valid/terbukti) atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik (asli)
atau tidak. Pada metode sejarah, proses ini terbagi menjadi dua
klasifikasi, yaitu kritik intern dan kritik ektern. Kritik intern adalah
suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat apakah
sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik ektern
adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat
36
apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak.
37Dalam hal ini,
peneliti berusaha melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap
keaslian serta kebenaran sumber-sumber yang didapat terkait dengan
pembahasan skripsi berjudul Sejarah Perkembangan Kesenian Tanjidor
di Desa Lembor Brondong Lamongan.
c.
Interpretasi atau Penafsiran
Upaya sejarawan untuk melihat kembali sumber-sumber yang
didapat, apakah sumber tersebut saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian sejarawan dapat memberikan
penafsiran atau pandangan teoritis terhadap peristiwa sejarah.
38Dalam
hal ini, peneliti berusaha membandingkan sumber-sumber yang
didapatkan dari penelitian, terkait pembahasan skripsi berjudul Sejarah
Perkembangan Kesenian Tanjidor di Desa Lembor Brondong
Lamongan, kemudian menafsirkannya menjadi satu kesatuan yang
harmonis dan masuk akal.
d.
Historiografi
Merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian sejarah untuk
menyusun atau menuliskan kembali sejarah yang ada, dengan cara
merangkai
fakta-fakta
dari
hasil
penelitian,
kemudian
menginterpretasikannya dalam sebuah pemikiran yang masuk akal.
39Dalam hal ini, peneliti berusaha menuliskan kembali sejarah yang ada
dengan bantuan sumber-sumber yang diperoleh dari penelitian, baik itu
37
Utsman, Metode Penelitian Sejarah, terj Minhaj Al-Bahtsi Al-Tarikhi, 79.
38
Ibid., 159-162.
39
sumber tertulis, pustaka, wawancara maupun hal-hal yang terkait
dengan pembahasan skripsi berjudul Sejarah Perkembangan Kesenian
Tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan.
H.
Sistematika Bahasan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis
membagi sistematika bahasannya menjadi lima bab pembahasan. Di antaranya
adalah : bab pertama, pendahuluan; bab kedua, pembahasan mengenai
keberadaan Desa yang diteliti; bab ketiga, pembahasan mengenai Kesenian
Tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan. Sedangkan pada bab keempat,
pembahasan mengenai Sejarah Perkembangan Kesenian Tanjidor di Desa
Lembor Brondong Lamongan Tahun mulai dari berdirinya kesenian tersebut
hingga sekarang ini. Kemudian di bab terakhir atau kelima merupakan
penutup atau kesimpulan dari skripsi ini. Adapun untuk memperjelas
sistematika bahasan dalam skripsi ini akan dijabarkan sebagai berikut.
Pada bab pertama, menjelaskan tentang pendahuluan sebagai pembuka
sebelum membahas lebih dalam lagi mengenai kesenian tanjidor di Desa
Lembor Brondong Lamongan. Adapun poin-poin yang ada pada bab ini ialah
Latar Belakang Masalah sebagai pijakan dalam penulisan skripsi ini,
kemudian dilanjutkan dengan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teori, Penelitian Terdahulu,
Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.
memasukkan pembahasan ini pada bab kedua, supaya dalam pembahasan ini
sedikit banyak dapat memberikan gambaran terkait dengan kondisi sosial dan
budaya di desa tersebut, sehingga di desa tersebut masih terdapat kesenian
yang sudah cukup jarang adanya. Diantara pembahasan yang masuk dalam
bab ini adalah tentang Sejarah Berdirinya Desa Lembor Brondong Lamongan,
Letak Geografis Desa Lembor Brondong Lamongan, dan Kondisi
Sosial-Budaya Masyarakat Desa Lembor Brondong Lamongan.
Pada bab ketiga, penulis akan membahas tentang Kesenian Tanjidor di
Desa Lembor Brondong Lamongan. Diantara pembahasan yang masuk dalam
bab ini ialah Asal-Usul Kesenian Tanjidor di Indonesia sebagai pembuka
tentang kesenian tanjidor yang sudah berkembang hingga ke Desa Lembor
Brondong Lamongan. Kemudian pada sub bab selanjutnya akan di khususkan
dalam Latar Belakang Berdirinya Kesenian Tanjidor di Desa Lembor
Brondong Lamongan. Dilanjutkan tentang pembahasan mengenai Alat Musik
dan Prosesi Kesenian Tanjidor di Desa Lembor Brondong Lamongan.
Kesenian Tanjidor Tahun 1995-2007, dan masih berlanjut hingga beberapa
tahun terakhir ini yang sudah merupakan periode ke empat Kesenian Tanjidor
antara tahun 2007-2017.
BAB II
KEBERADAAN DESA LEMBOR BRONDONG LAMONGAN
A.
Sejarah Berdirinya Desa Lembor Brondong Lamongan
Desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia yang berada
di bawah kecamatan, dan dipimpin oleh Kepala Desa. Desa biasanya terdiri
dari beberapa unit permukiman kecil yang disebut kampung atau dusun,
namun bisa juga desa hanya terdiri dari satu unit permukiman saja. Menurut
Kamus Bahasa Indonesia, desa ialah sebuah wilayah yang dihuni oleh
sejumlah keluarga yang berada di luar kota dan mempunyai sistem
pemerintahan sendiri serta dikepalai oleh seorang Kepala Desa.
1Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang sebuah
Desa, disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang sebuah Desa, ditentukan bahwa Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional
1
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal
usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa
dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang
bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, dan
bisa juga melalui pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Desa juga
dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan
prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
dengan memperhatikan saran dan pendapat dari masyarakat setempat. Desa
yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai
negeri sipil. Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya
menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan
untuk kepentingan masyarakat setempat.
3Begitu juga dengan desa Lembor, yang pada awalnya berada di sebelah
barat desa Lembor sekarang ini dengan jarak tempuh kurang lebih 1,5 KM.
Menurut sumber tertulis yang berupa sejarah lisan dari para tetua terdahulu,
4pada bulan Oktober sekitar tahun 1300 M desa Njanjangan
5yang merupakan
cikal bakal dari desa Lembor saat ini, sedang mengalami kekeringan akibat
musim kemarau yang panjang. Dalam musim kemarau panjang itu,
masyarakat desa mengalami kesusahan dalam berbagai hal terlebih pada
pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari yang semakin hari semakin berkurang.
2Wikipedia, “Pengertian Desa”, dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Desa (13 April 2017)
3
Ibid.
4Soen’an, “
Dokumen Sejarah Cikal-Bakal Desa”, dalam Sejarah Singkat Terjadinya Desa Lembor (Lembor, 31 Mei 1995).
Jangankan untuk bertanam dan lain sebagainya, untuk kebutuhan rumah
tanggapun dirasa sangat susah pada saat itu. Kebiayasaan masyarakat yang
hanya mengandalkan hujan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan air,
membuat masyarakat desa ini kreatif untuk menciptakan tempat penampungan
air. Namun karena minimnya peralatan dan perabotan pada waktu itu,
akhirnya masyarakat berusaha dengan cara membuat lubangan besar pada
tanah pemukiman mereka dengan kedalaman rata-rata 2-3 meter sebagai
tempat menampung air hujan yang disebut tlogo atau telaga.
Ternyata usaha tersebut tidak membuahkan hasil yang maksimal saat
musim kemarau panjang itu datang, ditambah dengan tidak adanya sumber air
di sekitar desa, bahkan di dalam telaga kalipun. Hal ini menjadikan desa
tersebut benar-benar akan mengalami paceklik dan kekeringan yang parah bila
tidak segera ditemukan solusinya. Dalam situasi yang seperti itu, masyarakat
desa merasa kebingungan, segala cara mulai dilakukan dari membuat sumur
untuk mencari sumber air namun tidak keluar airnya, hingga mencari sumber
air kebeberapa tempat namun tidak kunjung ditemukan juga sumber tersebut.
Kalaupun ada sumber air yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat desa pasti sangatlah jauh dan dalam hutan tempatnya.
Mengingat kondisi yang sudah sedemikian susahnya, akhirnya
masyarakat desa berduyung-duyung datang ke rumah seorang
demang
6yang
bernama bapak Uto. Mendengar keluhan masyarakat desa, pak Uto berusaha
mencari solusi agar masyarakat desa tersebut kembali mendapatkan air dan
tidak lagi mengalami kekeringan yang sedemikian parah ketika sedang musim
6
kemarau panjang. Kemudian untuk memecahkan masalah ini, pak Uto yang
selaku demang kala itu mencoba memanggil tokoh-tokoh desa yang
terkemuka dan mengajak berunding bersama-sama dengan masyarakat desa
untuk memikirkan nasib desa yang sedang mengalami kekeringan ini.
Tokoh-tokoh tersebut bernama bapak Djumat dan bapak Roniyah, kedua orang ini
dikenal sebagai orang yang pintar di kalangan masyarakat desa. Setelah
melakukan perundingan di rumah Kademangan, akhirnya mereka memutuskan
untuk mencari sumber air di suatu tempat.
Namun dirasa tidak memungkinkan bila semua masyarakat desa
berangkat mencari sumber air tersebut, dan pak Uto yang selaku kepala daerah
juga tidak bisa meninggalkan desa dengan kondisi yang seperti itu. Maka
mereka memutuskan untuk mengutus seseorang melakukan perjalanan
mencari sumber air di suatu tempat. Melihat kondisi sekitar yang masih sepi
dan dikelilingi hutan lebat, tidak memungkinkan kalau hanya satu orang saja
yang berangkat mencari sumber air. Alhasil pak Uto dan masyarakat desa
memberi kepercayaan kepada pak Djumat dan pak Roniyah untuk pergi
mencari sumber air di luar desa. Sebab merekalah yang berani dan dirasa
dapat membantu masyarakat untuk mengatasi masalah ini. Selain itu, menurut
mereka pribadi yang merasakan bahwa hidup tanpa air itu sangatlah sulit. Oleh
karena itu mereka setuju dan menerimanya.
Tapi jika mereka pulang dengan membawa kabar kurang bahagia, mereka
akan merasa malu dan bersalah kepada pak Uto serta masyarakat yang telah
memberi kepercayaan lebih kepada mereka. Akhirnya mereka memutuskan
untuk beristirahat sejenak sambil berfikir dan berdoa agar segera menemukan
sumber air yang sudah lama dicarinya. Setelah lelah keduanya hilang, mereka
kembali melakukan perjalanan memasuki hutan lebat tersebut. Ditengah
perjalanan, mereka teringat akan ucapan orang zaman dulu, yang menyatakan
bahwa “Di
mana ada gunung, pasti di
dalamnya menyimpan sumber air”.
Kemudian mereka berusaha mencari gunung yang ada di sekitar mereka, dan
selang beberapa waktu mereka mendengar suara anak kecil yang sedang
berteriak kegirangan. Mendengar suara itu mereka memutuskan untuk mencari
sumber suara tersebut.
Namun karena terlalu fokus pada suara yang mereka dengar itu, pak
Djumat dan pak Roniyah terus berjalan tanpa sadar bahwa mereka telah
terpisah satu sama lain dan sedang berjalan sendiri-sendiri. Selang beberapa
waktu kemudian, pak Djumat berhasil menemukan keberadaan sumber suara
tersebut yang ternyata adalah suara anak-anak penggembala dari desa sebelah
(Desa Sendangharjo) yang sedang asik bermain air di sendang
7sekitar gunung.
Setelah itu, barulah pak Djumat sadar bahwa ia telah terpisah dengan pak
Roniyah. Karena pak Djumat tidak mengetahui posisi pak Roniyah saat itu,
maka ia mencoba memanggil-manggil pak Roniyah. Tapi panggilan pak
Djumat tidak juga mendapat respon dari pak Roniyah dan ditunggu-tunggu
juga tidak muncul sosok pak Roniyah dihadapannya. Merasa takut dan
7
waswas kalau pak Roniyah akan semakin jauh terpisah darinya, apalagi
melihat kondisi disekitarnya yang juga merupakan rawa-rawa, akhirnya pak
Djumat meminta tolong kepada anak-anak penggembala itu untuk membatu
memanggilkan pak Roniyah. Kareana suara mereka yang lantang dan
terdengar
gembar-gembor,
8akhirnya pak Roniyah dapat menemukan
keberadaan mereka.
Setelah itu, pak Djumat dan pak Roniyah memutuskan untuk kembali
ke desa karena sudah berhasil menemukan sumber air yang berupa sendang di
sekitar gunung. Sesampainya di desa, mereka langsung menuju ke rumah
Kademangan untuk melaporkan apa yang di dapat dari perjalanannya mencari
sumber air. Mendengar kabar tersebut, pak Uto langsung memanggil seluruh
masyarakat untuk berkumpul di depan rumah Kademangan dan
mengumumkan kabar yang membahagiakan itu. Namun, usai mendengar
kabar tersebut masyarakat kembali bingung dengan cara yang harus mereka
gunakan untuk mengambil air di sumber itu. Kalaupun mereka membuat jalan
alternatif sebagai penghubung antara desa menuju ke sumber air tersebut,
dirasa kurang efektif, apalagi kondisi sumber air yang berada jauh dari desa
dan masih harus melewati hutan panjang ketika akan menuju kesana.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pak Uto dan masyarakat desa serta
kedua tokoh yang telah berhasil menemukan sumber air, melakukan diskusi
dan musyawarah untuk memperoleh jalan terbaik tanpa melewati hutan yang
panjang itu. Hingga terbentuklah kesepakatan yang menyatakan bahwa
mereka harus pindah ketempat yang dekat dengan sumber air itu, atau dengan
8
kata lain pindah desa. Setelah perpindahan desa selesai, tidak serta merta
persoalan yang mereka hadapi juga ikut selesai. Mereka harus berdiskusi lagi
untuk memikirkan nama yang cocok dan sesuai dengan desa yang baru mereka
tempati itu. Keesokan harinya mereka kembali berkumpul untuk
membicarakan nama desa baru itu. Karena teringat akan jasa yang dilakukan
oleh pak Djumat dan pak Roniyah, serta masyarakat desa juga sudah
menganggap bahwa merekalah yang dengan susah payah membantu desa
mengatasi kekeringan. Maka masyarakat desa dan pak Uto selaku demang
menyerahkan wewenang secara penuh kepada pak Djumat dan pak Roniyah
untuk memberikan nama desa yang ditinggali mereka saat ini.
Mendengar penjelasan terkait dengan nama yang dibentuk oleh pak
Djumat dan pak Roniyah, maka pak Uto serta masyarakat langsung sepakat
dan senang. Setelah masalah nama desa yang sudah terselesaikan, masalah
kembali datang menimpa masyarakat desa Lembor yang tidak lama dibentuk
itu. Air pada sumber yang ditemukan ternyata lama-kelamaan semakin
berkurang dan masyarakat takut kalau sumber tersebut akan habis, sehingga
mereka kembali mengalami kekeringan lagi. Mendapat masalah seperti ini,
kepala daerah serta seluruh masyarakat segera mengambil tindakan untuk
bersama-sama menggali dan memperlebar sumber tersebut agar semakin
dalam sehingg semakin banyak air yang keluar dari sumber itu. Setelah
diperdalam dan diperlebar, ternyata sumber air tersebut malah semakin meluap
dan mengeluarkan air yang begitu besar sehingga terjadi banjir dan
menggenangi desa. Karena kondisi desa yang miring, maka air yang meluap
dari sumber tersebut tidak berhenti begitu saja di desa Lembor. Air tersebut
terus mengalir ke barat desa, bahkan sampai ke wilayah bekas desa Lembor
yang dulu atau desa Njanjangan dan membuat wilayah tersebut dan sekitarnya
menjadi benowo atau rawa-rawa.
memperkecil titik atau pangkal sumber itu ialah pohon aren
9, namun selain
menggunakan pohon, masyarakat juga menggunakan tapas aren (duk).
10Setelah itu sumber tersebut tidak mengeluarkan air dalam jumlah besar lagi,
tapi tetap bisa memenuhi kebutuhan air masyarakat desa Lembor, sebab air
dari sumber tersebut terus keluar, perlahan tapi pasti. Sejak kejadian ini,
sumber tersebut dinamakan Sendang Aren atau sendang yang ditancapi pohon
aren. Dan sampai saat ini, Sendang Aren masih menjadi pemasok air yang
utama bagi kebutuhan sehari-hari masyarakat desa Lembor.
B.
Letak Geografis Desa Lembor Brondong Lamongan
Desa Lembor merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Brondong bagian barat daya Kabupaten Lamongan provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Desa yang berada di kaki perbukitan Rahtawu dan dikelilingi oleh
hutan jati ini berjarak kurang lebih 2 KM dari Jalan Daendels
11atau jalan
utama yang menghubungkan antara kota Lamongan dengan kota-kota lain di
sepanjang utara Pulau Jawa. Kemudian jarak antara Desa Lembor dengan
Kecamatan Brondong sendiri kurang lebih sekitar 10 KM, dengan waktu
9
Pohon arena atau enau merupakan salah satu jenis tanaman palam yang memiliki bentuk fisik mirip dengan phon kelapa sawit, dengan buah yang kecil dan daun yang lebar -lebar. Pohon yang memiilki
nama latin “arenga pinnata” ini merupakan salah satu jenis pohon yang dapat dimanfaatkan seluruh
bagian tubuhnya, mulai dari daun, buah hingga batang kayunya. Seperti umbut batangnya mengandung sagu yang dapat dimakan, ijuknya untuk atap rumah dan lain sebagainya, niranya disadap untuk gula (gula aren). Biasanya pohon ini hidup di daerah asia tropis. Hasan Alwi, et al., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), 64.
10
Kain berserat yang terbuat dari pohon aren. Suwarmi, Wawancara, Lembor, 14 April 2017.
11
Jalan Daendels atau Jalan Raya Pos adalah jalan yang panjangnya kurang lebih 1000 km yang terbentang sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Panarukan. Jalan ini, dibangun pada masa pemerintahan Gubernur-Jenderal Herman Willem Daendels. Oleh karena itu, jalan ini dinamai Jalan
tempuh 20 menit. Sedangkan jarak desa Lembor ke Kabupaten Lamongan
sekitar 55 KM dengan waktu tempuh 70 menit.
12[image:48.595.143.545.254.719.2]
Karena jarak desa yang tidak terlalu jauh dengan jalan raya, maka tidak
menetup kemungkinan bahwa Desa Lembor masih berbatasan dengan
desa-desa lain. Seperti halnya Desa Sendangharjo yang berada di sebelah timur
Desa Lembor dan berbatasan secara langsung. Desa Tlogoretno yang berada di
sebelah barat Desa Lembor, namun terpisah oleh ladang dan persawahan desa.
Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Brengkok yang terpisah oleh ladang
dan perkebunan desa. Kemudian di sebelah selatan Desa Lembor, juga
berbatasan dengan Desa Gelap yang terpisah oleh hutan negara. Meskipun
batasan antar desa-desa tersebut tidak terjadi secara langsung atau dengan kata
lain masih terpisah dengan hutan, sawah dan perkebunan. Berikut gambar peta
wilayah Desa lembor Brondong Lamongan:
Gambar 2.1 Tampak peta wilayah Desa Lembor Brondong Lamongan
Desa Lembor memiliki luas wilayah sekitar 4.391.456 ha/m
2, yang
terdiri dari wilayah pemukiman, persawahan, perkebunan, hutan dan lain
sebagainya. Untuk wilayah pemukiman sendiri, luasnya mencapai 197.250
ha/m
2. Wilayah ladang atau tegalan, luasnya mencapai 1.542.329 ha/m
2, dan
luas perkebunannya sekitar 127.175 ha/m
2. Kemudian untuk
wilayah
persawahan, luasnya mencapai 4.005.252 ha/m
2yang terdiri dari 2.491.313
ha/m
2sawah tadah hujan dan selebihnya menggunakan sistem pengairan desel.
Selanjutnya untuk wilayah hutan, luasnya mencapai 620.000 ha/m
2.
13Dilihat
dari penjelasan di atas, maka Desa Lembor tergolong dalam wilayah atau
daerah pertanian dan hutan negara. Terbukti dari data yang terkait dengan
profil Desa Lembor yang menyatakan bahwa hampir sebagian besar wilayah
di desa ini merupakan wilayah persawahan atau hutan negara.
Meski wilayah pemukiman di desa ini tidak terlalu luas, namun jumlah
penduduk yang ada di Desa Lembor terbilang cukup banyak karena mencapai
2.525 jiwa, yang terdiri dari 1.277 jiwa penduduk laki-laki dan 1.248 jiwa
penduduk perempuan. Dengan jumlah penduduk terseut, maka jumlah kepala
keluarga (KK) yang ada di desa ini mencapai 1.238 KK yang tersebar dalam
03 RW (Rukun Warga) dan 12 RT (Rukun Tetangga).
14Kemudian secara klimatologis, Desa Lembor merupakan desa yang
masuk dalam kategori desa yang beriklim tropis. Dimana terdapat dua musim
dalam setiap tahunnya yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan
di desa ini, umumnya terjadi setiap bulan Desember sampai bulan April.
Dengan rata-rata jumlah hari hujan dalam setiap bulannya bisa mencapai
13
Dokumen Desa, Profil Desa Lembor Tahun 2016 (Lembor, 18 Mei 2017).
15 hari dengan curah hujan sekitar 764 mm
2. Selanjutnya untuk musim
kemarau di Desa Lembor biasanya terjadi pada bulan Mei sampai bulan
November. Keluar dari kondisi klimatologi desa, ternyata Desa lembor
mempunyai udara yang cukup sejuk dipagi hari. Apalagi bila melihat letak
desa yang berada di kaki perbukitan Rahtawu dengan ketinggian dari
permukaan lautnya sekitar 118 mdpl. Kemudian untuk rata-rata suhu
hariannya adalah sekitar 35ºC.
15C.
Kondisi Sosial-Budaya Masyarakat Desa Lembor Brondong Lamongan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan pengertian
desa, maka wajar jika masyarakat desa memiliki karakteristik yang berbeda
dengan mayarakat perkotaan. Adapaun karakteristik dari masyarakat desa
ialah sebagai berikut:
1.
Masyarakat desa cender