SKRIPSI
Oleh
SITI HARISEH NIM: C01212054
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Ahwalus Syakhsiyah Surabaya
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Kewajiban Suami kepada Istri dalam Keluarga Jamaah Tabligh (Studi Kasus di Jalan Ikan Gurame Surabaya)”. Penelian ini bertujuan untuk menjawab dari pertanyaan
tentang bagaimana kewajiban suami kepada istri dalam keluarga jamaah tabligh dan analisis hukum islam terhadap kewajiban suami kepada istri dalam keluarga jamaah tabligh.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian lapangan (field research), yang mana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk menggalih tentang kewajiban suami dalam keluarga jamaah tabligh, serta wawancara kepada para pihak diantaranya Ahmad Fathoni, Nur Choirul Umamah, nurul Qomariyah, K.H. Samsul Hadi, Nur Jannah, Nabila.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kewajiban suami kepada istri dalam keluarga Jamaah Tabligh adalah menjaga dan melindungi serta memperlakukan istrinya dengan baik, memberi nafkah, memberikan pelajaran/mendidik istri. Namun berbeda dengan teori yang diberikan, dalam pemenuhan kadar/ukuran nafkahnya tidak sesuai sehingga menyebabkan keluarga yang ditinggal menjadi kekurangan. Dalam hukum islam dijelaskan suami adalah pemimpin bagi kaum wanita, suami adalah orang yang bertanggung jawab terhadap setia individu dan apa yang berhubungan dengannya dalam keluarga tersebut dan membina keluarga yang sehat dan bertugas untuk memenuhi nafkah keluarganya.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI ... 22
A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri ... 22
1. Pengertian Hak dan Kewajiban ... 22
2. Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Suami Istri ... 22
3. Macam-macam Hak dan Kewajiban Suami Istri ... 25
4. Hak dan Kewajiban Suami Atas Istri ... 30
5. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dalam KHI ... 32
BAB III KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH TABLIGH ... 38
1. Sejarah Berdirinya Jamaah Tabligh ... 38
2. Sejarah Jamaah Tabligh ke Surabaya... 47
B. Kewajiban Suami Kepada Istri dalam Keluarga Jamaah Tabligh. ... 51
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH TABLIGH ... 56
A. Analisis Dasar tentang Kewajiban Suami Kepada Istri dalam Keluarga Jamaah Tabligh ... 56
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kewajiban Suami Kepada Istri dalam Keluarga Jamaah Tabligh ... 60
BAB V PENUTUP... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada
semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun
tumbuh-tumbuhan1. Pada pasal 1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi
‚Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Pernikahan
akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan dan pernikahan itu sendiri.3
Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia
untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah
masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan perkawinan. Allah SWT. berfirman dalam surat An-Nisa:
1 yang berbunyi sebagai berikut:
1 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2008), 10.
Artinya:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyaAllah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.4
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup
bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarki tanpa aturan. Demi
menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan
hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan
perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai,
dengan ucapan ijab kabul sebagai lambang adanya rasa ridha-meridhai, dan
dengan dihadiri dengan para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan
laki-laki ddan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk perkawinan ini telah
memberikan jalan yang aman pada naluri seks, memelihara keturunan dengan
baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak laksana rumput yang bisa
dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya. Pergaulan suami istri
menurut ajaran Islam diletakkan dibawah naluri keibuan dan kebapaan
sebagaimana ladang yang baik yang intinya menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
yang baik dan menghasilkan buah yang bai pula.5
Sebagai perintah agama tentu saja setiap umat Islam harus
melaksanakannya, dan sebagai perintah agama pula pernikahan haruslah
dilakukan dengan penuh pertimbangan agar dalam penataan kehidupan
keluarga dapat terpelihara dengan baik sehingga dapat tercapainya tujuan
berkeluarga yaitu dapat menciptakan keluarga yang saki>nah, mawaddah
warahmah. Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar-Rum ayat 21:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.6
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah telah menetapkan jodoh dan
pasangan tiap-tiap manusia dari jenis yang sama yaitu manusia juga, laki-laki
dan perempuan. Allah selalu menciptakan rasa kasih dan rasa sayang antara
keduanya, sehingga mereka dapat hidup tenteram dan saling mencintai dalam
rumah tangga yang tenang dan damai. Pada waktu mudanya mereka
senantiasa diliputi rasa cinta dan senang antara keduanya, dan ketika sudah
tua nanti mereka diliputi rasa sayang dan senantiasa menaruh rasa kasihan.
Demikian hubungan suami istri dalam rumah tangga yang saki>nah atau
tenteram dan damai, selalu diliputi kebahagian dan kesejahteraan sepanjang
hidup mereka.7
Kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai suatu bangunan demi
terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka
ia harus didirikan di atas satu fondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang
kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Pondasi kehidupan kekeluargaan
adalan ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon
ayah dan ibu. Bagi yang belum siap fisik, mental dan keuangan, dianjurkan
untuk bersabar dan tetap memelihara kesucian diri agar tidak terjerumus
kelembah kehinaan.8
Dan kawinkanlah orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.9
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah menyerukan kepada semua pihak
yang memikul tanggung jawab atas kesucian dan kebersihan akhlak umat, agar
mereka menikahkan laki-laki yang tidak beristri, baik duda atau jejaka dan
perempuan yang tidak bersuami baim janda atau gadis. Demikian pula
terhadap hamba sahaya laki-laki atau perempuan yang sudah patut dinikahkan,
hendaklah diberikan pula kesempatan yang serupa. Seruan ini berlaku untuk
semua para wali (wali nikah) seperti bapak, paman, dan saudara yang memikul
tanggung jawab atas keselamatan keluarganya, berlaku pula untuk
orang-orang yang memiliki hamba sahaya, janganlah mereka menghalangi anggota
keluarga atau budak yang dibawah kekuasaan mereka untuk nikah, asal saja
syarat-syarat untuk nikah itu sudah dipenuhi. Dengan demikian terbentuklah
keluarga yang sehat bersih dan terhormat. Dari keluarga inilah akan terbentuk
suatu umat dan pastilah umat atau bangsa itu menjadi kuat dan terhormat
pula. Oleh sebab itu Rasulullah saw bersabda:10
Dan didalam berumah tangga ada kewajiban memelihara diri dan
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.11
Ayat enam diatas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus
bermula dari rumah. Ayat diatas walau secara redaksional tertuju kepada
kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat
ini tertuju kepada perempuan dan lelaki (Ibu dan Ayah) sebagaimana
ayat-ayat yang serupa (misalnya ayat-ayat yang memeritahkan berpuasa) yang juga
tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggung
jawab terhadap anak-anak dan juga pasangan masing-masing sebagaimana
masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri
tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh
nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.12
Ada beberapa tanggung-jawab dan fungsi seorang suami: pertama,
menyadari bahwa istrinya sebagai amanat dari Allah SWT yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dalam segala sesuatu yang menjadi
kewajibannya. Kedua, menafkahi istri dan keluarga. Selain itu, suami juga
harus menjaga keluarganya dari bencana dan bahaya. Ketiga, menjadi
pemimpin dalam beribadah kepada Allah SWT. keempat, menjadi kepala
rumah tangga dan pemimpin keluarga yang adil, bijaksana dan lemah lembut.
Kelima, selalu bersabar bila melihat sesuatu yang tisdak disukai dari istrinya
dan berusaha untuk membimbingnya ke arah yang lebih baik. Keenan, suami
adalah pemimpin, pelindung dan pembimbing dalam keluarga, seperti
tercantum dalam QS. An-Nisa Ayat 34:
Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.13
Dari ayat diatas dapat kita peroleh kepastian bahwa Islam menganjurkan
pernikahan. Islam memandang pernikahan mempunyai nilai keagamaan
sebagai ibadah kepada Allah swt, mengikuti sunnah Nabi, guna menjaga
keselamatan hidup keagamaan yang bersangkutan. Dari segi lain, pernikahan
dipandang mempunyai nilai kemanusiaan, untuk memenuhi naluri hidupnya,
guna melangsungkan kehidupan jenis, mewujudkan ketentraman hidupnya,
dan melangsungkan kehidupan jenis, mewujudkan ketentraman hidupnya, dan
menumbuhkan serta menumpuk rasa kasih sayang dalam hidup bermasyarakat.
Oleh karenanya, sengaja hidup membujang tidak dapat dibenarkan.14
Jika akad nikah telah sah dan berlaku, maka ia akan menimbulkan akibat
hukum, dan dengan demikian akan menimbulkan pula hak serta kewajiban
selaku suami istri dalam keluarga.
Masing-masing suami istri jika menjalankan kewajibannya dan
memperhatikan tanggugjawabnya, akan terwujudkan ketentraman dan
ketenangan hati, sehingga sempurnalah kebahagian suami-istri tersebut.15
Didalam sunnah diterangkan bahwa pembagian aktifitas rumah tangga antara
suami-istri adalah tuntutan fitrah. Islam adalah agama fitrah. Allah swt
memuliakan suami yang memiliki kekuatan fisik dan akal. Dengan dua
13Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya.., 161.
14 Ahmad Azhar Bayir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), 13.
keutamaan itu, ia lebih mampu berusaha, menjaga dan mempertahankan
keluarga khususnya, serta umat dan negara pada umumnya. Karena itu, Allah
swt mewajibkan nafkah keluarga padanya. Dengan itu pula, kaum laki-laki
memimpin kaum wanita. Laki-laki mengurusi kepemimpinan umum dan
khusus. Dimana tidak ada tatanan umum dan khusus yang mengelolanya.16
Menurut fitrah, laki-laki wajib menanggung semua urusan di luar rumah. Ini
berlaku pada semua umat peradaban. Sedangkan wanita, menurut fitrahnya
bertugas untuk mengandung anak, menyusuinya, mengasuhnya dan mendidik
mereka, selain mengurusi perkara-perkara rumah tangga, wanita menguasai
semua urusan internal rumah.17 Demikian pendapat as-Sayyid Muhammad
Ridha.
Adapun tanggung-jawab dan fungsi seorang istri, meliputi: pertama,
menyadari dirinya adalah bagian dari amanat yang diserahkan Allah SWT
pada suaminya. Kedua, pembina seklaigus ibu rumah tangga yang
bertanggung-jawab atas harta benda milik suami dan pendidik atas
anak-anaknya. Keempat, berusaha menjadi istri yang salehah, yang mengetahui
kewajiban terhadap Tuhannya dan suaminya. Kelima, selalu berusaha
menyenangkan bila dilihat suaminya, selalu menuruti kehendak suaminya
selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT dan tidak
menyelewengkan dirinya serta hartanya ke jalan yang tidak disukai suaminya.
Gambaran dari tugas dan tanggung-jawab suami-istri, tidak lain untuk saling
16 As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Risalah Hak dan Kewajiban Wnita, alih bahasa Isnando (Jakarta: Pustaka Qalami, 2004),53.
membantu dan menyempurnakan atas segala kekurangan dari kedua belah
pihak agar dapat mewujudkan keluarga saki>nah.18
Untuk masa sekarang ini telah banyak kelompok-kelompok atau jama’ah
muslim yang memfokuskan diri bekerja disektor dakwah dan salah satunya
yang cukup besar menamakan dirinya dengan Jama’ah Tabligh. Jama’ah
Tabligh adalah jamaah Islamiah yang dakwahnya berpijak pada penyampaian
tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada tiap orang yang dapat
dijangkau oleh jama’ah ini.
Jama’ah yang didirikan oleh Syeh Muhammad Ilyas an-Kandahlawi ini
adalah jama’ah yang sering berpindah-pindah mencari ilmu dan menyebarkan
dakwah. Jama’ah tabligh ini menempuh dakwahnya dengan metodekhuru>j fi>
sab>ililla>h (keluar untuk berdakwah), di mana 4 bulan untuk seumur hidup, 40
hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau 2 kali berkeliling pada tiap
minggunya. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua
dengan berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain.19 Ketika
dalam masa berdakwah meninggalkan istri dan anak, kewajiban sebagai
seorang suami terhadap istri dan anak harus tetap terpenuhi karena setiap
anggota keluarga telah memiliki hak dan kewajiban masing-masing.
Jama’ah Tabligh dalam berdakwahnya dengan meninggalkan keluarga
dan semua kesibukan yang sifatnya duniawi. Dan berupaya untuk
mewujudkan ajaran islam secara konsisten sesuai dengan ajaran dan yang
18Uus Uswatussholihah, Komunika Jurnal Dakwah dan Komunikasi, No. 1, Vol, 6 (Januari-juni, 2012), 69-70.
dilakukan oleh Nabi saw pada masa itu. Sehingga terkadang apa yang
dilakukan oleh anggota Jama’ah Tabligh tidak sesuai lagi dengan zamannya
terutama masalah yang berhubungan dengan keseimbangan hak dan kewajiban
di dalam rumah tangga.20
Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan
kajian dengan merumuskan judul sebagai berikut ‚Analisis Hukum Islam
Terhadap Kewajiban Suami kepada Istri dalam Keluarga Jamaah tabligh
(Studi Kasus Di Jalan Ikan Gurame Surabaya)‛.
B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasikan permasalahn yang
akan timbul antara lain:
1. Kewajiban seorang suami kepada istri dalam keluarga jamaah tabligh
2. Analisis hukum Islam terhadap kewajiban suami kepada istri dalam
keluarga jamaah tabligh
3. Mengutamakan dakwah dari pada keluarga.
4. Tidak menafkahi secara batin kepada istri.
5. Tidak melakukan tanggung-jawab sebagai seorang suami.
Pokok masalah pelaksanaan diatas meliputi berbagai aspek bahasan
yang masih bersifat umum sehingga dapat terjadi berbagai macam masalah
dan pemikiran yang berkaitan dengan itu, sebagai tindak lanjut agar lebih
praktis dan khusus diperlukan batasan masalah yang meliputi:
1. Kewajiban suami kepada istri dalam keluarga jamaa tabligh
2. Analisis Hukum Islam terhadap kewajiban suami kepada istri dalam
keluarga jamaah tabligh
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kewajiban suami kepada istri dalam keluarga jamaah tabligh?
2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap kewajiban suami kepada istri
dalam keluarga jamaah tabligh
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat penelitian
serupa sehingga dapat menimbulkan penelitian yang berulang. Topik utama
yang dijadikan objek penelitian dalam karya tulis ilmiah adalah keluarga
sakinah.
Pembahasan tentang keluarga sakinah banyak yang dikaji oleh
beberapa penulis, diantaranya:
1. Skripsi yang disusun oleh Abdullah Murtafi’ yang berjudul ‚Pengaruh
Istri Berpenghasilan Terhadap Pengambilan Keputusan Keluarga
(Analisa Konsep Keluarga Sakinah Di Kelurahan Kemasan
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo)‛. Kesimpulan dari skripsi ini
istri yang berpenghasilan mempunyai peran yang dominan dalam
pengambilan keputusan keluarga, baik dalam menentukan menu
keluarga saki>nah salah satu indikasinya adalah adanya sifat
demokratis dalam keluarga.21
2. Skripsi yang di susun oleh Anis Rohmatun Ulya yang berjudul ‚Hak
dan Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Al-Quran Perspektif M.
Quraish Shihab dan M. Ali Ash Shobuni‛. Kesimpulan dari skripsi ini
bahwa antara M. Qurais Shihab dan M. Ali Ash Shihab berbeda
pendapat dalam memaparkan hak dan kewajiban suami terhadap istri.
M. Qurais Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat alquran selalu
menggunakan pendekatan dari segi kebahasaan sehingga
penafsirannya yang muncul lebih diwarnai penjelasan dengan meneliti
perkara baik dari segi asal kata maupun bentuknya. Sedangkan Ali ash
Shobuni dalam menafsirkan ayat-ayat alquran lebih banyak
menghubungkan antara satu ayat dengan ayat yang lain dan tafsirnya
lebih cenderung mengikuti Tafsir Ibnu Katsir, jadi kelihatannya
seperti terjemahannya saja, sehingga kurang dapat dimengerti
bagaimana karakter penafsirannya yang sesungguhnya.22
3. Skripsi yang disusun oleh Kurniatullah Silaturrahmi yang berjudul
‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PA Sampang No.
114/pdt.G/2010/PA.Spg Tentang Hak dan Kewajiban Suami dalam
Cerai Talak‛. Kesimpulan dari Skripsi ini suami belum dapat
21 Abdullah Murtafi’, ‚Pengaruh Istri Berpenghasilan Terhadap Pengambilan Keputusan Keluarga (Analisa Konsep Keluarga Sakinah Di Kelurahan Kemasan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo)‛ (Skripsi-- IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2002), 67.
memenuhi kewajibannya kepada istrinya secara utuh, apabila si istri
tidal melakukan kewajibannya sebagai istri tidak dapat dipersalahkan
sepenuhnya, sementara suami yang juga tidak melaksanakan
kewajiban dan hanya menuntut haknya tidak dipersalahkan sehingga
dalam perkara ini hakim memutuskan mengabulkan nafkah iddah,
nafkah madiyah istri dan nafkah anak akan tetapi hakim menolak
nafkah madiyah anak karena di dalam perkara tersebut istri tidak
dianggap nusyuz sehingga layak mendapatkan haknya dalam gugatan
rekonvensinya.23
4. Skripsi yang disusun oleh Yahya Afriandi yang berjudul ‚Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami Istri
Dalam Keluarga TKI Tahun 2005-2008 (Studi Di Desa Khiyang
Kecamatan Binong Kabupaten Subag Jawa Barat)‛. Kesimpulan dari
skripsi ini adalah keberlangsungan hak dan kewajiban suami istri
dalam keluarga TKI yang sifatnya interaksi secara langsung antara
suami istri tentunya tidak dapat dijalankan, karena adanya jarak jauh
antara suami yang berada di rumah (Indonesia) sedangkan istri berada
di luar negeri (Saudi Arabia, Abu Dhabi dan Taiwan). Akan tetapi
keberlangsungan kehidupan dapat dijalankan dengan adanya sosok
nenek/mertua yang ikut membantu keluarga TKI. Istri bekerja di luar
rumah dengan izin suami dalam islam memang dibolehkan, karena
keadaan tertentu yang menuntut istri bekerja. Begitu juga dengan istri
bekerja sebagai TKW, Islam membolehkan selama istri yang bekerja
sebagai TKW mendapatkan izin dari suaminya, akan tetapi kebolehan
tersebut dapat berubah manakala adanya kemudlaratan yang
disebabkan oleh istri bekerja sebagai TKW, yaitu adanya ancaman
keharmonisan keluarga dan kurang diperhatikannya anak.24
E. Tujuan Penelitian
Pembahasan-pembahasan dalam penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban suami kepada istri dalam
keluarga jamaah tabligh.
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis Hukum Islam terhadap
kewajiban suami kepada istri dalam keluarga jamaah tabligh.
F. Kegunaan Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat
sekurang-kurangnya dalam 2 hal sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Sebagai tamabahan pemikiran, wawasan keilmuan dan
memperkaya pengalaman mahasiswa dalam pengembangan dan
penerapan ilmu hukum keluarga Islam khususnya didalam bidang
perkawinan.
b. Bagi fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Surabaya, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi ilmiah dan pustaka bagi peneliti selanjutnya.
2. Secara Praktis, yakni dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya
melakukan kewajiban suami terhadap istri, khususnya dalam
membinan keluarga yang baik, penuh cinta kasih menurut islam.
G. Definisi Operasional
Untuk memudahkan dan menghindari dari kesalahpahaman serta
kekeliruan dalam memahami judul skripsi yang telah penulis ajukan yakni
‚Analisis Hukum Islam Terhadap Kewajiban Suami Kepada Istri dalam
Keluarga Jamaah Tabligh‛, maka penulis memandang perlu untuk
mendefinisikan dan mengemukakan secara jelas dan terperinci maksud dari
judul tersebut diatas guna menghindari kerancuhan, sebagai spesifikasi
masalah akan tampak lebih jelas:
Hukum Islam: Hukum Islam disini adalah ketentuan
berdasarkan Al-Qur’an, Hadist, Fiqh para ulama
serta ketentuan-ketentuan yang terkandung
Kewajiban Suami: seseuatu yang harus dilakukan oleh seseorang
oleh karena kedudukannya. Kewajiban timbul
karena hak yang melekat pada subyek hukum.
Jamaah Tabligh: Jamaah Islamiah yang dakwahnya berpijak pada
penyampaian tentang keutamaan-keutamaan
ajaran Islam kepada tiap orang yang dapat
dijangkau oleh jama’ah ini.
H. Metode Penelitian
Metode sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan,25agar sebuah karya ilmiah (dari sebuah
penelitian) dapat mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah
dengan menggunakan metode ilmiah. Adapun metode yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan untuk mendapatkan pemecahan masalah
dalam rumusan masalah skripsi ini. Dihimpun beberapa data,
diantaranya:
a. Pemikiran jama’ah tabligh tentang keluarga sakinah
b. Konsep keluarga sakinah
2. Sumber data
Peneliti ini merupakan penelitian lapangan, sumber yang
digunakan yaitu sumber data primer dan sekunder, terdiri dari:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang bersifat
utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapatkan
sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan
penelitian.26 Sumber data primer di skripsi ini data yang diperoleh
langsung dari informan dan responden, yang terdiri dari:
1) Ahmad Fathoni
2) Nur Choirul Umamah
3) Nurul Qomariyah
4) K.H. Samsul Hadi
5) Nur Jannah
6) Nabila
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
buku-buku, artikel, karya ilmiah yang mempunyai hubungan dengan
penelitian, terdiri dari:
1) Abd. Rohman Ghazali, Fiqh Munakahat.
2) Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan.
3) M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an.
4) Baso Mufti Alwi, Perkawinan Dalam Islam
5) Hammudah Abd Al’Ati, Keluarga Islam
6) Slamet Abidin, Aminudin, Fiqih Munakahat 1
7) Mohd, Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam
8) Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam
9) Al-Qur’an dan Hadits.
10)Dan lain-lain
c. Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah keluarga dari
kelompok jama’ah tabligh.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dalam
kelompok jama’ah tabligh. Adapun proses memperoleh data dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a. Wawancara
Dalam penelitian ini juga digunakan teknik wawancara.
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topic tertentu.27 Wawancara
kepada kelompok jama’ah tabligh yang digunakan sebagai alat
pengumpulan data dengan melalui tanya jawab, diantaranya
adalah:
1) Ahmad Fathoni
2) Nur Choirul Umamah
3) Nurul Qomariyah
4) K.H. Samsul Hadi
5) Nur Jannah
6) Nabila
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen, atau menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan,
catatan harian. Data-data yang dikumpulkan dengan metode ini
cenderung mengumpulkan data sekunder.28
c. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.
Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan
dan ingatan.29 Adapun observasi yang dilakukan penulis yaitu
dengan melakukan pengamatan secara langsung kepada kelompok
jama’ah tabligh.
4. Teknik analisis data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yaitu data
yang dihasilkan dari penelitian lebih berkenan dengan interpretasi
28 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 158.
terhadap data yang ditemukan di lapangan,30 sehingga teknis analisis
data yang digunakan adalah deskriptif. Analisis deskriptif adalah
menggambarkan dan menguraikan secara menyeluruh mengenai objek
yang diteliti. Dalam mendeskripsikan data yang telah diperoleh,
penulis menggunakan pola pikir deduktif, yakni memaparkan
data-data kasus yang didapatkan kemudian menjadi kesimpulan yang
dipadukan dengan kewajiban suami kepada istri dalam keluarga
jamaah tabligh.31
I. Sistematika Pembahasan
Untuk dapat memberikan gambaran secara umum dan mempermudah
pembahasan dalam menyusun skripsi ini, maka diperlukan suatu sistematika
pembahasan.
Bab Pertama Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan yang terakhir sistematika pembahasan.
Bab Kedua Tinjauan Umum tentang hak dan kewajiban suami terhadap
istri yang berisi pengertian umum hak dan kewajiban, dasar hukum hak dan
kewajiban, macam-macam hak dan kewajiban.
Bab Ketiga Data Penelitian yang berisi tentang pemenuhan kewajiban
suami terhadap istri dalam keluarga jamaah tabligh yang meliputi profil
30Lexi J. Moeloeng, Penelitian Kualitatif, (Bandung: Osdakarya, 2002), 164.
jamaah tabligh, dan kewajiban suami terhadap istri dalam keluarga jamaah
tabligh.
Bab Keempat Analisis Hukum Islam terhadap kewajiban suami kepada
istri dalam keluarga jamaah tabligh.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dikuasai sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang harus diberikan, baik berupa benda baik
berupa benda maupun berupa perbuatan.1
Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat
maka menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian akan menimbulkan
hak serta kewajibannya suami istri dalam keluarga, yang meliputi: hak
suami istri secara bersama, hak suami atas istri dan istri atas suami.2
2. Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Suami Istri
Menurut hukum Islam , suami dan istri dalam membina rumah
tangga haru berlaku dengan cara yang baik (ma’ruf) sebagaimana firman
Allah
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
1
Ibnu mas’ud, Fiqh Madzhab Syafi’i, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), 312. 2
mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.3
Maksud dari ayat diatas, para suami agar bergaul dengan istri
dengan baik. Jangan kikir dalam memberi nafkah, jangan sampai
memarahinya dengan kemarahan yang melewati batas atau memukulnya
atau selalu bermuka muram terhadap mereka. Seandainya suami
membenci istri dikarenakan istri itu mempunyai cacat pada tubuhnya atau
terdapat sifat-sifat yang tidak disenangi atau kebencian serius kepada
istrinya timbul karena hatinya telah terpaut kepada perempuan lain, maka
hendaklah suami bersabar, jangan terburu-buru menceraikan mereka.
Mudah-mudahan yang dibenci oleh suami itu justru yang akan
mendatangkan kebaikan dan kebahagian kepada mereka.4
Selanjutnya dikatakan pula dalam Alquran bahwa (pria adalah
pemimpin bagi wanita) dan wanita (istri) itu mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Tetapi suami
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya.
Selain itu juga Allah dalam ayat Alquran surat al-Baqarah/2:228.
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.5
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa perempuan itu mempunyai hak
yang seimbang dengan laki-laki dan laki-laki mempunyai kelebihan satu
tingkat dari istrinya, adalah menjadi dalil bahwa dalam amal kebajikan
mencapai kemajuan dalam segala aspek kehidupan, lebih-lebih dalam
lapangan ilmu pengetahuan, perempuan dan laki-laki sama-sama
mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun demikian hak dan kewajiban
itu disesuaikan dengan fitrahnya baik fisik maupun mental. Umpamanya
seorang istri mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga, menjaga
kebersihan dan rahasia rumah tangga dan lain-lain. Sedang suami sebagai
kepala keluarga bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah yang halal
guna membelanjai istri dan anak-anak. Dalam keluarga/rumah tangga,
suami dan istri adalah mitra sejajar, saling tolong menolong dan bantu
membantu dalam mewujudkan rumah tangga sakinah yang diridhai Allah
swt. Perbedaan yang ada adalah untuk saling melengkapi dan kerjasama,
bukan sebagai sesuatu yang bertentangan dalam membina rumah tangga
bahagia.6
Dari ayat diatas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa kaum
laki-laki deperintahkan untuk bergaul dengan istrinya dengan cara yang
paling baik. Kemudian hal itu yang perlu diperhatikan adalah para wanita
memiliki hak yang seimbang dengan hak dan kewajibannya dengan cara
yang ma’ruf.7
3. Macam-macam Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak terdiri dari dari dua macam yaitu Hak Allah dan Hak Adam.8
Yang dimaksud dengan Hak Allah adalah segala seseuatu yang di
kehendaki dengannya untuk meletakkan diri kepada Allah,
mengagungkannya, menegakkan syiar agama Nya. Sedangkan hak Adam
(Hamba) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan
manusia.
Apabila suatu akad nikah terjadi (perjanjian perkawinan), maka
seorang laki-laki yang menjadi suami memperoleh berbagai hak dalam
keluarga, demikian juga seorang perempuan yang menjadi istri dalam
perkawinan memperoleh berbagai hak pula. Desamping itu mereka pun
memikul kewajiban-kewajiban sebagai akibat dari mengikatkan diri
dalam perkawinan itu.9
6 Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya.., 337-338
7
Khoiruddin Nasution, Islam: Tentang Relasi Suami dan Istri, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2004), 241.
8
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa Noer Iskandar al Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed, cet VII (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 340.
9
Terkait hak dan kewajiban suami istri terdapat dua hak, yaitu
kewajiban yang bersifat materiil dan kewajiban yang bersifat inmateriil.
Bersifat materiil berarti kewajiban zhahir atau yang merupakan harta
benda, termasuk mahar dan nafkah. Sedangkan kewajiban yang bersifat
inmateriil adalah kewajiban bathin seorang suami terhadap istri, seperti
memimpin istri dan anak-anaknya, serta bergaul dengan istrinya dengan
cara baik.10
Dalam islam, untuk menentukan suatu hukum terhadap sesuatu
masalah harus berlandaskan atas nash Alquran dan sunnah Nabi. Kedua
sumber ini harus dirujuk secara primer untuk mendapatkan predikat absah
sebagai suatu hukum Islam. Dalam Alquran tidak semua permasalahan
manusia bisa diketemukan ketentuannya, namun pada biasanya, dalam
menyikapi masalah cabang (furu’iyah) yang tidak ada penjelasan rincinya,
Alquran hanya memberikan ketentua secara umum.11
Ketentuan umum yang ada dalam Alquran tersebut adakalanya
mendapatkan penjelasan dari Alquran senduri, adakalanya mendapatkan
penjelasan dari sunnah Nabi sebagai fungsi penjelas. Namun adakalanya
tidak ada penjelasan dari dua sumber primer tersebut. Masalah hak dan
kewajiban suami relatif menapatkan bnayak penjelasan hak yang berupa
prinsip-prinsip maupun detail penjelasannya.
Hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga ditegaskan
dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 228:
10Mahmudah ‘Abd Al’ Ati,
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.12
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa hak yang dimiliki oleh
seorang istri adalah seimbang denga kewajiban istri tersebut terhadap
suaminya. Karena hak yang diterima satu pihak adalah merupakan
kewajiban bagi pihak yang lain. Nafkah merupakan hak seoarng istri, dan
sebaliknya pemberian hak ini kewajiban suami terhadap istri. Selain
nafkah materiil, seorang suami juga berkewajiban untuk memberikan
nafkah batin terhadap istrinya dalam bentuk interaksi dengan istrinya
dengan baik.
Seorang suami memiliki hak-hak yang merupakan kewajiban bagi
istrinya. Dalam konteks ini yang akan dikemukakan adalah kewajiban
istri untuk taat kepada suami. Dasar dari kewajiban seorang istri ini
terkait dengan peran kepemimpinan dalam keluarga yang diberikan
kepada suami berdasarkan Alquran surat An-Nisa’ ayat 34:
Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.13
Pada setiap perkawinan, masing-masing pihak suami dan istri
dikenakan hak dan kewajiban. Pembagian hak dan kewajiban disesuaikan
dengan porsinya masing-masing. Bagi pihak yang dikenakan kewajiban
lebih besar berarti ia mendapatkan hak yang lebih besar pula. Sesuai
dengan fungsi dan perannya.14
Selanjutnya mengenai hak dan kewajiban suami istri, Alquran
telah secara rinci memberikan ketentuan-ketentuannya.
13Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya.., 161.
ketentuan tersebut diklasifikasi menjadi: ketentuan mengenai hak dan
kewajiban bersama antara suami istri, ketentuan mengenai kewajiban
suami yang menjadi hak istri, ketentuan mengenai kewajiban istri yang
menjadi hak suami.
Secara teoritik, untuk menetapkan suatu hukum dalam Islam harus
merujuk kepada Alquran dan Sunnah Nabi sebagai sumber primer,
Alquran digunakan sebagai pentunjuk hukum dalam suatu masalah kalau
terdapat ketentuan praktis didalamnya. Namun apabila tidak ditemukan,
maka selanjutnya berujuk kepada Sunnah Nabi.
Sementara itu terkait dengan ketentuan praktis mengenai hak dan
kewajiban antara suami istri, banyak ditemukan dalilnya dalam Alquran.
Dalil-dalil tersebut meliputi hak dan kewajiban bersama antara suami dan
istri, kewajiban suami terhadap istri, kewajiban istri terhadap suami.
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Alquran diatas dalam kaidah fiqh
yaitu kaidah Asasiyyah seperti:
‚Kemudharatan itu harus ditinggalkan sedapat mungkin‛15
Maksud dari kaidah ini ialah, kewajiban menghindarkan terjadinya
suatu kemudharatan, atau dengan kata lain, kewajiban melakukan
usaha-usaha preventif agar terjadi suatu kemudharatan, dengan segala daya
upaya mungkin dapat diusahakan.16
Tidak jarang dalam suatu perbuatan bergantung pada perbuatan
yang lain. Dan tak jarang pula perbuatan inti sangat bergantung pada
perbuatan perantara. Seperri dalam perkawinan, bahwa tujuan perkawinan
adalah mewujudkan rumah tangga yang harmonis yang didasari rasa kasih
sayang (mawaddah warahmah). Tujuan tersebut tidak akan berwujud
manakala tidak ada pembagian tugas-tugas dalam kehidupan rumah
tangga. Seperti misalnya semua tugas-tugas yang berkaitan rumah tangga
dikerjakan oleh suami atau istri saja, sementara kemampuan istri atau
suami sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan adanya pembagian
tugas-tugas yang berbentuk hak dan kewajiban (sebagai langlah
preventif), dan masing-masing pihak bertindak atas haknya.
4. Hak dan Kewajiban Suami atas Istri
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan
hak-hak bukan kebedaan, sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani
kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan
hidup keluarga. Bahkan, lebih diutamakn istri tidak usah ikut bekerja
mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah
keluarga dengan baik.
Hal ini dimaksudkan agar istri dapat mencurahkan perhatiannya
untuk melaksanakan kewajiban membina keluarga yang sehat dan
mempersiapkan generasi yang shaleh. Kewajiban ini cukup berat bagi istri
yang memang benar-benar akan melaksanakan dengan baik. Namun, tidak
dapat dipahamkan bahwa Islam dengan demikian menghendaki agar istri
tidak pernah melihat dunia luar agar istri selalu berada dirumah saja.17
Diantara hak dan kewajiban suami terhadap istri yaitu:
1. Bersikap baik dan bijaksana dalam berbicara dan mengatur
waktu untuk istri
2. Suami hendaknya mengajarkan istri apa yang menjadi
kebutuhan agamanya, dari hukum-hukum bersuci seperti
mandi, haid, janabat, wudlu dan tayamum.
3. Hendaknya dapat menahan diri, tidak mudah marah apabila
istri menyakiti hatinya.
4. Suami hendaknya menyuruh istri nya melkaukan perbuatan
yang baik dan tidak bermuka masan dihadapan suami.
5. Suami harus mengajarkan berbagai macam ibadah kepada istri
baik ibadah fardlu maupun sunnah serta tidak menunjukkan
keadaan yang tidak disenangi suami.
6. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
7. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
8. Suami wajib memberikan mas kawin dan nafkah dari jalan
yang halal.
10.Suami hendaknya mengajar budi pekerti yang baikkepada
keluarganya, serta menyuruh istrinya melakukan perbuatan
yang baik, dan suami menundukkan dan menyenangkan hati
istri dengan menuruti kehendaknya dengan kebaikan.
11.Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan
memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama dan bangsa.18
12.Memberikan nafkah sandang dan pangan sesuai dengan usaha
dan kemampuannya, suami menanggung:
1. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
2. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak.
3. Biaya pendidikan bagi anak.19
5. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam UU No. 1 Tahun 1947 Tentang
Perkawinan dan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam)
1. Kewajiban-kewajiban suami
a. UU No. 1 Tahun 1947
Pasal 34 ayat (1)
Suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
b. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 80
(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah
tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga
yang penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya
dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna
dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengibatan bagi istri dan anak;
c. Biaya pendidikan bagi anak;
(5) Kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada ayat (4) hurif
a dan b diatas berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari
istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7) Kewajiban suami sebagaimana yang dimaksud ayat (5) gugur
apabila istri nusyuz.
(1) Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban
memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada
masing-masing istri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah
keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika
ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan
istrinya dalam satu tempat kediaman.
2. Kewajiban-kewajiban istri
a. UU No. 1 Tahun 1974.
Pasal 34 ayat (2).
Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
b. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 83
(1) Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir dan batin
kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh
hukum Islam.
(2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
(1) Istri dapat dianggap nusyuz jika tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83
(2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya
tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku
kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali
sesudah istrinya tidak nusyuz.
(4) Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus
didasarkan atas bukti yang sah.
3. Kewajiban dan hak suami istri
a. UU No. 1 Tahun 1974
Pasal 30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah
tangga.
Pasal 32
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) paasal
ini ditentukan oleh suami istri bersama
Pasal 33
Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lainnya.
b. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 77
(1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
ruamh tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang
menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
(2) Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
(3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan
memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan
jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan
agamanya.
(4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
(5) Jika suami istri melalaikan kewajiban, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 78
(2) Rumah kediaman yang dimaksud ayat (1), ditentukan oleh
suami istri bersama.
Pasal 79
(1) Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah
tangga.
(2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
BAB III
KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI DALAM KELUARGA JAMAAH
TABLIGH
A. Profil Jamaah Tabligh
1. Sejarah Berdirinya Jamaah Tabligh
Jamaa’ah Tabligh bukanlah organisasi yang berasal dari Indonesia
akan tetapi sebuah organisasi tradisional yang berasal dari India.
Pendiri Jma’ah Tabligh adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy, lahir
pada tahun 1303 H di desa kandalah di kawasan Muzhafar Nagar,
Utara Bandalesh India. Ia wafat pada tanggal 11 Rajab 1363 H. Nama
lengkap beliau ialah Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma’il Al
-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi.
Al-Kandahlawi merupakan asal kata dari Kandahlah, sebuah desa
yang terletak di daerah Sahranfur. Sementara Ad-Dihlawi adalah
nama lain dari Dihli (New Delhi) ibukota India. Di negara inilah
markas gerakan Jama’ah Tabligh. Adapun Ad-Diyubandi adalah asal
kata Diyubandi yaitu madrasah terbesar bagi penganut madzhab
Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti.1 Ayahnya bernama
Syaikh Ismail dan Ibunya bernama Shafiyah al-Hafidzah. Dia
menerima pendidikan pertamanya di rumah dan menghafal Al-Qur’an
dalam usia yang sangat muda.2 Dia belajar kepada kakaknya sendiri
yaitu Syeikh Muhammad Yahya, setelah itu melanjutkan belajar di
Madha>irul Ulum di kota Saharapur. Pada tahun 1326, ia mengenyam
pendidikan agama Islam di Madrasah Islam Doeband India. Di sini dia
belajar mengenai Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, dan ilmu Islam yang lain.
Dia juga belajar al hadist Jam’ Sha>hihu al Turmudzi dan Sha>hihu
al-Bukhari dari seorang alim yang bernama Mahmud Hasan.3 Kemudian
melanjutkan belajar Kutubu al-Sittah pada kakaknya sendiri
Muhammad Yahya yang wafat pada tahun 1335 H.4
Pergerakan ini berdasarkan atas asas Islam, dalam prakteknya,
mereka berusaha untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama Islam
dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan tujuan utama
pergerakan ini adalah untuk menyebarkan agama Islam dan
menghidupkan makna-makna yang terkandung di dalam hadits-hadits
Nabi.
Jama’ah Tabligh berdiri di India, jama’ah ini muncul dilatar
belakangi oleh aib yang merata dikalangan umat Islam. Maulana Ilyas
menyadari bahwa orang-orang Islam telah terlena jauh dari
ajaran-ajaran iman. Dia juga merasakan bahwa ilmu agama sudah tidak
dimaksudkan untuk tujuan agama. Dia mengatakan ‚ilmu-ilmu sudah
tidak berharga karena tujuan dan maksud mereka mendapatkannya
2 Abul Hasan An-Nadwi, Sejarah Dakwah dan Tabligh Maulana Muhammad Ilyas Rah, (Bandung: Al Hasyimiy, 2009), 53.
telah keluar dari jalur semestinya dan hasil serta keuntungan dari
pengajian-pengajian mereka itu tidak akan tercapai lagi. Dua hal
inilah yang mengganggu pikiranku, maka aku melakukan usaha ini
dengan cara tabligh untuk usaha atas nama iman‛.5 Selain itu keadaan
umat Islam India yang saat itu sedang mengalami kerusakan akidah,
dan kehancuran moral. Umat Islam sangat jarang mendengarkan
syair-syair Islam.
Di samping itu, juga terjadi percampuran antara yang baik dan
yang buruk, antara iman dan syirik, antara sunnah dan bid’ah. Bukan
hanya itu, mereka juga telah melakukan kemusyrikan dan pemurtadan
yang diawali oleh para misionaris Kristen, di mana Inggris saat itu
sedang menjajah India. Gerakan minioris ini, didukung Inggris dengan
dana yang sangat besar. Mereka berusaha membolak-balikkan
kebenaran Islam, dengan menghujat ajaran-ajarannya dan
menjelek-jelekkan Rasulullah SAW.
Muhammad Ilyas berusaha dan berpikir bagaimana membendung
kristenisasi dan mengembalikan kaum Muslimin yang lepas ke dalam
pangkuan Islam. Itulah yang menjadi kegelisahan Muhammad Ilyas.
Muhammad Ilyas mengkhawatirkan umat Islam India yang semakin
hari semakin hari semakin jauh dengan nilai-nilai Islam, khususnyaa
daerah Mewat yang ditandai dengan rusaknya moral dan kosongnya
masjid-masjid yang tidak digunakan untuk ibadah dan melakukan
dakwah-dakwah Islam.6 Hal ini kemudian menguatkan i’tikadiyah
untuk berdakwah yang kemudian diwujudkannya dengan membentuk
gerakan jamaah pada tahun 1926 yang bertujuan untuk
mengembalikan masyarakat dalam ajaran Islam, guna menata kegiatan
jamaah ini dibentuklah suatu cara dakwah jama’ah yang disebut
hirarki, yang berbeda dari organisasi dakwah lainnya, yang kemudian
dikenal dengan gerakan Jama’ah Tabligh. Maulana Ilyas mengatakan,
‚Tersingkaplah bagiku usaha dakwah tabligh ini dan di resapkan
kedalam hatiku, dalam mimpi tafsir Surat Ali Imran ayat 110, yaitu
‚Kamu adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia,
menyuruh kepada Allah.‛ Sesungguhnya engkau dikeluarkan untuk
umat manusia seperti halnya para nabi.7
Pada kesempatan hajinya yang kedua, Allah membukakan pintu
hatinya untuk memulai usaha dakwah dengan pergerakan agama yang
menyeluruh. Dia mengakui dirinya lemah, sedangkan usaha
dakwahnya merupakan sebuah usaha yang besar. Namun demikian, dia
telah bertekad untuk melaksanakan usaha dakwah tersebut. Dia yakin
bahwa pertolongan Allah akan menyertainya, sehingga dia merasa
lega. Selanjutnya dia meninggalkan kota Madinah setelah tinggal
disana selama lima bulan dan tiba di Kandahlawi pada tanggal 13
Rabi’ul Akhir 1345, bertepatan pada tanggal 25 september 1926.
6 An-Nadwi, Sejarah Da’wah dan Tabligh..., 78.
Setelah pulang dari haji beliau memulai usaha dakwah dan mengajak
orang lain untuk bergabung dalam usaha yang sama. Dia mengajarkan
kepada khalayak ramai untuk bergabung dalam usaha yang sama. Dia
mengajarkan kepada Khalayak ramai tentang rukun-rukun Islam,
seperti sahadat, shalat, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1351 H/1931 M, ia menunaikan haji yang ketiga ke
tanah suci Makkah. Kesempatan tersebut dipergunakan untuk
menemui tokoh-tokoh India yang ada di Arab untuk mengenalkan
usaha dakwah. Ketika beliau pulang dari haji, beliau mengadakan
kunjungan ke Mewat, dengan disertai jama’ah dengan jumlah seratus
orang. Dalam kunjungan tersebut ia selalu membentuk jama’ah
-jama’ah yang dikirim ke kampung-kampung untuk berjaulah
(berkeliling dari rumah ke rumah) untuk menyampaikan pentingnya
agama.
Nama Jama’ah Tabligh merupakan sebuah nama bagi mereka yang
menyampaikan Jama’ah ini awalnya tidak mempunyai nama, akan
tetapi cukup Islam saja. Bahkan Muhammad Ilyas mengatakan
seandainya aku harus memberikan nama pada usaha ini akan aku ber
nama ‚gerakan iman‛.8 Ada ungkapan terkenal dari maulana Ilyas;
‚Aye Musalmano! ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah
(menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan
Rasulullah).9 Jama’ah Tabligh resminya bukan merupakan kelompok
atau ikatan, tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang
menjalankan agamanya, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang
tidak memandang asal-usul madzhab atau aliran pengikutnya.
Tujuan Muhammad Ilyas mendirikan gerakan ini, untuk
menciptakan sistem dakwah baru, yang tidak membedakan antara
ahlus-sunnah dan golongan-golongan lain. Serta larangan-larangan
untuk mempelajari dan mengajar masalah furu ‘iyah. Menurut mereka,
hanya cukup mengajarkan keutamaan-keutamaan amal dari
risalah-risalah tertentu.
Sepeninggal Syaikh Muhammad Ilyas Kandahlawi kepemimpinan
Jama’ah diteruskan oleh puteranya Syaikh Muhammad Yusuf
Kandahlawi. Ia dilahirkan di delhi, ia sering berpindah-pindah mencari
ilmu dan menyebarkan dakwah dan juga sering pergi ke Saudi Arabia
untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah. Ia wafat di Lahore dan
jenazahnya dimakamkan disamping orang tuanya di Nzham al-Din
Delhi.
Dalam berdakwah, mereka turun ke masyarakat baik itu perkotaan
atau di pedasaan, mereka mengajak masyarakat sekitar untuk
menjalankan ajaran-ajaran agama Islam secara maksimal dan
merealisasikan makna-makna hadits Nabi Muhammad SAW, sehingga
dalam berdakwah mereka sering kali mengenakan pakaian-pakaian
bernuansa Arab seperti Jubah dengan panjang di atas mata kaki,
imamah atau ikat kepala yang mereka anggap semua itu adalah
termasuk dari Sunnah Nabi.10
Dalam kegiatan melakukan dakwah, mereka terbagi menjadi
beberapa kelompok dan setiap kelompok membawa bekal
masing-masing untuk mencukupi kebutuhannya selam aberdakwah. Biasanya
mereka membawa uang saku secukupnya, peralatan masak, pelaratan
tidur serta peralatan-peralatan yang lain sesuai dengan kebutuhannya.
Setelah semuanya dipersiapkan, mulailah mereka turun menyebar ke
berbagai tempat di perkotaan atau di pedesaan dan biasanya mereka
menjadikan masjid atau mushalla sebagai tempat kegiatan mereka,
setelah itu mereka berkunjung ke masyarakat untuk menyampaikan
ajaran-ajaran agama Islam dan mengajak mereka meramaikan masjid
atau mushalla. Setelah masyarakat berkumpul di masjid atau
mushalla, mulailah mereka menerangkan tentang pentingnya
persatuan Islam, Iman, amal, musyawarah, mudzakara>h, dan
ajaran-ajaran agama Islam yang lainnya. Akan tetapi, hal yang terpenting
yang mereka lakukan adalah berdakwah yang dikemas dalam bnentuk
dakwah. Kitabnya yang terkenal ialah Amani Akhbar berupa
komentar kitab Ma’ani abtara lain Atsar karya Syaikh Thalawi dan
Hayat al-Slahabah.
Jama’ah Tabligh juga tersebar ke seluruh dunia, antara lain
tersebar di Pakistan dan Bangladesh negara-negara Arab dan
keseluruh dunia Islam. Jama’ah ini mempunyai banyak pengikut di
Suriah, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Sudan, Irak, dan Hijaz.
Dakwah mereka telah tersebar di sebagian besar negara-negara Eropa,
Amerika, Asia, dan Afrika. Mereka memiliki semnagat dan daya juang
tinggi serta tidak mengenal lelah dalam berdakwah di Eropa dan
Amerika. Bahkan pada tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi
pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian
menjadi markas besar Jma’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka
disebut Amir atau Zamida>r atau Zuminda>r. Sedangkan Pimpinan
pusatnya berkantor di Nizhamuddin Delhi. Dari sinilah semua urusan
dakwah internasioanalnya diatur.
Jama’ah Tabligh juga mempunyai tokoh-tokoh yang terkenal
antara lain:
1. Maulana Muhammad Ilyas. Ia lahir pada tahun 1303 H/1885 M, di
Kandahla India.11 Penggagas pertama berdirinya Jama’ah Tabligh
sekaligus pemimpin pertama Jama’ah Tabligh.
2. Maulana Muhammad Yusuf, putra Maulana Ilyas, pengganti
ayahnya setelah Muhammad Ilyas meninggal dunia.12 Beliau
menyusun kitab antara lain al-Muntakhab al-Hadist, dan buku
Khuru>j Fi> Sabi>lilla>h Menurut Al-Qur’an dan Hadist, yang menjadi
11 An-Nadwi, Sejarah Maulana Ilyas..., 7.
buku rujukan bagi para pengikut Jama’ah Tabligh dalam
berdakwah.
3. Maulana Istihyamul Hasan, pemimpin Jama’ah Tabligh setelah
Maulana Muhammad Yusuf. Ia mengarang buku antara lain:
Satu-satunya Caara Memperbaiki Kemerosotan Umat Islam di Zaman
ini.
4. Maulana Zakariya al-Kandahlawi, lahir 1 Ramadhan 1315 H di
kandla India. Ia adalah keponakan dari Maulana Muhammad
Ilyas.13 Ayah Zakariya, Syekh Muhammad Yahya saudara
sekandung dengan Mulana Muhammad Ilyas. Maulana Zakariya
ini seorang penulis buku aktif. Banyak bukunya yang menjadi
pedoman bagi para Jama’ah Tabligh. Diantara buku-bukunya yang
sangat terkenal di kalangan Jama’ah Tabligh adalah Himpunan
Fadha>ilul Amal. Maulana Zakariya al-Kandahlawi, sebagaimana
Maulana Ilyas pamannya, juga punya hubungan yang sangat dekat
dengan Syekh Rasyid Ahmad, seorang pembaharu pengikut
Wahabi, bahkan menganggapnya sebagai musyiidnya. Berkata
Mulana Zakariya dan teman akrab ayah saya, Syaikh mursyid
saya, yaitu Syaikh Rasyid Ahmad Rah, yang jika ditulis segala
kebaikan dan keutamaanya, tentu memerlukan sebuah buku yang
cuku tebal.14
13 Ibid., 8.
5. Maulana Manzhur Nu’mani, seorang tokoh Jama;ah Tabligh yang
sangat dekat dengan Maulana Muhammad Ilyas. Beliau ini salah
seorang anggota pengurus Rabithah Alam Islami, sering menyertai
Maulana Muhammad Ilyas saat Khuru>j Fi> Sabi>lilla>h. Ia menyusun
buku Malfudha>t Hazhrat Maulana Muhammad Ilyas. Buku sudah
diterjemah dalam Bahasa Indonesia dengan judul Mutiara Hikmah
Ulama Ahli Dakwah.
6. Abdul Hasan Ali Nadwi, sering bersama Maulana Ilyas. Ia
mengarang buku antara lain Riwayat hidup Maulana Muhammad
Ilyas. Menurut Manzhur Nu’mani, Abdul Hasan Ali Nadwi
mempunyai hubungan khusus dengan Maulana Muhammad Ilyas,
karena ada hubungan yang erat dalam usaha agama dan dakwah
antara keluarga Maulana Ilyas dengan keluarga Abdul Hasan Ali
Nadwi.
7. Syekh Muhammad Sa’ad al-Kandahlawi, cucu dari Maulana
Muhammad Yusuf. Ia telah melakukan penyempurnaan buku
Khuru>j Fi> Sabi>lillah Menurut Al-Qu’an dan Hadits, karangan
kakeknya, Maulana Muhammad Yusuf.
2. Sejarah Jama’ah Tabligh Ke Surabaya
Pada dekade 1980-an ketika Jamaah Tabligh masuk ke Surabaya,
terjadi berbagai gejolak antara Islam dan negara. Munculnya
gerakan-gerakan yang dianggap radikal, UU yang mengharuskan menggunakan
dasarwasa terakhir, umat Islam sedang bergerak dari minoritas politik
ke mayoritas budaya. Mereka tidak lagi memandang aktifitas politik
sebagai satu-satunya wadah perjuangan dalam rangka
memperjuangkan Islam dengan segala kandungan makna yang
diyakini dan dihayati dalam kehidupannya. Gerak Islam tengah
bergerak ke suatu spektrumbaru yang lebih dominan bersifat
kebudayaan ketimbang politik. Seperti hal NU, omas terbesar di
Indonesia ini keluar dari pentas politik pada tahun 1983.15 Hal ini juga
dapat dilihat dari besarnya animo masyarakat terhadap
gerakan-gerakan keagamaan yang berkembang yang mulai muncul sejak akhir
dekade 1970-an termasuk terhadap gerakan Jamaah Tabligh. Banyak
masyarakat yang tertarik dengan gerakan ini karena praktek-praktek
keagamaannyaa lebih menonjolkan pada apa-apa yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW dan para Sahabatnya, misalnya dalam hal
berpakaian. Anggota Jamaah Tabligh sering memakai jubah panjang
dan sorban di kepala. Jamaah Tabligh juga sangat memperhatikan
adab-adab sehari-hari, sehingga sangat menarik masyarakat untuk
mengikutinya, meskipun Jamaah Tabligh tidak berasal dari Indonesia
sendiri.
Gerak budaya Islam yng berkembang juga berimbas kepada
daerah-daerah termasuknya Surabaya. Jamaah Tabligh masuk ke
Surabaya pada tahun 1948 dan mendapat tempat di masyarakat.
Penentang dari masyarakat pasti ada dan itu tetjadi pada awal
kedatangan Jamaah Tabligh. Hal ini tidak mengherankan lagi, karena
Jamaah Tabligh menjadikan masjid sebagai baris gerakannya,
sehingga yang menjadi target adalah orang-orang yang rumahnya
berdekatan dengan masid.16\
Jamah tabligh masuk di Surabaya setelah beberapa tahun
keberadaannya di Indonesia. Jamaah Tabligh masuk ke Surabaya
ketika kondisi perpolitikan terutama hubungan Islam dengan
pemerintah yang banyak terjadi pertentangan dan kecurigaan,
meskipun pada akhir dekade 1980-an, satu rombongan yang terdiri
dari sepuluh orang, jamaah gabungan dari Pakistan dan Malasyia yang
dipimpin oleh Abdussobar tiba di Surabaya. Tempat pertama
dikunjungi adalah Masjid Nuru Hidayah, Jl. Ikan Gurami Gg. IV Perak
Barat Surabaya. Orang pertama kali didekati adalah H. Amin Said
yang merupakan Takmir Masjid Nurul Hidayah. Setelah itu jamaah ini
mendekati Abdul Wahid yang berasal dari Madura, seorang warga
sekitar masjid.17
Kedatangan Jamaah ini tidak langsung diterima atau dipercaya
oleh H. Amin Said. Ia khawatir gerakan Jamaah Tabligh ini termasuk
gerakan-gerakan yang dilarang perkembangannya oleh negara yang
sebelumnya juga pernah ditumpas pemerintah. Gerakan-gerakan yang