• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh : SITI AISYAH NIM. B57212096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

INTISARI

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan pada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. suatu persoalan dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya,Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan yang ada dalam setiap tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat bersumber dari berbagai macam faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman sepergaulan atau lingkungan sosial. Masalah-masalah yang dihadapi memberikan suatu bentuk ujian bagi para remaja agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah. Penelitian ini merupakan penelitian komparasi. Instrumen penelitian berupa skala kemampuan problem solvin yang berjumlah 40 aitem. Subjek penelitian ini berjumlah 75 siswa yang tinggal dipondok pesantren dan 25 siswa yang tinggal dirumah.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik komparasi Uji T dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,000< 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

(6)

ABSTRACT

Issue or problem is a part of human life. Almost every day people are faced with problems that needs to be addressed. a problem can be sourced from within oneself or from the environment, Life teenager is inseparable from a wide variety of problems that exist in every stage of its development. The existing problems can be sourced from a variety of factors, such as from within yourself, family, friends or social environment.

The problems faced provides a form of exam for teenagers to be able to adjust to their surroundings The formulation of the research problem is whether there is a difference between the problem solving ability of students who live in the islamic boarding school and living at home. To answer the problem formulation of this study aims to determine whether there are differences in problem solving ability among students living in the islmic boarding school and living at home. This research is comparative. The research instrument is the proficiency scale problem solvin totaling 40 item. Subjects of this study were 75 students who live in the islamic boarding schools and 25 students living at home. The results of the study are analyzed using T kompartion using SPSS version 16.00 for Windows with a significance level of 0.000 <0.05, then Ho is rejected and Ha accepted

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Problem Solving ... 17

1. Pengertian Problem Solving ... 17

2. jenis-jenis masalah ... 26

3. hambatan bagi pemecahan masalah ... 28

B. Lingkungan Tempat Tinggal ... 38

C. Landasan Teori ... 43

D. Hipotesis ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

1. Identifikasi Variabel ... 46

2. Definisi Operasional... 47

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 49

1. Populasi ... 49

2. Sampel ... 50

3. Teknik Sampling ... 51

(8)

xiii

D. Validitas dan Reliabilitas ... 56

1. Validitas ... 54

2. Reliabilitas ... 61

E. Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 62

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 63

1. Deskripsi Data ... 63

2. Reliabilitas Data ... 66

C. Analisis Data ... 66

1. Uji Normalitas Data ... 67

2. Pengujian Hipotesis ... 68

D. Pembahasan ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan pada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. suatu persoalan dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya, bergerak dari yang mudah sampai yang paling sulit, dan dari masalah yang sudah jelas, sampai masalah yang belum jelas (Prof. Dr. Suharnan., 2005).Menurut Karl (1999) problem ataau masalah adalah keadaan suatu hal peristiwa yang harus kita ganti dengan sebuah cara unuk mendapatkan apa yang kita inginkan, definisi ini adalah yang paling mudah, namun tidak berarti bahwa jika kita akan menyelesaikan suatu masalah berarti ada sesuatu yang tidak beres. Bahkan problem yang akan mengundang kita untuk berpikir dan bertindak.

(10)

2

Namun, banyak siswa (dan bahkan orang dewasa yang sesungguhnya kompeten) mengalami kesulitan menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Oleh karena itu perlu adanya suatu proses yang dapat diajarkan dan dipelajari oleh siswa yang disebut dengan problem solving (pemecahan masalah) (Slavin, 2011). Dengan harapan bahwa dengan suatu proses pemecahan masalah, siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan kemampuannya sendiri. Terlebih lagi masalah dalam sekolah ataupun masalah pribadinya sebagai seorang remaja.

Ling dan Catling (2012) menjelaskan Problem Solving sebagai keterampilan individu dalam menjalankan skenario berbeda setiap harinya. Mulai dari penyusunan jadwal kegiatan sehari-hari hingga munculnya suatu masalah baru. Mayoritas diantara kita menjalani proses-proses ini tanpa meyelesaikan masalah-masalah bahkan yang paling sederhana sekalipun. Sehingga setiap harinya akan banyak suatu masalah-masalah yang berbeda yang harus diselesaikan.

(11)

3

pembelajarannya dengan mengajukan masalah yang cukup menantang dan menarik bagi siswa.

Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present stante and future state or desired goal). Keadaan sekarang sering pula disebut originsl state,

sedangksn keadaan yang diharapkan sering pula disebut final state. Jadi, suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan goal state (Suharnan., 2005).

(12)

4

menemukan solusi yang tepat dalam menghadapi suatu masalah. Ketika remaja mengalami suatu masalah, terjadi kebingungan dalam diri yang mengarahkan pada ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri secara tepat terhadap kenyataan yang ada. Sehingga banyak kasus yang terjadi pada remaja saat ini adalah ketidakmampuan dalam menemukan solusi yang tepat terhadap masalah yang dihadapi sehingga mengambil jalan yang keliru seperti bunuh diri atau melampiaskannya dengan menggunakan obat-obatan terlarang.

(13)

5

Untuk mengatasi semua permasalahan sudah pasti di butuhkan suatu pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk proses representasi kognitif, akan tetapi di sisi lain dalam pemecahan masalah juga diperlukan adanya suatu proses belajar. Bila kita berhasil memecahkan suatu masalah kita akan mendapat sebuah pemahaman, yang kemudian dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah-masalah lain yang mungkin terdapat kesamaan di waktu yang berbeda. Dan setiap kali kita pecahkan masalah, kita mempelajari sesuatu yang baru. Karena itu memecahkan masalah merupakan suatu bentuk belajar (Firdaus, 2015).

Memecahkan masalah menjadi persoalan yang bersifat penting dalam kehidupan manusia, karena sepanjang rentan kehidupannya manusia selalu berhadapan dengan berbagai masalah untuk dicari pemecahannya. Bila gagal dengan suatu masalah untuk memecahkannya manusia selalu mencoba memecahkannya dengan cara lain. Bila demikian adanya kehadiran dan keberhasialan manusi memecahkan masalah dalam kehidupannya pada tingkat dan jenjang tertentu dapat memberikan nilai tertentu pula pada manusia tersebut terutama bagi mereka yang masih duduk di bangku sekolah.

(14)

6

membutuhkan suatu perencanaan, pengelolaan yang baik, dan kecerdasan emosi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, diharapkan dapat memecahkan masalah dengan mudah dan cepat. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Robeth. S. Solso, 2008).

Problem solving atau kemampuan pemecahan masalah adalah pemecahan yang mengenai sasaran dengan dampak negatif yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain (Nezu dan Ronan, 2008). Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang komplek dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang.

(15)

7

dimanapun manusia berada dia tidak akan lepas dari yang namanya masalah.

Setiap anak mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah, contohnya ketika seorang anak mendapatkan masalah berupa tugas sekolah yang sangat banyak dan sulit untuk dikerjakan, banyak opsi pemecahan masalah yang bisa dipilih, contohnya: dengan cara kerja kelompok, dengan hal ini diharapkan siswa akan dapat bekerja sama dan mengurangi beban stres karena dipirkan dan di kerjakan secara bersama-sama. Selain itu bisa biasanya dalam menyelesaikan masalah tugas dengan mendahulukan mana jadwal yang paling dekat dan itu yang menjadi prioritas, bahkan menyelesaikan masalah dengan sitem kebut semalam seringkali terjadi dalam masa remaja.

(16)

8

memiliki jadwal yang lebih padat selain sekolah, yakni mendalami tentang agama.

Menurut Runyon dan Haber (1984) Semakin bertambah usia seorang anak maka semakin luas juga pengaruh lingkungan bagi anak, yakni lingkungan sekolah, teman dalam kelompok dan masyarakat sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak (siswa). Lingkungan disini dibagi menjadi dua, yakni siswa yang tinggal dilingkungan pondok pesantren dan siswa yang tinggal dilingkungan rumah (pulang langsung kerumah). Pondok pesantren menawarkan kurikulum yang berbeda dibandingkan dengan sekolah umum. Para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren diharapkan dapat menguasai ilmu pengetahuan juga memiliki iman dan taqwa yang sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Santri hidup dalam suatu komunitas khas, dengan kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren, berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasannya tersendiri, yang tidak jarang berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya (Bashori, 2003).

(17)

9

Rumah tinggal secara fisik umumnya sama dengan rumah tinggal-rumah tinggal yang ada. Susunannya pun tidak berbeda dengan apa yang ada pada rumah tinggalrumah tinggal pada umumnya. Ada ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Justru yang berbeda hanyalah ukuran, bentuk dan variasi. Rumah tinggal berkaitan erat dengan lingkungan keluarga, yang dalam hal ini adalah keluarga sendiri yang terdiri dari seorang ayah dan ibu, anak serta saudarasaudaranya (jika ada). Dapat dikatakan bahwa anak yang dibesarkan di rumah tinggal, maka lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarganya sendiri.

(18)

10

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahi apakah terdapat perbedaan pemahaman problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengethuan, serta pemikiran, seputar permasalahan yang diteliti, baik bagi peneliti maupun pihak lain, sebagai bahan referensi dalam meneliti dan mengkajidengan masalah yang terkait dengan penelitian ini.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi penulis

Penelitian ini dapat memberikan pemehaman dan pegetahuan lebih kepada penulis sehingga bisa menambah ilmu ang dimiliki, khususnya tentang kemampuan problem solving.

(19)

11

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ada kaitannya tentang kemampuan problem solving.

c. Bagi Institusi ang terkait

Memberikan kontribusi bagi institusi tentang kemampuan problem solving.

E. Keaslian penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu mengenai variabel problem solving untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Diantaranya:

1. Penelitian oleh Dwi Desfari Mandasari, Rina Oktaviana, desy

Arisandy, dalam jurnal psikologi Universitas Bina Dama Palembang pada 2015 tentang hubungn antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah pada anggota Polda Sumatra Selatan. Penelitian ini menggunakan metode skala kecerdasan emosi dan skala pemecahan masalah. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Analisis korelasi dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah pada anggota brimob Polda Sumatra Selatan. 2. Penelitian oleh Maulid Rahmat, Muhardjito, dan Siti Zulaikah,

(20)

12

kemampuan pemecahan masalah melalui strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem solving. Penelitian ini menggunakan mix Method dengan menggunakan instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Hasil dari penelitian ini adalah : 1) strategi pembelajaran thinking aloud pair problem solving berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, 2) pengaruh strategi pembelajaran thinking aloud pair problem solving berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan.

3. Penelitian oleh Afi Amalia Putri (Universitas Muhammadiyah Surkarta) tentang Hubungan antara self regulated learning dengan kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa fakulas psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode pengumpulan data menggunakan skala self-regulated learning dan skala kemampuan pemecahan masalah, metode analisis data menggunankan product moment. Hasil dari penelitian ini adalah adnya hubungan positif yang sangat signifikan antara self-regulated learning dengan kemampuan pemecahan masalah pada Mahasiswa fakultas psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

(21)

13

Pemecahan Masalah Penyesuaian Diri Remaja Awal. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga buah skala pengukuran, yaitu skala kecerdasan emosi =20, skala self efficacy = 34, dan skala penyesuaian diri = 31. Metode analisis data adalah denan menggunakan metode analisis regresi ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kecerdasan emosi dan self efficacy dalam pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal.

5. Penelitian oleh Laili Mahmudah, Suparmi, Widha Sunarno dalam

(22)

14

kognitif, afektif, dan psikomotorik; (4) ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif, tetapi tidak ada interaksi pada prestasi belajar psikomotorik; (5) tidak ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif siswa, tetapi ada interaksi pada prestasi belajar afektif dan psikomotorik; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan berpikir kritis dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik; (7) tidak ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

6. Penelitian oleh Carol R. Aldous di Flinders University pada tahun

2007 tentang Creativity, problem solving and innovative science: Insights from history, cognitive psychology and neuroscience

“Kreativitas, pemecahan masalah, dan ilmu pegetahuan yang

inovatif: pengetahuan dari sejarah dan psikologi kognitif. Dengan metode kuantitatif dengan subjek yang diambil dari skala besar sejumlah 405 individu

(23)

15

Solving Processes Traditional Theoretical Models “Ulasan Kritis

tentang Pemecahan Masalah dengan Teori-teori tradisional”. Metode dalam penelitian ini.

8. Penelitian oleh Ozcan Gulacar, Charles R. Bowman, Debra A.

Feakes dalam Science Education Internasional Vol. 24 tahun 2013 Western Michigan University tentang Observational investigation of student problem solving: The role and importance of habits

“Penyelidikan observasional pemecahan masalah mahasiswa:

peran dan kebiasaan”. Metode pengambilan data dengan

menggunakan tes (angket stoikiometri), metode pengambilan data dengan metode ada yang sama. Metode analisis data dengan menggunakan uji T (perbedaan). Hasil penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang berhasil menyelesaikan masalah dengan siswa yang gagal ketika menyelesaikan suatu masalah.

9. Penelitian oleh David Fortus, R. Charles Dershimer, Joseph Krajcik, Ronald W. Marx dalam International Journal of Science Education (University of science, Ann Arbar, Michigan) tentang Design-Based Science (DBS) and Real-world Problem-Solving

“Desain berbasis sains dan kenyataan dalam pemecahan masalah”.

(24)

16

penelitian ini adalah ada peningktan yang signifikasi secara statistik pada skor pre-tes dan post-tes serta ada korelasi yang kuat antara keduanya.

10. Penelitian oleh Michael Van, David Spears, dan ricardo dalam

international journal of Psychology (University of scienc) tentang problem solving skills in students staying hostel. Meneliti tentang kemampuan siswa uang tinggal disebuah sekolah dengan asrama didalamnya. Metode pengambilan data dengan cara diberikan sebuah perlakuan dan dihadapkan pada sebuah masalah , apakah siswa-siswa itu sanggup memecahkannya. Dengan menggunakan sebuah tes.

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Problem Solving

a. Pengertian

Problem Solving oleh Evans (1994) diartikan sebagai aktivitas

yang dihubungkan dengan penyeleksian sebuah cara yang cocok untuk tindakan dan mengubah suasana sekarang menjadi suasana yang dibutuhkan. Artinya dalam setiap tahapan penyelesaian masalah, dibutuhkan sebuah filter dalam menentukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menyaring berbagai persoalan yang ada, seseorang akan dengan mudah dalam melakukan sebuah proses problem solving dari berbagai masalah yang dihadapinya.

Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present stante and future state or desired

goal). Keadaan sekarang sering pula disebut originsl state,

(26)

18

yang memisahkan antara present state dengan goal state (Suharnan., 2005).

Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang komplek dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang. Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan yang cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru, ia mementingkan penalaran sebagai dasar untuk mengkombinasikan gagasan dan mengarahkan kepada penyelesaian masalah. Ditambah pula bahwa, seseorang yang telah banyak pengalanman untuk bidang tertentu selalu memiliki respon yang siap dalam suatu situasi untuk mmecahkan masalah.

Robert W. Balley (989: 118121) mengemukakan bahwa peecahan masalah meemiliki tiga dimensi yaitu:

a. Kita berusaha bertanya apakah masalah itu benar-benar suatu

masalah? Mengacu pada pengertian bahwa suatu masalah membawa kota kepada situasi dengan tidak segera dapat memecahkan masalah itu, misalnya suatu masalah yang mempertanyakan “siapa yang pertama kali menerbangkan pesawat terbang?”. Pertannyaan demikian bukanlah suatu masalah.

(27)

19

kegiatan pemecahannya pun konsisten dengan pendekatan yang dirancang

Pemecahan masalah mempunyai beberapa alternatif penyelesaian (solution). Sementara pernyataan sederhana pada umumnya memerlukan suatu penyelesaian yang pasti.

Proses pemecahan masalah yang dikemukakan G. Polya (1973) dalam bukunya berjudul “How to solve it” menjelaskan secara rinci bagaimana suatu masalah diselesaikan:

a. Memahami permasalahan

b. Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan c. Merencanakan pemecahan masalah

d. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan

rencana

e. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari

pemecahan masalah yang telah dilakukan.

(28)

20

Torrence (1973), mendefinisikan penyelesaian masalah sebagai: “ Proses seseorang itu menjadi peka terhadap masalah dan ini melibatkan seseorang individu itu cuba mencari penyelesaian membuat andaian, mengubah hidup, dan akhirnya melaporkan silannya”

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang untuk menemukan solusi melalui suatu proses yang melibatkan pemerolehan dan pengorganisasian informasi. Pemecahan masalah melibatkan pencarian cara yang layak untuk mencapai tujuan (Santrock, 2011). Menurut Solso (2007), kemampuan pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif kompleks yang di dalamnya termasuk mendapatkan informasi dan mengorganisasikan dalam bentuk struktur pengetahuan.

Menurut Slavin (2011) pemecaghan masalah adalah suatu upaya untuk mengatasi rintangan yang menghambat jalan menuju solusi. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Solso, 2008). Kita menemukan banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga kita akan membuat cara untuk menanggapi, memilih, menguji respon yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah.

(29)

21

yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain Ling dan Catling (2012) Sebagian ahli berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah kemampuan individu untuk menghubungkan antara konsep atau pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada

Definisi problem solving lainnya juga diungkapkan oleh Ling dan Catling (2012) yang diartikan sebagai keterampilan yang digunakan dalam banyak skenario berbeda setiap hari, apakah dalam mengatur jadwal dalam sehari atau menyusun rencana esai. Artinya seseorang yang menjalani kehidupan akan selalu mendapatkan berbagai macam masalah yang berbeda setiap harinya. Sehingga seseorang tersebut juga akan memiliki keterampilan yang berbeda pula setiap harinya dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan keterampilan tersebut diharapkan seseorang akan semakin dewasa dalam mengambil segala solusi yang dipakainya untuk kemudian diterapkannya kembali dalam masalah yang sama.

(30)

22

sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Artinya bahwa setiap orang yang memiliki suatu tujuan dalam mencapai segala hal yang diinginkan akan menemui suatu masalah atau rintangan yang menghadangnya. Akan tetapi, dengan tekad dan usaha yang dimilikinya, seseorang itu akan terus berusaha melawan masalah dan rintangan tersebut hingga akhirnya bisa mencapai tujuan yang diinginkannya.

Anderson (2005) mengatakan “problem solving is goal directed behavior that often involves setting subgoals to enable the

application of operators”. Artinya pemecahan masalah adalah

perilaku dengan tujuan terarah yang seringkali melibatkan keadaan dari sebuah tujuan untuk memungkinkan orang-orang yang menggunakannya. Sehingga, dalam menggunakan tujuan yang baik, seseorang akan lebih melihat situasi serta kondisi pada saat orang tersebut menyelesaikan masalah.

Oztruk dan Guven (2016) juga menambahkan bahwa problem solving adalah proses ilmiah seseorang yang melalui

(31)

23

akan dengan mudah memutuskan sebuah solusi yang akan dipakainya dalam memecahkan suatu masalah.

Adapun dalam Islam telah dijelaskan dalam QS. Al Mudatsir ayat 1-7 tentang pemecahan masalah. Sebagaimana berikut ini:                           

“ 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2.

bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu

agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan

perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu

memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih

banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,

bersabarlah.”

(32)

24

dari Allah SWT. Selain itu, kita diperintahkan untuk memperbaiki diri kita, ikhlas dalam segala hal, dan kemudian bersabar berpasrah diri kepada Allah SWT (Al Hikmah, 2008). Artinya ketika kita menghadapi suatu masalah, seharusnya kita tidak menyendiri dan segera menyelesaikan masalah serta berpasrah kepada Allah atas segala ujiannya.                              

“53. dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka

dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh

kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta

pertolongan. 54. kemudian apabila Dia telah menghilangkan

kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari

pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain)”

(QS. An Nahl, 16:53-54).

Dalam Qur’an surat An Nahl ini mengandung makna bahwa

(33)

25

SWT, kita tidak boleh melupakanNya dan harus terus mengingatnya serta meminta pertolongan kepada Allah SWT.

Ayat-ayat Al qur’an di atas membuktikan bahwa sebagai manusia, semua akan mengalami ujian dari Allah SWT berupa suatu masalah atau apapun. Dan ujian tersebut wajib untuk diselesaikan dengan tetap mengingat Allah. Baik dengan berdoa memohon petunjukNya maupun dengan bercerita kepada teman yang tepat. Hal tersebut sudah tercantum dalam Al qur’an.

Menurut Solso (2007) kreativitas merupakan salah satu faktor yang mendukung pemecahan masalah. Kreativitas merupakan suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu cara baru dalam memandang masalah atau solusinya. Seseorang yang kreatif akan dapat menyusun banyak ide atau alternatif terhadap segala sesuatu yang membantu pemecahan masalahnya. Ada masalah-masalah yang menuntut untuk berpikir kreatif, seperti masalah dalam menciptakan sesuatu yang baru, masalah dalam mengantisipasi suatu kejadian. Sehingga dalam menyelesaikan sebuah masalah atau menghasilkan sesuatu yang baru, seseorang juga harus bisa berpikir secara kreatif.

(34)

26

Faktor-faktor tersebut adalah working memory capacity, pengkodean, dan proses penyimpanan. Faktor-faktor tersebut juga memiliki tugas masing-masing dalam mempengaruhinya.

Jadi, problem solving merupakan suatu proses pemikiran dengan tujuan terarah untuk menemukan jalan keluar dari sebuah masalah yang dihadapi tersebut demi mencapai tujuan yang diinginkan, dengan melalui enam proses tahapan penyelesaian masalah yang diantaranya adalah mengidentifikasi, merepresentasi, merencanakan solusi, merealisasikan rencana, mengevaluasi rencana dan mengevaluasi solusi

b. Jenis-jenis Masalah

Masalah-masalah bisa dikategorikan menurut apakah mereka memiliki jalan yang jelas menuju solusi atau tidak (Davidson & Sternberg, 2003).

(35)

27

program komputer yang bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Dengan mengembangkan program instruksi yang memampukan komputer memutuskan pemecahan suatu masalah, peneliti mungkin bisa memahami lebih baik bagaimana manusia menyelesaikan jenis masalah yang sama. Menurut model pemecahan masalah (Newell & Simon, 1972), pemecahan masalah (entah menggunakan kecerdasan manusia maupun buatan) harus melihat kondisi awal masalah dan kondisi akhir (tujuan) di sebuah ruang masalah. Sebuah ruang masalah adalah semesta dari semua tindakan memungkinkan yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah, berdasarkan batasan apa yang diterapkan bagi penyelesaian masalah. Menurut model ini, strategi fundamental bagi pemecahan masalah adalah dengan menguraikan tugas masalah menjadi serangkaian langkah. Setiap langkah melibatkan seperangkat aturan bagi prosedur-prosedur yang bisa diimplementasikan.

b) Masalah yang terstruktur dengan buruk : tidak memiliki

(36)

28

c. Hambatan dan Bantuan bagi Pemecahan Masalah

a) Perangkat-perangkat mental, kubu pertahanan dan fiksasi

Sebuah faktor yang dapat mengahambat pemecahan masalah adalah perangkat mental: yaitu kerangka pikir yang melibatkan sebuah model yang ada untuk merepresentasikan masalah, konteks masalah atau prosedur bagi pemecahan masalah. Istilah lain bagi perangkat mental ini adalah kubu pertahanan (entrench ment). Ketika pemecahan masalah memiliki sebuah perangkat mental yang dipertahankan, mereka akan memfiksasi sebuah strategi yang normalnya bekerja baik dalam memecahkan banyak masalah tertentu.

b) Pentansferan positif dan negatif

(37)

29

seperangkat mental bisa menjadi bantuan yang berguna untuk memecahkan suatu masalah. Dari perspektif yang lebih luas, pentranfern positif bisa dianggap melibatkan pentransferan pengetahuan atau keahlian faktual dari satu setting ke setting yang lain .

c) Pentransferan analogi-analogi

Analogi-analogi diantara masalah-masalah melibatkan pemetaan hubungan diantara masalah-masalah (Gentner, 983, 2000). Atribut-atribut isi yang aktual tidak begitu relevan. Dengan kata lain, yang difokuskan pada analohgi bukan kemiripan isi, melainkan seberapa dekat sistem struktural hubungan-hubungan mereka bersesuaian. Karena terbiasa mempertimbangkan kebiasaan mempertimbangkan pentingnya isi, maka kita mengalami kesulitan untuk mendorong isi ke latar belakang. Selain itu, sulit juga untuk membawa bentuk (hubungan-hubungan struktural) dengan latar muka.

d) Inkubasi

(38)

30

menyisihkan persoalan untuk sesaat dengan tidak memikirkannya secara sadar. Hal ini melibatkan pengambilan jeda dari tahap-tahap pemecahan masalah. e) Keahlian bisa mempengaruhi pemecahan masalah

Bagi para ahli, kebanyakan aspek pemecahan masalah diatur oleh proses-proses otomatis. Keotomatisan ini biasanya memampukan para ahli menyelesaikan masalah diarea keahlian tertentu. Namun, ketika masalah melibatkan elemen-elemen baru yang memerlukan strategi baru, keotomatisan prosedur-prosedur ini bisa mempengaruhi pemecahan masalah, minimal untuk sementara waktu. Keahlian dibidang tertentu diliht umumnya dari perspektif “latihan menjadikan kita sempurna”. Meskipun demikian,

banyak peneliti menyatakan bahwa konsep talenta tidak boleh memberikan banyak kontribusi bagi perbedaan keahlian-keahlian yang ada.

d. Tahapan Pemecahan Masalah

1) Pemahaman Masalah (Problem Understanding )

(39)

31

pada hakekat permasalahan terutama dalam penampakannya, informasi disekitar persoalan, dan keakraban seseorag terhadap persoalan tersebut (Prof. Dr. Suharnan, MS., 2005).

2) Representasi Mental

Representasi masalah menunjuk pada proses mempresepsi dan menginterpretasi pokok persoalan. Aktivitas ini akan menimbulkan sejumlah identifikasi yang meliputi: (1) apa yang menjadi permasalahan sesungguhnya, (2) apa yang menjadi kriteria pemecahan, (3) keterbatasan-keterbatasan tertentu, dan (4) berbagai macam alternatif bagi pemecahan masalah.

3) Ruang Masalah

Ruang masalah juga sangat menentukan tingkat kemudahan atau kesulitan seseorang untuk mencari pemecahannya. Sebagai pegangan bahwa semakin luas ruang suatu masalah maka makin sulit mencari jalan keluar atau pemecahannya.

4) Kesenjangan anara Keadaan Sekarang dengan yang

Diinginkan

(40)

32

mempengaruhi tigkat kemudahan atau kesulitan orang dalam memecahkan masalah.

e. Langkah-langkah Pemecahan Masalah (Robert J. Stemberg, 2008) 1) Pengidentifikasian masalah: meskipun ganjil seperti

kedengarannya, pengidentifikasian apakah situasi tertentu problematis terkadang merupakan langkah yang sulit. Kita mungkin akan gagal untuk menyadari bahwa kita memiliki suatu tujuan.

2) Pendifinisian masalah dan perepresentasiannya: sekali kita

dapat mengidentifikasikan keberadaan masalah, kita masih harus mengidentifikasikan dan dan merepresentasikan masalah dengan cukup baikagar paham cara menyelesaikannya.

3) Perumusan strategi : sekali masalah sudah didefinisikan secara selektif, langkah berikutnya adalah merencanakan strategi untuk menyelesaikannya. Strategi ini akan melibatkan:

a) Analisis : memilah-milah seluruh masalah yang kompleks menjadi unsur-unsur yang bisa diatur

b) Sintesis : memadukan bersama-sama berbagai unsur dan menyusunnya sebagai sesuatu yang berguna.

(41)

33

d) Berfikir konvergen: untuk menyempitkan berbagai kemungkinan sehingga bisa menyatukan jawaban tunggl terbaik.

4) Pengorganisasian informasi: ditahap ini anda berusaha

mengintegrasikan semua informasi yang dianggap perlu untuk mengerjakan tugas secara efektif.

5) Pengalokasian sumber daya : sebagai tambhahan bagi

masalahmaslah lain, kebanyakan dari kita menghadapi masalah melalui sumber daya yang terbatas.

6) Pemonitoran: mengalokasikan sesuatu yang bijak mencakup juga pemonitoran proses-proses pemecahan masalah.

7) Pengevaluasian :mengevaluasi solusi.

f. Bentuk-bentuk Problem solving bagi berbagai problematika psikis

dan sosial anak remaja berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah 1) Kebijaksanaan (Hikmah)

(42)

34

nasihat. Ia juga harus mampu mengukur banyak sedikitnya kadar nasihat yang harus ia sampaikan. Kemudaian hendaknya Ia mengakhiri pertemuan dengan memberikan sebuah sikap atau arti yang menarik perhatian dan pikiran si anak remaja. Dan meninggalkan sebuah tandda tanya didalam pikirannya tentang terusan nasihat yang belum selesai. Dengan cara seperti ini, dihrapkan penyembuhan dan penyelesaian problem yang ada bisa sempurna dan kesehatan jiwa si anak remaja pun bisa kembbali pulih.

2) Nasihat yang Baik (Mau’izhah Hasanah)

setiap hati memeiliki kunci dan gembok, kunci yang mampu diharapkan untuk membuka pintu hati adalah nasihat yanng baik. Hal ini disebabkan nasihat yang baik masuk kedalam hati secara pelan-pelan namun pasti, sehingga mampu megenai sasaran hati secara tepat.

Ada sebaian hati yang tutupnya terlalau tebal, karena sudah terlalau lama tertutup. Cara yang tepat dan sesuai untuk membuka hati yang kondisinya seperti ini adalah dengan menggunakan cara cara ancaman, gertakan, dan hukuman. Sehingga tututp yang menempel dihati bisa disingkirkan

3) Membantah dengan Cara yang Lebih Baik

(43)

35

hati si anak atau memang sengaja dimunculkan dihadapanya, dengan tujuan ingin menjebak dan menjerumuskannya. Kondisi seperti ini membutuhkan penanganan yang berbeda, karena si anak remaja yakin bahwa dirinya tidak terkena virus prilaku dan morel menyimpang. Kondisi seperti ini menurut seorang dai yang ingin menyembuhkan si anak menggunakan membantah dengan cara yang lebih baik, jauh dari sikap menzalimi, menuduh atau berusaha menyinggung kehormatan dan harga dirinya. Ia hendaaknya mendiskusikan masalah yang ada dengan objektif dan tidak menyanhgkutkannya dengan pribadi kedua belah pihak. Begitu pula si anak hendaknya memahami bahwa tujuan sang dai tidak lain adalah murni mengingink kebenaran. Hal ini lebih bisa menjamin si anak mau menerima hasil yang diperoleh dari diskusi tersebut. Allah berfirman,

“Serulah (manusia)nkepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan

cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang

lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya

dan Dialahh yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125)

(44)

36

Mendahulukan yang lebih penting atau yang dikenal dengan fikih prioritas adalah salah satu metode Al-Qur’an didalam proses mendidik dan memberikan arahan. Secara gamblang, metode ini dipraktikkan oleh seluruh utasan Allah didalam menyampaikan risalah kepada kaum mereka. Perhatian mereka pertama kali dikonsentrasikan untuk membrantas penyakit yang paling berbahaya yang virusnya telah menyebar didalam kaum, lalu mencabut akar-akarnya yang telah menghujam dalam di dalam diri kaum. Oleh karena itu, hendaknya seorang dai dan seorang pendidik yang pertama kali ia perhatikan ialah sisi keimanan dan seberapa pengaruhnya terhadap diri si anak, sebelum mencoba ,endekati dan memahami akar masalah yang ada. Hal ini disebabkan keimanan merupakan tiang utama bagi faktor-faktor yang digunakan untuk memecahkn masalah.

(45)

37

penting. Dan, perlu diingathendaknya seorang dai juga memperhatikan tabiat atau hakikat seala sesuatu sebelum memperhatikan luarnya.

5) Menghubungkan antara Sebab dan Akibat atau Hasil (Hukum

Kausalitas)

Menghubungkan antara sebab dan akibat adalah metode yang digunakan oleh Al-Qur’an didalam melihat seluruh masalah kehidupan dan manusia, jauh dari sikap pura-pura baik dan pilih-pilih. Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun wanita dalam

keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan

kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami

berikan kepadanya balasan kepada mereka dengan pahala

yang lebik dari apa yang telah mereka kejakan.” (an-Nahl: 97) “Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia

memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang

mereka adalah orang-orang yang aman entram daripada

kejutan yang dahsyat pada hari itu.dan barangsiapa yang

membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka mereka

kedalam neraka. Tidaklah kamu dibalasi, melainkan (setimpal)

dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (an-Nahl: 89-90)

(46)

38

yang bisa membawa kepada suatu penyelesaian. Karena cara seperti ini mampu membuka pintu harapan didepan si anak untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian setelah sebelumnya ia dihantui dengan perasaan, gelisah, takut, dan khawatir (Dr. M. Sayyid , 2007)

B. Lingkungan Tempat Tinggal 1. Pondok pesantren

Pondok pesantren sebagai suatu lingkungan (lembaga) pendidikan non formal berusaha memberikan wahana bagi santri dalam menghadapi situasi kehidupan yang semakin sulit, makin kompleks, penuh kompetisi dan ketidakpastian. Diantaranya dengan mengembangkan pemahaman bahwa santri memiliki potensi-potensi yang dapat dkembangkan, kemampuan pemecahan masaalah, kecakapan untuk memilih tindakan-tindakan, kesadaran yang mendalam atas segala macam konsekuensi semua tindakannya.

(47)

39

(ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (ayat 3). Sedangkan perbedaan sistem pendidikan pesantren dengan yang lainnya yaitu di pondok pesantren selama 24 jam para siswa/santri wajib tinggal di asrama.

Santri atau siswa pondok pesantren memiliki heterogenitas yang tinggi. Santri memiliki latar belakang yang berbeda, baik daerah asal, bahasa, ekonomi, serta tingkatan umur, termasuk santri yang berusia remaja. Diungkapkan oleh Rachman (2010) bahwa secara umum usia santri berada pada rentang usia 12/13 sampai dengan 18/19 tahun adalah satu periode dalam rentang kehidupan santri yang tergolong masa remaja. Terdapat dua jenis pondok pesantren di Indonesia, yaitu yang masih bersifat tradisional atau semi modern dengan pengajaran salaf (pengajaran Al-Qur’an sepenuhnya) dan pondok pesantren modern yang menggabungkan pengajaran agama dengan pengetahuan umum dan menggunakan sistem pengajaran modern. Pondok pesantren modern telah memakai sistem pembelajaran modern dengan menggunakan kelas-kelas dan jadwal yang teratur.

(48)

40

stres adalah kelelahan hingga mengakibatkan turunnya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi (Rumiani dalam Naily, 2010). Beberapa permasalahan yang sering dialami oleh santri pada tahun pertama tinggal di pondok pesantren adalah ketika santri rindu dengan orang tua, keluarga, dan teman-teman mereka yang berada di rumah, ada juga yang tidak betah tinggal di pondok.

Masalah yang ada dipondok pesantren cenderung lebih kompleks, karena disini terdaapat kelompok-kelompok manusia yang berbeda-beda yang terdiri dari berbagai macam individu yang berbeda karakter, kepribadian, serta berbagai macam masalah yang berbeda, sehingga dalam menyelesaikan masaalah pun akan berbeda.

(49)

41

Dalam menyelesaikan masalah ini biasanya santri akan mulai mencoba berbagai macam solusi atau alternatif , langsung mengerjakan tugas sekolah atau PR ketika selesai sekolah, sehingga ketika malam tidak tidak tidur terlalu malam karena alasan PR, bisa juga tugas sekolah dikerjakan secara bersama-sama karena hal ini akan memudahkan dan mempercepat dalam proses mengerjakan tugas.

2. Lingkungan Rumah

Rumah tinggal secara fisik umumnya sama dengan rumah tinggal-rumah tinggal yang ada. Susunannya pun tidak berbeda dengan apa yang ada pada rumah tinggalrumah tinggal pada umumnya. Ada ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Justru yang berbeda hanyalah ukuran, bentuk dan variasi.

(50)

42

sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarganya dijadikan model oleh anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri. Keberadaan figur dan peran orang tua yang jelas membuat anak merasa adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa pemberian rasa aman dengan menerima anak, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri.

Masalah yang dihadapi anak atau siswa yang tinggal dirumah juga berbagai macam, mulai dari masalah keluarga, masalah dengan saudara, masalah dengan teman sepermainan dirumah, dan masalah disekolah. Disisni yang kita akan bahas adalah masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah anak. Bukan untuk memfokuskan pada masalah, namun untuk mencari sebuah proses solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, atau disebut problem solving.

(51)

43

adiknya saat orang tua sedang repot, bahkan ada yang membantu bekerja dirumah.

Dalam menghadapi masalah seperti ini perlu adanya beberapa proses sebelum melakukan seuatu penyelesaian masalah, yan pertama tugas sekolah diselesaikan sebelum sampai kerumah, biasanya langsung melakukan kerja kelompok bersama teman-teman selepas pulang dari sekolah.mengerjakan tugas sekolah atau PR di malam hari adalah hal yang seringkali ilakukan siswa untuk mengatasi masalah ini, karena pada mala hari cnderung semua pekerjaan rumah baik bersih-bersih rumah, membantu ibu, sefdah terselesaikan jdi fokus untuk mengerjakan pekerjaan sekolah.

C. Hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan kemampuan problem solving

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemampuan problem solving pada siswa, karena lingkungan yang berbeda akan mempengaruhi pula pada kemandirian siswa, perilaku siswa dalam meanggapi masalah, pengalaman siswa, lingkungan juga akan berpengaruh pada kemampuan problem solving pada siswa. D. Landasan teoritis

(52)

44

Pemecahan masalah melibatkan pencarian cara yang layak untuk mencapai tujuan.

(53)

45

sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarganya dijadikan model oleh anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri. Keberadaan figur dan peran orang tua yang jelas membuat anak merasa adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa pemberian rasa aman dengan menerima anak, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri.

E. Hipotesis

Ho :Tidak ada perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan siswa yang gtinggal dirumah.

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Margono (2007) menyatakan bahwa variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih. Sugiyono (2010) menambahkan bahwa variabel penelitian juga merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya varibel juga memiliki berbagai macam yakni variabel independen, dependen, moderator, intervening, dan kontrol

a. Variabel Y :

Variabel Y dalam penelitian ini adalah kemampuan problem solving

b. Variabel X :

(55)

47

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2003). Artinya bahwa definisi dari suatu variabel yang diamati tersebut harus berlandaskan karakteristik dari sebuah teori yang ada. Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan Problem Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses psikologis yang melibatkan struktur kognitif guna untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan serta mencapai tujuan tertentu . Proses pemecahan masalah mempunyai lima dimensi

1) Memahami permasalahan

2) Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan 3) Merencanakan pemecahan masalah

4) Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana

5) Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah dilakukan.

b. Siswa yang Tinggal Pondok Pesantren Dan Siswa Yang Tinggal Dirumah

(56)

48

yang berbeda, baik daerah asal, bahasa, ekonomi, serta tingkatan umur, termasuk santri yang berusia remaja. Secara umum usia santri berada pada rentang usia 12/13 sampai dengan 18/19 tahun adalah satu periode dalam rentang kehidupan santri yang tergolong masa remaja. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah Siswa yang tinggl dirumah cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama keluarga, maka yang menjadi permasalahan siswa yang tinggal dirumah adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumah, contohnya ketika mengerjakan tugas diganggu adiknya yang menagggap semua benda adalah mainan.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik trtentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010)

(57)

49

pesantren dan yang tinggal dirumah. Siswa yang tinggal dirumah sejumlah 240 siswa , yang diambil adalah 30% dari jumlah populasi yakni sejumlah 25 siswa. Sedangkan siswa yang tinggal dipondok pesantren sejumlah 75 siswa yang diambil 30% dari jumlah populasi yakni 25 siswa.

Peneliti mengambil populasi ini dengan alasan bahwa pada penelitian sebelumnya belum ada tema tentang problem solving yang dilakukan di sekolah ini, dan sekolah ini adalah satu-satunya sekolah yang memiliki pondok pesantren modern dikota Mojokerto, sehingga penelti berharap hasil daripenelitian ini sanggup untuk dijadikan patokan sebagai penelitian yang akan datang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Islam Brawijaya yang yang tinggal di pondok pesantren yang akan dibandingkan dengan siswa SMP islam brawijaya yang tingal dirumah dengan pengambilan jumlah siswa yang tinggal dirumah lebih banyak daripada siswa yang tinggal dipondok pesantren.

(58)

50

siswa yang tinggal dirumah, siswa ini masuk dalam kelas reguler yakni sejumlah 240 siswa.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan randem sampling dengan melakuksan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok, yakni siswa yang tinggal dipondok pesantren dengan kisaran 75 siswa, yang akan diambil adalah 30% dari jumlah populasi ( 75 x 30% = 23 ). Sedangkan siswa yang tinggal dirumah dengan kisaran 240 siswa yang akan diambil 30% dari jumlah populsi ( 240 x 30% = 75 ).

C. Teknik Pengumpulan data

(59)

51

problem solvingnya, dan sebagai tambahan data penulis juga melakukan observasi, dan revlective jurnal.

Model skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala problem solving dengan menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain :

STS :yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan TS :yaitu tidak setuju dengan pernyataan S :yaitu setuju dengan pernyataan

SS :yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan Dimensi Atribut dan Indikator Perilaku:

Proses pemecahan masalah yang dikemukakan G. Polya (1973) dalam bukunya berjudul “How to solve it” menjelaskan secara rinci

bagaimana suatu masalah diselesaikan: a. Memahami permasalahan

1) Siswa mampu memahami permasalahan yang sedang dihadapi 2) Mengerti bahwa masalah memang harus diselesaikan

b. Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan

1) Menerima kenyataan bahwa dirinya memang mempunyai masalah

2) Mempunyai harapan bahwa setiap masalah pasti bisa diselesaikan

c. Merencanakan pemecahan masalah

(60)

52

2) Menerima kemungkinan buruk terhadap penyelesaian masalah d. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana

1) Mampu menjalankan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan

2) Mampu membuat solusi yang pas ketika dihadapkan dalam suatu masalah

e. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah

yang telah dilakukan.

1) Mampu menilai apakah pemecahan maslah yang telah

dilakukan sudah benar

(61)

53

[image:61.595.138.517.159.765.2]

Tabel 1

Tabel Blue Print Problem Solving

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

F UF

1. Memahami permasalahan Siswa mampu memahami permasalahan yang sedang dihadapi 11, 2, 12 3

Mengerti bahwa masalah memang harus diselesaikan

38, 4, 37

13

2. Memahami hubungan antara

kenyataan dan harapan

Menerima

kenyataan bahwa dirinya memang mempunyai masalah 14, 34 33,35, Mempunyai harapan bahwa setiap masalah pasti bisa diselesaikan

15, 36, 32, 16 3. Merencanakan

pemecahan masalah

Mempunyai alternatif solusi ketika dihadapkan pada masalah 18,21 39 22 Menerima kemungkinan buruk terhadap penyelesaian masalah 23, 20, 25 27

4. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana Mampu menjalankan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang telah

direncanakan

9, 19, 7, 27

Mampu

membuat solusi yang pas ketika dihadapkan

24, 26, 40

(62)

54

dalam suatu masalah

5. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah

dilakukan.

Mampu menilai apakah

pemecahan

maslah yang telah dilakukan sudah benar

10, 6, 29, 31

Mampu meluruskan kembali apabila pemecahan

masalah yang telah dilakukan kurang sempurna

(63)

55

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

[image:63.595.113.495.261.751.2]

Menurut Muhammad (2008), validitas yaitu merujuk kepada sejauh mana suatu uji dapat mengukur apa yang sebenarnya yang ingin diukur. Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yag seharusnya diukur atau dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan peneliti.

Tabel 2

Tabel Analisis uji coba

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted

ITEM1 65.9600 73.958 .246 . .651

ITEM2 66.1800 78.273 -.052 . .671

ITEM3 66.3200 77.161 .014 . .668

ITEM4 65.9200 80.932 -.228 . .683

ITEM5 65.9000 75.398 .157 . .657

ITEM6 65.9600 74.529 .197 . .654

ITEM7 65.8000 77.347 .030 . .664

ITEM8 66.1200 79.414 -.128 . .678

ITEM9 66.0200 77.489 -.004 . .669

ITEM1

0 65.7600 74.553 .197 . .654

ITEM1

1 66.2000 76.776 .040 . .666

ITEM1

2 65.8200 74.804 .195 . .654

ITEM1

3 66.1800 76.151 .102 . .660

ITEM1

(64)

56

ITEM1

5 65.7400 73.666 .285 . .648

ITEM1

6 65.9000 76.378 .070 . .663

ITEM1

7 66.1800 72.967 .303 . .646

ITEM1

8 65.8000 74.204 .232 . .652

ITEM1

9 65.9600 69.345 .532 . .627

ITEM2

0 66.0200 70.755 .455 . .635

ITEM2

1 65.7800 77.073 .027 . .666

ITEM2

2 66.4400 79.639 -.149 . .676

ITEM2

3 65.7000 76.622 .072 . .662

ITEM2

4 66.2600 80.074 -.171 . .680

ITEM2

5 65.9200 77.504 -.003 . .668

ITEM2

6 65.9400 71.609 .367 . .640

ITEM2

7 65.8400 68.668 .611 . .622

ITEM2

8 66.0000 77.755 -.025 . .671

ITEM2

9 66.0200 69.408 .590 . .626

ITEM3

0 66.5600 89.313 .779 . .715

ITEM3

1 66.0600 70.058 .554 . .629

ITEM3

2 66.0200 69.367 .555 . .627

ITEM3

3 66.1400 72.204 .334 . .643

ITEM3

(65)

57

ITEM3

5 66.0600 84.507 .431 . .699

ITEM3

6 65.9000 69.112 .599 . .624

ITEM3

7 65.8400 69.321 .676 . .623

ITEM3

8 65.9000 69.806 .587 . .627

ITEM3

9 65.7400 68.931 .680 . .622

ITEM4

0 65.8800 76.393 .080 . .662

(66)

58

2. Uji Reliabilitas

Menurut Muhammad (2008) reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur suatu instrumen berulang kali dan dapat menghasilkan data yang sama. Reliabilitas menunjukkan pada adanya konsistensi dan stabilitas nili hasil pengukuran tertentu setiap kali pengukuran dilakukan pada hsl yang sama. Pengujian reliabilitas menggunakan rumus cronbach alpha, dapat dikatakan reliabel apabila hasil perhitungan sama dengan atau lebih besar dari 0.6.

Tabel 3

Tabel Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.661 .665 40

[image:66.595.138.498.233.537.2]
(67)

59

E. Analisis Data

(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Subjek

[image:68.595.126.516.261.614.2]

Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni siswa yang tinggal dirumah dan siswa yang tinggal dipondok pesantren. Dalam hal ini dibedakan lagi berdasarkan jenis kelamin serta usia masing-masing kelompok. Jumlah subjek yan tinggal dirumah total berjumlah 75 siswa yang mana terdiri dari 44 siswa perempuan dan 33 siswa laki-laki, sedangkan jumlah siswa yang tinggal dipondok pesantren sejumlah 25 subjek yang terdiri dari 9 laki-laki dan 16 perempuan.

Tabel 4

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa yang tinggal

dipondok pesantren

Siswa yang tinggal dirumah

Perempuan 9 44

Laki-laki 16 33

(69)

[image:69.595.137.501.127.548.2]

61

Grafik 1

Grafik persebaran subjek berdasarkan jenis kelamin

B. Diskripsi dan Reliabilitas data

1. Diskripsi Data

Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk mengetahui deskripsi suatu data seperti rata-rata, standard deviasi, varians, dan lain-lain. Berdasarkan hasil analisis descriptive statistic SPSS 16,00 for Windows dapat diketahui skor rata-rata (mean), standar deviasi, dari jawaban subjek terhadap skala ukur sebagai berikut:

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

laki-laki perempuan

ju

m

lah

jenis kelamin

pondok pesantren

rumah

(70)

62

[image:70.595.110.517.151.561.2]

Tabel 5

Tabel Grup Statistik

Group Statistics

lingkun

gan

tempat

tinggal N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kemampuan problem solving pesantr

en 75 66.24 10.565 1.220

rumah 25 63.96 10.139 2.028

Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan problem solving siswa yang tinggal dipondok pesantren sejumlah 66,24 dengan nilai standart deviasi 10,565 dan nilai standart error 1,220. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan problem solving pada siswa yang tinggal dirumah sejumlah 63,96 dengan nilai standart deviasi 10,139 dan nilai standart error 2,028.

(71)

63

Kaidah untuk menentukan tingkat reliabilitasnya adalah sebagai berikut (Azwar, 2012):

0,000 – 0,200 : Sangat Tidak Reliabel

0,210 – 0,400 : Tidak Reliabel

0,410 – 0,600 : Cukup Reliabel

0,610 – 0,800 : Reliabel

0,810 – 1,000 : Sangat Reliabel

[image:71.595.137.511.205.562.2]

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji reliabilitas Cronbach’s Alpha dengan bantuan SPSS 16 for Windows.

Tabel 6

Hasil Uji Estimasi Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha N of Aitem Kemampuan Problem

Solving 0,665 40

Hasil uji reliabilitas variabel kemampuan problem solving , diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,646 maka reliabilitas alat ukur adalah baik, artinya aitem-aitemnya reliabel sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini.

(72)

64

standar dalam pengukuran (Standard error of meassurement) (Azwar, 2013). Semakin besar eror standar dalam pengukuran berarti hasil pengukuran semakin tidak dapat dipercaya.

C. Analisis Data 1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Hal ini perlu dilakukan sebab dalam statistik parametrik distribusi normal adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah uji normalitas Shapiro-Wilk dengan bantuan SPSS 21.

Kaidah yang digunakan adalah:

[image:72.595.134.512.221.651.2]

Jika signifikansi < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Jika signifikansi > 0,05 maka distribusi data adalah normal. Tabel 7

Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Shapiro-Wilk Kemampuan

Problem Solving 0,343

(73)

65

Untuk variabel kemampuan problem solving dengan signifikansi 0,343 > 0,05, maka bisa dikatakan bahwa data berdistribusi normal.

1. Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik data komparatif independen sample (T-Test) guna mengukur atau menguji hipotesis sampel apakah terdapat perbedaan

Pada bab terdahulu (BAB II) telah disebutkan hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat kemampuan problem solving antara siswa tinggal dipondok pesantren dan siswa yang

[image:73.595.119.514.224.752.2]

tinggal dirumah . Selanjutnya akan dilakukan analisis data menggunakan analisis uji komparasi T-test . Hasil analisisnya adalah sebagai berikut

Tabel 8

Tabel Group Statistics

Tempat tinggal siswa

N Mean Std.

Deviasi

Std. Error Mean Kemampuan

problem solving siswa

Siswa yang tinggal

pesantren 75 66.24 10.565 1.220

Siswa yang

(74)

66

Dari tabel di atas dapat diketahui banyaknya data dari kategori siswa yang tinggal dipondok pesantren yaitu 75 responden dari kategori siswa yang tinggal dirumah sejumlah 25 responden .Selanjutnya nilai rata-rata tertinggi dari masing-masing variabel, bahwa nilai rata-rata tertinggi untuk variabel kemampuan problem solving ada pada siswa yang tinggal dipondok pesantren

(75)
[image:75.595.111.510.113.526.2]

Tabel 9 Hasil Uji T

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Differ ence Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Kem amp uan probl em solvi ng Equal variances assumed

.358 .551 .944 98 .000 2.280 2.416 2.515 7.075

Equal variances not assumed

.963 42.7

04 .000 2.280 2.366 2.493 7.053

Berdasarkan data tersebut, dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan membandingkan taraf signifikansi (p-value) dengan galatnya. Kaidah signifikansi yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Jika harga signifikansi > 0,05, maka Ho diterima b. Jika harga signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak

Hipotesis untuk kasus ini.

Ho :Tidak ada perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan siswa yang gtinggal dirumah.

(76)

68

Nilai Sig (0,551) > 0,005 artinya kedua kelompok data memiliki varian yang berbeda

Pada output diketahui bahwa Sig (2-tailled) = 0,000 < 0,005 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya Ada perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan siswa yang tinggal dirumah.

D. Pembahasan

Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang komplek dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang. Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan yang cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru, ia mementingkan penalaran sebagai dasar untuk mengkombinasikan gagasan dan mengarahkan kepada penyelesaian masalah. Ditambah pula bahwa, seseorang yang telah banyak pengalanman untuk bidang tertentu selalu memiliki respon yang siap dalam suatu situasi untuk mmecahkan masal

Gambar

Tabel Blue Print Problem Solving
 Tabel 2  Tabel Analisis uji coba
   Tabel 3  Tabel Reliabilitas
Tabel 4  Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

terintegrasinya negara2 miskin ke dalam sistem perekonomian dunia/ global, tetapi justru karena terlalu intensifnya negara2 maju terintegrasi ke dalam sistem. ekonomi dunia

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supply vessel yang mempunyai biaya operasional yang minimum adalah platform supply vessel dengan kapasitas dan pola operasi untuk dua

Jendela Interrupt merupakan jendela yang didisain sebagai tampilan yang digunakan untuk mengatur nilai-nilai dari variabel yang terdapat pada jendela utama.. Pada jendela

Apabila limbah atau air buangan tersebut masih mengandung urea maka dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan campuran pupuk cair guna memenuhi unsur hara mikro dan makro dalam

Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi

Dalam pelaksanaannya, gereja belum memiliki pelayanan pastoral yang terprogram untuk menolong jemaat yang bermasalah dengan hidup yang dijalani, dalam hal

Retail banks are highly pressured to create, develop and maintain a high quality relationship with their customers to ensure they remain in the competition. Relationship quality is