• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KOGNISI SISWA KELAS X DALAM MENGKONSTRUKSI KONJEKTUR PADA MASALAH GENERALISASI POLA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROSES KOGNISI SISWA KELAS X DALAM MENGKONSTRUKSI KONJEKTUR PADA MASALAH GENERALISASI POLA."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES KOGNISI SISWA KELAS X

DALAM MENGKONSTRUKSI KONJEKTUR

PADA MASALAH GENERALISASI POLA

SKRIPSI

Oleh:

INDAH PERMATASARI

NIM. D04212042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(2)
(3)
(4)
(5)

PROSES KOGNISI SISWA KELAS X DALAM MENGKONSTRUKSI KONJEKTUR

PADA MASALAH GENERALISASI POLA Oleh:

INDAH PERMATASARI ABSTRAK

Dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika, siswa perlu membangun pengetahuan matematika melibatkan proses kognisi yang kompleks seperti mengenali, mengingat, memanggil kembali, dan menggunakan. Proses kognisi yaitu proses yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional. Setiap siswa memiliki proses kognisi yang berbeda. Hal ini akan berpengaruh pada konjektur yang dikonstruksinya. Konjektur adalah sebuah proposisi yang dipradugakan sebagai hal yang nyata, benar, atau asli, sebagaian besarnya didasarkan pada landasan yang tidak konklusif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang terperinci mengenai proses kognisi siswa kelas X dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 4 Sidoarjo pada siswa kelas X. Subjek penelitian terdiri dari 2 siswa, subjek dipilih berdasarkan kemampuannya dalam mengkonstruksi konjektur dengan tepat. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan memberikan tes generalisasi pola. Untuk memperoleh data penelitian, kedua subjek diwawancarai. Kemudian peneliti menguji kredibilitas dan kevalidan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap memahami masalah, aktivitas yang dilakukan kedua subjek cenderung sama yaitu membaca berulang dan memeriksa setiap kata pada soal. Pada tahap mengeksplorasi aktivitas yang dilakukan kedua subjek sama, namun keduanya menggunakan langkah berbeda. S1 menyelesaikan menggunakan polanya sendiri, sedangkan S2 menggunakan rumus. Pada tahap mengkonstruksi konjektur aktivitas yang mereka lakukan sama. Pada tahap mengargumentasi konjektur, kedua subjek memiliki aktivitas yang sama yaitu mencoba mensubstitusikan data pada rumus baru yang telah diperoleh kemudian membandingkan dengan gambar pola. Pada tahap membuktikan konjektur, kedua subjek memiliki aktivitas yang sama yaitu mencoba membuktikan menggunakan cara lain yang telah mereka dapatkan saat kegiatan belajar di kelas.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Penyataan Keaslian Tulisan ... iv

Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional ... 6

F. Batasan Masalah ... 6

G. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Proses Kognisi ... 8

B. Konjektur ... 10

C. Konjektur Matematika dan Peranannya dalam Matematika Dan Pembelajaran Matematika ... 12

D. Logika ... 17

E. Inferensi: Deduksi, Abduksi, dan Induksi ... 18

F. Tahap-tahap Mengkonstruksi Konjektur Matematika ... 23

G. Generalisasi Pola dalam Matematika ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 28

B. Tempat dan Waktu Peneletian ... 28

C. Subjek Penelitian ... 29

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 29

(7)

F. Teknik Analisis Data ... 32 G. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Penentuan Subjek Penelitian ... 36 B. Deskripsi dan Analisis Data ... 37

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Konjektur ... 12 Tabel 2.2 Proses Kognisi Tahap Mengkonstruksi Konjektur

dan Fokus Kajiannya ... 25 Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 28 Tabel 4.1 Subjek Penelitian Hasil Tes Generalisasi Pola ... 37 Tabel 5.1 Data Hasil Wawancara S1 dan S2 Tentang Tes

Generalisasi Pola Pada Tahap Memahami Masalah ... 70 Tabel 5.2 Data Hasil Wawancara S1 dan S2 Tentang Tes

Generalisasi Pola Pada Tahap Mengeksplorasi

Masalah ... 72 Tabel 5.3 Data Hasil Wawancara S1 dan S2 Tentang Tes

Generalisasi Pola Pada Tahap Mengkonstruksi

Konjektur ... 73 Tabel 5.4 Data Hasil Wawancara S1 dan S2 Tentang Tes

Generalisasi Pola Pada Tahap Mengargumentasi

Konjektur ... 74 Tabel 5.5 Data Hasil Wawancara S1 dan S2 Tentang Tes

Generalisasi Pola Pada Tahap Membuktikan

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Representasi beberapa poligon beraturan beserta

diagonalnya ... 10

Gambar 4.1 Jawaban Tertulis Permisalan S1 Butir Soal 1 ... 42

Gambar 4.2 Jawaban Tertulis Penulisan Data S1 Butir Soal 1 .... 43

Gambar 4.3 Jawaban Tertulis Gambar Pola S1 Butir Soal 1... 44

Gambar 4.4 Jawaban Tertulis Pola ke-n S1 Butir Soal 1 ... 45

Gambar 4.5 Jawaban Tertulis Permisalan S1 Butir Soal 2 ... 46

Gambar 4.6Jawaban Tertulis Penulisan Data S1 Butir Soal 2 .... 46

Gambar 4.7 Jawaban Tertulis Pola ke-n S1 Butir Soal 2 ... 47

Gambar 4.8Jawaban Tertulis Penulisan Data S2 Butir Soal 1 .... 49

Gambar 4.9 Jawaban Tertulis Pengelompokan Data S2 Butir Soal 1 ... 49

Gambar 4.10 Jawaban Tertulis Pola ke-n S2 Butir Soal 1 ... 50

Gambar 4.11 Jawaban Tertulis Pengelompokkan Data S2 Butir Soal 2 ... 51

Gambar 4.12 Jawaban Tertulis Nilai a,b, dan c S2 Butir Soal 2 .. 52

Gambar 4.13 Jawaban Tertulis Nilai a,b, dan c S2 Butir Soal 2 .. 52

Gambar 4.14 Jawaban Tertulis Kesimpulan S1 Butir Soal 1 ... 54

Gambar 4.15 Jawaban Tertulis Kesimpulan S1 Butir Soal 2 ... 54

Gambar 4.16 Jawaban Tertulis Kesimpulan S2 Butir Soal 1 ... 56

Gambar 4.17 Jawaban Tertulis Kesimpulan S2 Butir Soal 2 ... 57

Gambar 4.18 Jawaban Tertulis Kesamaan Data S1 Butir Soal 1 59

Gambar 4.19 Jawaban Tertulis Kesamaan Data S1 Butir Soal 2 60

Gambar 4.20 Jawaban Tertulis Kesamaan Data S2 Butir Soal 1 61

Gambar 4.21 Jawaban Tertulis Kesamaan Data S2 Butir Soal 2 62

Gambar 4.22 Jawaban Tertulis Bukti S1 Butir Soal 1 ... 64

Gambar 4.23 Jawaban Tertulis Bukti S1 Butir Soal 2 ... 65

Gambar 4.24 Jawaban Tertulis Bukti S2 Butir Soal 1 ... 66

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tes Generalisasi Pola

Lampiran 2 Alternatif Jawaban Tes Generalisasi Pola Lampiran 3 Lembar Validasi I Tes Generalisasi Pola Lampiran 4 Lembar Validasi II Tes Generalisasi Pola Lampiran 5 Lembar Validasi III Tes Generalisasi Pola Lampiran 6 Hasil Tertulis Tes Generalisasi Pola Subjek 1 (S1)

Lampiran 7 Hasil Tertulis Tes Generalisasi Pola Subjek 2 (S2)

Lampiran 8 Pedoman Wawancara

Lampiran 9 Lembar Validasi I Pedoman Wawancara Lampiran 10 Lembar Validasi II Pedoman Wawancara Lampiran 11 Lembar Validasi III Pedoman Wawancara Lampiran 12 Transkip Wawancara

Lampiran 13 Surat Izin Penelitian

Lampiran 14 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian Lampiran 15 Kartu Konsultasi

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pembelajaran matematika, siswa diharapkan mampu untuk memahami dan menyelesaikan soal yang telah diberikan atau ditemukan. Dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut, siswa perlu membangun pengetahuan matematika menggunakan proses kognisi yang kompleks seperti mengenali, mengingat, memanggil kembali, dan menggunakan. Proses kognisi yang dimaksud yaitu proses yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain1.

Setiap siswa memiliki proses kognisi yang berbeda, semua itu berdasarkan atas perkembangan kognisi pada setiap siswa. Perkembangan kognisi pada setiap siswa dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses perkembangan kognisi pada setiap siswa dipengaruhi oleh perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf, latihan dan pengalaman, interaksi sosial, dan ekuilibrasi atau keseimbangan pada semua faktor perkembangan kognisi2. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap siswa memiliki pola berpikir atas sebuah masalah dengan hasil yang berbeda dengan siswa lainnya. Untuk mendapatkan sebuah jawaban dan pernyataan atas sebuah masalah, siswa harus memiliki proses kognisi yang matang agar memperoleh jawaban yang sesuai

dengan yang mereka harapkan.

1Balai Diklat Keagamaan Padang, “Implikasi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

dalam Pembelajaran (Sebuah Kajian dalam Peningkatan Kompetensi Guru Pada Mata Diklat Belajar dan Pembelajaran)”, diakses dari

http://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=558:a gusrida&catid=41:top-headlines, pada tanggal 28 Maret 2016

2

(12)

2

Dalam menentukan jawaban, tentu siswa dapat memperoleh dari kemampuan memahami soal, menuliskan rumus dan membuktikan jawaban dari rumus yang mereka buat atau yang sudah dipelajari di sekolah. Tetapi untuk membuat pernyataan dari sebuah masalah yang sudah atau belum dipecahkan, siswa membutuhkan pemahaman, keyakinan dan faktor yang kuat untuk mempertanggung jawabkan atas apa yang sudah mereka nyatakan. Kata lain dari membuat pernyataan atas masalah disebut dengan Konjektur.

Konjektur adalah sebuah proposisi yang dipradugakan sebagai hal yang nyata, benar, atau asli, sebagian besarnya didasarkan pada landasan yang tidak konklusif (tanpa kesimpulan)3. Di penelitian ini yang dimaksud dengan membuat sebuah konjektur ialah mempradugakan pernyataan atas jawaban dan proses pemahaman yang didapat oleh siswa pada suatu masalah. Dengan mengetahui adanya konjektur di matematika, siswa diharapkan mengerti bagaimana proses-proses yang akan membuat kepercayaan mereka atas sebuah jawaban dari sebuah kasus dengan penjabaran yang matematis dan jelas.

Secara umum, siswa yang dihadapkan dengan sebuah masalah menggunakan tahap penyelesaian yang dimulai dari membaca soal, memahami soal, menuliskan permisalan, membuat sebuah cara penyelesaian, memunculkan jawaban dan membuktikan jawaban tersebut. Dari tahap umum tersebut, siswa dapat mengkonstruksi konjektur. Tetapi, bagaimanakah cara mengkonstruksi dengan baik dan benar? Terkadang, beberapa orang mempunyai pendirian sangat kuat bahwa suatu konjektur adalah benar. Keyakinan ini mungkin berasal dari penjelasan informal atau dari beberapa kasus yang ditemuinya. Bagi mereka tidak ada keraguan terhadap keyakinan itu, tapi belum tentu berlaku untuk orang dari kelompok lain. Disinilah bukti dapat dijadikan sarana untuk meyakinkan orang lain akan kebenaran suatu ide. Akan tetapi untuk menyusun bukti formal terhadap kebenaran suatu fakta tidaklah mudah. Mengikuti bukti yang sudah

3
(13)

3

ditemukan dan disusun orang lain saja tidak mudah apalagi menyusun sendiri4.

Untuk membuat sebuah konjektur, tidak hanya memerlukan keyakinan yang sangat kuat, tetapi juga mengumpukan data beserta bukti terhadap masalah yang ada. Hal ini akan sangat membantu proses belajar mengajar di sekolah, karena akan membantu mengembangkan proses berpikir siswa dalam membuat sebuah pernyataan. Mengkonstruksi konjektur membutuhkan logika yang baik untuk memahami masalah. Pentingnya mengkonstruksi konjektur pada masalah matematika bagi siswa, akan melatih bagaimana kepekaan mereka terhadap suatu masalah, bagaimana mereka mengerti atau mencerna masalah yang diberi, menuliskan jalan keluar dan menuliskan apa yang mereka dapat dalam bentuk konjektur.

Tidak hanya faktor-faktor di atas, untuk membuat konjektur diperlukan bukti dan data yang kuat, untuk memperolehnya tentu ada langkah-langkah yang harus siswa buat. Secara umum, siswa harus bisa menggeneralisasi dan membuatnya dalam bentuk pola pada sebuah masalah. Dalam hal ini tes yang dirasa peneliti bisa mengungkap proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur yaitu generalisasi pola. Misalkan beberapa siswa diberikan tiga model gambar dengan data yang berbeda, mereka diharuskan untuk mencari nilai n dari ketiga model gambar tersebut. Dari permasalahan tersebut, yang harus dilakukan oleh siswa adalah mencari pola umum dari ketiga gambar yang sudah diberikan, sehingga dapat membantu mereka melanjutkan ke tahap selanjutnya, seperti membuktikan.

Pola merupakan cara terbaik untuk mengajak siswa mengkesplor ide-ide penting dalam pembelajaran aljabar sebagai sebuah dugaan dan generalisasi. Siswa menggunakan aturan generalisasi dari pola yang mereka miliki menggunakan cara yang mereka rasa paling menyenangkan dan nyaman untuk mereka. Dengan menggunakan kata-kata, diagram, simbol yang mereka buat sendiri, atau dalam sebuah persamaan yang mereka gunakan. Aspek yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana siswa dapat mendeskripsikan generalisasi yang mereka mereka dapat

(14)

4

sesuai dengan masalah yang diberikan. Melalui generalisasi pola siswa dapat memahami kekuatan dari penalaran aljabar5. Bentuk pemikiran siswa yang berbeda, nantinya akan menentukan sebuah konsep atas jawaban yang benar. Dengan menggunakan generalisasi pola atau penalaran secara umum yang di bentuk menggunakan satu pola atau lebih, akan membuat cara berpikir siswa menjadi lebih terkonsep dan terstruktur. Dalam penelitian ini, siswa yang peneliti maksud adalah siswa SMA.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa SMA kelas X karena telah mendapatkan materi logika yang berguna dalam mengkonstruk konjektur. Siswa juga telah memperoleh materi barisan dan deret pada jenjang sebelumnya. Selain itu, siswa SMA telah memasuki usia remaja. Secara umum, karakteristik perkembangan usia remaja ditandai dengan kemampuan berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu memikirkan sesuatu yang akan mungkin atau tidak mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak. Remaja dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematik, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa yang terjadi.6

Dengan beberapa latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Proses Kognisi Siswa Kelas X Dalam Mengonstruksi Konjektur Pada Masalah

Generalisasi Pola”.

5Siti Dinarti, “Pelevelan Proses Generalisasi Pola Pada Siswa SMP Berdasarkan

Taksonomi Solo”, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program), (Desember,2014), 1460.

6 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

(15)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap memahami masalah generalisasi pola? 2. Bagaimana proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4

Sidoarjo pada tahap mengeksplorasi masalah generalisasi pola? 3. Bagaimana proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4

Sidoarjo pada tahap mengkonstruksi konjektur generalisasi pola?

4. Bagaimana proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap mengargumentasi konjektur generalisasi pola?

5. Bagaimana proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap membuktikan konjektur generalisasi pola?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap memahami masalah generalisasi pola.

2. untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap mengeksplorasi masalah generalisasi pola.

3. untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap mengkonstruksi konjektur generalisasi pola.

4. untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X di SMA Negeri 4 Sidoarjo pada tahap mengargumentasi konjektur generalisasi pola.

(16)

6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khasanah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai proses kognisi siswa kelas X dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola.

2. Bagi penulis dan pembaca diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memberikan pengetahuan mengenai proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola.

E. Definisi Operasional

1. Proses kognisi adalah kegiatan aktivitas mental dalam mengonstruksi pengetahuan dan menggunakan pengetahuan yang tersimpan di memori jangka panjang untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

2. Konjektur adalah pernyataan matematika yang terlihat bahwa pernyataan itu benar, tapi belum dijelaskan dan terpecahkan secara matematis dan dipaparkan secara detail.

3. Konsep matematika merupakan ide abstrak yang digunakan untuk mengelompokkan atau mengklarifikasi suatu objek atau proses matematika sedemikian sehingga objek atau proses tertentu merupakan anggota konsep atau bukan.

4. Mengkonstruksi konjektur matematika adalah membuat konjektur matematika berdasarkan informasi yang disusun dari suatu masalah matematika.

5. Masalah Generalisasi pola adalah masalah proses penalaran yang bertolak dari suatu pola menuju suatu bentuk umum.

F. Batasan Penelitian

(17)

7

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan berisi tentang latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab 2 : Kajian pustaka berisi tentang proses kognisi, konjektur, konjektur matematika dan peranannya dalam matematika dan pembelajaran matematika, logika, inferensi: deduksi, abduksi, dan induksi,

tahap-tahap mengonstruksi konjektur

matematika, dan generalisasi pola dalam matematika.

Bab 3 : Metode Penelitian berisi tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data dan prosedur penelitian. Bab 4 : Hasil penelitian yang meliputi, deskripsi dan

analisis data tentang hasil tes generalisasi pola dalam mengkonstruksi konjektur.

Bab 5 : Pembahasan berisi hasil tentang penelitian proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola.

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Proses Kognisi

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian kognisi sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri.1 Kognisi dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20 atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk diimitasi.

Jones memberikan definisi proses kognisi sebagai berikut,

“Cognition processes are defined as the mental processes of an individual, with particular relation to a view that argues that the mind has internal mental states (such as beliefs, and intentions) and can be understood in term of information processing, especially when a lot of abstraction or concretization is involved, or processes such as involving knowledge, expertise or learning.”2

Berdasarkan kutipan di atas, proses kognisi merupakan proses mental yang kompleks berkaitan dengan kondisi mental internal yang dapat dipahami menggunakan istilah-istilah pemrosesan informasi. Melakukan tugas kognisi yang melibatkan abstraksi, konkretisasi, pengetahuan, keahlian, atau belajar memungkinkan untuk mempelajari proses kognisi. Dengan demikian, proses kognisi merupakan serangkaian tahapan-tahapan yang terjadi selama proses membangun pengetahuan atau menyelesaikan tugas kognisi.

1 KBBI, diakses dari http://kbbi.web.id/kognisi, pada tanggal 4 Agustus 2016 2 Jones, “Cognitive Processes during Problem Solving of middle School Students with

(19)

9

Pengertian proses kognisi yang erat kaitannya dengan pemrosesan informasi juga dikemukakan oleh Carroll, Carroll menyatakan bahwa proses kognisi merupakan proses pengoprasian isi pikiran untuk menghasilkan respon.3 Baron dalam biggs dan Telfer menyatakan bahwa proses kognitif merupakan aktivitas pikiran yang melibatkan penangkapan, representasi, penyimpanan, pemanggilan kembali, dan penggunaan informasi.4 Resnick dan Ford juga menyatakan proses kognitif merupakan cara organisme untuk mendapatkan, menyimpan dan mentransformasikan informasi.5 Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa untuk membangun pengetahuan atau menyelesaikan suatu masalah melibatkan banyak kognisi seperti keyakinan diri, harapan, perhatian, memori atau aspek kognisi yang lain. Proses kognisi muncul saat membangun pengetahuan atau menyelesaikan suatu masalah matematika.

Proses kognisi menggabungkan antara informasi yang diterima melalui indera tubuh manusia dengan informasi yang telah disimpan di ingatan jangka panjang. Kedua informasi tersebut diolah di ingatan kerja yang berfungsi sebagai tempat pemrosesan informasi. Kapabilitas pengolahan ini dibatasi oleh kapasitas ingatan kerja dan faktor waktu. Proses selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan yang telah dipilih. Tindakan dilakukan mencakup proses kognisi dan proses fisik dengan anggota tubuh manusia (jari, tangan, kaki dan suara). Tindakan dapat juga berupa tindakan pasif, yaitu melanjutkan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya.

Proses kognisi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tahap-tahap aktivitas mental dalam menyelesaikan suatu tugas kognitif berupa mengkonstruksi konjektur matematika. Mengkonstruksi konjektur matematika merupakan membuat konjektur matematika menggunakan inferensi induksi seperti yang dijelaskan pada bagian 2C dan 2E. Tahap-tahap aktivitas mental dalam mengkonstruksi konjektur meliputi memahami masalah, mengeksplorasi masalah,

3 J.B Carroll, Human Cognitive Abilities: A Survey of Factor-Analytic Studies (Cambridge:

Cambridge University Press, 1993), 10.

4 J.B Biggs dan Telfer, The Process of Learning 2nd eds, Newcastle Prentice-Hall, 1987. 5 L.B Resnick - W.W Ford, Psychology of Mathematics for Instruction (Hillsdale,NJ:

(20)

10

merumuskan konjektur, mengargumentasi konjektur, dan membuktikan konjektur seperti yang dijelaskan pada bagian 2F.

B. Konjektur

Menurut Norton, proses abstraksi dan generalisasi dalam matematika sering melibatkan ide-ide yang awalnya bersifat hipotetik atau dugaan yang disebut konjektur.6 Konjektur muncul dari intuisi setelah menyadari adanya hubungan-hubungan yang bersifat matematik selama proses abstraksi dan generalisasi berlangsung. Konjektur-konjektur dapat dikonstruksi berdasarkan objek-objek yang diamati atau masalah yang diberikan serta bantuan dari basis pengetahuan yang relevan yang telah dimiliki sebelumnya. Objek-objek bisa memberikan informasi yang kompleks dan memunculkan dugaan tentang berbagai hal seperti kuantitas, variabel, atau hubungan-hubungan seperti hubungan antar kuantitas atau antar variabel atau antar keduanya. Misalnya tersedia serangkaian objek geometri berupa segi-n beraturan.

Gambar 2.1

Representasi beberapa poligon beraturan beserta diagonalnya

Model matematis dari segi-n beraturan merupakan suatu variabel yang tergantung pada n. Banyak titik, banyak sisi, banyak diagonal, atau banyak daerah di dalam segi-n beraturan menyatakan suatu kuantitas. Hubungan antara banyak titik dengan banyak sisi atau banyak titik dengan banyak diagonal menyatakan suatu hubungan-hubungan. Pernyataan –pernyataan yang dibuat berdasarkan dugaan-dugaan terkait dengan banyak titik atau banyak diagonal atau banyak daerah yang ada di dalam segi-n

6A. Norton, “Students Conjectures in Geometri” (paper presented at the 24th Conference

(21)

11

beraturan merupakan konjektur-konjektur yang dikonstruksi berdasarkan pengamatan terhadap objek-objek tersebut. Salah satu

pernyataan yang dapat dibuat misalnya adalah “untuk � ≥3,

banyak diagonal pada segi-n beraturan adalah 1

2�(� −3)”. Pernyataan ini umumnya merupakan konjektur bagi sebagian orang yang baru mempelajari poligon beraturan. Akan tetapi, bagi mereka yang telah menguasai materi poligon beraturan, pernyataan tersebut bukanlah suatu konjektur tetapi merupakan pernyataan yang valid.

Konjektur umumnya mempunyai ciri-ciri tertentu. Norton memberikan gambaran tentang konjektur dan ciri-cirinya dengan menyatakan

“... conjectures are ideas formed by a person (the learner) in

experience which satisfy the following properties: the idea is conscious (though not necessarily explicitly stated), uncertain and the conjecturer is concerned about is validity”.7 Ciri penting dalam konjektur sesuai pernyataan Norton adalah kesadaran dan ketidaktentuan. Kesadaran berarti ide-ide yang dibangun diketahui dan dimengerti. Ketidaktentuan berarti ide-ide yang dibangun masih memuat hal-hal yang bisa keliru. Akibatnya konjektur belum memiliki kebenaran yang pasti. Kebenaran atau kesalahan suatu konjektur perlu dibuktikan melalui proses penalaran menggunakan aturan-aturan logis atau menggunakan contoh penyangkal. Konjektur yang telah terbukti kebenarannya menjadi pernyataan yang valid.8

Tidak semua konjektur mudah dibuktikan kebenarannya. Banyak konjektur dalam matematika yang kebenarannya belum dapat dibuktikan secara tuntas baik menggunakan penalaran deduktif dengan menggunakan hukum-hukum logika maupun dengan memberikan contoh penyangkal. Konjektur Goldbach merupakan salah satu contoh konjektur yang belum dapat dibuktikan secara lengkap. Goldbach membuat dugaan dengan menyatakan bahwa setiap bilangan bulat yang lebih besar dari 4

7 Ibid, halaman 1.

8 Julan Hernadi, Metoda Pembuktian Dalam Matematika (Ponorogo: UM Ponorogo Press,

(22)

12

dapat dinyatakan sebagai jumlah dua bilangan prima.9 Kesulitan mengidentifikasi bilangan-bilangan besar sebagai bilangan prima merupakan salah satu kendala dalam membuktikan konjektur Goldbach. Dalam penelitian ini, agar peneliti dapat melihat bahwa pernyataan yang dibuat subjek tepat. Peneliti membuat indikator konjektur sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Konjektur

No Indikator

1

Sebuah kalimat pernyataan yang dipradugakan sebagai hal yang nyata, benar atau asli, sebagian besarnya didasarkan pada landasan yang tidak konklusif (tanpa kesimpulan)

2

Berbentuk kalimat logika, dapat berupa implikasi, biimplikasi, negasi atau berupa kalimat berkuantor. Operator logika seperti (dan, atau, tidak) sering digunakan dalam pernyataan matematika.

3

Pernyataan matematika yang bernilai benar berdasarkan observasi, investigasi, eksplorasi, eksperimen dan inkuiri

C. Konjektur Matematika dan Peranannya Dalam Matematika

dan Pembelajaran Matematika

Kamus online Webster mendefinisikan konjektur sebagai

berikut, “a proposition (as in mathematics) before it has been

proved or disproved”.10 Hal ini berarti bahwa konjektur merupakan proposisi yang belum terbukti kebenarannya sehingga belum mencapai nilai kebenaran yang pasti. Dengan demikian, konjektur secara singkat dapat disamakan dengan dugaan atau hipotesis. Akan tetapi, para ahli mendefinisikan konjektur secara beragam.

9 Konjektur Goldbach, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Konjektur_Goldbach,

pada tanggal 8 Agustus 2016.

10 Webster, diakses dari http://www.webster-dictionary.org/definition/Conjectures, pada

(23)

13

Ponte, et. Al menyatakan bahwa “A mathematical conjecture is a statemen that answers a certain question and that is considered to be true”.11 Pedemonte memberikan definisi konjektur dengan

menyatakan, “conjecture is a statement strictly is potentially true

because some conseptions allow the construction of an argumentation that justifies it”.12 Norton menetapkan konjektur dengan menyatakan,

conjectures are ideas formed by a person (the learner) in experience which satisfy the following properties: the idea is conscious (thrught not necessarily explicitly stated), uncertain and the conjecture is concerned about its validity”.13

Ketiga definisi konjektur yang diberikan oleh Ponte, Pedemonte, dan Norton menggambarkan hal yang sama dengan penekanan dengan yang berbeda. Ponte menekankan bahwa konjektur sebagai suatu pernyataan matematika yang menjawab suatu pertanyaan tertentu dimana jawaban tersebut dianggap benar. Pedemonte menekankan bahwa konjektur sebagai pertanyaan yang langsung berhubungan dengan argumentasi dan sekumpulan konsep. Penekanan ini lebih mengarah kepada tindak lanjut dari konjektur yang memerlukan pembuktian. Norton menekankan sesorang dapat mengkonstruksi konjektur berdasarkan pengalaman belajarnya.

Menurut Norton, konjektur dikonstruksi oleh seseorang berdasarkan pengalamannya dan sifat konjektur berkaitan dengan kesadaran dan ketidaktentuan. Kesadaran berarti ide-ide yang dibangun diketahui dan dimengerti. Ketidaktentuan berarti ide-ide yang dibangun masih memuat hal-hal yang bisa keliru atau memuat ketidakpastian. Pembuat konjektur memperhatikan validitas pernyataannya. Validitas berarti ide-ide yang dibangun sesuai dengan pengalaman dan informasi yang tersedia. Akibatnya, konjektur belum memiliki nilai kebenaran yang pasti. Kebenaran

11 J.P Ponte C. Brunheira - L. Oliveira dan Varandas. “Investigating Mathematical

Investigation”. In P.Abrantes, J. Porfiriodan M. Baia (Eds). Les Interactions Dams La Classe De Mathematiques (Setubal: Ese de Setubal, 1998), 4.

12Pedemonte, “some cognitive Aspects of the Relationship between Argumentation and Proof in Mathematics”. (paper presented of the 25th conference of the international group

for the Psychology of Mathematics Education, Netherland, 2001), 2.

13

(24)

14

suatu konjektur perlu dibuktikan agar menjadi pernyataan yang valid.

Kebenaran atau kesalahan suatu konjektur dibuktikan melalui proses penalaran menggunakan aturan-aturan logis atau menggunakan contoh-contoh penyangkal. Konjektur yang telah terbukti kebenrannya menjadi pernyataan yang valid.14 Pembuktian konjektur menjadi pernyataan yang valid melalui proses penalaran menggunakan aturan-aturan logis atau menggunakan contoh-contoh penyangkal yang umum dilakukan oleh para matematikawan. Akan tetapi, pembuktian konjektur oleh orang yang tidak ahli matematika seperti siswa umumnya tidak demikian. Fiallo and Gutierres secara umum membedakan bukti-bukti yang diberikan oleh siswa menjadi dua jenis yaitu bukti-bukti empirik (empirical profs) dan bukti-bukti dedukatif (deductive proofs). Bukti-bukti empirik dibedakan menjadi tiga jenis yaitu bukti-bukti empirik naïve (naïve empirical proofs), bukti-bukti eksperimen krusial (crucial experiment proofs), dan bukti contoh generik (generic example proofs) sedangkan bukti deduktif dibedakan menjadi dua jenis yaitu bukti-bukti gagasan eksperimen (thought experiment proofs) dan bukti deduksi formal (formal deduction proofs). Bukti-bukti dikatakan sebagai bukti-bukti empirik naïve bila suatu konjektur dibuktikan dengan menunjukkan kebenarannya pada contoh-contoh yang dipilih tanpa menetapkan kriteria tertentu. Bukti-bukti dikatakan bukti-bukti eksperimen krusial bila suatu konjektur dibuktikan dengan menunjukkan kebenarannya pada contoh-contoh yang dipilih sesuai kriteria tertentu. Bukti-bukti dikatakan bukti-bukti contoh generik bila bukti-bukti didasarkan pada suatu contoh tertentu sebagai karakteristik yang merepresentasikan kelas-kelasnya. Bukti-bukti dikatakan sebagai bukti-bukti gagasan eksperimen bila suatu contoh tertentu digunakan untuk mengorganisasi bukti. Bukti-bukti dikatakan bukti-bukti deduksi formal bila pembuktian tidak berdasarkan suatu contoh tertentu.

14
(25)

15

Healy dan Hoyles menyatakan ada empat cara yang umum digunakan oleh siswa untuk menunjukkan kebenaran suatu konjektur.15 Keempat cara itu adalah empiris, naratif, visual, dan aljabar. Menunjukkan kebenaran konjektur secara empiris dilakukan dengan mengaji contoh-contoh khusus. Menunjukkan kebenaran konjektur secara naratif dilakukan dengan menjelaskan mengapa sifat-sifat tertentu bernilai benar verbal menggunakan bahasa deduktif. Menunjukkan kebenaran konjektur secara visual dilakukan dengan gambar yang menunjukkan mengapa konjektur bernilai benar untuk kasus umum (kasus generik). Menunjukkan kebenaran konjektur secara aljabar dilakukan dengan pernyataan deduktif formal seperti kesamaan atau persamaan. Cooper, et.al, menyatakan bahwa tiga cara terakhir dari Healy dan Hoyles menunjukkan cara yang lebih formal dibandingkan dengan yang pertama.16

Fischbein dalam Canadas menganggap konjektur sebagai ungkapan atau ekspresi dari intuisi karena konjektur merupakan ungkapan dari kognisi yang bersifat segera.17 Hal ini berarti bahwa konjektur memiliki karakteristik bersifat segera. Hartati menyebutkan bahwa karakteristik kognisi yang bersifat segera meliputi (1) direct and self evidence, (2) intrinsic certainly, (3)

perseverance and coersiveness, (4) extrapolativeness, dan (5)

globality and implicitness. Sebagai ekspresi segera dari kognisi, konjektur bersifat langsung dan memuat kebenaran intuitif, bersifat kokoh atau stabil, dan mempunyai aspek generalisasi.

Konjektur mempunyai peranan yang sangat vital dalam matematika. Sejarah menunjukkan bahwa konjektur mampu mendorong matematika untuk tumbuh dan berkembang. Banyak teori-teori dalam metamatika berkembang dari upaya membuktikan suatu konjektur. Salah satu contohnya adalah konjektur yang

15L. Healy dan C. Hoyles, “A Study of Proof Conceptions in Algebra”, Journal for

Research in Mathematics Education, Vol 31 (May,2000), 400.

16 J.L. Cooper C.A. Walkington C.C Williams O.A Akinsiku S.W Kalish- A.B Ellis

–E.J Kruth. “Adolescent Reasoning in Mathematics: Exploring Middle School Students Strategic Approaches in Empirical Justification”. In L. Carlson – C. Hoelscher – T.F. Shipley (Eds.), Proceedings of the 33rd Annual Conference of the Cognitive Science Society (Austin, TX: Cognitive Science Society, 2011), 2189.

17 M.C Canadas F. Deulofeu L. Figueiras D. Reid O. Yevdokinov, “The

(26)

16

dibuat oleh Fermat. Fermat dalam Burger dan Morgan membuat konjektur pada teori bilangan pada tahun 1637 seperti berikut.

It is imposible to separate a cube into two cubes, or a biquadrate into two biquadrates or generally any power except a square into power with the same exp[onent. I have discovered a trully wonderous demonstration of this, which this margin is too narrow to contain”.18

Fermat mengatakan bahwa konjektur tersebut merupakan suatu teorema dan merumuskannya dalam bentuk pernyataan “ untuk sebarang bilangan bulat � ≥3, tidak ada bilangan bulat yang memenuhi �+ �= � dengan ≠0�. Kebenaran konjektur ini hanya dibuktikan oleh Fermat untuk �= 4. Para ahli matematika meyakini bahwa Fermat tidak memiliki bukti yang lengkap sehingga selama ratusan tahun pernyaataannnya dianggap sebagai suatu konjektur. Banyak ahli tertantang untuk membuktikan konjektur Fermat. Sejarah pembuktian konjektur Fermat melahirkan banyak teori baru dalam teori bilangan seperti bilangan prima Spoie Germain dari Sopie Germain, bilangan-bilangan bulat Gauss dan bilangan-bilangan-biloangan siklotomik dari Larne dan teori bilangan aljabar dari Kummer. Seiring berjalannya waktu pembuktian konjektur Fermat selain menghasilkan teori baru juga menghasilkan kenjektur-konjektur baru.

Di samping dalam matematika, konjektur sangat penting dalam belajar dan pembelajarannya. Dalam dokumen Standar tahun 2000, NCTM memberi penekanan yang tinggi pada pengujian konjektur, perumusan contoh penyangkal, konstruksi dan penilaian terhadap argumen yang valid, dan kemampuan menggunakan ketiga hal sebelumnya dalam konteks pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.19 Akan tetapi, standart-standart ini gagal mengeksploitasi potensi bukti sebagai alat pembelajaran.20 Alasan ini mendasari NCTM melakukan perubahan pada standart-standart proses matematika. Hasil perubahan ini muncul dalam dokumen

18E.B Burger F. Morgan, “Fermat’s Last Theorem, the Four Color Conjecture, and Bill

Clinton for April Fools’ Day”, Proquest Educations Journals, 104:3 (March, 1997), 246.

19 NTCM, diakses dari

http://www.nctm.org/Standards-and-Positions/Principles-and-Standards/, pada tanggal 5 Agustus 2016.

(27)

17

principles and standarts tahun 2000 yang menegaskan peranan penalaran, bukti, konjektur, dan pemecahan masalah dalam belajar dan pembelajaran matematika. Penalaran, bukti, konjektur, dan pemecahan masalah menjadi bagian terintegrasi dalam standar proses yang dinamakan standar penalaran dan bukti (reasoning and proof Standart). Standar penalaran dan bukti tahun 2000 secara tegas menggariskan bahwa siswa dapat (1) memahami Penalaran dan bukti sebagai aspek fundamental dari matematika, (2) merumuskan dan menyelidiki konjektur matematika, (3) mengembangkan dan mengevaluasi argument matematika dan bukti, dan (4) memilih dan menggunakan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian.

Konjektur pada penelitian ini disintesis dari ketiga definisi konjektur yang diberikan oleh Ponte, Podemonte atau Norton. Konjektur matematika merupakan suatu kalimat deklaratif (ide) yang bersifat hipotetik yang dibuat oleh seseorang berdasarkan informasi yang disediakan atau masalah yang diberikan menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta berpotensi mempunyai nilai yang benar. Dengan kata lain, konjektur merupakan suatu pernyataan yang langsung berkaitan dengan suatu argumen dan sengkumpulan konsep dimana pernyataan tersebut berpotensi memiliki kebenaran karena beberapa konsep memungkinkan mengkonstruksi argumen yang dapat mendukung pernyataan tersebut.

D. Logika

Kebenaran suatu teori yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli merupakan hal yang sangat menentukan reputasi mereka. Untuk mendapatkan hal tersebut, mereka akan berusaha untuk mengaitkan suatu fakta atau data dengan fakta atau data lainnya melalui suatu proses penalaran yang sahih atau valid. Sebagai akibatnya, logika merupakan ilmu yang sangat penting dipelajari. Di dalam mata pelajaran matematika maupun IPA, aplikasi logika seringkali ditemukan meskipun tidak secara formal.

Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani ‗logos

(28)

18

(valid, correct) dan yang tidak sahih (tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang terjadi di saat menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang diketahui benar atau dianggap benar itu sering juga disebut dengan penalaran (reasoning).

Pengembangan penalaran logis sangat terkait dengan pemahaman siswa mengenai kata-kata penting tertentu, sepeti:

semua, beberapa, tidak, dan, atau, dan jika. Kegiatan penyusunan dan pengelompokkan yang konkret dapat menjadi tak berarti dalam membantu siswa mengkonstruksi pemahaman mengenai istilah-istilah seperti itu.21

Prinsip logika didasarkan atas bisa tidaknya diterima oleh akal. Valid atau tidak validnya sebuah pernyataan akan diproses oleh logis, bukan saja didasarkan pada isi permasalahan yang dipertimbangkan. Tentu bisa disepakati bahwasanya logika ini menjadi sarana untuk menganalisa sebuah pernyataan. Keterkaitan antara kesimpulan, bukti yang ada (sering di sebut premis) menjadi dasar dasar penting dalam menggunakan logika. Proses pengunaan nalar akan membutuhkan premis premis atau bukti awal untuk menyelesaikan sebuah argumen yang ada.

Dalam hal proses dan berdasarkan keadaan premis yang telah ada, maka penggolonganl logika ini akan dipartisi menjadi dua bagian. Pertama itu logika deduktif. Penggunaan logika deduktif ini dimana nilai validitas suatu pernyataan bukan berupa benar atau salah. Validitas dinilai berupa efek konsekuensi dari setiap bukti (premis) yang telah ada. Jadi dalam hal ini hasil penalaran akan terimbas dari evaluasi dari premis yang telah diberikan. Yang kedua adalah penalaran induktif. Penarikan kesimpulan di sini berdasarkan pada fakta fakta unik dari premis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan yang umum.

E. Inferensi: Deduksi, Abduksi, dan Induksi

Konjektur matematika dikonstruksi dari proses inferensi yaitu proses penarikan kesimpulan dengan menggunakan hukum-hukum logika dimana kesimpulan ditarik dari premis-premis yang mendahuluinya. Menurut Peirce dalam Ferrando, inferensi secara

21Nanang Priatna. 2008. Penalaran Matematika. Di akses dari

(29)

19

garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu inferensi yang bersifat eksplikatif (analogi atau deduktif) dan inferensi yang bersifat ampliatif (sintetik). Perbedaan kedua inferensi ini terletak pada bagaimana kesimpulan ditarik dari premis-premis yang mendahuluinya. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut. “In explicative inference the conclusion necessarily follows from the premises, while in the ampliative inference the conclusion does not necessarily follows from the premises”22 pada inferensi yang bersifat eksplikatif, kesimpulan perlu/mesti mengikuti premis-premis yang mendahului sedangkan pada inferensi yang bersifat amplikatif, kesimpulan tidak perlu mengikuti premis-premis yang mendahului. Inferensi yang bersifat amplikatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abduksi dan induksi. Dengan demikian, inferensi dibedakan menjadi deduksi, abduksi, dan induksi. Terdapat banyak cara penarikan kesimpulan, sesuai dengan penelitian ini untuk menyelesaikan masalah generalisasi pola secara matematis, menggunakan tiga jenis penarikan kesimpulan yakni logika induktif (induksi), logika deduktif (deduksi) dan logika abduktif (abduksi).

Logika induksi merupakan inferensi untuk menghasilkan proposisi berdasarkan pengalaman atau memformulasikan pernyataan-pernyataan sesuai fenomena. Pola inferensi induksi adalah sebagai berikut.

Premis 1 : �1∈ �,�2∈ �,… ….��−1∈ � untuk n bilangan asli Premis 2 : � ∈ �

Kesimpulan : ��+1∈ �

Contoh penarikan kesimpulan dengan menggunakan inferensi induksi adalah sebagai berikut.

Premis 1 : Dari dulu sampai kemarin, matahari terbenam pada sore hari di barat.

Premis 2 : Hari ini matahari terbenam pada sore hari di barat. Kesimpulan : Besok matahari juga akan terbenam pada sore hari di

barat.

(30)

20

Kebenaran pada induksi tidak bersifat konklusif karena selalu terdapat peluang untuk menyangkal kesimpulan yang telah dibuat bilamana premis lain muncul sebagai akibat adanya fenomena baru yang tidak teramati sebelumnya.23 Sun dan Pan memberi contoh klasik terkait dengan hal ini. Penemuan angsa hitam di Australia menyangkal kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya bahwa semua angsa berwarna putih. Keyakinan bahwa semua angsa berwarna putih bertahan cukup lama sebelum penemuan angsa hitam di Australia.

Deduksi merupakan inferensi dari bentuk umum ke bentuk khusus yang kesimpulannya mesti mengikuti premis-premis yang ditetapkan. Kesimpulan pada deduksi merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya artinya bila premis-premisnya benar maka simpulannya tidak mungkin salah. Bentuk klasik dari deduksi adalah modus ponen. Pola inferensi menggunakan modus ponen adalah sebagai berikut:

Premis 1 : ∀ ,�( ).

Premis 2 : �= .

Kesimpulan : �(�).

Premis-premis pada modus ponen umumnya berbentuk pernyataan berkuantor seperti terlihat pada bentuk di atas. Premis 1 menyatakan bahwa untuk setiap bersifat �. Premis 2 menyatakan bahwa � adalah . Kesimpulannya adalah � pasti bersifat �. Penggunaan modus ponen dengan pola di atas terlihat pada contoh berikut.

Premis 1 : Semua mahluk hidup pasti bernafas. Premis 2 : manusia adalah mahluk hidup. Kesimpulan : Manusia pasti bernafas.

Premis pada modus ponen bisa juga berupa pernyataan implikasi yaitu pernyataan yang berbentuk “jika ... maka ...” yang polanya adalah sebagai berikut.24

23 S. Sun W. Pan, “The Philosophical Foundations of Prescriptive Statements and

Statiscal Inference”, Education Psychol Rev, 23:5, 208.

24

(31)

21

Premis 1 : Jika maka

Premis 2 :

Kesimpulan :

Contoh deduksi menggunakan modus ponen dengan premis berupa implikasi adalah sebagai berikut.

Premis 1 : Jika p adalah manusia maka p akan mati. Premis 2 : Aristoteles adalah manusia

Kesimpulan : Aristoteles akan mati

Selain berbentuk modus ponen, bentuk klasik yang lain dari deduksi adalah modus tolen.25 Sama seperti pada modus ponen, premis-premis pada modus tolen bisa berupa pernyataan berkuantor atau pernyataan implikasi. Berikut adalah pola modus tolen dengan premisnya berbentuk implikasi.

Premis 1 : Jika maka .

Premis 2 : ~

Kesimpulan : ~

Dimana simbol “~” menyatakan tidak atau bukan. Berikut adalah

contoh deduksi menggunakan modus tolen.

Premis 1 : Jika hari hujan maka tanah basah Premis 2 : Tanah tidak basah

Kesimpulan : Hari tidak hujan

Kesimpulan pada contoh di atas secara deduktif adalah benar. Ada bentuk inferensi yang menyerupai deduksi yang disebut kesalahan deduksi yang polanya adalah sebagai berikut.

Premis 1 : Jika maka .

Premis 2 :

Kesimpulan :

Inferensi dengan pola ini tidak valid karena premis-premis bisa benar tetapi kesimpulannya salah. Berikut adalah contohnya.

Premis 1 : Jika hari hujan maka tanah basah Premis 2 : Tanah basah

Kesimpulan : Hari hujan

(32)

22

Kesimpulan pada contoh ini tidak valid karena tanah basah tidak menjamin telah terjadi hujan. Tanah basah bisa disebabkan oleh faktor lain seperti banjir atau telah disiram.

Keberadaan beberapa faktor penyebab terhadap suatu sebab (fenomena yang teramati) seperti pada contoh di atas menghasilkan jenis informasi yang dinamakan abduksi. Abduksi merupakan inferensi untuk memberikan argumen atau penjelasan terbaik terhadap suatu fenomena. Pola inferensi abduksi adalah sebagai berikut

Premis 1 : diantara , ′, dan ′′, paling mampu menjelaskan Premis 2 :

Kesimpulan :

Ketepatan penarikan kesimpulan dalam penalaran deduktif bergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor,

kebenaran premis minor, dan keabsahan pengambilan kesimpulan.26 Jika salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara

deduktif. Misalnya, A = B dan bila B = C maka A = C. Kesimpulan A sama dengan C pada hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang telah kita ketahui sebelumnya.

Abduktif (abduksi) melakukan penalaran dari sebuah fakta ke aksi atau kondisi yang mengakibatkan fakta tersebut terjadi. Metode ini digunakan untuk menjelaskan kegiatan yang kita amati. Sebagai contoh, misalkan kita mengetahui bahwa seseorang yang bernama Budi selalu mengendarai mobilnya dengan sangat cepat jika sedang terburu-buru. Maka pada saat kita melihat Budi mengendarai mobilnya dengan sangat cepat maka kita berkesimpulan bahwa Budi sedang terburu-buru. Tentunya hal ini belum tentu benar, mungkin saja dia sedang dalam keadaan gawat darurat.27

Metode Abduksi merupakan semua proses yang terdiri dari mencari dan merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran ilmuwan dan dan berkisar seputar hipotesis dan preses penyimpulan. Tujuan utama ilmu pengetahuan tidak berhenti

26 Ibid, halaman 5.

27

(33)

23

dengan pengumpulan data, melainkan lebih dari itu coba mencarikan dan menemukan penjelasan atau eksplanasi atas data. Ilmuwan tidak pernah puas hanya dengan menerima data begitu saja dan tidak merupakan sumber satu-satunya bagi pengatahuan manusia. Ilmu pengetahaun merupakan suatu proses hidup yang dijalani oleh ilmuwan dalam menemukan hipotesis untuk menjelaskan fenomena atau data.28

F. Tahap-tahap Mengonstruksi Konjektur Matematika

Mengkontruksi konjektur matematika merupakan salah satu cara dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika.29 Konjektur dapat dikonstruksi dari informasi yang disediakan atau masalah yang diberikan serta dukungan pengetahuan awal yang dimiliki sebelumnya. Kompleksitas pernyataan konjektur mencerminkan kompleksitas struktur kognitif yang mendasarinya. Kompleksitas struktur kognitif berkaitan erat dengan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa pengetahuan-pengetahuan matematika yang diperoleh dari interaksi dengan objek-objek matematika seperti definisi, rumus, reprentasi grafik, diagram, gambar bangun, atau teorema yang telah pernah dilakukan akan menentukan bagaimana konjektur matematika yang dihasilkannya. Semakin kompleks konjektur matematika yang dibangun maka semakin kompleks struktur kognitif yang dimiliki oleh yang mengonstruksinya.

Pengetahuan matematika yang tersimpan dalam memori segera dapat diakses dan diaktifkan saat siswa diberi stimulus berupa informasi atau masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut. Pengetahuan matematika yang tersimpan dalam memori memungkinkan seseorang segera memberikan respon bila ada tantangan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Hal ini mendorong intuisi agar bekerja. Dengan intuisi, segera dapat dicerna tentang berbagai keadaan informasi yang berfungsi sebagai stimulus seperti apakah informasi masuk akal, mengandung anomali, atau kurang lengkap. Bahkan, intuisi bisa memberikan gambaran kemana arah perluasan informasi dapat dilakukan.

28 Paulinus YantoEron - Johanis Vian M. V. Lakesubun, Metode Abduksi Deduksi dan Induksi”, (Paper presented at Seminar Sanata Dharma, Yogyakarta, 2015), 2.

(34)

24

Mengkonstruksi konjektur dalam matematika dapat dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung melalui aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk tujuan investigasi. Investigasi matematika dimulai dengan suatu situasi yang harus dipahami atau sekumpulan data yang harus diorganisasi dan dijelaskan dalam istilah-istilah yang umum dalam matematika. Tahap-tahap dalam investigasi matematika melibatkan konjektur.30 Tiga tahap dalam investigasi matematika menurut Ponte, et.al adalah: (1) mengajukan pertanyaan dan menghasilkan konjektur, (2) menguji dan memperbaiki konjektur, dan (3) memberi alasan dan membuktikan konjektur31. Ponte menegaskan bahwa mengonstruksi konjektur bukan merupakan aktivitas instan tetapi merupakan proses berulang dan menyerupai metode ilmiah. Pada tahap-tahap mengkonstruksi konjektur ini, peneliti mengadaptasi dari proposal tesis I Wayan Puja Astawa yang berjudul “Proses kognisi mahasiswa calon guru dalam mengonstruksi konjektur matematika

ditinjau dari kemampuan matematika dan gender” sebagai

berikut:32

30 Ponte, J. P., et.al., Investigating Mathematical Investigaton. In P. Abrantes, J. Porfirio,

and M. Baia (Eds.) Les interactions dans la classe de mathematiques: Proceedings of the CIEAEM 49.Setubal : Ese de Setubal. (1998). 3-13.

31 Ibid, halaman 14 32

(35)

25

Tabel 2.2

Proses Kognisi Tahap Mengkonstruksi Konjektur Dan Fokus Kajiannya

No Tahap

Mengkonstruksi Konjektur

Fokus proses kognisi yang dikaji

1 Memahami Masalah Bagaimana proses kognisi

siswa SMA dalam

memahami masalah yang meliputi proses mengetahui apa yang dicari dan apa yang ditanyakan.

2 Mengekspolarasi Masalah

Bagaimana proses kognisi SMA dalam mengeksplorasi masalah, yang meliputi

proses menerjemahkan

masalah dan memanipulasi situasi..

3 Merumuskan

Konjektur

Bagaimana proses kognisi

siswa SMA dalam

merumuskan konjektur, yang meliputi proses menuliskan kalimat-kalimat

konjektur, dan

pertimbangan-pertimbangan yang digunakan.

4 Mengargumentasi Konjektur

Bagaimana proses kognisi

siswa SMA dalam

mengargumentasi konjektur, yaitu proses memvalidasi (memberi alasan) konjektur.

5 Membuktikan

Konjektur

Bagaimana proses kognisi

siswa SMA dalam

[image:35.420.72.357.113.501.2]
(36)

26

G. Generalisasi Pola dalam Matematika

Generalisasi dalam arti secara bahasa adalah memperumum. Wikipedia Indonesia menerangkan bahwa generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum. Dalam Mulligan&Mitchelmore, pola matematika dapat digambarkan sebagai keteraturan yang dapat diprediksi, biasanya melibatkan numerik, spasial, atau hubungan logis.

Jadi generalisasi pola matematika adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari suatu pola menuju suatu bentuk umum.33 Dalam hal ini lebih dikhususkan mengenai proses merumuskan bentuk umum suatu pola. Pola adalah cara terbaik untuk mengajak siswa mengeksplor ide-ide penting dalam pembelajaran aljabar sebagai sebuah dugaan dan generalisasi. NCTM merekomendasikan bahwa siswa berpartisipasi dalam kegiatan pola dari usia muda, dengan harapan mereka akan dapat (1) Membuat generalisasi tentang pola geometris dan numerik, (2) Menyediakan pembenaran untuk dugaan mereka, (3) Mewakili pola dan fungsi dalam kata-kata, tabel, dan grafik.34 Pendekatan metodologi berbasis pola menantang siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, penekanan eksplorasi, investigasi, dugaan dan generalisasi. Mencari pola adalah bagian dari pemecahan masalah yang membutuhkan strategi kuat.

Siswa menggunakan aturan generalisasi dari pola yang mereka miliki menggunakan cara yang mereka rasa paling menyenangkan dan nyaman untuk mereka. dengan menggunakan katakata, diagram, simbol yang mereka buat sendiri, atau dalam sebuah persamaan. Aspek yang penting dalam langkah ini adalah bagaiman siswa dapat mendeskripsikan generalisasi mereka dihubungkan dengan situasi nyata. Melalui generalisasi pola, siswa dapat memahami kekuatan dari penalaran aljabar.

Aljabar adalah generalisasi dari ide-ide aritmatika dimana nilai dan variabel yang tidak diketahui dapat ditemukan dengan

pemecahkan masalah. Kaput dalam Van De Walle

mendeskripsikan lima bentuk penalaran aljabar, yaitu (1)

33 J.Mulligan Mitchelmore M, “Awareness of Pattern and Structure in Early

Mathematical”,Mathematic Education Research Journal. 21:2 (May, 2009), 35.

34

(37)

27

Generalisasi dari aritmatika dan dari pola pada semua cabang matematika, (2) Penggunaan simbol, (3) Pembelajaran tentang struktur dalam sistem bilangan, (4) Pembelajaran tentang pola dan fungsi, (5) Proses pemodelan matematika yang mengintegrasikan keempat hal sebelumnya.35

35 Van De Walle - John A. Elementary and middle school mathematics. USA: Pearson

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X dalam mengonstruksi konjektur masalah generalisasi pola secara mendalam sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Penelitian dilakukan dengan memberikan tugas yang berisi informasi yang cukup sehingga dapat digunakan untuk mengonstruksi konjektur matematika. Proses kognisi siswa kelas x dalam mengonstruksi konjektur masalah generalisasi pola selanjutnya dikumpulkan melalui kegiatan wawancara. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

[image:38.420.60.350.147.435.2]

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni semester genap tahun ajaran 2015/2016 dan bertempat di SMAN 4 Sidoarjo. Berikut adalah jadwal pelaksanaan penelitian yang dilakukan di SMAN 4 Sidoarjo:

Tabel 3.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1. Rabu, 8 Juni 2016

07.30-08.15 Tes Generalisasi Pola 2. Rabu, 8 Juni

2016

09.00-Selesai Wawancara

(39)

29

C. Subjek Penelitian

Siswa yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas X karena telah mendapatkan materi logika yang berguna dalam mengkonstruk konjektur. Siswa juga telah memperoleh materi barisan dan deret pada jenjang sebelumnya.

Peneliti memberikan soal tes generalisasi pola kepada siswa kelas X sebanyak 2 butir soal uraian. Selanjutnya siswa diminta untuk mengerjakan tes sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mengembalikan hasil tes kepada peneliti. Berdasarkan hasil tes tersebut, peneliti akan mengambil dua siswa yang dapat mengkonstruksi konjektur dengan tepat sesuai dengan indikator yang telah di sebutkan oleh peneliti pada Bab II dan konsisten dalam mengerjakan soal. Selanjutnya subjek akan diwawancara secara mendalam. Pengambilan subjek juga berdasarkan pertimbangan guru bidang studi matematika tentang

kemampuan matematika yang setara dan kemampuam

mengkomunikasikan ide secara tulisan maupun lisan agar tidak mempengaruhi hasil penelitian ini. Selanjutnya penentuan subjek penelitian yang akan digunakan oleh peneliti akan dibahas pada bab 4.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tes Generalisasi Pola

Tes generalisasi pola digunakan untuk mendapatkan data kualitatif tentang proses kognisi siswa kelas X dalam mengonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola. Tes generalisasi pola berguna untuk melihat proses kognisi siswa pada tahap memahami masalah, mengeksplorasi masalah, dan mengkonstruksi konjektur, selanjutnya untuk tahap mengargumentasi dan membuktikan peneliti akan menggali informasi pada saat wawancara. Tes generalisasi pola dilakukan dengan memberikan masalah ke subjek penelitian terpilih untuk dikerjakan secara individu. Tes generalisasi digunakan peneliti untuk melihat

(40)

30

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperjelas data kualitatif tentang proses kognisi siswa kelas X dalam mengonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara berbasis tugas karena wawancara dilaksanakan setelah siswa mengerjakan soal tes generalisasi pola. Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa tanpa terikat oleh suatu susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.1 Dengan menggunakan metode ini diharapkan wawancara berlangsung luwes, arahnya bisa lebih terbuka, percakapan tidak membuat jenuh kedua belah pihak sehingga diperoleh informasi yang lebih kaya.2

Adapun langkah-langkah untuk melakukan wawancara adalah (1) peneliti memberikan pertanyaan kepada subjek berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat dan divalidasi (2) siswa menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti sesuai dengan apa yang dikerjakan dan dipikirkan dalam mengerjakan tes generalisasi pola (3) peneliti mencatat hal-hal penting untuk data tentang proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur (4) peneliti merekam proses wawancara menggunakan recorder.

Pengujian kredibilitas dan keabsahan data dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber, yaitu pengecekan derajat kepercayaan data penelitian berdasarkan beberapa sumber pengumpulan data.3 Jika terdapat banyak kesamaan data antara kedua sumber, maka bisa dikatakan data tersebut valid. Jika tidak ditemukan kesamaan data antara kedua sumber, maka tes dilakukan kembali pada subjek yang berbeda, hingga ditemukan banyak kesamaan antara kedua subjek. Selanjutnya data valid tersebut dianalisis untuk mendeskripsikan proses kognisi siswa kelas X dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola.

1 Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 75. 2 Ibid, halaman 76.

3

(41)

31

E. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tes generalisasi pola

Tes generalisai pola yang terdapat pada lampiran 1 digunakan untuk mengambil subjek penelitian. Dalam penelitian ini, tes generalisasi pola yang diberikan berupa dua soal uraian pada materi barisan dan deret.

Untuk menghasilkan tes generalisasi pola yang valid dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti mengadaptasi soal. Soal yang digunakan diadaptasi dari prosiding seminar nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) pada 1 Desember di Universitas Negeri Malang yang berjudul “Pelevelan Proses Generalisasi Pola Pada Siswa SMP Berdasarkan Taksonomi Solo” oleh Siti Dinarti. Untuk mengadaptasi soal tersebut peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) adaptasi draf soal tes generalisasi pola. (2)

membuat beberapa kemungkinan jawaban. (3)

mengkonsultasikan draf soal tes generalisasi pola dan jawaban kepada dosen pembimbing. Jika disetujui maka lanjut untuk divalidasi oleh validator. (4) meminta validasi kepada dosen pendidikan matematika dan guru matematika agar didapatkan instrumen penelitian yang relevan dan valid. Kemungkinan jawaban tes generalisasi pola terdapat pada lampiran 2, kemungkinan jawaban dibuat oleh peneliti sebagai tolak ukur jawaban siswa. Hasil tes subjek terdapat pada lampiran 6 dan 7.

(42)

32

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yang terdapat pada lampiran 8 digunakan sebagai arahan dalam wawancara. Pedoman wawancara disusun sendiri oleh peneliti untuk mengetahui ide-ide dan langkah-langkah yang dipilih oleh siswa dalam menyelesaikan masalah secara lebih detail. Penyusunan pedoman wawancara dalam penelitian ini berdasarkan tabel proses kognisi tahap mengonstruksi konjektur yang disajikan pada Tabel 2.2 BAB II. Kalimat pertanyaan wawancara yang diajukan disesuaikan dengan kondisi subjek penelitian terpilih tetapi tetap fokus pada permasalahan intinya.

Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, pedoman wawancara tersebut telah divalidasi oleh dua dosen ahli dan satu guru matematika yaitu Imam Rofiki, M.Pd (Dosen Pendidikan Matematika UINSA Surabaya), Ahmad Lubab, M.Si (Dosen Pendidikan Matematika UINSA Surabaya), dan Teguh Kristono, S.Pd (Guru Matematika SMA Negeri 4 Sidoarjo). Pedoman wawancara ini telah melalui proses revisi sesuai saran maupun masukan dari validator tersebut. Lembar validasi tes generalisasi pola terdapat pada lampiran 9,10, dan 11.

F. Teknik Analisis data

1. Teknik Analisis Data Tes Generalisasi Pola

Analisis data tes generalisasi pola dalam penelitian ini bukan berupa hasil skor yang diperoleh dari pengerjaan siswa karena data yang dianalisis adalah data kualitatif. Akan tetapi, hasil analisisinya berupa gambaran atau deskripsi hasil tes generalisasi pola berdasarkan tahap mengkonstruksi konjektur. Analisis tes ini akan diperkuat dengan hasil wawancara semi-terstruktur.

2. Teknik Analisis Data Wawancara

(43)

33

kesimpulan (conclusion drawing/ verification).4 Berikut penjelasan tahapan analisis dalam penelitian ini.

a. Reduksi Data

Reduksi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peneliti merangkum atau memilih hal-hal pokok dan penting yang diperoleh dari hasil tes dan wawancara serta catatan-catatan pengamatan selama wawancara tentang proses kognisi siswa dalam mengonstruki konjektur. Hasil wawancara dituangkan secara tertulis dengan cara sebagai berikut:

a. Memutar hasil rekaman wawancara dari alat perekam beberapa kali agar dapat menuliskan dengan tepat apa yang diucapkan subjek.

b. Mentranskip hasil wawancara dengan subjek wawancara yang telah diberi kode yang berbeda tiap subjeknya. Adapun cara pengkodean

dalam tes hasil wawancara telah peneliti susun sebagai berikut:

Pa.b.c : Pewawancara

Sa.b.c : Subjek

Dengan,

a : subjek ke-a, dengan a (1 dan 2)

b : tes generalisasi ke-b, dengan b (1 dan 2) c : pertanyaan atau jawaban ke-c, dengan c (1,2,3,...,100)

berikut contohnya:

P1.1.3 : Pewawancara untuk subjek

ke-1, soal tes generalisasi pola 1, dan respon ke-3 S1.1.3 : Subjek pertama, soal tes

generalisasi pola 1, dan respon ke-3

c. Memeriksa kembali hasil transkip tersebut dengan mendengarkan kembali ucapan-ucapan saat wawancara berlangsung, untuk mengurangi kesalahan penulisan pada hasil transkip.

4
(44)

34

b. Penyajian Data

Pada tahap ini, peneliti menyajikan data yang merupakan hasil reduksi data. Data yang disajikan berupa deskripsi dan analisis data berdasarkan tahap proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur yang sudah tercantum pada Tabel 2.2 BAB II. Deskripsi pada penelitian ini merupakan hasil pekerjaan siswa pada tes generalisasi pola dan transkip wawancara kemudian dianalisis.

c. Menarik Kesimpulan

Pada penelitian ini, setelah peneliti mengambil dua orang siswa yang telah diwawancara. Selanjutnya peneliti melakukan proses penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan adalah memberikan makna dan penjelasan terhadap hasil penyajian data. Penarikan kesimpulan pada penelitian ini ditujukan untuk mengungkap proses kognisi siswa dalam mengkonstruksi konjektur pada masalah generalisasi pola berdasark

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Konjektur ....................................................
  Tabel 2.1 Indikator Konjektur
  Tabel 2.2 Proses Kognisi Tahap Mengkonstruksi Konjektur Dan
Tabel 3.1  Jadwal Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah peneliti mengamati proses pembelajaran Seni Budaya di SMP Negeri 3 Ungaran, peneliti mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mendukung proses pembelajaran

(1) berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal, (2) berbicara adalah proses individu berkomunikasi, (3) berbicara adalah ekspresi yang kreatif, (4) berbicara

Selanjutnya keenam responden diberikan tes pemecahan masalah dan peneliti melakukan pengamatan mengenai gerak-gerik siswa selama mengerjakan soal yang diberikan yang

dengan masing-masing subjek penelitian untuk mengetahui deskripsi kemampuan a berpikir reflektif subjek penelitian dalam pemecahan masalah; (h) Peneliti melakukan penarikan

Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, peneliti mengambil kesimpulan bahwa proses kerja public relations @infobdg dalam

Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai

5 Oleh karena itu, berdasarkan uraian permasalahan dan fakta yang telah disampaikan, maka penting bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Keterampilan Proses

KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan umum bahwa peran guru dalam proses pembelajaran pada