BAB IV
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
4.1 Permasalahan Pembangunan Daerah
Isu strategis adalah kondisi atau hal yang pelu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan daerah karena dampaknya yang signifikan bagi daerah dengan karakteristik bersifat penting, mendasar, mendesak, berjangka panjang dan menentukan tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah dimasa
yang akan datang.. Isu strategis perencanaan pembangunan daerah Kabupaten TTU lima tahun mendatang sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut : (i) memiliki pengaruh yang besar/signifikan terhadap pencapaian sasaran pembangunan nasional dan daerah Provinsi NTT; (ii) merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah; (iii) luasnya dampak yang ditimbulkannya terhadap daerah dan masyarakat; (iv) memiliki daya ungkit yang
signifikan terhadap pembangunan daerah; (v) kemungkinan atau kemudahannya untuk dikelola; dan (vi) prioritas janji politik yang perlu diwujudkan.
Sedangkan permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai dimasa datang dengan kondisi riil saat perencanaan dibuat. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada
umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu, analisis isu strategis untuk mengetahui faktor kunci keberhasilan pembangunan dengan menentukan 4 (empat) strategi pokok yaitu : (1) mengoptimalkan kekuatan agar meraih peluang; (2) menggunakan kekuatan untuk mencegah ancaman;(3) mengurangi kelemahan untuk meraih peluang; dan (4) mengurangi kelemahan untuk mencegah ancaman.
faktor eksternal dalam pembangunan daerah yang mempengaruhi potensi dan
daya saing pembangunan secara sistematis dan sesuai (match) diantara faktor tersebut untuk merumuskan strategi pembangunan ke depannya. Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Identifikasi faktor-faktor tersebut dilakukan terhadap lingkungan internal maupun eksternal dengan mempertimbangkan
masukan dari setiap Satuan Kerja Pembangunan Daerah (SKPD). Identifikasi permasalahan pembangunan daerah merupakan salah satu input bagi perumusan tujuan dan sasaran yang bersifat prioritas sesuai platform Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah terpilih untuk 2011-2015
Tabel 4.1. Analisis SWOT dalam Indentifikasi Permasalahan Pembangunan di
Kabupaten TTU
I N T E R N A L E K S T E R N A L
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
Aspek Geografi dan Demografi 1. Posisi geografis
I N T E R N A L E K S T E R N A L
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
air tanah, hutan
3. Tingginya jumlah penduduk yang
6. Tingginya angka tindak kekerasan terhadap
I N T E R N A L E K S T E R N A L
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
7. Adanya potensi pengembangan koperasi dan UMKM
7. Masih tingginya jumlah keluarga
I N T E R N A L E K S T E R N A L
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
pemasaran
Aspek Daya Saing Daerah 1. Tingkat 3. Adanya investasi
dari pihak swasta
I N T E R N A L E K S T E R N A L
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
dengan wilayah Kecamatan/desa
terhadap upaya pelestarian SDA dan LH;
6. Adanya kelembagaan ekonomi di daerah
6. Iklim investasi yang belum berkembang
Sumber Data: Hasil Olahan Data Sekunder
4.1.1. Identifikasi Permasalahan Untuk Penentuan Program
Pembangunan Daerah
Identifikasi berbagai permasalahan pembangunan daerah untuk penentuan program pembangunan Kabupaten TTU yang diuraikan menurut
bidang urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah, atau terhadap beberapa urusan yang dianggap memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap munculnya permasalahan pada bidang urusan lainnya. Hal ini bertujuan agar dapat dipetakan berbagai permasalahan yang terkait dengan urusan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan daerah guna menentukan isu-isu strategis RPJMD seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Identifikasi permasalahan dan faktor keberhasilan untuk penentuan
program pembangunan daerah Kabupaten TTU tahun 2011 - 2015
No Permasalahan Prioritas Pembangunan Daerah
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan
1 Rendahnya produksi dan produktivitas hasil pertanian.
Potensi SDA dan Lingkungan Hidup
2 Rendahnya peran dan fungsi koperasi dan UKM dalam peningkatan ekonomi rakyat
Potensi Produk unggulan hasil pertanian ; (sapi, jagung, kacang tanah, jeruk keprok, bawang putih, kemiri, jambu mente)
No Permasalahan Prioritas Pembangunan Daerah
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan berorientasi pada kelestarian lingkungan pariwisata; (wisata alam, wisata
budaya dan religius)
4 Belum optimalnya pengelolaan potensi pariwisata daerah;
Potensi pengembangan produk hasil hutan: asam dan madu
5 Minimnya investasi dalam daerah Potensi ketersediaan deposit sumberdaya mineral, yaitu Nikel, Tembaga, Perak, Emas, Mangan dan Marmer
6 Rendahnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan
Posisi strategis wilayah sebagai daerah perbatasan
7 Rendahnya aksesibilitas dan kualitas kesehatan masyarakat
Kebijakan pembangunan yang responsif gender dan berwawasan lingkungan
8 Rendahnya kualitas kesehatan lingkungan Luas lahan kering sekitar 187.650 ha dan lahan sawah beririgasi sekitar 3.585 ha.
9 Rendahnya Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Adanya kearifan lokal
10 Minimnya infrastruktur perhubungan darat (jalan dan jembatan)
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin membaik
11 Kurangnya utilitas lingkungan (sampah,drainase,listrik,telpon,air bersih,komunikasi-informasi)
Disiplin kerja aparatur
12 Rendahnya jumlah rumah layak huni
13 Rendahnya pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi
14 Rendahnya optimalisasi pengelolaan DAS Benenain (bagian tengah).
No Permasalahan Prioritas Pembangunan Daerah
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan politik
16 Minimya fasilitas publik yang responsive gender
17 Tingginya tindakan kekerasan terhadap perempuan
18 Rendahnya perlindungan HAM terhadap masyarakat
19 Tingginya penyalahgunaan kewenangan oleh aparatur PEM
20 Tingginya pelanggaran PERDA
21 Rendahnya transformasi pelayanan publik
22 Rendahnya kualitas pelayanan publik
23 Rendahnya kapasitas fiskal dan kelembagaan PEMDES
24 Rendahnya layanan administrasi umum (dokumentasi data dan informasi)
25 Rendahnya kapasitas kelembagaan PEMDA (merit sistim)
26 Terbatasnya event-event olaraga dan penyediaan fasiltas sarpras olaraga di daerah
27 Rendahnya keterlibatan pemuda dan peran serta aktif dalam pembangunan
28 Rendahnya kualitas penataan ruang (Management struktur dan pola pemanfaatan ruang) pada Kota Kefamenanu
29 Rendahnya aktivitas pengelolaan Pantai Utara (Pantura) sebagai pusat
No Permasalahan Prioritas Pembangunan Daerah
Faktor-faktor Penentu Keberhasilan
30 Minimnya pembangunan pada kawasan perbatasan sebagai serambi depan NKRI
Sumber Data: Hasil Olahan Data Sekunder
4.1.2. Identifikasi Permasalahan untuk Pemenuhan Penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan Daerah
Dengan keterbatasan kapasitas keuangan daerah dan karakteristik
alokasi belanja daerah, tidak semua penyelenggaraan urusan dapat diprioritaskan atau terkait dengan sasaran pokok dan tujuan serta sasaran pembangunan daerah dalam suatu periode. Namun demikian, tidak berarti bahwa urusan tersebut tidak diselenggarakan Pemerintah Daerah. Secara operasional, urusan-urusan tersebut tetap harus dilaksanakan untuk menjaga kinerja yang telah dicapai di masa-masa lalu atau memenuhi standar layanan bagi masyarakat. Maksud dari analisis permasalahan pembangunan diseluruh urusan penyelenggaraan pemerintahan
adalah guna menjamin diperolehnya identifikasi permasalahan penyelenggaraan seluruh urusan pemerintahan, diluar permasalahan program pembangunan daerah.
Gambaran permasalahan pada urusan pemerintahan dengan capaian indikator kinerja pembangunan sampai dengan tahun 2009 seperti diuraikan dibawah ini:
1. Permasalahan Aspek Geografis dan Demografis
Kondisi alam wilayah Kabupaten TTU dengan tingkat curah hujan yang berfluktuatif ditambah dengan musim kemarau yang lebih panjang dari musim hujan serta seringnya terdapat gangguan bencana alam (tanah longsor, banjir, angin taupan dan kekeringan), telah menyebabkan akses pembangunan terhadap urusan pemerintahan sering mengalami hambatan dan menimbulkan beban sosial dan ekonomis yang memicu terjadinya
Posisi geografis wilayah Kabupaten TTU yang berbatasan dengan Negara
RDTL, dapat menjadi suatu ancaman keamanan maupun sosial, jika upaya pemerataan dan peningkatan pembangunan belum dilaksanakan dengan baik.
Potensi lahan kering yang masih didominasi oleh ketersediaan lahan tidur yang belum dimanfaatkan dengan baik akan menyebabkan turunnya produktivitas hasil pertanian secara umum dan sebagai ancaman untuk ketahanan pangan wilayah.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan menjadi suatu kekuatan dalam proses pembangunan, tetapi juga perlu diperhatikan permasalahan
sosial yang akan terjadi bahkan ruang permukiman di wilayah perkotaan sebagai pusat konsentrasi penduduk.
2. Permasalahan Aspek Kesjahteraan Masyarakat
Secara umum capaian kinerja urusan pemerintahan untuk fokus pemerataan ekonomi masih belum mencapai target yang ideal yaitu: PDRB harga berlaku per kapita sebesar Rp.3,144,248/tahun; pertumbuhan
ekonomi ADHK sekitar 5,61 %; laju inflasi umum sekitar 5,33 %; dan prosentase penduduk diatas garis kemiskinan sekitar 24,96 %. Kondisi ini diakibatkan oleh masih lemahnya akses masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA yang tersedia dengan faktor ekonomis dan kebijkan yang berpengaruh seperti jaringan pemasaran yang lemah, kelembagaan
ekonomi yang terbatas serta daya tarik investor yang belum didukung oleh kebijakan investasi yang mengarah kepada peningkatan pengentasan kemiskinan. Disamping itu faktor nilai tukar petani dan gejolak harga komoditas pertanian yang berfluktuatif dapat memberikan kontribusi terhadap aspek kesejahteraan masyarakat.
Fokus pendidikan dengan capain kinerja seperti: Angka buta huruf usia > 15 tahun sekitar 12,85 %; Angka Partisipasi Murni : SD sekitar 99,33 %, SMP sekitar 70,54 %, dan SMA/SMK sekitar 39,83 %; Angka Partisipasi Kasar: PAUD sekitar 22,24 %, SD sekitar 124,11 %, SMP sekitar 98,34 %,
ditamatkan : SD sekitar 10,35 %, SMP sekitar 5,37 %, SMA/SMK sekitar
4,10 %, dan PT sekitar 0,95 %. Kondisi ini menunjukan bahwa mutu urusan pendidikan di Kabupaten TTU masih harus ditingkatkan lagi dengan meningkatkan kualitas tenaga pengajar, kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dan dukungan teknologi dalam proses belajar mengajar.
Kinerja urusan pemerintahan pada bidang kesehatan menunjukkan bahwa kualitasnya belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari indikator; Angka
Harapan Hidup: laki-laki sekitar 61,83 % dan perempuan sekitar 65,62 %; Prosentase balita gizi buruk sekitar 7,01 % dan angka kematian bayi dan neonatal 17 per 1000 kelahiran hidup.
Fokus seni budaya dan olaraga di Kabupaten TTU dapat dikatakan belum mencapai kinerja yang optimal karena ketersediaan fasiltas olaraga masih terbatas, kurangnya event-event olaraga di dalam daerah serta pagelaran seni budaya yang dilakukan hanya bersifat temporer saja.
3. Permasalahan Aspek Pelayanan Umum
Persoalan utama kinerja urusan pemerintahan untuk aspek pelayanan umum urusan wajib (Pendidikan dan Kesehatan) terletak pada rendahnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan maupun kesehatan. Beberapa indikator kinerja urusan pemerintahan lainnya seperti: Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan sekitar 7,25 %; Resiko Rawan Pangan sekitar 15
Kecamatan, 64 Desa, 12.679 KK, 63.395 Jiwa, tingkat konsumsi pangan beras masyarakat 11,4 %; jumlah usaha dan/atau kegiatan yang mentaati persyaratan administratif dan teknis pencegahan pencemaran air 97%, penghijauan lahan kritis di luar kawasan hutan sekitar 30%, penanganan sampah sekitar 26 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa aspek pelayanan umum dalam urusan wajib masih belum mencapai kinerja yang diharapkan dan harus ditingkatkan lagi untuk memenuhi aspek pelayanan
umum.
peternakan dan perikanan masih menunjukan produksi dan produktivitas
yang rendah karena terbatasnya kemampuan SDM petani dalam menerapkan adopsi dan inovasi teknologi usaha tani yang dianjurkan.
4. Permasalahan Aspek Daya Saing Daerah
Secara umum permasalahan urusan pemerintahan dalam aspek daya saing daerah dipicu oleh kondisi ekonomi makro Kabupaten TTU yang belum mencapai kinerja yang baik yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi
daerah yang masih rendah dan peran sektor pertanian terhadap PDRB semakin menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, kontribusinya 47,49 % dan tahun 2009 kontribusi menjadi 45,17 %. Hal lain yang turut mempengaruhi permasalahan aspek daya saing daerah adalah kondisi nilai tukar petani yang cenderung menurun sekitar 0,05 % setiap tahunnya.
4.2 Penelaahan RPJMN, RPJMD Propinsi NTT dan RPJMD Kabupaten
Lainnya
4.2.1. Penelaahan RPJPN 2005 – 2025 dan RPJMN 2010 – 2014
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merujuk pada Millenium Development Goals MDG’s atau tujuan pembangunan millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui
komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB sebagai berikut:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan;
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
4. Menurunkan angka kematian anak;
5. Meningkatkan kesehatan ibu;
6. Memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya;
8. Membangun kemitraan global dalam pembangunan.
Indonesia sebagai salah satu anggota PBB yang memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan tujuan pembangunan tersebut. Penciptaan equity dalam arti keadilan, pemerataan dan keberimbangan pembangunan antar wilayah menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam rangka mencapai MDGs. Kabupaten TTU sebagai daerah otonom yang merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) turut mendukung komitmen pemerintah tersebut, dengan
melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai target MDG’s. (al ini dapat dilihat pada pencapaian IPM Kabupaten TTU pada tahun 2008 sebesar 66,53 % yang menempati urutan 404 dari 440 Kabupaten se-Indonesia (BPS, 2006). Artinya bahwa tingkat pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat masih tergolong rendah di Indonesia. Padahal secara global kemiskinan di Indonesia menempati urutan 142 dari 209 negara di dunia dan Kabupaten TTU menempati urutan dasar di Indonesia.
Tabel 4.3. Identifikasi Isu Kebijakan Nasional
No RPJPN 2005-2025 No RPJMN 2010-2014
1 Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila
1 Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera
2 Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing
2 Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi
3 Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hokum
3 Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang.
4 Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
4 Prioritas Program :
Reformasi birokrasi dan tata kelola
Program aksi pendidikan Rencana aksi bidang kesehatan
Penanggulangan kemiskinan
Program aksi bidang pangan 5 Mewujudkan pemerataan
pembangunan dan berkeadilan
No RPJPN 2005-2025 No RPJMN 2010-2014
7 Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional
Program aksi bidang infrasturktur
Iklim investasi dan iklim usaha
Program aksi di bidang energy Program aksi di bidang lingkungan hidup dan pengelolaan bencana
8 Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional
5 Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca-konflik
6 Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi, lainnya (kesejahteraan rakyat, bidang perekonomian, politik, hukum dan keamanan)
Sumber Data: Hasil Olahan Data Sekunder
Penentuan isu strategis di tingkat nasional diwarnai oleh kebijakan nasional, salah satunya RPJMN 2010 – 2014. Oleh karena itu, isu-isu strategis yang ada didalamnya perlu diperhatikan dalam penyusunan RPJMD Kabupaten TTU sebagai penentu arah kebijakan Kabupaten TTU agar sejalan dengan arah kebijakan yang dituju oleh nasional. Hal ini dimaksudkan untuk sinkronisasi dan menjamin tujuan pembangunan nasional telah didukung dan dilaksanakan oleh daerah. Berikut ini adalah isu-isu strategis nasional yang terkait dengan
pembangunan daerah Kabupaten TTU.
1. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia
Jika merujuk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2008, kualitas sumber daya manusia di wilayah Nusa Tenggara Timur dapat dikatakan tertinggal dari wilayah-wilayah lain. Dari total 33 provinsi,
2. Tingkat kemiskinan
Pada tahaun 2008, angka kemiskinan nasional adalah 15,4%, atau terdapat hampir 35 juta penduduk miskin. Kondisi saat ini dapat dikatakan lebih parah karena angka kemiskinan tahun 1990 berjumlah 15,1%. Namun, situasi yang ada tidak terlalu buruk menyusul krisis moneter pada 1998 yang mengakibatkan angka kemiskinan mengalami kenaikan tajam menjadi 24,2%. Sejak itu, angka kemiskinan menurun dan kemudian naik pada tahun 2006,
yang kemungkinan diakibatkan melonjaknya harga-harga bahan makanan dan bahan bakar minyak.
3. Jaringan transportasi dan akses yang terbatas
Interkonektivitas domestik pulau-pulau di wilayah Nusa Tenggara sangat rendah. Wilayah Nusa Tenggara yang berbentuk kepulauan masih dilayani oleh prasarana dan sarana perhubungan yang minim. Akibatnya, keterkaitan antarpulau masih lemah. Oleh karena itu, penguatan interkonektivitas
domestik wilayah sangat strategis dalam upaya memperkuat integrasi perekonomian wilayah, memperlancar perdagangan antarpulau dan mobilitas tenaga kerja, serta meningkatkan skala ekonomi.
4. Produktivitas ekonomi yang rendah
Kabupaten TTU perlu mengarahkan pembangunan untuk peningkatan produktivitas peternakan (ternak sapi) sehingga dapat mengembalikan kejayaan TTU sebagai salah satu gudang ternak di Indonesia, tanpa
mengabaikan potensi pertanian (jagung,jeruk keprok,bawang putih), perkebunan (jambu mete) dan perikanan tangkap. Selanjutnya melalui peningkatan produktivitas tersebut, pemerintah dapat menggerakkan usaha kecil dan menengah (UKM), serta multiplier effect ekonomi lainnya yang dapat dikembangkan di Kabupaten TTU sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten TTU dan meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
5. Pembangunan wilayah perbatasan dan kerja sama dengan
negara-negara yang berbatasan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
melintasi perbatasan kedua negara. Apabila tidak dikendalikan dengan baik,
kerawanan ini bisa berkembang ke arah ketegangan sosial politik yang berpotensi mengganggu hubungan diplomatik, selain itu potensi konflik juga terdapat dalam hal pemanfaatan sumber daya alam di wilayah laut.
Kabupaten TTU dalam dokumen tersebut ditetapkan sebagai salah satu dari 20 kabupaten di wilayah perbatasan yang perlu memperoleh prioritas pengembangan karena Kabupaten TTU tergolong kabupaten tertinggal.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pengembangan kawasan perbatasan sebagaimana dituangkan dalam RPJMN tahun 2004-2009 ditujukan untuk:
1) Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional.
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan perbatasan dengan menggali potensi ekonomi, sosial budaya serta keuntungan letak geografis yang strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.
Berdasarkan uraian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), pembangunan Kabupaten TTU dapat diarahkan untuk mengembangkan keterpaduan wilayah darat, laut dan udara dalam hubungannya dengan wilayah perbatasan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia-Republik Demokratic Timor Leste. Oleh karena itu, perlu memperkuat forum kerjasama bilateral sehingga dapat memberikan keuntungan antara kedua belah pihak karena sarana transportasi darat, laut dan udara yang dimanfaatkan oleh masyarakat Timor
Leste yang akan ke enclave district oecusse (PP) melintasi wilayah darat, laut dan udara Kabupaten TTU.
4.2.2. Penelaahan RPJPD dan RPJMD Propinsi NTT
Selain kebijakan nasional, terdapat kebijakan regional yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPJMD TTU yaitu RPJPD dan RPJMD Provinsi
Tabel 4.4. Identifikasi Isu Kebijakan Provinsi NTT
No RPJPD No RPJMD
1 Mewujudkan masyarakat Nusa Tenggara Timur yang bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
1 Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
2 Mewujudkan manusia Nusa Tenggara Timur yang berkualitas dan berdaya saing global
2 Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat.
3 Mewujudkan masyarakat Nusa Tenggara Timur yang demokratis berlandaskan hukum
3 Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal
4 Mewujudkan Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang berketahanan ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan
4 Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak
5 Mewujudkan Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang memiliki keseimbangan dalam pengelolaan lingkungan
5 Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mewujudkan
masyarakat yang adil dan sadar hukum
6 Mewujudkan posisi dan peran Nusa Tenggara Timur dalam pergaulan antar negara, daerah dan masyarakat
6 Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan lingkungan hidup.
7 Mewujudkan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi kepulauan dan masyarakat maritime
7 Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak dan pemuda.
No RPJPD No RPJMD
kepulauan, dan pembangunan daerah rawan bencana alam.
Sumber Data: Hasil Olahan Data Sekunder
Penelahaan terhadap kebijakan provinsi tersebut bila dikaitkan dengan kondisi aktual di Kabupaten TTU dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia
Jika merujuk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2008, kualitas sumber daya manusia di wilayah Nusa Tenggara Timur dapat dikatakan tertinggal dari wilayah-wilayah lain. Dari total 33 provinsi, peringkat IPM provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 31. Kondisi tersebut terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan.
Rendahnya motivasi masyarakat tersebut diperparah oleh ketersediaan sarana dan prasana pendidikan. Selain itu, rendahnya kualitas sumberdaya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang berdampak penting terhadap rendahnya kualitas output lembaga pendidikan.
2. Belum Berkembangnya Ekonomi Kerakyatan
Mata pencaharian masyarakat NTT didominasi oleh petani yang berarti
perekonomian di NTT digerakkan oleh sektor pertanian ( 47%). Apabila
sektor pertanian berkembang baik, akan dapat mendorong berkembangnya sektor ekonomi lainnya, misalnya agroindustri, pemasaran dan pengangkutan. Selain itu, sektor pertanian dapat menarik perkembangan sektor lainnya, seperti penyedia input pupuk, perstisida, lembaga penyedia modal seperti koperasi. Perkembangan sektor-sektor tersebut akan
rendahnya produksi dan produktivitas hasil pertanian yang diperparah oleh
rendahnya kapasitas produksi karena usahatani masih semi komersil.
Kondisi tersebut, menjadi dasar bagi pemerintah provinsi menerapkan strategi Anggur Merah (anggaran untuk rakyat menuju sejahtera). Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menggerakkan ekonomi pedesaan dengan menentukan satu desa pada masing-masing kecamatan sebagai pusat pertumbuhan yang mampu menggerakkan perekonomian wilayah hinterland.
3. Keterbatasan Jaringan Transpotasi dan Akses
Wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan membutuhkan alokasi anggaran yang lebih besar dalam pembiayaan pembangunan karena jarak antar daerah yang lebih jauh. Namun, kenyataannya alokasi anggaran wilayah kepulauan masih dalam tataran pembahasan. Selain itu, sarana dan prasarana transportasi antar daerah yang belum semuanya terjangkau menyebabkan rendahnya akses informasi antar daerah, baik antar kota-desa maupun
desa-desa. Pengembangan hubungan yang sinergis antar pelaku ekonomi dapat terwujud bila terdapat hubungan yang sinergis antar wilayah (kota-kota) dan (kota-desa). Wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan menyebabkan high cost economic. Selain itu, jaringan transporatasi antar daerah maupun intra-daerah yang terbatas sehingga mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi sehingga mobilitas orang dan barang masih terbatas. Oleh karena itu, pembangunan yang berorientasi pada peningkatan akses masyarakat akan
memudahkan aktivitas ekonomi masyarakat.
4. Pembangunan Kawasan Perbatasan
Wilayah NTT berbatasan laut dengan wilayah Australia dan Timor Leste, sedangkan wilayah darat berbatasan dengan negara Timor Leste. Pembangunan wilayah perbatasan dengan Australia perlu didorong untuk mencegah pengklaiman kepemilikan sumberdaya (ikan, migas, dll). Selain itu,
selanjutnya adalah terjadinya aktivitas ekonomi lintas batas illegal yang
merugikan perekonomian setempat. Selanjutnya menurut Pemerintah Daerah Provinsi NTT isu dan permasalahan pengelolaan perbatasan negara di NTT dan Timor Leste adalah berkaitan dengan beberapa hal, yakni (1) kebijakan dan pendekatan pembangunan, (2) kemiskinan, (3) keterbatasan sarana dan prasarana, (4) hukum dan kelembagaan, (5) pengelolaan daerah aliran sungai dan keamanan, dan (6) kerjasama ekonomi yang belum terjalin dengan baik.
Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan yang dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah lainnya dan mengurangi kemiskinan di wilayah perbatasan.
5. Pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan
Maraknya pembangunan pada jalur-jalur hijau yang merupakan sabuk pengaman bagi wilayah perkotaan. Selain itu, tingginya konversi lahan
pertanian menjadi lahan pertambangan, pemukiman dan wilayah terbangun lainnya. Kondisi tersebut menunjukkan lemahnya kepatuhan terhadap penataan ruang yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas lingkungan yang semakin menurun. Padahal setiap program pembangunan tentunya memanfaatkan ruang. Pembangunan tersebut wajib memperhatikan struktur ruang dan pola ruang. Pola ruang terbagi atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap program pembangunan pada kawasan budidaya yang
diperuntukan demi peningkatan ekonomi rakyat. Namun, dengan maraknya izin-izin usaha pertambangan mangan yang kegiatannya akan berdampak terhadap lingkungan, bahkan sebagian berada pada kawasan hutan wajib menjadi perhatian dalam pengendalian pemanfaatan ruang demi keberlanjutan lingkungan hidup.
6. Penegakan hukum
4.2.3. Penelaahan RPJMD Kabupaten Lainnya
Kebijakan pembangunan di Kabupaten TTU perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan dari kabupaten tetangga sehingga dapat mengetahui kebijakan-kebijakan yang kemungkinan dapat dikerjasamakan. Sebagian besar wilayah Kabupaten TTU berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Belu. Berikut ini adalah hasil penelaan terhadap kebijakan seperti pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5. Identifikasi Isu RPJMD Kabupaten TTS dan Belu
No RPJMD Kabupaten Belu No RPJMD Kabupaten TTS
1 Memberdayakan ekonomi masyarakat melalui koperasi dan kelompok usaha bersama ekonomi (KUBE) dengan bertumpu pada potensi diri & teknologi tepat guna.
1 Mewujudkan masyarakat Timor Tengah Selatan yang bertaqwa, bermoral, beretika dan berbudaya;
2 Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
2 Mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing;
3 Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
3 Mewujudkan standar pelayanan kesehatan yang berkualitas;
4 Meningkatkan aksesibilitas wilayah melalui pembangunan infrastruktur.
4 Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;
5 Meningkatkan aksesibilitas politik (masyarakat) terhadap penetapan produk-produk kebijakan publik
5 Mewujudkan peningkatan pendapatan masyarakat;
6 Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan masyarakat yang sadar hukum.
6 Penanggulangan kemiskinan
7 Meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak anak dan
No RPJMD Kabupaten Belu No RPJMD Kabupaten TTS
perempuan. anak;
8 Menetapkan nilai etika, moral dan budaya sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
8 Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan;
9 Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai;
10 Mewujudkan kreativitas dan inovasi pemuda;
11 Mewujudkan keluarga sejahtera mandiri.
Sumber Data: Hasil Olahan Data Sekunder
Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut, maka hal-hal yang menjadi prioritas untuk menjadi agenda kerjasama antar daerah otonom yang mencakup Kabupaten Belu, TTU, dan TTS adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Sumberdaya alam dan Lingkungan Hidup
Maraknya penambangan mangan di Pulau Timor (terutama Timor Barat) dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Meskipun pengelolaan lingkungan telah dilakukan dengan tepat, namun tidak dapat mengembalikan pada keadaan semula. Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan dan kegiatan lainnya didistribusikan
terutama melalui media udara dan air.Ada sebuah daerah aliran sungai (DAS Benain-Noemina) yang melintasi Kabupaten TTS (hulu), Kabupaten TTU (tengah) dan Kabupaten Belu (hilir). Distribusi melalui media air akan mencemari lingkungan pada 3 Kabupaten tersebut, bila kegiatan pertambangan dilakukan di Kabupaten TTS, dan akan mencemari 2 Kabupaten bila kegiatan pertambangan dilakukan di Kabupaten TTU. Apalagi pada beberapa tahun terakhir sering terjadi banjir yang diakibatkan oleh
itu, agenda kerjasama pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Benain-Noemina yang melintasi wilayah TTS, TTU dan Belu dapat dilakukan.
2. Pemberdayaan Ekonomi
Kendala terbesar yang menyebabkan tidak adanya industri pengolahan pada sektor pertanian dan sektor lainnya yang berkapasitas besar di pulau Timor karena kapasitas produksi setiap komoditi pertanian, maupun produk pada sektor lainnya yang belum mampu memenuhi kebutuhan industri.
Kondisi tersebut, diakibatkan oleh minimnya produksi dan produktivitas ekonomi, tidak ada agenda kerjasama antar daerah dalam mengoptimumkan produk pertanian tertentu maupun produk pada sektor lainnya.Padalah kualitas jeruk keprok So’e yang telah menembus pasar nasional dan internasional, dapat dikembangkan di Kabupaten TTS dan juga di sebagian besar wilayah TTU. Kacang hijau di Kabupaten Belu yang kualitasnya telah menembus pasar nasional, dapat pula dikembangkan di Kabupaten TTU.
Kondisi yang sama terjadi pada komoditi kacang tanah di Kabupaten TTU yang cukup terkenal dalam pasar domestik, ternyata dapat pula dikembangkan di Kabupaten Belu dan Kabupaten TTS. Namun, belum ada kerjasama antar daerah dalam mengembangkan produk-produk tersebut hingga dapat tersedia dalam kapasitas industri. Kondisi yang sama terjadi untuk komoditi perkebunan, bahkan sektor lainnya seperti produk sektor pertambangan (Mangan).
3. Kualitas sumberdaya manusia
Kualitas sumberdaya manusia di Pulau Timor (Bagian Barat) yang tergolong rendah karena minimnya kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pendidikan. Kondisi tersebut, terjadi karena belum adanya kerjasama antar daerah berkaitan dengan spesifikasi sekolah yang dapat dibuka pada setiap wilayah kabupaten.Padahal kerjasama dapat dilakukan untuk
4. Pembangunan wilayah perbatasan
Permasalahan wilayah perbatasan antara wilayah NKRI-RDTL dapat dikategorikan ke dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, dan kebijakan. Oleh karena sebagian besar wilayah yang berbatasan darat dengan Timor Leste berada di Kabupaten TTU dan Kabupaten Belu, maka pengelolaan wilayah perbatasan darat seharusnya dapat menjadi agenda kerjasama antar kedua wilayah tersebut.Kerjasama tersebut, dapat dilakukan untuk agenda
pembangunan di wilayah perbatasan yang menjadi kewenangan kabupaten, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
4.3 Penelaahan Dokumen RTRW Kabupaten TTU 2008-2028
Rencana tata ruang wilayah kabupaten TTU mengatur tentang rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kabupaten TTU 2008-2028.
Struktur ruang meliputi: a) rencana pengembangan dan kriteria sistem perkotaan, b) rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan transportasi, c) rencana pengembangan dan sistem kriteria jaringan energi, d) rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan telekomunikasi, e) rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan sumberdaya air.
Adapun pola ruang meliputi ruang untuk peruntukan kawasan lindung dan ruang untuk peruntukan kawasan budidaya. Kawasan lindung meliputi: a)
kawasan hutan lindung, b) kawasan perlindungan setempat, c) kawasan suaka alam dan cagar budaya, d) kawasan lindung lainnya. Sedangkan kawasan produksi mencakup: a) kawasan hutan produksi, b) kawasan hutan rakyat, c) kawasan pertanian, d) kawasan perikanan, e) kawasan pertambangan, f) kawasan industri, g) kawasan pariwisata, h) kawasan permukiman, i) kawasan permukiman transmigrasi dan/atau permukiman baru.
agropolitan dengan daerah hinterland pada 17 kecamatan di Kabupaten TTU.
Kondisi tersebut, mengisyaratkan bahwa terjadi inkonsistensi prioritas pembangunan pada 22 Kecamatan di Kabupaten TTU. Oleh karena itu, perlu adanya rencana rinci tata ruang kecamatan yang dilanjutkan dengan zoning regulation sehingga tidak terjadi tumpang-tindih pemanfaatan ruang untuk beberapa kepentingan pembangunan.
Selanjutnya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi,
keseimbangan pengembangan wilayah, keseimbangan ekosistem dan keamanan wilayah, maka pemerintah Kabupaten TTU menetapkan kawasan strategis daerah yang meliputi:
a) Kawasan strategis pertanian berada pada 17 kecamatan hinterland yang menopang 5 kecamatan sebagai pusat pengembangan agropolitan,
b) Kawasan strategis untuk keseimbangan pengembangan wilayah, meliputi Kota Kefamenanu dan Kota Wini,
c) Kawasan strategis untuk keseimbangan ekosistem dan plasmanutfah yang diprioritaskan pada Suaka Alam Pegunungan Mutis, dan DAS (daerah aliran sungai) Benenain,
d) Kawasan strategis untuk kawasan perbatasan negara yang meliputi 7 kecamatan.
Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa, pengembangan lima kecamatan sebagai pusat agropolitan akan tercapai bila 17 kecamatan yang merupakan
wilayah hinterland dikembangkan sebagai kawasan strategis daerah, sehingga prioritas pengembangan komoditi pertanian sesuai dengan masing-masing wilayah dapat terwujud. Sedangkan Wini sebagai salah satu kawasan strategis daerah dapat dikembangkan secara terpadu dengan wilayah hinterland yang memiliki ekosistem yang sama yakni wilayah yang berada di pesisir pantai utara, Kabupaten TTU. Oleh karena memiliki kekhasan ekosistem yakni sebagai
Sedangkan kawasan strategis daerah untuk kepentingan perbatasan
memerlukan perencanaan yang terpadu karena memiliki kompleksitas permasalahan yang unik karena berbatasan dengan wilayah enclave dari Timor Leste, yakni District Oekusi. Perencanaan wilayah-wilayah tersebut, tidak terbatas pada masing-masing wilayah administratif, namun harus direncanakan berdasarkan kesamaan (homogenitas) wilayah-wilayah dimaksud. Perencanaan pembangunan wilayah tersebut yang didasarkan pada konsep nodalitas dan
homogenitas dapat pula dilakukan untuk Suaka Alam Pegunungan Mutis, DAS Benenain.
4.4 Analisis Isu-isu Strategis Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten TTU
Pembangunan Kabupaten TTU sebagai daerah otonom tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor-faktor eksternal yang diperkirakan akan mempengaruhi pembangunan di Kabupaten TTU adalah berhubungan dengan kebijakan pembangunan di tingkat regional, provinsi, nasional maupun internasional. Adapun kondisi internal dapat ditelusuri dari pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten TTU maupun dokumen–dokumen pencapaian pembangunan dari setiap SKPD tahun 2005-2010 dan konsep Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
(RUTRW) Kabupaten TTU dengan menelusuri struktur ruang dan pola ruang di Kabupaten TTU.
Dengan mengetahui kondisi Kabupaten TTU tersebut, dapat dirumuskan isu-isu strategis yang ada dalam pembangunan Kabupaten TTU saat ini yang selanjutnya menjadi acuan untuk menyusun strategi-strategi pembangunan di Kabupaten TTU periode 2011 – 2015. Adapun isu-isu strategis pembangunan TTU
dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2011-2015) yaitu:
1. Tingginya angka kemiskinan
dengan kategori pengangguran terselubung cukup tinggi, dimana sekitar 30%
merupakan tenaga kerja yang tidak memndapat upah. Selain itu, sektor pertanian merupakan sektor yang menampung tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah karena tenaga kerja terdidik tidak ingin lagi menjadi petani. Mereka berpandangan bahwa sektor pertanian tidak akan mampu meningkatkan pendapatannya. Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya adopsi-inovasi paket teknologi pertanian sehingga mengakibatkan produksi
dan produktivitas semakin menurun dan berdampak pada tingginya angka kemiskinan. Kemiskinan pada sektor pertanian ini berdampak juga pada kemiskinan pada pelaku ekonomi sektor lain di Kabupaten TTU, seperti sektor UKM dan Koperasi yang menjadi penyedia input karena daya beli masyarakat rendah, ataupun penyalur output karena produksi pertanian yang tidak mencapai kapasitas untuk dikomersilkan. Kondisi tersebut, berdampak pada minimnya belanja masyarakat untuk sektor jasa sehingga sektor
pariwisata menjadi tidak berkembang.
Fenomena lain yang terjadi di Kabupaten TTU adalah terjadinya migrasi tenaga kerja antar sektor dimana masyarakat TTU yang umumnya adalah petani memilih untuk menjadi penambang ataupun bila tetap melakukan usahatani sekalipun, waktu dan perhatian yang dicurahkan untuk usahatani semakin kecil sehingga kemungkinan resiko kegagalan panen semakin tinggi. Padahal di saat bersamaan kondisi alam di Timor menunjukkan tanda-tanda
yang kurang mendukung, dimana curah hujan lebih tinggi dari biasanya sehingga menimbulkan kegagalan penen di sebagian besar wilayah TTU. Kondisi tersebut bila tidak diantisipasi dengan melakukan intensifikasi pertanian yang tepat, dalam jangka panjang kemungkinan akan terjadi kelangkaan pangan di Kabupaten TTU. Padahal di sisi lain, sektor pertambangan dikuasai oleh pemilik modal yang umumnya berasal dari luar
sumberdaya yang terbatas sehingga terjadi perebutan terhadap sumberdaya
lahan. Selain itu, terjadinya high cost economic apabila masyarakat ingin berinteraksi dengan masyarakat district enclave Oekusi (misalnya: pemasaran produk) karena harus melalui perizinan sesuai ketentuan hukum internasional. Kondisi tersebut semakin memiskinkan masyarakat TTU yang pada dasarnya sebagian telah miskin.
2. Lemahnya ekonomi berbasis kerakyatan
Konversi lahan pertanian yang semakin tinggi untuk dijadikan wilayah pertambangan, wilayah pemukiman, wilayah perdagangan mengakibatkan semakin sempitnya lahan pertanian. Masyarakat yang bekerja pada sektor non-pertanian memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibanding masyarakat yang bekerja di sektor pertanian. Kondisi tersebut terjadi karena rendahnya economic rent produk pertanian sehingga pendapatan petanian
juga menjadi rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya social rent petani dibanding kelompok masyarakat lain. Akumulasinya mengakibatkan rasa bangga sebagai petani yang semakin rendah. Hal tersebut diperparah
oleh tidak adanya penghargaan terhadap nilai jasa lingkungan yang dihasilkan oleh aktivitas di bidang pertanian.
Padahal pengembangan sektor pertanian akan dapat meningkatkan pendapatan sekitar 60% masyarakat TTU yang bekerja pada sektor pertanian.
Selain itu, dapat menggerakkan sektor ekonomi lainnya yang menyediakan input bagi sektor pertanian, ataupun memanfaatkan produk sektor pertanian sebagai input. Kondisi tersebut, menjadi sebuah ironi karena sesuai Rencana RTRW Kabupaten TTU 2008-2028, Kota Kefamenanu merupakan pusat agropolitan dengan wilayah hinterland berada pada 17 kecamatan dengan basis komoditi hortikultura, pertanian lahan basah dan lahan kering.
selanjutnya memetakan data produksi per komoditi dari setiap kecamatan
tersebut.
Rustiadi dan Pranoto (2007) mengatakan bahwa suatu kawasan agropolitan dicirikan oleh kegiatan masyarakat di suatu kawasan yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi. Selanjutnya dikatakan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan agropolitan didasarkan pada
kriteria-kriteria berikut:
1) Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan (jagung, padi), hortikultura (sayur-mayur, bunga, buah-buahan), perkebunan, perikanan darat/laut, peternakan.
2) Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik yang berarti daya dukung lahan untuk pengembangan agropolitan harus sesuai syarat
pengembangan jenis komoditi unggulan yang meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan.
3) Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai sehingga memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan dan mencapai skala ekonomi.
4) Tersedianya dukungan sarana dan prasarana pemukiman dan produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usahatani dan pemasaran
hasil produksi. Prasarana dan sarana tersebut antara lain adalah jalan poros desa, pasar, irigasi, terminal, listrik dan sebagainya.
3. Rendahnya pembangunan yang berwawasan lingkungan
Izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten TTU telah mencapai 48 IUP yang terdiri atas 16 IUP operasi produksi dan 31 IUP eksplorasi. Apabila
menggunakan alat berat, maka akan melakukan pengrusakan terhadap
lingkungan hidup. Apabila pengelolaan kegiatan pertambangan dapat dilakukan dengan baik sekalipun, tidak akan mengembalikan lingkungan seperti sedia kala karena keanekaragaman hayati akan berkurang bahkan ada yang punah. Oleh karena itu, kesanggupan mematuhi ketentuan pengelolaan lingkungan hidup penting karena kegiatan penambangan pasti akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan sehingga diperlukan komitmen
bersama agar meminimalisir kerusakan terhadap lingkungan. Dan bila terjadi kerusakan, maka perlu pengelolaan lingkungan yang tepat sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat baik untuk generasi saat ini maupun generasi selanjutnya.
4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
Kemiskinan dan rendahnya produktivitas ekonomi berimplikasi pada
rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten TTU karena dengan pendapatan tersebut masyarakat tidak mampu memperoleh pendidikan formal yang baik sehingga SDM masyarakat masih rendah dan kondisi kesehatan masyarakat yang buruk. Sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten TTU yang dapat dilihat pada Tabel.4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 1999, 2002, 2004 dan
2005 Kabupaten TTU, Provinsi NTT dan Indonesia
No Wilayah
IPM
1996 1999 2002 2004 2005
1 Kabupaten TTU 59,6 53,7 59,5 62,4 63,1
2 Propinsi NTT 61 60,4 60,3 62,7 63,6
3 Indonesia 68 64,3 65,8 68,7 69,8
Data pada Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa IPM secara nasional
mengalami penurunan pada masa krisis namun setelah itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, nilai IPM Kabupaten TTU meningkat dari 53,7 (tahun 1999) menjadi 63,1 (tahun 2005), namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat Provinsi NTT. Meskipun mengalami peningkatan, namun dalam urutan Kabupaten/Kota berada pada urutan 402 dari 440 Kabupaten/Kota se-Indonesia. Rendahnya IPM tersebut karena
rendahnya akses terhadap pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, masih minimnya nuansa akademik pada setiap level pendidikan. Sedangkan aspek kesehatan berkaitan dengan permasalahan terhadap akses kesehatan dimana terjadi kekurangan prasarana dan sarana serta kurangnya tenaga paramedis. Kondisi tersebut diperparah oleh rendahnya kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh rendahnya pola hidup sehat. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan mutu pendidikan dan mutu
pelayanan kesehatan sehingga dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dampak selanjutnya yang ditimbulkan adalah mampu menggerakkan perekonomian pada berbagai sektor, bahkan menghasilkan massa yang kritis sehingga keberhasilan pembangunan menjadi lebih terwujud.
Pemuda merupakan tulang punggung pembangunan dapat berpartisipasi dalam pembangunan melalui hoby, bakat dan kompetensinnya. Oleh karena
masih minimnya kesadaran pemuda untuk terlibat dalam pembangunan baik secara perorangan maupun berkelompok mengakibatkan adanya kerawanan sosial. Padahal, Kabupaten TTU memiliki beberapa olahragawan yang berprestasi pada level Nasional, seperti Anis Tjeunfin, dan Heri Amol. Namun, hal tersebut terjadi karena mereka mengasah kemampuan di daerah lain yang memiliki fasilitas yang lebih memadai, dan lebih sering menyelenggarakan
5. Minimnya Infrastruktur
Kabupaten TTU sebagai kabupaten yang berada di pusat pulau Timor, seharusnya dapat dijangkau dari berbagai tempat yang bertetangga baik darat, laut maupun udara. Namun akses antar daerah umumnya hanya melalui transportasi darat. Sedangkan transportasi laut belum dimanfaatkan, bila ingin menggunakan transportasi laut, masyarakat menggunakan pelabuhan Tenau atau Bolok di Kupang, pelabuhan Atapupu di Kabupaten
Belu. Padahal wilayah Alor, Flores Timur, Lembata, Kepulauan Maluku dapat dijangkau melalui pelabuhan Wini. Kondisi yang sama terjadi bila masyarakat ingin menggunakan angkutan udara. Padahal permintaan akan fasilitas penerbagangan udara cukup tinggi.
Prasarana dan sarana transportasi antar wilayah di Kabupaten TTU belum tersedia baik sehingga akses masyarakat antar kota-kota, desa-kota atau sebaliknya kurang sinergis. Hal tersebut, berakibat pada minimnya
informasi pasar produk pertanian yang umumnya dihasilkan oleh masyarakat di wilayah pedesaan, maupun sebaliknya produk-produk dari sektor industri yang umumnya dihasilkan oleh masyarakat perkotaan. Padahal Multiplier effect dapat ditimbulkan dengan tersedianya prasarana dan sarana transportasi akan dapat menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan perekonomian di TTU dan sekitarnya.
Permasalahan lain yang berkaitan dengan infrastruktur adalah kurang
optimalnya utilitas lingkungan, seperti jaringan air bersih yang belum menjangkau seluruh rumahtangga. Selain itu, minimnya jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi mengakibatkan masyarakat semakin terbelakang karena tidak dapat mengakses informasi publik.
6. Pelanggaran HAM dan Kesetaraan Gender
anak merupakan keadaan yang lumrah terjadi di Kabupaten TTU, padahal
seharusnya anak-anak dan ibu memperoleh harkat dan martabat yang setara. Selain itu, terjadinya ketimpangan gender pada berbagai aspek kehidupan mengakibatkan wanita semakin termarginalkan. Belum adanya ruang publik yang cukup tersedia untuk ibu menyusui pada ruang publik menunjukkan kebijakan publik yang belum berperspektif gender.
7. Rendahnya Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang kurang optimal yang diindikasikan dengan kurang transparannya arus informasi sehingga dapat menimbulkan terjadinya praketk Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Indikasi adanya praktek tersebut terjadi pada perizinan tambang, perekrutan tenaga kontak daerah, dan masih ada praktek lainnya yang mengindikasikan hal tersebut. Kondisi tersebut diakibatkan oleh fungsi lembaga pemerintah yang belum berperan
optimal, sehubungan dengan tumpang-tindihnya tugas, pokok dan fungsi. Selain itu, masih rendahnya sumberdaya aparatur mengakibatkan kurangnya kesadaran dan motivasi untuk meningkatkan kinerja. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin rendah. Padahal good governance juga diindikasikan dengan adanya pelayanan yang baik kepada masyarakat.
8. Belum berkembangnya kawasan strategis daerah
Setiap kabupaten dapat menentukan kawasan strategis daerah untuk kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, dan lain-lain sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Wilayah Kabupaten TTU memiliki beberapa keunikan yang belum dikembangkan. Keunikan tersebut berkaitan dengan letak kota Kefamenanu
a) Lemahnya Penataan Ruang Kota Kefamenanu
Kota Kefamenanu yang berada tepat di tengah pulau Timor, namun belum dikembangkan dengan baik sehingga belum menjadi salah satu kota terkemuka yang dapat menjadi tempat yang nyaman dan menarik bagi orang untuk transit. Kondisi tersebut terjadi karena belum tertatanya aspek fisik perkotaan yang meliputi pemukiman penduduk, dan belum optimalnya utilitas lingkungan perkotaan.
Aspek sosial yang belum tersentuh adalah adanya polarisasi penduduk berdasarkan etnis sehingga mudah menyulut konflik sosial. Selain itu, perekonomian di kota kefamenanu yang dikuasai oleh etnis tertentu mengakibatkan masyarakat TTU dan juga masyarakat pendatang tidak nyaman untuk transit di Kota Kefamenanu. Kondisi lain yang semakin membuat Kota Kefamenanu kurang nyaman adalah karena tidak adanya ruang publik untuk berekspresi sehingga masyarakat memilih
berekspresi pada berbagai tempat sesuai dengan keinginan.
b) Lemahnya Pengembangan Kawasan Pesisir
Kabupaten TTU memiliki garis pantai sepanjang 50 Km yang berada di pantai utara. Kawasan pesisir tersebut berbatasan dengan Kabupaten Belu dan wilayah Timor Leste. Kawasan pesisir memiliki kekhasan tersendiri karena merupakan pertemuan antara ekosistem laut dan ekosistem darat sehingga memiliki potensi pertanian dan perikanan
dengan segala kompleksitas yang ada. Apalagi wilayah pesisir tersebut selalu dilintasi oleh masyarakat Timor Leste baik melalui darat, laut, maupun udara.
Namun, belum ada perencanaan secara terpadu yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Perencanan terpadu selama ini, dilakukan khusus Wini sebagai kota satelit, padahal
c) Lemahnya Akses di Wilayah Perbatasan
Batas darat wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste secara keseluruhan sepanjang 268,8 km. Perbatasan darat ini terdiri atas batas sektor timur yakni Kabupaten Belu dengan district Covalima (149,1 Km) sedangkan sektor barat yang berbatasan antara Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Kupang dengan district Oekusi (119,7 km) yang merupakan wilayah enclave karena berada diantara wilayah
Indonesia. Wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste terdapat pada 8 kecamatan yang berbatasan darat, yakni: Kecamatan Insana Utara, Kecamatan Naibenu, Kecamatan Bikomi Utara, Kecamatan Bikomi Tengah, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kecamatan Mutis, Kecamatan Musi dan Kecamatan Miomaffo Barat. Panjang lintas batas antara Kabupaten TTU dengan Timor Leste adalah sepanjang 104,5 km.
Pada garis perbatasan darat tersebut, terdapat 6 (enam) titik bermasalah
yang belum terselesaikan. Sedangkan dampak negatif dalam bidang ekonomi Kabupaten TTU adalah terjadinya high cost economic apabila masyarakat ingin berinteraksi dengan masyarakat district enclave Oekusi (misalnya: pemasaran produk) karena harus melalui perizinan sesuai ketentuan hukum internasional. Hal ini selanjutnya menimbulkan black market di wilayah perbatasan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi wilayah perbatasan, baik oleh rumahtangga petani, pedagang di kota
maupun pihak lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan hidup maupun dengan alasan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan memperdagangkan produknya ke tempat lainnya di dalam negeri. Oleh karena itu, pengelolaan wilayah perbatasan menjadi isu strategis yang menjadi perhatian untuk dapat mengatur pergerakan arus (lalulintas) orang dan barang antar negara yang dapat
menguntungkan kedua negara tanpa mengabaikan hukum internasional dan budaya lokal.
d) Lemahnya Pengelolaan Keseimbangan Ekosistem Secara Terpadu
DAS Benenain, Kabupaten TTS, TTU, Belu dan DAS Noelmina yang
mengairi Kabupaten Kupang, dan juga mengairi wilayah District Enclave Oekusi. Apabila Suaka Alam Pegunungan Mutis tidak dikelola secara terpadu maka akan menyebabkan kelimpahan air pada wilayah DAS pada musim hujan yang selanjutnya akan mengakibatkan banjir baik di wilayah hulu, tengah, maupun hilir. Oleh karena itu, pengelolaan secara terpadu terhadap Suaka Alam Mutis perlu dipadukan dengan wilayah
DAS Banain yang melintasi Kabupaten TTS (hilir), Kabupaten TTU (tengah), Kabupaten Belu (hilir).
Isu-isu strategi pada level internasional, nasional, provinsi, regional dan lokal tersebut secara ringkas dapat direkap pada tabel berikut.
Tabel 4.7. Rekapitulasi Isu-Isu Strategis
N
o Internasional Nasional Provinsi Regional Lokal
N
o Internasional Nasional Provinsi Regional Lokal
Sumber Data: Hasil Olahan Dari Data Primer
Setelah melakukan inventaris terhadap Isu-isu tersebut, dapat dikatakan bahwa umumnya terdapat beberapa kesamaan isu strategis pada berbagai level. Namun terdapat perbedaan penekanan penanganan isu-isu strategis tersebut pada berbagai level dan wilayah disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembobotan terhadap isu-isu strategis tersebut agar pemerintah Kabupaten TTU mengetahui dengan pasti prioritas isu strategis di kabupaten TTU.
Berdasarkan penilaian isu strategis sesuai kriteria yang telah ditetapkan
dalam Permendagri Nomor 54 tahun 2010, maka diperoleh prioritas isu-isu strategis daerah Kabupaten Timor Tengah Utara adalah sebagai berikut:
1. Pemasalahan kemiskinan
2. Pembangunan ekonomi belum berbasis ekonomi kerakyatan
3. Rendahnya Kualitas Sumberdaya manusia
4. Minimnya pembangunan infrastruktur
5. Rendahnya Kualitas Pelayanan Publik
6. Rendahnya pembangunan yang berwawasan lingkungan
7. Pelanggaran HAM dan ketimpangan gender
8. Belum berkembangnya kawasan strategis daerah
Sebagian penduduk Kabupaten TTU berada pada kategori miskin, kemiskinan tersebut diakibatkan oleh kurang tersedianya lapangan kerja yang
dapat memberikan penghidupan yang layak. Meskipun sekitar 90 % tenaga kerja di Kabupaten TTU merupakan tenaga kerja yang terserap pada lapangan kerja, namun terjadi pengangguran terselubung, dimana terdapat sekitar 70 % merupakan pekerja yang tidak diupah. Kondisi tersebut selanjutnya mengakibatkan tingginya angka kemiskinan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. Selain itu, rendahnya produksi dan produktivitas hasil pertanian serta rendahnya posisi tawar petani dalam penentuan harga produk
Sejak tahun 2008 terjadi konversi lahan pertanian menjadi lahan
pertambangan karena banyaknya investor yang menanamkan modalnya pada sektor pertambangan. Padahal sekitar 70 % masyarakat TTU berprofesi sebagai petani. Meskipun terjadi migrasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pertambangan, namun tidak mensejahterakan masyarakat. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan ekonomi tidak pro terhadap ekonomi kerakyatan. Padahal kegiatan pertambangan, meskipun dikelola dengan baik
sekalipun tidak akan mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Apalagi, bila kegiatan pertambangan tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan sebagaimana dilakukan selama ini.
Akumulasi dari kedua kondisi tersebut bersumber dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia masyarakat TTU sehingga tidak mampu melakukan usahatani dengan tepat dan juga melakukan usaha-usaha produktif lain yang dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu, status gizi masyarakat TTU yang
tergolong rendah karena pola hidup sehat dan kualitas lingkungan yang diperparah oleh minimnya prasarana dan sarana serta minimnya kuantitas dan kualitas paramedis yang berdampak pada rendahnya kuantitas dan kualitas output yang dihasilkan oleh masyarakat TTU pada setiap sektor ekonomi.
Kondisi tersebut berdampak pada lemahnya partisipasi masyarakat, khususnya pemuda dalam pembangunan di Kabupaten TTU. Padahal pemuda merupakan tulang punggung pembangunan bangsa yang dapat memberikan
kontribusi besar terhadap pembangunan, antara lain dalam aspek olahraga yang biasa dipartisipasi oleh pemuda. Melalui penyelenggaraan event-event olahraga berskala lokal, regional, nasional bahkan internasional di Kabupaten TTU diharapkan dapat melahirkan olahragawan berprestasi yang dapat mengharumkan nama Kabupaten TTU. Sebagaimana, saat ini ditunjukkan oleh beberapa pemuda TTU yang mengharumkan nama daerah lain yang lebih sering
menyelenggarakan event dan pembinaan olahraga.
munculnya kriminalitas di sekitar masyarakat, seperti pencurian, pembunuhan,
kekerasan dalam rumahtangga yang umumnya mengorbankan wanita dan anak-anak, dan sebagainya. Selain itu, masalah sosial pun dapat muncul bahkan di tingkat keluarga, seperti eksploitasi anak-anak untuk membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan rumahtangga. Hal ini dapat berupa putusnya sekolah anak-anak untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Berbagai permasalahan tersebut membuktikan bahwa penegakan hukum di Kabupaten TTU
belum menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap penegakan hak asasi manusia (HAM).
Lingkaran kemiskinan dan berbagai dampak yang ditimbulkan tersebut, diperparah oleh tidak optimalnya peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja pemerintah yang kurang optimal tersebut terjadi karena secara kelembagaan masih terdapat tumpang-tindih tugas, ditambah lagi sumberdaya aparatur masih tergolong rendah, serta
lemahnya reward and punishment.
Pembangunan pada berbagai tingkatan wilayah dapat berkembang baik bila dapat menentukan dan mengembangkan kawasan strategis yang dapat menjadi penggerak ekonomi bagi wilayah pusat dan hinterland. Oleh karena itu, Kabupaten TTU perlu menetapkan dan mengembangkan kawasan strategis daerah yang dapat menggerakkan perekonomian di Kabupaten TTU. Kota Kefamenanu sebagai pusat pelayanan selama ini, hanya ditata dari aspek fisiknya, meskipun
demikian masih menyisakan berbagai masalah fisik perkotaan, misalnya masih terdapat daerah kumuh di perkotaan, serta minimnya utilitas lingkungan yang dapat mengurangi fungsi sebuah kota. Aspek lain dari pengembangan Kota Kefamenau yang luput dari perhatian adalah aspek sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat TTU maupun pendatang tidak merasa nyaman untuk beraktivitas di Kota Kefamenanu. Dampak selanjutnya terjadinya
kebocoran wilayah karena sumberdaya finansial yang dimiliki oleh masyarakat TTU lebih banyak dibelanjakan di daerah lain sehingga multiplier efeect lebih dirasakan oleh masyarakat pada daerah lain dibanding oleh masyarakat TTU. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan terpadu Kota Kefamenanu beserta daerah hinterland yang mencakup aspek fisik, ekonomi dan sosial.
utara. Ekosistem yang unik karena merupakan pertemuan antara ekosistem laut
dan ekosistem darat menjadi suatu alasan mendasar. Lokasi yang cukup strategis karena dapat dijangkau dari Kota Kefamenanu, Kota Atambua (Kabupaten Belu), District Oekusi (Timor Leste) juga merupakan suatu dasar betapa pentingnya perencanaan terpadu terhadap wilayah ini. Perencanaan terpadu yang selama ini dilakukan, khusus pada Wini sebagai Kota Satelit, namun belum berfungsi baik sebagai penyangga bagi Kota Kefamenanu karena wilayah-wilayah sekitar yang
memiliki ekosistem (potensi) sama belum direncanakan secara terpadu. Oleh karena itu, bila wilayah pesisir pantai utara di Kabupaten TTU direncanakan secara terpadu akan memberikan effect yang lebih besar terhadap pengembangan ekonomi masyarakat TTU.
Kawasan strategis daerah dapat juga ditetapkan dengan pertimbangan berdasarkan kesamaan aspek sosial, budaya sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Wilayah perbatasan sebagai
wilayah yang memenuhi kriteria tersebut, dimana masyarakat TTU dan Masyarakat District Oekusi (Timor Leste) merupakan masyarakat satu suku (dawan) sehingga memiliki budaya yang sama sehingga selalu beinteraksi meskipun dipisahkan oleh batas negara. Meskipun bersaudara, namun persoalan batas negara menyisakan 6 (enam) titik yang belum disepakati sehingga kadang menimbulkan konflik pada titik-titik tersebut. Oleh karena kompleksnya permasalahan wilayah perbatasan disertai dengan keunikan wilayah perbatasan
di Kabupaten TTU, dimana terdapat District Oekusi (Timor Leste) yang enclave di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka perlu perencanaan wilayah perbatasan Kabupaten TTU dengan district enclave Oekusi secara terpadu. Wilayah strategis lainnya yang menjadi prioritas adalah kawasan suaka alam pegunungan Mutis disertai dengan DAS yang melintasi wilayah TTU (DAS Banain), dimana sumber airnya pun berasal dari pegunungan Mutis. Apabila pengelolaan