• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Summary NDC 29 Juli 2017 11.19 AM FINAL (V5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Buku Summary NDC 29 Juli 2017 11.19 AM FINAL (V5)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SUMMARY

(2)
(3)

SUMMARY

(4)
(5)

I. PENGANTAR

Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan bagian penting dari Persetujuan Paris (Paris Agreement), yang berisi pernyataan komitmen negara pihak melalui Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC).

Sebagai tindak lanjut pernyataan komitmen Indonesia yang disampaikan oleh

Presiden RI pada COP-21, Indonesia telah meratiikasi Paris Agreement dengan UU No. 16/2016 pada tanggal 24 Oktober 2016. Dalam waktu yang hampir bersamaan Indonesia juga menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ke Sekretariat UNFCCC, yang merupakan elaborasi dari dan mengganti dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang disampaikan ke Sekretariat UNFCCC menjelang COP-21.

Sesuai dengan amanat UUD 1945, setiap orang berhak memperoleh hidup yang layak dan sehat. Dengan demikian komitmen Paris Agreement telah sejalan dengan mandat konstitusi. Pelaksanaan NDC yang merupakan bagian dari pelaksanaan Paris Agreement perlu dilaporkan ke Sekretariat UNFCCC. Hal ini sejalan dengan NAWACITA yang mengamanatkan untuk mengintensifkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia termasuk perubahan iklim. Bagian lainnya dari NAWACITA yang relevan dengan implementasi NDC adalah bagian yang mengamantkan untuk merancang isu perubahan iklim bukan hanya untuk isu lingkungan semata melainkan juga untuk perekonomian nasional.

Booklet ini berisi ringkasan tentang NDC dan progres yang dicapai yang telah dapat dikumpulkan oleh KLHK sebagai National Focal Point (NFP) UNFCCC.

Jakarta, Juli 2017 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(6)

II. PARIS AGREEMENT, NDC

DAN IMPLEMENTASINYA

Kewajiban masing-masing Negara untuk menyampaikan kontribusi penurunan emisi GRK melalui NDC yang meningkat setiap periode, dan negara berkembang perlu mendapatkan dukungan untuk meningkatkan ambisi tersebut (Pasal 3).

Materi Pokok Paris Agreement

Komitmen Para Pihak melakukan upaya penurunan emisi GRK secepat mungkin melalui aksi mitigasi (Pasal 4).

Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas mitigasi sektor kehutanan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil-REDD)+ (Pasal 5).

Pengembangan kerja sama mitigasi secara sukarela antar-negara, termasuk melalui mekanisme pasar dan nonpasar (Pasal 6).

Penetapan tujuan global adaptasi yang membutuhkan dukungan dan kerja sama internasional, khusunya bagi negara berkembang (Pasal 7).

Pengakuan pentingnya meminimalkan dan mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage) akibat dampak buruk perubahan iklim (Pasal 8).

Kewajiban negara maju menyediakan sumber pendanaan untuk membantu negara berkembang dalam melaksanakan mitigasi-adaptasi. Selain itu, pihak lain dapat pula memberikan dukungan secara sukarela (Pasal 9).

Peningkatan aksi kerja sama seluruh negara dalam pengembangan dan alih teknologi (Pasal 10).

Perlunya kerja sama Para Pihak dan kewajiban negara maju untuk memperkuat dukungan bagi peningkatan kapasitas di negara berkembang (Pasal 11).

Kerja sama Para Pihak dalam upaya penguatan pendidikan, pelatihan, kesadaran publik, partisipasi publik, dan akses publik terhadap informasi mengenai perubahan iklim (Pasal 12).

Pembentukan dan pelaksanaan kerangka kerja transparansi yang merupakan pengembangan dari yang sudah ada di bawah Konvensi, meliputi aksi maupun

dukungan dengan leksibilitas bagi negara berkembang (Pasal 13).

Pelaksanaan secara berkala inventarisasi dari implementasi PA untuk menilai kemajuan kolektif, dimulai tahun 2023 dan selanjutnya dilakukan setiap lima tahun (Pasal 14).

(7)

A.STRUKTUR NDC

UNFCCC membuka leksibilitas bagi Negara Pihak terkait dengan struktur NDC, akan

tetapi harus menunjukkan kontribusi penurunan emisi GRK pada tahun 2030 yang ambisius dan tidak backsliding.

T

ransparency Framework

• Facilitative Dialogue • Global Stocktake • Facilitation and

Compliance • Institutional setting • etc

Goal of Paris Agreement <2o C

>1.52o C

Paris Agreement-NDC dan Implementasinya dalam Konteks Global dan Nasional

Nationally Determined Contribution (NDC)

Mitigation – Adaptation and avert Lost and Damage

MOI

(Finance, Technology, Capacity Building)

Dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dapat diakses melalui: http://www.ditjenppi.menlhk.go.id

NATIONAL CONTEXT MITIGATION ADAPTION

STRATEGIC

INDONESIA LOW CARBON AND CLIMATE RESILIENCE

STRATEGY

A.1. KONTEKS NASIONAL

(8)

Energi Baru Terbarukan: setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun

2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050;

Minyak: harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun 2050.

Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional

 ambisi untuk melakukan transformasi, di tahun 2025 dan 2050, bauran penyediaan

energi utama

National Context

Salah satu mandat UUD 1945 “bahwa setiap orang berhak memperoleh hidup yang layak dan sehat”. Nawa Cita yang mencakup 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan sejalan dengan komitmen nasional menuju arah pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai

satu prioritas yang terintegrasi dan lintas-sektoral dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Komitmen Pre-2020:

Target penurunan emisi GRK sebesar 26% di tahun 2020 dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional, dibandingkan

terhadap skenario business as usual di tahun 2020

Asumsi NDC:

Indonesia memprioritaskan pengentasan kemiskinan dengan target pembangunan ekonomi per tahun sebesar 5% untuk menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 4% di

tahun 2025.

Pasca-2020, Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan

skenario business as usual di tahun 2030.

First Biennial Update Report (BUR) mengkomunikasikan emisi GRK nasional menunjukkan peningkatan sebesar 0,452 GtCO2e dari tahun 2000, yakni sebesar 1,453 GtCO2e di tahun 2012, dengan proporsi sumber

emisi GRK sebesar 47,8% dari sektor LUCF termasuk kebakaran gambut dan 34,9% dari

sektor energi.

Beberapa langkah signiikan dalam rangka

reduksi emisi GRK sektor berbasis lahan adalah kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi dari hutan yang tersisa

Pengembangan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di tingkat lokal, meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan, mengurangi Perangkat hukum pendukung pencapaian target 26% dan 41% pada tahun 2020: Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (PERPRES No. 61/2011) dan inventarisasi GRK (PERPRES No.

71/2011).

NDC Indonesia menggambarkan transisi dan komitmen peningkatan aksi menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim periode 2015-2019 yang menjadi landasan

untuk menentukan tujuan lebih ambisius pasca-2020 dalam rangka pencegahan kenaikan

temperature global sebesar 2oC dan berupaya membatasi kenaikan temperature global sebesar

1,5oC dibandingkan masa pra-industri.

REDD+ akan menjadi komponen penting dari target NDC Indonesia di sektor berbasis lahan.

Untuk periode pre-2020 merujuk pada Forest Reference Emission Level (FREL) untuk REDD+

yang telah disubmit ke Secretariat UNFCCC. Pasal 5 dari Persetujuan Paris memberikan sinyal politis yang jelas mengenai pengakuan terhadap peranan hutan dan REDD+, melalui rangkaian Keputusan COP yang memberikan arahan yang cukup untuk implementasi REDD+. 2016

2010

(9)

A.2. MITIGASI

Dengan baseline dan asumsi yang digunakan untuk proyeksi kebijakan tahun 2020-2030, BAU dan penurunan emisi yang diproyeksikan baik untuk penurunan emisi GRK secara unconditional (CM1) dan conditional (CM2) dengan asumsi yang digunakan dalam skenario seperti pada Tabel dan Gambar berikut.

BAU SEKTOR DAN SKENARIO MITIGAS (CM) 1 & 2 DALAM JUTA TON CO2e DAN %)

1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0

1669

314

398 296

11

69.6 2.75

3.25 119.66

714 497

650

9 4

Energy

19% dari BAU 70% dari BAU

Waste

Emission BAU (2030) ER (CM1) ER (CM2)

IPPU Agriculture Foresty

(10)

Ringkasan Asumsi yang dipergunakan dalam skenario

Kehutanan

• Penurunan Deforestasi* (< 0,45 ha-0,325 Mha/tahun di 2030)

• Peningkatan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan, baik di hutan alam (penurunan degradasi) maupun di hutan tanaman*

• Rehabilitasi 12 juta ha lahan terdegradasi pada tahun 2030 atau 800,000 ha/ tahun dengan survival rates sebesar 90%

• Restorasi 2 juta ha gambut pada 2030 dengan tingkat kesuksesan sebesar 90% Catatan: * berada di bawah skema REDD+

IPPU- Industrial Processes and Product Use

• Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan “dinker to cement ratio” (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di 2030

• Peningkatan eisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi

(feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer

• Penambahan aksi mitigasi lainnya seperti CO2 recovery, improvement process

pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja Limbah

• Limbah padat (solid waste)

• Limbah cair industri (target kuantitif masih perlu ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan KLHK)

• Limbah cair domestik (target kuantitif masih perlu ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan)

• Peningkatan penerapan landill gas (LPG) recovery dari 2010-2030 dalam pengelolaan TPA

• Peningkatan persentase pemanfaatan sampah melalui composting and 3R (paper)

• Peningkatan persentase PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel), dibandingkan dengan total timbulan sampah

Pertanian

• Penggunaan varietas rendah emisi di lahan sawah • Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air • Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas • Perbaikan suplemen pakan

Energi

• Eisiensi Penggunaan Energi Final (75% dilaksanakan)

• Pemanfaatan Teknologi Clean Coal technology - CCT (75% dilaksanakan) • Produksi Listrik EBT (sesuai RUPTL)

• Penggunaan bahan bakar nabati - BBN (Mandatory B30) pada Sektor Transportasi (90% dilaksanakan)

• Penambahan Jaringan Gas (100% dilaksanakan)

(11)

A.3. ADAPTASI

Adaptasi perubahan Iklim difokuskan pada upaya peningkatan ketahanan di bidang ekonomi, sosial dan livelihood serta ekosistem dan lanskap dengan prioritas pada sektor terdampak yakni pangan, air dan energi.

Sasaran jangka menengah Indonesia dalam strategi adaptasi perubahan iklim adalah mengurangi resiko pada semua sektor pembangunan (pertanian, air, ketahanan energi, kehutanan, kelautan dan perikanan, kesehatan, layanan publik, infrastruktur, dan sistem perkotaan) pada 2030 melalui penguatan kapasitas lokal, pengelolaan pengetahuan, konvergensi kebijakan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan resiko bencana (API-PRB) serta penerapan teknologi yang adaptif.

Untuk mendukung upaya ini telah dikeluarkan Peraturan Menteri LHK No. P.33 Tahun 2016 tentang Tatacara Penyusunan Aksi Adaptasi Nasional dan Daerah, yang memberikan panduan dalam upaya mengintegrasikan adaptasi ke dalam perencanaan pembangunan. PermenLHK ini juga merupakan salah satu panduan dalam menyusun National Adaptation Plan (NAP) sebagaimana dimandatkan oleh Konvensi Perubahan Iklim. Sebelumnya, Indonesia juga telah menyusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) pada tahun 2014.

KERANGKA SASARAN NDC-ADAPTASI

KETAHANAN EKOSISTEM

KETAHANAN EKONOMI KETAHANAN SISTEM KEHIDUPAN

KETAHANAN PANGAN

KETAHANAN AIR

KETAHANAN ENERGI

(12)

A.4. MEANS OF IMPLEMENTATIONS (MoI)

Sesuai amanat Paris Agreement, komitmen negara berkembang dalam upaya

pengendalian perubahan iklim perlu didukung dengan pendanaan, peningkatan kapasitas dan transfer teknologi yang disediakan oleh masyarakat internasional, untuk periode pre- dan pasca-2020.

A.5. TRANSPARENCY FRAMEWORK

Sebagai bagian dari implementasi Pasal 13 Paris Agreement, maka dibangun Sistem Registri Nasional (SRN) yang dilengkapi dengan beberapa sistem terkait, yakni:

Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN- SMART), Sistem MRV

(13)

III. STRATEGI IMPLEMENTASI NDC

Komitmen mengikat yang tertuang dalam NDC merupakan hal baru bagi negara berkembang termasuk Indonesia, maka untuk mengimplementasikannya diperlukan strategi yang sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing negara. Strategi implementasi NDC ini terbagi ke dalam 9 (sembilan) program mulai dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan. Kesembilan program tersebut dapat dilihat pada Bagan berikut.

Strategi Implementasi NDC yang dtuangkan dalam 9 Program terintegrasi.

I. PENGEMBANGAN OWNERSHIP

DAN KOMITMEN • Kementerian/Lembaga Pemda Swasta, Masyarakat Sipil, Lembaga Keuangan

• Penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM (elaborasi NDC_sektor dan wilayah, KRP, IGRK, MRV, SRN Implementasi NDC)

• Peraturan-perundangan dan kebijakan terkait (UU No. 16/2016 ttg Ratiikasi Paris Agreement, PP.46/2016 ttg KLHS, dll)

• Koordinasi dan sinergi antar sektor dan wilayah serta aktor/pelaku

• SIGN-SMART : data inventariasasi GRK nasional

• SRN (termasuk MRV) : aksi Mitigasi, Adaptasi, JMA dan Mol (pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas)

• Penyelarasan NDC dengan perencanaan pembangunan di 5 kategori sektor mitigasi dan adaptasi sektoral dan wilayah > untuk menjamin penganggaran (APBN-APBD) dan mobilisasi sumberdaya baik dari dalam negeri maupun internasional

• Pedoman untuk Pusat dan daerah (perencanaan, pelaksanaan, MRV dan review NDC);

• Didasarkan pada hasil penyusunan KRP serta rencana implementasi NDC • Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) dan

BAPPENAS (terkait pembangunan nasional).

• Pemantauan progres implementasi NDC

• Menjelang tahun 2020 akan dilakukan review dan adjustment NDC bila diperlukan (tidak ada backsliding)

II. PENGEMBANGAN KAPASITAS

III. ENABLING ENVIRONMENT

IV. PENYUSUNAN KERANGKA KERJA DAN JARINGAN KOMUNIKASI

V. KEBIJAKAN SATU DATA GRK

VI. PENYUSUNAN KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM (KRP) INTERVENSI

VII. PENYUSUNAN PEDOMAN IMPLEMENTASI NDC

VIII. IMPLEMENTASI NDC

(14)

IV. PROGRES IMPLEMENTASI NDC

Target penurunan emisi GRK di dalam NDC unconditional (CM1) telah ditindak-lanjuti oleh Kementerian dengan menjabarkan ke dalam rencana aksi mitigasi serta mengembangkan aspek kelembagaan dan mekanisme pelaporan.

A. MITIGASI

Melalui rangkaian pertemuan termasuk NDC Kick Of: Translating NDC into Actions

yang diselenggarakan pada tanggal 27 April 2017 di Jakarta, telah teridentiikasi

kemajuan pembahasan mengenai NDC di setiap Kementerian/Lembaga dan institusi terkait termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil.

A.1. SEKTOR KEHUTANAN

Target reduksi emisi pada tahun 2030: 497 juta ton CO2e dari total penurunan emisi GRK sebesar 834 juta ton CO2e.

Aksi Mitigasi Progress Penanggung

jawab

Penurunan deforestasi (< 0,45 ha- 0,325 juta ha per tahun pada tahun 2030)

Perlindungan kawasan konservasi, pemanfaatan

jasa ekosistem, KLHK

Peningkatan pelaksanaan prinsip pengelolaan berkelanjutan pada hutan alam dan HTI (penurunan degradasi)

1. Peningkatan produksi kayu dari HTI, untuk mengurangi tekanan pada hutan alam 2. Pengelolaan konsesi restorasi ekosistem, rencana mekanisme sistem insentif 3. Implementasi RIL-C, penyiapan regulasi, mekanisme pemantauan

KHLK, Dunia Usaha

Rehabilitasi lahan terdegradasi 12 juta Ha pada tahun 2030 atau 800 000 ha per tahun dengan tingkat keberhasilan 90 %

Rehabilitasi lahan seluas 1,1 juta Ha yang melibatkan seluruh pihak termasuk K/L dan

daerah KHLK

Restorasi gambut 2 juta ha pada tahun 2030 tingkat keberhasilan 90 %

1. Restorasi gambut

2. Implementasi RIL-C Rehabilitasi gambut di HTI 1 juta Ha

(15)

Untuk mendukung upaya mitigasi tersebut di atas diperlukan keterlibatan semua pihak. Salah satu program yang diharapkan dapat menjamin tercapainya penurunan laju deforestasi adalah program REDD+ dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

IMPLEMENTASI REDD+

Sebagai negara yang memiliki hutan alam dengan luas 113,2 juta hektar pada tahun 1990 dan terus menurun hingga mencapai angka 91,7 juta hektar di tahun 2012 sehingga terjadi

emisi yang signiikan dari sektor kehutanan, upaya pengurangan emisi dari deforestasi

dan degradasi hutan sangat penting bagi Indonesia. REDD+ adalah salah satu aksi mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan, dan merupakan pendekatan kebijakan dan mekanisme insentif untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, peran konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan simpanan karbon (carbon stock).

(16)

Forest Reference Emission Level (FREL)

FREL merupakan bagian penting dari implementasi REDD+ di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebelum proses nasional, FREL telah dibahas dalam seri perundingan COP.

Point-point penting terkait FREL dalam negosiasi perubahan iklim di UNFCCC

(17)

Hal-hal penting terkait penyusunan FREL Indonesia

Hasil FREL - Emisi tahunan dan emisi rata-rata historis dari deforestasi dan degradasi hutan, serta dekomposisi gambut sebagai akibat deforestasi dan degradasi hutan di lahan gambut (dalam MtCO2e per tahun) di Indonesia sejak 1990 sampai dengan 2012.

(18)

memperhatikan status kawasan yang ditunjuk oleh Kementerian Kehutanan”. Wilayah FREL ini menjadi dasar dari semua aksi yang terkait dengan kegiatan REDD+ di Indonesia.

Sistem Informasi Safeguards REDD+ (SIS-REDD+) :

(19)

Untuk operasionalisasi SIS-REDD+, telah disiapkan disain struktur kelembagaan, yang sejalan dengan alur penyediaan informasi mengenai pelaksanaan safeguards REDD+ yang sesuai dengan sistem pelaporan ke Sekretariat UNFCCC.

Sekretariat UNFCCC

NATCOM (ringkasan informasi pelaksanaan safeguards)

NATCOM (ringkasan informasi pelaksanaan safeguards)

Ringkasan informasi pelaksanaan safeguards

Data dan informasi pelaksanaan safeguards Arahan/Supervisi QA/QC Data &

Informasi Pelaksanaan Safeguards Koordinasi Koordinasi Komunikasi terkait proses UNFCCC

1. Penyampaian data dan informasi pelaksanaan safeguards,

2. Arahan/Supervisi, QA/QC

data & informasi pelaksanaan

safeguards

Note : REDD+ di dalam hutan konservasi yang kewenangannya ada di ada di Pusat dapat menggunakan 2

Fase 3 (Full Implementation)

(20)

Demonstration Activities/pilot/project/kegiatan terkait REDD+ di Indonesia :

Sejumlah Demonstration Activities/pilot/project/kegiatan terkait REDD+ telah terbangun sejak 2008 di Indonesia, diinisiasi oleh berbagai stakeholders, dan melibatkan kerjasama antar pihak termasuk dengan dukungan para mitra pembangunan (mitra internasional). Berbagai inisiatif ini memberikan kontribusi berupa lessons learned bagi penyiapan implementasi REDD+ di Indonesia, baik secara teknis metodologis maupun dalam hal pembangunan kapasitas.

DAN KEGIATAN TERKAIT REDD+ LAINNYA

DISTRIBUSI

Deforestation and Forest Degradation Enhancing

Kehati, WWF, TNC, NGO Lokal

01. TFCA Sumatera

Sinar Mas Forestry, KLHK, LIPPI, Pemprov. Riau

06. Giam Siak

JICA, KLHK, FORDA, LIPPI, Unsri, Univ. Kuningan

11. RECA Central & East Java

WHNFFI, Marquarie, Bioarbon

16. Rehabilitation of the Sungai Putri Peat Swamp Forest

PT. RRC, Infinite Earth, Ltd., OFI

21. Rimba Raya Biodiversity Reserve REDD WWF, BMU,

MoF

26. REDD in HoB

CII, OCSP, Australia MC, Yayasan EL

02. Batang Toru

ZSL, Mof, TN Berbak, Darwin Initiatives

07. Berbak/Jambi

Sumitomo, TN Bromo Tengger Semeru

12. Reforestation Bromo, Tengger, Semeru JICA,

TN Gunung Palung

17. IJ-REDD West Kalimantan

RARE, YAYORIN, Clinton Foundation, Orangutan Foundation

22. CCP for Lamandau WR

TNC, ICRAF, UNMUL, Sekala, Winrock Int’l, Univ. of Quensland

27. BFCP

Puslitbang Kebitjakan dan Perubahan Iklim, TNM, Latin, ITTO

13. Meru Betiri East Java

RARE, YAYORIN, Clinton Foundation, Orangutan Foundation

18. Community Carbon Pool

PT. RMU, Starling Resource

23. Katingan Peat RCP

Stabil, Pionir,

Burung Indonesia, RSPB, Birdlife Int’l

09. Harapan Rain Forest

Kehati, WWF, TNC, NGO Lokal

14. TFCA Kalimantan

WHN, FFI, Marquarie

19. Danau Siawan Belida

WWF, TN Sebangau

05. Tasik Besar Serkap

FFI

10. CFES Jambi, Kalimantan & Lombok

FFI, PT. KALL, PT. CUS

15. RED from deforestation caused by Oil palm Sector

KFW, GIZ, KLHK, GFA, Pemda

20. Forclime West & East Kalimantan

PT. RHOI

25. ERC on Production Forest Concession

WWF, Bebsic, Bioma, KLHK

30. Transforming Kutai Barat Spatial Planning Toward FLC

Pokja TKLH-LK REDD, Bioma, Disbunhut

31. Pengelolaan Kawasan Konservasi Gambut

Kanematsu, Panasonic Gobel

FAU, UNDP, UNEP, Dishut Sulteng

33. Indonesia UNREDD Programme

WWF KLHK

34. Preparation of REDD+ Involving Comunity in Jayapura

CI, Pemprov Papua, CSIRO, CIFOR, PT. MAU

35. The Memberamo BCCCP

Sekala, PCSSF, WRI, Telapak

36. Papua Avoided Deforestation in Initiatives

KYEEMA Foudation, AusAid, YPS, YTM

37. Towards Enabling Mitigation of CC 32. Gorontalo REDD+ Project

with Safeguard Program

Demonstration Activities/pilot/project/kegiatan terkait REDD+ di Indonesia (dari berbagai sumber)

Pengelolaan Hutan Lestari (SFM) – FLEGT License

Penguatan penegakan hukum untuk melawan illegal logging dan perbaikan tata kelola hutan merupakan dua diantara berbagai upaya yang dilakukan oleh Indonesia sebagai bagian dari komitmen negara untuk mengurangi deofrestasi dan degradasi hutan. Untuk melengkapi upaya law enforcement tersebut, Indonesia mengembangkan

SVLK (Sistem Veriikasi Legalitas Kayu) melalui proses multi stakeholder yang komprehensif sejak 2003, sejak mulai dibangunnya kesepakatan FLEGT-VPA. SVLK

memberikan insentif bagi legalitas kayu melalui promosi akses pasar bagi produk

(21)

Sebagai bagian dari Perjanjian Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan

Produk Kehutanan (FLEGT-VPA) antara Indonesia dengan Uni Eropa, mulai

September 2016 Uni Eropa membuka pasar terhadap kayu asal Indonesia yang telah memperoleh lisensi ekspor kayu legal. Telah disepakati oleh Indonesia dan Uni Eropa, bahwa mulai 15 November 2016, Indonesia menerbitkan FLEGT License atas

produk-produk kayu legal yang sudah diveriikasi dan diekspor ke Uni Eropa. Dengan

keputusan ini, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mencapai FLEGT License, dan dengan demikian memperkuat komitmen Indonesia dalam berkontribusi terhadap upaya global memberantas pembalakan liar serta perdagangan kayu ilegal.

Perjanjian FLEGT-VPA melibatkan empat Kementerian, yakni Kementerian Luar

Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Dengan menyediakan insentif pasar untuk produk-produk kayu yang berkelanjutan,

SVLK konsisten dengan pendekatan mekanisme REDD+, yaitu mendorong dan

memberikan insentif ekonomi terhadap penerapan pengelolaaan hutan yang berkelanjutan dalam rangka menurunkan emisi GRK dari kehutanan.

(22)

Rehabilitasi dan Restorasi Gambut

Kegiatan rehabilitasi dan restorasi gambut di Indonesia menjadi bagian dari area kegiatan yang dilaksanakan Indonesia dalam rangka mencapai penurunan net emisi di sektor kehutanan, sesuai target yang dicanangkan dalam NDC. Sebagai upaya terkait hal ini, Pemerintah Indonesia sejak sejak tahun 2014 telah melakukan reformasi kebijakan terkait dengan ekosistem gambut, yaitu dengan diperbaharuinya

PP tentang gambut yang diikuti lahirnya beberapa Peraturan Menteri LHK untuk penataan pengelolaan ekosistem gambut, termasuk didalamnya kegiatan restorasi. Selain dari sisi kebijakan dan peraturan, Pemerintah juga meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan pengelolaan hutan, rehabilitasi lahan dan restorasi gambut, termasuk pengakuan terhadap hak adat serta pengalokasian lahan untuk masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan.

IMPLEMENTASI PROGRAM PENGENDALIAN KARHUTLA

Reduksi emisi pada tahun 2030: 497 juta ton CO2e melalui aksi mitigasi seperti REDD+, rehabilitasi hutan dan lahan serta restorasi ekosistem gambut akan berhasil jika dan hanya jika kebakaran hutan dan lahan khususnya di lahan gambut dapat dicegah, ditekan dan dikendalikan. Pemerintah melalui kolaborasi antar Kementerian/ Lembaga, swasta dan masyarakat merumuskan arah kebijakan dan strategi dalam pengendalian karhutla ini yang memenuhi prinsip (1) permanen, (2) lintas Sektor, (3) terpadu, (4) komprehensif, (4) cepat dan responsif, dan (5) tepat sasaran.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam arah kebijakan tersebut dijabarkan menjadi

lima strategi utama untuk tujuan yang lebih spesisiik yakni: (1) Menyediakan insentif

dan disinsentif ekonomi; (2) Penguatan peranan masyarakat desa dan/atau pranata sosial dengan membangun jaringan hingga tingkat tapak; (3) Penegakan hukum, sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan penertiban perizinan di sektor berbasis lahan; (4) Pengembangan infrastruktur di wilayah rawan terbakar; dan (5) Penguatan early ire response hingga di tingkat tapak.

(23)

3. Meningkatkan kesiagaan operasi udara dalam pencegahan karhutla.

4. Penegakan hukum secara tegas serta penyelesaian kasus-kasus karhutla secara cepat.

5. Perbaikan tata kelola hutan dan lahan, serta

6. Meningkatkan koordinasi dan sinergisitas pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan daerah.

Dalam beberapa aktiitas pada tingkat lapangan upaya-upaya yang telah dilakukan

untuk mengantisipasi agar kejadian karhutla tidak terulang lagi sebagaimana yang terjadi pada tahun 2015, yakni:

1. Menetapkan paradigma baru yaitu melakukan prioritas upaya Pencegahan karhutla lebih awal dengan mendayagunakan SDM, Anggaran dan sarana prasarana di tiap K/L dan pemerintah Propinsi, Kabupaten/kota.

2. Meningkatkan sinergitas dan koordinasi antara Pasukan Manggala Agni KLHK, TNI, Polri, Kepala Desa, LSM dan media massa dalam upaya pencegahan Karhutla pada tingkat tapak/desa dalam bentuk patroli terpadu

3. Meningkatkan kegiatan penyadartahuan masyarakat atas ancaman dan bahaya karhutla serta upaya-upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam kegiatan pengendalian karhutla, melalui kegiatan kampanye, pameran pengendalian Karhutla, sosialisasi melalui media cetak dan elektronik, SMS blast dan talkshow di media televisi.

4. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, melalui kegiatan bimbingan teknis terkait dalkarhutla yang mengikutsertakan TNI, Polri, masyarakat, dan pihak swasta

5. Menerapkan kegiatan keteknikan untuk mendukung upaya pencegahan karhutla melalui pembangunan sekat kanal, sumur bor, dan embung terhadap seluruh stakeholder yang mengelola kawasan hutan atau lahan.

6. Melakukan monitoring dan deteksi dini dengan menggunakan satelit NOAA dan MODIS /Tera /aqua

7. Meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap perusahaan yang membakar hutan dan lahan dengan menerapkan prinsip strick liabilty (tanggung jawab mutlak) terhadap ijin yang dimiliki perusahaan.

8. Meningkatkan jangkauan kegiatan patroli terpadu pencegahan Karhutla dengan melibatkan TNI, Polri dan masyarakat

9. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pencegahan Karhutla di tingkat tapak, melalui pembentukan dan pembinaan Masyarakat Peduli Api (MPA) 10. Membentuk dan meningkatkan kapasitas brigade dalkarhutla pada setiap unit

pengelola kawasan hutan (hutan tanaman atau hutan alam, tambang, wisata) atau lahan (perkebunan)

(24)

Upaya lain yang terus dilakukan adalah pengaturan tata kelola hutan, khususnya gambut dan langkah pencegahan lainnya seperti pemantauan titik panas (hot spot) dan penegakan hukum. Pada tahun 2016 tidak ada gangguan asap di beberapa provinsi rawan kebakaran sehingga pada tahun 2017 dan tahun-tahun yang akan datang tetap diupayakan tidak terjadi kebakaran.

Pada tahun 2016 secara nasional asap tidak menyebabkan gangguan ekologi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan seperti tahun 2015 dan secara regional tidak dilaporkan adanya asap melintas batas. Terjadi penurunan luas Karhutla yang

signiikan, pada tahun 2015 luas Karhutla sebesar 2,6 juta hektar turun signiikan pada

tahun 2016 menjadi hanya sebesar 0,43 juta hektar. Sedangkan luas kebakaran hutan dan lahan Tahun 2017 (periode bulan Jan-Jun 2017) luas kebakaran hanya 20.290 Ha saja (turun drastis dibanding thn 2015 dan 2016).

Jumlah hotspot sampai dengan tanggal 16 Juli 2017, telah terdeteksi sebanyak 618 titik diseluruh Indonesia (deteksi satelit NOAA 19) dan 157 titik (deteksi satelit TERRA/

AQUA NASA conidence 80%). Sebagai perbandingan kondisi tahun 2015 pada

periode yang sama terdeteksi 3.653 titik (satelit NOAA) dan 1896 titik (satelit TERRA/ AQUA NASA), untuk tahun 2016 terdeteksi 1.075 titik (satelit NOAA) dan 2.070 (satelit TERRA/AQUA NASA). Dari angka tersebut terjadi penurunan hotspot dari satelit NOAA-18/19 yaitu 42,51% dibandingkan tahun 2016 dan 83,08% dibandingkan tahun 2015; sedangkan berdasarkan satelit TERRA/AQUA NASA (Conf 80%) turun 91,72% dibandingkan tahun 2016 dan turun 92,2741% dibandingkan tahun 2015

A.2. SEKTOR ENERGI

(25)

Target of Energy Conservation by 2025

Energy Conservation Target:

• To achieve energy elasticity less than one in 2025;

• To reduce energy intenisty 1% per year until 2025;

• To achieve inal energy saving 17% in 2025

Final Energy Consumption

● Energy Saving: 366 million BOE (17%) ● Potential of emission

reduction: 195 million Ton CO2

NDC target 314-398 million ton CO2 by 2030

Target of Energy Development by 2025

Energy Eiciency

● Energy Elastisy < 1 in 2025 ● Save 17% Final Energy in 2025

Biofuel 15,6 Million KL

Biomassa 8,3 Million ton

Biogas 489,8 Million m3

CBM 46,0 mmscfd

2015

Total Cap: 55 GW RE: 8,7 GW (15,7%)

2025

Total Cap: 135 GW RE: 45 GW (33%)

(26)

Untuk sub-sektor transportasi, Kementerian Perhubungan telah menetapkan kebijakan perubahan iklim yang berkaitan langsung dengan penggunaan energi sebagaimana tercantum pada gambar berikut

Beberapa aksi mitigasi yang telah diidentiikasi untuk mendukung pencapaian target

NDC adalah sebagai berikut:

KEBIJAKAN PERUBAHAN IKLIM DAN ENERGI

NASIONAL DI SEKTOR TRANSPORTASI

Peningkatan eisiensi pemanfaatan energi

Peningkatan penggunaan tenaga listrik, bahan bakar gas, bahan bakar nabati

Penerapan sistem transportasi perkotaan yang eisien dengan

menerapkan pembatasan pengguna kendaraan pribadi serta penggunaan moda transportasi hemat energi dan bersih lingkungan

Potensi Dukungan NDC :

RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) Sektor Transportasi

• Kebijakan pemanfaatan sumber energi matahari untuk transportasi • Akselerasi pengembangan transportasi massal dan kendaraan

pribadi pengguna gas

• Akselerasi penggunaan listrik untuk transportasi (2.200 unit

kendaraan roda 4 dan 2,1 juta kendaraan roda 2)

• Mengembangkan system angkutan umum massal (KA dan bus) ->

Share 30 %

• Rencana pengembangan jalur Kereta Api Nasional, MRT, Trem

Kereta Api Bandara dalam RTRW (13 Kota)

• ITS di 24 kota dan ATCS di 50 lokasi • Menerapkan Eco airport di 15 bandara

• Membangun sistim Tol laut dengan menyediakan 150 kapal dan

membangun green sea-port

• Menyusun master plan rencana pembangunan pelabuhan terpadu

batubara

(27)

Activity NDC Energy Sector

Aksi Mitigasi Progress Penanggung

jawab

Umum Kebijakan penurunan emisi GRK pada RUEN 2016 dan bauran energi pada RUPTL 2016

Kementerian ESDM Eisiensi Konsumsi energi Final/bahan

bakar

1. Manajemen energi, audit energi, program hemat energi dan air, LED untuk PJU, EE label 2. Kebijakan dan kegiatan eisiensi transportasi 3. Bangunan ramah lingkungan

(Total target penurunan emisi sebesar 96,33 juta Ton CO2e)

Penerapan teknologi clean coal technology (CCT) di pembangkit listrik

4. Penerapan teknologi clean power: PLTSa, cogen pada PLTG/PLTU BBM

5. Rencana pembangunan pembangkit ultra-super critical (USC) dan integrated gasiication combined

cycle (IGCC)

(Total target penurunan emisi sebesar 31,80 juta Ton CO2e)

Kementerian ESDM

Penggunaan EBT pada pembangkit listrik Penerapan tenaga air, geothermal, bio energy, tenaga surya/solar PV, tenaga angin Pengembangan penggunaan BBN untuk sektor transportasi

(Total target penurunan emisi sebesar 170,42 juta Ton CO2e)

Kementerian ESDM

Penggunaan bahan bakar nabati (BBN) (Mandatory B30) di sektor transportasi

Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan

Penambahan jaringan gas Pengembangan jaringan gas untuk perumahan dan transportasi dan pengalihan minyak tanah ke LPG (Total target penurunan emisi sebesar 10,02 juta Ton CO2e)

Kementerian ESDM Penambahan Stasiun Pengisian Bahan

Bakar Gas (SPBG)

Reklamasi lahan bekas tambang (*) Target penurunan emisi GRK 5,46 juta Ton CO2e

(28)

A.3. SEKTOR LIMBAH

Penurunan emisi GRK pada sektor limbah yang terdiri atas sub-sektor limbah cair dan limbah padat didasarkan kepada beberapa kebijakan berikut ini:

Target Kebijakan Nasional Pengelolaan Sampah Penurunan Emisi GRK

• Fokus pada kebijakan dan program yang dapat menurunkan emisi GRK

- Bank Sampah

- Intervensi Fisik : Fasilitasi pembangunan sarana dan prasarana, misal : Pusat Daur

Ulang Sampah, Rumah Kompos, Instalisasi penangkapan dan pemanfaatan gas metan TPA

- Profram Adipura

PENANGANAN

1. PEMILAHAN 2. PENGUMPULAN 3. PENGANGKUTAN 4. PENGOLAHAN 5. PEMROSESAN AKHIR

PENGURANGAN

• MEMBATASI (REDUCE)

• MEMBATASI (REDUCE) • GUNA ULANG (REUSE)

• DAUR ULANG (RECYCLE)

LIMBAH

• CAIR • PADAT • GAS

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENURUT UU 18/2008

PRODUSEN (PABRIK)

PRODUK

SAMPAH

(29)

Strategi Mitigasi Perubahan Iklim

Permen PU No. 11/PRT/M/2012

Mendorong penerapan teknologi dan pengelolaan limbah dan sampah yang ramah lingkungan

Sub Sasaran 2012-2014 Sub Sasaran 2015-2020

● Pengembangan model revitalisasi tempat

pemrosesan akhir sampah melalui landill mining, reuseable landill, semi-aerobik landill

dan pengembangan teknologi sampah terpadu berbasis 3R pada kawasan perkotaan

● Pengkajian kinerja TPAS dan penerapan 3R

dalam upaya penunjangan konsep (Clean

Development Mechanism) CDM

● Penerapan tekhnologi pengolahan air limbah

dengan system biodigester

● Fasilitasi pengembangan penerapan mekanisme

pembangunan bersih CDM untuk pengelolaan limbah, terutama ntuk pengembangan tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) untuk megurangi produksi emisi karbon dan metan

● Fasilitasi dalam peningkatan pengelolaan

persembahan di TPAS dari open dumping menjadi controlled landill dan sanitary landill

● Penerapan teknologi pengolahan air limbah

dengan system

Mendorong penerpan teknologi pengolahan air limbah dengan penangkap gas

Sub Sasaran 2012-2014 Sub Sasaran 2015-2020

● Replika program sanitasi berbasis masyarakat

(SANIMAS) dengan teknologi Decentralized

Wastewater Treatment System (DEWATS)

● Replikasi program sanitasi berbasis masyarakat

(SANIMAS) dengan teknologi Decentralized

Wastewater Treatment System/DEWATS (berkelanjutan)

Mendorong penerpan teknologi pengolahan air limbah dengan penangkap gas

Sub Sasaran 2012-2014 Sub Sasaran 2015-2020

● Penelitian dan penyusunan metode MRV dalam

kegiatan terkait perubahan iklim di perkotaan

● Capacity building dan fasilitasi penerapan MRV

(30)

Penurunan emisi GRK dari limbah cair industri, dilakukan sebagai co-beneit dari

upaya pengendalian pencemaran yang dilakukan oleh perusahaan khususnya melalui Program Penilaian Peringkat Kinerja Pengelolaan Lingkungan atau PROPER, berdasarkan Permen LH No. 3 tahun 2014:

No. KOMPONEN PENILAIAN Nilai

1 Dokumen Ringkasan Pengelolaan Lingkungan 150

2 Sistem Manajemen Lingkungan 100

3 Pemanfaatan sumber daya a) Eisiensi energy

b) Penurunan emisi dan gas rumah kaca c) 3R sampah

d) Keanekaragaman

100

Permen LH No. 3 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup: Tata Cara Penilaian Ketaatan dan Penilaian Kinerja Lebih dari Ketaatan

Kontribusi Pembangunan Infrastruktur Terhadap

Pengurangan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca

Peningkatan Fasilitas Pembuangan Akhir Sampah

a) Rehabilitasi/Pengembangan TPA Open

Dumping menjadi Sanitary Landill (dengan pengelolaan gas TPA)

b) Oprasional TPA Open Dumping menjadi TPA

Controlled Landill (dengan pengelolaan gas TPA)

c) Operasional TPA Anaerobik dan

Pengelolaan Gas TPA

Pengelolaan Sampah Terpadu Reduce, Reuse and Recycle (3R) Komposting dan Bank Sampah

a) Pembangunan dan Operasional TPS

Terpadu 3R/Komposting

b) Pendirian dan Operasional Bank Sampah

Pembangunan fasilitas pengolahan air limbah terpusat/of-site

a) Pembangunan IPLT dan/atau IPAL skala kota (sistem Aerobik, atau Anaerobik dengan pemanfaatan gas metana)

Pembangunan fasilitas pengelolaan air limbah setempat/ on-site

a) Pembangunan dan Operasional Sanimas yang dikategorikan MCK++ (MCK yang dilengkai dengan pengolahan limbah dan

pemanfaatan gas metana (biodigester)

b) IPAL Komunal yang dilengkapi dengan pemanfaatan gas metana

Sub Bidang Persembahan Domestik Sub Bidang Air Limbah Domestik

(31)

Kemajuan yang dicapai pada NDC sektor limbah padat tercantum pada tabel berikut:

Aksi Mitigasi Progress Penanggung

jawab

Peningkatan penerapan landill gas (LFG) Recovery dari 2010 ke 2030 dalam pengelolaan sampah

Rencana pengembangan LFG Recovery

KLHK, PUPR

Peningkatan pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R kertas

Kompos: 100.612 3R kertas: 6.314 (dalam Ton CO2e/tahun)

KLHK, PUPR

Peningkatan PLTSa/refused derived fuel (RDF) dibandingkan dengan total timbulan sampah

177.585

(dalam Ton CO2e/tahun) KLHK

Pengelolaan limbah cair domestik pada 3.732.084 jiwa dan pengelolaan pencemaran air sungai

1. Penurunan beban pencemaran sungai

2. Penerapan teknologi pengolahan air limbah PUPR

Pengelolaan limbah cair industri 75.663.410

(dalam Ton CO2e/tahun)

KLHK

A.3. SEKTOR PERTANIAN

Kebijakan Kementerian Pertanian terkait dengan mitigasi perubahan iklim sektor pertanian pada tahun 2015-2019 yang menjadi dasar pelaksanaan NDC digambarkan sebagai berikut:

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTAN 2015 - 2019

1.Melakukan

3. Membangun dengan pendekatan kawasan, pengarusutamaan gender dan menjalin kerjasama luar negeri

2. Melaksanakan koordinasi Kebijakan di bidang peningkatan

diveriikasi pangan dan

pemantapan ketahanan pangan

4. Memperkuat factor pendukung kesuksesan pembangunan pertanian Arah Kebijakan

a) Meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan lahan

b) Meningkatkan infastruktur dan sarana pertanian

c) Mengembangkan dan memperluas logistic benih/bibit

d) Mendorong penguatan kelembangan petani e) Memperkuat kelembagaan penyuluhan

pertanian

f) Mengembangan dan mendorong pembiayaan pertanian

g) Mempekuat jaringan pasar produk pertanian

h) Melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, penanganan pasca bencana alam serta perlindungan tanaman

i) Mengelola dan mendorong pemanfaatan subsidi dan kredit pembiayaan usaha pertanian

j) Mendorong upaya perlindungan usaha pertanian melalui asuransi pertanian k) Meningkatkan dukungan inovasi dan

(32)

Aksi mitigasi yang sedang akan terus dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Penyesuaian dan pengembangan sistem usaha tani terhadap perubahan iklim (Sistem budidaya PADI hemat air(intermitten), tanam jajar legowo, GP-PTT, GP-PHT dan SRI)

Pengembangan dan penerapan teknologi adaptif terhadap cekaman iklim (SL-iklim, varietas rendah emisi, Pengolahan energi terbarukan melalui Model Pertanian Bioindustri, BATAMAS & UPPO, 1000 Desa Organik dan 100 Desa Mandiri Benih)

Optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan, air dan genetik

(Perluasan/ pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning), pencegahan kebakaran lahan gambut, pemanenan air hujan dan aliran permukaan melalui pembuatan embung).

Penguatan peran semua pemangku kepentingan (stakeholders) melalui rembug petani di tingkat lokal (dalam perencanaan awal tanam serentak yang mengadopsi kalender tanam (KATAM) terpadu dan antisipasi perubahan iklim).

A.4. SEKTOR INDUSTRIAL PROCESSES AND PRODUCT USE (IPPU)

Penurunan emisi GRK sektor IPPU secara umum didasarkan kepada UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 77-83 sebagaimana digambarkan berikut ini:

• Dasar Hukum :

UU No 3 Tahun 2014 tentanf Perindustrian Pasal 77-83

• Strategi Industri Hijau: Greening of Existing Industries Mengembangkan Industri yang sudah ada

menuju Industri Hijau

Creation of New Green Industries Mengembangkan Industri baru dengan prinsip

Industri Hijau

STANDAR INDUSTRI HIJAU Pemenuhan terhadap standar Industri Hijau sebagai wujud penerapan prinsip industri hijau • Definisi Industri Hijau :

(33)

Kemajuan pelaksanaan NDC sektor IPPU secara garis besar tercantum pada tabel berikut:

Aksi Mitigasi Progress Penanggung

jawab

Umum

1. Penetapan peraturan terkait penurunan emisi GRK

2. Penetapan standard dan pedoman teknis, petunjuk teknis pelaksanaan penurunan emisi GRK

Kementerian Perindustrian

Pengurangan clinker to cement ratio

Pengurangan clinker di dalam rasio semen secara bertahap, penurunan konsumsi panas, substitusi bahan bakar fosil

Kementerian Perindustrian, dunia usaha Peningkatan eisiensi industri amonia Pemanfaatan waste heat boiler, recovery condensate, optimalisasi unit reformer,

pembangunan CO2 plant

CO2 recovery, improvement process pada smelter, pemanfaatan besi bekas

Pemanfaatan besi bekas, perbaikan proses pada smelter

Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM smelter aluminium

Perhitungan ulang penurunan emisi GRK pada smelter aluminium

Peningkatan daya saing: • Sistem produksi yang efisien

• Keberterimaan pasa

Proses Produksi:

• Hemat bahan baku, bahan penolong, energi dan air • Penggunaan energi alternatif • Penggunaan kemasan yang

dapat didaur ulang dan ekonomis

(34)

B. ADAPTASI

Dibandingkan dengan mitigasi, aksi adaptasi masih dalam tahap yang sangat awal. Oleh karena itu pada acara Kick Of NDC tanggal 27 April 2017, direkomendasikan beberapa tindak lanjut sebagai berikut :

1. Menentukan baseline untuk adaptasi, dengan rekomendasi tahun 2010

2. Kebutuhan data, dimana wali data terkait perubahan iklim adalah KLHK yang dapat diakses

• Menyusun Baseline Emisi GRK untuk Sektor IPPU, Energi Industri, dan Limbah di Sub Sektor Semen, Pupuk, dan Pulp Ketas

• Menyusun Nationally Appropriate Mitigation Action

(NAMAs) untuk Industri Pupuk

Telah dilakukan Sedang dilakukan Akan dilakukan

• Pedoman Teknis Konservasi Energi dan Pengurangan Eniisi GRK di Industri Pupuk, Keramik, Kimia, tekstik, Agrokimia, Makanan dan Minuman, • Pedoman Perhitungan Karbon di

Industri Baja dan Industri Pulp Kertas

• Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO2 Industri

Semen

• Panduan MRV Sektor Industri Semen

• Pedoman Standar dan Kriteria Refused Derived Fuel (RDF) • Penetapan 8 Standar Industri

Hijau pada industri pengolahan susu bubuk, crumb rubber, pipik, pengasapan karet, semen portland, ubin keramik, pulp dan pulp terintegrasi kertas, dan tekstil

• [pilot project] Penurunan intensitas emisi GRK spesifiasi sebesar 12,65 Kg CO2/ton

cementitius di subsektor insustri semen pada tahun 2015 • Peningkatan Kapasitas SDM

tentang Sistem Optimasi Pengelolaan Energi (ISO 50001) KEPADA 500 ORANG sdm Industri, termasuk 23 orang tenaga ahli nasional

• Penyusunan Peraturan Menteri Perindustrian tentang: Pedoman Petunjuk Teknis Perhitungan dan Pelaporan Emisi CO2 Industri Semen,

Pedoman, MRV Industri Semen dan Standar dan Kriteria RDF untuk Industri Semen

• Mengembangkan sistem informasi dan monitoring data aktifitas sumber emisi GRK di sektor industri secara online; • Bmbingan teknis perhitungan

emisi GRK untuk Sektor Industri secara online

Pilot Project Energy

Management System (EnMS)

di Sektor Industri kerjasama dengan Energy Conservation

Center Japan di 9 Perusahaan

Industri

• Penghargaan Industri Hijau • Penyusunan dan Penetapan

Standar Industri Hijau • Sertifikasi IndustrI Hijau

(35)

3. Usulan membentuk kelompok kerja di tingkat nasional

4. Melakukan analisis status risiko berdasarkan parameter yang ada di NDC.

B.1. IMPLEMENTASI PERMENLHK NO. 33/2016

Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang diterbitkan oleh BAPPENAS (2014) didesain untuk memberikan kontribusi kepada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sejak RPJMN 2015-2019 telah menjadi bagian dari program lintas sektor.

Sesuai dengan perkembangan baik di tingkat nasional maupun internasional, KLHK menerbitkan Permen LHK No: P.33 Tahun 2016 sebagai pedoman teknis integrasi adaptasi dalam pembangunan yang mencakup Kajian dampak, kerentanan dan risiko iklim di wilayah/sektor strategis. Proses implementasi Permen LHK No. P.33 Tahun 2016 dapat diilustrasikan pada Gambar berikut.

Proses implementasi Permen LHK No. P.33 Tahun 2016

Implementasi Permen No. P.33 Tahun 2016 dilakukan melalui Capacity Building (CB) kepada Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/Kota dengan memanfaatkan Sistem SIDIK sebagai informasi dasar tingkat kerentanan desa/Kelurahan.

(36)

B.2. SIDIK DAN PENGGUNAANNYA

Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) merupakan sistem yang dikembangkan oleh KLHK dalam menyediakan informasi tentang tingkat kerentanan Desa/Kelurahan seluruh Indonesia. Tingkat kerentanan menggambarkan tingkat keterpaparan (exposure), sensitivitas (sensitivity) dan kapasitas adaptasi (adaptive capacity) desa/kelurahan yang dianalisis berdasarkan data isik, sosial dan ekonomi yang berkontribusi terhadap risiko perubahan iklim seperti banjir, longsor, kekeringan, dsb. SIDIK - dapat diakses secara online dan ditambahkan indikator lokal - diharapkan dapat mempercepat proses aksi adaptasi seluruh Indonesia. Informasi tentang tingkat kerentanan yang disediakan oleh SIDIK secara nasional antara lain seperti pada Gambar berikut.

Kep. Babel Kep. Ria

u

Proporsi Tingkat Kerentanan Desa/Kelurahan Nasional di Indonesia

(37)

SIDIK telah dimanfaatkan sejak tahun 2012 untuk Capacity Building bagi pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten) dalam menyusun dan memanfaatkan indikator kerentanan guna menyusun rencana strategi adaptasi dalam pembangunan, adaptasi perubahan iklim dikaitkan dengan resiko kebakaran hutan dan lahan di beberapa kabupaten di Sumatera dan Kalimantan, dengan memanfaatkan Data dan Informasi Kerentanan terkait kebakaran hutan dan lahan FRS (Fire Risk System).

SIDIK juga sudah dimanfaatkan dalam pemilihan lokasi proyek APIK –USAID di 3 Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Maluku; Pilot proyek TNC di 10 lokasi (Kabupaten Bandung, Kab. Pangandaran, Kab. Karawang, Kab. Indramayu, Kab. Malang, Danau Singkarak Kab Solok, Taman Nasional Banatimurung-Bulusaraung Sulsel, Taman Nasional Wakatobi Sultra, Kab. Tana Toraja Sumut dan Ekosistem Lebah Madu Sumbawa).

B.3. PROKLIM

ProKlim adalah gerakan nasional gabungan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim (joint adaptation and mitigation) di level komunitas. ProKlim juga merupakan salah satu instrumen pengumpulan data dan informasi mengenai good practises di tingkat masyarakat yang berjalan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Data dan informasi yang terkumpul dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan seluruh pihak terkait (termasuk dunia usaha) untuk mengembangkan kebijakan dan program/ kegiatan penguatan aksi lokal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

(38)

Program Kampung Iklim dapat dilaksanakan di pedesaan maupun perkotaan, dengan memperhatikan tipologi wilayah seperti dataran tinggi, dataran rendah, pesisir dan pulau kecil. Program Kampung Iklim mencakup tinjauan terhadap pelaksanaan kegiatan dan aspek sebagaimana ditunjukkan pada Gambar berikut.

Ruang Lingkup dan Tahapan Pelaksanaan ProKlim

(39)

Landasan hukum pelaksanaan ProKlim adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1.11/2016 Tentang ProKlim. Pada tahun 2016, ProKlim telah ditetapkan sebagai program strategis gerakan nasional pengendalian perubahan iklim berbasis masyarakat. Pelaksanaan ProKlim diperkuat pelaksanaannya, tidak hanya sebatas pada pemberian penghargaan tetapi juga mencakup kegiatan pendampingan dalam membangun kampung iklim. Sebagai tindak lanjut maka telah ditetapkan Peraturan Dirjen Nomor P.1/PPI/SET/ KUM.1/2/2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan ProKlim.

Sejak tahun 2012-2017, telah tercatat 1375 pengusulan lokasi ProKlim yang tersebar

di 27 provinsi di Indonesia. Veriikasi lapangan terhadap pengusulan ProKlim

dilaksanakan pada lokasi yang memenuhi kriteria untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut, dengan tujuan untuk melihat keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kelompok masyarakat serta dukungan keberlanjutan kegiatan pada lokasi yang diusulkan.

(40)

Pelaksanaan ProKlim telah mendapat dukungan dari Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota melalui penyelenggaraan kegiatan sosialisasi, peningkatan kesadaran dan kapasitas pemangku kepentingan daerah sertam pembinaan teknis. Beberapa daerah telah mengeluarkan peraturan untuk implementasi ProKlim. Selain itu beberapa perusahaan juga memberikan dukungan terhadap pengembangan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di lokasi-lokasi yang diusulkan untuk mengikuti ProKlim.

C. TRANSPARENCY FRAMEWORK

Sebagai bagian pelaksanaan transparency framework di bawah Paris Agreement dalam konteks nasional, telah dibangun Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI), yang diperlengkapi dengan sistem-sistem lainnya yaitu

MRV (Measuring, Reporting dan Verifying), dan Sistem Inventarisasi GRK Nasional - Sederhana, Mudah, Akurat, Ringkas, Transparan (SIGN-SMART). Sistem yang sudah dibangun tersebut merupakan modalitas bagi pelaksanaan transparency framework.

C.1. SISTEM REGISTRI NASIONAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) merupakan sistem pengelolaan dan penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

Sistem Registri Nasional dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Pendataan aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim di Indonesia. 2. Pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian

perubahan iklim di Indonesia.

3. Penyediaan data dan informasi kepada publik tentang aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim serta capaiannya.

4. Menghindari penghitungan ganda (double counting) terhadap aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim sebagai bagian pelaksanaan prinsip clarity,

PENYEBARAN PROKLIM 2012-2017

Jumlah Pendaftaran Lokasi Proklim Setiap Provinsi

(41)

SRN PPI akan menjadi wadah pengelolaan data dan informasi aksi dan sumberdaya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim di Indonesia untuk mengurangi persoalan data yang selama ini terjadi seperti akurasi data yang rendah, redundasi, ketidakmuktahiran dan inkonsistensi data.

Alur Pengelolaan data dan informasi SRN PPI

SRN PPI disiapkan untuk dapat mengakomodir setiap data dan informasi dari berbagai inisiatif kegiatan pengendalian perubahan iklim yang diinisiasi oleh berbagai pihak/ skema baik dari kalangan pemerintah, pelaku usaha, skema REDD+ maupun inisiatif lain.

Setiap pelaksana kegiatan (selanjutnya disebut penanggung jawab kegiatan) pengendalian perubahan iklim yang mendaftar di SRN akan melalui empat tahapan

(42)

Sejak peluncuran SRN PPI pada tanggal 1 Nopember 2016, pertumbuhan pendaftar sampai bulan Juli 2017 sebanyak 310 proponent, dengan rata rata kenaikan per bulan +34 proponent.

Dari jumlah pendaftar sebanyal 310 tersebut, yang telah memasukan data umum untuk memperoleh nomor akun sebanyak 562 aksi. Dari jumlah tersebut yang telah melanjutkan ke pengisian data teknis sebanyak 74 dan yang telah terveriikasi 51 aksi.

(43)

C.2. MEASURING-REPORTING-VERIFYING (MRV)

Transparency Framework pada dasarnya merupakan bagian penting dari berbagai

isu/tema yang dibahas di dalam perundingan internasional. Rangkaian MRV untuk

setiap kegiatan M (Measuring), R (Reporting) dan V (Verifying), khususnya domestic

MRV adalah mencakup elemen seperti pada Gambar berikut:

Domestic MRV disesuaikan dengan kondisi nasional/national circumstances dari

negara yang terkait. Untuk domestic MRV di Indonesia, telah disusun skema MRV

Nasional sebagaimana Gambar berikut:

(44)

C.3. SIGN-SMART

Sistem Inventarisasi GRK Nasional - Sederhana, Mudah, Akurat, Ringkas, Transparan

(SIGN-SMART) dilaksanakan untuk meningkatkan efektiitas dalam pengelolaan data

dan estimasi emisi GRK dengan sistem basis data yang terintegrasi. SIGN-SMART didesain untuk memenuhi prinsip Transparency, Accuracy, Completeness, Comparability, dan Consistency (TACCC), dengan basis elektronik-online dan informasi teknologi (IT). SIGN-SMART dapat diakses secara luas baik nasional maupun internasional melalui website http://signsmart.menlhk.go.id/ .

SIGN-SMART menghasilkan informasi mengenai tingkat, status dan kecenderungan emisi dan serapan GRK di tingkat nasional, sektor (energi, proses industri dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan dan perubahan penggunaan lahan, serta limbah), provinsi dan kabupaten kota. Output SIGN-SMART berupa informasi emisi

dan serapan GRK tahunan yang disajikan dalam bentuk graik, tabel ringkasan emisi

(45)

SIGN-SMART juga telah menyajikan Emission Factor Database (EFDB) dengan

sistem Aplikasi Online melalui website http://signsmart.menlhk.go.id/ signsmart_new/

efdb/. Input data EFDB pada SIGN-SMART sampai saat ini sebanyak 140 data untuk sektor lahan dan non lahan.

C.4. EXISTING NATIONAL SYSTEM

Data yang tercatat dalam SRN harus mengacu pada metodologi penghitungan yang disepakati dan dapat diterima secara internasional. Hal ini penting, karena pada gilirannya capaian komitmen Indonesia akan diakumulasikan dengan capaian dari Para Pihak lainnya untuk mendapatkan gambaran pencapaian global sebagai bagian dari proses global stocktaking.

Untuk mendukung pelaksanaan NDC, sejauh ini sudah banyak sistem yang dibangun di tingkat nasional yang dapat diintegrasikan dengan tujuan saling menguatkan dan membangun sinergi menuju sistem yang credible. Pengintegrasian sistem merupakan salah satu konsep kunci yang sangat penting untuk memperkuat SRN PPI. Dengan langkah integrasi existing national system, SRN PPI dijadikan sebagai sistem terpusat yang menjadi pintu utama clearing mechanism semua data terkait aksi dan sumberdaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

(46)

Dengan operasionalisasi SRN secara penuh serta terbangunnya link/sinergi diharapkan akan menghasilkan sistem yang kredibel, sebagai sistem terpusat sebagai penghubung pelaksanaan ICA (International Consultation and Analysis), Pelaporan National Communication dan Biennial Update Report (BUR), MRV activities dan Connection to Public Registry UNFCCC.

D. MEANS OF IMPLEMENTATIONS (MOI)

Unsur-unsur utama Means of Implementation – pendanaan, pengembangan dan alih teknologi, serta peningkatan kapasitas –menjadi bagian integral dari Paris Agreement. Paris Agreement menggariskan komitmen yang jelas untuk meningkatkan pendanaan, alih teknologi dan upaya peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi. Ketiga unsur tersebut juga dibutuhkan untuk menciptakan keadaan yang kondusif (enabling environment) bagi terciptanya pembangunan dan masyarakat rendah karbon.

(47)

D.1. TECHNOLOGY TRANSFER AND DEVELOPMENT

Setelah tahun 2020, Indonesia memiliki visi menjadi negara kepulauan yang tangguh sebagai hasil dari program adaptasi dan mitigasi yang komprehensif, serta penerapan strategi pengurangan risiko bencana. Indonesia menetapkan target yang ambisius untuk keberlanjutan produksi dan konsumsi pangan, air dan energi. Seluruh target tersebut serta target pengurangan emisi gas rumah kaca pada sektor-sektor utama sebagaimana ditetapkan dalam NDC Indonesia hanya dapat dicapai melalui penerapan teknologi dan gaya hidup rendah karbon serta dukungan pendanaan yang memadai.

Strategi penerapan alih teknologi sangat penting untuk dapat mencapai pembangunan rendah karbon. Bagan berikut adalah gambaran umum strategi pelaksanaan alih teknologi.

Contoh penerapan teknologi rendah karbon

TEKNOLOGI RENDAH KARBON

CARA DAN METODE MENUJU RENDAH KARBON/ BEBAS KARBON

Beberapa kebutuhan teknologi yang diklasifikasi berdasarkan sektor, a.l: (i) AFOLU: teknologi restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan, citra satelit

dan pemetaan, pertanian varietas rendah emisi, dan biogas.

(ii) Energi: teknologi pembangkit berupa Clean Coal Technology (CCT), energi Baru Terbarukan (EBT), penggunaan energi di transportasi dan industry. (iii) Limbah: 3R, LFG recovery, PLTSa/RDF, pengolahan limbah cair domestik dan

industri

(iv) IPPU: teknologi bagi aksi mitigasi di industri (semen, ammonia, dsb).

Penerapan alih teknologi

Pengetahuan Pengangkutan

(48)

Sebagai pelaksanaan dari paragraf 4.5 dan 4.7 Konvensi, negara berkembang

diminta untuk mengidentiikasi kebutuhan teknologi untuk aksi mitigasi dan adaptasi

perubahan iklim, dalam bentuk Technology Needs Assessment/TNA), sebagai dasar penerapan alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Pada tahun 2010, Indonesia mengeluarkan dokumen TNA untuk mitigasi. Tujuan dari TNA tahun 2010 adalah sebagai berikut:

- Identiikasi potensi emisi gas rumah kaca pada saat itu untuk berbagai sektor - Identiikasi teknologi untuk mitigasi emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor

- Prioritisasi teknologi yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk berbagai sektor

- Penghitungan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca melalui penerapan teknologi yang dipilih

- Perkiraan biaya investasi masing-masing teknologi yang diterapkan dan alih teknologi di setiap sektor

- Identiikasi hambatan dan tantangan

Strategi Penerapan Alih Teknologi Rendah Karbon

Pelaksanaan Alih Teknologi

Pelaksanaan Alih Teknologi

Mekanisme Pendanaan

- Mengembangkan skema pendanaan

- Melibatkan lembaga pendanaan - Menciptaan akses

terhadap sumber pendanaan domestik dan internasional

Penerapan Kebijakan dan Peraturan

- Alih teknologi membutuhkan kebijakan dan peraturan yang mendukung pelaksanaan di tingkat lokal dan nasional

- Memetakan kondisi eksisting - Alih pengetahuan (teknologi, desain, instalasi, operasional dan pemantauan)

- Inovasi (R&D) Laboratorium (testing,

standarisasi dan sertiikasi)

- Pembelajaran untuk pelaksanaan alih teknologi; peningkatan kapasitas

untuk pakar lokal.

- Lembaga standarisasi

dan sertiikasi

(49)

Pada tahun 2012, Indonesia memperbarui TNA 2010 untuk mitigasi, menyusun dokumen TNA untuk adaptasi dan Technology Action Plans/TAPs, serta usulan proyek. Dokumen ini juga merangkum dan memperbarui pandangan nasional yang dinamis berkaitan dengan isu alih teknologi. Tujuan dari dokumen Technology Needs Assessment (TNA) dan Technology Action Plans (TAPs) mitigasi adalah

untuk mengidentiikasi dan menganalisa kebutuhan teknologi prioritas, yang akan

menjadi dasar bagi alih teknologi berupa proyek dan program environmentally sound technology (EST) untuk Indonesia.

Pada tahun 2017, Indonesia dalam proses memperbarui dokumen TNA, yang akan digabungkan dengan kebutuhan peningkatan kapasitas, sehingga merupakan dokumen Capacity Building and Technology Needs Assessment (CBTNA).

D.2. CAPACITY BUILDING

Kegiatan peningkatan kapasitas telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, dengan jenis kegiatan, tema, kedalaman materi, aktor dan audiens yang beragam. Peningkatan kapasitas telah berkembang lebih dari sekedar pelatihan satu arah yang diinisiasi oleh pemerintah, menjadi berbagai macam kegiatan kreatif yang dikelola oleh berbagai pemangku kepentingan. Hal ini sejalan dengan hasil Kesepakatan Paris yang mengarahkan enam jenis kegiatan peningkatan kapasitas, yaitu pendidikan, pelatihan, kesadaran masyarakat, akses informasi, partisipasi publik dan kerjasama internasional.

D.3. PENDANAAN

(50)

Saat ini kerjasama yang ada dalam kerangka pengendalian perubahan iklim meliputi kerjasama bilateral dengan beberapa pihak/Negara dan kerjasama multilateral melalui operating entity pendanaan multilateral dibawah kerangka UNFCCC. Bagan (a) dan (b) berikut adalah kerjasama yang sudah/sedang berjalan di Indonesia yang telah

teridentiikasi oleh KLHK sebagai NFP-UNFCCC.

TRAN

secara umum mobilisasi pendanaan perubahan iklim untuk mencapai target NDC.

Mobilisasi Pendanaan Perubahan Iklim

Pemerintah Indonesia-Kerajaan Norwegia Sejak 2011 (masih

berlanjut) Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari

Deforestasi dan Degradasi Hutan

Pemerintah Indonesia-Pemerintah Jerman 2013-2016

Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME)

Project of Introduction High Eiciency Refrigerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia-Pemerintah &Swasta

Jepang 2015

Rehabilitasi boiler dan turbin-generator di unit 2 PLTU

Suralaya - Swasta 2011 - 2014

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia 2013 - 2017 Enhancing Smallholder Beneits from Reduced Emission from Deforestation

and Forest Degradation in Indonesia

Pemerintah Indonesia-Pemerintah Korea Selatan 2012-2016 REDD+ Joint Project

at Tasik Besar Serkap

Pemerintah Indonesia-Pemerintah Jerman 2016-2020

Forest and Climate Change Progaramme Financial Coorporation (FORCLIME-FC)

Pemanfaatan Gas Metan di TPA Puuwatu - Kemintraan Pemerintah Pusat & Daerah

2016

Indonesia - USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan

(51)

Kelembagaan pendanaan perubahan iklim merupakan salah satu instrument untuk memobilisasi pendanaan perubahan iklim. Saat ini sedang disusun kelembagaan pendanaan lingkungan hidup dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) dengan salah satu jendela pendanaan perubahan iklim yang merupakan bagian dari pendanaan LH (mandat UU No. 32 Tahun 2009). Mekanisme pembiayaan yang telah disusun dibawah jendela Pendanaan Perubahan Iklim adalah mekanisme pembiayaan REDD+. Bagan berikut menggambarkan secara umum BLU dengan beberapa jendela di bawahnya, dimana salah satunya adalah jendela pendanaan perubahan iklim.

(b) Beberapa Kerjasama Multilateral/Kemitraan dalam Pengendalian Perubahan Iklim

Indonesia - ITTO Tropical Forest Conservation

for Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation and Enhancing Carbon Stock in Meru Betiri National Park 2009 - 2014

Indonesia - UNDP Strategic Planning and Action to

strengthen limate resilience of Rural Communities in NTT

2013 - 2016

Global Environment Facilty’s (GEF)

2016

Indonesia - Worldbank Forest Carbon Facility (FCPF) Readlines Fund Grant : REDD+

Readliness Preparation 2011 - 2016

Indonesia - ADB Institutional Strengthening for

Integrated Water Resource Management in the 6 Cis River

Basin Territory 2010 - 2014

Indonesia - European Union Support to Indonesia’s Climate

(52)

Instrumen Pendanaan REDD+

Pendanaan REDD+ merupakan bagian dari pendanaan perubahan iklim yang berada di bawah Pendanaan Lingkungan Hidup, yang berdasarkan UU No. 32/2009, pendanaan lingkungan hidup merupakan salah satu dari Instrument Ekonomi.

Mengingat kesiapan infrastruktur REDD+ Indonesia yang telah dibangun cukup lama, maka dalam rangka percepatan implementasi REDD+ secara penuh dengan ‘pembayaran berbasis kinerja’, secara parallel dengan pembangunan instrument pendanaan perubahan iklim, saat ini tengah dibangun instrumen pendanaan untuk REDD+, yang diharapkan siap dijalankan begitu Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) operasional.

D.4. DUKUNGAN ILMIAH/THINK TANK

Masyarakat ilmiah merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi baik di tingkat subnasional, nasional, dan global. Peranan kelompok ini dapat masuk dalam hampir semua elemen proses kegiatan aksi, mulai dari memberikan

input ilmiah, pendampingan ilmiah para stakeholder, identiikansi gaps dan needs assessment, menyusun rencana aksi, melaksanakan peningkatan kapasitas, sampai dengan melakukan evaluasi kegiatan aksi adaptasi dan mitigasi. Masyarakat ilmiah terdiri dari para ahli terkait perubahan iklim yang berada di perguruan tinggi, asosiasi ahli, praktisi, lembaga penelitian, maupun di lembaga pemerintah.

Sampai saat ini belum banyak perguruan tinggi di Indonesia yang mempunyai jurusan khusus perubahan iklim, namun substansi tentang iklim dan perubahan iklim sudah menjadi bagian dari mata kuliah di banyak perguruan tinggi dengan cakupan bidang ilmu yang cukup luas. Universitas Indonesia (UI) mempunyai Pusat Studi Ilmu Lingkungan (PSIL) yang juga mencakup perubahan iklim. Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki Pusat Perubahan Iklim yang mempelajari fenomena iklim dan perubahan iklim termasuk dalam pemanfaatan energi yang merupakan sektor penyumbang emisi tertinggi di Indonesia. Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasiic (CCROM - SEAP), yang berada di Institut Pertanian Bogor (IPB) merupaka lembaga penelitian yang berfokus pada peningkatan kemampuan masyarakat untuk lebih memahami perubahan iklim dan dampaknya termasuk untuk manajemen resiko guna meningkatkan kesejahteraan manusia dan lingkungan. Lembaga ini aktif mendukung pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam menyusun kebijakan pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

(53)

Di Indonesia juga telah terbentuk Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Indonesia Network. APIK Indonesia Network yang dibentuk pada 2013, beranggotakan perwakilan berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian dan lembaga diklat se-Indonesia merupakan salahsatu aset yang sangat penting dalam mendukung peningkatan peran ahli dalam aksi perubahan iklim nasional. Gambar berikut menunjukkan sebaran lembaga asal anggotaan APIK Indonesia Network.

(54)

Gambar

Gambar  berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Buku memiliki peran yang sangat penting di hadapan masyarakat sebagai media komunikasi atau penyampaian pesan-pesan yang terkumpul menjadi satu sebagai media

piknas_2008@yahoo.co.id dengan mengirimkan nama lengkap dan No Telp/HP dengan nama topik “Seminar Nasional HHNK” Kemudian melakukan transfer uang pendaftaran di Bank Syariah

Program pendidikan Doktor tidak mudah dilakukan karena menyangkut berbagai hal: topik, waktu, kemampuan intelektual, semangat, dan dana pendukung. Berbagai hal

Program Studi S3 FK UGM berusaha mewadahi para pemikir, praktisi, peneliti yang memiliki minat sama di bidang keolahragaan dan sains dengan membentuk Klaster

– Kakap atau Besar &gt; Sedang = Gurem &gt; Kecil • Probabilitas Menerima Hukuman (di lapangan). – Besar &gt; Kakap = Sedang = Gurem

–  Beban cicilan bunga di masa datang yang timbul akibat korupsi di masa lalu. –  Perbedaan multiplier ekonomi antara kondisi tanpa adanya korupsi dengan kondisi jika

KETEPATAN PENGAKUAN PENDAPATAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEWAJ ARAN PEKYAJ I AN LAPORAN KEUANGAN PADA PT... Ar s ono

Merupakan kerugian atas objek yang diasuransikan, dengan nilai kerugian tidak sampai 75% dari harga pertanggungan. Kerugian ini dapat disebabkan oleh partial loss