• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria salicornia

Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

Gracilaria salicornia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae Ordo : Gracillariales

Family : Gracillariaceae Genus : Gracillaria

Spesies : Gracilaria salicornia

Ciri umum Gracilaria salicornia adalah mempunyai bentuk thalus silindris atau gepeng dengan percabangan mulai dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan rimbun, diatas percabangannya umumnya bentuk thalli (kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau berbintil-bintil, diameter talus berkisar antara 0,5-2mm. Panjang dapat mencapai 30 cm atau lebih dan Gracilaria salicornia tumbuh di rataan terumbu karang dengan air jernih dan arus cukup dengan salinitas ideal berkisar antara 20-28 per mil (Birsyam, 1992).

Gracilaria salicornia mempunyai thalus yang bulat, licin, berbuku-buku

atau bersegmen-segmen dan membentuk rumpun yang lebat berekspansi melebar (radial) serta panjang rumpunnya dapat mencapai 25cm. Percabangan timbul pada setiap antar buku. Warna hijau kekuning-kuningan (agak hijau kearah basal/dasar

(2)

5

dan kuning di bagian ujung). Substansi cartilaginous dan mudah patah (getas/rapuh) (Atmadja, dkk, 1996; Kadi, 2004). Bentuk morfologi Gracilaria

salicornia seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gracilaria salicornia B. Siklus Hidup Gracilaria salicornia

Siklus hidup Gracilaria salicornia bersifat trifasik, artinya, dalam satu siklus hidupnya mengalami pergantian fase pertumbuhan yaitu : fase gametofit, fase karposporofit dan fase tetrasporofit. Siklus hidup Gracilaria salicornia dapat kita lihat pada Gambar 2. Ketiga fase pertumbuhan tersebut menjadi bagian yang mutlak dialami dalam satu siklus pertumbuhan Gracilaria salicornia (Yamamoto, 1991).

a. Fase Gametofit

Gametofit merupakan hasil germinasi dari tetraspora. Untuk membedakan gametofit jantan dan gametofit betina dapat dilihat secara morfologi, yaitu dengan melihat perbedaaan warna talus. Gametofit jantan mempunyai warna yang lebih pucat dan berukuran lebih panjang bila dibandingan dengan gametofit betina (Oza, 1976). Menurut Edelstein et.al.,(1978), dalam pertumbuhannya gametofit

(3)

6

jantan akan mengalami proses pematangan, membentuk spermatangium, yaitu kantong atau badan yang akan memproduksi spermatia (sel gamet jantan). Gametofit betina akan membentuk cabang karpogonia. Calon cabang karpogonia berasal dari sel-sel korteks dan sub korteks (Oza, 1976). Hasil penelitian Edelstein

et.al.,(1978) menyatakan bahwa pembentukan cabang karpogonia berawal dari

dibentuknya supporting cell di lapisan korteks tumbuhan. Perkembangan selanjutnya supporting cell akan membelah kearah tepi dan tengah. Sel-sel dibagian tepi akan menjadi steril branch, sedangkan sel dibagian tengah akan menjadi karpogonium dan trichogyne.

Gambar 2. Siklus hidup Gracilaria salicornia b. Fase Karposporofit

Karpogonium dilengkapi dengan trichogyne yang berfungsi untuk menarik spermatia. Spermatia pada alga merah tidak memiliki flagel, sehingga pembuahan terjadi secara pasif, yaitu bila spermatia dapat tertarik masuk kedalam karpogonium. Selanjutnya terjadi pembuahan pada karpogonium oleh spermatia.

(4)

7

Setelah karpogonium dibuahi maka trichogyne akan mengerut, karpogonium akan melebur dengan sel dibawahnya berbentuk seperti filament. Filament ini akan membentuk beberapa lobus, dari fase inilah gonimoblast dibentuk. Selanjutnya karpospora dibentuk pada ujung-ujung dari filament gonimoblast. Sementara itu

supporting cell dan cell branch juga melebur menjadi satu berfungsi sebagai sel

nutrisi (Chapman, 1980).

Karpogonium yang telah dibuahi mengalami serangkaian proses dalam perkembangan selanjutnya. Terjadi perubahan morfologis dari tumbuhan

Gracilaria salicornia, yaitu terlihat ‘bintil-bintil’ dipermukaan talus. ‘Bintil’

tersebut merupakan hasil dari proses perkembangan karpogonium dan disebut sebagai sistokarp. Setelah sistokarp matang, karpospora akan dikeluarkan ke lingkungan. Sistokarp yang telah matang, akan ditandai dengan karpospora yang telah dipenuhi substansi berwarna coklat (Sjafrie, 1992).

c. Fase Tetrasporofit

Karpospora yang telah dilepaskan ke lingkungan akan bergerminasi dan tumbuh menjadi bentuk tumbuhan tetrasporofit. Pada Gracilaria salicornia tetrasporofit dan gametofit sangat sulit untuk dibedakan (isomorph). Selanjutnya tetrasporofit akan membentuk tetrasporangium yang akan menghasilkan tetraspora. Kemudian tetraspora akan dilepaskan ke lingkungan dan kembali tumbuh menjadi gametofit jantan dan betina (Oza, 1976).

(5)

8 C. Ekologi

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Menurut Aslan (1998) bahwa faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, kadar garam, gerakan air, dan faktor biologis seperti binatang laut, berpengaruh penting pada reproduksi algae.

1. Cahaya

Mutu dan kuantitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhannya. Kebutuhan cahaya rumput laut merah agak rendah dibanding rumput laut coklat. Persporaan pada rumput laut berkembang baik pada intensitas cahaya yang rendah dari 500 lux.

Susanto dkk (1996) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang rendah dari 500 lux dapat mempercepat pelepasan spora sedangkan intensitas cahaya yang lebih tinggi dari intensitas optimum (500 lux) akan mengganggu metabolisme yang berdampak pada pelepasan spora.

Tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat dibutuhkan pada budidaya rumput laut. Tingkat kecerahan dimaksudkan agar cahaya matahari dapat menembus permukaan ke dalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 2 – 5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut.

2. Musim dan Suhu

Produksi spora dapat dipengaruhi oleh musim, misalnya produksi maksimal tetraspora dan karpospora alga merah terdapat di musim panas.

(6)

9

Perkembangan stadium reproduksi beberapa jenis rumput laut tergantung pada kondisi suhu dan intensitas cahaya atau pada kombinasi kedua parameter tersebut. Perkembangan tetraspora Polysiphonia misalnya berlangsung baik pada suhu antara 25 – 30 oC, tetapi terhambat pada kombinasi suhu rendah dan intensitas cahaya tinggi (Aslan, 1998). Sedangkan hasil percobaan terhadap Glacilaria sp di Teluk Banten yang dilaporkan Hartati dan Ismail (1984), suhu air berkisar antara 26 – 30oC, bahkan dapat terjadi penurunan pertumbuhan hingga 40% (Wang dan Yang, 1979). Lobban dan Harrison (1994) menyatakan bahwa suhu perairan berpengaruh terhadap struktur dan aktivitas molekul alga. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan alga sulit untuk bertahan hidup.

Suhu optimum untuk pertumbuhan bervariasi berdasarkan spesies. Bird dan McLachlan (1986) menyatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan alga yang berada di daerah kutub berkisar antara 0-10oC, untuk alga diwilayah beriklim sedang yang dingin suhu optimal adalah 20-15oC, sedangkan untuk untuk alga diwilayah yang beriklim sedang yang hangat adalah 10-20oC dan untuk alga tropis berkisar antara 15-30oC.

Suhu perairan biasanya membatasi reproduksi, sehingga alga merah dapat kehilangan kemampuannya untuk menyebarkan spora. Perkembangan reproduksi beberapa jenis alga tergantung pada kondisi suhu dan intensitas cahaya atau pada kombinasi pada kedua parameter tersebut (Oza, 1976).

3. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting dalam mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan alga. Setiap spesies alga memiliki

(7)

10

kisaran toleransi salinitas tertentu untuk dapat hidup dan bertumbuh secara maksimal (Lobban dan Harrison, 1994). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa salinitas juga memberikan pengaruh besar terhadap pelepasan karpospora

Gracilaria.

Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan Pasifik Timur pertumbuhan

maksimum pada saat dibudidayakan adalah dengan salinitas 15 – 38 ‰ dengan kadar optimum 25 ‰, yang ditunjang kadar nitrogen dan fosfor yang rendah dan berhubungan langsung dengan pasang surut dan curah hujan (Bird dan McLachlan 1986).

Menurut Aslan (1998), bahwa salinitas dapat mempengaruhi reproduksi

Gracilaria sp. Gracilaria sp yang berasal dari kisaran geografi yang luas tumbuh

dengan baik pada salinitas 15-60 ppt akan tetapi pertumbuhan optimum terjadi pada salinitas 30 ppt (Luning, 1990).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanto, dkk (1996) bahwa pelepasan spora Gracilaria sp biasa berlangsung pada salinitas 10 ppt sampai dengan 45 ppt. Perbedaan respon dari rumput laut tersebut sangat terkait proses fisiologi yang dimiliki oleh rumput laut untuk merangsang terlepasnya spora melalui tekanan osmosis organisme tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Romimohtarto dan Juwana (2001), bahwa salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmosis organisme. Sedangkan menurut Aslan (1998) salinitas mempengaruhi pelepasan spora, salinitas yang tidak optimal dapat menyebabkan kemandulan (tidak menghasilkan spora) bagi rumput laut Gracilaria sp.

(8)

11 4. Gerakan Air

Kebanyakan spora rumput laut bersifat planktonis sehingga gerakan dan sebarannya dipengaruhi pola dan sifat gerakan air. Selain itu, kekuatan gerakan air mempengaruhi melekatnya spora pada substratnya. Rumput laut yang tumbuh pada perairan yang selalu berombak dan berarus kuat akan mempunyai sifat dan karakteristik spora yang berbeda dengan rumput laut yang berada di perairan tenang, seperti Kappaphycus, erat kaitannya dengan ukuran, bentuk dan lapisan lender pada spora. Gerakan air berperan penting dalam memperbaiki kondisi pertukaran zat hara untuk menunjang pertumbuhan (Aslan, 1998).

5. Binatang Laut

Binatang laut seperti moluska dan ikan dapat mempengaruhi persporaan algae. Hewan moluska dapat memakan spora dan menghambat pertumbuhan stadia muda algae, sedangkan ikan herbivore memakan algae sehingga merusak

thalli dan akan mengurangi jumlah spora yang dihasilkan oleh algae.

D. Sebaran

Rumput laut merupakan golongan alga yaitu kelompok tumbuhan berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik pada tempat-tempat yang perairannya dangkal dan berpasir, berlumpur, atau pasir berlumpur. Rumput laut menyenangi daerah pasang surut yang perairannya jernih, dan menempel pada karang yang mati, potongan kerang, maupun substrat keras lainnya, baik yang dibentuk secara alamiah maupun buatan (Afrianto dan Liviawati, 1993).

(9)

12

Pertumbuhan Gracilaria diketahui lebih baik di tempat yang dangkal dimana memiliki intensitas cahaya yang tinggi daripada di tempat yang dalam. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan adalah 20-280C, dan mampu hidup pada kisaran salinitas tinggi, bahkan dapat hidup pada 50 ‰. Sedangkan pada suhu di bawah 80C pertumbuhan Gracilaria akan terhambat (Shang, 1976).

E. Organ Reproduksi

Organ dan sel reproduksi pada Gracilaria salicornia menurut Yamamoto (1991) yaitu :

1. Spermatangium

Dalam pertumbuhannya, gametofit jantan akan mengalami proses pematangan membentuk spermatangium, yaitu kantong atau badan yang akan memproduksi spermatia (sel gamet jantan). Organ ini terdapat pada thallus jantan dan berisi spermatia. Hampir semuanya berukuran kecil dan baru dapat terlihat dengan bantuan mikroskop. Spermatangia tersebut ada yang berbulu cambuk (flagel) misalnya pada alga coklat (umumnya), Sedangkan pada kebanyakan alga merah, spermatianya tidak memiliki bulu cambuk.

2. Spermatia

Spermatia adalah sel gamet jantan yang tidak mempunyai flagel, jumlahnya sangat banyak. Ukuran spermatia sangat kecil, sehingga sangat sulit ntuk diukur. Spermatia akan dikeluarkan ke perairan dan bila bertemu dengan sel telur maka akan terjadi fertilisasi.

(10)

13 3. Karpogonium

Karpogonium dicirikan oleh suatu sel memanjang, relatif membesar pada bagian basal dan memanjang secara distal yang disebut trikogin. Karpogonium bercabang-cabang, bersel lateral 3-4, dan secara keseluruhan disebut cabang karpogonial. Setelah fertilisasi, gametofit betina akan membentuk cabang karpogonial. Calon cabang karpogonial berasal dari sel – sel korteks dan sub korteks. Karpogonium dilengkapi dengan trichogyne yang berfungsi untuk menarik spermatia. Spermatia pada alga merah tidak memiliki flagel, sehingga pembuahan terjadi secara pasif, yaitu bila spermatia dapat tertarik masuk ke dalam karpogonium.

4. Karpospora

Karpospora adalah spora yang terbentuk dari hasil perkawinan antara spermatia dan sel telur. Oleh karenanya karpospora merupakan spora diploid. Karpospora dibentuk dalam suatu organ yang disebut sebagai sistokarp

5. Sistokarp

Sistokarp adalah suatu organ yang berbentuk jaringan mengelilingi karposporangia. Organ ini berukuran besar karena dapat dilihat dengan mata telanjang. Sistokarp merupakan tonjolan pada karposporofit Gracilaria salicornia. Di dalam sistokarp tersimpan karpospora, yaitu spora yang dihasilkan dari perkawinan antara gametofit jantan dan gametofit betina.

6. Tetrasporangia

Pada fase sporofit atau fase diploid (2n), Gracilaria salicornia akan membentuk suatu organ yang disebut sebagai tetrasporangia. Tetrasporangia akan

(11)

14

membentuk tetraspora. Dan pada saat ini, akan terjadi pembelahan meiosis, sehingga tetraspora yang akan dihasilkan adalah haploid.

7. Tetraspora

Tetraspora adalah spora haploid yang dihasilkan oleh tetrasporangium. Selanjutnya, tetraspora akan dilepaskan ke lingkungan dan kembali tumbuh menjadi gametofit jantan dan gametofit betina.

Gambar

Gambar 1. Gracilaria salicornia   B.  Siklus Hidup Gracilaria salicornia
Gambar 2. Siklus hidup Gracilaria salicornia  b.  Fase Karposporofit

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian pada era trombolitik seperti pada penelitian oleh Newby dkk pada tahun 1996 mendapatkan kejadian BBB pada 23,6% populasi dengan IMA STE, penelitian

Parameter lingkungan seperti suhu, tingkat kelembapan pada ruang greenhouse, tingkat kelembapan tanah, tingkat level air, dan intensitas cahaya dipantau menggunakana

Aset tetap yang dikemukakan menurut Kieso, dkk (2017:631) “Aset tetap didefinisikan sebagai aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan produksi atau penyediaan

Kondisi ini standart digunakan dalam proses pengujian solar cell dengan intensitas cahaya 1000W/m 2 , distribusi spektrum tersebut berasal dari pancaran matahari

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas radiasi yang di transmisikan; A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap

Menurut Meyer dan Anderson (1952), intensitas cahaya yang sedikit dengan suplai karbondioksida yang cukup akan menyebabkan reaksi fotokimia terbatas dan suhu akan

Karakteristik padi tipe baru menurut Peng dkk., (1994) dalam Khush (1996) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah/malai), jumlah anakan produktif lebih

Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion logam dan mineral tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh