• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Teori merupakan proposisi yang menggambarkan satu gejala terjadi. Proposisi-proposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Teori menyajikan kerangka sehingga konsep dan variabel mendapatkan arti penting, dalam teori juga terkandung konsep teoritis yang berfungsi menggambarkan realitas dunia yang dapat diobservasi (Suyanto dkk, 2005 : 34).

Adapun beberapa teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

II.1 Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin, communis yang berarti “sama” atau dalam bahasa Inggris: common. Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Dikatakan mendasar karena setiap masyarakat manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui komunikasi. Dikatakan vital karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu-individu lainnya sehingga meningkatkan kesempatan individu itu untuk tetap hidup (Rakhmat, 1985: 1).

Komunikasi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Sebagai konsekuensi makhluk sosial, setiap manusia akan melaksanakan kegiatan komunikasi bila ingin mengadakan relasi dengan pihak lain. Oleh sebab itu

(2)

terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi. Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak ada komunitas. Komunikasi bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu, komunikasi juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama dan bahasa, dan masing-masing perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunikasi tersebut.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilangsungkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The structure And Function

Of Communication In Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect “.

Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni (Effendi, 2004: 10):

a. Komunikator (Communicator, Source, Sender). b. Pesan (Message)

c. Media (Channel)

d. Komunikan (Communicant, Communicate) e. Efek (Impact, Influence)

(3)

Definisi komunikasi dari John B. Hoben mengasumsikan bahwa komunikasi itu (harus) berhasil: “Komunikasi adalah pertukaran verbal pikiran atau gagasan”. Asumsi di balik definisi tersebut adalah bahwa suatu pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan. Sebagian definisi lainnya tidak otomatis mensyaratkan keberhasilan ini, seperti definisi komunikasi dari Bernard Berelson dan Gary Steiner: “Komunikasi adalah transmisi informasi”. Jadi definisi tersebut tidak mensyaratkan bahwa informasi harus diterima atau dimengerti (Mulyana, 2005: 54).

Komunikasi menurut Everet M. Rogers (Cangara, 2000: 19) adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Komunikasi terdiri dari beberapa unsur, yaitu:

1. Komunikator: atau sering disebut sumber, pengirim, pembicara atau originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara.

2. Pesan: apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan/atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen : makna, symbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa) yang dapat merepresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah, dan sebagainya) ataupun tulisan (surat, esai, artikel, novel, puisi, famflet, dan sebagainya). Kata-kata

(4)

memungkinkan kita berbagi pikiran dengan orang lain. Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala, senyuman, tatapam mata, dan sebagainya), juga melalui musik, lukisan, patung , tarian, dan sebagainya.

3. Komunikan: orang yang menerima atau menterjemahkan pesan. Sering juga disebut sasaran/tujuan, penyandi balik, khalayak, pendengar, penafsir.

4. Media: atau saluran, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah dua saluran, yakni cahaya dan suara, meskipun kita bias juga mengggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan, apakah langsung atau lewat media cetak atau media elektronik.

5. Efek: apa yang terjadi pada penerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia membeli barang yang ditawarkan menjadi sedia membelinya, atau dari tidak bersedia memilih partai politik tertentu menjadi bersedia memilihnya dalam pemilu, dan sebagainya.

Dalam proses penyampaian informasi, komunikator menggunakan media dalam melancarkan komunikasinya. Media merupakan alat atau sarana untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Pentingnya peranan media disebabkan efesiensinya dalam mencapai komunikan. Penyebaran informasi

(5)

sebagai salah satu aktivitas sosial jelas akan dapat menimbulkan efek, baik itu efek yang diinginkan ataupun efek yang tidak diinginkan. Komunikasi dalam penerapannya bukan hanya bersifat normatife yaitu orang lain mengerti dan tahu tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia menerima satu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar tidak terjadi suatu pertukaran pikiran atau pengertian, antara komunikator dan komunikan.

Ada yang berpendapat komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula yang menyebutkan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan (berupa lambing, suara, gambar dan lain-lain) dari sumber kepada sasaran (audience) dengan menggunakan saluran tertentu. Demikian pula komunikasi melalui radio siaran. Pesan dalam komunikasi yang demikian tentu saja disampaikan dalam sarana itu baik berupa ucapan penyiar, lagu-lagu atau bentuk-bentuk siaran kata lainnya.

Menurut Wilbur Scharmm (dalam Suprapto, 2006: 3-4) menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process), yaitu “komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi (commonness) dengan seseorang yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.

II.2 Komunikasi Massa

Sekarang kita tidak bisa lagi menyamakan “komunikasi massa” atau “media massa” dengan “jurnalisme” dalam menyebut media selain Koran dan

(6)

majalah. Setiap komunikasi membutuhkan medium atau sarana pengirim pesan seperti kolom di koran atau gelombang siaran. Namun komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusinya yang merupakan pembawa pesan, koran, majalah, stasiun pemancar, yang mampu menyampaikan pesan-pesan kejutaan orang nyaris serentak. Oleh sebab itu komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, pertama, komunikasi oleh media, dan kedua komunikasi untuk massa. Namun ini tidak berarti komunikasi massa adalah komunikasi massa untuk semua orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayakpun memilih-milih media (Peterson dkk, 2003: 18).

Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi, ide dan sikap kepada banyak orang, biasanya dengan menggunakan mesin, atau media yang diklasifikasikan kedalam media massa seperti radio siaran, televisi siaran, surat kabar, majalah dan film (Suprapto, 2006: 11).

Pengertian komunikasi massa merupakan bentuk komuniksi yang menggunakan saluran media dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh dan terpencar, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Ahli komunikasi Joseph A. Devito dalam buku “Komunikasi Massa Suatu Pengantar” merumuskan defenisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa, serta tentang media yang digunakannya. Devito mengemukakan defenisinya dalam dua item: pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang dirtujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.

Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemanca yang audio atau audio visual (Ardianto, 2004: 6). Rahmat

(7)

merangkum defenisi komunikasi massa tersebut menjadi “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat” (Ardianto dkk, 2004: 3-7).

Menurut Severin dan Tankad yang dikutip Suprapto (Pengantar Teori Komunikasi, 2006: 13-14) bedasarkan sifat-sifat komponen, komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut :

1. Berlangsung satu arah

Bandingkan dengan komunikasi antar pesona yang berlangsung dua arah. Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi berlangsung. Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Misalnya, kita mengirimkan ketidaksetujuan pada berita itu melalui rubrik surat pembaca. Jadi komunikasi yang hanya berjalan satu arah itu akan memberikan konsekuensi umpan balik yang sifatnya tertunda atau tidak langsung.

2. Komunikator pada komunikasi masssa melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsure dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah menyerupa sebuah sistem. Yang dimaksud sistim disini adalah “sekelompok orang, pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, symbol, lambing menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu

(8)

S. Tan (1981) komunikator dalam komunikasi massa adalah organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara serempak, kesejumlah khalayak yang banyak dan terpisah. Komunikator dalam komunikasi massa biasanya adalah media massa (surat kabar, jaringan televisi, stastiun radio, majalah atau penerbit buku). Media massa ini bisa disebut organisasi sosial karena merupakan kumpulan beberapa individu yang bertanggung jawab dalam proses komunikasi massa tersebut.

Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya punya ciri kumpulan individu, dalam komunikasi individu tersebut terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, dan apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomi.

3. Pesan-pesan bersifat umum

Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan-pesan yang dikemukakannya pun tidak boleh bersifat khusus, yang artinya pesan itu memang tidak disengaja untuk golongan tertentu.

4. Melahirkan keserempakan

Dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran pesanpesannya. Serempak disini berarti khayalak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Hanya karena wilayah jangkauannya saja yang

(9)

berbeda memungkinkan perbedaan penerimaan. Tetapi, komunikator dalam media massa itu berupaya meyiarkan informasinya secara serentak.

5. Komunikasi-komunikasi massa bersifat heterogen

Kemajemukan audience komunikasi massa menyebabkan pelaksana komunikasi massa harus benar-benar mempersiapkan semua ide atau informasi yang akan disampaikan sebaik mungkin sebelum disebarluaskan.

Disamping memiliki cir-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto (Komunikasi Massa Suatu Pengantar, 2004: 15-18) adalah sebagai berikut :

1. Pengawasan (Surveillance)

Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang memperkerjakan pengawasan.

2. Interpretasi (Interpretation)

Media massa tidak hanya menyajikan fakta atau data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau siaran televisi.

3. Hubungan (Linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsu-unsur yang terdapat didalam. masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan. Fungsi hubungan yang dimiliki media yang sedemikian

(10)

berpengaruhnya kepada masyarakart yang dijuluki “public making” ability of

the mass media atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari media

massa. 4. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku atau nilai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat dan dengan membaca, mendengar dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

5. Hiburan (Entertainment)

Fungsi hiburan sangat jelas tampak pada televisi, film, radio dan rekaman suara. Fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

II.3 Perkembangan Radio

Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan, dan zaman orde baru (Ardianto, 2004: 117-119).

a. Zaman Belanda

Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie – Hindia Belanda), ialah Bataviase radi siaran Vereniging (BRV) di Batavia,

(11)

yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, pada saat Indonesia masih dijajah Belanda, dan berstatus swasta.

b. Zaman Jepang

Ketika Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rakyat Indonesia pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja.

c. Zaman Kemerdekaan.

Dengan demikian, ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tidak dapat disiarkan langsung melalui radio siaran karena radio siaran masih dikuasai oleh Jepang. Tak lama kemudian dibuat pemancar gelap yang berhasil berkumandang di udara radio siaran denagn stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”.

d. Zaman Orde Baru

Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Peran dan fungsi radio siaran ditingkatkan. Selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara pendidikan dan persuasi (Effendy, 2007: 156-166).

(12)

Lembaga penyiaran radio Indonesia sesuai Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, terdiri atas lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran komersial, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan. a. Lembaga Penyiaran Publik

Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independent, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan pelayanan untuk kepentingan masyarakat.

b. Lembaga Penyiaran Komersial

Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio.

c. Lembaga Penyiaran Komunitas

Lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pencar rendah, luas wilayah jangkauan terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.

d. Lembaga Penyiaran Berlangganan

Merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia,yang bidang usahanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan melalui satelit, melalui kabel dan melalui terrestrial (Djuroto, 2007: 64-66).

II.3.1 Pola Penyiaran Radio

Menurut yang tertera di dalam Undang-Undang No.32 tahun 2002, penyiaran adalah kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan

(13)

atau sarana transmisi darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekwensi radio melalui udara, kabel atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran (Riswandi, 2009: 1).

Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan (Riswandi, 2009: 1).

Ketika para pengelola stasiun penyiaran radio merencanakan untuk beroperasi, salah satu faktor yang menjadi kajian khusus adalah cara menetapkan target pendengar. Apalagi dimasa sekarang ini kompetisi sedemikian tinggi sehingga target pendengar menjadi prioritas (Prayudha, 2004: 23). Dari target pendengar dapat ditentukan suatu pola penyiaran.

Pada umumnya terdapat dua metode penggolongan bahan siaran yang dianut oleh badan-badan radio siaran di dunia. Yang pertama adalah metode menurut “unsur acara siaran”, yang kedua menurut “tujuan acara siaran” (Effendi, 1990: 114-117).

Berdasarkan unsur acara siaran, bahan siaran dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Pembagian menurut unsur acara siaran

1. Siaran kata 2. Siaran seni suara

Yang dimaksud dengan siaran kata adalah segala bahan siaran yang pokok isinya dilukiskan dengan kata-kata (spoken words). Sedang yang dimaksud

(14)

dengn seni suara adalah segala bentuk kesenian yang pokok isinya dilukiskan dengan musik.

Seperti halnya dengan negara-negara lain yang tergabung dalam Asian

Broadcasting Union (ABU) dan European Broadcasting Union (EBU), dalam

menentukan penggolongan acara siaran, Indonesia mengikuti pola yang dianut oleh UNESCO. Berikut ini adalah penggolongan jenis-jenis acara siaran:

b. Pembagian menurut tujuan acara siaran

1. Siaran pemberitaan dan penerangan a. Warta Berita b. Reportase c. Penerangan Umum d.Pengumuman 2. Siaran Pendidikan a. Siaran Kanak-Kanak b. Siaran Remaja c. Siaran Sekolah d. Siaran Pedesaan e. Siaran Keluarga f. Siaran Agama g. Siaran Wanita h. Pengetahuan Umum 3. Siaran Kebudayaan a. Kesusasteraan

(15)

b. Kesenian Daerah c. Apresiasi Seni 4. Siaran Hiburan a. Musik Daerah b. Musik Indonesia c. Musik Asing d. Hiburan Ringan 5. Siaran Lain-lain a. Ruangan Iklan b. Pembukaan/Penutup Siaran

Tujuan utama memproduksi acara siaran radio adalah untuk menarik minat masyarakat agar mau mendengarkan atau menjadi pendengar setianya. Dalam membuat atau menyusun siaran radio, harus berpedoman pada tiga fungsi medium radio, yaitu:

1. Siaran radio sebagai media penerangan (information). 2. Siaran radio sebagai sarana pendidikan (education). 3. Siaran radio sebagai tempat hiburan (entertainment).

Selain memperhatikan tiga fungsi siaran radio tersebut, pembuat atau penyusun acara siaran harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh medium radio. Keterbatasan itu antara lain:

1. Radio hanya bisa dikonsumsi oleh indera pendengaran/telinga (ear catching) 2. Radio tidak dapat dipertontonkan (visual) tingkah laku/action dari orang-orang

(16)

3. Pendengar radio sifatnya perseorangan (individual) dan hidup dalam

psycolically independen yang kompleks. Itu sebabnya pendengar radio

senantiasa berubah-ubah.

Disamping memperhatikan keterbatasan-keterbatasan radio, hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat pendengar radio. Pendengar adalah sasaran komunikasi massa melalui media radio siaran. Komunikasi dapat dilakukan efektif, apabila pendengar terpikat perhatiannya, tertarik terus minatnya, mengerti, tergerak hatinya dan melakukan kegiatan apa yang diinginkan si pembicara. Berikut ini adalah sifat-sifat pendengar radio siaran yang turut menentukan gaya bahasa radio (Effendi, 1990: 85-86) :

a. Heterogen

Pendengar adalah massa, sejumlah orang yang sangat banyak yang sifatnya heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat. Dan mereka berbeda dalam jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan kebudayaan. Dan selain itu pendengar berbeda dalam pengalaman dan keinginan, tabeat, dan kebiasaan, yang kesemuanya itu menjadi dasar pola bagi gaya bahasa sebagai penyalur pesan kepada pendengar.

b. Pribadi

Karena pendengar berada dalam keadaan heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat dan umumnya dirumah-rumah maka sesuai isi pesan akan dapat diterima dan dimengerti, kalau sifatnya pribadi (personal) sesuai dengan situasi dimana pendengar itu berada. Sesuatu uraian disampaikan kepada pendengar yang berada di rumahnya itu secara pribadi. Pembicara radio seolah-olah bertamu dan memberikan uraian kepada seseorang dalam suatu rumah tangga.

(17)

c. Aktif

Pada mulanya para ahli komunikasi mengira bahwa pendengar radio sifatnya pasif. Ternyata tidak demikian. Hal ini telah dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilbur Schramm, Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer, ahli-ahli komunikasi di AS. Mereka semua berpendapat bahwa pendengar radio sebagai sasaran komunikasi massa jauh daripada pasif. Apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun radio, mereka aktif berpikir, aktif melakukan interpretasi, mereka bertanya-tanya pada dirinya, apakah yang diucapkan oleh penyiar atau seorang penceramah radio atau pembaca berita, benar atau tidak.

d. Selektif

Pendengar sifatnya selektif. Ia dapat dan akan memilih program radio siaran yang disukainya. Pabrik pesawat radio menyadari hal itu, maka setiap pesawat radio dilengkapi dengan alat yang memungkinkan mereka melakukan pilihannya itu. Dengan memutar knop jarum gelombang pada pesawat radionya, pendengar dapat mencari apa yang disenanginya, baik program musik maupun uraian atau drama siaran dalam negeri maupun luar negeri.

Begitu banyak stasiun radio siaran, tidak terhitung sudah, dengan aneka jenis acara siarannya yang masing-masing berlomba-lomba untuk memikat perhatian pendengar. Yang tidak memenuhi selera pendengar, sudah tentu akan sia-sialah isi siaran yang diancarkannya itu. Oleh karena itulah maka dalam proses komunikasi massa, unsur pendengar banyak diteliti, karena sasaran yang kompleks ini menyangkut berbagai segi sosiologis, psikologis, edukatif, kultural,

(18)

Dikarenakan sifat pendengar yang aktif dan selektif maka setiap stasiun radio berusaha semaksimal mungkin untuk dapat meraih sebanyak mungkin pendengar. Sambil terus membina hubungan baik dengan pendengar setia, satu stasiun berusaha merebut pendengar stasiun lain. Inilah perang stasiun radio, yang hanya dibekali oleh acara sebagai senjatanya.

II.3.2 Manajemen Siaran

Sampai saat ini, yang masih menjadi kendala bagi banyak stasiun radio adalah mendesain acara. Penyelenggara siaran terus berusaha memperbaiki dan menyempurnakan acaranya.

Agar acara yang disiarkan menarik, ada beberapa petunjuk yang dapat dijadikan sebagai patokan. Sasarannya harus jelas, acaranya spesifik, memiliki kebutuhan, beragam waktu penyiaran yang tepat, orisinil, kualitas terjaga, disamping bahasanya harus sederhana (Munthe, 1996: 58-61).

1. Acara harus sesuai sasaran

Pastikanlah siapa sasaran yang akan di tuju. Hal ini penting untuk memudahkan pengelola siaran dalam mengolah bahan siaran. Jangan beranggapan bahwa suatu acara dapat ditujukan kepada siapa saja. Bila hal ini terjadi, maka pembahasan bisa jadi melebar tidak terarah.

Pengalaman menunjukkan acara-acara yang tidak mempunyai sasaran yang konkrit tidak pernah populer dan biasanya akan turun dengan sendiri.

2. Acara harus spesifik

Isi acara hendaknya membahas materi yang khusus. Umpamanya saja bidang masalahnya olahraga, maka isinya hanya mempersoalkan salah satu

(19)

cabang olahraga, misalnya sepakbola. Dalam hal ini isinya tidak mempersoalkan sepak takraw, bulu tangkis, dan lain-lain.

Jadi hanya satu topik yang dibahas secara menyeluruh. Artinya, dalam membahas harus diperhatikan aspek yang terkait dengan bidang olahraga sepakbola.

3. Acara harus utuh

Pembahasan materi harus terjaga dan tidak keluar dari konsep yang telah dipatok. Mulai dari pengantar, permasalahan, pembahasan, dan penyelesaian masalah secara sistematis. Misalnya dari topik sepakbola di atas, pengantar acara dapat berisi paparan perkembangan sepakbola di Indonesia, mempertanyakan tentang sepakbola di negeri ini yang sulit berkembang. Pembahasan berisi jawaban mengapa sulit berkembang dan jawaban bagaimana agar dapat berkembang.

Pada akhirnya di bagian penyelesaian dijabarkan tentang usulan sebagai jalan keluar untuk mengembangkan olahraga sepakbola di Indonesia. Dengan demikian sistematika dan kesinambungan tetap terjaga.

4. Kemasan acara harus bervariasi

Acara dikemas dalam bentuk yang bervariasi. Variasi dapat ditampilkan dalam dua bentuk yaitu dialog dan monolog. Dalam dialog dapat ditampilkan dua orang atau lebih yang memiliki warna suara berbeda. Kontras warna suara ini sangat mendukung acara karena radio merupakan media audio yang hanya mampu menstimuli indera pendengaran. Dengan warna suara yang berbeda memudahkan pendengar untuk mengenali tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog tersebut.

(20)

Umumnya pendengar lebih menyukai acara yang disajikan dalam bentuk dialog. Sedangkan dalam bentuk monolog penyelenggara siaran dapat membuat variasi dengan menampilkan dua orang penyiar secara bergantian menyampaikan topik bahasan.

5. Acara harus ditempatkan pada waktu yang tepat

Pengelola program harus yakin bahwa waktu yang dipilih untuk penyiaran suatu acara sudah tepat. Ketepatan ini didasari pada kebiasaan mendengar dari khalayak. Dengan demikian, acara tersebut akan efektif.

6. Acara harus orisinil

Penyelenggara siaran harus menyajikan acara yang benar-benar hasil kerja tim kreatif studio tersebut. Bukan tiruan, dalam arti acara seperti ini pernah disajikan stasiun lain yang kemudian dimodifikasi di sana-sini sehingga tampaknya orisinil. Acara tiruan tidak akan membawa banyak keuntungan bagi stasin radio yang pertamakali menyajikan acara tersebut. Sedangkan stasiun radio yang meniru akan dicap sebagai stasiun plagiat.

7. Acara harus disajikan dengan kualitas baik

Mutu tekhnik suatu acara ikut menentukan sukses tidaknya acara di pasar. Pendengar selalu menuntut hasil yang prima tanpa noise (gangguan). Sebab pendengar sangat mendambakan kenyamanan dalam mendengarkan suatu acara siaran. Jangan sekali-kali menerima ungkapan yang menyatakan bahwa penyajian masalah tekhnik adalah nomor dua setelah produk. Anggapan ini tidak benar, sebab antara acara dan tekhnik berjalan seiring, sama-sama ikut menentukan.

(21)

Yang penting diingat adalah konsep memberikan yang terbaik kepada pendengar wajib menjadi pegangan penyelenggara siaran.

8. Acara harus disajikan dengan bahasa sederhana

Gunakan bahasa sederhana, artinya bahasa yang dipakai sehari-hari atau bahasa pergaulan. Jangan disajikan acara dengan bahasa ilmiah, kata-kata asing, atau kata-kata baru. Pendengar akan mengalami kesulitan mencerna isi acara. Sebab tidak semua pendengar memiliki kemampuan yang merata sehingga kemudahan menangkap isi acara berbeda-beda. Apabila ada kalimat yang tidak dapat meminta agar pembawa acara mengulangi kalimat tersebut seperti jika ia membaca suratkabar. Usahakan menghindari kalimat-kalimat asing, angka-angka pecahan, juga kalimat-kalimat yang terbalik.

Yang tak kalah penting dari semua hal yang telah diuraikan sebelumnya adalah seorang penyiar (announcer). Penyiar adalah orang yang menyajikan materi siaran kepada para pendengar. Materi siaran tersebut adalah hasil yang telah di olah oleh bagian produksi siaran berdasarkan program yang telah disusun oleh staf khusus. Sampainya sebuah acara kepada para pendengar adalah hasil kerja sama penyiar, operator siaran, dan petugas pemancar.

Sasaran komuniksi seorang penyiar berjumlah jutaan orang, tetapi jumlah yang demikian banyak itu terdiri dari unit-unit kecil, seseorang atau sebuah keluarga. Seorang yang berkomunikasi dengan pendengarnya adalah bagaikan sedang bertamu kepada sebuah rumah. Baginya penghuni rumah tersebut anonim. Ia tidak kenal kepadanya, sebagai seorang tamu yang berkunjung kepada orang yang tidak dikenalnya, jelas ia harus ramah. Karena orang-orang yang didatangi

(22)

disampaikan kepada tuan rumah harus dapat diterima, dimengerti dan menarik perhatian, dan selanjutnya semuanya berminat untuk melakukan apa yang diserukan penyiar.

Faktor lain yang perlu dicantumkan ialah bahwa pendengar itu aktif. Ia tidak pasif. Ia tidak begitu saja menerima isi pesan yang diutarakan oleh seorang penyiar. Ia mungkin menerima tetapi mungkin juga menolak. Ia bisa jadi memberikan reaksi yang lain daripada yang diharapkan penyiar. Hal ini telah dibenarkan oleh Wilbur Schramm.

Ditinjau dari segi seni bicara (speech), pekerjaan penyiar merupakan suatu pekerjaan yang benar-benar khas (highly specialized). Pekerjaan tersebut memang dapat dipelajari seperti pekerjaan lainnya, tetapi untuk menjadi penyiar seorang harus memiliki kualifikasi yang tepat dan keinginan untuk memahirkan dirinya dalam lapangan penyiaran radio.

Sehubungan dengan itu, Ben G. Henneke telah menghimpun beberapa hal penting dalam announcing, lalu merumuskannya menjadi apa yang ia sebut

“announcer’s skill” meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Komunikasi gagasan (communications of ideas)

2. Komunikasi kepribadian (communication of personality)

3. Proyeksi kepribadian (projection of personality) yang mencakup: a. Keaslian (naturalness)

b. Kelincahan (vitality)

c. Keramah-tamahan (friendliness)

d. Kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability) 4. Pengucapan (pronounciation)

(23)

5. Kontrol suara (voice controle) yang mencakup: a. Pola titi-nada (pitch)

b. Kerasnya suara (loudness) c. Tempo (time)

d. Kadar suara (quality) (Effendy, 1990: 129)

Yang juga kiranya patut diketengahkan dalam soal penyiaran ini, ialah apa yang disyaratkan oleh Columbia Broadcasting System (CBS), sebuah badan radio siaran terkenal di AS, bagi seorang penyiar.

Dua hal yang disyaratkan oleh CBS:

1. Gaya bicara yang baik dan pengucapan yang cermat, tidak mengandung logat daerah (excellent diction and accurate pronounciation not identifiablewith any

particular section).

2. Kepribadian suara yang mengutarakan yang khas tanpa dibuat-buat (voice and

air personality which is distinguished without affectation)

(Effendy, 1990:130)

II.4 Opini Publik

II.4.1 Pengertian Opini

Menurut William Albig (Sunarjo, 1984: 31), opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan atau "an opinion is some

expression on controversial point". Selanjutnya Albig mengemukakan bahwa

pendapat atau opini itu dinyatakan kepada sesuatu hal yang kontroversial atau sedikit-dikitnya terdapat pandangan yang berlainan mengenai masalah tersebut.

(24)

Suatu hal atau sesuatu masalah yang nyata dan jelas tidak dapat menjadi subjek opini publik. Subjek opini publik biasanya adalah mengenai masalah-masalah yang baru. Opini berupa reaksi pertama di mana orang mempunyai rasa ragu-ragu terhadap suatu masalah yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian, sehingga unsur-unsur tersebut mendorong untuk saling mempertentangkannya. Dengan demikian, pengertian opini mempunyai dua unsur, yaitu:

1. Pernyataan;

2. Mengenai masalah yang bertentangan

Pendapat atau opini itu tidak akan timbul bila tidak ada pertentangan dan pertentangan itu harus dinyatakan. Adapun pendapat-pendapat itu dapat dinyatakan dengan kata-kata atau ditunjukan dengan tingkah laku atau dengan suatu bentuk tingkah laku yang lain.

Sunarjo (1984: 24) menjelaskan opini (pendapat) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan;

b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat; c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.

II.4.2 Pengertian Publik

Menurut Mayor Polak (Sunarjo, 1984: 19), publik atau khalayak ramai adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu. Mempunyai minat yang sama tidak berarti mempunyai pendapat yang sama. Dengan demikian, publik adalah sejumlah orang yang berminat dan merasa

(25)

tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang konkret.

Sedangkan pengertian publik menurut Soekamto adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui media komunikasi baik media komunikasi secara umum misalnya pembicaraan secara pribadi, desas-desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya.

Bogadus mengatakan bahwa publik itu adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah (Sumarno, 1990: 24).

Herbert Blumer (Sastropoetro, 1990: 108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut:

1. Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; 2. Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut;

3. Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu.

II.4.3 Pengertian Opini Publik

Opini publik adalah unsur-unsur dari pandangan, perspektif dan tanggapan masyarakat mengenai suatu kejadian, keadaan, dan desa-desus tentang peristiwa-peristiwa tertentu.

Para ilmuwan mengungkapkan berbagai rumusan yang satu sama lain berbeda akan batasan opini publik. Cutlip dan Center (Sastropoetro, 1990: 70) menyatakan bahwa opini publik adalah sejumlah akumulasi pendapat individual

(26)

tentang suatu isu dalam pembicaraan secara terbuka dan berpengaruh terhadap sekelompok orang. Dengan demikian, opini publik terbentuk melalui suatu kegiatan berupa debat pembicaraan, atau pertukaran informasi antara individi-individu yang berada dalam suatu kelompok.

Sedangkan menurut Clyde, opini publik adalah penilaian sosial mengenai suatu masalah yang penting dan berarti, berdasarkan proses pertukaran-pertukaran yang sadar dan rasional oleh khalayaknya (Sumarno, 1990: 19).

Irish dan Protho (Susanto, 1985: 91) menyatakan bahwa suatu pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai opini publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses komunikasi. Suatu pendapat akan menjadi isu apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra suatu pendapat (tentang suatu kejadian) yang telah dinyatakan. Dengan demikian, ia akan menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya.

Selanjutnya Irish dan Protho (Susanto, 1985: 92) menambahkan bahwa suatu isu akan menjadi isu sosial apabila ia menyebabkan orang lain akan membentuk pendapatnya (dan menyatakannya) atau memberikan tanggapannya atas persoalan yang dibahas oleh pendapat semula. Dengan demikian, opini publik merupakan opini yang mengandung unsur-unsur berikut:

1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial;

2. Adanya publik yang secara spontan terpikat kepada masalah tersebut, melibatkan diri ke dalamnya dan berusaha memberikan pendapatnya;

3. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang kontroversial tersebut.

(27)

Dari berbagai uraian yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa opini publik adalah (Sunarjo, 1984: 32):

1. Opini publik merupakan persatuan pendapat (sintesa dari pendapat-pendapat orang banyak);

2. Sedikit banyaknya mendapat dukungan dari sejumlah orang;

3. Dalam opini publik orang menyatakan persetujuan atau tidak setuju terhadap gagasan atau terhadap suatu situasi, kejadian, atau peristiwa;

4. Opini publik merupakan kesatuan perasaan (emosi) dan akal, karenanya opini mudah berubah misalnya dari setuju menjadi tidak setuju;

5. Opini publik dapat dibentuk dan karena opini itu bukan suatu fakta maka belum tentu benar;

6. Opini publik mungkin sekali dilakukan dengan timbulnya suatu aksi, misalnya demonstrasi atau unjuk pendapat; Universitas Sumatera Utara

7. Tidak boleh dilupakan bahwa terbentuknya opini publik selalu memulai diskusi sosial.

II.4.4 Kekuatan Opini Publik

Pada opini publik terdapat beberapa kekuatan yang dimilikinya, yaitu (Sastropoetro, 1990: 119-123):

1. Dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap seseorang atau sekelompok orang yang terkena hukuman tersebut, misalnya rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi, rasa tak berarti lagi dalam masyarakat yang menimbulkan frustasi hingga putus asa dan sebagainya.

(28)

2. Sebagai pendukung bagi kelangsungan norma sopan santun dan susila, baik antara yang muda dengan sesamanya.

3. Dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau menghancurkannya. 4. Dapat mempertahankan atau menghancurkan suatu kebudayaan.

5. Dapat melestarikan norma sosial.

II.4 Teori Uses and Gratifications

Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan teori ini. Teori kegunaan dan kepuasan ini dikenal pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses of Mass Comunications: Current Perspectives on Gratification

Research. Teori uses and gratifications milik Blumer dan katz ini mengatakan

bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik dalam usaha memenuhi kebutuhannya, artinya teori uses and

gratifications mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif

untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2003:181).

Pada awal kemunculan media massa, khalayak dianggap sebagai korban dari kekuatan media. Dengan kata lain, khalayak akan menerima setiap informasi yang disajikan oleh media massa, tanpa ada selektivitas. Teori ini dikenal dengan Teori Magic Bullet. Pandangan ini kemudian digantikan oleh Teori Limited Effect, yang menyebutkan efek perorangan anggota individu berbeda dan kehidupan sosial meminimalkan efek media. Di dalam pandangan individu yang berbeda, kekuatan media dibentuk oleh faktor perorangan seperti tingkat

(29)

inteligensia dan penghargaan diri, dimana kekuatan media dibatasi oleh organisasi khalayak dan keanggotaan dalam kelompok. Namun demikian, teori ini tetap memandang bahwa khalayak bersifat pasif.

(http://www.mhhe.com/mayfiledpub.westturner/instructor).

Di tahun 1942, teori ini dikritik oleh Herta Herzoa dan Paul Lazasfield. Ketika itu mereka mempelajari bahwa pendengar radio memiliki kebutuhan yang berbeda dan mempunyai selektivitas dalam penggunaan radio. Penilitian inilah merupakan reaksi terhadap Teori Magic Bullet, yang kemudian digunakan sebagai dasar Teori Uses and Gratification. Penelitian ini menegaskan khalayak media aktif, meghancurkan ketentuan paradigma efek media yang dominant pada tahun 1950-an. Tidak ada lagi yang berkata “apa yang dilakukan media kepada khalayak (what media do it the people)”, tertapi “apa yang dilakukan khalayak kepada media (what people do to the media)”. Teori ini sendiri diperkenalkan oleh Ellihu Katz akhir tahun 1950 (http://www.ascusc.org/jcmc/vo16/issue1/eberseld/html).

Teori Uses and Gratification digambarkan sebagai a dramatic break with

effects tradition of the past, suatu loncatan dramatis dari teori jarum hipodermik.

Teori ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media terhadap khalayak, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sinilah timbul istilah uses dan gratification (Rakhmat, 2002: 65).

Uses and Gratifications Model merupakan pengembangan dari jarum

hipodermik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri seseorang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. khayalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

(30)

Studi ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) media untuk mendapatka kepuasaan (gratifications) atas kebutuhan seseorang. Sebagian besar perilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan dan kepentingan individu. Model ini meneliti asal mula kebutuhan manusia secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan. Penelitian yang menggunakan uses dan gratification memusatkan pehatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh gratifikasi atau pemenuhan kebutuhan (Ardianto dkk, 2004: 70).

Model Uses and Gratifications membahas juga motif-motif dan alternatif fungsional untuk memenuhi kebutuhan. Sebagaian besar individu mempunyai kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial, yang kemudian berharap bahwa konsumsi dan penggunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian kebutuhannya. Hal ini menuntun pada kegiatan menonton program televisi, membaca majalah atau surat kabar dan juga mendengarkan radio. Kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tetapi dapat pula menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan pada individu. Dalam hal ini penggunaan media dapat dikatakan merupakan alternative fungsional bagi interaksi yang sesungguhnya.

Teori uses dan Gratifications lebih menekankan pada pendekatan manusiawi di dalam melihat media. Artinya manusia mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Teori ini mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya. Penganut teori ini meyakini bahwa individu sebagai mahluk supra-rasional dan sangat selektif. Menurut para pendirinya, Elihu Katz;Jay G. Blumler;

(31)

dan Michael Gurevitch (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1984), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan.

Menurut Nurudin (2004: 183) teori Uses and Gratifications beroperasi dalam beberapa cara yang bisa dilihat dalam bagan berikut ini:

Gambar 2: Proses Beroperasinya Teori Uses and Gratifications

Lingkungan Sosial: 1. Ciri-ciri demografis 2. Afiliasi kelompok 3. Ciri-ciri kepribadian

Penggunaan media massa: 1. Jenis media: SK, TV, Radio, buku 2. Isi media

3. Terpaan media

4. Konteks sosial dan terpaan media

Sumber pemuasan non media:

1. Keluarga, teman 2.Komunikasi interpersonal 3.Hobi, tidur Pemuasan media: 1. Informasi 2. Hiburan 3. Identitas sosial 4.Hubungan sosial Kebutuhan khalayak: 1. Kognitif 2. Afektif 3. Integratif Personal 4. Integratif Sosial

(32)

Katz, Blumer & Gurevitch dalam Ardianto (2004:71) menjelaskan mengenai asumsi dasar dari pendekatan Uses and Gratifications:

1. Khalayak dianggap aktif, artinya sebahagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemiliham media terletak pada khalayak.

3. Media massa harus saling bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhannya yang dipenuhi media lebih luas. 4. Tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota

khalayak.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Sementara Schramm dan Porter dalam bukunya Men, Women, Message

and Media (1982) pernah memberikan formula untuk menjelaskan bekerjanya

teori uses and gratifications.

Janji Imbalan

--- = probabilitas seleksi Upaya yang Diperlukan

Imbalan disini bisa berarti imbalan yang saat itu juga diterima (segera) atau imbalan yang tertunda. Imbalan itu memenuhi kebutuhan khayalak. Upaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat bergantung pada tersedia tidaknya media dan kemudahan memanfaatkannya. Bila membagi janji imbalan dengan upaya yang diperlukan, maka akan memperoleh probabilitas seleksi dari media massa tertentu (Nurudin, 2003: 182).

Gambar

Gambar 2: Proses Beroperasinya Teori Uses and Gratifications

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pembelajaran domain kognitif dan hasil pembelajaran domain afektif akan menjadi hasil pembelajaran domain psikomotor apabila murid telah menunjukkan perilaku atau perbuatan

Sa bisperas pa naman ng araw ng kanyang pag-alis sa bahay niyang iyon isa lamang pinakamaliit sa mga brilyanteng iyon ay sapat nang pantubos kay Huli at makapagbigay ng kapanatagan

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Kota Padang untuk mengurangi masalah dalam produksi buah manggis adalah dengan mengadakan program Sekolah Lapang Pengendalian Hama

Sampel darah (serum) sebagian besar berasal dari itik, dengan proporsi antara sampel itik dan sampel entok baik pada survei I dan survei II hampir sama.

a) Pejabat struktural dengan persyaratan untuk dapat dilakukan medium landing, dapat mengajukan usul untuk mengikuti program PAPS. b) PAPS diajukan secara tertulis

Sebagai sebuah perusahaan yang mengandalkan penjualan online, eBay juga telah berhasil meraih kesuksesan bisnis melalui metode tersebut.. Saat ini eBay menjalankan

Program Studi Agroekoteknologi berupaya memberikan layanan yang terbaik bagi mahasiswa Agroekoteknologi dalam lingkup kelembagaan maupun dalam lingkup personal yang