• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: ARYANTO YESAYA KEWILAA E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: ARYANTO YESAYA KEWILAA E"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI METODE UNIT CONTOH NON KONVENSIONAL (TREE SAMPLING) DAN KONVENSIONAL (CIRCULAR PLOT) UNTUK MENDUGA POTENSI TEGAKAN MAHONI (Swietenia macrophylla King) KELAS UMUR V DAN KEATAS DI RPH KADUPANDAK BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

Oleh:

ARYANTO YESAYA KEWILAA E014009902

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

EFISIENSI METODE UNIT CONTOH NON KONVENSIONAL (TREE SAMPLING) DAN KONVENSIONAL (CIRCULAR PLOT) UNTUK MENDUGA POTENSI TEGAKAN MAHONI (Swietenia macrophylla King) KELAS UMUR V DAN KEATAS DI RPH KADUPANDAK BKPH TANGGEUNG KPH CIANJUR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ARYANTO YESAYA KEWILAA E01400902

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(3)

RINGKASAN

Aryanto Yesaya Kewilaa (E01400902). Efisiensi Metode Unit Contoh Non Konvensional (tree sampling)

dan Konvensional (circular plot) untuk Menduga Potensi Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla

king) Kelas Umur V dan Keatas di RPH Kadupandak BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibawah bimbingan Ir. Soedari Harjoprajitno, MSc. dan Ir. Suwarno Sutarahardja.

Dalam kegiatan pengelolaan hutan diperlukan suatu rencana pengelolaan yang baik, cermat dan terarah agar dalam pengelolaaan hutan tersebut dapat mencapai hasil yang maksimal dan menguntungkan baik secara ekonomis maupun secara ekologis serta memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Dengan dasar pemikiran tersebut maka prinsip pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management) dapat dilaksanakan.

Untuk penyusunan rencana pengelolaan hutan yang baik cermat dan terarah tersebut diperlukan data atau informasi tentang potensi hutan yang cukup akurat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berkaitan dengan keperluan data dan informasi tersebut, maka peranan inventarisasi hutan penting dalam kegiatan penyusunan rencana pengelolaan hutan, karena kegiatan ini akan menghasilkan data dan informasi yang diperlukan sebagai bahan dasar utama dalam penyusunan rencana yang dimaksud. Tergantung kepada tujuan dan jumlah unit contoh yang digunakan, maka kegiatan inventarisasi hutan ini dapat dilakukan dengan cara sensus (full enumeration) maupun

dengan pengukuran sebagian tegakan hutan sebagai contoh (sampling).

Berbagai metode sampling, baik dalam hal teknik pengambilan contoh (teknik sampling) maupun dalam hal penggunaan unit contoh telah diteliti oleh ahli-ahli kehutanan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi potensi hutan yang mendekati keadaan sebenarnnya, dengan pelaksanaan yang lebih mudah, lebih cepat, lebih ekonomis serta dengan ketelitian yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Tree sampling (kegiatan sampling atas dasar sejumlah pohon) merupakan unit contoh

yang penetapannya bukan hanya didasarkan pada sejumlah pohon tertentu yang tercakup dalam unit contoh tersebut. Unit contoh tree sampling mempunyai karakteristik yang lebih

sederhana, mudah dikerjakan di lapangan dan relatif tidak banyak pengukuran yang harus dilakukan di lapangan dibandingkan dengan unit contoh lainnya, misal metode lingkaran, jalur ukur, bujur sangkar dan lain-lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan efisiensi dan ketelitian antara metode unit contoh tree sampling (6, 8 dan 10 pohon) dengan metode unit contoh

konvensional pada tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King) kelas umur V dan keatas

jika dilihat dari jumlah pohon, luas bidang dasar, dan volume tegakan sehingga akan di peroleh suatu metode inventarisasi hutan yang lebih murah, praktis, mudah dan cepat. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Perum Perhutani untuk pemilihan sampling unit (unit contoh) dalam pelaksanaan inventarisasi hutan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King).

(4)

Pelaksanaan kegiatan sampling di lapangan yaitu bahwa unit contoh konvensional berbentuk lingkaran seluas 0,1 Ha diletakan secara sisitematis dengan jarak antar unit contoh adalah 200 m (intesitas sampling 2,5 % sedangkan peletakan unit contoh non konvensional tree sampling) masing-masing ( 6, 8, dan 10 pohon) dilakukan dengan dua macam cara atau perlakuan yaitu satu unit setiap satu hektar, dan cara sisitem,atis dengan jarak antar unit contoh adalah 100 m

Penyelesaian pengukuran PU setiap metode unit contoh inventarisasi pada setiap KU dimana pengukuran satu petak ukur oleh dua orang tenaga kerja, dimana orang pertama bertugas sebagai penunjuk pohon yang masuk dan pencatat data, sedangkan orang yang kedua sebagi pengukur diameter pohon serta jarak terjauh, agar mudah dalam pelaksanaannya maka keadaan lapangan yang banyak ditumnbuhi tanaman bawah, harus di bersihkan. Untuk metode konvensional peneyelesaian kerja dimulai dari penandaan titik pusat petak ukur, penentuan pohon batas, dan sampai pengukuran diameter pohon terakhir dalam satu petak ukur sementara untuk metode tree sampling pekerjaan dimulai dari penandaan titik pusat petak ukur, penentuan pohon yang diukur, pengukuran diameter pohon sampai dengan pengukuran jarak pohon terjauh dari titik pusat petak ukur.

Luas petak ukur pada metode konvensional, sesuai dengan petunjuk kerja inventarisasi sumber daya hutan adalah sebesar 0,10 Ha dengan jari-jari 17,8 m. Sedangkan untuk metode tree sampling, luas petak ukurnya berbeda-beda. Pada dasarnya metode tree

sampling merupakan metode yang bentuk satuan contohnya ditentukan bukan berdasarkan

luasan tertentu, melainkan berdasarkan sejumlah pohon tertentu yang berada dalam satuan contoh tersebut. Untuk mendapatkan jari-jari tiap petak ukurnya. Diperoleh dari jarak pohon yang terjauh ditambah dengan setengah diameter pohon terjauh.

Hasil analisis ragam dan Uji Dunnet menunjukkan bahwa metode apapun yang diterapkan pada tegakan mahoni KU V keatas dalam menduga volume pohon, jumlah pohon dan luas bidang dasar akan memeberikan hasil yang sama. Oleh karena itu, dari metode unit contoh yang ada, dapat diperoleh kepraktisan metode terhadap suatu alasan teknis yang cukup relevan. Apakah terhadap tingkat efisiensi atau ketelitian. Nilai sampling

error (kesalahan pengukuran) diperoleh setelah simpangan baku diketahui yang

dibandingkan dengan rata-rata populasinya.

Metode yang digunakan dalam pendugaan volume dan luas bidang dasar pada KU V yang memiliki sampling error terkecil adalah metode TSb 10 pohon dengan nilai

masing-masing sebesar 15,40 % dan 12,99 %, sedangkan untuk pendugaan jumlah pohon yaitu Metode TSa 6 pohon sebesar 10.59 %, sedangkan nilai efisiensi relatif yang paling besar dihasilkan dalam menduga volume dan luas bidang dasar adalah metode TSb 10 pohon dengan nilai masing-masing sebesar 1085,19 % dan 1019.18 %, serta untuk menduga jumlah pohon pada TSb 6 dengan nilai sebesar 1241,76 %.

Pada KU VI dalam menduga volume dan jumlah pohon metode yang memiliki

sampling error terkecil adalah metode TSb 6 pohon dengan nilai masing-masing sebesar

8.15 % dan 5.11 %, sedangkan dalam pendugaan luas bidang dasar metode TSb10 pohon sebesar 7.04 %. Untuk efisiensi relatif, metode yang menghasilkan nilai tinggi adalah metode TSb 6 pohon sebesar 1085.67 % dan 1075.52 % yaitu pada pendugaan volume

(5)

pohon dan jumlah pohon, sedangkan pada pendugaan luas bidang dasar dengan nilai sebesar 976.82 % dengan menggunakan TSb 10 pohon.

Untuk KU VII metode TSb 8 pohon menghasilkan nilai sampling error yang kecil

dengan nilai sebesar 14.14 % pada pendugaan volume. Pada pendugaan jumlah pohon dan luas bidang dasar nilai sampling error terkecil pada metode TSb 10 pohon dengan nilai

masing-masing sebesar 16.23 % dan 10.04 %. Sedangkan pada KU VII metode yang mempunyai nilai efisiensi relatif terbesar untuk pendugaan volume adalah metode TSb 8 pohon sebesar 1792.71 %, pada pendugaan jumlah pohon dan luas bidang dasar adalah metode TSb 10 yang memiliki efisiensi relatitif dengan nilai masing-masing sebesar 638.16 % dan 2920.86 %. Hasil perhitungan diatas menujukan bahwa secara umum metode TSb (6,8,10) pada semua KU menghasilkan nilai efisiensi relatif yang besar kecuali pada KU V untuk menduga jumlah pohon terdapat pada metode TSa 6 pohon.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Ambon, Propinsi Maluku pada tanggal 17 Juni1980, yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Benoni Kewilaa dan Ibu Imas Pun Pun.

Pada tahun 1985 penulis memasuki pendidikan dimulai dari taman kanak-kanak Frezelia, Bantarjati Bogor. Dan dilanjutkan dengan pendidikan tingkat dasar sejak tahun 1986 di sekolah SDN 1 Rumahtiga, Ambon, dan lulus pada tahun 1992. Pendidikan dilanjutkan pada sekolah menengah pertama Negeri 7 Poka, Ambon dan lulus pada tahun 1995 dan selajutnya di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Ambon, yang lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 1998 sampai tahun 2000, penulis melanjutkan sekolah ke Unpatti Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian kemudian karena sesuatu dan lain hal pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajeman Hutan, Fakultas Kehutanan kemudian penulis mengambil minat di laboratorium perencanaan hutan.

Kegiatan praktek yang pernah dilakukan selama kuliah yaitu Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juni - Agustus 2002 dan Praktek Kerja lapangan pada bulan Juli - Agustus 2003.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Efisiensi Metode unit Contoh Non Konvensional (Tree Sampling) dan Konvensional (circular plot) untuk Menduga Potensi Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King) Kelas Umur V dan Keatas di RPH Kadupandak BKPH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten”, dibawah bimbingan Ir. Soedari Hardjoparjitno, MSc dan Ir. Suwarno Sutarahardja.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak dan mama yang telah membina dan mendidik dengan kasih sayang dan doa yang selalu menyertai setiap langkah penulis, serta kepada adik-adikku Jemmy, Victor, Arnold dan Deby atas segala perhatian, motivasi yang diberikan penulis. 2. Bapak Ir. Soedari Hardjoprajitno, MSc sebagai dosen pembimbing pertama dan

Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan.

3. Para dosen penguji dalam sidang ujian komprehensip, yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Iding M. Padlinurjaji (Wakil Departemen Hasil Hutan) dan Bapak Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA (Wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan) atas segala kritik dan sarannya.

4. Seluruh jajaran staf direksi Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten yang telah memberikan ijin tempat penelitian baik berupa bantuan moril maupun material selama penelitian berlangsung.

5. Rekan-rekan Manajemen Hutan A’36 atas segala dukungan dan kebersamaan selama ini.

6. Rekan-rekan Paduan Suara Gerakan Pemuda Zebaoth atas doa dan dukungannya selama ini.

7. Keluarga besar Sylvalestari atas segalanya.

(8)

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Daftar Gambar ... iv Daftar Tabel ... v Daftar lampiran ... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Manfaat ... 2 D. Hipotesa ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Inventarisasi Hutan ... 4

B. Sampling dalam Inventarisasi Hutan ... 4

C. Bentuk-Bentuk Petak Ukur ... 5

D. Metode Unit Contoh Tree Sampling ... 6

E. Unit Contoh lingkaran (circular plot) ... 7

F. Metode Systematic sampling ... 7

G. Intensitas Sampling ... 8

H. Sampling Error ... 9

I. Efisiensi Relatif ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

B. Alat dan Perlengkapan ... 11

C. Prosedur Pengambilan Data. ... 11

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas ... 21

B. Topografi ... 22

C. Keadaan Tanah ... 22

D. Iklim ... 23

(9)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Jumlah Unit Contoh ... 25

B. Hasil Pengukuran ... 26

C. Sampling Error dan Efisiensi Relatif ... 29

D. Pengujian Antar Metode ... 38

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 41

B.Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Metode Tree sampling dengan 6 pohon contoh ... 6

2. Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU V ... 30 3. Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU VI ... 30 4. Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU VII ... 31 5. Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU V ... 31 6. Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU VI ... 31 7. Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan volume pohon pada KU VII ... 32 8. Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pada KU V ... ... 33 9. Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU VI ... ... 33 10.Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pada KU VII ... ... 34 11.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pada KU V ... ... 34 12.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam jumlah pohon pada KU VI ... ... 34 13.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pada KU VII ... ... 35 14.Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar pada KU V ... ... 36 15.Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar pada KU VI ... ... 36 16.Histogram Hubungan antara SE dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan Luas bidang dasar pohon pada KU VII ... 36 17.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar pada KU V ... ... 37 18.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

petak ukur dalam pendugaan luas bvidang dasar pada KU VI ... ... 37 19.Histogram Hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel Rancangan analisis ragam ... 20

2. Jumlah unit contoh pada berbagai metode inventarisasi ... 25 3. Hasil perhitungan pendugaan volume rata-rata per hektar

dan simpangan bakunya pada setiap metode ... 26 4. Hasil perhitungan pendugaan jumlah pohon rata-rata per hektar

dan simpangan bakunya pada setiap metode ... 26 5. Hasil perhitungan pendugaan luas bidang dasar rata-rata per hektar

dan simpangan bakunya paad setiap metode ... 27 6. Luas dan jari-jari rata-rata PU pada setiap metode Tree sampling

yang digunakan ... 28

7. Hasil perhitungan nilai sampling error dan efisiensi relatif

untuk setiap metode dalam pendugaan volume ... 29 8. Hasil perhitungan nilai sampling error dan efisiensi relatif

untuk setiap metode dalam pendugaan jumlah pohon ... 32 9. Hasil perhitungan nilai sampling error dan efisiensi relatif

untuk setiap metode dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan ... 35 10.Rekapitulasi hasil analisis ragam pada setiap KU pada taraf nyata 5 % ... 39 11.Rekapitulasi hasil uji Dunnet pada setiap KU ... 40

(12)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta kerja anak petak 20 G ( KU V )

2. Peta kerja anak petak 8 B ( KU VI) 3. Peta kerja anak petak 16 D ( KU VII )

4. Hasil pengukuran dimensi tegakan ( volume, jumlah pohon dan luas bidang dasar ) pada KU V

5. Hasil pengukuran dimensi tegakan ( volume, jumlah pohon dan luas bidang dasar ) pada KU VI

6. Hasil pengukuran dimensi tegakan ( volume, jumlah pohon dan luas bidang dasar ) pada KU VII

7. Hasil uji analisis ragam berbagai metode sampling dalam pendugaan volume pada setiap KU

8. Hasil uji dunnet dalam membandingkan nilai rata-rata dimensi tegakan pada setiap KU

(13)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kegiatan pengelolaan hutan diperlukan suatu rencana pengelolaan yang baik, cermat dan terarah agar dalam pengelolaaan hutan tersebut dapat mencapai hasil yang maksimal dan menguntungkan baik secara ekonomis maupun secara ekologis serta memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Dengan dasar pemikiran tersebut maka prinsip pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management) dapat dilaksanakan.

Untuk penyusunan rencana pengelolaan hutan yang baik cermat dan terarah tersebut diperlukan data atau informasi tentang potensi hutan yang cukup akurat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berkaitan dengan keperluan data dan informasi tersebut, maka peranan inventarisasi hutan adalah merupakan bagian memiliki peranan penting dalam kegiatan penyusunan rencana pengelolaan hutan, karena kegiatan ini akan menghasilkan data dan informasi yang diperlukan sebagai dasar utama dalam penyusunan rencana yang dimaksud. Tergantung kepada tujuan dan jumlah unit pengambilan contoh yang digunakan, maka kegiatan inventarisasi hutan ini dapat dilakukan dengan cara sensus

(full enumeration) maupun dengan pengukuran sebagian tegakan hutan sebagai contoh

(sampling).

Berbagai metode sampling, baik dalam teknik pengambilan contoh ( teknik sampling) maupun dalam penggunaan unit contoh telah diteliti oleh ahli-ahli kehutanan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi potensi hutan yang mendekati keadaan sebenarnnya, dengan pelaksanaan yang lebih mudah, lebih cepat, lebih ekonomis serta dengan ketelitian yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Tree sampling (kegiatan sampling dengan contoh berupa pohon) adalah merupakan

unit contoh yang penetapannya bukan didasarkan pada sejumlah pohon tertentu yang tercakup dalam unit contoh tersebut. Unit contoh tree sampling mempunyai karakteristik

yang lebih sederhana, mudah dikerjakan di lapangan dan relatif tidak banyak pengukuran yang harus dilakukan di lapangan dibandingkan dengan unit contoh lainnya, misal metode lingkaran, jalur ukur, bujur sangkar dan lain-lainnya.

(14)

Tree sampling telah banyak diteliti dan diaplikasikan di Indonesia terutama pada

hutan tanaman jati ( Tectona grandis) dan pinus ( Pinus merkusii), yang secara umum

menghasilkan efisiensi yang cukup besar dan dengan ketelitian yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan metode konvensional, yaitu metode lingkaran.

Berdasarkan atas kenyataan di atas, sedangkan di tegakan hutan tanaman mahoni

(Swietenia macrophylla King) tampaknya belum banyak atau bahkan belum ada

penelitiannya, maka diangggap perlu untuk melakukan penelitian tentang efisiensi dan ketelitian tree sampling di tegakan hutan mahoni (Swietenia macrophylla King) tersebut.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan efisiensi dan ketelitian antara metode unit contoh tree sampling ( 6, 8 dan 10 pohon) dengan metode unit contoh

konvensional pada tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King) kelas umur V dan keatas

jika dilihat dari jumlah pohon, luas bidang dasar, dan volume tegakan sehingga akan di peroleh suatu metode inventarisasi hutan yang lebih murah, praktis, mudah dan cepat.

C. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Perum Perhutani untuk pemilihan sampling unit (unit contoh) dalam pelaksanaan inventarisasi hutan tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King).

D. Hipotesa

Terdapat hubungan yang erat antara metode penarikan contoh yang dipakai dalam inventarisasi hutan dengan jumlah biaya, waktu, dan tenaga kerja yang harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pohon yang diamati, yaitu jumlah pohon, luas bidang dasar, volume tegakan, sampling error, dan efisiensi relatif. Dengan menggunakan metode

unit contoh tree sampling semua potensi pohon yang dipergunakan di atas diharapkan

(15)

metode konvensional. Selain itu, pemilihan pemakaian metode unit contoh tree sampling

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi dan menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal hutan karena secara umum hutan merupakan areal yang luas, maka datanya biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling (De Vries, 1986).

Sedangkan Husch (1987) mengemukakan bahwa inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kualitas dan kuantitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Suatu Invetarisasi hutan yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran pohon-pohon yang masih berdiri dan penaksiran tempat tumbuh dan pengeluaran hasil.

B. Sampling dalam Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melakukan pengukuran seluruh populasi atau disebut dengan cara sensus (full enumeration) dan dengan cara

pengambilan sebagian dari populasi (sampling). Cara pertama menghasilkan cara yang cermat tetapi memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, sedangkan cara kedua yaitu lebih efisien dan efektif dari segi biaya dan waktu serta datanya mewakili semua unit contoh sehinggga cara kedua lebih lazim diterapkan (Harbagung,1985b)

Cochran (1991) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dan kelebihan metode penarikan contoh bila dibandingkan dengan sensus:

1. Menekan biaya karena intensitas lebih kecil 2. Lebih cepat

3. Cakupan lebih besar

4. Tingkat ketelitian lebih besar

Menurut Hitam (1980), inventarisasi merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan untuk

(17)

menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas terhadap potensi maupun mengetahui keadaan tegakan atau nilai-nilai pohon yang sedang berdiri pada suatu tegakan hutan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui suatu penaksiran dengan pengambilan contoh pada tegakan yang dimaksud.

C. Bentuk-bentuk Petak Ukur

Ukuran–ukuran petak ukur yang paling umum berkisar antara 0,1 sampai dengan 0,4 hektar dan petak-petak ukur dapat berbentuk lingkaran, bujur sangkar, atau persegi panjang. Pemilihan ukuran dan bentuk petak ukur yang paling cocok merupakan faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan survei (Husch,1987).

Menurut Departemen Kehutanan (1992) dalam Sanudin (1999), bentuk petak ukur yang dipakai dalam inventarissai hutan diantaranya adalah jalur, persegi panjang, bujur sangkar, lingkaran dan titik. Salah satu sumber kesalahan (error) yang sangat penting

perannnya dalam pembangunan petak ukur adalah pohon batas (borderlines trees), yaitu

pohon–pohon yang terletak pada batas petak ukur. Oleh karena itu untuk menentukan apakah suatu pohon batas akan masuk sebagai contoh atau tidak, harus dilakukan pengukuran yang cermat. Bila titik pusat penampang lintang pohon persis terletak pada batas petak ukur maka pohon tersebut merupakan pohon batas. Bentuk petak ukur persegi panjang atau bujur sangkar, mengandung peluang untuk terjadi bias, karena pembuatan sudut yang benar-benar tegak lurus dilapangan tidaklah mudah. Demikian pula terjadinya kesalahan karena pohon tepi pada kedua macam bentuk petak ukur itu ternyata cukup besar. Dalam upaya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut, maka digunakan petak ukur lingkaran karena lebih praktis.

Petak coba lingkaran umumnya lebih mudah dibandingkan dengan bentuk lain, karena dalam pelaksanaannya yang diperlukan hanya titik pusat petak dan jari-jari lingkaran selain itu relatif lebih mudah dalam mengatur pohon batas. Pertimbangan tentang pohon-pohon yang masuk diantara pohon-pohon batas perlu dilakukan, sebab makin bertambahnya jumlah pohon dari keadaan tersebut tidak akan memberikan hasil penaksiran yang baik (Loetsch, et al, 1973 ).

(18)

D. Metode Unit Contoh Tree Sampling

Metode unit contoh atau petak ukur tree sampling adalah suatu petak ukur yang

ditentukan bukan berdasar atas luas tertentu dari unit contohnya, melainkan berdasarkan atas suatu jumlah pohon tertentu yang berada dalam unit contoh yang umumnya berbentuk lingkaran (Sutarahardja,1997).

Loetsch et al. (1973) menyatakan bahwa metode unit contoh tree sampling adalah

pengembangan dari metode jarak ( tree distance method ).

Selanjutnya Sutarahardja (1997) menyatakan bahwa untuk menentukan luas lingkaran petak coba ditentukan berdasarkan jari-jari lingkaran yang diperoleh dari pengukuran jarak pohon terjauh di tambah dengan setengah diameter pohon terjauh.

Bentuk unit contoh dengan 6 pohon atau six tree sampling method adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Metode tree sampling dengan 6 pohon contoh

keterangan: D6 = jarak titik pusat contoh ke pohon ke-6

di = diameter pohon ke-i: (cm) ; i=1,2,3,4,5, dan 6 r = jari-jari petak coba =(D6+1/2D6)

L = luas petak coba (sama dengan πr2 hektar)

D6 D1 D2 D5 D4 D3 D6 r

(19)

E. Unit Contoh Lingkaran ( Circular plots )

Menurut Departemen Kehutanan (1992) dalam Sanudin (1999), bentuk petak ukur yang dipakai dalam inventarissai hutan diantaranya adalah jalur, persegi panjang, bujur sangkar, lingkaran dan titik. Salah satu sumber kesalahan (error) yang sangat penting

perannnya dalam pembangunan petak ukur adalah pohon batas (borderlines trees), yaitu

pohon–pohon yang terletak pada batas petak ukur. Oleh karena itu untuk menentukan apakah suatu pohon batas akan masuk sebagai contoh atau tidak,

Petak coba lingkaran umumnya lebih mudah dibandingkan dengan bentuk lain, karena dalam pelaksanaannya yang diperlukan hanya titik pusat petak dan jari-jari lingkaran selain itu relatif lebih mudah dalam mengatur pohon batas. Pertimbangan tentang pohon-pohon yang masuk diantara pohon-pohon batas perlu dilakukan, sebab makin bertambahnya jumlah pohon dari keadaan tersebut tidak akan memberikan hasil penaksiran yang baik (Loetsch, et al., 1973 ).

F. Metode Systematic Sampling

Menurut Harbagung (1985a), tujuan utama dari pengambilan contoh dengan cara sistematik adalah untuk memeperoleh contoh yang berasal dari seluruh populasi secara tersebar merata. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh dari populasi. Dibandingkan dengan pengambilan contoh secara acak, penggunaan

systematic sampling dalam inventarisasi hutan dapat memberi keuntungan, yaitu:

1. Mudah dalam pembuatan rencana dan juga mudah dalam pelaksanaannya dilapangan dengan demikian cara ini lebih menghemat waktu dan biaya.

2. Khusus dalam kaitannya dengan pemetaan dan penaksiran volume kayu, cara ini dapat memberi hasil yang cermat karena penempatan contoh menyebar merata. Demikian juga Hitam (1980) menyatakan bahwa penarikan contoh secara sistematik ini sering digunakan dalam penaksiran massa tegakan kayu karena :

1. Satuan-satuan penarikan contoh lebih mudah ditempatkan di lapangan dan biayanya lebih murah.

(20)

2. Kelihatannnya satuan–satuan penarikan contoh lebih mewakili, karena contoh contoh tersebut tersebar merata pada seluruh populasi, sehingga lebih memberikan perwakilan daripada contoh-contoh yang diambil secara baik.

Cohran (1991) menyatakan bahwa untuk memperkecil kekurangan dari systematic sampling. Sering kali dikombinasikan dengan random sampling yaitu dengan cara memilih

salah satu contoh acak kemudian contoh yang lain dipilih secara sistematik sesuai dengan pola yang telah di terapkan, cara ini lazim disebut dengan contoh sistematik dengan awal acak ( systematic sampling with random start ).

Menurut Husch (1987), kelemahan utama pencuplikan (sampling) sistematik adalah bahwa cara tersebut yang tidak didasarkan kepada hukum-hukum peluang dan tidak memberi kesempatan perhitungan kesalahan (sampling error) cuplikan yang sah. Pada

kenyataan praktek banyak cuplikan sistematik di analisis melalui penggunaan rumus pencuplikan acak (random).

G. Intensitas sampling

Banyaknya unit contoh lapangan yang harus diambil dalam suatu inventarisasi hutan dapat ditentukan dengan dua cara. Prosedur yang pertama adalah menghitung banyaknya petak ukur lapangan yang dibutuhkan untuk tingkat peluang tertentu dan kesalahan sampling yang dapat diterima. Cara yang kedua adalah dengan memilih intesitas contoh atau banyaknya unit contoh tertentu sebelum memulai pekerjaan di lapangan. Unit contoh ditentukan berdasarkan pertimbangn keterbatasan waktu dan dana yang tersedia. Dengan cara kedua ini, dalam tahap perencanaannya ketelitian yang dikehendaki kurang diberi tekanan (Husch,1987).

Direktorat Bina Program Kehutanan (1982) dalam Purwaningrum (2002) mengemukakan bahwa pada dasarnya semakin banyak jumlah unit contoh yang dibuat dan diamati, maka derajat ketelitian pengamatan semakin tinggi, atau dengan kata lain apabila intesitas tinggi maka kegiatan inventarisasi akan mempunyai kesalahan yang rendah. Besarnya kesalahan sampling bagi suatu pengamatan yang masih memenuhi syarat ketelitian berkisar antara 5-10%.

(21)

Spurr (1952) menyatakan bahwa intensitas sampling merupakan suatu pertanyaan tentang berapa banyak unit contoh yang harus diambil pada suatu populasi yang besar termasuk tingkat ketelitian yang diinginkan dan jumlah biaya yang tersedia untuk pelaksanaan survei.

H. Sampling Error

Menurut Husch (1987), kesalahan sampling (sampling error) merupakan perbedaan

yang mungkin antara taksiran dengan nilai sebenarnya di dalam populasi, bila besarnya cuplikan atau jumlah petak ukur bertambah maka rata-rata sampling error menurun dan

nilai kepercayaan atas taksiran inventarisasi meningkat.

Dalam teknik penarikan contoh, kesalahan sampling masih dianggap tepat dalam pendugaan tidak lebih dari 10 % (Spurr,1952).

Kesalahan sampling (sampling error) merupakan kesalahan dalam pengambilan

contoh yang besarnya dinyatakan dalam persen (Sutarahardja,1999).

I. Efisiensi Relatif

Dalam teknik sampling, pengertian efisiensi menunjukkan tingkat keberhasilan satu teknik dari segi biaya, waktu dan ketelitian (Nasoetion dan Barizi ,1976).

Efisiensi adalah perbandingan perkalian kuadrat standar deviasi dengan biaya atau waktu antara dua teknik sampling. Jika efisiensi relatif lebih besar dari 100 % artinya teknik kedua lebih efisien daripada teknik sampling tandingannya (Husch,1963).

Di dalam rancangan suatu inventarisassi hutan ada baiknya diselidiki efisiensi relatif berbagai ukuran dan bentuk unit cuplikan, efisiensi dapat diuji dengan membandingkan

error cuplikan dengan biaya yang dibutuhkan untuk dapat di peroleh. Dari unit-unit

cuplikan yang berbeda untuk dipilih ukuran dan bentuk petak ukur yang akan menghasilkan informasi pada tingkat biaya terendah (Husch,1987).

Menurut Sutarahardja (1997), efisiensi merupakan ukuran untuk membandingkan suatu metode/cara denga metode lainnya berbanding terbalik dengan ragamnnya dan dinyatakan dalam persen (%). Apabila metode satu (1) di bandingkan dengan metode dua (2) > 100%, maka metode 1 lebih teliti/ efisien dibanding dengan metode 2 dan sebaliknya.

(22)

Untuk menduga volume rata-rata per hektar yaitu dengan 2 cara:

1. Arithmatic mean yaitu dengan menghitung volume tegakan per hektar berdasarkan

petak yang diukur di bagi dengan banyaknya petak coba yang di ukur,

2. Dengan menggunakan rataan harmonic yang dimana sebelum mendapatkan hasil akhirnya harus mencari koefisien determinan,

Apabila dari 2 cara hasilnya tidak beberbeda (bedanya kecil ) maka digunakan arithmatic mean.

(23)

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang efisiensi dan ketelitian sampling dilakukan di Hutan Tanaman mahoni ( Swietenia macrophylla King), pada kelas umur V dan keatas. Secara administrasi

pemerintahan lokasi areal penelitian terletak di wilayah Kabupaten Daerah tingkat II Cianjur. Dan secara administrasi kehutanan terletak di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kadupandak Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tanggeung Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Sedangkan secara geografis terletak antara 106o 4’ hingga 107o 25’ Bujur Timur dan 6o 21’ sampai 7o 32’ Lintang Selatan.

Penelitian dilaksanakan dalam bulan Juni 2004 sampai dengan bulan Juli 2004.

B. Alat dan Perlengkapan

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan data meliputi, alat tulis dan tallly sheet, phi band, stop watch, meteran, kompas, haga hypsometer, tambang ukur serta tarif volume

mahoni (Swietenia macrophylla King) untuk Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur.

Sedangkan bahan penelitian adalah tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King) kelas

umur V dan keatas.

C.Prosedur Pengambilan Data

1. Penentuan contoh

Kegiatan penentuan contoh dilakukan dengan cara pengambilan contoh pada areal hutan tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King) KU V dan keatas yang terpilih. Pada

areal ini dilakukan pengukuran dua macam unit contoh, , yaitu unit contoh metode konvensional berbentuk lingkaran dan unit contoh metode tree sampling. Metode

konvensional pengambilan contohnya dilakukan sesuai dengan SK Direksi Perum Perhutani No.143/Kpts/Dir/1980, sedangkan metode unit contoh tree sampling

(24)

penempatan satu petak ukur per hektar dan tree sampling dengan penempatan petak ukur

mengikuti SK Direksi Perum Perhutani No.143/Kpts/Dir/1980.

Pengambilan contoh pada metode unit contoh konvensional dengan pola systematic

sampling with random start, dimana letak petak ukur pertama KU V dan keatas tersebut

ditentukan secara acak dan pada pemilihan petak ukur berikutnya ditentukan secara sistematik. Dengan intensitas sampling 2,5 % dan luas petak ukur (PU) 0,1 ha dan jarak antar PU adalah sama yaitu 200 meter.

Jumlah PU yang akan di ukur dapat ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang telah ditetapkan sebelumnnya, yaitu :

dimana : n = jumlah unit contoh yang di ukur IS = besarnya intensitas sampling N = Jumlah unit contoh populasi

Selanjutnya perhitungan jumlah unit populasi menggunakan rumus : N=

B A

dimana: N = jumlah unit contoh populasi plot (petak ukur) A = luas areal hutan yang diamati (ha)

B = luas petak ukur yang digunakan (ha)

Cara unit contoh tree sampling dengan penempatan petak ukur sesuai dengan SK

Direksi Perum Perhutani No. 143/Kpts/Dir/1980, dimana jumlah dan letak petak ukurnya mengikuti metode unit contoh konvensional.

Untuk metode unit contoh tree sampling dengan pola penempatan satu petak ukur per

hektar, penentuan contohnya juga disusun dengan pola systematic sampling with random start dengan jarak 100 meter

2. Pengumpulan data

Data yang diperlukan daam penelitian ini meliputi dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung di lapangan melalui pengukuran

(25)

terhadap komponen-komponen diameter pohon, jarak pohon terjauh (untuk metode unit contoh tree sampling) dan waktu. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi, tabel

volume lokal tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King), peta kerja, buku RPKH dan

keadaan umum lokasi penelitian.

Pengukuran diameter setinggi dada (1,30 meter di atas pangkal) menggunakan phi band. Data diameter dalam metode unit contoh konvensional di peroleh dari hasil

pengukuran terhadap semua pohon yang terdapat dalam PU 0,1 Ha, sedangkan metode unit contoh tree sampling pegukurannya hanya dilakukan terhadap 6 pohon terdekat dari titik

pusat PU ( untuk metode tree sampling 6 pohon). Cara yang sama juga dilakukan terhadap

metode unit contoh tree sampling dengan 8 dan 10 pohon. Pada pengukuran jarak hanya

dilakukan pada metode unit contoh tree sampling. Jarak yang dimaksud dalam hal ini

adalah pengukuran jarak pohon terjauh dari titik pusat ukur.

Data waktu penyelesaian petak ukur didapat dengan mengukur waktu, mulai dari adanya penandaan titik pusat PU sampai dengan pengukuran terhadap pohon terakhir dalam PU apabila menggunakan metode unit contoh konvensional dan apabila menggunakan metode unit contoh tree sampling dilakukan sampai waktu pengukuran terhadap pohon

terjauh dari titik pusat. Pengukuran waktu menggunakan stop watch.

3. Pengolahan dan analisis data

Data hasil pengukuran di lapangan akan diolah untuk memperoleh nilai dugaan volume per hektar, dimana volume tiap batang pohon dicari dengan menggunakan tariff volume lokal juga akan diperoleh luas bidang dasar per hektar dan jumlah pohon per hektar. Rumus-rumus yang digunakan untuk mengukur dimensi tegakan mahoni (Swietenia macrophylla King ) dalam setiap metode adalah sebagai berikut :

a. Metode unit contoh konvensional ( petak ukur lingkaran 0,1 ha) 1. Pendugaan Volume

(26)

Vj kon = kon k i kon L vi

=1

dimana: Vj kon = volume tegakan per ha berdasarkan petak ukur lingkaran yang ke- j

Vikon = volume pohon ke-i dari petak ukur lingkaran ke-j

L = luas petak ukur yaitu 0,1 ha I = 1, 2, 3, ………, k

k = banyaknya pohon dalam petak ukur lingkaran ke-j

Untuk menduga volume tegakan rata-rata (arithmatic mean) per ha mengunakan rumus

: n V V n j j kon kon

= − = 1 dimana : Vkon _

= volume rata-rata tegakan per ha j = 1, 2, 3, ….., n

n = banyaknya petak ukur yang di ukur 2. Pendugaan jumlah batang

Jumlah batang tegakan per ha untuk setiap petak ukur menggunakan rumus

Nj kon = L n

kon j

dimana : Nj kon = jumlah batang tegakan per ha pada petak ukur ke-j

nj kon = jumlah batang dalam petak ukur ke-j

Rumus rata-rata jumlah batang per ha untuk seluruh tegakan :

n N N n j j kon kon

= = 1 _

(27)

3. Luas bidang dasar

Luas bidang dasar tegakan dalam petak ukur ke-j (gj) besarnya dapat dihitung melalui

rumus :

gj kon = ¼ π (d12 + d22 + d32 + …..+ di2)

dimana : di = Diameter pohon ke-i pada petak ukur ke-j

maka luas bidang dasar per ha pada setiap unit contoh adalah : Gj kon =

L g

kon

j

dimana : Gj kon = luas bidang dasar per ha pada petak ukur ke-j

Rata-rata luas bidang dasar tegakan per hektar diperoleh dengan rumus :

kon G = n g n j jkon

=1

dimana : Gkon = rata-rata luas bidang dasar per hektar untuk seluruh tegakan

b. Metode tree sampling

1. Pendugaan volume

Volume tegakan per hektar pada setiap petak ukur dapat menggunakan rumus :

t j V =

(

)

t j k i k i L V V

= = + 1 1 1 2 1 _

dimana : Vj t = volume tegakan per hektar petak ukur ke – j

Vi = Volume pohon ke – i

Lj t = Luas petak ukur ke – j dalam ha

r = radius petak ukur ke-j (m)

k = jumlah pohon contoh ( 6,8 dan 10 pohon)

(28)

Rata-rata volume tegakan per hektar diduga dengan rumus : t V =

(

)

= = n j t j n j j t j L xL V t 1 1

dimana : Vt = rata-rata volume seluruh tegakan per hektar

n = jumlah unit contoh ( j = 1,2,3,…,n)

2. Pendugaan jumlah batang

Jumlah batang tegakan per hektar diduga dengan menggunakan rumus :

N j t = j t j L n

dimana : Nj t = jumlah batang tegakan per hektar pada petak ukur ke – j

njt = jumlah batang pada petak ukur ke – j

nj t = k -1/2

Lj = luas petak ukur ke- j (ha)

Rata-rata jumlah batang tegakan per hektar pada setiap petak diperoleh melalui rumus rata-rata harmonic ( Loetsch, 1973) :

ha N = 2 1 1 1 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

= n i r n c

dimana :N = jumlah batang rata-rata per hektar

(29)

n = jumlah contoh r1= radius petak ukur (m)

Rumus untuk koefisien determinan ( Loetsch, 1973) :

c =

[

(

)

( )

]

(

)

[

2 2!

]

10000 2 ! 1 2 4 1 x j J j − − − π

dimana : j = jumlah pohon contoh ( 6, 8 dan 10)

3. Pendugaan luas bidang dasar

Luas bidang dasar tegakan pada areal petak ukur ke-j (gj) dihitung menggunakan

rumus :

gjt= ¼ π (d12 + d22 + d32 + …+ ½ di2)

dimana : gj t = luas bidang dasar pohon dari petak ukur ke – j

di = diameter pohon ke – i dari pohon yang diamati i = jumlah pohon (6, 8 dan 10)

Sehingga luas bidang dasar tegakan per hektar pada petak ukur adalah :

Gj t = + + + + ) 2 ... ( 2500 2 2 3 2 2 2 1 2 ij j j d j j d d d r

dimana : Gj t = luas bidang dasar per hektar petak ukur ke-j

rj2 = luas petak ukur ke-j

gjt = luas bidang dasar pohon dari petak coba ke – j

(30)

t G = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + + + ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡

= 2 ... 1 2500 2 2 3 2 2 2 1 1 ij j j j n j j d d d d r n

dimana : Gt = rata-rata luas bidang dasar per ha

c. Ragam dugaan rata-rata populasi dihitung menggunakan rumus :

2 Y S = ⎢⎣⎡ − ⎥⎦N n N n Sy2 ; untuk fpc < 95% 2 Y S = n Sy 2 ; untuk fpc ≥ 95% dimana : 2 Y

S = ragam rata-rata contoh

2 y

S = ragam populasi

N = jumlah unit seluruh populasi Fpc = finite population correction

Besarnya nilai 2 y

S dapat diperoleh melalui :

2 y S =

(

)

1 2 2 − −

n n y yj j

dimana : yj = volume per unit contoh

d. Menghitung efisiensi relatif

Rumus untuk menghitung besarnya simpangan baku populasi adalah :

Y

S = SY2

Sedangkan sampling error ditentukan dengan menggunakan rumus : SE = . x100%

Y S

t Y

(31)

t = nilai tabel distribusi t-student

Y

S = simpangan baku dari nilai dugaan dan rata-rata populasi Y = rata-rata contoh

Rumus untuk menentukan efisiensi berbagai macam petak coba adalah : Efb-a = 2 100% 2 x SE SE b a

dimana : Efb-a = efisiensi metode b terhadap metode a

SEa = kesalahan sampling metode a

SEb = kesalahan sampling metode b

• Bila ER b-a > 100 %, maka metode b lebih teliti/ efisien dibandingkan metode a.

• Bila ER b-a < 100 % maka metode a lebih teliti/ efisien dibandingkan metode b. • Bila ER b-a = 100% maka kedua metode tersebut sama ketelitiannnya.

Pada penelitian ini, efisiensi yang dimaksud adalah membandingkan metode-metode unit contoh tree sampling, yang diuji terhadap metode unit contoh konvensional yaitu petak

ukur berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha.

e. Pengujian antar metode

Untuk melihat kemungkinan adanya perebedaan hasil antar metode, dilakuakn pengujian dengan rancanagan acak lengkap (RAL). Selanjutnya perbedaan antar metode di uji terhadap metode konvensional sebagai metode kontrol dengan uji Dunnet (Gasperz, 1991).

Dalam pengujian RAL dengan hipotesa adalah sebagai berikut : H0 : µi - µi’ = 0

(32)

Dimana : µi adalah nilai rata-rata dari metode ke-i

Pengujian hipotesis dilakuan dengan uji F pada analisis ragam ( analysis of variance ) dengan rancangan analisis sebagaimana tertuang dalam Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Rancangan analisis ragam Sumber

Keragaman

Derajat Bebas Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah F hit

Perlakuan t- 1 JKp KTP = JKP/( t -1 ) KTP/KTS

Sisa ( r – 1 ) (t – 1 ) JKT - JKP KTS = JKS/dbs

Total r- 1 JKT

Dimana : t = banyaknya perlakuan r = banyaknya ulangan

KTp = Kuadrat Tengah Perlakuan

KTS = Kuadrat Tengah Sisa

Kriterium uji dalam analisi tersebut diatas adalah : Fhit = KTP /KTS

Dan kaidah keputusannya adalah :

Jika F hit > F tabel, maka Tolak H0, sedangkan jika F hit ≤ F tabel, maka Terima

(33)

IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas

Kesatuan Pemangkuan Hutan ( KPH ) Cianjur secara geografis terletak antara 1060 4’ sampai dengan 1070 25’ Bujur Timur dan 60 21’ sampai dengan 70 32’ Lintang Selatan. Kawasan hutan yang ada meliputi kelompok hutan di pegunungan dan di dataran rendah yang membujur dari Utara ke Selatan.

Dalam pengelolaanya KPH Cianjur di bagi menjadi dua Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH) yaitu SKPH Cianjur Utara dan SKPH Cianjur Selatan.

RPH Kadupandak yang luasnya 2.327,00 ha terletak di BKPH Tanggeung wilayah RPH Kadupandak dibatasi oleh:

Bagian Utara : RPH Bahularang BKPH Sukanegara Selatan Bagian Selatan : RPH Walahir dan RPH Ciogong

Bagian Barat : BKPH Sukabumi Bagian Timur : KPH Bengbreng

Sedangkan wilayah BKPH Tanggeung yang secara keseluruhan luasannya 9.180.66 ha dibatasi oleh

Bagian Utara : BKPH Sukanegara Selatan Bagian Selatan : Samudera Indonesia Bagian Barat : BKPH Sukabumi Bagian Timur : BKPH Cibarengkok

BKPH tanggeung terdiri atas 4 RPH, yaitu RPH Salatri, RPH Ciogong, RPH Walahir, dan RPH Kadupandak. Adapun luas masing-masing RPH sebagai berikut:

RPH Salatri : 1.108,00 ha RPH Ciogong : 3.077,61 ha RPH Walahir : 1.160,00 ha RPH Kadupandak : 2.327.00 ha

(34)

Data luas tiap jenis tanaman dan bentuk peruntukannya di RPH Kadupandak : ƒ Jati : 56.94 ha ƒ Mahoni : 1.208,82 ha ƒ Pinus : 92.70 ha ƒ Rasamala : 172.17 ha ƒ Rimba Campuran : 408.84 ha ƒ Tanah Buruk pertumbuhan: 56.21 ha ƒ LDTI : 16.56 ha ƒ Tanah Kosong : 319.76 ha

B. Topografi

Kawasan hutan di KPH Cianjur pada umumnya mempunyai bentuk lapangan sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit-bukit, dengan lereng lapangan miring, bergelombang dan landai sedang sebagian kecilnya merupakan dataran rendah, ketinggian tempat di KPH Cianjur berkisar antara 0 sampai 2.962 meter diatas permukaan laut (puncak Gunung Gede) dengan kemiringan lereng 1 % sampai dengan 50 %. Wilayah Cianjur Selatan mempunyai kemiringan lereng 15 % sampai dengan 50 % dan wilayah Cianjur Utara antara 1 % sampai dengan 15 %.

C. Keadaan Tanah

Jenis tanah di kawasan KPH Cianjur menurut peta De Jongh dan Mohr, dari Utara ke Selatan terdiri dari: ( KPH Cianjur, 1992)

Tanah laterit kuning dan sawah dari bahan Gunung api

Tanah abu yang mulai dan telah lanjut hancur, yang masih kaya dengan simpanan mineral

Tanah laterit merah dan sawo dari batuan yang tua

Tanah laterit merah dari bahan gunung api dan amat miskin dengan simpanan mineral

(35)

Pada petak tempat lokasi penelitian mempunyai jenis tanah latosol; dengan warna coklat, agak berbatu dan berhumus menurut Harjowigeno (1987) jenis tanah latosol dicirikan sebagai tanah dengan kadar liat > 60 %, teksturnya remah sampai gempal, gembur dan warna tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam > 150 cm, kejenuhan basa < 50 % umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horizon kambik.

D. Iklim

Iklim di daerah KPH Cianjur menurut peta iklim Schmidt dan Ferguson terbagi pada beberapa tipe iklim (KPH Cianjur, 1992)

Pada KPH Cianjur bagian Utara di sebelah Barat memiliki tipe A dan di bagian Timur memiliki tipe B. Pada KPH Cianjur bagian Tengah di sebelah Barat memiliki tipe iklim A dan sedikit tipe B di Barat Daya, sebelah tengah tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut, sebelah Timur tipe A dan sedikit tipe B di Timur Laut. Pada KPH Cianjur bagian Selatan di sebelah Barat dan Tengah masuk tipe B, sebelah Timur tipe B, dan di Timur Laut tipe A

Schmidt dan Ferguson ( 1951 ), membagi tipe iklim ini berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering dengan bulan basah, yang dirumuskan :

• Untuk tipe A, Q = 0 % - 14,3 % • Untuk tipe B, Q = 14,3 % - 33,5 %

Dengan nilai Q di hitung berdasarkan perhitungan berikut :

Q = Jumlah bulan kering X 100% Jumlah bulan basah

Sedangkan curah hujan berdasarkan peta curah hujan daerah KPH Cianjur untuk tiap-tiap bagian adalah:

1. Bagian Utara : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 340 mm dan sebelah Timur curah hujan rata-rata bulanan 265 mm.

2. Bagian Tengah : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 230 -375 mm dan sebelah Timur curah hujan rata-rata bulanan 340 mm.

(36)

3. Bagian Selatan : sebelah Barat curah hujan rata-rata bulanan 275 mm.

E. Keadaan Vegetasi

Pada KPH Cianjur khususnya di BKPH Tanggeung tegakan hutan yang banyak adalah mahoni ( Swietenia macrophylla King ) yang termasuk dalam kelas hutan TJKL

(Tanaman Jenis Kayu Lain), tegakan mahoni ditanam dengan jarak tanam 3 m x 2 m dengan pertumbuhan hampir merata dan murni, tumbuhan bawah mempunyai kerapatan sedang dan di dominasi oleh dengan jenis tanaman Harendong dan Jaron.

(37)

V.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Jumlah Unit Contoh

Pelaksanaan inventarisasi dilakukan pada 3 anak petak yang masing masing mewakili KU V, KU VI , dan KU VII yaitu anak petak 20 G, 8B dan 16 D dengan luas masing masing yaitu 33 ha, 53,96 ha dan 16,60 ha. Pada anak petak yang terpilih ini dilakukan pengukuran dengan dua metode bentuk unit contoh dalam inventarisasi hutan yaitu metode konvensional (circular plotsampling ) dan metode tree sampling.

Pada metode konvensional, petak ukur yang digunakan adalah petak ukur berbentuk lingkaran dengan luas 0,10 ha dengan jari-jari 17,8 m dan intesitas samplingnya 2,5 %. Sedangkan untuk metode tree sampling, penerapanya dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Penempatan petak ukur yang sesuai dengan metode konvensional (metode TSa).

2. Penempatan petak ukur dengan cara satu petak ukur setiap satu hektar (one plot one hectar) atau metode TSb.

Pada metode tree sampling ini digunakan 6, 8 dan 10 pohon.

Jumlah unit contoh petak ukur ( PU ) yang digunakan untuk setiap metode dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah unit contoh pada berbagai metode inventarisasi

Metode Jumlah Petak Ukur (PU)

KU V KU VI KU VII Konvensional 8 13 4 TS.a 6 pohon 8 13 4 8 pohon 8 13 4 10 pohon 8 13 4 TS b 6 pohon 33 53 16 8 pohon 33 53 16 10 pohon 33 53 16 B. Hasil pengukuran

(38)

1. Volume tegakan per Ha

Pada pendugaan volume pohon per ha ini diperoleh nilai rata-rata populasi dan simpangan baku rata-rata volume per ha seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Hasil perhitungan pendugaan volume rata-rata per hektar dan simpangan bakunya pada setiap metode

Metode

KU V KU VI KU VII

V

(m3/Ha) (mS3V/Ha) (m3V/Ha) (mS3/Ha)V (m3V/Ha) (mS3/Ha) V

Konvensional 151,31 25,61 76.27 9.39 105,62 13,93 TSa 6 169,65 13,89 195.99 19.40 173,19 22,80 TSa 8 146,09 17,72 153.51 16.51 175,02 31,37 TSa 10 130,57 18,11 149.91 12.23 144,49 18,32 TSb 6 173,80 12,41 187.21 7.78 237,85 18,954 TSb 8 205,34 15,41 173.27 7.85 197,42 10,73 TSb 10 178,21 11,20 151.01 6.37 186,04 17,44

Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka standar deviasi pada suatu KU .

Dari hasil perhitungan pada Tabel 3 terlihat bahwa pendugaan volume tegakan pada KU V dan KU VI, yang memiliki simpangan baku terkecil adalah metode TSb 10 pohon, yaitu masing-masing sebesar 11.20 m3/Ha dan 6.37 m3/Ha, pada KU VII metode TSb 8 pohon memiliki nilai simpangan baku terkecil dengan nilai sebesar 10.73 m3/Ha.

2. Jumlah pohon

Dalam pendugaan jumlah pohon per Ha ini diperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku rata-rata jumlah pohon per Ha seperti pada Tabel 4 di bawah ini

Tabel 4. Hasil perhitungan pendugaan jumlah pohon rata-rata per hektar dan simpangan bakunya pada setiap metode

(39)

Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka standar deviasi pada suatu KU.

Dari hasil perhitungan pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada KU V untuk pendugaan jumlah pohon yang memiliki simpangan baku terkecil adalah metode Tsa 6 pohon dengan nilai sebesar 8.84 pohon/ha. Pada KU VI dan KU VII yang memiliki simpangan baku terkecil adalah metode TSb 10 pohon dengan nilai masing-masing sebesar 5.78 pohon/Ha dan 13.56 pohon/ha.

3. Luas bidang dasar tegakan per ha

Dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan per Ha, diperoleh dan simpangan baku rata-rata luas bidang dasar tegakan per Ha seperti pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5.. Hasil perhitungan pendugaan luas bidang dasar pohon rata-rata per hektar dan simpangan bakunya pada setiap metode

Metode KU V KU VI KU VII G (m2/Ha) SG (m2/Ha) G (m2/Ha) SG (m2/Ha) G (m2/Ha) SG (m2/Ha) Konvensional 24,04 3,44 12.48 1.26 15,92 1,90 TSa 6 25,15 1,68 34.62 2.51 26,52 2,67 TSa 8 23,23 2,22 26.49 2.16 30,95 3,52 TSa 10 21,04 2,17 25.29 1.66 20,46 2,48 TSb 6 26,57 2,08 30.40 1.11 42,02 3,42 TSb 8 35,04 2,76 27.94 1.06 37,46 1,88 TSb 10 29,23 1,55 22.81 0.82 29,01 1,12

Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka standar deviasi pada suatu KU.

Metode KU V KU VI KU VII N (phn/Ha) SN (phn/Ha) N (phn/Ha) SN (phn/Ha) N (phn/Ha) SN (phn/Ha) Konvensional 248,75 30,96 150 11.54 152,50 13,77 TSa 6 250,00 8,84 438.00 36.91 234,21 18,70 TSa 8 212,36 14,69 322.82 21.07 281,42 33,67 TSa 10 193,40 11,61 149.91 10.50 234,76 30,04 TSb 6 239,42 12,74 187.21 8.32 357,28 23,99 TSb 8 318,42 18,39 173.26 8.87 229,29 17,98 TSb 10 276,31 14,04 211.18 5.78 217,38 13,56

(40)

Dari hasil perhitungan pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada KU V, VI dan KU VII pendugaan luas bidang dasar yang memiliki simpangan baku terkecil adalah metode TSb 10 pohon. Dengan nilai masing-masing sebesar 1.55 m2/Ha, 0.82 m2/Ha dan 1.12 m2/Ha.

4. Luas rata-rata petak ukur untuk metode tree sampling

Luas petak ukur pada metode konvensional, sesuai dengan petunjuk kerja inventarisasi sumber daya hutan adalah sebesar 0,10 Ha dengan jari-jari 17.8 m dari Tabel 8 terlihat bahwa untuk metode tree sampling, luas petak ukurnya berbeda-beda. Pada

dasarnya metode tree sampling merupakan metode yang bentuk satuan contohnya

ditentukan bukan berdasarkan luasan tertentu, melainkan berdasarkan sejumlah pohon tertentu yang berada dalam satuan contoh tersebut. Untuk mendapatkan jari-jari tiap petak ukurnya. Diperoleh dari jarak pohon yang terjauh ditambah dengan setengah diameter pohon terjauh.

Luas dan jari-jari rata-rata petak ukur pada setiap metode tree sampling yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas dan jari-jari rata-rata PU pada setiap metode tree sampling yang digunakan

Metode Luas ( Ha ) Jari-jari ( M) KU V KU VI KU VII KU V KU VI KU VII konvensional 0,1 0.1 0.1 17.84 17.84 17.84 Tsa 6 0,02 0.01 0.02 8,20 6.37 8.50 Tsa 8 0,03 0.02 0.02 10,53 8.64 9.20 Tsa 10 0,05 0.03 0.04 12,44 10.06 11.67 Tsb 6 0,02 0.02 0.01 8,60 8.00 6.54 Tsb8 0,02 0.03 0.02 8,81 9.85 8.05 Tsb10 0,03 0.04 0.03 10,60 11.97 10.43

Dari ketiga kelas umur diatas kelas V, VI dan VII menurut keadaan dilapangan pada awalnya padat yang merupakan hutan tanaman yang ditanam dengan jarak tanam 3 X 2 m tetapi kemudian menjadi agak renggang, makin muda KU maka keadaaan semakin rapat dan makin tinggi KU semakin jarang kepadatannya tetapi itu tidak mutlak karena banyak faktor yang mempengaruhi antara lain terjadi pencurian kayu secara besar besaran oleh masyarakat sekitar hutan.

(41)

C. Sampling error dan Efisiensi Relatif

Menurut Sutarahardja (1999), kesalahan sampling (sampling error) merupakan

kesalahan dalam pengambilan contoh yang besarnya dinyatakan dalam (%) dan masih dianggap tepat dalam pendugaan bila tidak lebih dari 20 % ( Spurr, 1952), sedangkan besarnya kesalahan sampling yang memenuhi syarat ketelitian yang ditetapkan Perhutani berkisar antara 10-15 % (Direktorat Jendral Kehutanan, 1974).

Sampling error merupakan salah satu nilai yang diperhitungkan dalam perhitungan

efisiensi selain waktu kerja. Efisiensi yang dimaksud adalah efisiensi relatif, yaitu membandingkan metode tree sampling terhadap metode petak ukur konvensional berupa

lingkaran dengan luas 0.1 Ha.

Hasil perhitungan nilai sampling error dan efisiensi relatif pada setiap metode dapat

dilihat pada Tabel 7, 8 dan Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 7. Hasil perhitungan nilai sampling errror dan efisiensi relatif untuk setiap metode

dalam pendugaan volume pohon

Metode

Sampling error ( % ) Efisiensi relatif ( %) KU V KU VI KU VII KU V KU VI KU VII konvensional 50,72 26.84 59,88 100,00 100.00 100,00 Tsa 6 24,53 21.57 59,79 427,62 154.83 100,29 Tsa 8 36,36 23.44 81,38 194,55 131.10 54,14 Tsa 10 41,56 17.78 57,56 148,95 227.81 108,22 Tsb 6 17,49 8.15 20,74 840,72 1085.67 833,89 Tsb 8 18,37 8.88 14,14 762,04 912.99 1792,71 Tsb 10 15,40 8.27 24,39 1085,19 1053.74 602,57

Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka sampling error pada suatu KU dan angka terbesar dari deretan angka efisiensi relatif pada

suatu KU.

Dari hasil perhitungan sampling eror pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa dalam

pendugaan volume pohon pada pada KU V yang memiliki sampling error terkecil adalah

metode TSb 10 pohon dengan nilai masing-masing sebesar 15.40 %, pada KU VI yang memilki sampling error terkecil adalah metode TSb 6 pohon dengan nilai sebesar 8.15 %, sedangkan pada KU VII metode Tsb 8 pohon memiliki sampling error terkecil dengan nilai

(42)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa dalam pendugaan volume pohon pada KU V, metode Tsa dan Tsb lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional dan metode yang paling efisien dalam pendugaan volume pohon adalah metode TSb 10 pohon dengan nilai sebesar 1085.19 %. Pada KU VI metode yang paling efisien adalah metode TSb 6 pohon dengan nilai sebesar 1085.67 %, sedangkan pada KU VII metode TSb lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional dan metode TSa. Metode yang paling efisien adalah metode TSb 8 dengan nilai sebesar 1792.71 %.

Histogram hubungan antara sampling error dan efisiensi relatif dengan berbagai

metode yang digunakan dalam pendugaan volume pohon pada masing masing KU dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

24 ,5 3 17, 49 18, 37 36 ,3 6 15 ,4 0 41 ,5 6 50 ,7 2 0 10 20 30 40 50 60 Tsa TSb Konvensional m acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 2. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KU V

21 ,5 7 8, 15 23, 44 8, 88 17, 78 8, 2 7 26 ,8 4 0 5 10 15 20 25 30 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

(43)

Gambar 3. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KUVI

59 ,79 20 ,7 4 81 ,3 8 14, 1 4 57 ,56 24, 3 9 59 ,88 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Tsa TSb Konvensional m acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 4. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KU VII

z 427, 62 840, 72 194, 55 7 62, 04 148, 95 10 85, 19 100, 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur ER (% ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 5. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KU V

1 54, 83 10 85, 67 131, 1 0 912 ,99 22 7, 81 10 53, 74 100, 00 0 200 400 600 800 1000 1200 Tsa TSb Konvensional m acam pe tak uk ur ER ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

(44)

Gambar 6. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KU VI

100, 29 833, 89 54, 14 1792, 71 108 ,22 6 02,5 7 100 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Ts a TSb Konvens ional m acam pe tak uk ur ER ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvens ional

Gambar 7. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan volume tegakan pada KU VII

Tabel 8. Hasil perhitungan nilai sampling errror dan efisiensi relatif untuk setiap metode

dalam pendugaan jumlah pohon

Metode

Sampling error ( % ) Efisiensi relatif ( %) KU V KU VI KU VII KU V KU VI KU VII konvensional 37,31 16.76 41,00 100,00 100.00 100,00 Tsa 6 10,59 18.36 36,26 1241,76 83.33 127,82 Tsa 8 20,74 14.22 54,33 323,73 138.92 56,95 Tsa 10 17,98 7.44 58,11 430,63 507.88 49,78 Tsb 6 13,03 5.11 17,47 820,53 1075.52 551,08 Tsb 8 14,14 6.95 20,40 696,21 581.97 403,84 Tsb 10 12,45 5.36 16,23 898,43 976.54 638,16

Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka sampling error pada suatu KU dan angka terbesar dari deretan angka efisiensi relatif pada

suatu KU .

Dari hasil perhitungan sampling error pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa dalam

pendugaan jumlah pohon pada pada KU V yang memiliki sampling error terkecil adalah

metode TSa 6 pohon dengan nilai sebesar 10.59 %. Pada KU VI yang memiliki sampling

(45)

KU VII metode TSb 10 pohon memiliki sampling error terkecil dengan nilai sebesar

16.23%

Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa dalam pendugaan jumlah pohon pada pada KU V, metode Tsa dan Tsb lebih efisien dibandingkan dengan metode konvensional. Metode yang paling efisien dalam pendugaan jumlah pohon adalah metode TSa 6 pohon dengan nilai sebesar 1241.76 %, pada KU VI metode yang paling efisien adalah metode TSb 6 pohon dengan nilai sebasar 1075,52.%. Sedangkan pada KU VII TSb lebih efisien dibandingkan dengan metode Tsa dan metode konvensional. Metode yang paling efisien adalah metode TSb 6 pohon dengan nilai sebesar 638.16 %.

Histogram hubungan antara sampling error dan efisiensi relatif dengan berbagai

metode yang digunakan dalam pendugaan volume pohon pada masing masing KU dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

10 ,59 13 ,03 20 ,7 4 14, 1 4 17, 98 12, 4 5 37 ,3 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Tsa TSb Konvensional m acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 8. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pada KU V

(46)

18, 3 6 5, 11 14, 2 2 6, 9 5 7, 4 4 5, 3 6 16 ,7 6 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur S E ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 9. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU VI

36 ,2 6 17 ,47 54 ,3 3 20 ,4 0 58 ,11 16 ,2 3 41 ,0 0 0 10 20 30 40 50 60 70 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 10. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU VII

124 1, 76 820 ,5 3 32 3, 73 696 ,2 1 43 0, 6 3 8 98, 43 10 0 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur ER ( ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 11. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU V.

(47)

83, 33 1075, 52 138, 92 581, 97 507 ,88 976, 54 1 00, 0 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Tsa TSb Konvensional macam petak ukur

ER ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 12. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU VI

127, 82 551 ,0 8 56, 9 5 4 03, 8 4 49, 7 8 638, 1 6 10 0 0 100 200 300 400 500 600 700 Tsa TSb Konvensional m acam pe tak uk ur ER ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 13. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan jumlah pohon pohon pada KU VII

Tabel 9. Hasil perhitungan nilai sampling eror dan efisiensi relatif untuk setiap metode

dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan

Metode

Sampling error ( % ) Efisiensi relatif ( %) KU V KU VI KU VII KU V KU VI KU VII konvensional 42,89 22.01 54,28 100,00 100.00 100,00 Tsa 6 20,03 15.79 45,71 458,66 194.26 140,97 Tsa 8 28,52 17.76 51,64 226,12 153.59 110,45 Tsa 10 30,91 14.30 55,04 192,46 237.05 97,22 Tsb 6 19,09 7.15 21,18 504,74 946.77 656,91 Tsb 8 19,26 7.44 13,06 495,79 876.51 1727,90

(48)

Tsb 10 12,99 7.04 10,04 1090,18 976.82 2920,86 Catatan: Angka yang di cetak tebal merupakan angka terkecil dari deretan angka sampling

error pada suatu KU dan angka terbesar dari deretan angka efisiensi relatif pada

suatu KU.

Dari hasil perhitungan sampling eror pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dalam

pendugaan luas bidang dasar tegakan pada KU V, KU VI dan KU VII memiliki sampling

error terkecil pada metode TSb 10 pohon dengan nilai masing -masing sebesar 12.99 %,

7.04 %, dan 10.04 %

Pada Tabel 9 dapat dilihat pula bahwa dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan pada pada KU V, KU VI dan KU VII yang paling efisien adalah metode pada luas bidang dasar tegakan adalah metode TSb 10 pohon dengan nilai efisien masing-masing sebesar 1090.18 %, 976.82 % dan 2920.86 %.

Histogram hubungan antara sampling error dan efisiensi relatif dengan berbagai

metode yang digunakan dalam pendugaan pendugaan luas bidang dasar pada masing masing KU dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

20, 08 19, 09 28 ,5 2 19 ,2 6 30 ,9 1 12 ,9 9 42 ,8 9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 14. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan pada KU V

(49)

15 ,7 9 7, 15 17 ,76 7, 4 4 14 ,30 7, 04 22, 0 1 0 5 10 15 20 25 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 15 . Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan pada KU V

45, 71 21, 18 51 ,6 4 13, 0 6 55, 04 10, 04 54, 28 0 10 20 30 40 50 60 Tsa TSb Konvensional M acam pe tak uk ur SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 16. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan pada KU VII

458 ,66 504 ,74 22 6, 12 49 5, 79 192 ,46 10 90 ,1 8 1 00, 0 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Tsa TSb Konvensional

m acam petak ukur

SE ( % ) 6 pohon 8 pohon 10 pohon konvensional

Gambar 17. Histogram hubungan antara efisiensi relatif dengan berbagai macam petak ukur dalam pendugaan luas bidang dasar tegakan pada KU V

Gambar

Gambar 1. Metode tree sampling dengan 6 pohon contoh
Tabel 5.. Hasil perhitungan pendugaan luas bidang dasar pohon rata-rata per hektar dan  simpangan bakunya pada setiap metode
Gambar 2. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam  pendugaan volume  tegakan pada  KU V
Gambar 3. Histogram hubungan antara SE dengan berbagai macam petak ukur dalam  pendugaan volume  tegakan  pada  KUVI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian: guru PAI dalam merencanakan evaluasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII di SMPN 1 Sumbergempol kabupaten Tulungagung, yaitudengan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan disusun dalam tugas akhir ini adalah bagaimana membuat perencanaan strategis dan

Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron basal losses). Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat. 2)

Perusahaan-perusahaan listrik dan/atau gas milik Belanda yang ada di wilayah Republik Indonesia, sebagaimana terperinci dalam pasal 2 di bawah ini, dikenakan nasionalisasi

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian

“Karakteristik Nugget Ikan Kurisi (Nemipterus nematophorus) dengan Penambahan Karagenan dan Tepung Tapioka pada Penyimpanan Suhu Chilling dan

Bentuk upaya yang dilakukan komunitas ikawangi Malang Raya dengan mempertahankan dan mengenalkan Tari Gandrung sebagai identitas budaya Banyuwangi.. Para pemudanya

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk membuat sistem informasi dalam bentuk aplikasi yang dapat membantu dan memperlancar kegiatan