• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trakeostomi Dan Dekanulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Trakeostomi Dan Dekanulasi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TRAKEOSTOMI 2.1 TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk  bernafas.

 bernafas. Trakeostomi Trakeostomi per per definisi definisi adalah adalah suatu suatu insisi insisi yang yang dibuat dibuat pada pada trakea, trakea, sementarasementara trakeostomi merupakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas trakeostomi merupakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas  jalan nafas bagian atas.

 jalan nafas bagian atas.

Menurut waktu dilakukan tindakan trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi darurat dan Menurut waktu dilakukan tindakan trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).

cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).

2.1.1

2.1.1 Sejarah Sejarah TrakeostomiTrakeostomi

Tindakan bedah ini memiliki reputasi yang panjang sampai baru-baru ini kurang Tindakan bedah ini memiliki reputasi yang panjang sampai baru-baru ini kurang  baik.

 baik. McClelland McClelland percaya percaya terdapat terdapat lima lima periode periode dalam dalam perkembangan perkembangan dan dan penerimaanpenerimaan tindakan trakeostomi yang dapat dilihat. Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur tindakan trakeostomi yang dapat dilihat. Catatan trakeostomi yang paling awal terkubur dalam legenda. Buku suci agama Hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 200

dalam legenda. Buku suci agama Hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 200 0 dan 10000 dan 1000 SM menjelaskan “satu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara bila rawan SM menjelaskan “satu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara bila rawan leher dipotong.”

leher dipotong.” Namun, para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar 124 Namun, para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar 124 SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan bedah SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini. Tidak ada catatan bedah mengenai keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova (1500-1570) mengemukakan mengenai keberhasilan tindakan ini sebelum Brasalova (1500-1570) mengemukakan  penanganan

 penanganan bedah bedah yang yang berhasil berhasil pada pada angina angina Ludwig Ludwig pada pada tahun tahun 1546. 1546. Pada Pada era era kedua,kedua, dari tahun 1546 hingga 1833, tindakan bedah seperti ini sangat ditakuti, dan hanya 28 dari tahun 1546 hingga 1833, tindakan bedah seperti ini sangat ditakuti, dan hanya 28 trakeostomi yang dilaporkan berhasil selama tiga abad ini.

trakeostomi yang dilaporkan berhasil selama tiga abad ini.

Trousseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka Trousseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteri dengan angka keberhasilan 25% (angka melakukannya untuk menangani kasus difteri dengan angka keberhasilan 25% (angka  penyembuhan yang

 penyembuhan yang cukup tinggi cukup tinggi pada saat pada saat itu). Era itu). Era trakeostomi yatrakeostomi yang ketiga ng ketiga terangkat padaterangkat pada tahun 1921 saat Chevalier Jackson mengemukakan teknik-teknik modern dan menentang tahun 1921 saat Chevalier Jackson mengemukakan teknik-teknik modern dan menentang

(2)

insisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama. Saran ini, bila diikuti, me

insisi kartilago krikoid atau cincin trakea pertama. Saran ini, bila diikuti, me ngurangi angkangurangi angka komplikasi yang tinggi akibat stenosis subglotis iatrogenic. Selama masa ini, indikasi komplikasi yang tinggi akibat stenosis subglotis iatrogenic. Selama masa ini, indikasi untuk trakeostomi hamper eksklusif merupakan sumbatan jalan nafas

untuk trakeostomi hamper eksklusif merupakan sumbatan jalan nafas bagian atas.bagian atas.

Era keempat dimulai tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas Era keempat dimulai tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas dapat dilakukan pada kasus-kasus paralisis pernafasan yang sulit, khususnya poliomyelitis. dapat dilakukan pada kasus-kasus paralisis pernafasan yang sulit, khususnya poliomyelitis. Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran dalam era ini, dengan Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran dalam era ini, dengan melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera dada yang berat, melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera dada yang berat, intoksikasi barbiturate, dan control jalan nafas pasca bedah. Era ini merupakan masa-masa intoksikasi barbiturate, dan control jalan nafas pasca bedah. Era ini merupakan masa-masa yang penuh rasa antusias. Selama

tahun-yang penuh rasa antusias. Selama tahun-tahun ini, lahirlah ungkapan “jika andatahun ini, lahirlah ungkapan “jika anda mempertimbangkan trakeostomi, lakukanlah”, dan pepatah ini masih diikuti sebagian mempertimbangkan trakeostomi, lakukanlah”, dan pepatah ini masih diikuti sebagian dokter untuk menghindari trakeostomi pada saat kritis.

dokter untuk menghindari trakeostomi pada saat kritis.

Sejak awal 1960-an, kecenderungan melakukan trakeostomi guna memintas Sejak awal 1960-an, kecenderungan melakukan trakeostomi guna memintas sumbatan dan mengatasi akumulasi secret atau kegagalan ventilasi mulai muncul ke sumbatan dan mengatasi akumulasi secret atau kegagalan ventilasi mulai muncul ke  permukaan.

 permukaan. Intubasi Intubasi endotrakea endotrakea telah telah menjadi menjadi lebih lebih kompetitif, kompetitif, dimana dimana perawatannyaperawatannya dapat lebih baik termasuk penghisapan trakea yang sering, serta pemakaian udara lembab dapat lebih baik termasuk penghisapan trakea yang sering, serta pemakaian udara lembab dan tube baru yang dibuat dari plastic guna mengurangi pembentukan keropeng, dengan dan tube baru yang dibuat dari plastic guna mengurangi pembentukan keropeng, dengan demikian tidak lagi dapat dihindarkannya komplikasi trakeostomi membuat teknik ini demikian tidak lagi dapat dihindarkannya komplikasi trakeostomi membuat teknik ini menarik.

menarik.

2.1.2 Anatomi 2.1.2 Anatomi

Trakea merupakan suatu tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago Trakea merupakan suatu tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago (elastin) yang tidak penuh dibagian posterior. Trakea berawal di bawah kartilago krikoid (elastin) yang tidak penuh dibagian posterior. Trakea berawal di bawah kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esophagus, turun ke dalam yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esophagus, turun ke dalam toraks dimana membelah menjadi 2 bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar toraks dimana membelah menjadi 2 bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar  pada leher berjalan sejajar dengan trakea disebelah lateral dan terbungkus dalam selubung  pada leher berjalan sejajar dengan trakea disebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismus melintas karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismus melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekurens terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan laringeus rekurens terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot leher suprasternal, yang melekat pada menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot leher suprasternal, yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.

(3)

2.1.3 Penanggulangan Sumbatan Laring

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan nafas baru yang dapat menjamin vetilasi. Sumbatan laring dapat menjamin ventilassi. Sumbatan laring dapat disebabkan oleh 1) radang akut dan radang kronis, 2) benda asing, 3) trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan  bunuh diri dengan senjata tajam, 4) trauma akibat tindakan medic, 5) tumor laring, baik  berupa tumor jinak ataupun tumor ganas, 6) kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Gejala dan tanda sumbatan laring ialah : 1. Suara serak (disfoni) sampai afoni 2. Sesak nafas (dipsnea)

(4)

4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan intercostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernafasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

5. Gelisah karena pasien haus udara 9air hunger)

6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :

Stadium 1 : Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor  pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2 : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3 : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dipsnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka  pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernafasan paralitik karena hiperkapnea.

Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia

Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotic, serta pemberian oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif untuk membebaskan saluran nafas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau krikotirotomi.

Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbata n laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan laring stadium 4. Jika ruangan perawatan intensif tidak tersedia, sebaiknya dilakukan trakeostomi.

(5)

2.1.4 Indikasi Trakeostomi

1. Mengatasi obstruksi laring

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah raongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.

3. Mempermudah pengisapan secret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan secret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan)

5. Untuk mengambil benda asing d ari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

Obstruksi jalan nafas bagian atas menakutkan baik bagi pasien maupun dokternya. Timbul dipsnea dan stridor, biasanya inspirasi (bunyi gagak) bila lesi terletak pada atau di atas pita suara sejati. Stridor ekspirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di bawah rima glotidis, bernada tinggi dan menimbulkan mengi. Retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikula dan celah iga mencerminkan suatu usaha untuk menciptakan tekanan negative intratoraks guna menarik udara ke dalam paru-paru. Pasien dapat tampak pucat atau sianotik, sementara disfagia atau mengiler memberi kesan adanya obstruksi mekanis saat menelan. Kegelisahan yang menyertai tanda-tanda ini adalah khas pada anak-anak dan harus mewaspadakan dokter akan kemungkinan perlunya mengendalikan jalan nafas segera. Sedasi berat merupakan kontraindikasi absolut pada anak yang gelisah dengan distress pernafasan, sampai jalan nafas yang tersumbat dapat dipintas, kekecualian pada saat pembedahan. Pada obstruksi mekanis pernafasan, anak yang semula gelisah namun kemudian menjadi tenang tanpa tanda-tanda kelegaan, berada dalam bahaya kematian, sehingga memerlukan tindakan segera.

Pasien kategori kedua tidak mengalami obstruksi jalan nafas bagian atas, namun kemampuan membersihkan secret atau ventilasi yang tidak efektif atau kedua-duanya, menjadi berkurang. Pasien dengan obstruksi secret akibat hilangnya silia, ketidakmampuan  batuk oleh karena nyeri (fraktur iga) atau akibat cedera SSP dapat tenggelam dalam secret

(6)

yang dihasilkannya. Kegagalan membersihkan secret menimbulkan sumbatan mucus yang shunt darah arteri pulmonalis. Shunt ini menyebabkan hipoksia oleh karena alveoli yang mengalami ventilasi tidak mampu mentransfer cukup oksigen. Pengambilan sampel darah arteri menunjukkan PO2 yang rendah, PCO2 rendah minimal (oleh karena rasio kemampuan difusi karbondioksida yang 20:1 terhadap oksigen), dan peninggian pH. Pemberian oksigen serta koreksi patofisiologi dengan jalan trakeostomi yang memungkinkan penghisapan secret dan dengan demikian dapat mengatasi masalah hilangnya reflex batuk, merupakan terapi yang memadai.

2.1.5 Intubasi yang lama

Menimbulkan beberapa komplikasi dengan angka kesakitan dan bahkan kematian  bermakna. Antara lain sinusitis akut ; destruksi hidung, mukosa dan kartilago; otitis media serosa; dan gangguan laring dan subglotis. Gangguan laring dapat lebih sukar diatasi dibandingkan stenosis trakea akibat trakeostomi, karena laring merupakan organ berotot fungsional dan bukan hanya suatu tube berongga untuk menghantarkan udara. Rekonstruksi laring mungkin sukar dan rehabilitasi terkadang tidak memuaskan.

Saat ini, diberbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat atau jika tube dianggap dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 24 jam, bila tube masih diperlukan, barulah dilakukan trakeostomi. Telah terjadi sedikit komplikasi pada daerah laring dan subglotis bilamana menjalankan protocol ini. Namun intubasi dewasa yang lama  jelas meingkatkan resiko dan keparahan komplikasi.

Pada anak dan bayi, intubasi yang lebih lama ternyata cukup berhasil. Tube dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama hingga enam hari, seperti yang diperlihatkan  penelitian klinis. Bayi dapat ditangani untuk waktu yang lebih lama, oleh karena akan lebih

sulit melakukan dan merawat trakeostomi pada kelompok usia ini. Bahkan pada neonates, intubasi hingga lebih dari 6 bulan telah dilaporkan berhasil. Namun adakalanya terjadi komplikasi laring setelah intubasi yang lama pada anak.

Frekuensi stenosis subglotis dapat meningkatkan dengan semakin banyaknya bayi yang menderita berbagai sindrom distress pernafasan yang diatasi dengan tindakan ini, dan  perlu berhati-hati terhadap dorongan untuk melakukan intubasi. Ungkapan lebih b aru, ‘jika

(7)

anda mempertimbangkan trakeostomi, lakukanlah intubasi, dan pertimbangkan lagi’ cukup  bijaksana, namun harus mengingat kenyataan bahwa intubasi adalah suatu tindakan

sementara dan harus dihentikan atau digantikan dengan tube trakeostomi.

Argumentasi mengenai intubasi vs trakeostomi masih belum dapat diselesaikan.  Namun demikian, jika memilih intubasi, maka peralihan menjadi trakeostomi setelah 6 hari  pada anak, dan setelah 72 hingga 96 jam pada dewasa memberikan hasil yang paling

memuaskan saat ini.

2.1.6 Alat Trakeostomi

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (scalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.

2.1.7 Teknik Trakeostomi Pada Orang Dewasa

Bila pembedahan tidak mendesak, maka trakeostomi dilakukan di ruang operasi, kecuali bila kondisi pasien memerlukan peralatan yang tidak praktis sehingga menyusahkan perjalanan ke ruang operasi. Pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki tempat tidur direndahkan 30 derajat guna menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena

(8)

leher. Suatu selimut terlipat ditempatkan diantara scapula a gar leher cukup terekstensi, dan leher anterior dibersihkan secara antisepsis dan ditutup. Ahli bedah dan asistennya mengenakan sarung tangan dan masker bila mengoperasi di tempat, serta mengenakan baju kamar bedah bila mengoperasi di ruang operasi. Setelah penerangan ruangan dipastikan memadai, jaringan subkutan diinfiltrasi dengan lidokai dan epinefrin 1:100.000. Insisi kulit sebaiknya horizontal. Insisi dibuat dengan scalpel tajam setinggi pertengahan antara tonjolan krikoid dan insisura suprasternalis. Insisi sedikitnya 2 inci dan mencapai batas- batas medial otot sternokleidomastoideus. Setelah insisi kulit mencapai otot plastima, diseksi dilakukan vertical tetap pada garis tengah. Diseksi dilakukan secara tajam dan tumpul memakai gunting dan hemostat. 2 klem allis merupakan retractor otot-otot leher yang baik, otot ini dibelah pada garis tengah dan diretraksi ke lateral hingga terlihat fasia  pretrakealis. Palpasi yang sering pada trakea selama melakukan insisi akan memastikan  bahwa diseksi dilakukan tetap pada garis tengah.diseksi vertical pada gars tengah menghindari sebagian besar vena, dan seandainya ada yang ditemukan, maka segera di kauterisasi atau dipotong, atau diligasi dan retraksi. Kelenjar tiroid dengan ismus yang terletak di atas trakea, biasanya dapat diretraksi ke bawah, dengan demikian dapat langsung mencapai keempat cincin trakea yang pertama. Bila kelenjar tidak mudah diretraksi, maka ismus harus diklem, dipotong dan ditambahkan jauh dari garis tengah lapangan operasi.

Sampai dengan tahap operasi pasien yang sadar, diinjeksikan lidokain 4% trans-trakea untuk mencegah spasme batuk hebat setelah insisi dan intubasi. Bilamana digunakan suatu tube trakeostomi dengan bermanset, maka manset harus dikembangkan pada saat ini dan diperiksa dalam air apakah ada kebocoran sebelum dilakukan insisi pada dinding trakea.

Palpasi kartilago krikoid dan tiroid serta identifikasi keduanya dapat mencegah trakeostomi tinggi. Cincin kedua dan ketiga diidentifikasi dan setelah kait krikoid ditempatkan di bawah krikoid guna menarik trakea ke atas da n ke dalam luka, insisi trakea dapat dimulai di sebelah anterior, dengan segera di bawah cincin kedua. Jaringan dian gkat  berukuran cukup besar agar memadai untuk lumen tube, sedikitnya pada cincin ketiga atau  bila perlu cincin keempat. Dapat pula dibuat insisi vertical tanpa perlu mengangkat jaringan kartilago. Eksisi tiga atau lebih cincin terlalu beresiko, dan percobaan binatang

(9)

memperlihatkan kejadian stenosis trakea yang cukup bermakna setelah tindakan ini. Tube trakeostomi yang dipakai pada orang dewasa adalah Jackson No.7 atau tube lain dengan diameter sebelah dalam yang sebanding (8mm). Hemostasis absolut dapat tercapai pada tahap ini, dan pita umbilicus yang mengikat tube trakeostomi di sekeliling leher, diikat erat sambil memfleksikan kepala. Insisi kulit tidak dijahit.

Balon yang harus lentur, kemudian dikembangkan. Tersedia manset yang telah diproduksi secara tepat dan tersedia cukup lentur; bila tidak menggunakan man set tersebut, manset dapat diregang sebelumnya dengan metode Geffin.

(10)
(11)

2.2 Perawatan Segera Pasca Operasi

Jalan nafas atas telah dipintas dan fungsinya sebagai sarana penghangat udara inspirasi hingga 36 C, humidifikasi, dan pengeluaran partikel-partikel asing telah hilang. Silia pada trakea telah kehilangan fungsi dan reflex batuk menjadi tidak efektif. Pada perawatan awal dari stoma  perlu dilakukan auskultasi dada dan pada anak juga memerlukan radiogram dada segera untuk mencek posisi tube agar tidak melampaui karina sehingga masuk ke bronkus kanan dan menyumbat bronkus kiri, serta untuk memastikan bahwa tidak terjadi pneumotoraks. Radiogram  perlu diperiksa oleh ahli bedah setelah prosedur selesai dilaksanakan. Emfisema mediastinum sering ditemukan pada radiogram dada dan film ilangan setelah 48 jam seharusnya tidak memperlihatkan perluasan emfisema. Suatu kerah pelembab yang mengalirkan udara dingin jenu h air atau oksigen dipasang pada stoma. Disamping tempat tidur perlu dipersiapkan peralatan trakeostomi dan suatu tube pengganti, gunting serta tersedia alat penghisap, demikian pula bel untuk meminta pertolongan.

Secret di trakea dan kanul harus sering dihisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya 2 kali sehari, lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan perawatan trakeostomi sangatlah penting. Bila kanul harus dipasang untuk jangka waktu lama, maka kanul luar harus dibersihkan 2 minggu sekali. Kain kassa di bawah kanul harus diganti setiap basah, untuk menghindari terjadinya dermatitis.

Secret trakea banyak selama 24 hingga 48 jam pertama setelah pembedahan tanpa memandang penyakit primer yang memerlukan trakeostomi. Bronkore perlu dibersihkan karena secret tersebut dapat menyumbat dan menimbulkan atelectasis, pneumonia dan shunt pembuluh  pulmonalis. Reflex batuk tidak memadai dan secret perlu diaspirasi melalui tube. Tindakan ini  perlu dilakukan berulangkali, setidaknya tiap 15 menit dalam beberapa jam pertama. Setelah itu dapat dilakukan dalam frekuensi sesuai kebutuhan perorangan berd asarkan banyaknya secret, hasil auskultasi dada dan mendengarkan pernafasan pasien. Pasien trakeostomi yang berbunyi menggelegak berada dalam resiko besar dan harus dilakukan penghisapan. Teknik ini dilakukan dalam kondisi steril, setiap kalinya menggunakan kateter sekali pakai yang baru. Operator harus mengenakan sarung tangan dan mencuci tangann ya sebelum dan setelah melakukan tindakan pada  penderita.

(12)

Secret cenderung mengumpul pada trakea, seringkali tepat dibawah tube. Aspirasi bronkus  juga perlu dan dapat dicapai dengan teknik penghisapan ini. Kateter dihubungkan dengan  perangkat vakum melalui suatu penghubung V. Tekanan jangan dibuat negative sebelum  penghubung V disumbat. Cara yang dipilih adalah dengan memasukkan kateter lewat lumen tube trakeostomi tanpa tekanan hisap negative. Bila tube trakeostomi memiliki kanula dalam, maka kanula ini harus dikeluarkan sebelum tindakan dilakukan. Setelah kateter penghisap tidak lagi dapat masuk lebih jauh ke dalam bronkus, maka kateter tersebut ditarik perlahan-lahan dengan memutar pergelangan tangan sambil ujung jari menutup penghubung V hingga seluruh kateter dikeluarkan. Tindakan ini kemudian diulangi pada bronkus satunya stelah suatu periode istirahat. Periode istirahat ini perlu karena penghisap vakum mengeluarkan udara dari paru-paru dan jika  penghisapan diulangi dalam selang waktu yang berdekatan, volume residu paru-paru akan  berkurang. Penghisapan ulang pada sisi yang sama dilanjutkan hingga auskultasi menjadi bersih

atau respirasi menggelegak lewat tube trakeostomi menjadi reda.

Tube dengan kanula dalam memerlukan pengeluaran dan pembersihan kanula yang sering. Tube PVC dan Silastic merupakan tabung yang kompak dan tidak menyebabkan pengumpulan mucus ataupun krusta seperti halnya tube logam. Tube ini harus dikeluarkan dan diperiksa 48 jam setelah pembedahan, diganti dan diperiksa ulang setiap minggu untuk memastikan tidak ada bolus mucus yang menyumbat lumen. Tube plastic kini dirancang agar paling lunak pada suhu tubuh. Sifat ini lebih lanjut akan mengurangi resistensi kekakuan ukuran dan arah trakea yang merupakan masalah dengan tube logam.

Kini tersedia manset plastic bertekanan rendah untuk tube trakeostomi. Manset ini dirancang untuk memelihara tekanan pada trakea agar tetap dibawah 25 cm H2O. Tekanan demikian mengurangi insidens stenosis akibat manset trakea.

Orang dewasa yang awas dan berpendidikan dapat diajarkan perawatan stoma yang menyeluruh, dan perawatan trakeostomi pada anak di atas 6 bulan dapat dilakukan dirumah. Dokter perlu sangat berhati-hati dan harus memikirkan dengan cermat sebelum memulangkan an ak yang berusia kurang dari 6 bulan sementara anak tersebut masih mengenakan tube trakeostomi.

(13)

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan, terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan  pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8  –   12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia.

2.3.1 Pengambilan Keputusan Dekanulasi

Proses pengambilan keputusan dekanulasi pada pasien obstruksi saluran  pernapasan atas akut sangat berbeda dari pengambilan keputusan dekanulasi pada pasien

(14)

mekanik jangka panjang. Sebagai contoh, pada pasien trakeostomi dengan obstruksi akut saluran pernapasan atas, lebih baik dilakukan pemeriksaan endoskopik untuk mengonfirmasi bahwa abnormalitas telah diatasi. Apabila saluran pernapasan sudah baik maka dekanulasi dan observasi pasien dapat dilakukan.

Contoh dari obstruksi akut saluran pernapasan atas meliputi teraspirasinya benda asing yang mengancam nyawa, angioedema, dan epiglositis. Terkadang apa yang terlihat sebagai obstruksi saluran pernapasan akut yang disebabkan etiologi organik dapat disebabkan kelaianan psikologis yang non organik. Pasien dengan disfungsi pita suara  psikogenik dapat terlihat seperti memiliki obstruksi saluran pernapasan akut2  yang memerlukan trakeostomi emergensi. Disfungsi pita sura dapat diperhatikan apabila tidak ada etiologi organik yang ditemukan dan pemeriksaan endoskopi memberikan hasil yang normal. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa trakeotomi tidak diperlukan pada pasien dengan disfungsi pita suara psikogenik dan pasien biasanya mengalami kesulitan saatdekanulasi seiring dengan meningkatnya keparahan gejala. Klinisi harus fasih dengan temuan endoskopik glotik pada disfungsi pita suara.2

Dekanulasi pasien dengan trakeostomi janga panang tidak semudah pada pasien dengan obstruksi akut. Pasien dengan ventilator jangka panjang memiliki penyakit kritis, komorbiditas medis multipel, dan status respirasi marginal. pada periode pasca ventilasi mekanik, pasien memiliki predisposisi untuk keletihan otot,dorongan bernapas yang abnormal, dan kembalinya kegagalan pernapasan. Individu dengan trakeostomi jangka  panjang beresiko terhadap aspirasi yang disebabkan komplikasi trakeostomi. Beberapa abnormalitas saluran napas atas yang terjadi pada pasien dengan trakeostomi telah dijelaskan oleh Epstein.3  Komplikasi trakeostomi pada saluran pernapasan atas dapat menyebabkan kesulitan dekanulasi kanul trakea. Bahkan, pada beberapa kondisi klinis tidak disarankan untuk dekanulasi. Selain itu, mungkin juga tedapat abnormalitas saluran  pernapasan atas yang tidak terdeteksi sebelum dilakukan dekanulasi. Pasien dapat

mengalami kompromis saluran pernapasan atas yang mengancam nyawa sehingga perlu dilakukannya reinsersi kanul trakea. Klinisi haruslah memiliki kewaspadaan terhadap hal-hal tersebut. Beberapa klinisi menganjurkan evaluasi rutin endoksopi,4  dan intervensi

(15)

 bedah atau medis cenderung dibutuhkan untuk mengidentifikasi obstruksi saluran  pernapasan sebelum dekanulasi dilakukan.

2.3.2 Prosedur

Deflated-Cuff Tracheostomy Occlussion

Terapis respirasi telah menemukan bahwa prosedur deflated-cuff tracheostomy  procedure  merupakan prosedur yang praktis dilakukan untuk mengevaluasi obstruksi

saluran pernapasan atas. Pasien terhubung dengan alat monitor yang sesuai dengan detak oksimetri sesuai rekomendasi minimal. Prosedur harus dijelaskan pada pasien. Setelah  pengempisan cuff , jari yang sudah dipakaikan glove untuk sesaat mengoklusikan  pembukaan kanul trakea dan klinisi memeriksa apakah terjadi pernapasan melalui hidung

atau mulut. Klinisi harus memperhatikan apakah ada tanda-tanda gangguan pernapasan dan mendorong pasien untuk melakukan fonasi. Umumnya pasien yang dalam jangka panjang tidak bernapas melalui saluran pernapasan atas akan merasakan sensasi pernapasan yang  berbeda. Hal ini harus dapat dibedakan dari gangguan pernapasan yang disebabkan

obstruksi. Adanya stridor, suara pernapasan yang minim atau tidak ada saat auskultasi pada leher, tidak adanya aliran udara di hidung atau mulut, retraksi supraklavikular atau intrakostal, sesak napas, diaphoresis (ketingat berlebihan), dan fase inspirasi yang lama merupakan tanda adanya obstruksi saluran pernapasan atas berat. Apabila ada indikasi  bahwa pasien mengalami obstruksi makan kanul trakea dipasangkan kembali pada oasien dengan oksigen suplemental atau support ventilasi mekanik. Pemeriksaan e ndoskopik akan menentukan lokasi obstruksi. Apabila tidak ada lesi yang terlihat maka dapat dipertimbangkan apakah ukuran kanul trakea terlalu besar dan perlu atau tidaknya  penggantian ukuran kanul.

2.3.3 Keuntungan Dekanulasi

Walaupun dekanulasi memiliki resiko namun ia juga memiliki keuntungan. Kanul trakea merupakan benda asing yang dapat menyebabkan bronkore atau batik berlebihan. Kanul trakea dapat menyulitkan penelanan. Fisiologi yang normal ketika menelan menyebabkan terangkatnya trakea agar laring dapat berbatasan dengan epiglotis sehingga menghindari aspirasi makanan atau sekresi. Adanya kanul trakea menghalangi elevasi trakea yang normal ketika menelan.

(16)

Mengalihkan pernapasan dari saluran pernapasan atas ke kanul trakea memeliki  beberapa efek buruk. Keuntungan dari pernapasan dengan biir tertutup hilang. Pita suara

tidak dilewati dan tidak adanya laryngeal blast untuk memfasilitasi batuk yang efektir. Selain itu, laring juga merupakan regulator fisiologis pernapasa. Penutupan sebagian dari  pita suara mempertahankan tekanan subglotis yang disebut  positive end-expiratory  pressure (PEEP). Pasien dengan obstruksi saluran napas intratorak menunjukkan adanya  penutupan sebagian dari glotis5,6  yang merupakan mekanisme kompensasi ketika  bronkokonstriksi.6  Tekanan subglotis juga mempengaruhi mekanisme penelanan dan

mengurangi resiko aspirasi.

Yang paling penting adalah ketidak mampuan pasien untuk berbicara apabila kanu l trakea tidak melewati laring. Afonia menjadi halangan bagi pasien untuk turut serta dalam  perawatannya. Perawatan juga dapat terkendala apabila pasien tidak dapat menjelaskan

gejala yang biasanya akan menyebabkan investigasi atau intervensi lebih lanjut. Peniliaian klinis juga terkompromis apabila status mental tidak dapat dinilai karena ketidak mampuan komunikasi verbal. Informed consent juga menjadi terganggu. Ketidak mampuan berbicara menyebabkan sebuah perasaan terisolasi, frustrasi, anxietas, dan depresi, terutama pada  pasien dengan ventilasi mekanik jangka panjang yang tidak dapat berbicara selama  berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Agitasi tersebut dapat diatasi dengan anxiolitik atau hipnosedatif yang kemudian dapat memiliki pengaruh n egatif terhadap rehabilitasi dan  pemulihan.

2.3.4 Dekanulasi Sesuai Protokol

Penelitian yang evidence-based telah mengonfirmasi keuntungan dari adanya  protokol weaning (menghentkan secara perlahan).9  Protokol weaning yang diimplementasikan oleh terapis pernapasan efektif bagi pasien trakeostomi dengan ventilasi mekanik jangka panjang.8 Sehingga implementasi protokol ini untuk dekanulasi  pasien trakeostomi jangka panjang dapat berguna. Ceriana et al7  meneliti mengenai evaluasi hasil dari implementasi protokol menggunakan  flow chart untuk dekanulasi trakeostomi setelah pasien terbebas dari ventilasi mekanik jangka panjang. Reintubasi pada  pasien setelah 3 bulan hanya 3%.

(17)

Sebanyak 108 pasien dengan ventilator dievaluasi selama 18 bulan. Sesuai karakteristik pasien dengan ventilator mekanik jangka panjang yang memiliki penyakit kritis yang kronis,7 60% pasien memiliki komorbiditas, hanya 60% yang berhasil terlepas dari ventilator mekanik jangka panjang, dan 33% meninggal dengan ventilator mekanik. Kegagalan dekanulasi dapat dikaitkan dengan sekresi tidak terkontrol dan stenosis glotis  berat. Tabel 1 menjelaskan kriteria dekanulasi menurut Ceriana et al.7

Tabel 1. Kriteria Protokol Dekanulasi Trakeostomi Setelah Terlepas dari Ventilasi Mekanik Jangka Panjang

Ketiadaan gangguan pernapasan dan gas darah arteri yang stabil pada ventilasi mekanik selama 5 hari

Keadaan klinis yang stabil 1. Stabilitas hemodinamik

2. Tidak ada demam, sepsis, atau infeksi aktif 3. PaCO2 < 60 mm Hg

Pemeriksaan endoskopi menunjukkan hasil yang normal atau lesi stenotik pada <30% saluran napas

Tidak adanya delirium atau gangguan psikiatrik

Penelanan yang adekuat yang dievaluasi dengan refleks muntah, tinta biru, dan fluoroskopi video

Pasien dapat melakukan ekspektorasi saat diminta Tekanan ekspirasi maksimal ≥ 40 cm H2O

(18)

Menurut protokol Ceriata, apabila semua kriteria terpenuhi maka dipasangkan kanul trakea ukuran lebih kecil dengan diameter ≤ 6 mm. Pasien kemudian menjalani dekanulasi setelah 4 hari apabila gas darah arteri memiliki pH 7,35 dengan peningkatan PaCO2 < 5%.

Ceriana et al menyadari bahwa beberapa pasien tertentu akan memenuhi sebagian  besar kriteria untuk dekanulasi namun memiliki indikator adanya resiko lain yang

menyebabkan dekanulasi dijalankan dengan jalur lain pada protokol. Dua indikator tersebut adalah refleks batuk yang rendah dan kemampuan menghasilkan tekanan ek spirasi diantara 20 sampai 40 cm H2O. Protokol alternatif tersebut menggunakan pemasangan

interim Minitrach (Portex, Hythe, United Kingdom) selama minimal 1 mi nggu. Walaupun ia jarang digunakan di Amerika Serikat, Minitrach merupakan alat yang bukan diindikasikan untuk ventilasi melainkan sebagai akses ke trakea untuk suction. Minitrach dilepas apabila kebutuhan untuk  suction < 2 kali sehari dan apabila pasien dapat ekspektorasi melalui mulut. Jalur alternaif ini sesuai dengan Heffner 1 yang menekankan  pentingnya kriteria mekanis untuk menghasilkan batuk yang adekuat dan membersihkan

sekresi.

2.3.5 Efek Fisiologis Dekanulasi

Terdapat beberapa penelitian yang mengamati efek fisiologis dari dekanulasi  pasien trakeostomi. Chadda et al6  mengevaluasi dekanulasi pada 9 pasien trakeostomi neuromuskular. Pasien neuromuskular dipilih karena faktor peranci dari penyakit paru dan  jantung ataupun obstruksi saluran pernapasan tereksklusi. Pernapasan melalui kanul trakea dibandingkan dengan pernapasan melalui saluran pernapasa atas dengan lumen kanul trakea dioklusikan. Kanul trakea tanpa fenestrasi dengan diameter dalam 7 mm atau 8 mm digunakan. Pengukuran dilakukan pada aliran udara. Tekanan esofag, analisis gas yang di ekspirasi, serta gas darah arteri. Hasil menunjukkan bahwa dibandingkan dengan  pernapasan melalui kanul trakea, pernapasan melalui saluran pernapasan atas

menghasilkan volume tidak yang lebih baik (masing-masing 330 mL dan 400 mL) serta  peningkatan ventilasi terjadi karena peningkatan ruang mati (dead space) fisiologis (masing-masing 156 mL dan 230 mL). Tidak ada perubahan resistensi saluran pernapasan atas, dynamic pulmonary compliance, atau PEEP intrinsik ketika pasien berubah dari

(19)

 bernapas melalui kanul trakea ke bernapas melalui saluran pernapasan atas. Namun,  perubahan ini menghasilan pernapasan yang lebih baik (work of breathing 6,9 menjadi 9,1 J/menit), tekanan transdiafragma (10,4 menjadi 12,5 cm H2O s/L) dan penyerapan oksigen

(206 menjadi 229 mL/menit). Penilitian ini menunjukkan bahwa dekanulasi trakea tanpa adanya obstruksi menghasilkan peningkatan ruang mati tanpa ada beban lainnya. Penulis menyimpulkan bahwa work of breathing meningkat > 30%.

2.3.6 Tahapan Pra-Dekanulasi

Pada pasien dengan trakeostomi jangka panjang, umumnya dilakukan tahapan sebelum melepas kanul trakea. Percobaan “dekanulasi fisiologis” memberikan waktu tambahan bagi klinisi untuk mengobservasi efektivitas batuk, menelan, kualitas suara, dan kemampuan pasien untuk bernapas melalui saluran pernapasan atas.

Heffner 1  menyarankan penggunakan tombol trakeostomi. Beberapa peneliti lain mendukung penggunaan kanul fenestrasi bercap dengan cuff yang mengempis. Hussy dan Bishop11 melakukan penelitian mengenai trakea dewasa dan model paru mekanik untuk membandingkan tekanan yang dibutuhkan untuk bernapas, menggunakan beberapa kanul trakea dengan fenestrasi atau tanpa fenestrasi, dibutuhkan usaha besar untuk bernapas tanpa adanya fenestrasi, namun hal ini masih merupakan pendapat klinis. Penulis juga  berpendapat bahwa kanul trakea dengan fenestrasi direkomendasiikan kecuali jika kanul yang digunakan berukuran kecil (contohnya berdiameter dalam 4 mm). Klinisi harus waspada terhadap obstruksi fenestrasi yang dapat disebabkan jaringan granulasi atau abnormalitas trakea lainnya sehingga penggunaan menjadi tidak efektif. Jaringan abnormal dapat herniasi melalui fenestrasi yang dapat menyebabkan trauma dan kesulitan untuk insersi serta melepas kanula dalam, dan juga perdarahan.

Tindakan umum lainnya adalah penggunaan kanul trakea berukuran lebih kecil dengan cuff mengempis, baik dengan fenestrasi atau tanpa fenestrasi dengan cap sebagai  percobaan intermediat sebelum dekanulasi. Klinisi harus memahami bahwa kanul yang

lebih kecil memiliki diameter luar dan dalam yang lebih kecil serta didesain untuk pasien yang berukuran lebih kecil, dengan panjang, lengkung, dan dimensicuff yang sesuai. Selain

(20)

itu, kanul berukuran kecil yang terbuat dari plastik fixed atau rigid dapat menghasilkan  beberapa masalah.

Tahapan lainnya untuk dekanulasi adalah penggunaan speaking valve seperti yang dibahas oleh Hess.12 Walaupun tekanan subglotis dan kemampuan berbicara terestorasi, valve dengan resistensi rendah dapat mengarahkan inspirasi menjauhi saluran pernapasan atas dan melalui trakeostomi. Percobaan “dekanulasi fisiologi” tidak tercapai dan dapat menyebabkan kesalah dari klinisi bahwa kemampuan bicara pasien dan tidak adanya gangguan mengonfirmasi saluran pernapasan atas yang paten.

2.4 Komplikasi

1. Cepat

 Perdarahan

Dapat dicegah dengan diseksi garis tengah elektif, dengan mengikat semua  pembuluh darah dan pemeriksaan yang cermat pada tiap permukaan di mana darah

merembes. Biasanya terjadi pada 5% kasus, perdarahan biasanya berasal dari vena atau insisi ismus tiroid. Untuk mengatasi perdarahan sedang bisa dilakukan mengangkat kepala untuk menurunkan tekanan vena atau menggunakan kassa (gauze) pada daerah perdarahan. Jika perdarahan mayor, biasanya berasal dari arteri tiroid superior jadi untuk mengatasinya dilakukan eksplorasi kemudian ligasi  pembuluh darah.

 Pneumothorak

Merupakan komplikasi trakeostomi pada anak-anak akibat p osisi pleura, ini dapat dicegah seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat ditemukan secara dini melalui auskultasi dan radiogram dada serta diatasi dengan pemasangan tube dada. Insidens pada anak adalah 3%, komplikasi ini jarang terjadi pada dewasa, namun  bila terjadi biasanya dengan tekanan intratoraks yang tinggi dan dengan rupture  bleb emfisematosa.

(21)

Obstruksi tube merupakan yang paling umum penyebab insufisiensi ventilasi dalam post trakeostomi dan paling sering ialah hasil dari lendir. Sekret lendir, cairan di dalam dan sekitar tube trakeostomi dapat membentuk kerak-kerak (plug) yang menjadi besar sehingga menyumbat lumen tabung. Terdengarnya aliran udara dan adanya kesulitan melewati suction kateter melalui tube adalah tanda-tanda akan terjadinya obstruksi tube. Tindakan irigasi, frekuensi suction yang  berulang, dan pembersihan kanula dapat membantu mengurangi risiko  penyumbatan dan obstruksi tube.

 Henti jantung

Dapat diakibatkan hilangnya rangsangan hipoksia terhadap respirasi, dapat diatasi dengan tindakan yang lazim, antara lain berupa bantuan pernafasan hingga CO2 dapat dibersihkan dari medulla oblongata. Pneumomediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun merupakan akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak lanjut guna memastikan tidak adanya  perkembangan kearah pneumotoraks.

2. Lambat

Komplikasi ini cukup bermakna dalam hal variasi dan jumlahnya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan. Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada  pembuluh utama, biasanya arteri inominata. Tindakan mengekstensikan kepala pasien dan menarik trakea ke atas dengan suatu pengait trakea dapat menggambarkan cincin trakea ke sembilan. Trakeostomi rendah (dibawah cincin kelima) seringkali salah. Pemasangan manset yang lama dengan akibat nekrosis dinding trakea juga ikut berperan dalam erosi  pembuluh darah. Mathog menganjurkan pemakaian tube plastic lunak lebih aman.

Penanganan dari perdarahan mayor tindakan darurat dan memerlukan pemakaian tube yang cukup panjang untuk mencapai bagian distal dari pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah ke dalam paru. Kesalahan dalam membedah dan menjahit  pembuluh darah mungkin mengharuskan tindakan sternotomi parsial.

 Infeksi

Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi. Antibiotic  profilaksis harus dilarang karena memungkinkan perkembangan bakteri

(22)

trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu dilakukan mungkin hanyalah membasahi kassa dengan larutan asam asetat 0,5%. Pasien mendapat banyak antibiotic mungkin mengalami kontaminasi candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun, sebelum memulai pengobatan sistemik, harus di coba perawatan luka secara local.

 Tube yang tergeser

Penanganan obstruksi jalan nafas akibat posisi tube yang tergeser atau oklusi lumen adalah berbeda, tergantung pada berapa lama terjadinya setelah pembedahan. Bila melampaui 48 jam dilakukan trakeostomi, maka perawat dapat diperintahkan untuk memotong tali pengikat leher, mengeluarkan tube, dan memeriksa lumen dan tube. Sumbat mucus yang menutup lumen tube harus dibersihkan. Memasukkan kembali tube dapat dilakukan setelah dokter datang. Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan nafas dan menunjukkan jalur kembali ke stoma untuk penggantian tube.

 Fistula trakeoesofagus

Biasanya timbul pada pasien yang hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tube bermanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tube nasogastric, namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya ataupun  pneumonia aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat kompleks dan melibatkan  penempatan otot-otot leher di antara trakea dan esophagus setelah perbaikan primer  pada fistula.

 Stenosis trakea

Frekuensi komplikasi ini semakin meningkat karena pasien seringkali memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tube bermanset. Menurut fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan suatu parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi diatas stoma atau kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan eksisi endoskopik atau memasang stent pada jalan nafas. Tube bermanset menyebabkan obstruksi mukosa sirkumferensial dalam beberapa jam. Manset harus dikembangkan dan kemudian

(23)

sejumlah udara dilepaskan hingga menimbulkan bunyi. Manset bertekanan rendah  juga bersifat protektif. Perbaikan stenosis trakea menjadi semakin sulit bilamana

sikatriks makin panjang.

(24)

1. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok  Kepala Leher . Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

243-253

2. Maisel, Robert, H. Trakeostomi dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT . Edisi Enam. Jakarta : EGC, 1997. 473-485

3. Jacob Ballenger, John. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi enam belas. : BC Decker, 2003.1155 –  1159.

4. Jacob J. Penyakit Telinga Hidung Tengggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa aksara;1998. hlm. 424-462.

5. Dean R Hess NPA. Tracheostomy Tubes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:956-73. 6. Epstein SK. Anatomy and Physiology of Tracheostomy. RESPIRATORY CARE.

2005;50:476-82.

9. Claudia Russell BM. TRACHEOSTOMY A MULTIPROFESSIONAL HANDBOOK. London: Greenwich Medical Media Limited; 2004.

10. Efianty A S NI, Jenny B, Ratna D R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL. Jakarta: FKUI; 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik ini disamping bertujuan untuk menguji apakah model yang diajukan sudah layak untuk diimplementasikan, juga untuk merefleksikan data melakukan interpretasi atas

Kelainan kulit terdiri atas urtika yang tampak eritem disertai edema akibat tertimbunnya serum dan disertai rasa gatal. 6ila dermis bagian dalam dan jaringan subkutan

Bersama ini saya mohon kesediaan anda untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya tentang Efektivitas Pemakaian Obat Kumur Non-Alkohol Setelah Menyikat Gigi

yang sama yang menjadi kunci utama sebuah relasi, tapi pada relasi lain atribut tersebut hanya sebagai atribut biasa. • Contoh: Atribut NIM

Variabel dependen yang digunakan adalah luas pengungkapan sukarela dan asimetri informasi, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah porsi kepemilikan

Apabila kamu telah keluar dari keadaan semacam ini dan membuang syirik jauh-jauh; melepaskan kebergantungan hati kamu kepada pendapatan kamu dan kepada daya dan upaya kamu;

Alat dan bahan yang perlu dipersiapkan adalah cetakan gypsum yang akan dibuat dan adonan casting yang telah dicampur dengan air yang sudah dikerjakan pada tahap pertama..

 JUGA MENYETUJUI revisi Kerangka kerja Strategis dan panduan untuk pengembangan masa depan pada Daftar Lahan Basah yang Penting (Lampiran B Resolusi ini), MENGINSTRUKSIKAN