PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT (HCT)
ATAU PACK CELL VOLUME (PCV)
Oleh :
NI PUTU PURI ARTINI
P07134014014
Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Denpasar
PENETAPAN NILAI HEMATOKRIT (HCT) ATAU PACK CELL VOLUME (PCV)
Hari, tanggal praktikum : Rabu, 30 September 2015 Tempat praktikum : Lab Hematologi JAK
I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui penetapan nilai hematokrit (HCT) pada darah probandus
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara penetapan nilai hematokrit (HCT) pada darah probandus
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan penetapan nilai hematokrit (HCT) pada darah probandus
2. Mahasiswa dapat mengatahui volume eritrosit darah probandus dalam persen (%)
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil penetapan nilai hematokrit (HCT) pada probandus
II. METODE
Metode yang digunakan pada praktikum penetapan nilai hematokrit (HCT) adalah Makrometode dan mikrometode.
III. PRINSIP
Apabila darah di centrifuge, sel-sel yang lebih berat (eritrosit) akan turun ke dasar tabung, sedangkan sel-sel yang lebih ringan (leukosit dan trombosit) berada diatas sel-sel yang berat tadi.
IV. DASAR TEORI
Darah pada dasarnya adalah cairan multifase yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah) dalam plasma, dimana sel darah merah ini memiliki viskositas tinggi. Darah dikelilingi oleh membran yang mudah rusak, tetapi sangat tahan dengan ekspansi. Viskositas darah sangat tergantung pada hematokrit (Sherwood, Joseph M dkk. 2014)
Sebuah tes hematokrit dilakukan dengan menggunakan sampel darah yang ditempatkan dalam alat yang disebut centrifuge yang berputar sangat cepat dalam tabung reaksi. (Topping, Kaila A dkk. 2013) Darah yang dikumpulkan melalui vene puncture dan dicampur dengan antikoagulan EDTA untuk mencegah koagulasi. Sampel dipisahkan melalui sentrifugasi sehingga membentuk lapisan plasma, buffy coat dan eritrosit (Sherwood, Joseph M dkk. 2014). Kadar hematokrit diukur melalui darah segar dan tergantung pada volume plasma. Dengan demikian, faktor-faktor seperti dehidrasi serta overhidrasi dapat mempengaruhi hasil tes. Bahkan, hematokrit adalah parameter lebih tepat daripada hemoglobin untuk menentukan rasio volume eritrosit dengan volume total darah (Khoigani, M G dkk. 2012)
Deviasi dari tingkat hematokrit normal dapat disebabkan oleh intervensi gaya hidup (misalnya, merokok atau latihan berkepanjangan), oleh kondisi lingkungan (misalnya, tingkat ketinggian atau variasi musiman), kondisi demografi (misalnya, usia), dan kondisi penyakit dan obat-terkait (misalnya, gangguan hematologi, hypermenorrhea, kehamilan, atau penyakit ginjal). Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hematokrit. (Ramljak, Sanja dkk. 2013)
Menurut prosedur laboratorium standar dari Fakultas Kimia Klinik Universitas Regensburg. Nilai laboratorium standar untuk hematokrit didefinisikan : Ht normal <40,1% untuk laki-laki dan <34,1% untuk perempuan (Rieder, Florian dkk. 2014)
V. ALAT DAN BAHAN
1.
b. Bahan
VI. CARA KERJA
Mikrometode
1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit dengan darah sampai 2/3 bagian tabung.
2. Tutuplah ujung satu dengan nyala api atau dengan bahan penutup khusus. (contoh: malam)
3. Masukkanlah tabung kapiler itu ke dalam sentrifuge khusus yang mencapai kecepatan besar, yaitu lebih dari 16.000 rpm ( sentrifuge mikrohematokrit).
4. Pusinglah selama 3- 5 menit.
5. Bacalah nilai hematocrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus
VII. NILAI RUJUKAN
Pria : 40 – 48 vol % Wanita : 37 – 43 vol % Centrifuge hematokrit Hematokrit Reader Pipet Hematokrit (Biru) Malam/Dempul Darah Vena dengan
Tingkat Hematokritt yang normal bervariasi untuk pria dan wanita. Untuk pria, tingkat Hematokritt normal berkisar 42% sampai 52%. Bagi wanita, berkisar dari 37% sampai 48%. (C T, Hess. 2005)
VIII. HASIL PENGAMATAN
Data Probandus :
Nama Ni Putu Puri Artini Umur 19 Tahun
Jenis Kelamin Perempuan Jenis Pengambilan Darah Vena LED 32 vol % Waktu pengambilan darah 10:15 WITA Waktu pemeriksaan 12:00 WITA Gambar Praktikum
IX.
PEMBAHASAN
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell Volume/PCV) adalah proporsi eritrosit dalam darah lengkap. Untuk mengukur hematokrit, sel-sel eritrosit dalam darah dipadatkan dalam sebuah tabung dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Pengukuran kadar hematokrit dapat diukur pada darah vena atau kapiler dengan tehnik makro atau mikro-kapiler atau dengan metode otomatis. Pada praktikum kali ini dilakukan praktikum penetapan kadar hematokrit dengan metode mikrohematokrit. Pada metode mikrohematokrit, sampel darah (vena atau kapiler) dimasukkan dalam sebuah tabung kapiler sekali pakai yang mempunyai ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada dua macam, yaitu tabung yang dilapisi ammonium heparin biasanya pada ujung tabung berwarna merah, dan tabung tanpa antikoagulaan yang biasanya berwarna biru (Riswanto. 2013).
Pembacaan kadar hematokrit Peletakkan pipet hematokrit pada
Hal pertama yang dilakukan adalah pengambilan darah vena menggunakna spuit 3 mL. Usahakan dalam pengambilan darah, penggunaan tourniquet jangan lebih dari 1 menit karena akan membuat darah menjadi hemokonsentrasi (Riswanto. 2013). Hemokonsentrasi merupakan darah darah dengan viskositas tinggi akibat pembendungan yang terlalu lama. Selanjutnya darah dalam spuit dimasukkan kedalam tabung dengan antikoagulan EDTA agar darah tidak mengalami koagulasi sebelum dilakukan pemeriksaan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan hematokrit dengan cara memasukkan darah dari tabung EDTA menggunakan tabung mikrokapiler sebanyak 2/3 bagiantabung. Pipet hematokrit yang digunakan adalah biru artinya pipet hematorit tersebut tanpa antikoagulan, karena sebelumnya darah sudah berisi antikoagulan EDTA jadi dipilih tabung hematokrit bergaris biru.
Selanjutnya, pada salah satu ujung pipet ditutup dengan malam, perhatikan penutupan agar darah dalam pipet benar-benar tertutup dengan malam. Ditutup dengan malam ini berfungsi untuk menyumbat darah agar volumenya tetap saat proses sentrifugasi selesai. Pada proses meletakkan pipet hematokrit, bagian ujung tabung yang berwarna biru diletakkan dekat dengan poros sentrifuge. Selanjutnya proses sentrifugasi akan berjalan selama 10 menit dengan kecepatan 12000 rpm, dalam hal ini digunakan kecepetan demikia karena sentrifuge yang digunakan tidak memungkinkan untuk berputar dengan kecepatan 16000 rpm. Apabila kecepatan sentrifugasi berkurang maka waktu sentrifugasi akan ditambah.
Apabila proses sentrifugasi telah selesai, maka prosentase volume kepadatan sel darah merah terhadap volume darah semula dicatat sebagai hasil pemeriksaan hematokrit (Gandasoebrata, 2008). Dalam pembacaan tersebut, juga meungkinkan untuk melihat lapisan buffy coat secara visual, dimana lapisan ini menunjukan kadar leukosit dan trombosit dalam darah probandus (Riswanto, 2013).
Hasil hematokrit darah probandus atas nama Ni Putu Puri Artini adalah 32 vol %, dengan lapisan buffy coat yang tegas namun tipis. Tingkat Hematokritt yang normal bervariasi untuk pria dan wanita. Untuk pria, tingkat Hematokritt normal berkisar 42% sampai 52%. Bagi wanita, berkisar dari 37% sampai 48% (C T, Hess. 2005). Maka dari itu, kadar hematokrit probandus dibawah normal. Penurunan Hematokrit dikaitkan dengan kehilangan darah, anemia, keganasan, malnutrisi protein, hati dan penyakit ginjal, lupus dan rheumatoid arthritis, agen antineoplastik, dan penisilin. Peningkatan kadar hasil
hematokrit dapat diakibatkan dari dehidrasi, diare, polisitemia, dan luka bakar. Seperti halnya hemoglobin, kadar hematokrit rendah dapat terjadi jika darah diambil dari lengan yang sama dan sedang menerima cairan infus. (C T, Hess. 2005).
Menurut anamnesa dengan probandus, saat hari tersebut probandus mengeluh sakit kepala dan sedang tidak enak badan. Probandus mengatakan bahwa ia baru saja melewati fase menstruasi, tepatnya 1 minggu setelah menstruasi. Fase ini dinamakan pasca menstruasi. Pada perempuan, anemia sering diperburuk setelah mulai menstruasi, terutama jika terjadi pada usia dini dan wanita muda yang tidak mengkonsumsi zat besi yang cukup untuk mengimbangi kerugian dari menstruasi (De-Regil, Luz Maria dkk. 2011).
Menurut Riswanto (2013), kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah, antara lain saat terjadinya anemia. Tetapi dalam hal ini, tidak dapat ditentukan bahwa probandus memang mengalami anemia saat hari tersebut, mengingat probandus mengaku belum pernah melakukan tes darah dilaboratorium, sehingga belum diketahui apakah probandus memiliki riwayat anemia sebelumnya. Pemeriksaan ini perlu dibuktikan dengan penetapan kadar hemoglobin pada probandus, karena kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar hematokrit. Apabila kadar hemoglobin rendah maka akan diikuti dengan kadar hematokrit yang rendah pula.
Dari praktium diatas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar hematokrit probandus yang rendah, yaitu :
1. Faktor dari probandus
Saat hari tersebut, probandus masih dalam pasca menstruasi. Menurut anamnesa, sebelumnya probandus mengalami menstruasi dengan volume darah yang keluar cukup banyak. Untuk mengimbangi hal tersebut probandus tidak mengkonsumsi zat besi yang cukup seperti vitamin penambah darah. Kondisi tersebut diperburuk dengan pola hidup probandus yang kurang baik, seperti istirahat yang kurang cukup serta makanan yang kurang bergizi (misalnya, tidak mengkonsumsi sayuran yang cukup)
2. Faktor dari teknik pengerjaan
Dari teknik pengerjaan, kemungkinan yang dapat mengakibatkan hematokrit rendah antara lain : perbandingan antara antikoagulan dan darah kurang tepat sehingga darah pada antikoagulan kurang dari takaran yang telah ditentukan sehingga darah akan mengalami pengenceran, dan konsentrasinya akan
berkurang. Proses sentrifugasi yang terlalu lama juga dapat menyebabkan hasil yang rendah palsu.
Sedangkan menurut Riswanto (2013), masalah klinis yang mempengaruhi penurunan kadar hematokrit adalah perubahan jumlah dan bentuk eritrosit yang mikrositik pada anemia defisiensi besi mengakibatkan ruang dalam darah yang terisi eritrosit menjadi lebih kecil, sehingga kadar hematokrit menjadi semakin kecil. Misalnya dalam keadaan berikut ini: kehilangan darah akut, anemia (aplastik, hemolitik, defisiensi asam folat, , pernisiosa, sideroblastik, dan sel sabit), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), malnutrisi protein, defisiensi vitamin, gagal ginjal kronis dan kehamilan. Dan keadaan lain yang mempengaruhi kadar hematokrit adalah pengaruh obat antineoplastik, antibiotic (klorampenicol, penisilin) serta obat radioaktif.
X. SIMPULAN
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell Volume/PCV) adalah proporsi eritrosit dalam darah lengkap. Untuk mengukur hematokrit, sel-sel eritrosit dalam darah dipadatkan dalam sebuah tabung dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga membentuk kolom pada bagian bawah tabung.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan hematokrit pada probandus perempuan atas nama Ni Putu Puri Artini yang berusia 19 tahun, didapatkan kadar hematokrit darah probandus adalah 32 vol %. Berdasarkan nilai rujukan kadar hematokrit wanita berkisar dari 37% sampai 48%, maka kadar hematokrit probandus dibawah normal.
DAFTAR PUSTAKA
CT, Hess. 2005. Monitoring Laboratory Values: Glucose, Hemoglobin, Hematocrit, and Iron. [online] tersedia:
http://www.nursingcenter.com/journalarticle?Article_ID=848568 (diakses 6 oktober 2015, 16 : 47 WITA)
De-Regil, Luz Maria dkk. 2011. Intermittent iron supplementation for
improving nutrition and development in children under 12 years of age. [online]. tersedia :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4547491/ (diakses : 6 Oktober 2015, 17 : 33 WITA)
Khoigani, M. G dkk. 2012. The relationship of hemoglobin and hematocrit in the first and second half of pregnancy with pregnancy outcome. [online] tersedia: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3696966/
(diakses 6 oktober 2015, 17:23 WITA)
Ramljak, Sanja dkk. 2013. Hematocrit Interference of Blood Glucose Meters for Patient Self-Measurement. [online] tersedia :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3692232/ (diakses 4 oktober 2015, 10:13 WITA)
Rieder, Florian dkk. 2014. Hemoglobin and Hematocrit Levels in the
Prediction of Complicated Crohn's Disease Behavior – A Cohort Study. [online] tersedia: http://journals.plos.org/plosone/article?
id=10.1371/journal.pone.0104706 (diakses 6 oktober 2015, 14 : 18 WITA)
Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jogjakarta : Alfa media & Kanal Medika
Sherwood, Joseph M dkk. 2014. Spatial Distributions of Red Blood Cells Significantly Alter Local Haemodynamics. [online] tersedia:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4065105/ (diakses 4 oktober 2015, 10:21 WITA)
Topping, Kaila A dkk. 2013. Within-Individual Hematocrit Variations and Self-Monitoring of Blood Glucose. [online] tersedia:
http://dst.sagepub.com/content/7/1/190.full.pdf+html (diakses 4 oktober 2015, 17:18 WITA)
Denpasar, 6 Oktober 2015 Praktikan
(Ni Putu Puri Artini) P07134014014 Lembar Pengesahan Pembimbing II (Rini Riowati, B. Sc) Pembimbing I (dr. Sianny Herawati, Sp. PK) Pembimbing III