• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN NARAPIDANA MELALUI BIMBINGAN KERJA PETERNAKAN SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMBENTUK KEMANDIRIAN NARAPIDANA DI LAPAS TERBUKA KELAS IIB JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN NARAPIDANA MELALUI BIMBINGAN KERJA PETERNAKAN SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMBENTUK KEMANDIRIAN NARAPIDANA DI LAPAS TERBUKA KELAS IIB JAKARTA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN NARAPIDANA MELALUI BIMBINGAN KERJA PETERNAKAN SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMBENTUK KEMANDIRIAN NARAPIDANA

DI LAPAS TERBUKA KELAS IIB JAKARTA

Disusun Oleh :

ARIF SUGIANTO, S.Pt, MP. NIP. 19880411 201212 1 001

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sahingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Tergerak oleh pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta yang belum optimal dalam membangun kemandirian narapidana guna mempersiapkan proses reintegrasi sosial setelah menjalani pidana, maka penulis menyusun makalah dengan judul Pembinaan Narapidana Melalui Bimbingan Kerja Peternakan Sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Kemandirian Narapidana di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta.

Dengan selesainya karya ini tentu tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun tercapainya penulisan yang baik.

Penulis sangat berharap kiranya makalah ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap kemajuan pemasyarakatan serta kementerian hukum dan hak asasi manusia pada umumnya.

Jakarta, 28 Agustus 2015 Penulis DAFTAR ISI

(3)

KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Permasalahan... 3 C. Metode Penulisan... 3

BAB II. ISI... 4

A. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta... 4

B. Kendala Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta... 17

C. Usaha Ternak Aplikatif Sebagai Alternatif Program Pembinaan Narapidana di Lapas Terbuka jakarta... 21

BAB III. PENUTUP... 29

A. Kesimpulan... 29

B. Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA... 31

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga pemasyarakatan pada hakikatnya bukan merupakan muara akhir dari semua tindak kejahatan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Lembaga pemasyarakatan adalah sebuah lembaga yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberi wadah dan membina narapidana agar mereka mempunyai cukup bekal guna menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa pidana. Sebagaimana tercantum pada pasal 2 Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwasannya Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Narapidana agar dapat menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara warga yang baik dan bertanggung jawab. Dengan diterapkan sistem pemasyarakatan ini narapidana diharapan telah siap untuk dapat berinteraksi secara sosial di dalam masyarakat setelah melalui tahap pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan.

Tujuan dari pembinaan yang dilakukan lembaga pemasyarakatan tidak lain agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat (Isnawati, 2014). Asimilasi merupakan tahapan pembinaan terhadap narapidana yang telah menjalani ½ (setengah) masa pidananya. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai salah satu unit pelaksana teknis pada

(5)

asimilasi terhadap narapidana, memiliki peran penting dalam pembinaan kepribadian dan kemandirian sehingga narapidana benar-benar siap berinteraksi secara sosial dan kembali menjalani kehidupan bermasyarakat yang baik. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta merupakan salah satu dari 6 Lapas Terbuka di Indonesia yang telah dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Besarnya harapan untuk mengoptimalkan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta justru tidak didukung dengan program pembinaan yang terarah dan terencana dengan baik. Tidak dipungkiri jika pelaksanaan pembinaandi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta menjadi kurang optimal dan menjadi hambatan tersendiri dalam mengimplementasikan konsep pemasyarakatan yang hakiki. Pembinaan yang diyakini mampu membekali narapidana untuk dapat berintegrasi dengan masyarakat justru tidak sepenuhnya diberikan kepada narapidana yang melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta. Hal ini tentu tidak selaras dengan tugas pokok Lapas Terbuka untuk membina dan membimbingnarapidana secara intensif.

Pentingnya pembinaan kepribadian dan kemandirian sebagaimana dijelaskan Sujatno (2004)bagi narapidanamemiliki peran yang besar dalam upayapembangunan pola pikir dan merubah mindset narapidana setelah nantinya keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan tersebut sejatinya diharapkan mampu menyadarkan narapidana atas kesalahan yang telah dilakukan dan mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana oleh narapidana. Selain itu, dengan bekal kemandirian yang telah dimiliki diharapkan narapidana mampu mempersiapkan diri sebelum kembali di tengah-tengah masyarakat.

(6)

B. Permasalahan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan pembinaan pada narapidana asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas IIB Jakarta sebagai berikut :

1. Kurang terarahnya program pembinaan yang akan diberikan kepada narapidana 2. Jangka waktu asimilasi yang singkat sehingga proses pembinaan kurang efektif

C. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode pustaka dan diskusi.

1. Metode Pustaka

Dalam penyusunan makalah ini terlebih dahulu dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka baik berupa buku, artikel maupun informasi di internet.

2. Diskusi

Diskusi dilakukan untuk memperoleh data melalui tukar pendapat dengan narasumber baik dengan pejabat structural, pejabat fungsional maupun praktisi yang mengetahui tentang informasi yang diperlukan dalam menyusun makalah.

BAB II

ISI

A. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta

(7)

Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas II B Jakarta merupakan salah satu unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang secara khusus melaksanakan pembinaan lanjutan terhadap narapidana pada tahap asimilasi yaitu dengan masa pidana antara 1/2 sampai dengan 2/3 dari masa pidana yang harus dijalani oleh narapidana yang bersangkutan.Pembentukan Lapas Terbuka merupakan implementasi dari Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak.

Sebagai unit yang ditunjuk untuk melaksanakan asimilasi terhadap narapidana, Lapas Terbuka Jakarta dibangun dengan bentuk bangunan yang jauh berbeda dengan lembaga pemasyarakatan/rumah tahanan pada umumnya. Lapas Terbuka Jakarta memiliki kapas 100 orang dengan luas tanah 4415 m2 dan dilengkapi dengan sarana pembinaan yang cukup memadai. Layaknya hunian kamar kost, Lapas Terbuka Jakarta dibangun tanpa jeruji dan tembok yang menjulang serta berdekatan dengan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, keberadaan Lapas Terbuka Jakarta sangat mendukung upaya untuk mengintegrasikan narapidana dengan masyarakat sekitar. Hal ini menunjukkan terjadinya suatu perubahan dinamis dalam bidang hukum pidana seperti dijelaskan Arisman dimana terjadi perubahan perlakuan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan menuju bentuk modern dalam sistem hukum pidana Indonesia.

(8)

Meski asimilasi telah dijamin dalam Undang-Undang RI No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 tentang hak narapidana, tidak semua narapidana dapat melaksanakan asimilasi pada Lapas Terbuka. Berdasarkan surat edaran DIrektur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 3 Agustus 2004 Nomor. E.PK.04.10-115 Perihal Penempatan Narapidana di Lapas Terbuka/Kamp Pertanian, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh narapidana untuk ditempatkan pada Lapas Terbuka. Narapidana harus memenuhi syarat substantif dan administratif serta memperoleh persetujuan dari Tim Pengamat Pemasyarakatan Lapas dan Kepala Lapas. Beberapa jenis pidana juga menjadi pengecualian untuk ditempatkan di Lapas Terbuka Jakarta seperti kasus penipuan, Narkotika/phisikotropika, kasus terorisme dan kasus tindak pidana korupsi.

2. Tahap Pembinaan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta

Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan secara umum dilakukan melalui tahapan-tahapan. Terdapat empat tahap pembinaan narapidana berdasarkan lamanya atau masa pidana yang telah dijalani, yakni tahap pembinaan awal, tahap pembinaan lanjutan diatas 1/3 dari masa pidana, tahap asimilasi, dan tahap pembinaan akhir. Dari keempat tahapan pembinaan tersebut, keberadaan Lapas Terbuka Jakarta berada pada tahap pembinaan asimilasi. Tahap pembinaan ini diberikan pada narapidana yang telah menjalani ½ (setengah) dari masa pidana. Narapidana yang telah mencapai tahap ini akan diberikan program asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari 2 (dua) bagian, antara lain :

(9)

a) Asimilasi tahap awal, dimana waktu pelaksanaannya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan ½ (setengah) dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya sudah memasuki tahap medium-security.

b) Asimilasi tahap lanjutan, dimana waktu pelaksanaannya dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya. Pada tahap ini narapidana memasuki tahap Asimilasi dan selanjutnya diberikan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas dengan pengawasan minimum-security. Pada tahap ini narapidana diberikan kesempatan untuk dikenalkan dengan masyarakat dan tidak terisolasi dengan tembok penjara.

Tahap-tahap pelaksanaan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta diawali dengan proses assesmen terhadap narapidana di Lapas/Rutan yang telah memasuki tahap asimilasi. Assesment merupakan penilaian yang dilakukan oleh assessor terhadap narapidana yang telah memenuhi syarat substantif dan administratif untuk mengikuti pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta. Tujuan dilakukan Assesmen adalah untuk menggali data dan informasi narapidana untuk menelusuri keadaan keluarga, lingkungan, pendidikan, pekerjaan serta latar belakang dilakukannya tindak pidana. Assesmen juga dilakukan untuk mengetahui kepribadian, kondisi psikologis, serta minat, bakat dan potensi yang dimiliki tiap-tiap narapidana sehingga dapat ditentukan strategi pembinaan dan bimbingan yang tepat.

(10)

Narapidana yang telah disetujui untuk melakukan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta kemudian dilakukan registrasi ulang. Proses registrasi dimulai dari identifikasi identitas narapidana, putusan pengadilan, pemeriksaan barang bawaan dan pemeriksaan kesehatan. Tahap berikutnya yakni penyampaian tata tertib dan sanksi yang berlaku serta hak dan kewajiban narapidana selama berada di Lapas Terbuka Jakarta.

Selama menjalani tahap pembinaan di Lapas Terbuka, setiap narapidana diintegrasikan dengan masyarakat luar berupa cuti mengunjungi keluarga (CMK), cuti menjelang bebas (CMB), cuti bersyarat (CB) atau pembebasan bersyarat (PB). Pemberian CMK, CMB, CB dan PB merupakan salah satu hak narapidana selama menjalani pembinaan dan bimbingan di Lapas Terbuka Jakarta sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

3. Metode Pembinaan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta

Pembinaan terhadap narapidanadalam pelaksanaannya diperlukan metode pembinaan tertentu sehingga pembinaan yang dilakukan dapat efektif dan efisien. Selain itu, implementasi metode pembinaan tertentu juga mempengaruhi tercapainya tujuan pembinaan seperti upaya menyadarkan waraga binaan sehingga menjadi baik dalam hidup bermasyarakat.

Metode-metode yang digunakan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dalam menyampaikan materi maupun melakukan bimbingan terhadap narapidana adalah sebagai berikut :

(11)

a. Metode top down approach and buttom approach

Pembinaan Top Down Approach adalah bentuk pembinaan dengan melakukan pembinaan dari atas ke bawah. Pembinaan ini diterapkan oleh petugas Lapas terhadap narapidana sesuai dengan kemampuan dan kepribadian narapidana. Pembinaan Bottom up Approachatau partisipatif merupakan pendekatan dari bawah ke atas. Dalam pendekatan ini narapidana diperbolehkan untuk memilih atau menentukan wujud pembinaan yang diinginkan dan sesuai dengan bakat dan potensi yang dimiliki.

Metode Top Down Approach atau pembinaan dari atas kebawah dapat kita ketahui pada waktu petugas menghimbau narapidana untuk menjalankan wujud pembinaan kepribadian yang disediakan Lapas tanpa terkecuali misalnya ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Seluruh narapidana yang beragama Islam dihimbau mengikuti pengajian setiap hari Rabu dan sholat berjamaah, sedangkan umat Kristen dihimbau mengikuti kebaktian. Tujuan dari metode ini untuk meningkatkan iman kepercayaan narapidana sesuai dengan agama yang dianutnya dan menyadarkan pribadi narapidana agar mengakui kesalahannya dan tidak mengulangi tindak pidana lagi.

Metode Bottom up Approach atau pendekatan dari bawah ke atas diterapkan terhadap narapidana pada saat memilih program pembinaan kemandirian sesuai dengan bakat dan minatnya misalnya narapidana yang memiliki ketertarikan akan peternakan dapat bergabung dengan pokja

(12)

peternakan. Tujuannya adalah memberi keterampilan bagi narapidana setelah ia bebas. Dengan keterampilan yang dimiliki, narapidana yang telah bebas dapat mengimplemantasikan ketrampilannya sebagai mata pencaharian. Dengan demikian, setelah memiliki mata pencaharian tersebut diharapkan mereka nantinya tidak melakukan pengulangan tindak pidana.

b. Metode Personal Approach and Group Approach

Metode pendekatan Personal Approach and Group Approach merupakan metode cukup efektif dalam membina narapidana (Van den Ban dan Hawkins, 1999).Namun demikian, metode ini menjadi kurang efektif jika program-program pembinaan hanya dalam waktu yang singkat. Sementara metode pendekatan kelompok atau group approach menurut Setiana (2005) diyakini cukup efektif, karena bimbingan diarahkan secara kelompok atas adasar kerja sama sehingga kegiatan lebih produktif. Oleh karena itu, penggabungan kedua metode ini sangat tepat dalam menyampaikan bimbingan kepada narapidana di Lapas Terbuka Jakarta.

Metode ini digunakan untuk menyesuaikan kemampuan dan kepribadian narapidana. Pada hakikatnya setiap narapidana memiliki latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan masyarakat, sikap dan tingkah laku serta bakat dan minat yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampuan serta kepribadian narapidana masing-masing. Oleh karena itu, pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana tidak sama satu dengan yang lain.

(13)

c. Metode Persuasif Edukatif

Pembinaan pada intinya bertujuan untuk mengubah perilaku narapidana melalui keteladanan dan memperlakukan mereka secara adil. Melalui pembinaan persuasive dan edukatif, petugas memberikan contoh teladan yang baik kepada narapidana baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam berkomunikasi dengan narapidana. Dengan pembinaan tersebut, narapidana diharapkan dapat meniru dan menunjukkan sikapnya yang terpuji.

d. Metode Sistematis dan Continue

Pembinaan ini mengandung pengertian bahwa pembinaan yang dilakukan setiap hari kepada narapidana mempunyai keterikatan satu dengan yang lainnya sehingga narapidana dapat sedikit demi sedikit mengerti mengenai materi yang disampaikan. Penyampaian materi oleh petugas disampaikan sesuai dengan kemampuan masing-masing narapidana.

4. Program dan Wujud Pembinaan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta Program pembinaan narapidanayang diterapkan di Lapas Terbuka Jakarta mengimplementasi Keputusan Menteri Kehakiman R.I. Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana. Program pembinaan dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni Pembinaan Kepribadian dan pembinaan kemandirian.

1) Pembinaan Kepribadian

Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak sehinggaNarapidana sehingga narapidanadiharapkan menjadi manusia seutuhnya,

(14)

bertakwa, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.Program pembinaan kepribadian yang dilaksanakan di Lapas Terbukaterbagi ke dalam 5 (lima) bagiansebagai berikut:

a) Pembinaan kepribadian bidang keagamaan

Pembinaan keagamaan sejatinya bertujuan agar narapidana menjadi manusia seutuhnya dan menambah keimanan serta membina agar mampu berintegrasi secara wajar dalam hidup dan kehidupannya. Selain itu menurut Astuti (2008) Pembinaan agama juga ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) narapidana serta memberi bekal untuk mengendalikan sikap dan tingkah laku selama di Lapas maupun setelah bebas. Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan rutin di Lapas Terbuka Jakarta merupakan kegiatan harian yang dikerjakan secara continue adalah sebagai berikut :

AGAMA KEGIATAN INTENSITAS

Islam  Melaksanakan Ibadah Sholat lima waktu

 Sholat Jumat

 Ceramah Islam Mingguan

Setiap hari Setiap Jumat Setiap hari Rabu Kristen  Kegiatan Kebaktian Seminggu sekali Sedangkan kegiatan keagamaan khusus yang dilakukan di Lapas Terbuka Jakarta adalah sebagai berikut :

AGAMA KEGIATAN

Islam  Peringatan hari-hari besar agama

 Pengajian pada bulan Ramadhan Kristen  Perayaan Paskah

(15)

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan keagamaan di Lapas Terbuka Jakarta adalah ceramah dan diskusi dengan mendatangkan narasumber/ tokoh agama secara rutin.

b) Pembinaan kepribadian bidang olahraga dan kesenian

Pembinaan bidang olahraga dan kesenian merupakan salah satu bentuk kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan jasmani dan sarana sosialisasi antar sesame narapidana. Kegiatan bidang olahraga dan kesenian yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Jakarta adalah sebagai berikut :

JENIS KEGIATAN INTENSITAS

Olahraga  Senam

 Futsal

 Tenis Meja

Setiap hari Jumat (seminggu sekali)

Kesenian  Marawis

 Band

Setiap Minggu Kedua

Metode pembinaan yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan olahraga yakni melalui pengarahan, pelatihan ketangkasan dan pertandingan. Kegiatan ini juga melibatkan petugas dan dilaksanakan diluar Lapas melalui pendampingan sesuai SOP. Hal ini dimaksudkan agar narapidana membaur dengan masyarakat luar. Sedangkan pembinaan kesenian dilakukan menggunakan metode pengarahan oleh petugas dan latihan secara rutin. Kegiatan kesenian sangat penting selain sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan dan melepas kejenuhan juga dapat mempererat ikatan solidaritas dalam masyarakat.

c) Pembinaan kepribadian bidang kesadaran berbangsa dan bernegara

Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi narapidana pada dasarnya bertujuan agar narapidana dapat menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari warga Negara Indonesia yang mempunyai aturan dan karakteristik khusus. Kagiatan pembinaan yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Jakarta adalah kegiatan Upacara Bendera yang dilaksanakan pada peringatan hari besar nasional. Kegiatan

(16)

tersebut diikuti narapidana dan seluruh petugas Lapas Terbuka Jakarta dengan mengagendakan pembacaan Catur Dharma Narapidana dan paduan suara untuk emnyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan. Pembinaan dilakukan secara persuasive edukatif melalui pendekatan individual dan kelompok.

d) Pembinaan kepribadian bidang lingkungan

Pembinaan kepedulian lingkungan sangatlah penting bagi narapidana untuk menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan. Kepribadian seseorang dapat diukur dari kepeduliannya terhadap kebersihan lingkungan, hal ini menjadi dasar pembinaan narapidana ketika berada di tengah-tengah masyarakat sehingga keberadaan mereka dapat diterima oleh masyarakat. Pembinaan bidang lingkungan di Lapas Terbuka Jakarta dilakukan dengan kegiatan kerja bakti di lingkungan Lapas Terbuka Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap hari. Metode yang digunakan dalam pembinaan ini adalah top down approach.

e) Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat

Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara narapidana dengan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan mengembangkan aspek – aspek pribadinya, memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk berintegrasi dengan masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan pembinaan integrasi sosial yang dilakukan di Lapas Terbuka Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Program Cuti Mengunjungi Keluarga;

Pembinaan integrasi dengan masyarakat diluar yang dilakukan melalui cuti mengunjungi keluarga (CMK) diberikan pada narapidana yang telah memenuhi persyaratan substantif dan dan administratif serta memperoleh persetujuan dari

(17)

Tim Pengamat Pemasyarakatan Lapas dan Kepala Lapas. Cuti ini menurut Pandjaitan dan Wiwik (2008) diberikan sebagai upaya memelihara kerukunan rumah tangga berupa kesempatan berkumpul bersama di tempat kediaman keluarga dalam jangka waktu du hari atau 2 x 24 jam (diluar dalam waktu perjalanan).

2. Program kerja dengan pihak ke-3 (ketiga);

Program kerja dengan pihak ketiga adalah salah satu pola pembinaan asimilasi keluar dengan bekerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini adalah pihak yang bersedia menjadi penjamin bagi narapidana selama narapidana tersebut bekerja pada kantor/perusahaannya. Asimilasi pihak ketiga dapat diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi syarat substantif dan administratif serta memperoleh persetujuan dari Tim Pengamat Pemasyarakatan dan Kepala Lapas. Kegiatan kerja dengan pihak ketiga ini secara teknis dilaksanakan narapidana pada siang hari dan kemudian kembali ke Lapas Terbuka pada sore hari sesuai dengan ketentuan yang telah dikeluarkan Lapas.

3. Program Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, dan Pembebasan Bersyarat; Cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat merupakan hak-hak narapidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Dijelaskan dalam Undang-Undang, pelaksanaan CB, CMB dan PB diberikan tehadap narapidana yang telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Program CB, CMB, dan PB merupakan salah satu kegiatan integrasi dengan masyarakat yang dilaksanakan di luar Lembaga Pemasyarakatan dibawah pengawasan Balai Pemasyarakatan.

(18)

Pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Narapidana dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pembinaan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan narapidana untuk mencari penghidupan melalui kegiatan bimbingan kerja. Program pembinaan kemandirian yang berjalan di Lapas Terbuka Jakarta meliputi program ketrampilan yang mendukung usaha mandiri dan program ketrampilan yang dikembangkan sesuai bakat yang dimiliki narapidana, sebagai berikut :

a) Program ketrampilan bidang Perikanan

Program ketrampilan bidang perikanan yang diaplikasikan di lapas terbuka Jakarta adalah budidaya ikan lele sangkuriang. Program pembinaan dibagi dalam beberapa kegiatan, mulai dari perbibitan, pemeliharaan, hingga pemanenan. Program ketrampilan perikanan atau pokja perikanan ini didukung dengan sarana kolam yang cukup memadai.

b) Program ketrampilan bidang Pertanian

Program ketrampilan bidang pertanian yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Jakarta meliputi kegiatan pertanian hortikultura, dan budidaya jamur tiram. Pada pembinaan pertanian hortikultura, narapidana diberikan ketrampilan penanaman sayuran melalui media penyemaian tanah pada polybag. Hal ini dilakukan karena lahan pertanian yang terbatas. Kegiatan pembinaan yang diberikan meliputi kegiatan penyiapan media tanam, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. Sedangkan pada pembinaan budidaya jamur, Lapas Terbuka menyediakan sarana kumbung jamur yang cukup besar untuk menampung hingga 500 baglog. Kegiatan pembinaan yang diberikan meliputi penyemprotan baglog jamur, dan pemanenan jamur tiram.

(19)

c) Program ketrampilan pertukangan

Program ketrampilan pertukangan merupakan program pembinaan ketrampilan yang mewadahi bakat yang dimiliki narapidana dalam bidang pertukangan baik pembuatan mebel, pertamanan, instalasi listrik hingga pembuatan mainan anak. Program pembinaan ketrampilan pertukangan ini memiliki fasilitas peralatan yang cukup memadai.

B. Kendala dalam Pelaksanaan Pembinaan di Lapas Terbuka Kelas IIB Jakarta

Berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan petugas, beberapa kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pembinaan di Lapas Terbuka Kelas IIb Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Kurang terarahnya program pembinaan yang akan diberikan kepada narapidana

Pelaksanaan pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta pada dasarnya sudah terlaksana dengan baik sesuai dengan peraturan tentang pembinaan narapidana. Hanya saja tidak memiliki program prioritas dalam pembinaan kemandirian khususnya dalam pengembangan karakter dan ketrampilan narapidana. Kegiatan kerja yang dilaksanakan di Lapas Terbuka Jakarta terkesan asal berjalan dan tidak berkelanjutan. Tidak adanya koordinasi yang baik dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran belanja menjadi kendala dalam melaksanakan pembinaan narapidana.

Dengan sarana infrastruktur pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta yang cukup memadai, selayaknya pembinaan narapidana berjalan dengan

(20)

baik dan berkesinambungan. Alokasi anggaran yang cenderung memprioritaskan pembangunan infrastruktur kantor daripada pembinaan narapidana justru berimbas pada arah pembinaan kemandirian yang tidak selaras dengan tujuan pemasyarakatan. Ketersediaan anggaran yang terbatas memang tidak bisa dipungkiri sebagai pangkal dari permasalahan pembinaan. Namun, ketersediaan anggaran yang memadai pun jika tidak didukung dengan program yang terarah dan pengelolaan yang baik tentu tidak dapat mendukung keberhasilan pembinaan narapidana. Peran petugas pemasyarakatan tentu menjadi kunci utama berhasil tidaknya upaya pembangunan kemandirian narapidana. Meski tidak didukung dengan alokasi anggaran yang besar, jika memiliki program prioritas dan arah pembinaan yang berkelanjutan tentu program pembinaan kemandirian dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pembinaan.

2. Jangka waktu asimilasi narapidanadi Lapas Terbuka yang singkat sehingga proses pembinaan kurang efektif

Asimilasi merupakan salah satu hak narapidana dalam menjalani masa pidananya. Hal ini dijamin dalam Undang-Undang RI No.12 Tahun 1995 Pasal 14 tentang hak narapidana, dimana dalam pelaksanaan pembinaan setiap narapidana berhak melaksanakan asimilasi atau reintegrasi ke dalam kehidupan bermasyarakat. Arisman menjelaskan dalam tahap pembinaan narapidana, ada tahap dimana narapidana akan melaksanakan asimilasi. Setiap Lembaga Pemasyarakatan memfasilitasi narapidana untuk melaksanakan asimilasi, demikian halnya pada Lapas Terbuka Jakarta. Sebagai unit pelaksana teknis yang

(21)

ditunjuk khusus untuk melaksanakan asimilasi terhadap narapidana, Lapas Terbuka Jakarta menerima narapidana dengan jenis perkara tertentu dari Lapas maupun Rutan yang telah menjalani 2/3 dari masa pidananya untuk melaksanakan asimilasi. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan narapidana dengan masyarakat (reintegrasi sosial) sebelum mereka bebas.

Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lapas Terbuka tidak terlepas dari permasalahan teknis dalam proses pemindahan narapidana dari Lapas maupun Rutan. Setiap narapidana pada hakikatnya dapat melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta setelah menjalani 2/3 masa pidananya dan memenuhi persyaratan substantif dan adminsitratif. Administrasi birokrasi yang belum efektif berimbas pada terhambatnya proses pemindahan narapidana untuk melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta. Tidak adanya peraturan teknis yang mengatur tentang pelaksanaan pembinaan asimilasi narapidana ke Lapas Terbuka Jakarta menjadi kendala dalam melaksanakan proses mutasi narapidana dari UPT asal. Lamanya proses administratif yang harus dilalui narapidana dari UPT ke Kanwil dan sebaliknya tentu mengurangi waktu pembinaan di Lapas Terbuka Jakarta.

Singkatnya lama tinggal narapidana yang melaksanakan asimilasi di lapas terbuka Jakarta dipandang tidak efektif dalam menerima pembinaan secara intensif. Hal ini justru terkesan hanya memenuhi persyaratan administratif untuk dapat melaksanakan Pembebasan Bersyarat maupun Cuti Bersyarat oleh narapidana. Bahkan beberapa narapidana yang melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta telah mengantongi surat keputusan pelaksanaan Pembebasan Bersyarat maupun Cuti Bersyarat dalam rentang waktu yang tidak lama lagi.

(22)

Beberapa narapidana tersebut ada juga yang hanya melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta selama 3 hari jelang kebebasannya. Hal ini tentu tidak sesai dengan amanat pembinaan yang seharusnya diperoleh narapidana di Lapas Terbuka sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.

Narapidana yang hanya menjalani asimilasi selama 3 hari atau kurang dari 14 hari tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan ketrampilan maupun sikap mental narapidana meski telah diberikan pembinaan kemandirian dalam waktu yang singkat di Lapas Terbuka Jakarta. Padahal ada sederet program pembinaan yang seharusnya diberikan kepada narapidana yang menjalani asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta. Kurangnya koordinasi antar UPT dan berbelitnya system birokrasi menjadikan Lapas Terbuka Jakarta tidak lain hanya sebagai tempat singgah sementara sebelum narapidana bebas menjalani masa pidana. Disisi lain, Lapas Terbuka merupakan ujung tombak pembinaan narapidana dalam menjalani putusan pidana. Dengan demikian, urgensistandard operational procedure (SOP) atau peraturan khusus tentang teknis pelaksanaan asimilasi di Lapas Terbuka sudah sangat dibutuhkan demi kelancaran dan efektivitas pembinaan narapidana di Lapas Terbuka Jakarta. Perlu adanya suatu keselarasan pemahaman serta koordinasi yang baik antar UPT Pemasyarakatan di Jakarta untuk mengoptimalkan pelaksanaan program pembinaan narapidana serta menjadikan di Lapas Terbuka Jakarta sebagai percontohan pembinaan pemasyarakatan di Indonesia.

C. Usaha Ternak Aplikatif sebagai alternative Program pembinaan Narapidana di Lapas Terbuka Jakarta

(23)

Program pembinaan narapidana bidang peternakan dapat dijadikan alternative untukmengembangkan kemandirian narapidana. Hal ini mampu menumbuhkan jiwa entrepreneur pada narapidana untuk menyiapkan diri melanjutkan kehidupannya setelah menjalani pidana di Lapas Terbuka. Usaha ternak dapat diintegrasikan dengan program pembinaan lain seperti pertanian dan perikanan yang telah terlebih dahulu berjalan di Lapas Terbuka. Memasukkan pembinaan di bidang peternakan memang tidaklah mudah diterima bagi narapidana yang hidup di kota besar. Meski demikian, usaha ternak justru memiliki peluang yang besar dan menjanjikan untuk berkembang di kota besar.

Layaknya program pengembangan kemandirian lain di Lapas Terbuka, program pembinaan peternakan juga dapat diterima dengan baik bagi narapidana jika program yang diberikan adalah program usaha yang efektif dan aplikatif. Berikut ini adalah alternative program kegiatan pembinaan peternakan yang dapat diterapkan di Lapas Terbuka:

1. Program pemeliharaan ayam pedaging 28 hari

Pemeliharaan ayam pedaging merupakan salah satu kegiatan usaha ternak yang aplikatif dalam waktu pemeliharaan yang singkat. Adapun program pemeliharaan ini dilakukan dengan waktu pemeliharaan 28 hari dan menghasilkan bobot badan 1,6 kg/ekor.Haris (2013) menyebutkan bahwa ayam broiler umur 28 hari telah mampu mengkonsumsi pakan sebanyak 2.420 gram/ekor dan mencapai berat badan sebesar 1.600 gram/ekor. Singkatnya Jangka waktu pemeliharaan ini menjawab permasalahan singkatnya lama tinggal narapidana yang melaksanakan asimilasi di Lapas Terbuka Jakarta.

Pemeliharaan ayam broiler memiliki karakteristik ekonomis yang tinggi, ditunjukkan dengan pertumbuhannya yang cepat dalam menghasilkan daging

(24)

dengan serat lunak danan waktu pemeliharaan yang cukup singkat (Murtidjo, 1987). Suwarta et all (2012) juga mengungkapkan bahwa usaha ternak ayam broiler mempunyai peluang yang strategis sebagai komoditas usaha yang prospektif. Sebagai unit usaha yang menguntungkan, pemeliharaan ayam broiler juga tidak terlepas dari resiko kematian dan penurunan performa produksi. Untuk itu diperlukan manajemen dan pengadaan sarapa produksi ternak yang baik. Pemeliharaan ayam broiler selama 28 hari merupakan trobosan dalam bidang peternakan sang sangat aplikatif dan efektif mengingat tingginya permintaan akan daging ayam di masyarakat. Oleh karena itu pemeliharaan ayam pedaging ini sangat cocok untuk diimplementasikan dalam pembinaan narapidana dalam waktu yang singkat dan dapat menjadikan kegiatan kerja di Lembaga Pemasyarakatan sebagai sentra produksi usaha ternak yang mandiri.

Pemeliharaan ayam broiler atau ayam pedanging memiliki tiga tahap yakni tahap persiapan kandang, tahap pemeliharaan, dan tahap pemanenan. Ketiga tahap tersebut dapat diimplementasikan dalam program kegiatan pembinaan narapidana di Lapas Terbuka Jakarta. Program kegiatanpemeliharaan ayam broiler yang diberikan pada narapidana meliputi persiapan kandang, pemasukan day old chick (DOC), pemberian pakan, pengaturan temperatur brooder, pengaturan ventilasi, penanganan kesehatan, penimbangan bobot badan mingguan, pencatatan (recording), dan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan ayam pedaging terangkum pada tabel sebagai berikut:

N O JENIS KEGIATAN KEGIATAN 1 Persiapan Kandang

a. Proses pencucian dan sterilisasi

(25)

 Mencuci kandang dengan sprayer menggunakan deterjen

 Sterilisasi kandang dengan desinfektan

 Menaburkan kapur tohor ke seluruh bagian kandang dengan dosis 0,2-0,5 kg/m2

 Menutup kandang yang bersih dengan tiraiselama 2-3 hari

 Fumigasi lantai menggunakan formalin

 Menaburkan sekam dengan ketinggian 5 cm b. Persiapan pemanas dan lingkaran pelindung

Memasang lingkaran pelindung (chick guard) menggunakan triplek dengan ketinggian 50 cm dan berdiameter 2,75-4 meter

Memasang tempat pakan (chick feeder tray) dan tempat minum

 Memasang alat pemanas (gasolek) pada ketinggian 110-125 cm

2. Pemasukan Day Old Chick (DOC)

a. Pengecekan DOC atau anak ayam yang akan dipelihara secara keseluruhan baik kualitas maupun kuantitas.

Kriteria Kualitas DOC yang baik :

 Bebas penyakit dan tidak cacat

 DOC terlihat aktif

 Bulu bersih dan penuh

 Dubur bersih dan tidak terdapat pasta putih

 Berat kurang dari 37 gram b. Penempatan DOC ke tempat pemanas 3. Pemberian Pakan

dan Minum

a. Pakan diberikan 3-4 jam setelah DOC minum b. Pemberian pakan pada 3 hari pertama diberikan

setiap 2 jam sekali

c. Pada 3 hari berikutnya pakan diberikan setiap 4 jam sekali

d. Setelah ayam berusia 1 minggu pakan diberikan 2 kali sehari

4. Pengaturan temperature brooder

Pemanasan DOC dilakukan selama 11 hari, adapun Temperatur brooder diatur pada suhu 34-350C pada minggu pertama kemudian temperature diturunkan

(26)

menjadi 29-300C pada umur 9 hari 5. Pengaturan

ventilasi

Ventilasi dilakukan dengan mengatur tirai yang menutupi dinding kandang. Pemasangan tirai dilakukan selama 14 hari.

6. Penanganan Kesehatan

a. Vaksinasi NB-IB pada umur ayam 4 hari melalui tetes mata

b. Vaksinasi Gumboro pada umur ayam 12 hari melalui air minum

c. Vaksinasi ND Lasota pada umur ayam 18 hari melalui air minum

7. Penimbangan bobot badan mingguan

Penimbangan dilakukan untuk mengetahui pertambahan berat badan mingguan yang dilakukan dengan mengambil beberapa sampel secara acak di setiap sudut kandang.

8. Pencatatan (recording)

Pencatatan menjadi bagian yang sangat penting dalam pemeliharaan ayam untuk mengukur tingkat keberhasilan pemeliharaan. Pencatatan dilakukan secara berkala sejak pertama kali ayam masuk hingga pemanenan. Pencatatan meliputi jumlah ayam yang matio, jumlah pemberian pakan, vaksin, dan berat badan mingguan.

9. Pemanenan a. Penimbangan ayam

b. Pencatatan jumlah ayam dan hasil penimbangan Tingkat keberhasilan pemanenan dalam waktu 28 hari sangat dipengaruhi pola manajemen pemeliharaan ayam. Haris (2013) menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler untuk mencapai bobot pemanenan 1,6 kg/ekor dalam waktu 28 hari sebagai berikut :

a) Memperbaiki konsep pengaturan densitas dengan memberikan ruang gerak yang nyaman bagi pertumbuhan DOC yakni melalui pelebaran ruang gerak DOC setiap 3 hari. Perluasan brooderdilakukan setiap 3 hari sekali

(27)

sejak umur ayam 3 hari hingga pada umur 10 hari kondisi sudah full space kandang dengan densitas maksimal panen 15 sampai 16 kg/m2.

b) Modifikasi pengaturan ventilasi untuk menyediakan oksigen segar ke dalam kandang sejak umur ayam 3 hari. Pembukaan tirai pada pemeliharaan ayam umumnya dilakukan setelah ayam Pembukaan tirai dilakukan setelah ayam berusia 7 hari untuk menghindari kondisi ayam yang kedinginan. Pembukaan tirai pada pemeliharaan ini justru dilakukan sejak umur 3 hari karena untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat ayam membutuhkan oksigen yang cukup baik.

c) Mengurangi kompetisi ayam dalam mengkonsumsi pakan maupun minum dengan menyediakan tempat pakan dan minum sesuai perbandingan jumlah ayam yang dipelihara.

d) Membatasi pemberian antibiotic lebih dari 2 fase karena mampu menghambat pertumbuhan ayam dan meningkatkan biaya pengobatan.

e) Menghentikan pemberian asam amino tambahan (ATP) pada pakan ayam karena kebutuhan asam amino pada ayam sudah terpenuhi dari ransum pakan yang diberikan.

Efektivitas pemeliharaan ayam broiler selama 28 hari dengan bobot 1.6 kg/ekor memotong biaya pemeliharaan maupun biaya operasional yang besar dan tentunya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan yang diperoleh. Melalui adopsi pemeliharaan ini diharapkan narapidana memiliki bekal yang cukup untuk dapat mengaplikasikannyadi kehidupan nyata setelah mereka bebas. Dengan demikian, hakikat pembinaan narapidana dalam tujuan pemasyarakatan dapat dicapai melalui pembinaan kemandirian di Lapas Terbuka Jakarta.

(28)

2. Program Penanganan Pascapanen

Kualitas daging ayam yang dihasilkan sangat dipengaruhi metode penanganan pascapanen yang dilakukan. Suharyanto (2009) menjelaskan selama dan segera setelah penyembelihan ternak, otot mengalami perubahan-perubahan yang mempengaruhi sifat-sifat dan kualitas daging. Dengan demikian, perlu dilakukan penanganan yang baik untuk menghasilkan daging ayam yang berkualitas dan bernilai jual yang tinggi. Penjualan karkas atau daging ayam memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada penjualan ayam hidup. Dengan mengadopsi teknik penanganan pascapanen maka akan menghasilkan nilai ekonomis yang lebih baik.

Teknik penanganan karkas atau daging yang baik diawali dari perlakuan ayam sejak penyembelihan. Suharyanto (2009) menegaskan bahwa segera setelah penyembelihan, darah harus dikeluarkan sebanyak mungkin kemudian dilakukan pencabutan bulu. Daging karkas dengan kondisi darah yang belum bersih dapat memicu berkembangnya bakteri sehingga dapat mengurangi kualitas daging dan mengancam kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Untuk meningkatkan nilai jual daging, karkas yang telah dipotong disimpan kedalam kemasan vacuum (hampa udara) sehingga kekenyalan daging terjaga dengan baik, selain itu pengemasan vacuum juga dapat meningkatkan daya simpan karkas.

Selain dijual dalam bentuk daging potongan, pengolahan daging juga dapat meningkatkan nilai ekonomis. Berbagai pengolahan daging ayam yang dapat

(29)

mudah diterapkan sebagai program pembinaan pengolahan hasil ternak ayam pedaging bagi narapidana di Lapas Terbuka Jakarta adalah sebagai berikut :

a) Bakso Ayam

Bakso merupakan produk olahan daging yang sudah popular di kalangan masyarakat Indonesia. Sama halnya dengan bakso sapi, daging ayam juga dibuat dengan mencampurkan bumbu-bumbu ke dalam adonan daging ayam yang telah digiling. Karakteristik daging ayam yang lebih lembut menjadi ciri khas bakso ayam. Hal ini yang menjadi dasar pemilihan bakso ayam sebagai salah satu kegiatan pembinaan pengolahan hasil ternak terutama ayam.

b) Nugget Ayam

Nugget ayam merupakan produk olahan daging yang dibuat dari daging ayam. Meski demikan semua daging juga dapat diolah menjadi nugget. Pemilihan nugget sebagai salah satu kegiatan pengolahan hasil ternak bagi narapidana adalah karena tingkat selutian pembuatan yang rendah, dan penggunaan alat pengolahan yang tidak sulit didapatkan. Bahan untuk membuat nugget adalah daging, garam, bumbu-bumbu, tepung, kuning telur, bisa pula ditambahkan susufull cream dan bahan tambahan lainnya. Adapun proses pembuatan nugget ayam sangat mudah, layaknya membuat bakso yang digiling menggunakan penggiling daging. Nugget ayam dibuat dengan membentuk adonan yang berupa campuran daging giling yang dicampur dengan bumbu-bumbu menjadi bentuk kotak-kotak menggunakan pencetak, dan dikukus selama 45 menit sebelum akhirnya digoreng menggunakan minyak panas.

(30)

c) Abon Ayam

Abon merupakan produk olahan daging dengan cara disuwir. Berbeda dengan bakso ayam maupun nugget ayam, abon dibuat dengan cara merebus daging ayam hingga empuk sebelum dilakukan pengolahan. Pemilihan pembuatan abon ayam dalam kegiatan pembinaan pengolahan hasil ternak ayam karena pembuatannya cukup mudah serta daya simpan abon yang relatif lama.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan asimilasi narapidana di Lapas Terbuka Jakarta sudah berjalan sesuai dengan peraturan tentang pembinaan narapidana, adapun pelaksanaannya kurang optimal karena belum ada program pembinaan yang terarah, waktu pelaksanaan asimilasi yang terlalu singkat, dan masih adanya kegagalan program integrasi sosial yang menyebabkan terjadinya pengulangan tindak pidana.

2. Program pembinaan di bidang peternakan dapat dijadikan alternative pembinaan yang efektif untuk membentuk ketrampilan dan kemandirian dari usaha peternakan

3. Usaha Peternakan Ayam Broiler 28 hari merupakan program pembinaan yang cukup efektif bagi narapidana yang menjalani asimilasi yang singkat di Lapas Terbuka Jakarta

4. Pembinaan kemandirian melalui usaha ternak mampu membentuk mental kewirausahaan pada narapidana sehingga telah siap untuk melanjutkan kehidupan secara mandiri setelah bebas. Dengan demikian diharapkan

(31)

program tersebut mampu mengurangi terjadinya pengulangan tindak pidana.

B. Saran

Upaya membina narapidana menjadi manusia yang lebih baik tidaklah mudah, dibutuhkan perhatian yang lebih dari petugas pemasyarakan untuk membina dengan penuh dedikasi dan memberikan contoh yang baik bagi narapidana. Begitupula pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM sudah selayaknya memberikan perhatian lebih pada pemasyarakatan untuk membangun dan mendorong pemasyarakatan menjadi lebih baik. Pembinaan narapidana sebaiknya menjadi prioritas utama pemasyarakatan dalam membangun kemandirian narapidana. Selain penguatan infrastruktur sarana dan prasarana, ketersediaan anggaran khusus untuk pembinaan juga menjadi bagian yang penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembinaan khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. ______. Narapidana Tahap Asimilasi: Solusi Terhadap Masalah-Masalah Pelaksanaan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Karya Ilmiah. dikutip dari www.jakarta.kemenkumham.go.id diakses pada tanggal 29 Agustus 2015.

(32)

Astuti, Juli. 2008. Pembinaan Shalat Terhadap Narapidana di lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Yogyakarta. Karya Ilmiah. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan).

Isnawati. 2014. Peran Tamping dalam Pembinaan Narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Samarinda. eJournal Ilmu Sosiatri:2014.

Handayani, Oktavia S. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Rangka Mencegah Pengulangan Tindak Pidana (Recidive) di Lapas Kelas II A Sragen. Karya Ilmiah. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. (Tidak dipublikasikan).

Haris, Sopyan. 2013. Pemeliharaan Ayam Broiler 1,6 kg/ekor dalam Waktu 28 Hari. Artikel Ilmiah. Majalah Poultry Indonesia.

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Broiler. Kanisius. Yogyakarta

Pandjaitan, P. Iwan dan W. Sri Widiarty. 2008. Pembaharuan Pemikiran Sahardjo Mengenai Pemasyarakatan Narapidana. IHC. Jakarta.

Pramono, Iwan., dkk. 2013. Pedoman Pembinaan Kepribadian Narapidana Bagi Petugas di Lapas/Rutan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.

Prasetyo, L. Hadi dan B. Setiadi. 2007. Inovasi Teknologi Aplikatif Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing.

Rivai, Andi Wijaya. 2014. Buku Pintar Pemasyarakatan. Edisi Pertama: Cetakan I. Lembaga Kajian PEmasyarakatan. Jakarta.

Sarwono, B. 1991. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta

Setiana. L. 2005. Teknik Penyuluhan Dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia. Bogor.

Sujatno, Adi. 2004. Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri. Artikel Ilmiah. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Diktat Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Suwarta, Irham, dan Hartono, S. 2012. Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler di Kabupaten Sleman. Jurnal Agrika Vol.6 No.1.

(33)

Tholib. Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Correction Di Indonesia, dikutip dari www.ditjenpas.go.id diakses pada tanggal 29 Agustus 2015.

Van Den Ban. A.W. dan H.S Hawkins., 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Windarto. 2009. Keberhasilan Pembebasan Bersyarat di Bapas Semarang. Karya Ilmiah. Universitas Indonesia. Depok. (Tidak dipublikasikan)

DASAR HUKUM

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007, Tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Asimilasi Pembebasan bersyarat, Cuti menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Surat Edaran No.KP.10.13/3/1 Tertanggal 8 Februari 1995 Tentang Pemasyarakatan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 3 Agustus 2004 Nomor.E.PK.04.10-115 Perihal Penempatan Narapidana di Lapas Terbuka/Kamp Pertanian.

Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. No : M.03.PR.07.03. Tahun 2003, tanggal 16 April 2003, perihal pembentukan Lapas Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan matematika mahasiswa calon guru asal Papua adalah situasi pembelajaran di kelas

Sehubungan dengan itu, Perutusan Tahun Baharu yang akan saya sampaikan pada hari ini, akan menjadi pegangan bersama dalam menentukan matlamat dan hala tuju kita memperkukuhkan lagi

Bahwa unsur ini tidak terpenuhi, karena pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan terhadap obyek jaminan dalam Perjanjian Kredit yang telah disampaiakan sebelumnya

Pada pemodelan sistem ini akan digunakan struktur model linier, yang mana akan merepresentasi sistem secara linier, pada proses pemodelannya dianggap tidak terdapat

Persyaratan dan metode untuk menentukan f ya dijabarkan sebagai berikut: a Untuk komponen struktur tekan yang menerima beban aksial dan komponen struktur lentur dengan nilai 

Apabila attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control memiliki kekuatan yang positif, seperti mahasiswa mempersepsi bahwa perilaku membaca

Hasil penelitian yang telah dilakukan, prevalensi parasit Soil-Transmitted Helminths pada anak usia 2-9 tahun di RW 04 Kelurahan Batakte adalah 12% adalah 7 sampel

McGlynn Versus Aveling: A Comparison of Translation Strategies Used in Sapardi Djoko Darmono’s Poems.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |