• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negative yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negative yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Pendidikan Seks Dini

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negative yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi, dan perasaan berdosa (Sarwono, 2011:234). Menurut (Sumiati, 2009) Pendidikan seks dini merupakan suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar dapat mengubah perilaku seksual anak ke arah yang lebih bertanggung jawab. Pendidikan seksual sebaiknya diberikan oleh orang tua sejak dini sesuai dengan kebutuhan dan umur serta daya tangkap anak. Thomson mendefinisikan Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap (permanen) didalam kebiasaan dan tingkah lakunya, pikiran dan sikapnya (Kasan,2011).

Masa usia dini merupakan masa tumbuh kembang yang terbaik dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang sangat pesat, dibandingkan tahap usia selanjutnya. Kepesatan kemampuan otak anak dalam menyerap

(2)

berbagai informasi di sekitarnya juga diiringi dengan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Rasa ingin tahu yang sangat tinggi ditunjukkan anak dengan aktif bertanya tentang berbagai hal yang mereka temui, serta mencari tahu berbagai jawaban yang mereka inginkan dengan bereksplorasi (Alya Andika, 2010).

Pendidikan seksual dini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam membentengi anak dari bahaya penyimpangan seksual. Pendidikan seksual yang tidak diberikan di usia dini dapat mengakibatkan tingginya kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh orang-orang terdekat anak termasuk keluarga. Masalah pendidikan seksual pada saat ini kurang diperhatikan oleh orang tua, sehingga mereka menyerahkan seluruh pendidikan anak kepada sekolah termasuk pendidikan seksual. Padahal orang tua mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pendidikan seksual pada anak usia dini, sedangkan sekolah hanya sebagai pelengkap dan di sekolah tidak ada kurikulum tentang pendidikan seksual anak usia dini sehingga sering terabaikan (Magdalena, 2010).

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks. Pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu pada anak bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain

(3)

itu anak juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya. Selain itu pendidikan seks memberikan pengetahuan pada anak, karena anak dapat mengetahui akibat dari perlakuan seks bebas di luar nikah yang dapat menimbulkan penyakit HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Seperti, herves genital, Sifilis, kencing nanah, klamidia, kutil di kelamin, hepatitis B, kanker prostat, kanker serviks (leher rahim) dan trichononiasis bagi pelakunya. Sementara Narkoba dapat merusak kesehatan manusia, baik secara fisik, emosi, maupun perilaku pemakai (Sumiati,2009).

Selain itu ada dua faktor mengapa pendidikan seks (sex education) sangat penting bagi anak. Faktor pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks ada hal - hal yang tabu. Sehingga dari ketidakfahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. Faktor kedua, dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya (Singgih D Gunarso,2010).

(4)

Mungkin kita baru menyadari betapa pentingnya pendidikan seks karena banyak kasus pergaulan bebas muncul di kalangan remaja dewasa ini. Kalau kita berbicara tentang pergaulan bebas, hal ini sebenarnya sudah muncul dari dulu, hanya saja sekarang ini terlihat semakin parah. Pergaulan bebas remaja ini bisa juga karena dipicu dengan semakin canggihnya kemajuan teknologi, juga sekaligus dari faktor perekonomian global. Namun hanya menyalahkan itu semua juga bukanlah hal yang tepat. Yang terpenting adalah bagaimana kita mampu memberikan Pendidikan seks (sex education) kepada generasi muda.

Menurut Jatmikowati (2015) pendidikan seks dini memberikan manfaat yang baik untuk anak, antara lain :

1. Membantu jalannya komunikasi tentang topik yang berhubungan dengan seksualitas.

2. Membuat pikiran anak-anak lebih terbuka pada topik terkait seksualitas tersebut. 3. Menghapus rasa ingin tahu yang tidak sehat, rasa penasaran para remaja

mengenai seksualitas perlu di tampung dalam wadah yang memadai dan tidak menyesatkan. Salah satunya tentu dengan edukasi seks yang diberikan secara rutin baik di sekolah maupun di rumah.

4. Memperkuat rasa percaya diri. Dengan adanya pendidikan seks, rasa percaya diri anak akan timbul dengan sendirinya.

(5)

Faktor - faktor yang berperan dalam pendidikan seks pada remaja adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seks pada remaja, menurut (Sarwono, 2011: 187-188) adalah sebagai berikut:

1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.

2) Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan baik secara hokum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena normal sosial yang semakin lama semakin menuntut yang terus meningkat untuk perkawinan (Pendidikan, persiapan mental dan lain-lain).

3) Norma – norma agama yang berlaku, dimana sesorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

4) Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa dengan teknologi canggih.

5) Orang tua sendiri, baik kerena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seksualitas dengan anak.

Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh (Singgih D. Gunarsa, 2010) antara lain:

a. Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu/malu.

(6)

b. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Dangkal/mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.

c. Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan Pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitive) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement).

d. Hindari gaya mengajar seperti di sekolah. Pembicaraan hendaknya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta biologis, melainkan juga tentang nilai, emosi dan jiwa. Jangan khawatir Anda telah menjawab terlalu banyak terhadap pertanyaan anak. Mereka akan selalu bertanya tentang apa yang mereka tidak mengerti.

e. Anak-anak usia pra sekolah juga perlu tahu bagaimana melindungi dari penyimpangan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa.

Menurut Ajen Dianawati (2009) pendidikan seks terdiri dari dua segi yaitu:

a. Pengetahuan secara biologis yang termasuk dalam pengetahuan alat-alat reproduksi perempuan dan laki-laki, proses reproduksi yaitu kehamilan dan kelahiran, serta pengetahuan dan pemahaman cara penularan PMS dan HIV/AIDS. b. Pengetahuan dengan pendekatan sosial psikologis yang membahas soal seks, perekembangan diri, soal kontrasepsi, mengenal perilaku seksual beresiko dan

(7)

hak-hak manusia untuk keselamatan kita serta keputusan untuk melakukan hubungan seks. Menurut World Haealth Organisation (Organisasi Kesehatan Dunia), Pendidikan seks seharusnya tidak terbatas sampai pengetahuan biologis, tetapi berperan untuk melindungi kesehatan keamanan masyarakat lewat pendidikan.

Secara garis besar, pendidikan seks menurut Susanto (2010) diberikan sejak dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan:

a. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan

b. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan

c. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual d. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan

e. Mendorong hubungan yang baik

f. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse)

g. Mengurangi kasus infeksi melalui seks

h. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.

(8)

2.2. Konsep Remaja dan Perkembangannya

Masa remaja adalah waktu cepatnya pertumbuhan dengan perubahan dramatis dalam ukuran dan proporsi tubuh. Cepat dan besarnya perubahan ini menempati urutan kedua setelah cepat dan besarnya pertumbuhan dimasa bayi. Selama waktu ini, karakteristik seksual terbentuk dan kematangan reproduksi tercapai. Usia awitan dan durasi perubahan fisiologis beragam dari individu ke individu. Secara umum, anak perempuan memasuki pubertas lebih dini (pada usia 9 sampai 10 tahun) dibandingkan anak laki-laki (pada usia 10 sampai 11 tahun) (Aini,2009).

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut peraturan para Menteri Kesehatan RI nomer 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Didunia di perkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO,2014).

Dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Sifat khas

(9)

remaja mempunyai keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan tantangan serta cenderung berani menganggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh kedalam perilaku beresiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku beresiko pada remaja tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan reproduksi.

Berdasarkan sifat dan ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap menurut Sarwono (2011) yaitu:

a. Masa Remaja Awal (10-12 tahun) ditandai dengan tampak dan merasa lebih dekat dengan teman sebaya, tampak dan merasa ingin bebas, tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir dan khayal (abstrak). b. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun) ditandai dengan tampak dan merasa ingin

mencari identitas diri, adanya keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis, timbul perasaan cinta yang mendalam, mampu berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual. c. Masa Remaja Akhir (16-20 tahun) ditandai dengan menampakkan pengungkapan

kebebasan diri, dalam mencari teman sebaya lebih selektif, memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya, dapat mewujudkan persaan cinta, memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak.

(10)

Menurut Terry Kyle & Susan Carman (2014) perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut:

1). Tanda- tanda Seks Primer

Yang dimaksud dengan ciri-ciri seks primer adalah ciri-ciri fisik yang secara langsung menunjuk pada proses reproduksi yang khas membedakan laki-laki dan perempuan. Dengan demikian antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan ciri-ciri seks primer. Pada remaja pria, perubahan ciri-ciri seks primer dapat dilihat pada pertumbuhan yang cepat pada penis dan skrotum dan mengalami mimpi basah untuk pertama kalinya. Perubahan ini sangat dipengaruhi oleh hormon perangsang yang diproduksi oleh kelenjar bawah otak (pituitary gland). Hormon ini merangsang testis yang terdapat pada skrotum sehingga testis menghasilkan hormon testosteron dan androgen serta spermatozoa. Sperma yang diproduksi ini memungkinkan untuk mengadakan reproduksi.

Pada remaja wanita, perubahan ciri-ciri seks primer ditandai dengan menarche atau munculnya periode menstruasi untuk pertama kalinya. Munculnya peristiwa menstruasi sangat dipengaruhi oleh perkembangan indung telur (ovarium), yang berfungsi memproduksi sel-sel telur (ovum) serta hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron bertugas mematangkan sel telur sehingga siap untuk dibuahi. Sementara hormon estrogen berfungsi membantu pertumbuhan ciri kewanitaan pada

(11)

tubuh seseorang seperti pembesaran payudara dan pinggul serta mengatur siklus haid. Ketika percepatan pertumbuhan mencapai puncaknya ciri-ciri seks primer pada wanita meliputi ovarium, uterus, vagina, labia dan klitoris mengalami perkembangan pesat.

2). Tanda-tanda Seks Sekunder

Ciri-ciri seks sekunder merupakan tanda-tanda fisik yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi namun manjadi penanda khas yang membedakan seorang laki-laki dan perempuan merupakan konsekuensi dari bekerjanya hormon-hormon pria dan wanita. Pada anak lelaki, ciri-ciri seks sekunder yang terjadi antara lain tumbuhnya kumis dan janggut, jakun, suara menjadi berat, bahu dan dada melebar, tumbuh bulu di ketiak, dada, kaki, tangan dan daerah kelamin serta otot-otot menjadi kuat. Pada anak perempuan tanda-tanda fisik ini berupa payudara dan pinggul membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu di ketiak dan sekitar kemaluan.

Selain itu perubahan yang terjadi dalam organ tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut antara lain:

1. Sistem endokrin

Kegiatan kelenjar kelamin yang meningkat pada masa remaja menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem kelamin pada masa awal remaja. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa.

(12)

Menstruasi hanya terjadi pada remaja wanita, menstruasi terjadi akibat adanya hormon yang ada pada dasar otak yaitu hormone gonadotropin. Kadar estrogen yang dihasilkan ovarium meningkat dan sel telur ovum (masak), ovum yang dikeluarkan oleh ovarium bergerak menuju saluran telur (oviduk) dengan meningkatnya hormone estrogen menyebabkan dinding dalam rahim (lapisan endometrium tumbuh) dinding Rahim menebal dan dipenuhi pembuluh darah.

3. Mimpi Basah

Mimpi basah (orgasme spontan) atau dalam bahasa dunia kedokteran dikenal dengan emisi nocturnal, merupakan pengeluaran cairan semen (air mani) di waktu tidur yang biasa terjadi ketika seorang laki-laki sudah memasuki masa pubertas.

2.3. Konsep Penyimpangan Perilaku Seksual

Penyimpangan perilaku seksual adalah tingkah laku seksual, khususnya yang tidak sesuai dengan norma-norma agama atau hukum atau juga asusila yang dilakukan remaja. Istilah penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan abnormalitas seksual (sexual abnormality), ketidak wajaran seksual (sexual perversion), dan kejahatan seksual (sexual harassment). Penyimpangan perilaku seksual (deviasi seksual) bisa didefinisikan sebagai dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan kepada obyek seksual secara tidak wajar. Penyimpangan perilaku seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. (Junaedi, 2010).

(13)

Menurut Abdullah (2008) Penyimpangan perilaku seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyimpangan perilaku seksual adalah perilaku yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki oleh penerima atau korbanya dan berakibat mengganggu diri penerima penyimpangan, perilakunya yang dapat digolongkan sebagai tindakan penyimpangan seksual seperti pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan yang berorientasi seksual atau seksualitas, lelucon yang berorientasi seksual, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku dan juga ucapan atau perilaku yang berkonotasi seksual, tindakan-tindakan tersebut dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.

Sarlito Wirawan Sarwono (2011:64) berpendapat bahwa perilaku penyimpangan seksual remaja terjadi apabila terdapat faktor-faktor penunjang sebagai berikut:

1. Meningkatnya libido seksualitas

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasyrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

2. Penundaan usia perkawinan

Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang

(14)

perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).

3. Tabu-larangan

Ditinjau dari pandangan psikoanalisis, tabunya pembicaraan mengenai seks tentunya disebabkan karena seks dianggap sebagai bersumber pada dorongan-dorongan naluri. Dorongan-dorongan naluri seksual ini bertentangan dengan dorongan “moral” yang ada dalam “super ego”, sehingga harus ditekan, tidak boleh dimunculkan pada orang lain dalam bentuk tingkah laku terbuka. Karena remaja (dan juga banyak orang dewasa) pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sulit diajak berdiskusi tentang seks, terutama sebelum ia bersenggama untuk yang pertama kalinya. Tabu-tabu ini jadinya mempersulit komunikasi. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orang tua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan.

4. Kurangnya informasi tentang seks

Pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang seks dan selama hubungan pacaran berlangsung pengetahuan itu bukan saja tidak bertambah, akan tetapi malah bertambah dengan informasi-informasi yang salah. Hal yang terakhir ini disebabkan orang tua tabu membicarakan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman.

(15)

5. Pergaulan yang makin bebas

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat sebagai akhibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.

Menurut Sarwono (2010) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam meliputi : 1. Berpelukan

Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu.

2. Kissing

Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut French kiss, kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/ soul kiss.

3. Necking

Berciuman disekitar leher kebawah. Necking merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.

(16)

Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia, klitoris, dan bagian dalam vagina.

5. Petting

Perilaku menggesek-gesekan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk merasakan dan mengusap-ngusap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik didalam atau diluar pakaian.

6. Intercrouse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk kedalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual. Hubungan seksual yang dilakukan pada remaja, terutama remaja putri akan dapat menyebabkan kehamilan pada usia belasan tahun akan mengakibatkan resiko- resiko tertentu baik bagi ibu dan janin yang dikandungnya.

Sedangkan menurut Kartono (2012), menjelaskan dua aspek yang mendasari perilaku menyimpang seksual, yaitu: a. Aspek lahiriah yang bisa diamati dengan jelas, seperti kata-kata makian, tidak senonoh, cabul atau kata-kata kotor lainnya. b. Aspek simbolik yang tersembunyi, seperti; sikap dalam hidup, emosi, sentimen, itikad tidak baik, motif kejahatan tertentu, dan sebagainya.

(17)

Penyimpangan perilaku seksual berdampak tidak hanya pada anak yang mengalami atau menjadi korban penyimpangan perilaku seksual, dampaknya tentu juga dirasakan oleh keluarga dekat bahkan hingga menimbulkan ketakutan para orang tua yang memiliki anak karena banyak bermunculan peristiwa penyimpangan perilaku seksual pada anak baik dilingkungan keluarga, disekolah atau ditempat bermain. Dampak penyimpangan perilaku seksual antara lain adalah dampak secara fisik dan psikis. Dampak fisik dan psikis merupakan dampak yang secara langsung dirasakan yang menjadi korban penyimpangan perilaku seksual menurut (Katjasungkana, 2008) antara lain:

1. Dampak fisik

Dampak secara fisik dapat dengan mudah dilihat karena memang dapat ditangkap dengan indera penglihatan manusia akan tetapi untuk memastikan apakah luka fisik tersebut merupakan dampak kekerasan seksual atau akibat sesuatu hal lain, diperlukan analisis oleh ahli dalam hal ini dokter ataupun tim dokter.

Dampak secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman disekitar vagina atau alat kelamin, beresiko tertular penyakit menular seksual, luka ditubuh akibat perkosaan, dengan kekerasan ataupun kehamilan yang tidak diinginkan.

2. Dampak psikis

Dampak secara psikis ini dapat dengan mudah diketahui dan dipahami oleh orang-orang yang dekat dengan anak, sebab anak akan menunjukkan sikap-sikap yang tidak lazim atau tidak seperti biasanya. Sikap yang tidak biasa ini seperti anak hilang nafsu

(18)

makan tidak bersemangat hingga tidak mau sekolah, sering murung, menutup diri, takut dengan orang-orang baru hingga trauma dengan suatu benda atau tempat yang berhubungan dengan kejadian kekerasan seksual yang telah dialami.

Perlindungan penyimpangan perilaku seksual pada anak juga dilakukan dengan melakukan pencegahan perbuatan tersebut tidak hanya menghukum pelaku lalu sudah dapat dianggap memberikan keadilan pada korban saja tetapi juga perlu memberikan pengertian tentang bagaimana sebenarnya penyimpangan perilaku seksual tersebut untuk mencegah anak-anak menjadi korban penyimpangan perilaku seksual. Menurut Mark Yantzi (2009) untuk mencegah menjadi korban penyimpangan perilaku seksual, antara lain:

a. Dari lingkungan keluarga: pencegahan diawali dari pengawasan orang tua, dengan membiasakan anak selalu terbuka dengan orang tua, dengan mengontrol ruang bermain dan bersosialisasi, memberikan pengertian dan pendidikan seksual dengan bahasa mereka, memberikan arahan pada anak apabila mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari orang lain, teman, orang tidak dikenal atau pun orang yang ada dalam lingkup keluarga.

b. Lingkungan Sekolah: sekolah harus memberikan pengawasan baik dari oknum guru petugas kebesihan tamu sekolah atau sesama anak didik, memberikan pendidikan seksual yang bermanfaat agar tidak terjerumus dalam kegiatan yang tidak terdidik, memberikan pendidikan keagamaan, memberikan kemampuan untuk membela diri.

Referensi

Dokumen terkait

Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 hingga Mei 2011 ini ialah Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana dengan Gen Pembungaan Hd3a

Menunjukkan skala hedonik dari panelis terhadap sampel berdasarkan aroma.Pada pengujian aroma yang dihasilkan diperoleh data tingkat kesukaan tertinggi pada sampel sabun

Dari empat indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan organisasi dapat dilihat bahwa pada indikator keuangan, asset dan identitas perusahaan ada hubungan antara daya

Berdasarkan hasil dokumentasi berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) menunjukkan bahwa kedua guru PAI di SMA Negeri 53 Jakarta dalam perencanaan penilaian

Robinson (1995) menjelaskan bahwa saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang mempunyai fungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme

Kesimpulan dari penelitian ini adalah higiene sanitasi makanan nasi krawu di Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik telah memenuhi syarat kesehatan (87,5%) dengan rincian sub variabel

Hasil yang diperoleh dari tugas akhir ini berupa peramalan, jadwal induk produksi, dan perencanaan kebutuhan material untuk enam periode ke depan, yang