• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL

TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET

BROILER FINISHER

SKRIPSI

MUHAMMAD FADILLAH

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD FADILLAH. D02499074. 2005. Substitusi Tepung Ikan dengan

Corn Gluten Meal Terhadap Efisiensi Pergerakan Bahan pada Sistem Produksi

Kontinu Pellet Broiler Finisher. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan

Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc.

Kelancaran pergerakan bahan pada mesin pellet merupakan masalah utama dalam kegiatan proses produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efesiensi pergerakan bahan pada sistem produksi kontinu selama proses pembuatan pellet ditinjau dari waktu proses produksi (menit), daya ambang (m/detik), ukuran pa rtikel (mm) dan berat jenis (kg/m3). Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2005 di Bagian Industri dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari : R1 = ransum dengan 0% Corn Gluten Meal (CGM) + 8% tepung ikan, R2 = ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan, R3 = ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan.

Peubah yang diamati adalah waktu proses produksi (menit), daya ambang (m/detik), ukuran partikel (mm) dan berat jenis (kg/m3). Hasil penelitian memberi kesimpula n bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu proses produksi (31,00 - 26,33 menit), ukuran partikel (6,66 – 5,60 mm) dan berat jenis (1,36 – 1,11 ton/m3), tetapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap daya ambang.

(3)

x

ABSTRACT

Substitution of Fish Meal by Corn Gluten Meal on Some Efficiency of Movment of Substasnce in Continuous Production System of

Pellet Broiler Finisher

M. Fadillah, L. Herawati, and Y. Retnani

Fluency of movement of substance at machine of pellet represent main problem in production process activity. The objective of the study was carried out to measure effectively of material handling of finisher broiler ratio in a form of pellets. This research was to know how far efeciency of movement of substance in continuous production system of pellet broiler finisher was evaluated from time of production process (minute), floating rate (m/sec ), particle size (mm) and specific

weight (ton/m3). This Research was conducted during three months start from

February to April 2005 at Laboratory of Feed Industry, Nutrition and Feed Technology Science Department, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University.

The method used in this research was experimental method with Complete Randomized Design by 3 treatment s and 3 replicates. The treatments were R 1: ration with 0% Corn Gluten Meal (CGM) + 8% fish meal, R 2 : ration with 4% CGM + 4% fish meal, R 3 : ration with 8% CGM + 0 % fish meal. The data obtained were analyzed by using ANOVA (Analysis of Variance) and if I’ts different each other will be continued by using contrast orthogonal.

The observed variables were time of production process (minute), floating rate (m/sec) , particle size (mm) and specific weight (ton/m3). In this research, CGM enhanced until level 8% replacing fish meal. The result showed that treatment have significanly different ( P<0.01) to time of production process (31.00 – 26.33 minute ), size measure of particle (6. 66 – 5.60 mm) and specific weight (1.36 – 1. 11 ton/m3). And floating rate shown of result which not significanly different ( P>0. 05). Key words: fish meal, CGM, pellet, material handling.

(4)

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL

TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET

BROILER FINISHER

MUHAMMAD FADILLAH D02499074

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(5)

x

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL

TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET

BROILER FINISHER

Oleh

MUHAMMAD FADILLAH D2099074

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Oktober 2005

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Lidy Herawati, MS. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc.

NIP. 131.671.600 NIP. 131.878.943

Dekan

Fakultas Peternakan

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131.624.188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Juli 1981 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan suami istri Abdul Djamil Hasjmy dan Dar nis Syam .

Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1993 di SDN Polisi 4 Bogor , pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1996 di SMPN 1 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di SMUN 7 Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 1999.

(7)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “ Substitusi Tepung Ikan dengan Corn Gluten Meal (CGM) Terhadap Pergerakan Bahan Sela ma Proses Produksi Pellet Broiler

Finisher” ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan oleh penulis mulai bulan Februari sampai dengan April 2005 di Bagian Industri Makanan Ternak, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Meningkatnya kebutuhan ternak terhadap pakan mendorong terciptanya ransum siap pakai yang mempermudah peternak, hal ini didukung dengan keefisienan selama prosesing pakan, sebagai contoh penggunaan mesin prosesing sangat mempengaruhi kelancaran usaha peternakan karena hal ini terkait dengan ketersediaan pakan, sehingga keberhasilan suatu industri baik itu pangan maupun pakan juga sangat ditentukan oleh kemudahan dalam produksi pakan.

CGM merupakan salah satu bahan pakan sumber protein tinggi yang mempunyai kandungan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan ayam broiler dan sudah lazim dan sering digunakan peternak dalam ransum unggas. Tepung ikan tergolong bahan makanan ternak yang harganya termasuk tinggi dan merupakan masalah bagi para peternak karena kebanyakan ketersediaan tepung ikan didatangkan secara impor.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui alternatif atau cara lain untuk memenuhi kebutuhan akan protein bagi ayam broiler finisher dengan menekan biaya ransum. Waktu penulisan skripsi ini berlangsung selama 7 bulan, yang terdiri dari 2 bulan penelitian dan 5 bulan penulisan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ja uh dari sempurna.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2005 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 2

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ransum Ayam Broiler ... 3

Pellet ... 4

Sistem Produksi Kontinu ... 5

Tepung Ikan ... 6

Corn Gluten Meal ... 8

Waktu Proses Produksi ... 11

Sifat Fisik ... 12

Daya Ambang ... 12

Ukuran Partikel ... 13

Berat Jenis ... 13

MATERI DAN METODE ... 15

Lokasi dan Waktu ... 15

Materi ... 15 Bahan Pakan ... 15 Peralatan ... 16 Metode ... 16 Rancangan Percobaan ... 16 Prosedur Pelaksanaan ... 17

Pembuatan Formulasi Ransum ... 17

Pembuatan Pe llet ... 18

Pengukuran Peubah yang dia mati ... 21

Waktu Proses Produksi ... 21

Daya Ambang ... 21

Ukuran Partikel ... 22

(9)

x

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Kondisi Umum Pellet Broiler Finisher ... 24

Kandungan Nutrisi Pellet Broiler Finisher ... 25

Waktu Proses Produksi ... 26

Daya Ambang ... 27

Ukuran Partikel ... 28

Berat Jenis Pellet ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

UCAPAN TERIMA KASIH ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standarisasi Ransum Broiler Finisher Berdasarkan ... 4

Standar SNI 01 – 3931 – 1995 2. Komposisi Nutrisi CGM dan Tepung Ikan Menhaden ... 11

3. Matrik Teoritis Daya Ambang ... 13

4. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan ... 15

5. Formulasi Ransum Broiler Finisher (%) ... 17

6. Komposisi Ransum Berdasarkan Perhitungan... 18

7. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan ... 22

8. Kandungan Nutrisi Pellet Broiler Finisher Hasil Analisis ... 25

Prosimat 9. Rataan Hasil Pengamatan Waktu Proses Produksi ... 26

Pellet Broiler Finisher 10. Rataan Hasil Pengamatan Daya Ambang Ransum Broiler Finisher ... 27

yang Masih Berbentuk Mash 11. Rataan Hasil Pengujian Ukuran Partikel ... 28 Pellet Broiler Finisher (mm)

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan ... 8

2. Skema Proses Pembuatan CGM ... 10

3. Skema Proses Pembuatan Pelle t ... 19

4. Rangkaian Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu ... 20

5. Metode Pengukuran Daya Ambang ... 21

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Kadar Air (KA) dan Kerapatan Tumpukan (KT) ... 36

pada penelitian ini 2. Sidik Ragam Waktu Proses Produksi (menit) ... 36

3. Uji Kontras Orthogonal Waktu Proses Produksi (menit) ... 36

4. Sidik Ragam Daya Ambang Mesh (m/detik) ... 37

5. Sidik Ragan Ukuran Partikel (mm) ... 37

6. Uji Kontras Orthogonal Ukuran Partikel (mm) ... 37

7. Sidik Ragan Berat Jenis (ton/m3) ... 38

8. Uji Kontras Orthogonal Berat Jenis (ton/m3) ... 38

9. Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu di Laboratorium Industri da n Makanan Ternak ... 39

(13)

x

Latar Belakang

Industri makanan ternak di Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor dalam jumlah besar. Ba han baku yang diimpor tersebut umumnya merupakan bahan baku utama seperti bungkil kedelai, jagung, tepung ikan, tepung daging dan tulang

(meat and bone meal). Biaya bahan baku dapat ditekan dengan menggunakan pakan

lokal yang ketersediaannya cukup potensial dan berkualitas baik.

Pada umumnya bahan makanan hewani untuk ternak lebih diutamakan berasal dari tepung ikan, tepung kerang, tepung tulang maupun tepung limbah rumah potong. Tepung ikan merupakan bahan pakan yang berasal dari potongan ikan utuh atau sisa potongan ikan yang digiling dan dikeringkan dengan atau tanpa ekstraksi sebagian minyak ikan (Pfost, 1976). Tepung ikan tergolong bahan makanan ternak yang harganya termasuk tinggi tetapi mengandung protein kasar yang sangat tinggi pula sekitar 60% da n telah lama digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak unggas.

Corn Gluten Meal (CGM) adalah sisa dari penggilingan jagung dalam proses

produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati dan lembaga jagung kemudian dikeringkan (P fost, 1976). CGM sangat kaya dengan protein (60%) sehingga dapat bersaing dengan protein hewani (Amrullah, 2003), dengan demikian tepung ikan dapat digantikan oleh CGM mengingat kedua bahan tersebut merupakan sumber protein dan harga CGM saat ini harganya lebih murah dibandingkan tepung ikan.

Pengetahuan tentang karakteristik bahan sangat penting dalam menyediakan data rekayasa yang diperlukan dalam rancangan mesin, struktur, proses dan pengendalian serta dalam menganalisa dan menentukan efisiensi suatu mesin atau suatu operasi dalam suatu pengembangan produk pakan baru dalam mengevaluasi dan mempertahankan kualitas produk pakan akhir. Proses produksi pakan dapat dilakukan melalui suatu sistem baik intermittent (terputus-putus) maupun secara kontinu (terusmenerus). Proses pengolahan dan produksi pakan secara terus -menerus merupakan proses produksi tanpa ada pemberhentian sampai terbentuk pakan dengan bentuk pellet, crumble ataupun mesh, sedangkan proses produksi pakan secara intermitten t adalah proses pr oduksi yang melalui beberapa tahap dengan alat-alat prosesing yang terputus-putus. Proses produksi pakan secara kontinu

(14)

lebih efisien, menghemat waktu produksi, mencegah berkurangnya bahan baku yang akan dicampur dan proses produksi tidak mudah terhenti bila dibandingkan dengan proses produksi secara intermitten t.

Dalam penelitian ini dilakukan subtitusi CGM sebagai bahan pakan sumber protein nabati menggantikan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein hewani dalam formulasi ransum ayam broiler finisher berbentuk pellet, ditinjau dari efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet broiler finisher.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah tingginya harga tepung ikan sebagai sumber protein hewani pada ransum yang didatangkan secara impor. Penggunaan CGM pada penelitian ini diharapkan dapat menggantikan penggunaan tepung ikan secara keseluruhan ditinjau dari efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet broiler finisher.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui substitusi CGM dengan tepung ikan terhadap efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet

broiler finisher pada sisitem produksi kontinu ditinjau dari waktu produksi pellet,

(15)

x

TINJAUAN PUSTAKA Ransum Ayam Broiler

Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), ransum adalah pakan jadi/sete ngah jadi hasil pabrik/industri, sedangkan bahan ransum adalah bahan yang terdiri dari hasil pertanian, bahan asal hewan/ikan dan hasil industri ditambah dengan hasil ikutannya berikut bahan imbuhannya. Hartadi et al, (1980) menyatakan bahwa ransum adalah campuran beberapa bahan yang diberikan pada seekor hewan atau ternak untuk periode 24 jam. Cara pemberian ransum bisa sekaligus atau sebagian-sebagian. Menurut Amrullah (2003), ransum ayam broiler hendaknya memiliki nisbah kandungan energi-protein yang diketahui, kandungan proteinnya tinggi untuk menopang pertumbuhannya yang sangat cepat dan mengandung energi yang lebih dengan demikian membuat ayam broiler dipanen cukup mengandung lemak. Ransum

broiler starter hendaknya mengandung 19,5-22,7% protein kasar dengan tingkat

energi metabolis sebesar 2800-3300 kkal/kg ransum dan untuk ransum broiler

finisher mengandung 18,1-21,2% protein kasar dengan tingkat energi metabolis

sebesar 2900-3400 kkal/kg ransum (Scott et al., 1982)

Ransum atau pakan jadi merupakan formulasi pakan yang memenuhi persyaratan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan ternak. Ransum ini mempunyai beberapa bentuk, yaitu all mash (tepung), pellet, dan crumble (butiran) yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pakan bentuk pellet ini adalah konsumsi lebih banyak karena pakan bentuk pellet ini strukturnya lebih kompak dan seragam sehingga menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi yang terkandung dalam pakan selain itu hal ini akan meningkatkan efisiensi pakan, dan pakan yang terbuang lebih sedikit, sedangkan kelemahan pakan bentuk pellet ini adalah pembuatannya membutuhkan biaya tambahan dan mudah hancur jika pengikatnya tidak cukup baik serta meningkatkan konsumsi air minum (Amrullah , 2003).

Standarisasi ransum broiler berdasarkan SNI 01-3930-1995 (Direktorat Bina Produksi, 1997) dapat dilihat pada Tabel 1.

(16)

Tabel 1. Standarisasi Ransum Broiler Finisher Berdasarkan Standar SNI 01- 3931-1995

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Kadar Air 14,0

Protein Kasar 18,0-22,0

Lemak Kasar 2,0-7,0

Serat Kasar (maksimal) 5,0-8,0

Kalsium 0,9-1,2

Phospor Total 0,7-1,0

Abu 5,5

Lysine (minimal) 0,9

Methionine (minimal) 0,1

Sumber : Direktorat Bina Produksi (1997)

Murtidjo (1987) menyatakan bahwa bahan baku pakan ayam berdasarkan bentuk dan fisiknya digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Bahan baku pakan butiran, seperti jagung, sorgum, gandum, sebagai sumbe r karbohidrat

2. Bahan baku bentuk tepung, seperti bekatul, dedak, tepung tulang, tepung ikan, sebagai sumber karbohidrat dan protein

3. Bahan baku bentuk pipil, umumnya seperti bungkil kedelai, bungkil kacang tanah dan jenis bungkil-bungkilan, sebagai sumber protein dan asam amino. 4. Bahan baku bentuk cair, seperti minyak ikan, minyak kedelai, sebagai sumber

energi.

Pellet

Menurut Ensminger et al. (1990), menjelaskan bahwa pellet adalah pakan yang dipadatkan, dikompakkan melalui proses mekanik. Pellet dapat dicetak dalam bentuk gumpalan dan silinder kecil yang berbeda diameter, panjang dan tingkat kekuatannya . McEllhiney (1994) menyatakan bahwa pellet, merupakan proses pengolahan bahan baku pakan secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas, dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat fisik pellet adalah karakteristik bahan dan ukuran partikel. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pellet antara lain adalah pati, serat, dan lemak. Pati bila dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi dan ini berfungsi sebagai perekat

(17)

x sehingga mempengaruhi kekuatan pellet. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pellet dalam mesin

pellet sehingga mempermudah pembentukan pellet. Untuk menghasilkan pellet yang

berkualitas baik dengan biaya operasional yang rendah perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya adalah ukuran ketebalan die (cetakan), diameter die , kecepatan putaran die dan ukuran pemberian pakan (Balagopalan et al,1988). Umumnya untuk unggas diameter pellet adalah 1/8 sampai dengan 1/4 inchi (3,2 – 6,4 mm), dan biasanya ukuran pellet yang dihasilkan sama dengan ukuran die (cetakan) mesin

pellet. Ukuran pellet adalah faktor utama dalam menentukan kecepatan berputa r die

yang baik (Fairfield dalam McEllhiney, 1994). Pada proses pembuatan pellet, biasanya pakan bentuk mash ditekan melalui die (cetakan), kebanyakan penekanan

pellet yang dioperasikan di pabrik pakan adalah cetakan bentuk cincin (Thomas et al., 1997).

Patrick dan Schaible (1980), menyatakan bahwa keuntungan menggunakan ransum bentuk pellet adalah meningkatkan palatabilitas dan konsumsi ransum, memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, membuat ransum lebih homogen, mengurangi bagian yang terbuang, memusnahka n dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, sedangkan kerugiannya adalah menambah biaya ransum, meningkatkan konsumsi air minum, kotoran unggas menjadi basah, merusak zat nutrisi yang terdapat dalam jumlah sedikit pada ransum dan meningkatkan peristiwa kanibalisme diantara unggas.

Sistem Produksi Kontinu

Menurut Prawirosentono (1997), produksi berasal dari kata “production” dalam bahasa Inggris yang secara umum mempunyai arti membuat atau menghasilkan suatu barang dari berbagai bahan lain. Reksohadiprodjo et al., (1985), menjelaskan bahwa produksi adalah usaha atau kegiatan menyediakan barang-barang dan jasa, sehingga perlu disediakan faktor-faktor produksi berupa bahan mentah, tenaga kerja, modal, dan teknologi yang kemudian menghasilkan output dengan nilai yang makin bertambah.

Menurut Assauri (1980) Sistem proses produksi terus -menerus (Continuos process) adalah proses produksi terus -menerus dimulai dari bahan datang sampai

(18)

menghasilkan produk melalui satu rangkaian mesin processing , seda ngkan sistem proses produksi terputus -putus (intermitent process) adalah suatu proses yang memproduksi produk secara terputus-putus melalui setiap satu jenis mesin

processing (Batch Machine ) seperti penggunaan mixer atau pelleter saja untuk

menghasilkan pr oduk.

Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana). Sifat-sifat atau ciri-ciri dari proses produksi yang terus-menerus biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar, menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut product lay out atau

departementation by product, mesin-mesin yang dipakai adalah bersifat khusus dan

variasi produknya kecil, dan bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang tetap (Fixed Path Equipment) yang menggunakan tenaga seperti ban berjalan (belt). Adapun kekurangan atau kerugian menggunakan pr oses produksi kontinu adalah terdapat kesulitan untuk menghadapi perubahan pr oduk yang diminta oleh konsumen, proses produksi mudah terhenti, dan kesulitan dalam menghadapi perubahan tingkat permintaan (Assauri, 1980).

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan ikan utuh dan potongannya atau keduanya yang digiling dan dikeringkan dengan atau tanpa ekstraksi sebagian minyak ikan. Kandungan protein kasarnya mencapai 60% (Pfost, 1976). Tepung ikan merupakan jaringan dasar yang kering dan bersih, berasal dari daging ikan penuh atau sisa potongan ikan, dengan atau tanpa ekstraksi bagian minyaknya. Kandungan protein kasarnya sangat tinggi, mencapai 55-72% tergantung cara pengolahannya, masalahnya adalah harga yang relatif mahal sehingga sering disubstitusi dengan Meat and Bone Meal (MBM) (Indartono, 2003b).

Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian air dan sebagian lemak atau seluruhnya dalam ikan atau sisa ikan. Kegunaan tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak unggas dan berfungsi sebagai sumber protein (Amrullah, 2003).

(19)

x Biasanya tepung ikan berasal dari sisa-sisa olahan (sisa kepala atau perut ikan pada pengalengan ikan dan pengolahan fillet ikan) maupun hasil penangkapan waktu musim ikan sangat banyak sehingga orang tidak mampu untuk mengolahnya lagi (Moeljanto, 1982). Amrullah (2003) menjelaskan bahwa pemakaian tepung ikan dalam ransum ayam ras oleh para ahli unggas negara barat selalu dibatasi di bawah 10%, dikhawatirkan banyaknya akan mempengaruhi aroma daging atau telurnya kela k.

Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk unggas, karena mengandung asam-asam amino essensial yang cukup untuk kebutuhan ayam dan sumber utama dari lisin dan methionin. Kualitas tepung ikan bervariasi bergantung pada kondisi pengolahan dalam pabrik (Wahju, 1992). Tepung ikan dianggap sebagai protein bahan pakan yang mempunyai nutrisi lengkap dan berasal dari ikan, juga sebagai sumber asam amino dan energi yang baik, dan mempunyai palatabilitas yang tinggi (Thompson et al., 2004) . Level pemberian tepung ikan dalam ransum unggas untuk periode starter 10%, finisher 8%, dan ayam petelur 5-6% (eFeedGrain, 2004).

Tepung ikan merupakan limbah ikan yang dihasilkan dari kegiatan industri pengalengan ikan, dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi, dan makanan ikan. Tepung ikan mengandung protein, mineral, dan vitamin B, tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung air 6 10%, lemak 5 -12%, protein 60 -75%, dan abu 10 -20% (LIPI, 2000).

Proses Pembuatan Tepung Ikan

Proses pembuatan tepung ikan menurut LIPI (2005) dimulai dengan memotong-motong bahan limbah ikan dengan cara memasukkan bahan ke dalam keranjang plastik yang berlubang di bawahnya, kemudian dicuci bersih dalam bak pencucian. Bahan yang telah bersih diaduk dan dibiarkan selama 30 menit di dalam bak. Ikan yang mengandung banyak lemak dimasukkan ke dalam panci masak, ditambahkan air hingga terendam, dan dimasak selama 1 jam, sedangkan ikan yang sedikit mengandung lemak dimasak dalam dandang selama 30 menit. Selanjutnya ikan yang sudah masak dipres dan dihancurkan dengan alat penggiling (penggilingan

basah), kemudian dikeringkan pada suhu 60-650C selama 6 jam di dalam alat

(20)

menjadi tepung (penggilingan kering) dan selanjutnya dihasilkan produk berupa tepung ikan. Skema proses pembuatan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Ikan Penggaraman Pemasakan (Rebus/Kukus) Pengepresan Penggilingan Basah

Pengeringan dengan Alat Pengering/Sinar Matahari

Penggilingan Kering

Tepung ikan

Gambar 1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan Lokal (

LIPI, 2000)

Corn Gluten Meal (CGM )

Menurut Pfost (1976), CGM adala h sisa dari penggilingan jagung dalam proses produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati dan lembaga jagung, dan dikeringkan. CGM selain sebagai sumber energi juga berperan sebagai sumber protein. Kandungan protein kasar CGM lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ikan, yaitu sebesar 62%. CGM adalah hasil ikutan proses penggilingan jagung secara basah dari jagung yang digunakan dalam industri sirup kaya fruktosa. Karena dari bagian pati dan lembaga yang menghasilkan energi dipisahkan, maka hasil ikutan yang tersisa adalah bagian yang banyak mengandung protein. CGM sangat kaya dengan protein sehingga bersaing dengan protein hewani (Amrullah, 2003). Makfoeld (1982), menyatakan bahwa proses pengolahan jagung

(21)

x menghasilkan produk utama berupa tepung jagung, minyak jagung, dekstrin, sirup jagung, dan dekstrose, sedangkan produk samping/hasil ikutannya salah satunya adalah CGM yang dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Menurut Ensminger (1990) CGM sudah lama diproduksi untuk bahan makanan ternak dengan mengandung rata -rata protein kasar sekitar 43% - 70%, dan rendah akan lysine dan tryptophan. CGM diperoleh dengan memisahkan gluten dengan starch (pati) menggunakan mesin separator yang prinsip kerja pemisahannya berdasarkan berat jenis cairan. Indartono (2003a), menyatakan bahwa CGM adalah bahan baku pakan ternak yang merupakan hasil ikutan dari pengolahan tepung jagung. Harganya yang kompetitif, menyebabkan sebagian besar pabrik pakan ternak di Indonesia menggunakan bahan baku pakan ini. CGM cocok digunakan untuk pakan ternak unggas dan ikan. CGM mengandung protein kasar dan energi metabolis yang tinggi, tetapi sangat sedikit mengandung asam amino lysine dan mudah terkontaminasi racun aflatoxin. Proses pembuatan CGM, yakni melalui proses penggilingan, menghasilkan produk yang seragam. Penyimpanan tepung tersebut mengakibatkan kehilangan zat warna xanthophylls.

Bila disimpan dalam jangka waktu terlalu lama, CGM akan mengeras dan berjamur, oleh karena itu CGM sebaiknya berkadar air di bawah 12% (Indartono, 2003b), batas maksimum penggunaan CGM dalam ransum broiler adalah 20% dari total formulasi ransum (Amrullah, 2003).

Proses Pembuatan CGM

Proses pembuatan CGM dimulai dengan membersihkan jagung. Jagung yang akan diproses sebelumnya direndam dengan air sulfur (SO2) selama 28-48 jam atau

sampai jagung lunak. Air hasil rendaman yang telah digunakan disebut Light Corn

Steep Liquor (LCSL). Selanjutnya dilakukan pemisahan germ (degerminating)

dengan menggunakan mesin giling hammer mill untuk memecah jagung hasil rendaman. Hasil akhir dari proses penggilingan jagung ini disebut slurry, bentuknya seperti suspensi yang berisi fiber, gluten, dan starch. Gluten masuk ke dalam proses

gluten dewatering dan dryin g. Proses gluten dewatering ini bertujuan untuk

mengurangi kadar air bahan dengan menggunakan water gluten discharging screw sedangkan proses drying bertujuan untuk mengeringkan gluten dengan suhu 100 – 1200, hasil akhir dari proses ini adalah CGM. Pemisahan gluten akan menghasilkan

(22)

CGM, sebelumnya gluten, starch, dan air dipisahkan terlebih dahulu, kemudian

gluten akan mengalami proses dewatering dan drying.

Menurut Darmawan (2004), produk hasil pengolahan jagung di PT Suba Indah, Tbk terdiri dari: 1) Corn Starch yang berguna sebagai makanan, ba han tekstil dan biodegradable, 2) Corn Oil yang berguna sebagai minyak jagung non kolesterol dengan omega 3 dan 6 yang tinggi, 3) Corn Gluten Meal sebagai bahan baku pakan sumber protein tinggi (60%) dan mengandung zat xantophyll, 4) Corn Gluten Feed seba gai bahan baku pakan ternak dengan kandungan protein 19%, dan 5) Corn

Glucose dan Corn Maltose Syrup sebagai bahan baku pemanis untuk roti, selai,

permen dan minuman.

Skema proses pembuatan CGM dapat dilihat pada Gambar 2. (Darmawan, 2004) dan komposisi nutrisi CGM dan tepung ikan tercantum pada Tabel 2.

Jagung Pembersihan Jagung

Preparasi SO2 Perendaman (28-48 jam)

Degerminating

Slurry

(Fiber, Gluten, Starch)

Pemisahan Gluten

Gluten Dewatering

Gluten Drying

CGM

Gambar 2. Skema Proses Pembuatan CGM (Darmawan, 2004)

(23)

x

Zat Nutrisi CGM Tepung Ikan Menhaden

Bahan Kering (%)1 90 93

Kadar Air (%)1 10 7

Energi Metabolis (kkal/kg)2 3700 3080

Protein Kasar (%)2 60 61 Serat Kasar (%)2 2,0 1,0 Kalsium (%)2 - 5,5 Phospor Tersedia(%)2 0,2 2,8 Lisin (%)2 1,0 5,0 Methionin (%)2 1,8 1,8 Leusin (%)2 9,4 5,0 Isoleusin (%)2 2,9 3,6 Phenilalanin (%)2 4,5 2,7 Tirosin (%)2 2,4 2,0 Valin (%)2 3,7 3,4 Cistein (%)2 0,9 0,91 Sumber : 1. Pfost (1976) 2. Scott et al., (1982)

Waktu Proses Produksi

Waktu proses produksi sangat berkaitan dengan banyaknya produksi pakan yang dihasilkan oleh suatu pabrik pada sistem produksi kontinu. Waktu proses produksi suatu ransum sangatlah berkaitan dengan daya ambang suatu bahan atau ransum, semakin besar daya ambang suatu bahan atau ransum akan menghemat waktu proses produksi pakan pada sistem produksi terus -menerus (continuous

process). Proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber yang ada seperti tenaga kerja, bahan, mesin dan dana (Assauri, 1980).

Menurut Assauri (1980), pengetahuan tentang karakteristik bahan sangat penting dalam menyediakan data rekayasa yang diperlukan dalam rancangan mesin, struktur, proses dan pengendalian serta dalam menganalisa dan menentukan efisiensi pergerakan bahan pada suatu mesin atau suatu operasi dalam suatu pengembangan produk pakan baru dalam mengevaluasi dan mempertahankan kualitas produk pakan

(24)

akhir. Keefisienan pengangkutan atau pergerakan suatu bahan dengan alat hisap (conveyor) ditentukan oleh daya ambang suatu ba han, pergerakan suatu bahan harus diperhatikan agar bahan tidak mudah terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel, hal ini dapat mengurangi penyimpangan komposisi nutrisi pakan secara keseluruhan (Khalil, 1999).

Sifat Fisik

Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan, pemahaman tentang sifat-sifat dan bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, disamping itu pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk menentukan keefis ienan suatu proses penangana n, pengolahan dan penyimpanan (Khalil, 1999) Karakteristik fisik ransum dapat mencakup beberapa aspek mulai dari ukuran, bentuk, struktur, tekstur, warna, dan penampakan. Sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui. Menurut Wirakartakusumah (1992) keberhasilan suatu teknologi pakan, homogenitas pengadukan ransum, laju aliran pakan dalam organ pencernaan, proses absorbsi dan deteksi kadar nutrien semuanya terkait dengan sifat fisik pakan. Sifat fisik pakan yang diteliti pada penelitian ini adalah : daya ambang, ukuran partikel dan berat jenis.

Daya Ambang ( Floating Rate)

Keefisienan pengangkutan behan dengan alat conveyor ditetukan oleh daya ambang bahan tersebut. Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu, dengan satuan m/dtk. Daya ambang suatu partikel bahan dikatakan besar apabila semakin lama waktu yang diperlukan menuju bidang datar dari ketinggian tertentu (Khalil, 1999). Partikel yang lebih kecil ukurannya dengan berat lebih ringan mempunyai daya ambang lebih besar akan lebih dahulu terhisap. Pada pengisian silo vertical, bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk di bagian bawah karena lebih besar gaya gravitasinya hal ini dapat menyebabkan penyimpangan komposisi nutrisi pakan secara keseluruhan (Khalil, 1999). Penjelasan tentang daya ambang dapat dilihat pada Tabel 3.

(25)

x Tabel 3. Matrik Teoritis Daya Ambang

Daya Ambang Jarak tempuh Partikel Waktu tempuh

Besar Pendek Kecil/Ringan Lama

Kecil Panjang Basar/Berat Cepat

Sumber : Khalil, 1999

Ukuran Partikel ( Particle size )

Ada dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat fisik pellet yaitu karakteristik bahan dan ukuran partikel, ukuran partikel bahan dari berbagai bahan dalam formula akan mempengaruhi kualitas dan tingkat produksi pellet. Ukuran partikel yang berbeda -beda diharapkan untuk meningkatkan kualitas dan tingkat produksi pellet, ukuran partikel bahan yang besar dan kecil akan saling mengisi rongga -rongga bahan pembentuk pellet sehingga dalam proses pembuatan pellet akan dihasilkan pellet dengan keeratan hubungan antar partikel bahan yang kuat. Ukuran partikel yang terlalu besar akan membuat pellet menjadi rapuh. Secara umum, ukuran partikel pellet dipengaruhi oleh kehalusan bahan pakan (McEllhiney, 1994). Kekuatan atau ketahanan pellet dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan dan suhu sebelum penekanan dalam prosesing pellet. Kondisi bahan dengan ukuran partikel medium dan halus akan menghasilkan kualitas pellet terbaik (Balagopalan et al, 1988).

Pengukuran ukuran partikel adalah proses penentuan rata-rata ukuran partikel dalam sampel pakan atau bahan pakan. Ukuran partikel dapat menjadi faktor yang sangat pe nting dalam karakteristik pencampuran bahan pakan dan kemampuan

pelleting. Ukuran partikel juga menjadi faktor penentu penumpukan pakan atau

bahan pakan dalam bin (McEllhiney, 1994).

Berat Jenis (Specific Weight)

Berat jenis disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara masa bahan terhadap volume bahan satuannya adalah kg/m3. Khalil (1999) menjelaskan bahwa berat jenis akan berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis ransum. Porositas ini memegang

(26)

peranan penting, misalnya dalam mencapai efisiensi pengeringan bahan, karena berkaitan erat dengan daya hantar panas dalam tumpukan bahan.

Lebih lanjut lagi Khalil (1999) menyatakan, berat jenis berpengaruh pada daya ambang partikel, yang berhubungan dengan proses pemindahan atau pengangkutan bahan dengan conveyor atau pada proses pengisian silo yang tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel juga berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan.

Ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali, oleh karena itu keadaan ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pakan campuran (ransum). Berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan, seperti dalam proses pengemasan pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Chung dan Lee, 1985 dalam Khalil, 1999)

(27)

x

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan April 2005, di Bagian Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum ayam broiler finisher dengan bentuk pellet. Ransum diproduksi pada bagian Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Materi Bahan Pakan

Bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum broiler finisher bentuk pellet dan kandunga n nutrisi bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan

Kandungan Nutrisi Bahan Pakan EM (kkal/ kg) PK (%) SK (% ) Ca (%) Ptersedia (%) Lysine (%) Methionin (%) Harga 1kg Bahan )* Jagung1 3370 8,6 2,0 0,02 0,1 0,2 0,18 1600 Pollard1 1800 16 8 0,15 0,23 1,6 0,3 1300 CGM1 3700 60 2,0 - 0,2 1,0 1,8 2700 TepungIkan1 3080 61 1,0 5,5 2,8 5,0 1,8 6500 B.Kedelai1 2240 48 6 0,32 0,29 2,9 0,65 2700 B.Kelapa1 1540 21 15 0,2 0,2 0,64 0,29 1300 CPO 77102 0,113 - - - - - 4500 CaCO31 - - - 38 - - - 300 Premix1 - - - 16000

Keterangan: )* Harga Bahan Makanan Bulan Februari 2005, dalam Rupiah Sumber: 1. Scott et al. (1982)

2. NRC (1994) 3. Tim PIPT (1996)

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Alat Proses

(28)

Bucket elevato r

Mixer horizontal

Screw Conveyor

Mesin pellet jenis farm feed pelleter merk “Philco”

Bin pellet cooler vertical b. Alat Analisa

Stopwatch tissue

• Sendok makan • Corong, plastik

• Timbangan digital “NAGATA” • Pinset, RH meter

• Timbangan 1kg “NAGATA” • Vibrator ball mill • Kertas karton • Spidol, mistar

• Gelas ukur 500 ml

Metode Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu :

R1 = ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Model Analisis Sidik Ragam yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij= ì + ôi + åij

Keterangan :

Yij = Perlakuan pengolahan ke -i dan ulangan ke-j ì = Nilai rata-rata umum

ô i = Pengaruh perlakuan ke-i

åij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance) (Steel dan Torie, 1993) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah: waktu proses produksi, daya ambang, ukuran partikel dan berat jenis.

(29)

x

Prosedur Pembuatan Formulasi Ransum

Jenis ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum broiler

finisher. Pembuatan formulasi ransum broiler finisher berbentuk pellet berdasarkan

Scott et al. (1982) dengan protein kasar 18,7% dan energi metabolis 3000 kkal/kg ransum. Formulasi ransum broiler finisher pada penelitian ini tercantum pada Tabel 5 dan kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan tercantum pada Tabel 6.

Tabel 5. Formulasi Ransum Broiler Finisher Perlakuan Bahan Pakan R1 (%) R2 (%) R3 (%) Jagung 49 49 49 Pollard 18 18 18 CGM 0 4 8 Tepung Ikan 8 4 0 Bungkil Kedelai 14 14 14 Bungkil Kelapa 5 5 5 CPO 4,5 4,5 4,5 CaCO3 1 1 1 Premix 0,5 0,5 0,5 Total 100 100 100

Tabel 6. Komposisi Ransum Berdasarkan Perhitungan Perlakuan Zat Nutrisi

R1 R2 R3

(30)

Protein Kasar (%) 18,88 18,84 18,80 Kalsium (%) 0,89 0,67 0,45 Phospor tersedia (%) 0,57 0,46 0,36 Serat Kasar (%) 5,63 5,67 5,71 Lysine (%) 1,02 0,86 0,70 Methionin (%) 0,355 0,355 0,355 Harga Ransum (Rp/kg) 2533,05 2381,05 2229,05 Pembuatan Pellet

Bahan-bahan yang telah digiling dipersiapkan untuk ditimbang sesuai dengan formula kemudian dicampur sampai rata. Campuran bahan dimasukkan dalam

hopper bucket elevator yang dihubungkan ke mixer horizontal bahan dicampur

selama kurang lebih 10 menit. Bahan yang keluar dari mixer sudah berupa adonan, penga ngkutan adonan dilakukan dengan screw conveyor yang dilengkapi spiral penghisap dan dihubungkan dengan mesin pellet, setelah itu pengangkutan pellet dilakukan dengan bucket elevator menuju proses pendinginan pada bin Pellet Cooler

vertical. Pellet dikemas dengan karung plastik setelah proses pendinginan dalam bin pellet cooler vertical. Skema proses pembuatan pellet dan urutan proses pembuatan pellet pada sistem kontinu dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan rangkain mesin pellet sistem produksi kontinu dapat dilihat pada Gambar 4.

(31)

x

Bahan baku pakan ditimbang

Bahan baku dimasukan dalam hopper bucket elevator

Bahan dicampur dalam mixer horizontal

Pengangkutan adonan dengan screw conveyor

Mesin pellet

Pe ngangkutan pellet dengan bucket elevator

Pendinginan pellet dengan bin pellet cooler vertical

Dikemas dalam karung plastik

(32)

KETERANGAN :

1. BUCKET ELEVATOR MIXER

2. MIXER HORIZONTAL

3. SCREW CONVEYOR

4. MESIN PELLET

5. BUCKET ELEVATOR PELlET

6. BIN PELLET COOLER VERTICAL

Gambar 4. Rangkain Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu

Pengukuran Peubah yang diamati Waktu Proses Produksi

(33)

x Waktu proses produksi diukur dengan menggunakan Stopwatch, pengukuran dimulai pada saat bahan dimasukkan dalam hopper kemudian memasuki proses pengangkutan bahan dengan bucket elevator, lalu memasuki proses selanjutnya yaitu proses pendinginan dalam bin pellet cooler vertical. Pengukuran waktu proses produksi 50 kg pellet berhenti saat pellet keluar dari bin pellet cooler vertical yang ditampung dan dikemas pada karung plastik.

.

Daya Ambang (Khalil, 1999)

Daya ambang diukur dengan menjatuhkan bahan pada ketinggian 3 meter dari lantai. Kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang diperlukan untuk mencapai lantai (Gambar 5). Pengukuran ini dilakukan menggunakan stopwatch dengan ketelitian 0,1 detik. Diusahakan adonan yang jatuh tegak lurus untuk meminimumkan kesalahan dan dibantu dengan karton putih untuk mengetahui bahan yang jatuh. Kegiatan ini dilakukan dalam ruang tertutup dengan tujuan mengurangi masuknya angin guna meminimumkan kesalahan (Khalil, 1999).

Daya ambang dinyatakan dalam satuan SI yaitu meter per detik (m/dtk) dan dihitung dengan cara membagi jarak jatuh dengan waktu yang dibutuhkan satuan butiran ransum untuk mencapai lantai saat dijatuhkan. Daya ambang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Jarak Jatuh (m)

Daya Ambang = --- Waktu yang dibutuhkan (detik)

3m

Gambar 5. Metode pengukura daya ambang

(34)

Teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan vibrator ball mill nomor 4, 8,16, 30, 50, 100 dan 400. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram lalu diletakan pada bagian paling atas sieve (ayakan), lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Besarnya sampel bahan yang tertampung dalam tiap mesh atau saringan dirumuskan sebagai berikut:

% sampel bahan = Berat sampel bahan pada mesh (gram) x 100% Total sampel bahan (gram)

Tabel 7. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan

German sieve number No perjanjian Jumlah pellet yang tertinggal % pellet tiap saringan 4 7 …… …… 8 6 …… …… 16 5 …… …… 30 4 …… …… 50 3 …… …… 100 2 …… …… 400 1 …… …… Penampung 0 …… …… Total 500 gram 100 %

Nomor perjanjian adalah nomor yang diberikan pada mash yang diurut dari bawah ke atas dengan urutan dari 1 sampai 7, sedangkan No.mesh (German sieve number) terkecil sampai terbesar diurutkan dari atas ke bawah.

Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase sampel masing-masing bahan pada tiap mash dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar kehalusan atau derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dirumuskan sebagai berikut: Kadar Kehalusan (KK) = Ó ( % sampel bahan tiap mesh x No perjanjian )

100

Derajat kehalusan pellet dapat dikategorikan ke dalam nilai KK (Kadar Kehalusan) dengan ketentuan sebagai berikut:

(35)

x 1. Nilai kadar kehalusan 4,1 – 7,0 : kategori bahan kasar

2. Nilai kadar kehalusan 2,9 – 4,1 : kategori bahan sedang 3. Nilai kadar keha lusan 0 – 2,9 : kategori bahan halus Ukuran partikel rata-rata dihitung dengan rumus sebagai berikut: Ukuran partikel rata-rata = 0,0041 X 2KK X 2,54 X 10 mm

Berat Jenis (Khalil, 1999)

Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades sebanyak 250 ml pada gelas ukur (500 ml) setelah dimasukkan pakan dengan bobot tertentu (150 gram), di dalam aquades dilakukan pengadukan dengan pengaduk mika untuk mempercepat hilangnya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan volume bahan sesungguhnya, satuannya adalah ton/m3 (Khalil, 1999).

Berat jenis dihitung dengan rumus :

Bobot bahan (gram) Berat Jenis = --- Perubahan volume aquades (ml)

(36)

Kondisi Umum Pellet Broiler Finisher

Perbedaan warna terlihat antara pellet pada perlakuan R1, R2 dan R3. Warna

pellet perlakuan R1 terlihat lebih coklat gelap dibandingkan perlakuan R2 dan R3.

Warna pellet perlakuan R2 terlihat lebih gelap dibandingkan R3, dengan demikian warna pellet R3 lebih terang dibandingkan R1 dan R2, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi level CGM yang digunakan maka warna pellet semakin coklat terang. Warna pellet yang semakin terang disebabkan CGM memiliki warna lebih terang (kuning) karena mengandung xantophyll (Indartono, 2003b). Perbedaan warna antara

pellet penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan : R1 = Ransum mengandung 0% CGM dan 8% tepung ikan R2 = Ransum mengandung 4% CGM dan 4% tepung ikan R3 = Ransum mengandung 8% CGM dan 0% tepung ikan

Gambar 6. Penampilan Fisik Pellet Broiler Finisher

Bentuk fisik pellet perlakuan R1 lebih kokoh dibandingkan R2 saat

dipegang dengan tangan, dengan demikian tekstur pellet R3 merupakan pellet yang paling mudah rapuh dibandingkan R1 dan R2. Tekstur pellet yang dihasilkan semakin mudah rapuh seiring dengan taraf penggunaan CGM dalam ransum yang semakin tinggi. Tekstur pellet ditentukan oleh komponen pati, lemak, dan serat serta kondisi bahan meliputi kandungan air bahan, ukuran partikel, dan suhu (Balagopalan

et al., 1988).

(37)

x Pembuatan pellet broiler finisher dengan substitusi tepung ikan dengan CGM dibuat dengan menggunakan sistem produksi kontinu. Disamping pengujian sifat fisik, dilakukan juga analisis proksimat terhadap pellet penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan nutr isi pellet penelitian hasil analisis proksimat yang dibandingkan dengan hasil perhitungan. Kandungan nutrisi pellet penelitian hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Zat Nutrisi Pellet Broiler Finisher Hasil Analisis Proksimat

Perlakuan Zat Nutrisi

R1 R2 R3

Energi Bruto (kkal/kg)2 4120 4095 4038

Protein Kasar (%)1 21,13 22,45 22,06

Serat Kasar (%)1 3,27 3,14 2,98

Kalsium (%)1 0,71 0,55 0,57

Sumber : 1. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Studi Ilmu Hayati PAU IPB (2005) 2. Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2005) Keterangan : R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan

R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Tabel 8 memperlihatkan adanya perbedaan kandungan zat nutrisi pellet penelitian hasil analisis proksimat dengan hasil perhitungan sebelum penelitian (Tabel 6). Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan kandunga n zat nutrisi dalam bahan pakan yang digunakan dengan bahan pakan pada literatur, baik sumber energi, protein, serat, asam amino atau mineral.

Kandungan protein kasar pellet penelitian hasil analisis proksimat pada perlakuan R1, R2, dan R3 berturut -turut adalah 21,13%, 22,45%, dan 22,06%. Kandungan protein kasar hasil analisis proksimat lebih tinggi dibandingkan kandungan protein kasar hasil perhitungan (Tabel 6), hal ini diduga karena jenis bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang digunakan dalam ransum berbeda dengan yang tercantum pada literatur. Ransum dengan substitusi tepung ikan dengan CGM menghasilkan protein kasar yang masih berada dalam batas toleransi kebutuhan protein kasar untuk broiler finisher pada Scott et al. (1982).

(38)

Kandungan serat kasar hasil analisis proksimat untuk pellet perlakuan R1, R2, dan R3 berturut-turut adalah 3,27%, 3,14%, dan 2,98%, berdasarkan hasil analisis proksimat maka kandungan serat kasar dalam ransum masih di bawah batas toleransi kebutuhan dalam SNI 01-3931-1995 (Direktorat Bina Produksi, 1997), kebutuhan serat kasar untuk broiler finisher maksimum 5,5%. Kandungan serat kasar yang rendah ini berpengaruh positif bagi ternak, karena meningkatkan kecernaan.

Waktu Proses Produksi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu proses produksi (menit). Waktu proses produksi 50 kg pellet pada penelitian ini adalah R1: 31,00 menit, R2: 31,00 menit dan R3: 26,33 menit. R1 (31,00) merupakan waktu proses produksi terlama dan yang tercepat adalah R3 (26,33). Tercantum pada Tabel 9 data yang didapat pada setiap perlakuan mengalami penurunan, dengan demikian substitusi tepung ikan dengan CGM menghasilkan waktu produksi yang semakin cepat pada setiap perlakuan. Hasil pengamatan waktu proses produksi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Hasil Pengamatan Waktu Proses Produksi Pellet Broiler Finisher (menit) Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 1 26,00 36,00 28,00 2 30,00 28,00 25,00 3 37,00 29,00 26,00 Rataan 31,00± 5,56B 31,00 ± 4,35B 26,33 ± 1,52A

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan

R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Substitusi tepung ikan dengan CGM berpengaruh terhadap waktu proses produksi pellet pada sistem produksi kontinu dan pada substitusi tepung ikan dengan

(39)

x CGM pada taraf 8% menghasilkan waktu proses produksi yang lebih cepat, hal ini disebabkan ukuran partikel CGM (0,72 mm) lebih halus dibandingkan dengan ukuran pertikel tepung ikan, sehingga pergerakan bahan pada perlakuan R3 lebih lancar karena memiliki waktu proses produksi paling cepat.

Daya Ambang Bahan

Dari uji sidik ragam diketahui bahwa daya ambang dari ketiga perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata. Daya ambang diukur dengan menjatuhkan bahan pada ketinggian 3 meter dari lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang diperlukan untuk mencapai lantai. Hasil pengamatan daya ambang mash adonan pellet dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Hasil Pengamatan Daya Ambang Ransum Broiler Finisher

yang Masih Berbentuk Mash (m/detik)

Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 1 3,33 4,28 3,53 2 3,75 3,75 3,75 3 4,28 4,28 4,28 Rataan 3,78 ± 0,47 4,10 ± 0,30 3,85 ± 0,38

Keerangan : R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Data yang diperoleh pada pengukuran daya ambang mash adonan

menunjukkan substitusi CGM dengan tepung ikan dalam arus prosesnya sebelum

pelleting dan setelah menjadi pellet pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang

tidak nyata pa da setiap perlakuan, dengan demikian pergerakan bahan pada conveyor terhadap semua perlakuan sama.

Ketepatan pengukuran sangat berpegaruh pada hasil pengukuran, karena alat yang digunakan masih relatif sederhana. Metode yang sederhana ini diharapkan dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Ketepatan pengukuran daya ambang juga

(40)

dipengaruhi oleh kecepatan angin dalam ruangan, sebaiknya pengukuran daya ambang dilakukan dalam ruang tertutup.

Ukuran Partikel

Tabel 11 menunjukkan pengaruh substitusi tepung ikan dengan CGM sangat nyata terhadap ukuran partikel (P<0,01). R1 (6,66 mm) merupakan ukuran partikel terbesar dan yang terkecil adalah R3 (5,60 mm). Penambahan CGM pada setiap perlakuan mengalami penurunan ukuran partikel, hal ini diduga karena ukuran partikel CGM lebih kecil (0,72 mm) dari pada ukuran partikel tepung ikan (1,29 mm), sehingga akan mempengaruhi ukuran partikel pakan (pellet). Ukuran partikel

pellet dipengaruhi oleh kehalusan bahan pakan yang digunakan dalam formulasi

ransum (McEllhiney, 1994). Secara keseluruhan ukuran partikel R1, R2 dan R3 masih termasuk kasar , nilai rataan kadar kehalusan tertinggi adalah R1 (5,99) dan terendah adalah R3 (5,75). Hasil kadar kehalusan pelet penelitian pada setiap perlakuan termasuk dalam kategori kasar (coarse) hal ini sesuai dengan kebutuhan ukuran partikel untuk ayam broiler (Pfost, 1976). Hasil analisis dari pengukuran ukuran partikel pellet tercantum pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Hasil Pengujian Ukuran Partikel Pellet Broiler Finisher (mm) Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 1 6,66 5,60 5,56 2 6,66 5,53 5,72 3 6,66 5,80 5,53 Rataan 6,66 ± 0,00B 5,64 ± 0,14A 5,60 ± 0,10A

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan

R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

(41)

x

Berat Jenis Pellet

Hasil sidik ragam substitusi tepung ikan dengan CGM pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap berat jenis. Ransum perlakuan R1 (1,36 ton/m3) mempunyai kisaran nilai rataan berat jenis tertinggi,dan R2 (1,11 ton/m3) mempunyai nilai rataan berat jenis terkecil. Hasil analisis dari pengukuran berat jenis pellet tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Hasil Pengujian Berat Jenis Pellet Broiler Finisher (ton/m3) Perlakuan Ulangan R1 R2 R3 1 1,36 1,30 1,11 2 1,30 1,30 1,11 3 1,42 1,25 1,11 Rataan 1,36± 0,06A 1,28 ± 0.03A 1,11± 0,00B

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan

R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan

R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Penambahan CGM pada setiap ransum penelitian ini memberikan perbedaan yang sa ngat nyata terhadap berat jenis. Perbedaan berat jenis ini diduga karena ukuran dan bentuk butiran tiap pellet yang berbeda, sehingga volume antar butiran dalam wadah juga berbeda. Ruang antar partikel didalam pellet juga dapat menyebabkan perbedaan berat jenis ini. Pellet mempunyai berat jenis yang kecil jika ruang antar partikelnya besar. Penambahan CGM pada setiap perlakuan mengalami penurunan berat jenis, hal ini diduga karena ukuran partikel CGM lebih kecil (0,72 mm) dari pada ukuran partikel tepung ikan (1,29 mm).

Hasil pengamatan kadar air pellet pada penelitian ini berkisar antara 10,53% (R1) sampai 14,33% (R3) (Angraini, 2005). Meningkatnya kadar air mempengaruhi penurunan berat jenis.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Substitusi tepung ikan dengan CGM sampai dengan 8% mempengaruhi efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet broiler finisher ditinjau dari waktu produksi, ukuran partikel dan berat jenis, tetapi tidak berpengaruh terhadap daya ambang.

Saran

Produksi pellet broiler finisher dengan substitusi tepung ikan terhadap CGM dapat digunakan pada produksi pellet broiler finisher dengan sistem kontinu karena menghemat waktu. Perlu penambahan L-Lysine dalam substitusi CGM terhadap tepung ikan.

(43)

x

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Maka penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih banyak kepada Ir. Lidy Herawati, MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan kepada Ibu Dr.Ir. Yuli Retnani, MSc sebagai Dosen Pembimbing Anggota atas segala kesabaran, bimbingan, saran dan bersedia membagi ilmu dan kemudahan fasilitas kepada penulis selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas kritik dan sarannya kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku Dosen penguji seminar dan sidang. Ucapan terima kasih penulis kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS yang telah bersedia sebagai penguji sidang. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas pendidikan dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis.

Sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kapada papa dan mama tercinta yang selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT, dan memberikan nasehat serta semangat kepada penulis. Terima kasih kepada kakak tertua Muhamma d Fathoni, adik-adikku Fani dan Firman atas semangatnya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Mbak Anis, Pak Atip, dan Pak Hadi atas bantuannya selama penelitian di Bagian Industri dan Makanan ternak. Terima kasih kepada teman-teman sepenelitian: Devi, Wine, Aryu, Inung, Ita, Yulia, Edo, Jumi, Yuliana, dan Rean atas kerja samanya. Terimakasih kepada sahabat-sahabat penulis yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini: Hadi, Lazky, Tedy, dr. Ridwan, Irsan, Dodi, Kak Nial, om Wanto, Tommy, Fauzan, Meta , Kuro, Cahyo.N dan Angkatan 36, Rusli.H, Aditya N dan Rici Efendi, semua yang diberikan telah menjadi bagian dari sejarah hidup penulis.

Akhir kata, kesempurnaan semata -mata hanya milik Allah SWT, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Oktober 2005 Penulis

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Agritech. Yogyakarta.

Amrullah, I. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Angraini, D. 2005. Pengaruh substitusi tepung ikan impor dengan corn gluten meal

terhadap kualitas fisik pelet broiler finisher pada sistem produksi continuous. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Assauri, S. 1980. Manajemen Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Balagopalan, C. , G. Padmaja, S. K.Nanda, S. and N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. Florida, IRC Press.

Darmawan, P. 2004. Beberapa uji kualitas bahan baku dan produk jadi di PT. Suba Indah, Tbk Cilegon-Banten. Laporan Kegiatan Magang. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ensminger, M. E. , J. E. Olfield and W. W Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition (Formerly, Feeds and Nutrition Complete). 2nd. The Ensminger Publishing, California.

E Feed Grain. 2004. Tentang tepung ikan. http://www.efeedgrain. com/repotitem. Asplng=18<pro=08cls=158got=952hal=18<i. (15 Juli 2005)

Gamman, P.M dan K.B.Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan: Sri Naruki. Edisi kedua.Universitas Gadjah Mada Press.Yogyakarta.

Hartadi, H. , S. Reksohadiprojo, dan A.D Tilman. 1980. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Indartono, S. A. 2003a. Corn gluten meal sebagai sumber energi dan protein pakan. Poultry Indonesia . (280) : 30-31.

Indartono, S. A. 2003b. Prinsip-prinsip nutrisi bahan baku. Poultry Indonesia. Edisi Desember (284) : 19-20.

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11

(45)

x Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2000. Pembuatan tepung ikan. http:// www.

warintek. net/ tepung_ikan. Htm 22k. (5 Juni 2005).

Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Penerbit Agritech, Yogyakarta.

McEllhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Industry 4th Ed. American Feed

Industry assosiaction Inc. Arlington.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 2nd Revised Ed. National Academy of

Science, Washington D. C.

Patrick, H. and P. J. Schaible. 1980. Poultry : Feeds and Nutrition, 2n d. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Pfost, H. B. 1976. Feed Manufacturing Technology. American Feed Manufacturing Association. Inc. Arlington.

Prawirosentono, S. 1997. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Manajemen Produksi. Edisi 4. BPFE. Yogyakarta.

Rikmawati, W. 2005. Pengaruh substitusi tepung ikan impor dengan corn gluten

meal terhadap laju alir pakan pelet broiler finisher pada sistem produksi

continuous. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd

Edition. M.L. Scott and Associates, Ithaca. New York.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Syarief, R dan Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.

Thomas, M., D. J. Van Zuilichem and A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality of pelleted animal feed 2. Contribution of process and its conditions. J. Animal Feed Science and Technology. 64 (2) :173-192.

Thompson, K. R., L. A. Muzinic, L. S. Engler, and C. D. Webster. 2004. Evaluation of practical diets containing different protein levels, with or without fish meal, for juvenile Australian red claw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture 244 (2005): 241-249.

(46)

Tyler, W.S. 1959. Tyler Sieves for Clasifying Ganular Materials. In: S.M.

Henderson and R. L Perry. 1981. Agricultural Process Engineering. 3rd

Edition. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(47)

x

(48)

Lampiran 1. Rataan Kadar Air (KA) dan Kerapatan Tumpukan (KT) pada Penelitian ini. Perlakuan Peubah R1 R2 R3 KA* 10,53 ± 0,50A 13,33 ± 0,99B 14,33 ± 0,12B KT** 710,33± 14,08B 659,83± 13,77A 638,53± 8,96A Sumber : Angraini 2005* Rikmawati 2005* *

Lampiran 2. Sidik Ragam Waktu Proses Produksi (Menit)

SK Db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 1030,22 515,11 29,52 5,14 10,92

Error 6 104,66 17,44

Total 8 1134,88

Lampiran 3. Uji Kontras Orthogonal Waktu Proses Produksi (Menit)

SK d b JK KT Fhit F,05 F,01 Perlakuan 2 1030,22 515,11 29,52 ** 5,14 10,92 R1 VS R2R3 1 997,55 997,55 57,18 ** 5,14 10,92 R2 VS R3 1 32,66 32,66 1,87tn 5,14 10,92 Error 6 104,66 17,44 Total 8 1134,88 Keterangan :

** = berbeda sangat nyata tn = tidak berbeda nyata

(49)

x Lampiran 4. Sidik Ragam Daya Ambang Mash (m/detik)

SK Db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,17 0,08 0,53 5,14 10,92

Erorr 6 0,94 0,15

Total 8 1,11

Lampiran 5. Sidik Ragan Ukuran Partikel ( mm)

SK db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 2,15 1,07 107,35 5,14 10,92

Error 6 0,08 0,01

Total 8 2,21

Lampiran 6. Uji Kontras Orthogonal Ukuran Partikel (mm)

SK d b JK KT Fhit F,05 F,01 Perlakuan 2 2,15175 1,07587 107,3492 ** 5,14 10,92 R1 VS R2R3 1 2,14935 2,14935 214,459 ** 5,99 13,75 R2 VS R3 1 0,0024 0,0024 0,23946 tn 5,99 13,75 Error 6 0,06013 0,0100 Total 8 2,21188 Keterangan :

** = berbeda sangat nyata tn = tidak b erbeda nyata

(50)

Lampiran 7. Sidik Ragan Berat Jenis (ton/m3)

SK db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,10 1,05 31,75 5,14 10,92

Error 6 0,01 0,00

Total 8 0,11

Lampiran 8. Uji Kontras Orthogonal Berat Jenis (ton/m3)

SK d b JK KT Fhit F,05 F,01 Perlakuan 2 0,10 0,05 30,75 5,14* * 10,92 R1 VS R2R3 1 0,09 0,09 55,68 5,14* * 10,92 R2 VS R3 1 0,01 0,00 5,96 5,14* 10,92 Error 6 0,01 0,00 Total 8 0,11 Keterangan :

** = berbeda sangat nyata * = nyata

(51)

x Lampiran 9. Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu di Laboratorium Industri da n Makanan Ternak

(52)
(53)
(54)

Gambar

Gambar 6.  Penampilan Fisik  Pellet Broiler Finisher

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uji Wilcoxon diperoleh hasiladanyaperbedaanskor visuo-spatial working memory task untukpre testdanpost test, sehinggadisimpulkan pula bahwa ada pengaruh

Berdasarkan hal ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara faktor-faktor fisik rumah yang terdiri dari ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai,

Pesan yang ingin disampaikan dalam karya musik Parikarma ini adalah membuka cara pandang tentang pemahaman bahwa dengan karya komposisi ini, penggabungan kedua mantra

Selanjutnya perubahan iklim dan lingkungan dimasa lampau yang dapat digunakan sebagai petunjuk prediksi iklim mendatang, dapat ditelusuri dari keberadaan mineral magnetik

Analisis logam berat buatan dalam larutan yang tercampur dengan nanopartikel ferrite juga telah dilakukan dengan pengukuran yang berbeda berdasarkan partikel, magnet murni,

Untuk survei pendahuluan kelelahan dilakukan dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) disebabkan banyak pekerja yang memiliki keluhan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator dari penilaian pekerjaan berada dalam kategori cukup setuju, hal ini harus lebih diperhatikan oleh perusahaan,

Judul penelitian ini adalah ‘Studi Komparatif Mengenai Derajat Prasangka Partai Merah dan Partai Biru Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hukum X Bandung’.. Responden