• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Teori keputusan adalah suatu pendekatan analitik untuk memilih alternatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Teori keputusan adalah suatu pendekatan analitik untuk memilih alternatif"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengambilan Keputusan 2.1.1. Teori Keputusan

Teori keputusan adalah suatu pendekatan analitik untuk memilih alternatif terbaik dari suatu keputusan. Teori keputusan bertujuan untuk memberikan alat bagi manajemen dalam rangka proses pengambilan keputusan. Oleh karenanya, teori keputusan dapat diterapkan dalam berbagai masalah. Dalam Suhardi (2002), keputusan didefinisikan sebai berikut :

a. Menurut Ralp C. Davis

Keputusan adalah hasil pemecahan masalahan masalah yang dihadapinya dengan tegas.

b. Menurut James A. F. Stoner

Keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif. c. Menurut Fishburn

(2)

2.1.2. Pengertian Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakn suatu proses manajemen, yang dimulai dengan perencanaan atau persiapan, dan berakhir dengan pengendalian. Pengambil keputusan ialah suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan organisasi, baik perusahan, intitusi pemerintahan, atau jenis organisasi yang lain. Situasi pengambilan keputusan ini juga akan berlangsung terus dalam perjalanan organisai, yang terjadi pada berbagai tahapan kegiatan operasi, misalnya dalam keputusan investasi, penentuan jenis produk yang akan dibuat, jenis fasilitas operasi, pengunaan sumber daya operasi, pengadaan material, sampai ke penetapan sistem distribusi produk. Pengambilan keputusan terjadi karena adanya berbagai alternatif yang tersedia yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kesemua itu mengharuskan kita memiliki kemampuan dan seni dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatif yang mungkin. Keputusan yang baik akan memperlancar perusahaan dalam mencapai tujuannya, sedangkan keputusan yang salah atau tidak baik dapat mempengaruhi kelancaran proses operasi yang dapat mengakibatkan terjadinya pemborosan dan tidak tercapainya sasaran.

Hasil dari suatu pengambilan keputusan, selain ditentukan oleh kemampuan kita menguasai teknik-teknik pengambilan keputusan, juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukungnya, yaitu ketersediaan informasi, biaya, waktu, teknologi, dan sumber daya lainya. Suatu proses pengambilan keputusan hendaknya mengikuti suatu tahapan yang sistematis dan terkendali. Tahapan dalam proses pengambilan keputusan mencakup sebagai berikut :

a. Indentifikasi masalah dan faktor-faktor yang berpengaruh. b. Tetapkan tujuan dan kriteria keputusan untuk memilih solusi c. Kembangkan model dengan beberapa alternatib

(3)

d. Analisa model dan bandingkan e. Pilih model terbaik

f. Terapkan model terpilih

2.1.3. Model Untuk Pengambil Keputusan

Model merupakan absraksi dari keadaan nyata. Dengan menggunakan model, pengambilan keputusan umumnya dapat dilakukan dengan lebih praktis, murah, cepat, dan aman. Model dapat diklasifikasihkan dlam tiga bentuk yaitu :

a. Model fisik

Yaitu model yang secara fisik menggambarkan objek aslinya b. Model skematik

Yaitu model yang dinyatakan dalam bentuk skema, diagram, grafik, atau gambar dari suatu obyek.

c. Model matematik

Model matematik menggunakan simbol, rumus, atau persamaan yang menggambarkan proses atau sistem yang diwakili. Dalam model ini, sangat dibutuhkan penguasaan dan penggunaan alat analisa kuantitatif.

Bebagai motode kuantitatif yang berdasarkan pendekatan skematis dan matematika telah dikembangkan.

2.1.4. Teknik Analisis Kuantitatif dalam Pengambilan Keputusan

Teknik analisa kuantitatif dapat dikelompokkan dalam empat katagori yaitu :

a. Teknik pemrograman matematik, mencakup antara lain pemrograman linear, metode transportasi, dan metode penugasan.

(4)

b. Teknik probalitas, dimana solusi mengandung unsure ketidak pastian, dengan kemungkinan adanya solusi alternative.

c. Teknik jaringan, terdiri dari model yang disajikan dalam bentuk diagram bukan hubungan matematis.

d. Teknik lainya merupakan teknik yang tidak mudah digolongkan, sebagai contoh proses hiraki analitik (PHA) merupakan tekink matematis untuk membatu para pengambil keputusan dalam memilih beberapa alternative keputusan dengan lebih dari satu tujuan, namun teknik ini bukan merupakan pemrograman linear.

2.2. Proses Hiraki Analitik (PHA)

2.2.1. Pengertian Proses Hirarki Analitik

Proses Hirarki Analitik atau Analytical Hierarchy Prcoses (AHP) adalah suatu teknik kuantitatif yang dikembangkan untuk kasus-kasus yang memiliki berbagai tingkatan (hirarki) analisis. Metode ini adalah suatu cara praktis untuk menagani secara kuantitatif bermacam hubungan fungsional dalam suatu jaringan kompleks. Metode ini menggunakan perbandingan secara berpasangan, menghitung faktor pembobot, dan menganalisisnya untuk menghasilkan prioritas relatif diantara alternatif yang ada.

Proses hirarki ditentukan oleh Thomas L. Saaty dan dipublikasikan pada tahun 1980 melalui buku The Hierarchy Process. Menrut saaty, AHP awalnya dikembangkan untuk perencanaan militer dalam menghadapi berbagai kemungkinan di Amerika Serikat, kemudian diaplikasikan dalam pengembangan rencana transportasi untuk sudan, dan selanjutnya meluas ke pemrintah dan perusahan di Amerika Serikat maupun negara lainnya.

(5)

2.2.2. Prinsip Dasar Proses Hirarki Analitik

Tiga prinsip dasar dalam metode Proses Hirarki Analitik Menurut Thomas L. Saaty yaitu :

a. Menyusun secara hirarkis.

Yaitu memecahkan persoalan menjasi unsur-unsur yang terpisah. Alternatif keputusan yang akan diambil ditetapkan sebagai tujuan, yang dijabarkan menjadi kriteria-kriteria yang lebih rinci sehingga mencapai suatu tahapan yang paling operasional/terukur. Hirarki tersebut memudahkan pengambilan keputusan untuk memvisualisasikan permasalahan dan faktor-faktor terkendali dari permasalahan tersebut.

b. Menetapkan Prioritas.

Yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya. Prioritas dari kriteria-kriteria pada hirarki dapat dipandang sebagai bobot kriteria tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam pengambilan keputusan. Metode AHP berdasarkan pada kemampuan dasar manusia untuk memanfatkan informasi dan pengalamanny untuk memperkirakan pentingnya satu hal dibandingkan dengan hal lain secara relatif melalui proses membandingkan hal-hal berpasangan. Proses inilah yang disebut dengan metode perbandingan berdasarkan (pairwesi comparison) untuk menganalisi prioritas kriteria-kriteria dalam hirarki. Prioritas ditentukan berdasarkan pandangan dalam penilaian para ahli dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadapat pengambilan keputusan, baik dengan diskusi atau kuesioner.

(6)

Yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokan secara logis dan dipringatkan secara konsisten sesuai kriteria yang logis

2.2.3. Kegunaan Proses Hirarki Analitik

Proses Hirarki Analitik banyak digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam hal perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber daya, penentuan kebutuhan, peramalan hasil, perencangan sistem, pengukuran performasi.

Kelebihan dari metode AHP dalam pengambilan keputusan adalah :

a. Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks, dan strukturnya tidak beraturan, bahkan permaslahan yang komplek, dan strukturnya tidak beraturan, bahkan permasalahan yang sama sekali tidak terstruktur.

b. Kurang lengkapnya data tertulis atau data kuantitatif mengenai permaslahan tidak mempengaruhi kelancaran proses pengembalian keputusan karena penilaian merupakan sintesis pemikiran sebagai sudut pandang responden. c. Sesuai dengan kemampuan dasar manusia dalam menilai suatu hal sehingga

memudahkan penilaian pengukuran kriteria.

d. Metode dilengkapi dengan pengujian konsistensi sehingga dapat memberikan jaminan keputusan yang diambil.

2.2.4. Aksioma-Aksioma AHP

Pengertian aksima adalah suatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya atau yang pasti terjadi. Ada empat aksioma yang harus diperhatuikan para pemakai model AHP dan pelanggannya dari setiap aksioma berakibat tidak validnya model yang dipakai. Aksima tersebut 9 Brodjonegoro dan Utama, 1992)

(7)

Perbandingan berpasangan, artinya pengambilan keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu A lebih disukai dari B dengan skala X,

maka B lebih disukai dari A dengan sekala X

I

b. Aksioma 2

Homogenitas, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain kriteria-kriterianya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma inin tidak dapat dipenuhi maka kriteria yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk suatu kelompok kriteria-kriteria yang baru.

c. Aksioma 3

Independesi, artnya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif yang ada melainkan oleh obyektif secara keseluruhan.Ini menujukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam Model AHP adalah searah ke atas. Artinya perbandingan antara kriteria-kriteria dalam satu level dipengaruhi atau oleh kriteria-kriteria=kriteria-kriteria dalam level diatas.

d. Aksioma 4

Ekspektasi, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambilan keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

(8)

Setiap analisi yang mengunakan AHP mula-mula harus mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukan sebanyak mungkin rincian yang relevan. Hirarki tingkat tertinggi adalah fokus maslah, terdiri hanya dari satu elemen yaitu sasaran menyeluruh. Fokus maslah merupakan masalahutama yang perlu dicari solusinya.

Tingkat berikutnya ialah kriteria, merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan atas focus masalah. Untuk suatu masalah yang kompleks atau berjenjang, kriteria dapat diturunkan kepada sub-sub kriteria. Dengan demikian kriteria bisa terdiri lebih dari stu tingkat hirarki. Untuk memastika bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut (Brodjonegoro dan utama, 1992):

a. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. b. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

c. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. d. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Tingkat terendah ialah alternative, yang merupakan berbagai tindakan akhir. Atau rencana-rencana alternatif. Alternatif merupakan pilihan kepurtusan dari penyelesaian masalah yang dihadapi.

(9)

2.3.2. Menetapkan Prioritas

Yang pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudia ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n kriteria dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar kriteria untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Matriks perbandingan perpasangan

1 2 3 . n A1 A2 A3 …… An a11 a12 a13 … a1n a21 a22 a23 … a2n a31 a32 a33 … a3N … … … … … an1 an2 an3 … ann

Nilai a11 adalah perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom) yang

menyatakan hubungan:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhdapa kriteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

(10)

c. Seberapa banyak sifat C terhadap pada A1 (baris dibandingkan dengan A1

(kolom)

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut saaty pada Tabel 2.2. angka-angka absolut pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A1 terhadap elemen Aj.

Table 2.2 Skala penilaian Perbandingan Tingkat

Kepentingan Definisi keterangan

1 Sama

pentingnya

Kedua elemen/kriteria mempunyai pengaruh yang sama.

3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen/kriteria dibandingkan pasangan

5 Lebih penting

Satu elemen/kriteria sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata,

dibandingkan dengan elemen pasangannya

7 Sangat

penting

Satu elemen/kriteria terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen/kriteria terbukti muklak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya pada tingkat keyakinan tertinggi/

2,4,6,9 Nila tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian diantara du tingkatan kepentingan yang berdekatan.

Aji=1/aij Kebalikan

Diberikan apabila elemen/kriteria pada kolom j lebih disukai dibandingkan pasangannya.

(11)

Untuk memperoleh perangkat prioritas menyeluruh bagi suatu persoalan keputusan, kita harus menyatukan atau mensintesis pertimbangan yang dibuat dalam melakukan perbandingan berpasangan, yaitu melakukan suatu pembobotan dan penjumlahan unutk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen. Saaty menyusun angka-angka absolut sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, kuat, amat kuat, dan absolut atau ekstrim. Sehingga elemen dengan bobot nilai tertinggi adalah alternatif atau rencana yang patut dipertimbangkanpaling serius untuk diambil tindakannya, meski rencana yang lain tidak harus dikesampingkan sama sekali. Dengan demikian, sintesis dapat dihasilkan dengan melakukan normlisasi matriks pembandingan dengan cara : a. Buat setiap entri menjadi nilai relatif terhadap entri yang lain dalam kolom yang

sama

b. Hitung nilai rata-rata setiap baris, yang menujukkan nilai prioritas relatif alternatif (baris) tersebut terhadap alternatif lainnya.

2.3.3. Mengukur Konsistensi Logis

Proses AHP mencakup pengukuran konsistensi yaitu apakah pemberian nilai dalam pembandingan antara obyek telah dilakukan secara konsisten. Konsistensi penting karena kita tidak ingin mendasarkan keputusan penting yang didasarkan atas pertimbangan yang tidak konsisten. Sedangkan ketidak konsistenan dapat timbul karena mis-konsepsi atau ketidak tepatan dalam melakukan hirarki, kekurangan informasi, kekeliruan dalam penulis angka, dan lain-lain.

Rasio konsistensi (consistency Ratio, CR) menunjukkan sejauh mana analisis konsisten dalam memberikan nilai pada maktrik perbandingan. Nilai yang besar

(12)

menunjukkan kurang konsisten, sebaliknya nilai yang kecil menunjukkan lebih konsisten. Secara umum, hasil analisis dianggap konsisten apabila jika memiliki CR

% 10

≤ . Berikut tahapan dalam memperoleh nilai ratio, yaitu : 1) Hitung vektor konsistensi, yaitu dengan :

- melakukan pembobotan pada setiap kolom matriks perbandingan dengan vektor prioritas terkait.

- Membagi jumlah setiap baris dengan vektor prioritas untuk memperoleh vektor konsistensi.

2) Hitung nilai landa, yaitu merupakan rata-rata dari nilai vektor konsistensi. 3) Hitung indeks konsistensi (consistency, C1)

(Rumus 2.1) Dimana, C1 : Consistency Index/Indeks Konsistensi

n : jumlah alternatif yang dibandingkan λ : eigenvalue maksimum

4) Hitung ratio konsentrasin, merupakan rasio antara indeks konsistensi dengan indeks acak (Rendom index, RI)

(Rumus 2.2) Dimana, CR : Rasio Konsistensi

RI : Indeks Random

Indeks acak merupakan fungsi langsung dari n (jumlah alternative atau sistem yang dipertimbangkan). Tabel berikut menunjukkan indeks acak

Table 2.3 Tabel Indeks Acak

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

)

1

/(

)

(

1

=

n

n

C

λ

CR=CI/RI

(13)

2.3.4. Penilaian Perbandingan Multi Partisipan/Rata-rata Geometrik

Penilaian yang dilakukan oleh banyaknya partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. Analytic hierarchy proces hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipasi harus dirta-rata. Untuk itu Saaty memberikan metode peralatan dengan rata-rata geometrik (geometric mean). Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurang gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil (Brodjonegoro dan Utama, 1992).

Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban/nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. secara matematis dituliskan sebagai berikut :

(rumus 2.3)

Dimana, ai : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria Ai dengan

Aj

untuk n partisipan

Z1 : nilai rata-rata perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk

partisipan I, dengan i = 1, 2, . . . n

(14)

N : jumlah partisipan

2.3.5. Perhitungan Nilai Performansi

Nilai performansi didapat dengan mengalikan hasil pengukuran dengan bobot kriteria pengukuran. Prosesnya dimulai dari tingkat hirarki terbawah sampai dengan puncak hirarki. Jika nilai pengukur untuk kriteria dalam satu sub sistem hirarki adalah Y1, Y2, Yn dan bobot masing-masing kriteria adalah

(rumus 2.4) Dimana, P : Nilai performansi

I : Kriteria

Q1 : Bobot setiap kriteria 1

Y1 : Nilai setiap kriteria

2.4. Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Penelitian lain dengan menggunakan metode Analisa Hirarki Proses terkait penelitian ini antara lain :

2.4.1. Hasil penelitian Haryono Sukarto (2006) tentang Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan Analisis Kebijakan “Proses Hirarki Analitik.

2.4.2. Hasil penelitian Tam dan Tumala (2001) tentang pemilihan pemasok sistem telekomunikasi di Hongkong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini analytic heirarchy proces yang menggunakan sakala liberatore untuk penilaian alternatif.

2.4.3. Hasil penelitian Deni Andriyanto Nugroho (2003) di Surakarta tentang Pemilihan Pemasok dan Penentuan jumlah Pesanan dengan Kombinasi

(15)

analytic heirarchy proces dan Lexicographic Goal Programming di PT. Dzakya Tirta Utama.

2.4.4. Hasil penelitian pada pemilihan lokasi ibukota Kabupaten Bekasi dengan menggunakan metode AHP. Penelitian yang dilakukan oleh Yayah Ropiah (2003) tersebut menghasilkan penerapan metode AHP dalam penentuan prioritas ibukota Kabupaten Bekasi. Pada penelitian tersebut nilai performansi lokasi tidak hanya dari pembobotan melainkan diperoleh dari rata-rata lokasi tiap alternatif dengan skala 1-3 kemudian dikalikan dengan bobot kriteria

Gambar

Table 2.2 Skala penilaian Perbandingan  Tingkat
Table 2.3 Tabel Indeks Acak

Referensi

Dokumen terkait

” Proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan ”. Dari pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan pengertian

maka akan di jalankan instruksi pada blok nya, sedangkan jika pernyataan tidak benar. maka instruksi yang pada blok lain yang dijalankan ( sesuai dengan

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui kondisi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) dalam Balai Benih Ikan

Alhamdulillah Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas

“Jika hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak konstruksi diakui masing-masing

Tampilan halaman utama ini merupakan halaman yang memuat halaman untuk admin memasukkan gejala dan penyakit penyakit pada Kanker Servik ( Kanker Mulut Rahim) dan

Jaringan Irigasi ( Sumber Dana DAK ) Terlayaninya kebutuhan irigasi melalui peningkatan, pengembangan, pemeliharaan, pelestarian jaringan irigasi dan optimalinya fungsi

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1 guru SD, sebaiknya dapat mengembangkan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang, sehingga memudahkan siswa dalam