• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan bagian wilayah Provinsi DKI Jakarta yang terletak antara 106049‟35” Bujur Timur dan 06010‟37” Lintang Selatan, memiliki luas wilayah 188,03 Km2. Tekanan udara sekitar 1.009,2 mb dan kelembaban udara rata-rata 79,0 persen. Kecepatan angin 4,1 knot serta arah angin pada bulan Januari-Maret ke arah utara, April-September ke arah timur laut, dan Oktober-Desember ke arah Barat. Arah angin Oktober-Desember sering menimbulkan hujan lebat seperti halnya wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memiliki perbatasan sebelah utara dengan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi (Provinsi Jawa Barat), sebelah selatan Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat), dan sebelah barat dengan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Sebagai wilayah dataran rendah yang letaknya tidak jauh dari pantai, tercatat 5 sungai mengaliri Kota Administrasi Jakarta Timur. Sungai-sungai tersebut antara lain: Sungai Ciliwung, Sungai Sunter, Kali Malang, Kali Cipinang, dan Cakung Drain di bagian utara wilayah ini. Sungai-sungai tersebut pada musim puncak hujan pada umumnya tidak mampu menampung air sehingga beberapa kawasan tergenang banjir.

Luas wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur mempunyai luas 187,75 Km2 atau sekitar 28,39 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta. Jumlah penduduk berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk (SP) 2010, sebanyak 2.687.027 orang, terdiri atas 1.368.857 laki-laki dan 1.318.170 perempuan.

Administrasi pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Timur dibagi dalam 10 kecamatan, yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Ciracas, Cipayung, Makasar, Kramatjati, Jatinegara, Duren Sawit, Cakung, Pulogadung dan Matraman. Dari 10 kecamatan tersebut, terdapat 65 kelurahan yang merupakan wilayah administrasi pemerintahan paling rendah (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Perdagangan dan pariwisata

Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi perdagangan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diperlukan fasilitas tempat penjualan seperti pasar. Banyaknya pasar di Jakarta Timur tahun 2008 sejumlah 33 lokasi, terdiri atas 21 pasar lingkungan, 8 pasar wilayah, 2 pasar kota dan 2 pasar induk.

Pada tahun 2008, kegiatan eskpor dari Jakarta Timur, baik nilai maupun volume meningkat dibanding tahun sebelumnya masing-masing sebesar 222,21 persen dan 11,50 persen, komoditi terbanyak adalah alat-alat musik dan elektronika dengan tujuan terbesar adalah Jepang dan Jerman.

Jumlah usaha ekonomi kecil dan menengah (UKM) sebanyak 179.518 usaha dan tersebar pada 10 kecamatan di Jakarta Timur. Jumlah UKM terbanyak ada di

(2)

Kecamatan Jatinegara sebesar 29.016 usaha dan terkecil di Kecamatan Cipayung sebanyak 9.025 usaha.

Pada sektor pariwisata tercatat jumlah hotel berbintang sebanyak 5 buah dan hotel non bintang dan akomodasi lainnya 23 buah. Tingkat penghunian kamar hotel berbintang sekitar 47,80 persen dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 50,83 persen. Sementara itu tingkat pemakaian tempat tidur untuk hotel berbintang 68,35 persen dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 72,86 persen.

Keberhasilan dalam bidang pariwisata dicerminkan dengan semakin meningkatnya jumlah tamu yang menginap. Banyaknya tamu asing yang menginap di hotel berbintang sekitar 24.984 orang dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 302.863 orang. Banyaknya tamu dalam negeri atau domestik yang menginap pada hotel berbintang 7.806 orang dan akomodasi lainnya 221.808 orang. Rata-rata lama tamu menginap (asing dan Indonesia) pada hotel berbintang 1,48 hari dan hotel non bintang dan akomodasi lainnya 1,26 hari (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Potensi wisata Jakarta Timur

Jakarta timur sebagai daerah kusus Ibu kota atau daerah istimewa yang berada di jantung pusat pemerintahan menjadi daerah pilihan sebagai tujuan penduduk Indonesia untuk berkunjung. Hal tersebut didukung oleh adanya bermacam-macam objek wisata. Potensi obyek wisata yang dimiliki Jakarta Timur antara lain Wisata Rekreasi (3), Wisata Sejarah (1), Wisata Monumen (1), Wisata Minat Khusus (3), Wisata Belanja (16), Wisata Industri (1), dan Wisata Olah Raga (4). Sejumlah obyek wisata andalan Kotamadya Jakarta Timur, yang selama ini menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara, adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Monumen Pancasila Sakti, Kawasan Wiladatika, Makam Pangeran Jayakarta, Pasar Burung, Pusat Perdagangan Permata, Wisata Belanja, Condet Cagar Buah, dan Perkampungan Industri Kecil.

Seluruh obyek wisata tersebut mampu menyerap diatas 15 juta pengunjung tiap tahunnya (sejak 2001) dan mampu menampung hampir seribu tenaga kerja. Jumah tenaga kerja tersebut belum termasuk yang ada di fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran, serta usaha penunjang pariwisata lainnya seperti pusat olahraga, rekreasi dan hiburan. Maka tidak salah jika Kota Jakarta Timur dalam program pengembangannya, disiapkan sebagai kota wisata belanja dengan menggali berbagai hal yang dapat dijadikan potensi obyek wisata, di samping meningkatkan jumlah dan jenis atraksi wisata serta meningkatkan sumber daya manusia (SDM) (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Jenis usaha hotel/akomodasi di Jakarta Timur

Persyaratan untuk memperoleh Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP), mengajukan Surat Permohonan yang dilengkapi dengan Akte Pendirian Perusahaan, Kejelasan Bukti Status Tempat dari Dinas Tata Kota, Bukti Tidak Keberatan Lingkungan yang diketahui RT, RW, Lurah dan Camat setempat, melampirkan Gambar Situasi dan Denah Ruangan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sedangkan persyaratan untuk memperoleh Izin Tetap Usaha

(3)

Pariwisata (ITUP), surat permohonan dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Tanda Daftar Izin perusahaan dari Lurah diketahui Camat setempat, Keterangan domisili perusahaan dari Lurah diketahui Camat setempat, dan salinan Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP).

Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan menjelaskan tentang hotel yaitu jenis usaha akomodasi yang memiliki penginapan, ruang untuk rapat, dan juga menyediakan tempat atau lokasi tetap, dengan bangunan permanen, termasuk di dalamnya dapat menyediakan fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan serta pengembangan fasilitas lainnya, antara lain: Rumah Makan, Café, Coffee Shop, Kantin, Kafetaria dan pengembangan fasilitas sejenis lainnya. Usaha akomodasi terdiri dari: hotel, motel, losmen, resort wisata, penginapan remaja, hunian wisata, karavan, pondok wisata dan wisma. Klasifikasi usaha berdasarkan Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 dan penjelasan tentang hotel mengacu pada: (1) Bentuk usaha dan permodalan, (2) kelompok hidangan, (3) lokasi pengolahan, (4) Kondisi bangunan (usaha), (5) penyediaan fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan; serta (6) pengembangan fasilitas lainnya.

Ciri Pribadi Pengelola/Pimpinan dan Karyawan Hotel di Jakarta Timur

Dalam konsteks wirausaha, menurut Bird (1996), faktor individu wirausaha merupakan individu yang menjalankan usaha, faktor-faktor yang ada pada individu tersebut adalah: (1) karakteristik biologis meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan; (2) latar belakang wirausaha yaitu: pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga; dan (3) motivasi, sebagai dorongan kuat untuk melakukan suatu usaha, seperti: ketekunan, kegigihan dan kemauan keras untuk berhasil.

Ciri pribadi pengelola/manajer dan karyawan Hotel adalah ciri-ciri dari dalam diri pribadi pengelola/manajer dan karyawan di Jakarta Timur yang diduga berhubungan dengan adopsi pengelola/manajer dan karyawan dalam usaha hotel di Jakarta Timur. Ciri pribadi pengelola/pimpinan dan karyawan Jakarta Timur yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) usia/umur, (2) pendidikan, (3) pengalaman usaha, (4) intensitas komunikasi, (5) keanggotaan kelompok, (6) kemampuan mengendalikan risiko, dan (7) keterampilan teknis.

Umur

Umur, adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan. Dari hasil penelitian, berikut adalah distribusi responden berdasarkan karakteristik umur :

(4)

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan umur

Dari hasil penelitian, mayoritas usia pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur termasuk dalam kategori usia produktif dan sangat produktif, sekitar 75 persen termasuk dalam kategori ini. Pengelola/pimpinan dan karyawan pada kelompok ini masih memiliki produktifitas untuk mengembangkan diri dan mengembangkan usahanya. Pengelola/pimpinan dan karyawan yang termasuk dalam kategori tidak produktif dan kurang produktif sekitar 25 persen. Berdasarkan tes nonparametrik Mann-Withney terdapat perbedaan nyata usia pengelola/pimpinan dan karyawan di hotel bintang dan non bintang.

Pendidikan formal dan non formal

Pendidikan formal dalam konteks ini adalah lamanya (tahun) pendidikan formal dan jenis pelatihan yang pernah diikuti responden pada saat dilakukan wawancara. Berikut adalah tabel distribusi responden berdasarkan pendidikan:

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa lebih dari 67 persen pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur berada dalam kategori tingkat pendidikan dasar sampai menengah, dan sisanya mempunyai pendidikan tingkat Diploma dan perguruan tinggi.

Pendidikan non formal dalam konteks ini adalah kegiatan pelatihan, workshop, seminar dan lain sebagainya yang pernah dan atau sedang diikuti oleh responden, pendidikan non formal pengelola/pimpinan dan karyawan hotel sebagaimana dalam tabel berikut :

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pendidikan non formal

Variabel Kategori Responden N= 102

Jumlah %

Umur 1. Kurang produktif

(umur antara 0 s/d 14 th dan > 64 th) 2. Produktif (umur antara 46 s/d 65 th) 3. Sangat produktif (umur antara 15 s/d 45 th) 26 33 43 25.4 32.4 42.2

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Pendidikan formal 1. Dasar – Mengengah (SD –SLTP) 69 67.7

2. Atas (SLTA) 17 16.7

3. Diploma, PT(perguruan tinggi) 16 15.7

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Pendidikan non formal 1. Jarang mengikuti pelatihan 61 59,8

2. Cukup mengikuti pelatihan 7 6,9

(5)

Bedasarkan pendidikan non formal sebagaimana terlihat pada diatas terdapat 59,8 persen responden jarang mengikuti pelatihan, dan sekitar 6,9 persen cukup mengikuti peltihan dan sekitar 33,3 persen sering mengikti pelatihan.

Lama bekerja

Lama bekerja, adalah jumlah tahun dan lamanya responden bekerja di bidang hotel, diukur dari lamanya tahun dari awal sampai saat dilaksanakan penelitian. Berikut adalah tabel distribusi responden berdasarkan lama bekerja :

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan lama bekerja

Lama bekerja pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur sekitar 45 persen berada di bawah 2 tahun, sedangkan sisanya telah bekerja lebih dari 2 tahun atau sekitar 54 persen diantaranya telah bekerja lebih dari 5 tahun. Hal tersebut bisa di pahami bahwa sebaran ciri pribadi dalam penelitian ini banyak dari hotel non bintang yang cenderung lama berkerja disebabkan usaha keluarga, kekerabatan yang kuat antara pemilik dengan karyawan.

Intensitas komunikasi

Intensitas komunikasi adalah derajat tingkat frekuensi komunikasi, lamanya interaksi, sumber informasi (penyuluh, media massa, dan kegiatan pertemuan). Termasuk bentuk interaksi dengan sumber informasi, dan jenis komunikasi (personal, kelompok, dan massa) yang paling sering diikuti sampai saat wawancara/penelitian dilaksanakan. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 12 Intensitas komunikasi

Intensitas komunikasi oleh Pengelola/Pimpinan dan Karyawan Hotel di Jakarta Timur termasuk kategori rendah, personal dan media massa atau tidak mendapat informasi hotel dan mendapat informasi hotel dari satu atau dua informasi seperti buku, majalah, leaflet atau yang memilih lebih dari 60 persen dan kategori sedang dan tinggi termasuk rendah, dilihat dari jumlah responden yang memilih sekitar 40 persen atau mendapatkan informasi lain mendengar, membaca termasuk sosial media dan kelompok.

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Lama bekerja 1. < 2 tahun 43 45,1

2. >2– 5 tahun 34 33.3

3. >5 tahun 22 21.6

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Intensitas komunikasi 1. Rendah 62 60.7

2. Sedang 20 19.6

(6)

Keanggotaan dalam organisasi/kelompok

Keanggotaan kelompok, adalah keterlibatan responden dalam kelompok formal dan atau kelompok informal, meliputi nama kelompok, status/kedudukan, lamanya keikutsertaan dalam kelompok, dan frekuensi pertemuan yang diadakan kelompok. Berikut adalah tabel yang menunjukkan distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam kelompok:

Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam organisasi/kelompok

Keikutsertaan dalam kenggotaan dalam kelompok oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur termasuk kategori rendah, atau tidak pernah ikut dalam kelompok, pernah ikut dalam kelompok, tidak punya status dalam kelompok dan anggota dimana (sekitar 56 persen), sedangkan 40 persen lebih adalah ikut dalam kelompok tetapi tidak aktif.

Organisasi yang bergerak dibidang sapta pesona seperti POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata/Sapta Pesona). Organisasi ini cenderung diikuti oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel non bintang. Kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi ini adalah pertemuan-pertemuan membahas program-program yang ditawarkan oleh pemerintah termasuk sapta pesona, meningkatkan kekerabatan dan berbagi pengalaman serta informasi mengenai bisnis hotel, mengatasi masalah dalam hal kesulitan pengunjung, promosi, produk dan sebagainya.

Kemampuan mengendalikan risiko

Keberanian mengambil risiko adalah risiko yang paling sering dihadapi responden, dampaknya terhadap pengembangan usaha hotel, jenis risiko yang mampu dihadapi, dan usaha yang dilakukan terhadap risiko yang tidak mampu dihadapi. Termasuk keputusan yang akan diambil responden jika usahanya menghadapi kemerosotan ataupun keuntungan besar dan sikap keberanian mengambil risiko pada beberapa kasus dalam pengelolaan hotel. Hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan kemampuan mengendalikan risiko

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keanggotaan dalam 1. Rendah 58 56,9

organisasi (kelompok) 2. Tinggi 15 14.7

3. Sangat tinggi 29 28.4

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kemampuan 1. Rendah 61 59.8

mengendalikan risiko 2. Sedang 38 37.3

(7)

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa lebih dari 59 persen pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur berada dalam kategori rendah atau kurang baik, menghadapi masalah promosi, pelayanan dan produk hotel, mengatasi masalah berkomunikasi dengan pelanggan/tamu, masalah lain adalah sepi pengunjung atau tamu dan ketenagakerjaan yang di hadapi oleh pengelola dan karyawan hotel berbeda dengan kategori sedang dan tinggi hampir 40 persen bisa mengatasi masalah dengan baik.

Dari hasil wawancara beberapa risiko yang umumnya dihadapi oleh pengelola/pimpinan dan karyawan antara lain adalah risiko harga, pelayanan, promosil, namun risiko ini cenderung masih mampu dikendalikan pengelola hotel. Pada kasus hotel non bintang, keterlibatan keluarga sangat berperan dalam membantu menghadapi risiko dan mengatasi hambatan yang ada. Keluarga juga berperan penting untuk pengembangan usaha. Hambatan lain berupa sepi pengunjung, kesulitan bahan baku, kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, ketenagakerjaan, keamanan, dan pungutan liar. Risiko yang relatif sulit diatasi adalah sepi pengunjung dan pungutan liar.

Dari hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney, terdapat perbedaan nyata kemampuan mengendalikan risiko antara pengelola/pimpinan dan karyawan hotel bintang dan non bintang. Kemampuan mengendalikan risiko cenderung lebik baik pada hotel bintang dengan kata lain risiko terkait masalah produk, pelayanan, dan promosi dan lain-lain, cenderung lebih cepat bisa diatasi pada hotel bintang. Hotel bintang kebijakan dan SOP (Standard Operating Procedure) yang lebih jelas, sedangkan hotel non bintang jarang memiliki SOP. Hal ini dapat dipahami bahwa kebijakan antara hotel tersebut berbeda.

Berkaitan dengan produk, terdapat perbedaan orientasi antara pengelola hotel non bintang dan bintang. Sebagian besar hotel non bintang cenderung mempunyai ciri pengelolaan yang masih tradisional. Ciri ini cenderung berorientasi pada penjualan, fokus pada nilai produk, kontak pelanggan tidak berkesinambungan, dan komitmen pada mutu hanya bagi staf produksi (Kotler, 2002). Sedangkan hotel bintang biasanya pengelolaannya cenderung sudah modern, dimana pada ciri ini orientasi hotel sudah pada taraf memuaskan pelanggan, orientasi laba, dan stakeholder (sosial), serta fokus pada kepentingan pelanggan (Nickel, 2005).

Keterampilan teknis

Keterampilan teknis adalah keterampilan yang meliputi pemahaman dan kompetensi dalam aktifitas yang spesifik berkaitan dengan suatu metode, proses, dan prosedur tertentu yang bersifat teknis terkait dengan fungsi manajemen dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Keterampilan teknis responden disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan keterampilan teknis

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keterampilan teknis 1. Rendah 17 16,7

2. sedang 43 42.2

(8)

Pengelola usaha, baik itu usaha hotel maupun bentuk usaha lainnya, membutuhkan keterampilan bersifat teknis (Technical Skills). Keterampilan teknis adalah kemampuan untuk menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu (Katz, 1974). Keterampilan teknis diperlukan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Penelitian ini berusaha mencari informasi tentang tingkat kemampuan dan keterampilan teknis yang dimiliki pengelola/pimpinan dan karyawan di Jakarta Timur, terutama dalam pengelolaan produk, harga, pelayanan, promosi, hal-hal yang terkait dengan pengelolaan karyawan sejak rekrutmen hingga evaluasi kinerja, dan evaluasi kepuasan pelanggan.

Kemampuan dalam mempertahankan kualitas produk, penyesuaian harga dengan keadaan pasar, memberikan pelayanan sesuai kebutuhan tamu, dan berpromosi untuk merebut hati pelanggan. Pada hotel non bintang, tenaga kerja umumnya berasal dari teman atau keluarga dengan kemampuan terbatas, pengelola dengan keterampilan teknisnya telah memberikan pelatihan sesuai kebutuhan operasional.

Pengelola/pimpinan dan karyawan juga peduli terhadap kepuasan pelanggan, secara rutin memperoleh umpan balik tentang kualitas dari pelanggan dengan cara bertanya langsung. Pengelola/pimpinan dan karyawan Jakarta Timur yang merespon alasan pentingnya keterampilan. Dari hasil penelitian, keterampilan teknis dalam penelitian ini adalah sebagian besar responden berada pada kategori sedang dan tinggi dapat dilihat lebih 83 persen menguasai keterampilan lebih dari satu atau menguasai keterampilan Produk, Pelayanan, Promosi, Pemasaran dan SOP (Standart Operational Procedure), lainnya adalah kategori rendah atau tidak ada keterampilan teknis yang dikuasai dan ada keterampilan teknis yang dikuasai.

Ciri lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur

Ciri lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kebijakan Pemda, (2) skala usaha, (3) modal keuangan, (4) modal tenaga kerja, (5) sarana usaha, (6) prasarana usaha, (7) lokasi usaha dan (8) kompetitor.

Kebijakan pemda

Kebijaksanaan Pemda yaitu adanya kebijakan pemerintah daerah yang mengatur program sata pesona dinyatakan dalam jumlah kebijakan tentang program tersebut. Tabel berikut menyajikan informasi hasil penelitian mengenai kebijakan pemerintah daerah di bidang sapta pesona:

(9)

Tabel 16 Kebijakan pemda di bidang sapta pesona

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa lebih dari 71 persen menyatakan bahwa kebijakan pemda telah ada dan mendukung diterapkannya sapta pesona. Kebijakan tersebut antara lain, kebijakan yang perlu dipertahankan seperti penyuluhan pariwisata sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004, tetapi kurang efektif apabila penyuluhan di bidang pariwisata tidak berkelanjutan. Begitu pula dalam hal kegiatan pengawasan, pembinaan daya saing, pembinaan kualitas produk dan pembinaan kualitas pelayanan.

Berdasarkan informasi hasil survei, pemerintah daerah kota Jakarta Timur beserta jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan telah cukup berperan dalam tatalaksana administrasi sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 25 Tahun 2000. Demikian halnya dengan kegiatan pengawasan dan pembinaan di bidang pariwisata sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004, khususnya Pasal 35 tentang kewajiban dan larangan; Pasal 41 tentang pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan dan Pasal 42 Dinas Pariwisata melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan. Perlu diupayakan agar kebijakan pemerintah terkait mampu mendukung dan memenuhi kebutuhan para pengelola untuk meningkatkan kemampuan berusaha. Kebijakan yang perlu dipertahankan seperti penyuluhan di bidang kesehatan dan pariwisata, sedangkan yang perlu diupayakan yaitu peningkatan kemampuan manajemen, kemampuan berwirausaha, dan peningkatan kualitas tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan kualitas sarana dan prasarana usaha, serta lokasi usaha dengan demikian akan tercipta persaingan sehat antara industri usaha.

Skala usaha

Skala usaha/luas hotel yaitu kapasitas kamar/tempat tidur, atau jumlah karyawan yang merupakan karakter dari skala usaha mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat produktifitas. Maka hal ini akan pula berpengaruh pada kemauan, kemampuan, dan kesempatan pengelola hotel dalam mengadopsi suatu inovasi. Berikut adalah skala hotel di Jakarta Timur:

Tabel 17 Skala usaha

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kebijakan pemda 1. Rendah 29 28.5

2. Sedang 52 51.0

3. Tinggi 21 20.6

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Skala usaha 1. Rendah 32 31.4

2. Sedang 28 27.5

(10)

Skala hotel cukup bervariasi antara skala hotel dengan kategori sedang sampai dengan berbintang, hanya sekitar 10 persen hotel dengan skala kecil,sedangkan skala tinggi dan sangat tinggi lebih besar atau sekitar 68 persen, besar atau kecilnya usaha hotel tergantung modal usaha yang di miliki oleh pengelolah hotel masing-masing.

Modal keuangan

Modal keuangan merupakan karakteristik finansial/keuangan hotel berupa tersedianya modal keuangan bagi usaha hotel dinyatakan dalam besaran modal dan asal modal apakah dari perorangan atau dari bank. Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah distribusi berdasarkan modal keuangan hotel di Jakata Timur:

Tabel 18 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal keuangan

Dari segi modal, asal modal bervariasi mulai dari modal perorangan sampai pada modal patungan ataupun pinjaman dari bank. Berdasarkan hasil penelitian 81 persen modal termasuk dalam kategori sedang dan tinggi. Asal modal sebagian besar hotel adalah modal sendiri. Biasanya hotel dengan modal sendiri termasuk dalam kategori hotel non bintang. Besaran modal sekitar 79 persen termasuk kategori memadai dan sangat memadai. Sedangkan besaran modal investasi sekitar 79 persen juga termasuk dalam modal yang memadai dan sangat memadai untuk usaha.

Hotel non bintang sebagai usaha kecil menengah dengan administrasi perusahaan yang pada umumnya masih bersifat sederhana dan administrasi yang kurang teratur, namun demikian pada hotel tersebut, dari hasil penelitian menemukan sudah berbentuk badan hukum dan umumnya mampu menyediakan jaminan (coliateral) guna mendapatkan kredit dari dunia perbankan. Lembaga keuangan sebagai mitra permodalan usaha perhotelan biasanya adalah bank pemerintah.

Modal tenaga kerja

Modal tenaga kerja yaitu tersedianya modal tenaga kerja bagi hotel berupa sumber daya manusia, diukur dari segi kecukupan jumlah, kualitas tenaga kerjanya ditinjau dari segi pendidikan (formal dan pelatihan) dan keterampilan yang dimiliki. Berikut adalah kondisi hotel berdasarkan modal tenaga kerja :

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Modal keuangan 1. Rendah 19 18.6

2. Sedang 33 32.4

(11)

Tabel 19 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal tenaga kerja

Mengenai modal tenaga kerja dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi dan sedang, sangat memadai lebih dari 75 persen responden pimpinan/karyawan yang bekerja di hotel merupakan tenaga tetap dan kotrak di hotel, sedangkan tenaga harian dan tenaga lepas 25 persen.

Hotel non bintang cenderung menggunakan pekerja yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan pengusaha namun kualitasnya masih dapat dipertanggung jawabkan yaitu rata-rata menggunakan karyawan berlatar belakang antara lulusan SMP, SMU, SMK/SMIP. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam memberi upah bagi karyawannya.

Sarana usaha

Sarana usaha yaitu seluruh fasilitas utama untuk kebutuhan operasional hotel dalam mendukung kekuasan pelanggannya. Sarana yang dimaksud dikelompokan menjadi tiga terdiri dari: (a) sarana pokok yaitu fasilitas dan perlengkapan hotel (kamar atau guest room, toilet, ruangan rapat, lobby, parkir, keamanan dan internet), (b) sarana pelengkap yaitu jenis perabot hotel lainnya (meja, kursi, dan lemari/meja, sarana perlengkapan kantor dan infokus), (c) sarana penunjang yaitu perlengkapan linen (sheet/seprey bersih), meja kerja (perlengkapan alat tulis, kertas dan asbak), dan perlengkapan (sarana penunjang untuk kebutuhan tamu). Sarana usaha di Jakarta Timur sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 20 Sarana usaha hotel

Sarana usaha sangat bervariasi dilihat dari bintang dan non bintang atau sekitar 69 persen lebih termasuk kategori sedang dan tinggi, sedangkan hotel yang kategori kurang dan kurang layak sekitar 30 persen, hal tersebut disebabkan keterbatasan modal. Pengelola/pimpinan dan karyawan hotel dalam hal ini harus dimiliki hotel mengenai sarana sebagai fasilitas utama dalam menunjang usaha hotel yang berkelanjutan.

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Modal tenaga kerja 1. Rendah 25 24.5

2. Sedang 70 68.6

3. Tinggi 7 6.9

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Sarana usaha 1. Rendah 21 30

2. Sedang 60 58.8

(12)

Prasarana usaha

Prasarana usaha adalah seluruh fasilitas penunjang untuk kelancaran operasional rumah makan dan kepuasan pelayanan bagi pelanggannya, terdiri dari instalasi komunikasi, PLN, gas, air bersih, penampungan sampah dan saluran limbah, fasilitas taman parkir, fasilitas penunjang keselamatan kerja, dan fasilitas ibadah. Berikut adalah prasarana usaha di Jakarta Timur :

Tabel 21 Prasarana usaha

Prasarana usaha yang dimiliki oleh pengelola hotel termasuk dalam kategori sedang dan tinggi sekitar 79 persen lebih, prasarana sebagai fasilitas yang sangat menunjang untuk kenyamanan tamu atau memadai dan sangat memadai, prasaran yang dimiliki oleh hotel adalah sebagai penunjang untuk kelancaran operation/melakukan kerja dan menunjang kenyamanan tamu.

Lokasi usaha

Lokasi usaha adalah kondisi lokasi/letak usaha hotel dinilai dari strategis atau tidaknya dengan indikator kedekatan dengan target pasar, sumber perolehan bahan baku dan dampak lingkungan terhadap citra perusahaan. Lokasi usaha hotel di Jakarta Timur sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 22 Lokasi usaha

Lokasi strategis berarti lokasi atau lingkungan yang sesuai dan mendukung usaha perhotelan, sedangkan lokasi yang tidak strategis merupakan lingkungan yang kurang mendukung. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum sebanyak 98 persen pengelola/pimpinan dan karyawan hotel menyatakan bahwa hotel memiliki lokasi yang sedang dan tinggi atau strategis. Hotel di Jakarta Timur relatif berdekatan dengan sarana umum seperti stasiun kereta api, terminal penumpang, daerah wisata termasuk wisata belanja dan juga perkantoran. Kondisi kota Jakarta secara umum khususnya Jakarta Timur dengan kemacetan luar biasa menjadikan lokasi dan strategis usaha hotel sangat penting, karena berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola/pimpinan dan karyawan hotel, strategis tidaknya lokasi akan berpengaruh pada kunjungan pelanggan/tamu.

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Prasarana usaha 1. Rendah 21 20.6

2. Sedang 66 64.7

3. Tinggi 15 14.7

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Lokasi usaha 1. Rendah 1 1.0

2. Sedang 66 64.7

(13)

Kompetitor

Kompetitor adalah iklim usaha berupa persaingan antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha perhotelan, dinyatakan dalam bagaimana pengembangan kemitraan yang terjadi yang memungkinkan persaingan sehat. Tabel berikut menunjukkan kompetitor dalam usaha perhotelan:

Tabel 23 Kompetitor

Kompetitor/pesaing dalam konteks penelitian adalah tingkat persaingan dengan usaha sejenis berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan. Konsep pemasaran menyatakan bahwa agar berhasil sebuah perusahaan harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumennya lebih baik daripada para pesaingnya. Tidak ada strategi bersaing yang sesuai bagi semua perusahaan, karena masing-masing perusahaan perlu mempertimbangkan ukuran dan posisi di dalam industrinya dalam hubungannya dengan pesaing (Kotler, 2002).

Dari hasil penelitian, diperoleh hasil pada umumnya tingkat persaingan hotel di Jakarta Timur cenderung tinggi, baik dari bentuk persaingan produk, harga, pelayanan maupun promosi. Mengacu pada teori sebelumnya hal ini mempengaruhi kemampuan dan semangat berusaha bagi pengelola untuk lebih unggul dari yang lainnya, hal ini diperkuat oleh sekitar 90 persen pengelola/pimpinan dan karyawan hotel yang menyatakan bahwa persaingan usaha perhotelan di Jakarta timur antara bintang dan non bintang temasuk dalam kategori sedang dan tinggi.

Pengetahuan tentang program sapta pesona

Pengetahuan tentang Program Sapta Pesona merupakan dasar pelaku dalam usaha pariwisata khususnya usaha hotel untuk mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan usaha pariwisata termasuk dalam bidang perhotelan. Pengetahuan responden tentang program Sapta Pesona disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 24 Pengetahuan responden tentang program sapta pesona

Variabel Kategori Responden N = 102 Jumlah % Kompetitor 1. Rendah 9 8.8 2. Sedang 53 52.0 3. Tinggi 40 39.0

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Pengetahuan tentang 1. Rendah 34 33.4

sapta pesona 2. Sedang 60 58.8

(14)

Dari tabel di atas secara umum dapat diketahui, bahwa sebagian besar pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur mempunyai tingkat pengetahuan tentang sapta pesona dalam kategori sedang dan tinggi. Hal ini berarti bahwa pada umumnya mereka mengetahui bahwa terdapat program pemerintah yaitu sapta pesona dalam bidang pariwisata termasuk perhotelan. Disamping itu mereka juga mempunyai pengetahuan mengenai sapta pesona itu sendiri meliputi tujuan, unsur-unsur sapta pesona dan manfaatnya.

Pengetahuan yang dimiliki oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur sebagai modal dasar untuk beraktifitas dalam kegiatan hotel. Unsur-unsur sapta pesona (keamanan, ketertiban kebersihan, kesejukan, keindahan, keramah-tamahan, kenangan) erat sekali dengan standard oprating procudure (SOP) dimana berguna dalam kegiatan dan aktifitas di hotel sehari-hari dalam memberikan pelayanan berkaitan dengan unsur-unsur sapta pesona.

Persepsi terhadap ciri inovasi sapta pesona

Persepsi adalah suatu proses pembentukan kesan, pendapat ataupun perasaan terhadap suatu hal yang melibatkan penggunaan informasi secara terarah (Secord dan Backman 1994 diacu dalam Ritohardoyo, 2006). Sejalan dengan konsep tersebut secara garis besar pengertian persepsi adalah: (1) proses aktifitas seseorang dalam memberi kesan, menilai, berpendapat, memahami, menghayati, menginterpretasi dan mengevaluasi terhadap situasi berdasarkan informasi yang ditampilkan; dan (2) reaksi timbal balik yang dipengaruhi oleh diri perseptor, suatu hal yang dipersepsi dan situasi sosial yang melingkupinya sehingga dapat memberikan motivasi tatanan perilaku.

Dalam penelitian ini, persepsi terhadap ciri inovasi sapta pesona merupakan dasar penilaian, sikap dan respon pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap ciri inovasi. Ciri inovasi tersebut menurut Rogers (2003) terdiri dari (1) keuntungan relatif (relative advantage), (2) kesesuaian (compatibility) yang terkait dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosial budaya, inovasi yang telah diperkenalkan sebelumnya serta kebutuhan petani terhadap inovasi, (3) kerumitan (complexity), (4) dapat diujicoba (trialability) dan (5) dapat diamati (observability).

Keuntungan relatif

Keuntungan relatif adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya. Seringkali keuntungan relatif dinyatakan dalam bentuk keuntungan ekonomis. Berikut adalah tabel keuntungan relatif:

(15)

Tabel 25 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap keuntungan relatif program sapta pesona

Keuntungan relatif termasuk dalam kategori sedang. Dalam melihat keuntungan relatif program sapta pesona, 95 persen dari pengelola/pimpinan dan karyawan hotel menyatakan bahwa program sapta pesona relatif menguntungkan dan sangat menguntungkan. Mereka pada umumnya menyetujui bahwa program sapta pesona menguntungkan bagi mereka sendiri, bagi kelangsungan usaha hotel dan bidang pariwisata khususnya di Jakarta Timur.

Kesesuaian

Kesesuaian adalah sejauh mana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang sesuai. Berikut adalah tabel Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kesesuaian program sapta pesona :

Tabel 26 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kesesuaian program sapta pesona

Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan mengangap bahwa program sapta pesona ini memiliki kesesuaian dengan presepsi mereka atau sekitar 89 persen lebih, sedangkan 11 persen persepsi mereka rendah mengenai program sapta pesona.

Kerumitan

Kerumitan atau kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Semakin rumit suatu inovasi bagi seseorang semakin lambat mengadopsi. Berikut adalah tabel Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kerumitan program sapta pesona:

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keuntungan relatif 1. Rendah 5 3.3

2. Sedang 66 64.7

3. Tinggi 31 30.4

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kesesuaian 1. Rendah 12 11.8

2. Sedang 72 71.6

(16)

Tabel 27 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kerumitan program sapta pesona

Sebagian besar pengelola/pimpinan dan karyawan hotel menyatakan bahwa program sapta pesona relatif tidak rumit untuk dilaksanakan. Mereka mengatakan atau sekitar 80 persen lebih memiliki persepsi kerumitan atau kompleksitas.

Dapat dicoba (triability)

Triabilitas adalah adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Inovasi yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Berikut adalah tabel persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap triabilitas program sapta pesona: Tabel 28 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap triabilitas

program sapta pesona

Dalam kategori ini sebagian besar pengelola/pimpinan dan karyawan hotel termasuk dalam kategori sedang. Sebagian besar responden juga beranggapan bahwa program tersebut mudah dipahami, bisa dan dapat dicoba dalam lingkungan hotel. Sekitar 91 persen menyatakan bahwa program sapta pesona bisa dicoba/dilaksanakan. Selain itu, mereka menyetujui bahwa program ini dapat dicoba atau triabilitasnya oleh responden yang menyatakan bahwa program sapta pesona dapat dilihat hasilnya, sedangkan 8 persen menyatakan bahwa program sapta pesona tidak bisa dicoba.

Dapat dilihat hasilnya (observability)

Observability adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dilihat hasilnya dengan skala kecil. Inovasi yang dapat dilihat hasilnya, biasanya dapat diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dilihat hasilnya lebih dahulu. Berikut ini adalah tabel persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap dilihat hasilnya/observability program sapta pesona:

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah % Kerumitan 1. Rendah 19 18.6 2. Sedang 68 66.7 3. Tinggi 15 14.7 Variabel Kategori Responden N = 102 Jumlah %

Kemungkinan dicoba 1. Rendah 9 8.8

2. Sedang 65 63.7

(17)

Tabel 29 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap observabilitas program sapta pesona

Kemudahan dilihat hasilnya program sapta pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel berada pada sedang dan tinggi sekitar 90 persen menunjukan bahwa persepsi mereka terhadap program tersebut cukup baik dan mereka dapat melihat hasilnya.

Secara umum persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel sekitar 91 persen, terhadap program sapta pesona berada pada kategori sedang dan tinggi. Terkait dengan dilihat hasilnya/observability, umumnya mereka memandang bahwa program sapta pesona mudah dan sesuai untuk diterapkan dalam usaha hotel.

Adopsi program sapta pesona

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat, atau teknologi “baru” yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi inovasi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode, maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikannya (Susanto 1977).

Adopsi pengelola dan karyawan hotel adalah ikut sertanya responden dalam memanfaatkan konsep Sapta Pesona (yang terdiri dari 7 unsur sebagaimana telah disebutkan) dengan mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan tindakan sebagai dampak dari adopsi inovasi program Sapta Pesona.

Hasil penelitian berkaitan dengan adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur terdahap program sapta pesona sebagaimana dijelaskan berikut:

Keamanan

Keamanan adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan menciptakan lingkungan yang aman bagi wisatawan dan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, sehingga wisatawan tidak merasa cemas dan dapat menikmati kunjungannya kesuatu destinasi wisata. Berikut adalah tabel adopsi program sapta pesona di bidang keamanan:

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kemudahan dilihat 1. Rendah 9 8.9

hasilnnya 2. Sedang 72 70.2

(18)

Tabel 30 Adopsi program sapta pesona di bidang keamanan

Adopsi inovasi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona khususnya unsur keamanan sebagian besar berada dalam kategori sedang dan tinggi (89 persen). Unsur keamanan mutlak diperlukan dalam usaha hotel untuk memberikan rasa aman pada pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terlebih untuk tamu hotel atau pelanggan mutlak di perlukan untuk menjamin rasa aman selama berada di hotel atau di lingkungan hotel.

Bentuk aksi dalam satpa pesona keamanan antara lain adalah: (1) tidak mengganggu wisatawan, (2) menolong dan melindungi wisatawan, (3) bersahabat terhadap wisatawan, (4) memelihara keamanan lingkungan, (5) membantu memberi informasi kepada wisatawan, (6) menjaga lingkungan yang bebas dari bahaya penyakit menular dan (7) meminimalkan risiko kecelakaan dalam penggunaan fasilitas publik.

Ketertiban

Ketertiban adalah adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan menciptakan lingkungan yang tertib bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan teratur dan efektif bagi wisatawan. Berikut adalah tabel adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona di bidang ketertiban :

Tabel 31 Adopsi program sapta pesona di bidang ketertiban

Dari tabel di atas, dapat di jelaskan bahwa tingkat adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona pada unsur ketertiban sebagian besar berada dalam kategori sedang dan tinggi atau sekitar 91 persen. Bentuk aksi sapta pesona ketertiban antara lain adalah: (1) mewujudkan budaya antri, (2) memelihara lingkungan dengan mentaati peraturan yang berlaku, (3) disiplin/tepat waktu, (4) menjaga keteraturan, kerapian dan kelancaran serta (5) semua sisi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat menunjukkan keteraturan yang tinggi.

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keamanan 1. Rendah 11 10.9

2. Sedang 50 49.0

3. Tinggi 41 40.2

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Ketertiban 1. Rendah 9 8.82

2. Sedang 52 51.0

(19)

Kebersihan

Kebersihan adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan menciptakan lingkungan yang bersih bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan higienis bagi wisatawan. Berikut adalah tabel adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona di bidang kebersihan:

Tabel 32 Adopsi program sapta pesona di bidang kebersihan

Dalam unsur kebersihan, adopsi sebagian besar pengelola/pimpinan dan karyawan hotel berada pada kategori sedang dan tinggi atau sekitar 97 persen. Program sapta pesona dalam unsur kebersihan memiliki peran sangat penting karena kebersihan merupakan syarat utama dan terpenting. Bentuk aksi dalam sapta pesona kebersihan antara lain: (1) tidak membuang sampah/limbah sembarangan, (2) turut menjaga kebersihan sarana dan lingkungan, (3) menyiapkan sajian makanan dan minuman yang higienis, (4) menyiapkan perlengkapan penyajian makanan dan minuman yang bersih dan (5) pakaian dan penampilan petugas bersih dan rapi.

Kesejukan

Kesejukan adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sejuk bagi berlangsungnya kegiatan yang mampu menawarkan suasana yang nyaman, sejuk, sehingga menimbulkan rasa betah bagi wisatawan, sehingga mendorong lama tinggal dan kunjungan yang lebih panjang. Berikut adalah tabel adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona di bidang kesejukan:

Tabel 33 Adopsi program sapta pesona di bidang kesejukan

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah % Kebersihan 1. Rendah 2 2 2. Sedang 57 55.9 3. Tinggi 43 42.2 Variabel Kategori Responden N = 102 Jumlah % Kesejukan 1. Rendah 11 10,8 2. Sedang 43 42,2 3. Tinggi 48 47,1

(20)

Adopsi unsur kesejukan sebagian besar berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur telah menyadari akan pentingnya memelihara lingkungan hotel tetap sejuk atau sekitar 89 persen responden memilih atau menyetujui bahwa kesejukan adalah hal yang utama. Kesejukan dan menjaga lingkungan tetap hijau, diantaranya dengan malakukan kegiatan penghijauan di sekitar lingkungan hotel. Bentuk aksi sapta pesona kesejukan antara lain: (1) melaksanakan penghijauan dengan menanam pohon, (2) memelihara lingkungan hotel tetap hijau dan (3) menjaga kondisi sejuk dalam ruangan umum, hotel, penginapan dan tempat lain.

Keindahan

Keindahan adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan menciptakan lingkungan yang indah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang menarik dan menumbuhkan kesan yang mendalam bagi wisatawan, sehingga mendorong promosi ke kalangan/pasar yang lebih luas dan potensi kunjungan ulang. Berikut adalah tabel adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona di bidang keindahan:

Tabel 34 Adopsi program sapta pesona di bidang keindahan

Adopsi unsur keindahan dalam hal ini sebagian besar berada dalam kategori sedang dan tinggi atau sekitar 85 persen pimpinan/pengelola dan karyawan hotel setuju bahwa keindahan adalah hal yang penting. Hal ini menunjukkan bahwa pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur telah menyadari akan pentingnya memelihara lingkungan hotel yang indah. Hal tersebut penting karena keindahan berkaitan dengan estetika, yang berhubungan dengan kesan pertama para pengunjung. Adopsi terhadap unsur keindahan dilakukan oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel dalam bentuk kegiatan antara lain: (1) menjaga keindahan lingkungan hotel dalam tatanan yang alami dan harmoni, (2) menata lingkungan hotel secara teratur, tertib dan serasi serta menjaga karakter kelokalan, (3) menjaga keindahan vegetasi, tanaman hias dan peneduh sebagai elemen estetika lingkungan yang bersifat alami.

Keramahan

Keramah-tamahan adalah salah satu unsur sapta pesona yang bertujuan menciptakan lingkungan yang ramah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang akrab, bersahabat serta seperti di rumah sendiri bagi wisatawan, sehingga mendorong minat kunjungan ulang dan promosi yang positif bagi prospek pasar yang lebih luas. Berikut adalah

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keindahan 1. Rendah 14 13.7

2. Sedang 57 55.9

(21)

tabel adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap program sapta pesona di bidang keramahan:

Tabel 35 Adopsi program sapta pesona di bidang keramahan

Adopsi unsur keramahan sebagian besar berada dalam kategori sedang dan tinggi 95 persen lebih. Hal ini menunjukkan bahwa pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur telah menyadari akan pentingnya keramah-tamahan bagi pengunjung hotel/tamu. Bentuk aksi sapta pesona keramah-keramah-tamahan antara lain: (1) bersikap sebagai tuan rumah yang baik dan rela membantu wisatawan, (2) memberi informasi tentang adat istiadat secara sopan, (3) para petugas bisa menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji; dan (4) menampilkan senyum dan keramah-tamahan yang tulus.

Kenangan

Sapta pesona kenangan bertujuan menciptakan memori yang berkesan bagi wisatawan, sehingga pengalaman perjalanan/kunjungan wisata yang dilakukan dapat terus membekas dalam benak wisatawan, dan menumbuhkan motivasi untuk kunjungan ulang. Bentuk aksi sapta pesona kenangan antara lain: (1) menggali dan mengangkat keunikan budaya lokal, (2) menyajikan makanan dan minuman khas lokal yang bersih, sehat dan menarik dan (3) menyediakan cinderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa.

Tabel 36 Adopsi program sapta pesona di bidang kenangan

Adopsi unsur kenangan sebagian besar berada dalam kategori sedang dan tinggi sekitar 72 persen lebih, pengelola/pimpinan dan karyawan hotel menyetujui kenangan dalam sapta pesona hal yang penting untuk memberikan kesan atau kenangan yang indah, hal ini menunjukkan bahwa pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur telah menyadari akan pentingnya unsur tersebut bagi pengunjung hotel/tamu. Meskipun demikian, tidak semua hotel di Jakarta Timur terutama hotel non bintang masih jarang menyediakan cendramata atau semacam buah tangan/oleh-oleh dari hotel di Jakarta Timur, sekitar 27 persen pengelola/pimpinan dan karyawan hotel kurang memperhatikan hal semacam ini lebih cenderung memperhatikan pemasukan/profit dari pendapatan kamar dan

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keramahan 1. Rendah 5 4.9

2. Sedang 64 62.7

3. Tinggi 33 32.4

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kenangan 1. Rendah 28 27.5

2. Sedang 47 46.1

(22)

restaurant padahal menyediakan cendermata yang unik dari masyarakat Betawi atau pernak/pernik yang berhubungan dengan perkembangan Jakarta Timur bisa mendapatkan tambahan penghasilan yang cukup lumayan.

Secara umum, dari hasil penelitian mengenai adopsi inovasi program sapta pesona dapat dikatakan bahwa pengelola/pimpinan dan karyawan hotel pada umumnya mempunyai tingkat adopsi inovasi program sapta pesona dalam kategori sedang dan tinggi. Hal ini berarti mereka mau melakukan atau menerapkan unsur-unsur sapta pesona yang terdiri dari keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan. Penerapan terhadap program sapta pesona paling tinggi adalah pada unsur kebersihan (sekitar 98 persen). Penerapan yang tinggi juga dilaksanakan pada unsur keramahan (sekitar 95 persen), kesejukan dan keamanan (89 persen), keindahan (86 persen), ketertiban (91 persen) dan kenangan (72 persen).

Hubungan Ciri Individu dengan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Program Sapta Pesona

Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu (benda, orang atau makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya (Mardikanto, 1993). Lebih jauh, Mardikanto (1993) memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupannya, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status sosial dan agama. Merujuk pada pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan karakteristik kelompok adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang melekat pada individu yang dalam konteks ini adalah individu pengelola/pimpinan dan karyawan hotel.

Untuk mengetahui hubungan atau korelasi antar variabel digunakan analisis korelasi spearman. Ciri Individu yang diduga berkorelasi adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, lama bekerja, intensitas komunikasi, keikutsertaan dalam kelompok, intensitas komunikasi, kemampuan mengendalikan risiko dan keterampilan teknis. Hasil analisis disajikan dalam tabel berikut:

(23)

Tabel 37 Hubungan ciri pribadi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona

Sub Variabel Karakteristik Individu Pengetahuan Program Sapta Pesona Persepsi Program Sapta Pesona Adopsi Program Sapta Pesona Umur .029 -.277** .045 Pendidikan formal .169 .033 .098 Pendidikan nonformal .142 .080 .075 Lama bekerja .050 -.038 -.163 Intensitas komunikasi .025 .044 -.038

Keikutsertaan dalam kelompok .056 .127 .008

Status dalam kelompok .007 .036 -.055

Kemampuan menghadapi risiko .091 .160 .184

Keterampilan teknis .194 .156 .271**

Total Ciri Individu .220* .149 .219*

Keterangan: * korelasi signifikan pada alpha 0.05, ** korelasi signifikan pada alpha 0.01

Umur

Wiriaatmadja (1990), menyatakan bahwa usia seseorang akan mempengaruhi penerimaannya terhadap hal-hal baru. Hal ini sejalan dengan Bird (1989) yang menyatakan bahwa seseorang yang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya, sedangkan orang yang sudah berusia memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Zaini (2010) dimana tingkat usia akan mempengaruhi aktifitas seseorang.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa secara umum, umur tidak berkorelasi dengan pengetahuan, adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini berarti bahwa umur pengelola/pimpinan dan karyawan tidak berhubungan dengan pengetahuan dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal tersebut dapat dipahami karena umur yang relatif lebih muda cenderung mempunyai energi dan semangat lebih besar sehingga lebih tanggap dan mudah menerima informasi baru. Sebaliknya umur lanjut usia biasanya karena keterbatasan tenaga dan kurang responsif terhadap informasi baru, namun mereka mempunyai kemampuan bekerja berdasarkan pengalaman.

Biran (1998) mendefinisikan persepsi sebagai proses psikologis yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui alam kehidupan sehari-hari. Sebagai proses, persepsi merupakan proses membangun kesan (forming impressions) dan membuat penilaian (making judgements).

Langevelt dalam Harihanto (2001), mendefinisikan persepsi sebagai pandangan individu terhadap suatu objek (stimulus). Akibat adanya stimulus, individu memberikan respon berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Konteks persepsi dalam anggota kelompok tani terhadap kepemimpinan kelompok tani, respon ini bisa digunakan sebagai indikator keberhasilan pemimpin dalam mengefektifkan kelompok tani yang dipimpinnya.

(24)

Dari tabel 37, umur berkorelasi dengan persepsi tentang program sapta pesona dengan sifat korelasi/hubungan sangat signifikan negatif r = (-0,227). Hal ini bisa dipahami bahwa semakin usia produktif pekerja di hotel bertambah umur, khususnya pengelola/pimpinan dan karyawan hotel, persepsi mereka terhadap program sapta pesona berkurang atau tidak baik.

Pendidikan formal dan non formal

Lamanya seseorang mengikuti pendidikan formal maupun pendidikan nonformal atau terlebih pendidikan khusus dapat menambah pengalaman dan kedewasaan berpikir seseorang. Pendidikan memiliki tujuan menciptakan manusia yang berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi pola pikir, bertindak serta kemampuan menerapkan inovasi baru. Jadi pendidikan menjadi urutan pertama dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang (Rogers & Shoemaker 1971 ).

Seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya (Maryani 1995). Dengan demikian, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi kemampuan berfikir, memahami arti pentingnya hutan serta mencari solusi dari masalah-masalah yang ada. Seseorang akan lebih cepat memberikan tanggapan terhadap suatu masalah, melalui kemapuan berfikir dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki (Hasanuddin 2011).

Namun demikian dari hasil penelitian ini baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal tidak memiliki korelasi/hubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini dapat dipahami karena mayoritas pengelola/pimpinan dan karyawan mempunyai tingkat pendidikan yang relatif seragam mulai dari tingkat SLTA sampai sekolah dasar. Dari segi pendidikan non formal mayoritas mereka jarang mengikuti pelatihan, seminar atau workshop, dan sebagainya.

Lama bekerja

Konsekuensi masa depan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, dampak dari pengalaman, serta pengamatan seseorang terhadap yang lain (Bandura 1986). Selanjutnya atas pijakan pengalaman yang dimiliki dapat memberikan kemampuan mengasah intuisi bagaimana mengatasi suatu masalah tentang kegiatan pengolahan, menentukan harga, memilih karyawan dan memeliharanya sebagai bagian dari aset perusahaan. Hal demikian turut mempengaruhi tingkat kepuasan tamu atas pelayanan yang diterimanya.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa lama bekerja tidak mempunyai korelasi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini berarti lama atau tidaknya pengelola/pimpinan dan karyawan bekerja di hotel tidak berhubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi mereka terhadap program sapta pesona.

(25)

Intensitas komunikasi

Intensitas komunikasi dalam konteks penelitian ini adalah wawasan yang dimiliki pengelola/pimpinan dan karyawan hotel tentang program sapta pesona yang diperoleh dari berbagai sumber. Schramm (1973) mengemukakan bahwa perilaku pencarian informasi berhubungan dengan tingkat pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung mencari isi informasi melalui media cetak. Strategi peningkatan intensitas komunikasi antar pengelola dan pengusaha hotel dapat dilakukan melalui wadah organisasi kelompok usaha sejenis. Melalui wadah tersebut diupayakan adanya kegiatan berbagi pengalaman dengan para pengusaha yang lebih dahulu sukses.

Dari hasil penelitian, intensitas komunikasi tidak mempunyai korelasi atau hubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini berarti bahwa tingkat pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona tidak berhubungan dengan bagaimana cara atau dari mana mereka mencari atau mendapatkan informasi.

Keanggotaan dan status dalam kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang berhubungan satu sama lain sehingga menimbulkan saling ketergantungan. Soedijanto (1981) merangkum pengertian tentang kelompok, yaitu himpunan dua orang atau lebih yang bergabung dengan dasar persepsi, motivasi, tujuan, struktur (pengorganisasian peranan, norma dan kedudukan) tertentu serta adanya interaksi dan ketergantungan satu sama lain. Cartwright dan Zander (1960) memandang kelompok dengan titik berat pada adanya ketergantungan antar anggota dalam berbagai hal. Cartwright dan Zander (1960) menyebutkan bahwa terdapat empat fungsi kelompok yaitu: (1) media pencapaian tujuan bersama (goal achievement), (2) media usaha untuk mempertahankan kehidupan kelompok (group maintenance), (3) media untuk membantu anggota kelompok memperkuat kemampuannya, dan (4) media untuk membantu menetapkan hubungan dengan lingkungan sosialnya.

Melalui keanggotaan dalam kelompok, pengelola hotel mengalami proses komunikasi dan proses pendidikan. Keterlibatan dalam kelompok berpengaruh pada perilakunya, misalkan mengikuti jejak atas kesuksesan anggota kelompok, untuk menyusun strategi sesuai kondisi yang ada di tempat usahanya.

Dari hasil analisis, diperoleh hasil bahwa kenggotaan dan status dalam kelompok tidak mempunyai korelasi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini dapat dipahami karena organisasi maupun kelompok yang diikuti oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel cenderung tidak aktif.

Kemampuan menghadapi/mengendalikan risiko

Kemampuan mengambil risiko merupakan bagian dari jiwa kewirausahaan, yaitu kemampuan dalam membaca peluang, berinovasi, mengelola, dan menjual (Hendro 2006). Mengkaji tentang kegagalan usaha kecil, Griffin dan Ebert (2003).

(26)

Kemampuan mengendalikan risiko tidak mempunyai korelasi atau hubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Kemampuan mengendalikan risiko dalam konteks penelitian ini adalah dengan kata lain usaha hotel cenderung tidak berkorelasi karena setiap hotel mampun menghadapi setiap risiko yang terjadi di hotel bintang maupun non bintang.

Keterampilan teknis

Keterampilan teknis selalu diperlukan dalam usaha apapun, termasuk bidang perhotelan. Dengan keterampilan teknis yang baik diharapkan pengelola/pimpinan dan karyawan dapat menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu (Katz 1974). Keterampilan teknis dalam konteks ini, yang diduga berkorelasi atau memiliki hubungan sangat signifikan dengan adopsi inovasi sapta pesona tetapi pengetahuan dan persepsi tidak memiliki hubungan atau kolerasi, khusus adopsi program sapta pesona berkorelasi sangat signifikan (r = 0,271), berkaitan dengan pengelolaan produk, harga, pelayanan, promosi, hal-hal yang terkait dengan pengelolaan karyawan sejak rekrutmen hingga evaluasi kinerja, dan evaluasi kepuasan pelanggan. Hal tersebut juga berkaitan dengan bagaimana mereka menanggapi dan menindaklanjuti keluhan pelanggan/tamu, perawatan sarana dan prasarana usaha.

Dalam penelitian ini, keterampilan teknis mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan adopsi program sapta pesona, tetapi tidak berkorelasi dengan pengetahuan dan persepsi tentang program sapta pesona. Hal ini dapat dipahami karena keterampilan teknis erat hubungannya dengan semua unsur dalam sapta pesona. Misalnya dalam unsur kebersihan, karyawan hotel harus terampil dalam membersihkan dan menata hotel, baik kebersihan dalam kamar maupun di luar (lingkungan hotel).

Hubungan Lingkungan Usaha dengan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona

Dalam penelitian ini faktor lingkungan usaha yang diduga berkorelasi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona adalah kebijakan usaha, skala usaha, modal keuangan, tenaga kerja, sarana dan prasarana usaha, lokasi usaha dan kompetitor. Korelasi tersebut disajikan dalam tabel berikut:

(27)

Tabel 38 Korelasi lingkungan usaha hotel dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi program sapta pesona

Sub Variabel Karakteristik Individu Pengetahuan Program Sapta Pesona Persepsi Program Sapta Pesona Adopsi Program Sapta Pesona Kebijakan usaha .340** .312** .218** Skala usaha -.002 .262** .181 Modal keuangan .162 .069 .140 Tenaga kerja .321** .272** .441** Sarana usaha .272** .220* .332** Prasarana usaha .135 .100* .293** Lokasi usaha .173** .322** .284** Kompetitor .114 .202* .322**

Total lingkungan usaha .346** .389** .493**

Keterangan:

* korelasi signifikan pada alpha 0.05 ** korelasi signifikan pada alpha 0.01

Kebijakan usaha

Kebijakan usaha dalam konteks penelitian ini adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang mendukung diterapkannya program sapta pesona. Dari hasil penelitian ini kebijakan usaha berkaitan program sapta pesona mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan pengetahuan (r = 0.340), persepsi (r = 0.312), dan adopsi program sapta pesona (r = 0.218). Hal ini berarti dengan adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendukung program sapta pesona maka dapat diharapkan pengetahuan, persepsi dan adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel tentang program sapta pesona akan semakin baik, hal ini bisa dipahami kebijakan usaha dalam usaha hotel pemerintah memberi perhatian khusus melalui kebijakan dan peraturan daerah bahwa kebijakan pemerintah mendukung program sapta pesona sehingga pengetahuan dan persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel memahami dan dapat mengadopsi program sapta pesona dengan baik.

Skala usaha

Skala usaha merupakan tingkat besar kecilnya usaha perhotelan yang dalam konteks penelitian ini mengarah pada status hotel terkait fasilitas. Fasilitas hotel dimaksud adalah luas hotel, kapasitas kamar, jumlah ruangan rapat, jumlah karyawan, jumlah pengunjung harian (tamu yang menginap), dan omzet harian/bulanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif sangat signifikan antara skala hotel dengan persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel tentang dengan persepsi program sapta pesona (r = 0.262), tetapi tidak berkorelasi dengan pengetahuan dan adopsi program sapta pesona.

(28)

Modal keuangan

Modal keuangan dalam konteks penelitian ini meliputi asal modal usaha, besar modal keuangan dan investasi. Modal keuangan tidak mempunyai korelasi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona. Hal ini dapat dipahami karena pelaksanaan program sapta pesona di bidang perhotelan relatif tidak memerlukan modal besar. Pelaksanaan unsur-unsur program sapta pesona seperti keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kesejukan, keramahan maupun kenangan sebenarnya sudah termuat dalam kebijakan dan SOP hotel. Selain itu, dengan menerapkan unsur-unsur sapta pesona, secara otomatis akan menaikkan citra hotel di mata para pelanggan/tamu lebih baik.

Modal tenaga kerja

Dalam konteks penelitian ini, modal tenaga kerja berkaitan dengan jumlah, status, kesesuaian pendidikan tenaga kerja dengan bidang pekerjaan, dan kapasitas tenaga kerja berhubungan dengan pelatihan yang diselenggarakan hotel bagi mereka. Penempatan karyawan pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya akan mengarah pada prestasi dan kepuasan kerja yang tinggi (Robbins, 2001; Jones, 2002; di acu dalam Akbar 2009). Modal tenaga kerja mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan pengetahuan (r = 0.321), persepsi (r = 0.272) dan adopsi inovasi program sapta pesona (r = 0.441).

Sarana usaha

Sarana usaha yang dimaksud meliputi jumlah dan kualitas yang mamadai dari berbagai sarana yang dimiliki hotel seperti kamar (guest room), ruang pertemuan (meeting room), lobby, alat dan perlengkapan (cleaning manual and equipment) termasuk kamar mandi (bath room), toilet, furnitur, aksesoris kamar, pakaian seragam karyawan dan alat kerja yang mendukung kerja.

Dalam penelitian ini sarana usaha mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan pengetahuan (r=0.272) dan adopsi inovasi program sapta pesona (r=0.332), sedangkan dengan persepsi tentang sapta pesona, sarana usaha memiliki korelasi positif signifikan dengan koefisien korelasi sebesar (r= 0.220).

Hal ini dapat dipahami bahwa dengan fasilitas yang lengkap dan alat serta perlengkapan kerja yang mendukung baik jumlah maupun kualitasnya maka akan mendorong pengelola/pimpinan dan karyawan dalam melaksanakan program sapta pesona. Misalnya dalam unsur kebersihan, dengan peralatan yang memadai maka akan meningkatkan kualitas kebersihan hotel yang mendukung program sapta pesona. Dalam unsur keamanan, adanya sarana seperti cctv (close circuit television) akan meningkatkan keamanan dan memberi rasa aman kepada tamu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin memadai sarana dan fasilitas hotel yang dimiliki maka diharapkan akan dapat mendukung dan menerapkan program sapta pesona di hotel.

(29)

Prasarana usaha

Prasarana usaha yang dimaksud meliputi jaringan listrik sebagai sumber energi utama, instalasi gas, instalasi air, fasilitas ibadah, fasilitas parkir, saluran limbah, pembuangan sampah, toilet/rest room umum dan sebagainya. Dari hasil penelitian, terdapat korelasi positif sangat signifikan antara prasarana usaha dengan adopsi inovasi program sapta pesona (r=0.293) dan berkorelasi dengan persepsi (r=0.100) akan tetapi tidak berkorelasi dengan pengetahuan.

Hal ini dapat dipahami karena dengan prasarana yang memadai akan mendorong terlaksananya program sapta pesona. Dan hal ini berarti semakin memadai prasarana yang dimiliki hotel maka dapat diharapkan akan semakin baik pula adopsi inovasi program sapta pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel.

Lokasi usaha

Dari hasil penelitian, lokasi usaha hotel memiliki korelasi positif sangat signifikan dengan pengetahuan (r=0.173), persepsi (r=0.332) dan adopsi (r=0.284) inovasi program sapta pesona. Hal tersebut dapat dipahami bahwa lokasi usaha berkaitan dengan strategis tidaknya lokasi hotel dan tempat-tempat tujuan pelanggan/tamu, seperti obyek-obyek wisata, wisata belanja, perkantoran, sarana-sarana umum lainnya, maka tamu atau pelanggan akan dapat memilih hotel tersebut dengan baik. Diharapkan lokasi usaha pengelola/pimpinan dan karyawan hotel semakin strategis akan menambah, baik pengetahuan, persepsi dan adopsi terhadap inovasi program sapta pesona.

Kompetitor

Dari hasil penelitian, kompetitor mempunyai korelasi positif signifikan dengan persepsi (r=0.202) dan sangat signifikan dengan adopsi inovasi program sapta pesona (r=0.322). Kompetitor dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan dalam menghapi persaingan dengan hotel lain atau usaha sejenis terkait upaya peningkatan pelayanan dan mutu. Salah satu cara menaikkan persaingan adalah dengan meningkatkan unsur-unsur yang ada dalam program sapta pesona seperti peningkatan mutu kebersihan, keamanan, keindahan, kesejukan, ketertiban, keramahan dan kenangan. Kesemua unsur ini berhubungan dengan kesan yang diterima oleh pelanggan/tamu sehingga dapat mempertahankan pelanggan untuk tidak pindah ke hotel lain.

Hubungan Lingkungan Usaha dengan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona

Dari hasil penelitian, pengetahuan mempunyai korelasi sangat signifikan dengan persepsi dan korelasi signifikan adopsi program sapta pesona. Demikian pula dengan persepsi yang juga mempunyai korelasi sangat signifikan dengan

Gambar

Tabel 8  Karakteristik responden berdasarkan umur
Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan lama bekerja
Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam  organisasi/kelompok
Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan keterampilan teknis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungannya dapat dilihat dari pembelajaran Numbered Heads Together yang merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus,

cukup kuat untuk mempengaruhi mereka, yang ada malah saya yang di pengaruhi, dan kadang kalau saya melakukan kesalahan atau melukai hati Tuhan, saya sangat sulit untuk

Kesiapan kerja sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantara faktor yang dianggap memiliki pengaruh yang signifikan yaitu motivasi kerja, bimbingan karier, dan prestasi

Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia, dengan cara memahami struktur atom berdasarkan teori atom

11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi berbeda, yaitu di dalam Qanun Aceh subyek hukumnya adalah orang yang beragama Islam yang melakukan

Refleksi yang dilakukan guru dengan observer adalah mencatat hasil pembelajaran pada siklus I yang berupa kendala-kendala yang dialami siswa dalam proses

Patogen lain seperti Mycoplasma hominis, Haemophilus influenza, Streptococcus pyogenes, Bacteroides, yang berasal dari apendisitis atau diverkulitis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber informasi paling berkesan sebelum penyuluhan dengan tingkat pengetahuan santri mengenai