• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo (dulunya Zaire). Indonesia juga memiliki hutan hujan terluas di Asia. Luas hutan di Indonesia adalah sekitar 137 juta hektar.

Indonesia adalah negara terpenting penghasil berbagai kayu bulat tropis dan kayu gergajian, kayu lapis dan hasil kayu lainnya, serta pulp untuk pembuatan kertas. Lebih dari setengah hutan di negara ini, sekitar 54 juta hektar, dialokasikan untuk produksi kayu dan ada 2 juta ha lagi hutan tanaman industri yang telah didirikan, yaitu untuk memasok kayu pulp. Produksi hutan selain menghasilkan kayu sebagai hasil utama, juga menghasilkan produk lainnya dari hutan seperti arang, tengkawang, kopul, minyak atsiri kayu gaharu dsb. Hasil produksi hutan Indonesia merupakan produk unggulan komparataif terhadap negara-negara lain dan sebagian dari hasil produksi produk hutan diekspor ke negara lain dan produk kayu merupakan penghasil devisa nomor satu dari sektor non migas.

(2)

Kayu adalah bagian batang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami lignifikasi. Kayu digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari memasak, membuat perabot (meja, kursi), bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan-hiasan rumah tangga dan sebagainya.

Kebutuhan manusia akan kayu dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan rumah tangga yang membutuhkan rumah sebagai tempat tinggalnya. Kebutuhan kayu tersebut selama ini diperoleh dari penebangan pohon di hutan alam dan sebagian lagi dipenuhi dari hutan tanaman. Saat ini kebutuhan masyarakat akan kayu semakin sulit dipenuhi karena di satu pihak potensi dan volume tebangan di hutan alam semakin berkurang dan di lain pihak keberhasilan pengelolan hutan tanaman belum tampak menggembirakan, walaupun sudah banyak HPHTI yang diberikan konsesi dalam kawasan hutan. Dampak yang dirasakan dengan menurunnya jumlah pasokan kayu adalah industri kayu mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku sehingga menyebabkan naiknya harga bahan baku serta harga jual dari produk kayu tersebut.

Ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh industri kayu untuk mengurangi dan melakukan efisiensi pengunaan bahan bakunya, yaitu: (i) menggunakan mesin-mesin dengan presisi tinggi sehingga limbah kayu yang dihasilkan seminimal mungkin, (ii) menggunakan kayu-kayu yang kurang dikenal (less known species-LKS), (iii) mengintegrasikan proses produksinya dalam upaya mencapai bebas limbah (zero waste), dan (iv) mengawetkan produk kayu sehingga 1

(3)

lebih tahan lama dalam pemakaiannya. Upaya pengawetan kayu sebenarnya sudah lama dilaksanakan, namun dalam perjalannya banyak menghadapi hambatan dan kendala sehingga industri pengawetan kayu yang ada baik berskala usaha kecil, menengah, dan besar tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Kendala-kendala tersebut meliputi: biaya pengawetan yang relatif tinggi, kayu yang sudah diawetkan mempunyai harga yang relatif tinggi dan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat, kebijakan dan perundangan yang ada belum mendukung berkembangannya penggunaan kayu yang diawetkan sehingga industri-industri pengewatan kayu tidak berkembang bahkan banyak yang bangkrut.

Industri untuk kayu olahan mulai dikembangkan dan di ekspor oleh pabrik-pabrik di wilayah Indonesia yaitu sekitar tahun 1986 mengikuti kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya “melarang untuk ekspor kayu bulat dan hanya memperrbolehkan mengekspor kayu gergajian maupun kayu olahan sejenisnya, seperti lemari, kursi, laminating board, wood panel dan kebutuhan furniture lainnya.

Perkembangan industri khususnya di bidang mebel dapat kita lihat dari jumlah ekspor barang jadi kayu yang pada tahun 1986 berjumlah 99 juta dollar amerika dan pada setiap tahun selanjutnya baik menjadi 527 juta dollar amerika pada tahun 1997. Konsumen industri kayu gergajian di indonesia yang terbesar adalah pada sektor perumahan dan sektor kostruksi. Selanjutnya mulai tahun 1986 industri hilir baru mulai didirikan, misalnya industri perabot rumah dari kayu moulding dan laminating dsb. Konsumsi kayu olahan di indonesia sendiri lebih besar dibandingkan dengan produk kayu yang diekspor, meskipun ekspor produk kayu olahan sangat potensial.

(4)

Permintaan di luar negeri atas perabot rumah tangga maupun barang komponen dari kayu, cukup mantap dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada periode krisis ekonomi yang melanda Indonesia masa kini, peningkatan ekspor barang-barang dengan nilai tambah tinggi adalah salah satu langkah untuk mengatasi krisis. Industri kayu olahan yang padat tenaga kerja dapat menciptakan peluang kerja dan dapat pula menahan daya beli (konsumsi) di daerah di mana perusahaan ekspor tersebut berada.

Subsektor industri kayu olahan yang memproduksi perabot maupun komponen kayu untuk pasar ekspor mempunyai prospek bisnis yang sangat baik, karena bahan baku, tenaga kerja maupun sebagian besar dari faktor produksi lain berasal dari dalam negeri.

Permasalahan umum yang paling menonjol dihadapi industri perkayuan dewasa ini adalah berkaitan dengan besarnya celah antara kebutuhan (sekitar 60 juta m /tahun) 3 dan pasokan kayu (sekitar 24-25 juta m /tahun) (Purwanto, 2007).

Kerisauan atas kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan kayu dewasa ini hendaknya menjadikan hikmah, yaitu menyadarkan semua pihak betapa pentingnya pemanfaatan kayu secara optimal dan rasional. Kondisi itu juga seharusnya memacu upaya kreatif dan inovatif untuk mengantisipasinya agar kebutuhan akan kayu dapat terpenuhi. Beberapa upaya untuk mengatasi hal tersebut sudah dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan kayu yang berasal dari Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Rakyat (HR), kayu perkebunan karet dan randu serta bahan berlignoselulosa lain seperti bambu, batang kelapa dan kelapa sawit.

(5)

Menurut Departemen Perindustrian RI (2005), bahwa permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan industri adalah: pertama, ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan komponen, kedua: keterkaitan antara sektor industri dan sektor induftri dengan sektor ekonomi lainnya masih relatif lemah, ketiga: struktur industri yang hanya didominasi oleh beberapa cabang industri, keempat: ekspor produk industri dikuasai oleh beberapa cabang industri, dan kelima: masih lemahnya kemampuan kelompok industri kecil dan menegah.

Sumberdaya yang potensinya tinggi dan sudah diakui keberadaannya namun pemanfaatannya yang tidak optimal adalah sumberdaya hutan. Sedemikian besarnya peranan sumberdaya hutan tersebut sehingga Indonesia menjadi suatu negara yang disebut sebagai paru-paru dunia. Produk-produk yang dihasilkan dari sektor ini pun mempunyai kontribusi yang penting dalam perolehan devisa negara. Faktor-faktor tersebut yakni sumberdaya hutan yang banyak tersedia dan besarnya permintaan pasar mendorong bermunculannya industri-industri pengolahan kayu, mulai dari industri penggergajian, plywood, pulp dan kertas, furniture serta industri pengolahan lainnya.

Industri pengolahan kayu di Sumatera Utara mencakup industri kayu gergajian (sawmill), kayu lapis (plywood), pulp, moulding, korek api dan chopstik. Industri sawmill, plywood dan pulp merupakan industr kayu hulu. Industri-industri tersebut tidak hanya mengolah produk-produk yang siap dipasarkan, tetapi juga mengolah kayu bulat menjadi produk yang dibutuhkan sebagai bahan baku bagi

(6)

industri-industri hilir seperti moulding dan mebel. Di mana industri hilir ini mengolah bahan baku tersebut menjadi barang jadi.

Industri pengolahan kayu yang membutuhkan pasokan kayu bulat adalah industri yang langsung mengolah kayu (industri pengolahan kayu hulu) seperti industri kayu gergajian, pulp dan kayu lapis. Di Sumatera Utara industri korek api dan chopstick juga langsung memasok kayu bulat. Sedangkan industri pengolahan kayu hilir seperti moulding dan mebel (furniture) mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian. Dengan demikian berkembangnya industri hilir sangat ditentukan oleh industri pengolahan kayu hulu sebagai pemasok bahan baku. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu Meranti, Pinus dan Karet. Kebutuhan industri terhadap kayu bulat ditentukan oleh kapasitas terpasang dari industri serta efisiensi penggunaan bahan baku. Selama ini kapasitas terpasang industri pengolahan kayu di Sumatera Utara cenderung jauh melebihi kemampuan produksi kayu bulat. Hal tersebut otomatis menyebabkan industri kesulitan dalam mendapatkan bahan baku. Secara umum di Propinsi Sumatera Utara, kekurangan bahan baku untuk mencukupi kebutuhan.

Industri pengolahan kayu yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah industri kayu lapis. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah tentang peningkatan industri terpadu, yang berintikan industri kayu lapis. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendorong berkembangnya industri kayu lapis. Dengan adanya kebijakan tersebut maka sebagian investasi dialokasikan ke industri kayu lapis. Pada industri kayu gergajian dan kayu lapis menunjukkan penurunan jumlah tenaga kerja

(7)

karena adanya penurunan produksi. Untuk industri moulding dan komponen bahan bangunan serta industri perabotan dan kelengkapan rumah tangga menunjukkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja. Namun kualitas sumber daya manusia pada pekerja masihlah kurang. Ini menyebabkan kurang berkembangnya industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

Investasi di Kabupaten Serdang Bedagai cukup baik, banyak investor yang datang dari luar daerah baik dalam negeri maupun luar negeri. Ini dikarenakan melihat kondisi daerah yang cukup kondusif dan memang sedang dalam tahap pengembangan diri. Proses pengurusan izin usaha pun tergolong tidak sulit karena pelayanannya sudah menggunakan sistem pelayanan terpadu sehingga memudahkan investor serta pengusaha dalam mengembangkan usahanya. Penanaman modal pada Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai cukuplah tinggi walaupun jumlah industri masih sedikit. Pengembangan pembangunan ekonomi akan terlaksana bila pembentukan modal berjalan baik. Oleh sebab itu pembangunan yang berhasil akan tetap berusaha meningkatkan modalnya. Dengan begitu akan tercipta pembangunan yang diidamkan masyarakat serta pemerintah.

Adapun nilai produksi Industri Pengolahan Kayu di Kabupaten Serdang Bedagai cukuplah tinggi, yaitu tertinggi kedua setelah industri pati ubi. Hasil produksi yang beragam seperti kayu lapis, gergajian, pengawetan, moulding dan lainnya ternyata lebih banyak dipasok ke luar daerah berdasarkan permintaan pasar. Namun kurang dipasarkan di daerah sendiri. Beberapa alasannya adalah perusahaan sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan lain di daerah lain untuk memasok

(8)

barang ke perusahaan tersebut. Karena beberapa barang merupakan barang setengah jadi (hulu) maka dipasok ke perusahaan hilir.

Di Kabupaten Serdang Bedagai Industri Pengolahan Kayu mulai berkembang sejak sebelum dimekarkannya Kabupaten Serdang Bedagai pada Tahun 2004, hingga saat ini terdapat 15 industri pengolahan kayu yang mana memiliki nilai produksi tertinggi kedua setelah industri pati ubi kayu. Oleh karena hal tersebut saya mencoba meneliti industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai bahan baku berpengaruh terhadap nilai produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai ?

b. Apakah nilai produksi dan investasi berpengaruh terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai bahan baku terhadap nilai produksi industri pengolahan kayu di Kabupaten Serdang Bedagai. b. Untuk menganalisis pengaruh nilai produksi dan investasi terhadap pengembangan

(9)

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan rujukan/informasi dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi usaha lokal. b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk melakukan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari pemaparan singkat permasalahan diatas apakah kondisi fisik dan keterampilan dasar masih kurang atau sudah baik makapenulissangat tertarik untuk

institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan pelayanan kesehatan rujukan dan khusus.. RENSTRA-SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Tahun

Kunci pas berfungsi untuk membuka/memasang baut/mur yang tidak terlalu kuat momen pengencangannya dan juga untuk melepas baut yang sudah dikendorkan dengan kunci

Suatu kesempatan yang berharga bagi penulis untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan Magister Manajemen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan

Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara  progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari udara

Oleh sebab itu parameter struktur pemecah gelombang yang berperan dalam proses transmisi adalah lebar puncak, kedalaman relatif, kemiringan, bentuk dan susunan

Melalui studi lapangan ini dapat diidentifikasi topik permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, yaitu tentang diperlukannya perbaikan teknik budidaya tanaman

Output atas dasar harga berlaku diperoleh berdasarkan perkalian indikator produksi dengan indikator harganya untuk masing-masing angkutan penumpang dan barang baik