• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERANCANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI

BUDIDAYA RIMPANG TEMU LAWAK DENGAN

SIKLUS PDCA (PLAN, DO, CHECK, AND

ACTION) DI KLASTER BIOFARMAKA

KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

MARTHA CINTYA P.

I0308106

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

(2)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Tingginya harga pengobatan dan obat-obatan kimia mendorong masyarakat untuk mencari dan beralih ke jenis pengobatan alternatif, yaitu dengan pengobatan secara alami yang memanfaatkan khasiat dari berbagai jenis tanaman obat (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2006). Hal tersebut mengakibatkan permintaan akan produk herbal semakin meningkat. Peningkatan permintaan back to

nature mengkonsumsi produk-produk alami

(Martha Tilaar Innovation Center, 2002).

Hingga saat ini peningkatan permintaan produk herbal tersebut belum mampu terpenuhi. Bahkan beberapa perusahaan obat-obatan herbal mengimpor beberapa jenis bahan bakunya dari RRC, India, dan Vietnam (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2006). Hal tersebut sangat ironis bila mengingat potensi alam Indonesia yang sangat kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya flora.

Berdasarkan Kebijakan Obat Tradisional Nasional (Kotranas) Tahun 2007, kekayaan alam flora Indonesia meliputi lebih kurang 30.000 spesies, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat (tanaman biofarmaka), dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisonal oleh industri obat tradisional nasional. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut maka, pemerintah mengembangkan klaster biofarmaka. Klaster biofarmaka merupakan perkumpulan petani biofarmaka pada masing-masing daerah. Pemerintah daerah yang mengembangkan klaster biofarmaka ini antara lain Wonogiri, Semarang, dan Karanganyar. Menurut BPP Jateng (2010), Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar merupakan klaster biofarmaka yang berpotensi tinggi menjadi salah satu sentra biofarmaka di

(3)

commit to user

I-2

Indonesia, sebab sektor pertanian tanaman obat memberikan kontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karangayar.

Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar beranggotakan 10 kelompok tani biofarmaka yang berasal dari 6 kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar memiliki luas area 270 Ha dengan komoditas utama jahe, temu lawak, dan kunyit. Potensi produksi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar meliputi 544 ton jahe, 940 ton kunyit, dan 365,7 ton temu lawak per tahun.

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2006), kebutuhan akan temu lawak untuk industri dalam negeri mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 kebutuhan mencapai 6.813 ton/tahun, meningkat di tahun 2001 sebesar 7.170 ton/tahun, dan selanjutnya pada tahun 2002 mengalami peningkatan hingga mencapai 8.104 ton/tahun. Pribadi mengatakan bahwa pada tahun 2006 kebutuhan industri akan rimpang segar temu lawak mencapai 21.359 ton/tahun dan pada tahun 2008 mencapai 42.147 ton/tahun (Rahardjo, 2010). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa temu lawak merupakan salah satu jenis tanaman biofarmaka yang paling dibutuhkan oleh industri jamu nasional. Salah satu industri jamu terbesar di Indonesia yang membutuhkannya adalah PT. Sido Muncul yang juga merupakan target pasar utama Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. Namun, hingga saat ini produk rimpang temu lawak Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar belum mampu memenuhi syarat atau standar sebagai bahan baku PT. Sido Muncul.

Standar bahan baku yang disyaratkan antara lain meliputi standar kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas. Dari segi kualitas, kualitas temu lawak yang sesuai dengan standar PT. Sido Muncul adalah berumur minimal 8 bulan, berukuran besar, sehat, segar, serta berkulit kencang dan cerah. Namun faktanya, seluruh standar kualitas tersebut belum mampu terpenuhi oleh Klaster Biofarmaka Karanganyar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ketidakteraturan dalam melakukan prosedur budidaya serta kesalahan pada teknik dan lokasi penyimpanan hasil panen rimpang. Faktor-faktor penyebab permasalah tersebut antara lain faktor method, material, environment, dan man. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sebuah sistem penjaminan kualitas secara

(4)

commit to user

I-3

kontinyu melalui perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) dalam kegiatan budidaya temu lawak.

Gaspersz (2006) menyatakan bahwa continuous improvement merupakan salah satu cara untuk mengendalikan proses yang sedang berlangsung agar terjadi peningkatan kualitas. Penerapan continuous improvement dilakukan melalui 4 tahap yang dikenal sebagai siklus Deming, yaitu Plan, Do, Check, and Action (PDCA). Melalui siklus PDCA dapat ditentukan perbaikan berupa perancangan sistem penjaminan kualitas, yaitu Standard Operating Procedure (SOP) budidaya rimpang temu lawak. (SOP dalam Bahasa Indonesia yakni Standar Prosedur Operasi).

SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan, serta penggunaan fasilitas-fasilitas proses yang dilakukan oleh orang-orang di dalam organisasi berjalan secara efektif (dan efisien), konsisten standar, dan sistematis (Tambunan, 2011). Pengembangan dan penggunaan SOP dapat meminimasi variasi output dan meningkatkan kualitas melalui implementasi yang konsisten pada proses atau prosedur di dalam organisasi (U.S. EPA, 2007).

Dengan mengimplementasikan prosedur budidaya temu lawak sesuai SOP yang dirancang maka, diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin kualitas produk rimpang temu lawak yang dihasilkan sehingga memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan. Selain itu, SOP ini dapat dimanfaatkan oleh Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sebagai sebuah pedoman kegiatan budidaya temu lawak dan sebagai percontohan bagi anggota-anggotanya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak melalui siklus PDCA sebagai continuous improvement Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar kualitas hasil panennya terjamin dan memenuhi standar kualitas bahan baku pabrikan.

(5)

commit to user

I-4

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas terdapat tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu merancang Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak melalui siklus PDCA sebagai continuous improvement Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar kualitas hasil panennya terjamin dan memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kualitas hasil panen rimpang temu lawak Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sehingga memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

2. Mewujudkan sistem produksi yang berkelanjutan dan continuous improvement budidaya tanaman obat temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar. 3. Meningkatkan daya saing produk.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pa penelitian ini antara lain:

1. Penelitian hanya difokuskan pada permasalahan kualitas hasil panen dari budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar. 2. Budidaya rimpang temu lawak meliputi pemilihan bibit, penyemaian bibit,

penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian OPT, dan pemanenan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang mengenai permasalahan yang akan dibahas, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai, serta batasan masalah yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan landasan teori yang merupakan penjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan

(6)

commit to user

I-5

masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar mengenai metode yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari berbagai sumber.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil pengolahan data sesuai permasalahan yang dirumuskan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dan saran-saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.

(7)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan teori dalam penelitian tugas akhir.

2.1 Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar

Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang gambaran Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.

2.1.1 Gambaran Umum Klaster Biofarmaka

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu sentra tanaman biofarmaka di Jawa Tengah, yang menyediakan bahan baku jamu tradisional yang jumlahnya melimpah. Tanaman biofarmaka ini dapat tumbuh baik secara alami maupun dibudidayakan oleh para petani baik perorangan maupun kelompok. Menurut data dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, Kabupaten Karanganyar memiliki luas lahan tanaman obat-obatan sekitar 200 Ha (BPP Jateng, 2010). Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan potensi biofarmaka yang cukup besar Pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk Klaster Biofarmaka pada bulan Maret 2011. Klaster ini beranggotakan gabungan dari beberapa kelompok tani biofarmaka di Kabupaten Karanganyar antara lain:

1. Kelompok Tani Sumber Rejeki dari Kecamatan Jumantono. 2. Kelompok Tani Madu Asri II dari Kecamatan Ngargoyoso. 3. Kelompok Tani Kridotani dari Kecamatan Kerjo.

4. Kelompok Tani Aneka Karya Lestari dari Kecamatan Mojogedang. 5. Kelompok Tani Tresno Asih dari Kecamatan Jumapolo.

6. Kelompok Tani Sedyo Tekad dari Kecamatan Jatipuro. 7. Kelompok Tani Ngudi Mulyo dari Kecamatan Kerjo. 8. Kelompok Tani Tani Waras dari Kecamatan Jatipuro 9. Kelompok Tani Ngudi Makmur dari Kecamatan Jumantono. 10. Kelompok Tani Kismo Mulyo dari Kecamatan Jumapolo.

(8)

commit to user

II-2

2.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Klaster Biofarmaka

Visi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah mewujudkan Kabupaten Karanganyar sebagai sentra biofarmaka di Indonesia. Misi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan luas lahan, ketrampilan budidaya toga, dan kualitas produksi. 2. Kerjasama dengan pemerintah dan pelaku pasar serta pengembangan usaha

berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.

Tujuan Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan jumlah produksi dan penghasilan petani.

2. Terbentuknya home industry biofarmaka berupa simplisia, tepung/serbuk, dan jamu instan.

3. Meningkatkan kesejahteraan para anggota klaster dan masyarakat.

2.1.3 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka

Struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klaster Biofarmaka Karanganyar

(9)

commit to user

II-3

Adapun tugas, wewenang, serta tanggung jawab pada setiap struktur organisasi Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut: 1. Ketua

a. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang ada di klaster. b. Mengkoordinir semua kelompok tani yang menjadi anggota klaster. c. Menyelesaikan dan mencari solusi atas semua permasalahan yang terjadi

dari hulu ke hilir yang meliputi budidaya, panen, pasca panen, pengolahan, pemasaran, permodalan, serta sarana dan prasarana yang dapat menunjang produktivitas klaster.

2. Wakil Ketua I dan II

Membantu kerja ketua untuk mengkoordinir semua kegiatan yang ada di klaster.

3. Sekretaris

Mencatat dan melaporkan semua kegiatan dari hulu ke hilir berdasarkan laporan dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) terkait kegiatan.

4. Wakil Sekretaris

Membantu kerja sekretaris dalam hal kearsipan laporan semua kegiatan yang dilaksanakan di klaster.

5. Bendahara

Mencatat semua pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan termasuk permodalan.

6. Produksi Usaha

Mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dengan budidaya dan pengolahan pasca panen.

7. Pengolahan dan Pemasaran

Mengkoordinir dan memfasilitasi semua kegiatan yang terait dengan pemasaran.

8. Usaha

Membantu kelancaran kegiatan setiap unit usaha yang terdapat di klaster.

2.1.4 Produktivitas Klaster Biofarmaka

Jumlah anggota Klaster Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah 400 petani biofarmaka. Berbagai komoditas yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

(10)

commit to user

II-4

Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka

No. Jenis Komoditas Luas (Ha) Jumlah Hasil Panen (Ton)

1. Jahe 77 544 2. Kunyit 94 940 3. Kencur 16 93 4. Temu lawak 39 365 5. Lengkuas 31 287 6. Kunyit Mangga 5 45 7. Kunyit Putih 3 38 8. Bengle 5 30 9. Temu Ireng 5 30 10. Temu Kunci 3 18

Sumber: Klaster Biofarmaka, 2012

2.2 Gambaran Umum Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai sejarah singkat, visi dan misi, serta tugas pokok dan fungsi B2P2TO-OT Tawangmangu.

2.2.1 Sejarah Singkat

B2P2TO-OT merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Badan Litbang Kesehatan yang dirintis dari usaha tanaman obat Hortus Medicus pada tahun 1948. Seiring dengan berubahnya kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan turut berimplikasi terhadap induk organisasi Hortus Medicus, mulai dari Lembaga Farmasi dan Obat, Balai POM, hingga kemudian menjadi Balai Penelitian

Tanaman Obat (BPTO) berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.

149/Menkes/SK/IV/78 pada tanggal 28 April 1978.

Secara kelembagaan BPTO membutuhkan pengembangan organisasi agar mampu menampung seluruh kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan lembaga dari hulu hingga hilir, yaitu tanaman obat ke obat tradisional. Mengacu perkembangan tersebut, pemerintah melalui menteri kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.149/Per/Menkes/VII/2006 tertanggal 17 Juli 2006 yang menetapkan BPTO dikembangkan menjadi B2P2TO-OT.

(11)

commit to user

II-5

2.2.2 Visi dan Misi

Adapun visi dan misi B2P2TO-OT Tawangmangu adalah sebagai berikut: 1. Visi

Menjadi institusi unggulan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.

2. Misi

a. Melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.

b. Mengembangkan jaringan informasi penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.

c. Meningkatkan kemampuan SDM Litbang tanaman obat dan obat tradisional.

d. Memberdayakan masyarakat dan pelaksana program dalam pengembangan pemanfaatan tanaman obat dan obat tradisional.

e. Meningkatkan kemampuan institusi penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional.

f. Menyebarluaskan hasil-hasil Litbang tanaman obat dan obat tradisional.

2.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi

B2P2TO-OT mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan tugas tersebut B2P2TO-OT mempunyai fungsi:

1. Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi penelitian dan/ atau pengembangan di bidang tanaman obat dan obat tradisional.

2. Pelaksanaan eksplorasi, inventarisasi, identifikasi, adaptasi, dan koleksi plasma nutfah tanaman obat.

3. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi dan pelestarian plasma nutfah tanaman obat.

4. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi standardisasi tanamn obat dan bahan baku obat tradisional.

5. Pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraan di bidang tanaman obat dan obat tradisional.

(12)

commit to user

II-6

6. Pelatihan teknis di bidang pembibitan, budidaya, pasca panen, analisis, koleksi spesimen tanamn obat, serta uji keamanan dan kemanfaatan obat tradisional. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.3 Budidaya Tanaman

Budidaya tanaman adalah mengelola pertumbuhan tanaman dari mulai tanam hingga panen serta memenuhi persyaratan tumbuh tanaman yang dikelola tersebut. Pada awalnya, orang tidak bercocok tanam di suatu tempat melainkan hanya mengambil dari tumbuhan liar di sekitarnya untuk dapat dimanfaatkan dan dimakan. Namun, perkembangan selanjutnya orang mulai melakukan bercocok tanam dengan menanam tanaman yang mereka perlukan, walaupun masih bersifat sederhana karena mereka masih menanam tanaman pada habitatnya. Selanjutnya, dengan semakin berkembangnya populasi manusia dan meningkatnya kebutuhan pangan, orang mulai berpikir untuk melakukan bercocok tanam dalam bentuk perladangan, persawahan, atau bentuk pertanaman lainnya dalam suatu tempat tertentu dan terus-menerus. Dari sinilah timbul istilah budidaya dalam arti lebih luas, meliputi pemuliaan tanaman untuk dapat menemukan jenis dan varietas baru yang mempunyai kualitas dan produksi yang lebih baik dan sempurna. Manfaat lain dari adanya budidaya antara lain:

1. Jaminan kualitas unggul sesuai yang diharapkan. 2. Jaminan keseragaman kualitas.

3. Pengaturan masa tanam dan masa panen. 4. Pengaturan kebutuhan pasokan bahan baku. 5. Jaminan kuantitas produk yang dibutuhkan pasar.

6. Penanggulangan gangguan hama dan penyakit secara terpadu.

Upaya budidaya dewasa ini juga telah dilembagakan, tidak hanya bagi kalangan pelaku pertanian (petani, peternak, dan nelayan) saja tetapi, juga diwajibkan hingga di kalangan industri. Hal ini penting artinya mengingat industri adalah pelaku utama dalam skenario pemanfaatan sumber daya alam secara besar-besaran sehingga diperlukan upaya budidaya yang bertujuan untuk konservasi dan menjamin keberlanjutan supply.

(13)

commit to user

II-7

2.4 Temu Lawak

Temu lawak merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dikenal oleh masyarakat. Tanaman obat ini dominan digunakan sebagai bahan baku industri obat dan kosmetika tradisional dan jarang dimanfaatkan untuk rempah ataupun bumbu. Dalam skala nasional, penggunaan produk olahan kering temu lawak (simplisia) sebagai obat-obatan herbal menduduki peringkat tertinggi. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penggunaan Simplisia Tingkat Nasional

Nama Tanaman Penggunaan (Ton)

Temu lawak Lempuyang gajah Jahe Lengkuas Cabai jamu Kedawung Kencur Lempuyang wangi Temu hitam Pulasari Adas Bangle Kunyit Alang-alang Temu kunci Cabai 285 220 200 160 155 140 107 105 67 64 64 63 55 50 48 37 Sumber: Martha Tilaar Innovation Center, 2002

Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (2011), temu lawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Klasifikasi dari tanaman temu lawak yaitu:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma Xanthorrhiza Roxb.

Tanaman temu lawak berbentuk semak tahunan. Seluruh batangnya terdiri dari pelepah-pelapah daun yang menyatu dan mempunyai umbi batang. Tinggi

(14)

commit to user

II-8

tanaman antara 50-200 cm, tumbuh tegak dan berumpun. Daun berbentuk jorong, memanjang, permukaan atas daun berwarna hijau tua bergaris-garis cokelat, panjang daun 20-80 cm, lebar daun 15-30 cm, serta tulang daun menyirip dan licin. Permukaan bawah daun berwarna hijau pucat dan mengkilat. Bunga pendek dan lebar, berwarna kuning muda atau kuning bertabur warna merah di puncaknya, panjang helaian bunga 2,5-3,5 cm, panjang tongkol bunga 10-20 cm. Rimpang berbentuk bulat atau bulat telur, dari luar berwarna kuning tua atau cokelatkemerahan, sedang sisi dalam jingga kecokelatan. Dari induk rimpang akan tumbuh rimpang-rimpang baru ke arah samping. Rimpang baru ini lebih kecil, berwarna lebih muda, serta bentuknya beraneka ragam. Aroma rimpang harum, tajam, serta rasanya pahit sedikit pedas. Ujung-ujung akar biasanya membengkak, membentuk umbi kecil berbentuk bulat sampai bulat telur.

Gambar 2.2 Tanaman Temu Lawak

Sumber: Klaster Biofarmaka, 2012

Temu lawak sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat, baik sebagai tanaman tumpang sari maupun sekedar penghias pekarangan. Tanaman ini berasal dari Jawa yang kemudian menyebar ke beberapa tempat di kawasan Indo-Malaysia. Tumbuhan ini mampu hidup pada hampir semua jenis tanah, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (kira-kira 750 m dpl) serta menyukai tempat-tempat yang teduh atau ternaungi. Produksi rimpang temu lawak amat tergantung pada pemeliharaan dan tempat tumbuhnya.

(15)

commit to user

II-9

2.5 Pengertian Kualitas

Tjiptono dan Diana (1996) menyebutkan beberapa definisi kualitas dari beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Joseph Juran

ualitas adalah kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Pendekatan Juran adalah orientasi yang memenuhi harapan pelanggan.

2. Deming

terus-3. Crosby

Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan (meet the requirements 4. Feigenbaum

pelayanan yang meliputi pemasaran, keteknikan, manufaktur, dan perawatan, di mana seluruh produk dan pelayanan yang digunakan disesuaikan dengan harapan/kebutuhan

Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah produk (barang atau jasa) dapat dikatakan berkualitas apabila produk tersebut memenuhi persyaratan yang dapat memberikan kepuasan terhadap ekspektasi pelanggan.

2.6 Fish Bone Diagram

Bentuk diagram ini mirip dengan kerangka ikan sehingga disebut sebagai fish bone diagram. Fish bone diagram terdiri dari garis dan simbol yang dirancang untuk mewakili hubungan antara efek dan penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai cause and effect diagram. Selain itu diagram ini biasanya disebut diagram Ishikawa, setelah Dr. Kaoru Ishikawa yang dianggap sebagai bapak QC Circles. Fish bone diagram adalah alat yang sangat efektif untuk menganalisis penyebab terjadinya masalah.

(16)

commit to user

II-10

Gambar 2.3 Fish Bone Diagram

Sumber: Furuy et.al, 2003

Furuy et.al (2003) menyatakan bahwa terdapat empat langkah untuk menganalisis penyebab masalah menggunakan fish bone diagram, yaitu:

1. Tuliskan masalah di sisi kanan dan kotakkan masalah tersebut. Gambarlah main arrow dari kiri ke kanan, dengan kepala panah menunjuk ke masalah. 2. Identifikasi semua kategori utama penyebab masalah, contohnya man,

machine, material, method, dan environment. Gunakan branch arrow untuk menghubungkan kategori ke main arrow.

3. Gunakan twig arrow untuk menghubungkan penyebab utama yang diidentifikasi pada langkah 2 sampai pada masing-masing branch arrow. 4. Identifikasi penyebab rinci dari setiap penyebab utama dan hubungkan

penyebab-penyebab tersebut ke twig arrow, dengan menggunakan twig arrow yang lebih kecil.

2.7 Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure (SOP))

Pada sub bab ini berisi tentang pengertian, tujuan, manfaat, dan tahap-tahap teknis penyusunan SOP.

2.7.1 Pengertian SOP

Standard Operating Procedure (SOP) adalah seperangkat instruksi tertulis yang mendokumentasikan aktivitas rutin atau berulang yang dilakukan oleh suatu organisasi (United States Environmental Protection Agency dalam Susiandari (2007)). Perkembangan dan penggunaan SOP adalah bagian yang integral dari sistem kualitas yang berhasil karena SOP menyediakan informasi untuk individual sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan benar, serta memfasilitasi konsistensi kualitas dan kesempurnaan produk atau hasil akhir.

(17)

commit to user

II-11

2.7.2 Tujuan SOP

SOP membuat rincian proses kerja berulang yang biasa dilakukan dalam suatu organisasi. SOP mendokumentasikan cara aktivitas dilakukan untuk memfasilitasi penyesuaian yang konsisten terhadap kebutuhan sistem teknis dan kualitas serta mendukung kualitas data. SOP cenderung spesifik terhadap organisasi atau fasilitas dimana aktivitasnya digambarkan dan membantu organisasi tersebut untuk mempertahankan proses kontrol dan penjaminan kualitas serta memastikan pelaksanaannya terhadap aturan.

2.7.3 Manfaat SOP

Perkembangan dan penggunaan SOP mengurangi variasi dan meningkatkan kualitas melalui penerapan konsisten dari proses atau prosedur dalam organisasi, bahkan jika terjadi perubahan personil secara sementara atau permanen. SOP dapat menunjukkan pelaksanaan dengan kebutuhan organisasional dan pemerintahan serta dapat digunakan sebagai bagian dari program pelatihan personil, karena SOP harus menyediakan instruksi kerja secara rinci. Ketika data historis dievaluasi untuk penggunaan saat ini, SOP juga dapat berguna untuk merekonstruksi aktivitas proyek ketika tidak ada referensi lain yang tersedia. Sebagai tambahan, SOP kadang-kadang juga digunakan sebagai checklist oleh pemeriksa ketika mengaudit prosedur.

Tambunan (2011) menyebutkan beberapa manfaat teknis SOP bagi organisasi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menjamin adanya standarisasi kebijakan, peraturan, baik yang dibuat intern organisasi maupun dari ekstern, misalnya undang-undang, maupun yang berupa aturan lainnya dari institusi seperti Bapepam, dan lain-lain.

2. Menjamin adanya standarisasi pelaksanaan setiap prosedur operasional standar yang telah ditetapkan menjadi pedoman baku organisasi.

3. Menjamin adanya standarisasi untuk penggunaan dan distribusi formulir, blanko, dan dokumen dalam prosedur operasional standar.

4. Menjamin adanya standarisasi sistem administrasi (termasuk kegiatan penyimpanan arsip dan sistem dokumentasi).

5. Menjamin adanya standarisasi validasi dalam alur kegiatan yang telah ditetapkan.

(18)

commit to user

II-12 6. Menjamin adanya standarisasi pelaporan. 7. Menjamin adanya standarisasi kontrol.

8. Menjamin adanya standarisasi untuk pelaksanaan evaluasi dan penilaian kegiatan organisasi.

9. Menjamin adanya standarisasi untuk pelayanan dan tanggapan kepada pihak luar organisasi.

10. Menjamin adanya standarisasi untuk keterpaduan dan keterkaitan di antara prosedur dengan prosedur operasional lainnya di dalam konteks dan kerangka tujuan organisasi.

11. Menjamin adanya acuan yang formal bagi anggota organisasi untuk menjalankan kewajiban di dalam prosedur operasional standar.

12. Menjamin adanya acuan yang formal untuk setiap perbaikan serta pengembangan prosedur-prosedur operasional standar di masa datang.

2.7.4 Tahap-tahap Teknis Penyusunan SOP

Tambunan (2011) menyebutkan bahwa terdapat delapan tahap teknis penyusunan SOP, antara lain sebagai berikut:

Gambar 2.4 Tahapan Teknis Penyusunan SOP

(19)

commit to user

II-13 1. Tahap Persiapan

Tahapan ini bertujuan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau pengembangan SOP serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh organisasi. Produk dari tahap ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan.

2. Tahap Pembentukan Organisasi Tim

Tahapan ini bertujuan untuk menetapkan tim atau organisasi tim yang bertanggungjawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Produk dari tahap ini adalah pedoman pembagian tugas dan kontrol pekerjaan.

3. Tahap Perencanaan

Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana, dan program kerja yang akan digunakan tim pelaksana penyusunan. Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci. 4. Tahap Penyusunan

Tahapan ini bertujuan untuk melaksanakan penyusunan SOP sesuai perencanaan yang telah ditetapkan. Produk dari tahap ini adalah draft pedoman SOP.

5. Tahap Uji Coba

Tahapan ini bertujuan menerapkan SOP dalam bentuk uji coba draft pedoman SOP yang telah dibuat dalam tahap penyusunan. Produk dari tahap ini adalah laporan hasil uji coba yang digunakan untuk melakukan penyempurnaan draft pedoman SOP.

6. Tahap Penyempurnaan

Tahapan ini bertujuan menyempurnakan pedoman SOP berdasarkan laporan hasil uji coba yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Produk dari tahap ini adalah pedoman SOP akhir yang digunakan sebagai pedoman standar dalam organisasi.

7. Tahap Implementasi

Tahapan ini bertujuan untuk mengimplementasikan pedoman SOP akhir secara menyeluruh dan standar dalam organisasi. Produk dari tahap ini adalah

(20)

commit to user

II-14

laporan implementasi yang akan menjadi dasar dalam melakukan tahapan pemeliharaan dan audit.

8. Tahap Pemeliharaan dan Audit

Tahapan ini merupakan tahapan akhir dari seluruh tahap-tahap teknis penyusunan SOP dan bertujuan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan audit atas pelaksanaan penerapan SOP dalam organisasi selama periode tertentu. Produk dari tahap ini adalah laporan perbaikan rutin dan laporan kebutuhan perbaikan besar atas SOP.

2.7.5 Contoh Kasus dan Dokumen SOP di Bidang Pertanian

Pada tahun 2011 Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mengembangkan produksi dan budidaya padi organik khusunya di Kelompok Tani Karya Tani Kecamatan Talagasari Kabupaten Karawang. Target pengembangan tersebut antara lain:

1. Produksi per hektar sebanyak 7 ton. 2. Tingkat kehilangan hasil <10%.

3. Kualitas bulir padi organik yang dihasilkan mencapai 90%.

Untuk mencapai target tersebut maka, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat menyusun dokumen SOP Budidaya Padi Organik yang meliputi:

1. SOP Pemilihan Lokasi.

2. SOP Pemilihan Varietas Unggul. 3. SOP Penggunaan Benih Bermutu. 4. SOP Persemaian.

5. SOP Pengolahan Sawah. 6. SOP Penanaman. 7. SOP Penyulaman. 8. SOP Pemupukan. 9. SOP Pengairan. 10. SOP Penyiangan.

11. SOP Pengendalian Hama Dan Penyiapan Pestisida Nabati. 12. SOP Panen.

13. SOP Penanganan Pasca Panen. 14. SOP Distribusi.

(21)

commit to user

II-15

Berikut ini adalah susunan SOP penanaman padi organik Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat:

Tabel 2.3 SOP Penanaman Padi Organik Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat

Standar Operasional Prosedur

Nomor: VI Halaman: 21-22 Tanggal: ... Revisi: ... Tanggal: ... PENANAMAN A. Definisi

Penanaman adalah meletakkan bibit padi pada titik yang sudah diberi tanda dengan menggunakan caplakan.

B. Tujuan

Agar benih padi dapat tumbuh dan berkembang dengan dan optimal.

C. Validasi

1. KeLompok Tani Karya Tani Kecamatan Talagasari Kabupaten Karawang.

2. Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.

D. Alat dan Bahan

1. Benih.

2. Cerangka/Sundung. 3. Caplakan.

E. Fungsi

1. Benih: untuk ditanamkan di sawah.

2. Cerangka/Sundung: untuk mengangkut dari pesemaian ke sawah. 3. Caplakan: untuk membuat jarak tanam 30cmx30cm.

F. Prosedur Kerja

1. Benih di simpan dipetakan sawah.

(22)

commit to user

II-16

Berikut ini adalah format lain penyusunan SOP, yaitu bersumber dari Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat (2011):

Tabel 2.4 SOP Penanaman Kunyit

Standar Operasional Prosedur Nomor: SOP Kunyit V Tanggal Dibuat: ... Revisi: ... Disahkan: Tanggal: ... ... PENANAMAN G. Definisi

Penanaman adalah proses meletakkan benih ke dalam lubang tanam atau alur yang telah disiapkan sesuai jarak tanam.

H. Tujuan

Tujuan penanaman adalah agar benih dapat tumbuh baik dan seragam.

I. Informasi Pokok

1. Melakukan penanaman pada awal musim penghujan.

2. Penanaman dilakukan sesuai dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm.

3. Menanam benih yang telah bertunas dalam posisi rebah dan tunas menghadap ke atas.

4. Memadatkan tanah di sekitar benih agar tanaman kokoh.

J. Alat dan Bahan

4. Cangkul

5. Benih (indukan atau anakan kunyit) 6. Tanah

K. Prosedur Kerja

1. Lakukan penanaman pada awal musim penghujan.

2. Lakukan penanaman sesuai dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm.

3. Letakkan benih dengan hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan posisi tunas menghadap ke atas.

4. Padatkan tanah sekitar benih.

L. Sasaran

Tanaman kunyit yang pertumbuhannya baik, sehingga memberikan hasil yang optimal.

(23)

commit to user

II-17

Tabel 2.4 Lanjutan SOP Penanaman Kunyit Lampiran

Form : Kegiatan Penanaman Nama Pemilik : ... Alamat Lahan : ...

Petak Luas (Ha) Penanaman Keterangan

a. Tgl. Tanam: b. Penyiraman awal:

2.8 Focus Group Discussion (FGD)

FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). FGD merupakan proses pengumpulan informasi yang tidak melalui wawancara, tidak secara perorangan, dan bukan merupakan diskusi bebas tanpa topik spesifik. FGD berbeda dengan wawancara kelompok, sebab dalam FGD terdapat fasilitator/moderator yang memimpin jalannya diskusi dengan mengemukakan suatu persoalan atau kasus sebagai bahan diskusi.

2.8.1 Anggota Tim FGD

Pembentukan tim merupakan langkah awal keberhasilan dalam FGD. Irwanto (2006) menyatakan bahwa setiap FGD membutuhkan:

1. Moderator

Moderator merupakan orang yang memimpin atau memfasilitasi diskusi. Dalam penelitian, seorang peneliti sering berfungsi sebagai moderator sehingga proses penelitian dapat dikendalikan sepenuhnya.

2. Pencatat proses

Pencatat proses berfungsi merekam inti permasalahan yang didiskusikan dan memberitahu moderator mengenai waktu, fokus diskusi, pertanyaan penelitian yang belum terjawab, dan kesempatan untuk berbicara bagi peserta yang pasif.

(24)

commit to user

II-18 3. Penghubung peserta

Penghubung peserta bertugas untuk mencari peserta FGD sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.

4. Bloker

Bloker merupakan anggota tim yang bertugas untuk menjaga agar jalannya FGD tidak terganggu.

5. Petugas logistik

Petugas logistik merupakan anggota tim yang membantu peneliti dengan transportasi, memastikan adanya tempat untuk FGD, dan memastikan terpenuhinya kebutuhan lain, seperti konsumsi dan alat-alat komunikasi.

2.8.2 Pertimbangan Melaksanakan FGD

Irwanto (2006) menyatakan setidaknya terdapat tiga alasan dilakukannya FGD yaitu filosofis, metodologis, dan praktis.

1. Secara filosofis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:

a. Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi, memberikan perspektif yang berbeda jika dibandingkan dengan pengetahuan yang didapat dari proses komunikasi searah antara peneliti dengan obyek yang diteliti.

b. Diskusi sebagai proses pertemuan antar pribadi yang merupakan sebuah aksi dimana para peserta mengeluarkan buah pikiran dan berdebat atau saling mengkonfirmasi pengalaman masing-masing, sehingga setelah diskusi berakhir para peserta akan mengalami perubahan.

2. Secara metodologis, seorang peneliti melakukan FGD sebab:

a. Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu sebab pendapat kelompok merupakan hal yang penting.

b. Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat.

c. Sebagai metode yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat lokal dan spesifik, oleh sebab itu FGD yang melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.

(25)

commit to user

II-19

3. Secara praktis, seorang peneliti melakukan FGD sebab penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari masyarakat yang diteliti, sehingga saat peneliti memberikan rekomendasi aksi, dengan mudah masyarakat mau menerima rekomendasi tersebut.

2.8.3 Manfaat FGD

Metode FGD termasuk metode kualitatif sehingga FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why. Suhaimi (1999) menyebutkan beberapa manfaat FGD adalah sebagai berikut:

1. Interaksi kelompok, memungkinkan munculnya respons yang lebih kaya dan pemikiran baru yang lebih berharga.

2. Dapat langsung mengamati diskusi dan mendapat insight mengenai perilaku, sikap, bahasa, dan perasaan responden.

3. Biaya yang murah dan waktu yang cepat.

2.9 Continuous Improvement

Fauzi (2008) menyatakan bahwa perbaikan berkesinambungan (continuous improvement) adalah sebuah usaha untuk mencapai target yang ditetapkan dari visi perusahaan dengan terus meningkatkan bisnis dan proses produksi melalui siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action). Dalam siklus ini dilakukan komparasi antara hasil yang dicapai melalui penetapan target dengan hasil sebelumnya untuk mengambil tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.

2.9.1 Pengertian PDCA

PDCA merupakan proses berpikir yang telah lama menjadi standar kerja dalam organisasi dinamis demi mencapai tujuan Continuous Improvement. PDCA

menjadi panduan mencari pemecahan suatu Problem

Solving Guide maka

akan menunjang tumbuh kembang perusahaan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. PDCA adalah kegiatan berulang untuk memecahkan suatu permasalahan dalam pengendalian kualitas.

Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming yang sering dianggap

(26)

commit to user

II-20

Gambar 2.5 Siklus PDCA Atau Siklus Deming

Dari gambar tersebut dapat diketahui masing-masing tahapan dalam siklus PDCA. Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Plan

Merencanakan suatu proses yang akan dilakukan dengan mencari akar masalah sehingga didapatkan hasil yang sesuai

.

2. Do

Aktivitas yang telah direncanakan segera di-execute agar tidak hanya menjadi wacana atau retorika belaka, karena inti dari PDCA adalah tindakan (act). Kegiatan Planning Implementation menjadi langkah utama keberhasilan

PDCA. Do

program. Do Check

3. Check

Menguji keberhasilan dan menganalisa sebab tidak tercapaianya target yang ditetapkan di awal.

4. Action/Act

Tindakan lanjutan sehingga proses PDCA akan terus memberikan hasil yang semakin baik ditahapan kegiatan organisasi selanjutnya. Act adalah next target setelah terwujudnya target awal, dan ini merupakan ujung pangkal Continuous Improvement Process.

Penggunaan PDCA dalam tahap lanjut akan menjadi bentuk strategic planning (management) yang bersifat praktis dan efisien/efektif.

(27)

commit to user

II-21

2.9.2 Contoh Aplikasi PDCA pada Perancangan SOP

Aplikasi penggunaan siklus PDCA pada perancangan SOP terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Sefrina (2008). Pada penelitian tersebut, dilakukan studi tentang usaha peningkatan kualitas produk menggunakan langkah-langkah peningkatan mutu berupa siklus PDCA dengan diagram ishikawa sebagai alat bantu usaha peningkatan mutu. Studi kasus dilakukan di sebuah kedai yang memproduksi olahan daging ayam. Sebagai acuan dalam usaha perbaikan mutu produk olahan tersebut, dilakukan penyusunan SOP proses produksi. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah diperoleh keluaran berupa SOP yang telah memuat alternatif solusi perbaikan mutu guna meningkatkan kualitas produk.

Pada penelitian ini, akar penyebab masalah pada proses produksi diidentifikasi menggunakan diagram ishikawa (fish bone diagram) kemudian dilakukan siklus PDCA untuk memperbaiki proses produksi guna menjamin mutu produk. Pada tahap Plan, dilakukan pemilihan penyebab masalah yang akan diperbaiki kemudian dientukan alternatif perbaikan. Selanjutnya dilakukan penyusunan SOP yang memuat alternatif perbaikan yang terbaik. Pada tahap Do dilakukan percobaan terhadap SOP yang telah disusun dan dilanjutkan dengan tahap Check, yaitu mengevaluasi kemudahan pemahaman dan penerapan SOP. Terakhir, pada tahap Action disusun SOP yang telah memuat alternatif solusi perbaikan mutu. SOP tersebut dijadikan sebagai standar proses produksi yang baru sehingga kualitas produk yang dihasilkan meningkat. Menurut Sefrina (2008), indikator keberhasilan dari penelitiannya adalah SOP yang disusun telah mampu dipahami dan diterapkan dengan baik oleh para pekerja serta terjadi peningkatan dan konsistensi mutu produk yang dihasilkan.

(28)

commit to user

III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir. Metodologi ini berisi langkah-langkah yang dilakukan selama Tugas Akhir. Langkah-langkah tersebut disajikan pada Gambar 3.1.

Mulai

Studi Lapangan Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Melakukan Focus Group Discussion (FGD)

Mengidentifikasi akar penyebab tidak terpenuhinya standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan dengan fish bone diagram

Merancang SOP Budidaya Rimpang Temu Lawak dengan siklus PDCA a. Plan : menentukan rencana perbaikan

b. Do : melakukan implementasi/uji coba SOP pada salah satu petani c. Check : mengevaluasi hasil implementasi/uji coba

d. Action : menentukan tindak lanjut perbaikan

SOP Valid ?

Analisis dan Interpretasi Hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai Mengumpulkan data awal 1. Data Primer

a. Kondisi dan gambaran umum Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar b. Standar kualitas rimpang sebagai bahan baku pabrikan

c. Proses budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar d. Prosedur budidaya rimpang temu lawak di B2P2TO-OT Tawangmangu

2. Data Sekunder

Dokumen tertulis Kementrian Pertanian tentang prosedur budidaya rimpang temu lawak

(29)

commit to user

III-2

3.1 Studi Lapangan

Studi lapangan dimulai pada bulan Maret 2012 di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT), dan sebuah perusahaan jamu. Tujuannya adalah untuk mempelajari segala proses dan prosedur budidaya tanaman obat rimpang mulai dari pembibitan hingga panen serta mengetahui proses kegiatan pengolahan tanaman obat rimpang menjadi produk obat kemasan yang siap dikonsumsi. Melalui studi lapangan ini dapat diidentifikasi topik permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian, yaitu tentang diperlukannya perbaikan teknik budidaya tanaman obat rimpang di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar demi meningkatkan kualitas hasil panen untuk memenuhi standar kualitas bahan baku pabrikan.

3.2 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi pada tahap studi lapangan. Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan mempelajari pustaka yang relevan dengan permasalahan yang ada sehingga penulis dapat memberikan solusi berdasarkan teori yang telah diterima. Setelah melihat permasalahan pada klaster yang berkaitan dengan continuous improvement dan prosedur budidaya tanaman obat rimpang temu lawak maka, jenis pustaka yang digunakan adalah buku dan jurnal yang membahas tentang kedua hal tersebut.

3.3 Perumusan Masalah

Pada tahap ini akan ditetapkan permasalahan yang akan dibahas untuk dicari pemecahan masalahnya. Setelah melakukan studi lapangan di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, B2P2TO-OT Tawangmangu, dan sebuah perusahaan jamu maka, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut, yaitu bagaimana merancang Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak melalui siklus PDCA sebagai continuous improvement Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar kualitas hasil panennya terjamin dan memenuhi standar kualitas bahan baku pabrikan.

(30)

commit to user

III-3

3.4 Menentukan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Pada tahap ini ditentukan tujuan yang dicapai dan manfaat penelitian dalam penulisan laporan. Tujuan dan manfaat penelitian dibuat berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya.

1. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak melalui siklus PDCA sebagai continuous improvement Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar agar kualitas hasil panennya terjamin dan memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

2. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas hasil panen rimpang temu lawak Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar sehingga memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

b. Mewujudkan sistem produksi yang berkelanjutan dan continuous improvement budidaya tanaman obat temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar.

c. Meningkatkan daya saing produk.

3.5 Mengumpulkan Data Awal

Klaster Biofarmaka Karanganyar beranggotakan 10 kelompok tani yang berasal dari 6 kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Objek pada penelitian ini adalah Kelompok Tani Sumber Rejeki dan Ngudi Makmur. Kedua kelompok tani tersebut menjadi perwakilan klaster dalam penelitian ini karena budidaya rimpang temu lawak klaster berpusat di kedua kelompok tani tersebut. Melalui studi lapangan dan studi pustaka yang telah dilakukan, data awal yang dikumpulkan dalam Tugas Akhir ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data yang diperoleh yaitu:

a. Kondisi dan gambaran umum Klaster Biofarmaka Karanganyar. b. Standar kualitas rimpang sebagai bahan baku pabrikan.

(31)

commit to user

III-4

c. Proses budidaya temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar mulai dari pembibitan hingga panen.

d. Prosedur budidaya rimpang temu lawak B2P2TO-OT Tawangmangu. 2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil pengamatan sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan objek yang akan diteliti. Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian bersumber pada dokumen tertulis Kementrian Pertanian tentang standar prosedur operasi budidaya rimpang temu lawak.

3.6 Melakukan Focus Group Discussion (FGD)

Setelah melakukan studi lapangan dan studi pustaka, diketahui perbedaan prosedur budidaya rimpang temu lawak antara Klaster Biofarmaka, B2P2TO-OT, dan Kementrian Pertanian berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan FGD dengan pihak klaster dan kelompok tani untuk mengetahui dan menentukan prosedur budidaya yang dapat diimplementasikan di klaster.

Setelah menentukan prosedur yang cocok untuk diimplementasikan di klaster, diketahui beberapa kendala teknis maupun non-teknis pada pelaksanaan prosedur budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar. Masalah tersebut akan diidentifikasi untuk diketahui akar penyebabnya.

3.7 Mengidentifikasi Akar Penyebab Tidak Terpenuhinya Standar Kualitas Bahan Baku Rimpang Pabrikan Dengan Fish Bone Diagram

Identifikasi masalah dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara. Pada proses identifikasi diketahui penyebab permasalahan pada pelaksanaan prosedur budidaya rimpang temu lawak yang meliputi faktor man, method, material, dan environment. Masalah yang muncul dari faktor-faktor tersebut di-breakdown menggunakan fish bone diagram sehingga muncul hubungan sebab akibat dan dapat diketahui akar masalah penyebab tidak terpenuhinya standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

(32)

commit to user

III-5

3.8 Merancang SOP Budidaya Rimpang Temu Lawak Dengan Siklus Plan, Do, Check, and Action (PDCA)

Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tahap siklus PDCA yang dilakukan: 1. Plan

Tahap Plan merupakan tahap perencanaan perbaikan berdasarkan akar-akar penyebab masalah yang telah diketahui, dengan tujuan agar diperoleh hasil yang sesuai dengan target atau tujuan. Pada tahap ini ditentukan rencana perbaikan atas akar masalah yang telah diidentifikasi sebelumnya.

2. Do

Tahap Do merupakan implementasi atau uji coba rencana perbaikan (Plan) yang dilakukan oleh subjek yang diteliti. Pada tahap ini dilakukan uji coba rancangan prosedur budidaya rimpang temu lawak oleh seorang petani di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.

3. Check

Pada tahap Check dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan uji coba pada tahap Do. Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai acuan penyusunan tahap berikutnya, yaitu tahap Action.

4. Action

Tahap Action merupakan tindak lanjut dari tahap Check. Pada tahap ini disusun perbaikan atau langkah selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi pada tahap Check, yaitu menstandardisasikan rancangan prosedur budidaya temu lawak dalam bentuk dokumen SOP Budidaya Rimpang Temu Lawak Klaster Biofarmaka Karanganyar. Selanjutnya, dilakukan validasi terhadap dokumen SOP yang telah dirancang.

3.9 Validasi Dokumen SOP

Validasi dokumen SOP dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada Ketua dan Seksi Usaha Klaster Biofarmaka Karanganyar untuk mengetahui apakah rancangan dokumen SOP Budidaya Rimpang Temu Lawak dapat dijalankan dan diimplementasikan dengan baik di klaster. Ketua dan Seksi Usaha akan memberikan saran dan perbaikan terhadap masing-masing rancangan dokumen. Formulir validasi dokumen SOP terdapat pada Lampiran II.

(33)

commit to user

III-6

3.10 Analisis dan Interpretasi Hasil

Pada tahap ini dilakukan analisis dan interprestasi hasil pengolahan data yang telah dibuat. Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap prosedur budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar dan analisis Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak yang dihasilkan.

3.11 Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini akan dilakuan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu pada tahap ini akan diberikan rekomendasi sebagai saran implementasi lebih lanjut untuk menyempurnakan teknik budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka Karanganyar agar hasil panennya dapat memenuhi standar kualitas bahan baku pabrikan.

(34)

commit to user

IV-1

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini berisi tentang pengumpulan dan pengolahan data yang didapatkan penelitian tugas akhir. Dalam pengolahan data digunakan siklus PDCA sebagai continuous improvement dalam merancang Standar Prosedur Operasi Budidaya Rimpang Temu Lawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.

4.1 Pengumpulan Data Awal

Proses pengumpulan data terdiri dari pengumpulan data primer dan data sekunder.

4.1.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data yang diperoleh antara lain: 1. Kondisi dan gambaran umum Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar.

Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar merupakan sebuah organisasi yang menghimpun kelompok-kelompok tani TOGA (Tanaman Obat Keluarga) di Kabupaten Karanganyar. Klaster Biofarmaka terdiri dari 10 kelompok tani yang tersebar di seluruh Kabupaten Karanganyar. Dengan luas lahan atau area tanam temu lawak sebesar 39,25 hektar, produksi per tahunnya menghasilkan 365,7 ton temu lawak. Akan tetapi, produk rimpang temu lawak tersebut belum mampu memenuhi standar kualitas bahan baku rimpang pabrikan.

Gambar 4.1 Hasil Panen Rimpang Temu Lawak Klaster Biofarmaka

(35)

commit to user

IV-2

2. Standar kualitas rimpang sebagai bahan baku pabrikan

Untuk menjadi pemasok bahan baku rimpang PT. Sido Muncul, terdapat beberapa persyaratan atau standar yang berkaitan dengan kualitas yang harus dipenuhi. Berdasarkan hasil interview dengan seorang petani di Klaster Biofarmaka Karanganyar, standar kualitas rimpang sebagai bahan baku pabrikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Standar Kualitas Bahan Baku Rimpang Pabrikan Standar Kualitas Hasil Panen Klaster Biofarmaka

Umur minimal 8 bulan Umur minimal 7 bulan

Berukuran besar Masih banyak yang berukuran kecil

Sehat Berpotensi berjamur (penyimpanannya salah)

Segar Kesegaran rimpang menurun akibat teknik

penyimpanan yang salah.

Berkulit kencang dan cerah Beberapa rimpang kulitnya mudah terkelupas Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa produksi rimpang temu lawak Klaster Biofarmaka belum mampu memenuhi persyaratan tersebut.

3. Proses budidaya tanaman obat rimpang temu lawak mulai dari pembibitan hingga panen di Klaster Biofarmaka Karanganyar.

Berikut adalah aliran proses budidaya tanaman obat rimpang temu lawak berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan:

Pemilihan Bibit Penyemaian Bibit Penyiapan Lahan Pengolahan Tanah Pemupukan I Penanaman Pemupukan II dan Pemeliharaan Pemupukan III Pemanenan

Gambar 4.2 Flowchart Budidaya Rimpang Temu Lawak di Klaster

(36)

commit to user

IV-3

Penjelasan aliran proses budidaya tanaman obat rimpang di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar pada Gambar 4.2 adalah sebagai berikut: a. Pembibitan

Bibit merupakan hasil panen rimpang yang berkualitas baik yaitu rimpang yang berukuran besar.

b. Penyemaian Bibit

Rimpang induk dipotong membujur menjadi 4 bagian dan pada setiap bagian terdapat 2-3 mata tunas. Setelah dipotong kemudian dilakukan proses penyemaian. Penyemaian dilakukan di dalam tanah, yaitu dengan cara menimbun setiap bagian potongan bibit di dalam tanah atau lubang tanam.

c. Pernyiapan Lahan

Lahan seluas 1000 m2 digunakan untuk penanaman 1,5 kwintal bibit. d. Pengolahan Tanah

Tanah diolah menggunakan cangkul dengan kedalaman 30 cm dengan tujuan agar tanah gembur serta bersih dari gulma dan bebatuan, kemudian membuat lubang berdiameter 20 cm untuk proses penanaman. Jarak antar lubang adalah sejauh 70-80 cm.

e. Pemupukan I

Pemupukan tahap pertama atau pemupukan dasar dilakukan pada saat 1 minggu sebelum proses tanam. Dilakukan dengan cara memberikan pupuk organik sebanyak 2 kg pada setiap lubang tanam.

f. Penanaman

Penanaman dilakukan di awal musim penghujan. g. Pemupukan II dan Pemeliharaan

Pemupukan tahap kedua dilakukan setelah 1 bulan proses penanaman yaitu dengan memberikan pupuk organik sebanyak 0,5 kg pada setiap lubang tanam. Pemeliharaan yang dilakukan adalah berupa penyiangan terhadap gulma dan tanaman pengganggu lainnya.

(37)

commit to user

IV-4 h. Pemupukan III

Pemupukan tahap ketiga dilakukan dalam jangka waktu 2-3 bulan setelah proses pemupukan yang pertama. Kuantitas pupuk yang diberikan sama dengan pada tahap pemupukan kedua.

i. Pemanenan

Panen dilakukan apabila daun mulai layu (pada musim penghujan) atau daun mati (pada musim kemarau), yaitu pada saat tanaman berumur 7-10 bulan.

4. Prosedur budidaya rimpang temu lawak B2P2TO-OT Tawangmangu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan praktisi B2P2TO-OT

Tawangmangu, terdapat perbedaan prosedur budidaya rimpang temu lawak yang dilakukan di Klaster Biofarmaka dan B2P2TO-OT Tawangmangu. Perbedaan tersebut antara lain:

a. Pemilihan bibit

Prosedur pemilihan bibit yang dilakukan di B2P2TO-OT adalah sebagai berikut:

1) Melakukan pensortiran rimpang yang akan digunakan sebagai bibit, yaitu dengan memisahkan bibit yang berkualitas baik (berukuran besar) dengan yang kecil.

2) Mengetahui kemurnian bibit. Kemurnian bibit dapat diketahui dengan mengetahui kadar bibit murni, gulma, spesies lain, dan kotoran pada setiap panen.

3) Mengetahui tingkat kadar air. Tingkat kadar air dapat diketahui dengan proses pengeringan melalui oven yang dilakukan selama 24 jam dengan suhu 105-110oC.

4) Melakukan pengujian cambah. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui daya cambah (kemampuan tumbuh).

(38)

commit to user

IV-5 b. Penyemaian bibit

Prosedur penyemaian bibit yang dilakukan B2P2TO-OT Tawangmangu adalah sebagai berikut:

1) Memotong rimpang sebagai bibit, setiap potongan memiliki 2-3 mata tunas.

2) Memberi abu gosok pada setiap sisi luka potongan agar tidak berjamur. 3) Mengeringkan bibit di tempat teduh dan lembab selama 1-1,5 bulan

hingga tumbuh tunas. c. Penyiapan lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan gembur yang bersih dari bebatuan, gulma, dan sisa tanaman lainnya.

d. Penanaman

Prosedur penanaman yang dilakukan B2P2TO-OT adalah sebagai berikut: 1) Melakukan penanaman pada tanah yang telah diolah. Penanaman

dilakukan di awal musim penghujan.

2) Menutup area tanam dengan mulsa yang telah dilubangi sesuai dengan diameter lubang tanam. Penggunaan mulsa berfungsi sebagai upaya pemeliharaan tanaman.

e. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

Pengendalian OPT dilakukan untuk menghindari serangan hama dan organisme lainnya sehngga menghasilkan rimpang yang sehat.

f. Pemanenan

Panen dilakukan pada saat rimpang berumur 10-12 bulan, yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan seluruh batangnya mengering.

2) Kulit rimpang kencang dan tidak mudah terkelupas atau lecet. 3) Apabila dipatahkan, rimpang berserat dan aromanya menyengat. 4) Warna rimpang mengkilat dan terlihat bernas.

4.1.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil pengamatan sebelumnya dan mempunyai kaitan dengan obyek yang akan diteliti. Data sekunder yang

(39)

commit to user

IV-6

diperoleh dalam penelitian bersumber pada dokumen tertulis Kementrian Pertanian tentang prosedur budidaya tanaman obat temu lawak.

Berikut adalah tahapan budidaya tanaman obat temu lawak berdasarkan dokumen tertulis Kementrian Pertanian:

1. Pemilihan/Penetapan Lokasi

Calon lokasi pertanaman bukan merupakan bekas tanaman rimpang yang sudah ada gejala penyakit layu, famili pisang-pisangan, atau tanaman inang penyakit layu. Apabila lahan positif terkena penyakit layu maka, dapat diusahan untuk pertanaman kembali minimal setelah 5 tahun.

2. Pemilihan Bibit

Bibit yang digunakan harus varietas unggul yaitu varietas murni (tidak tercampur dengan gulma atau kotoran). Bibit berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 10-12 bulan dan atau anakan dari rimpang yang sehat serta tidak terdapat gejala penyakit layu dan lalat rimpang.

3. Penyemaian Bibit

Media penyemaian berupa jerami atau sekam yang dijaga kelembabannya yaitu dengan cara menyemprotkan air 1-2 kali/minggu. Penyemaian dilakukan selama 2-4 minggu.

4. Penyiapan Lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan gembur yang bersih dari bebatuan, gulma, dan sisa tanaman lainnya. Membuat guludan lahan dengan lebar 90-120 cm dan tinggi 10-30 cm. Pada sistem budidaya monokoltur, jarak tanam bervariasi yaitu 50x50 cm atau 50x60 cm atau 60x60 cm. Sedangkan pada sistem tumpang sari jarak tanamnya 75x50 cm.

5. Penanaman

Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan dan sesuai dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman tanam 10 cm. Bibit yang telah bertunas ditanam dalam posisi rebah dan posisi tunas menghadap ke atas. Tanah di sekitar bibit harus padat agar tanaman kokoh.

6. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk kandang atau kompos yang berkualitas baik (tidak berbau menyengat, remah, tidah membawa gulma

(40)

commit to user

IV-7

dan hama penyakit) sebanyak 10-20 ton/ha. Pemberian pupuk organik sesuai dengan ketentuan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA). LEISA adalah pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang ada dan yang secara ekonomis layak, mantab secara ekologis, sesuai secara budaya, dan adil secara sosial (Sasongko, 2006).

7. Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan pada umur 1 bulan dengan bibit yang berumur sama. Penyiangan harus dilakukan secara manual/mekanis dan tidak menggunakan herbisida.

8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

OPT dilakukan untuk mengurangi risiko kehilangan hasil dan meningkatkan mutu serta menjaga kelestarian lingkungan.

9. Pemanenan

Panen dilakukan pada saat rimpang berusia 10-12 bulan, yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan seluruh batangnya mengering.

b. Kulit rimpang kencang dan tidak mudah terkelupas/lecet. c. Apabila dipatahkan, rimpang berserat dan aromanya menyengat. d. Warna rimpang mengkilat dan terlihat bernas.

Setelah mengetahui prosedur budidaya tanaman obat temu lawak di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, B2P2TO-OT Tawangmangu, dan Kementrian Pertanian, dapat diidentifikasi perbedaan prosedur pada beberapa tahapnya. Perbedaan tersebut dijelaskan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Perbedaan Prosedur Budidaya Rimpang Temu Lawak Tahap

Budidaya Klaster Biofarmaka B2P2TO-OT Kementrian Pertanian

Pemilihan Bibit

Memilih rimpang yang berukuran besar.

1. Mensortir rimpang, yaitu memisahkan bibit yang berukuran besar dengan yang kecil.

2. Mengetahui kemurnian bibit.

3. Mengetahui tingkat

Menggunakan bibit varietas unggul, berasal dari tanaman induk yang berumur 10-12 bulan dan atau anakan dari rimpang yang sehat serta tidak terdapat gejala penyakit

(41)

commit to user

IV-8 kadar air.

4. Melakukan pengujian cambah.

5. Memilih bibit yang berkualitas baik.

layu dan lalat rimpang.

Penyemai- an Bibit

1. Rimpang induk dipotong membujur menjadi 4 bagian, pada setiap bagian terdapat 2-3 mata tunas.

2. Penyemaian dilakukan di dalam tanah, yaitu dengan cara menimbun setiap potongan bibit di lubang tanam

1. Memotong rimpang sebagai bibit, setiap potongan memiliki 2-3 mata tunas.

2. Memberi abu gosok pada setiap sisi luka potongan agar tidak berjamur. 3. Mengeringkan bibit di

tempat teduh dan lembab selama 1-1,5 bulan hingga tumbuh tunas.

Penyemaian dilakukan selama 2-4 minggu dengan media penyemaian berupa jerami atau sekam yang dijaga kelembabannya, yaitu dengan cara menyemprotkan air 1-2 kali/minggu. Penyiapan Lahan Lahan seluas 1000 m2 digunakan untuk menanam 1,5 kwintal bibit. Tanah diolah agar gembur serta bebas dari gulma dan bebatuan.

Lahan yang digunakan adalah lahan gembur yang bersih dari bebatuan, gulma, dan sisa tanaman lainnya.

Lahan yang digunakan adalah lahan gembur yang bersih dari

bebatuan, gulma, dan sisa tanaman lainnya.

Penanam-an

Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan.

1. Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan.

2. Menutup area tanam dengan mulsa yang telah dilubangi sesuai dengan diameter lubang tanam. Penggunaan mulsa berfungsi sebagai upaya pemeliharaan tanaman.

1. Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan dan sesuai dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman 10 cm.

2. Bibit yang telah

bertunas ditanam dalam posisi rebah dan posisi tunas menghadap ke atas.

3. Tanah di sekitar bibit harus padat agar tanaman kokoh.

Pemupuk-an

1. Pemupukan I

Satu minggu sebelum proses tanam dengan pupuk organik

Tidak terdapat perbedaan dengan pemupukan pada Klaster Biofarmaka.

1. Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk kandang atau kompos yang

(42)

commit to user

IV-9 sebanyak 2 kg/lubang

tanam. 2. Pemupukan II

Setelah umur 1 bulan dengan 0,5 kg pupuk organik/lubang tanam.

3. Pemupukan III Setelah umur 2-3 bulan, kuantitas dan jenis pupuk sama dengan pemupukan II.

berkualitas baik (tidak berbau menyengat, remah, tidak membawa gulma dan hama penyakit) sebanyak 10-20 ton/ha.

2. Pemberian pupuk organik sesuai dengan ketentuan Loe External Input Sustainable Agriculture (LEISA). Pemeliha-

raan

Penyiangan terhadap gulma dan tanaman pengganggu lainnya.

Menggunakan mulsa. 1. Penyulaman dilakukan

pada umur 1 bulan dengan bibit yang berumur sama. 2. Penyiangan dilakukan

secara mekanis dan tanpa herbisida. Pengenda- lian OPT - Dilakukan. Dilakukan. Pemanen-an

Panen dilakukan pada musim kemarau pada saat umur rimpang 7-10 bulan.

Panen dilakukan pada saat umur rimpang 10-12 bulan.

Panen dilakukan pada saat umur rimpang 10-12 bulan.

Setelah mengetahui perbedaan prosedur budidaya rimpang temu lawak di Klaster Biofarmaka, B2P2TO-OT, dan Kementrian Pertanian, kemudian dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak klaster dan kelompok tani.

4.2 Focus Group Discussion (FGD)

Metode FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 2006). Pada penelitian ini FGD dilakukan untuk menentukan prosedur budidaya yang cocok untuk diimplementasikan di klaster. Berikut adalah hasil FGD yang telah dilakukan:

Tanggal FGD : Senin, 30 April 2012 Waktu FGD : 11.45-13.00 WIB

Gambar

Tabel 2.1 Produktivitas Klaster Biofarmaka
Tabel 2.2 Penggunaan Simplisia Tingkat Nasional  Nama Tanaman  Penggunaan (Ton)  Temu lawak  Lempuyang gajah  Jahe  Lengkuas  Cabai jamu  Kedawung  Kencur  Lempuyang wangi  Temu hitam  Pulasari  Adas  Bangle  Kunyit  Alang-alang  Temu kunci  Cabai  285 220
Gambar 2.2 Tanaman Temu Lawak   Sumber: Klaster Biofarmaka, 2012
Gambar 2.3 Fish Bone Diagram        Sumber: Furuy et.al, 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pendekatan fenomenologi yang digunakan dalam penelitian ini, diharapkan dapat memasuki dunia konseptual subjek yang diteliti secara lebih mendalam sehingga dapat

3) Memberikan arahan kepada bawahan terkait permasalahan yang dialami. Memeriksa hasil kerja bawahan di lingkungan Seksi Rekonstruksi sesuai dengan prosedur dan peraturan

Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III 2016 mencapai 2.9% SAAR, utamanya didorong peningkatan pertumbuhan ekspor dan investasi yang lebih besar dari penurunan pertumbuhan

Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono dkk (2007) mengatakan bahwa masyarakat pedesaan memiliki pandangan bahwa hidup yang baik adalah hidup sesuai

Tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui minat belajar siswa kelas XI IPA2 SMA Negeri 1 Air Batu Asahan; (2) Untuk mengetahui pengetahuan

Respon sensorik dapat dijadikan dasar menentukan tingkat kesadaran dengan memberikan rangsangan pada kulit penderita CT scan merupakan study diagnosis pilihan dalam

Pada penelitian terdahulu terdapat hal yang bertentangan dengan yang menjelaskan hasil analisis business model canvas pada customer segment yang ada di Depot

Krisis lain yang dapat menimpa suatu keluarga adalah bila ada perbenturan nilai antar anggota keluarga atau antar generasi, misalnya antara orangtua sebagai