• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 111 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 111 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 111

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni - Desember 2008 (7 bulan). Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah nasional Indonesia dan unit provinsi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kredit intemasional untuk program REDD hanya akan diberikan berdasarkan ernisi rujukan nasional saja. Namun demikian salah satu strategi yang digunakan Indonesia dalam membuat emisi rujukan nasional adalah berdasarkan emisi rujukan masing-masing provinsi yang diagregasikan. Di samping itu untuk pelaksanaan pilot/demonstration activities (periode 2008-2012) dimungkinkan untuk

dilaksanakan pada unit subnasional (provinsi). Metode Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalarn penelitian ini terangkum dalam Tabel 4. Sebagian besar data diperoleh dari Badan Planologi Kehutaaan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan data dari beberapa sumber yang relevan. Estimasi Perubahan Stok Karbon

Metode estimasi stok karbon menggunakan pedoman IPCC 2006 volume 4 tentang AFOLU. Stok karbon dihitung berdasarkan data penutupan lahan tahun 1990-an, 2000, 2003 dan 2006. Perhitungan karbon pada pedoman IPCC 2006 dilakukan pada enam kategori penutupan lahan, yaitu: hutan &rest land), lahan pertanian termasuk petemakan (cropland), semak/padang rumput (grassland), lahan basah (wetland), permukiman (settlement) dan lahan lainnya (other land).

Data penutupan lahan tahun 1990 terdiri dari 13 klas, sedangkan data tahun 2000, 2003 dan 2006 terdiri dari 23 klas. Dengan demikian data tersebut hams disesuaikan dengan klas yang digunakan pada pedoman PCC. Penyesuaian klasifikasi data penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klasifikasi IPCC disajikan pada Tabel 5. Untuk klasifikasi dang dan perhitungan luas hutan dilakukan dengan sofware GIs, Arc-View.

(2)

28 Tabel 4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data

No Data

- - -

Peta Penutupan Lahan 1990-an hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 1988-1992 skala 1 :250.000

Peta Penutupan Lahan 2000 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 199912000 skala

1:250.000

Peta Penutupan Lahan 2003 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2002/2003 skala

1 :250.000

Peta Penutupan Lahan 2006 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2005/2006 skala 1 :250.000

Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan skala

1:250.000

Peta Pemanfaatan Kawasan Hutan skala 1:250.000 Peta Permohonan Konversi Hutan untuk Budidaya Pertanian Skala 1:250.000

Statistik Pengelolaan Hutan Produksi tahun 1999/2000 Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2005 Statistik Kehutanan

1 1 Forest Resource Assessment (FRA) tahun 2000 dan 2005 12 Tabel-tabel Nilai Default IPCC

Sumber Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Departemen Kehutanan F A 0 Penggunaan

Ditjen Bina Produksi Kehutanan

Ditjen Bina Produksi Kehutanan

IPCC 2006 13 Hasil penelitian di Indonesia Berbagai surnber

tentang pendugaan kandungan karbon di berbagai jenis penutupadpenggunaan lahan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Analisis Skenario REDD Analisis Skenario REDD Analisis Skenario REDD Analisis Skenario REDD Analisis Skenario REDD Perhitungan Stok Karbon Perhitungan Stok Karbon Perhitungan Stok Karbon Ekstrapolasi Stok Karbon

(3)

Tabel 5 Penyesuaian klas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klas P C C

KLAS 1990 KLAS 2000,2003,2006 =AS PCC

Hutan Dataran Rendah Hutan lahan kering primer Forest Land Hutan Dataran Tinggi Hutan lahan kering sekunder

Hutan Pegunungan Hutan rawa primer Hutan Mangrove Hutan rawa sekunder Hutan Rawa Hutan mangrove primer Hutan Tanaman Industri Hutan mangrove sekunder

Hutan tanaman

Pertanian Perkebunan Cropland

Perkebunan Pertanian lahan kering

Pertauian Lahan Kering

+

Semak Sawah

Lahan Kering Tidak SemakBelukar Grassland

Produktif Savana

Pemukiman Transmigrasi Settlement

Permukiman

Pelabuhan UdaraKaut

Lahan Basah Tidak Belukar rawa Wetland

Produktif Tambak

DanaulAir Tubuh air Rawa

Penutu~an Lahan Tanah terbuka Other Land

Lainnya Pertambangan

Tidak Ada Data AwanITidak ada Data Tidak Ada Data Tmgkat kedetailan estimasi karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah metode estimasi tier 1. Pada metode tier 1 terdapat beberapa penyederhanaan, sebagai berikut :

- Perubahan stok C untuk biomasa di bawah permukaan tanah diasumsikan bernilai 0 (tidak ada perubahan)

- Dearhvood dan litter sering dikelompokkan menjadi satu, sebagai "dead organic matter (DOM)", untuk tier 1 stok DOM diasumsikan tidak mengalami perubahan.

Perhitungan karbon dalam pedoman IPCC dilakukan pada lahan yang tetap pada penggunaan lahan yang sama dan lahan yang dikonversi ke lahan lainnya. Untuk mengetahui perubahan lahan, antar data penutupan lahan yang berurutan waktu, dilakukan tumpang susun peta (overlay) menggunakan teknologi GIs. Software yang digunakan adalah ArcInfo versi 7.21 dan Arcview 3.3. Dengan

(4)

demikian akan diperoleh data mengenai lahan yang tetap pada penggunaan lahan yang sama dan lahan yang telah mengalami perubahan ke penggunaan lahan lainnya.

Fokus REDD adalah upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, sehingga stok karbon yang dijadiian dasar perhitungan adalah stok karbon pada areal berhutan berikut proses deforestasi dan degradasi huian yang terjadi. Areal yang mengalami deforestasi adalah areal yang sebelumnya berhutan berubah menjadi penutupanlpenggunaan lahan lainnya, sedangkan areal degradasi hutan adalah areal berhutan yang mengalami p e n w a n stok karbon dari pengambilanlpemanenan kayu namun lahan masih tetap masuk kategori berhutan.

Angka-angka yang digunakan untuk perhitungan biomasa maupun stok karbon pada masing-masing kategori penggunaan lahan diambil dari angka default

yang terdapat pada pedoman IPCC 2006. Penelitian ini difokuskan pada perubahan stok karbon yang tersimpan pada biomasa tanaman. Pada metode tier

1 diasumsikan perubahan stok C untuk biornasa di bawah permukaan tanah tidak mengalami perubahan. Dengan demikian perhitungan perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan untuk perhitungan pada tier 1 rumus yang digunakan adalah :

AC,,=AC,,

Dimana ACLuj : perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan

AC,, : perubahan stok C pada biomasa di atas pemukaan tanah. Untuk menghitung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006 digunakan pendekatan yang didasarkan atas siok (stock dzference method).

Sedangkan untuk estirnasi stok C un& penenturn skenario digunakan pendekatan atas dasar proses (Gain-Loss Method).

Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa

Perubahan stok C pada biomasa hutan merupakan hal yang sangat berpengaruh karena fluktuasi yang besar bisa terjadi akibat pengelolaan hutan dan pemanenan; gangguan alam; kemaiian dan pertumbuhan alami pohon. Konversi

(5)

hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara m u m stok biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan.

Untuk perhitungan stok karbon yang terdapat pada biomasa digunakan persamaan 2.6. Peningkatan karbon pada biomasa yang dihitung adalah pertunbuhan tanaman di atas permukaan tanah. Kehilangan karbon berasal penebangan atau pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan alam (kebakaran, serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll).

Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat digunakan data laju pertumbuhan biomasa yang diambil dari data default pedoman IPCC 2006 dikalikan dengan luas dan rata-rata laju pe&buhan. Perhitungan estimasi peningkatan stok C pada biomasa meng,makan persamaan 2.7

Kehilangan stok C dihitung dari jumlah kehilangan biomasa akibat dari: pemanenan, pengambilan kayu bakar dan gangguan dam. Perhitungan kehilangan C karena pemanenan kayu menggunakan persamaan 2.10. Data yang digunakan pada perhitungan persamaan 2.10 adalah data produksiljatah penebangan tahunan dari HPH/HTI. Perhitungan kehilangan C akibat pengambilan kayu bakar digunakan persamaan 2.1 1 . Data yang digunakan sebagai volume kayu bakar yang terambil adalah estimasi dari kebutuhan konsumsi per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk. Perhitungan kehilangan C karena gangguan d a m digunakan persamaan 2.12. Data yang digunakan adalah data gangguan alam akibat kebakaran hutan.

Konversi Perubahan Stok C ke Emisi COz

Untuk konversi stok C ke unit emisi COz dilakukan dengan mengalikan stok C dengan-44/12. Sedangkan untuk konversi removal C02 dikalikan dengan +44/12. Tanda minus (-) menunjukkan pengurangan stok C tersirnpan (terjadi emisi) sedangkan tanda positif (+) menunjukkan penambahan stok C (removal COz dari atmosfir).

(6)

Penyusunan Emisi Rujukan (Referet~ce Emission Level - REL)

Di dalam konteks REDD beberapa negara umumnya mengusulkan menggunakan pendekatan kondisi historis diiana tingkat emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di masa depan akan mengikuti pola emisi historis sebelum kegiatan REDD dilaksanakan (IFCA 2007). Mengacu pada ha1 tersebut maka pada penelitian ini metode yang digunakan untuk penyusunan emisi rujukan adalah proyeksi linier dari rata-rata emisi masa lampau. Data emisi karbon yang digunakan adalah data hasil perhitungan perubahan penutupan lahan dari tahun 1990-an sampai 2006. REL yang akan dibuat adalah : REL Nasional dan Provinsi. Untuk keperluan analisis juga dibuat REL PulaulKeiompok Pulau.

REL akan dibuat dari tahun 1990 hingga tahun 2020. Data stok karbon tahun 1990, 2000, 2003 dan 2006 disajikan berdasarkan stok karbon tanpa dilakukan koreksi data. Proyeksi emisi karbon dari tahun 2006 sampai 2020 didasarkan atas perhitungan rata-rata perubahan stok karbon netto dari tahun 1990-an - 2006. Untuk mengurangi kesalahan perhitungan laju perubahan stok karbon, perhitungan hanya didasarkan atas areal yang bebas awan (awan dikeluarkan dari perhitungan). Perubahan stok karbon netto dihitung dari selisih antara laju kehilangan karbon dan laju penambahan karbon yang diakibatkan oleh perubahan penutupan lahan. Berdasarkan hasil penghitungan perubahan stok karbon tahun

1990an, 2000,2003, dan 2006, kemudian dibuat grai%k proyeksi sebagai REL.

Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

REL yang sudah terbentuk akan dijadiian rujukan terhadap pengurangan emisi karbon yang bisa dicapai dari upaya menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasildegradasi hutan hanya akan terjadi pada areal yang masih berhutan. Untuk membuat skenario apa yang bisa diterapkan pada areal berhutan tersebut perlu diketahui status kawasan dan jenis pengelolaannya. Statuslpengelolaan hutan bisa diketahui dengan cara overlay peta areal yang masih berhutan dengan data fungsi kawasan hutan dan data pemanfaatan lahan yang ada. Data kawasan hutan akan menentukan apakah hutan tersebut masuk kawasan hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi.

(7)

Tumpang susun peta areal berhutan dengan data fungsi kawasan hutan akan diperoleh beberapa kelompok pengelolaan hutan, yaitu:

- Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan lindung

-

Pengelolaan hutan sebagai hutan produksi

- Areal berhutan di luar kawasan hutan.

Berdasarkan kategori status/pengelolaan hutan tersebut kemudian dibuat skenario-skenario yang bisa diterapkan untuk mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan dengan melibatkan data pendukung lainnya. Diagram alir pernrosesan data disajikan pada Gambar 4. Sedangkan diagram

causal loop disajikan pada Gambar 5 .

(8)

onsumen Ka

Gambar 5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses pengurangan stok karbon.

Skenario Pengurangan Emisi pada Hutan Konsewasi dan Hutan Lindung

Pada hutan konservasi seharusnya tidak diperkenankan eksploitasi h a i l hutan berupa kayu. Secara teoritis pada kawasan konservasi tidak munglan mengalami penurunan stok karbonnya. Narnun demikian pada kenyataannya kebanyakan hutan konservasi di Indonesia telah mengalami deforestasi dan degradasi hutan, sehingga emisi karbon dari hutan konservasi tetap tejadi. Deforestasi dan degradasi hutan terutama tejadi akibat aktivitas pembalakan liar dan perambahan lahan oleh masyarakat. Dengan demikian fluktuasi emisi karbon dari hutan konservasi paling banyak ditentukan oleh aktivitas illegal tersebut.

(9)

Berapa besaran emisi karbon yang bisa dikurangi tergantung dari upaya menjaga hutan dari kegiatan illegal tersebut. Skenario pengurangan emisi karbon didasarkan atas skenario penanggulangan pembalakan liar dan perambahan hutan pada hutan konsewasi.

4.2.Skenario Pengurangan Emisi pada Hutan Produksi

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang nomor 41 tentang kehutanan (pasal 18:1), bahwa pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatn hutan produksi yang paling berpengaruh terhadap fluktuasi karbon adalah pemungutan hasil hutan kayu. Pemunguatn hasil hutan kayu dilaksanakan oleh pemegang izin usaha pemanfatan hasil hutan kayu (IUPHHK).

Pada areal yang terdapat IUPHHK, baik hutan alam amupun hutan tanaman dapat diterapkan skenario tata kelola hutan yang baik (Good Forest Governance - GFG). Salah satu upaya pengurangan kerusakan yang ditimbulkan oleh pemungutan hasil hutan kayu adalah program RIL (Reduced Impact Logging).

Penerapan RIL bertujuan untuk menekan seminimal mungkin kerusakan akibat pembalakan terhadap tegakan tinggal (residual stand) serta kerusakan tanah, air serta hidupan liar (wildlge), di lain pihak perusahaan tetap meraih keuntungan yang optimum (Priyadi et. al., 2007).

Skenario lain adalah penentuan jatah penebangan tahunan (JPT) bagi pemegang IUPHHK dengan ketat. JPT hams mempertimbangkan kemampuan hutan untuk pulii kembali dengan cepat. Tentu saja penerapan JPT ini perlu pengawasan yang baik. Dasar yang digunakan untuk pengurangan JPT bisa berasal dari data kebutuhan kayu, baik kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalarn negeri.

Pada kawasan hutan produksi terdapat areal yang tidak terdapat izin pemanfaatan atau area "open access". Pada areal ini rentan terhadap pebalakan liar dan perambahan hutan yang akan mempengaruhi fluktuasi stok karbon pada hutan produksi.

(10)

4.3.Skenario Pengurangan Emisi Pada Areal di Luar Kawasan Hutan.

Areal berhutan di luar kawasan hutan merupakan areal yang dimiliki oleh masyarakat. Hutan semacam ini sering disebut sebagai hutan rakyat. Dalam pengelolaannya, sepenuhnya menjadi hak pemilik lahan. Pemanfaatan kayu pada hutan rakyat lebih banyak untuk keperluan kayu bakar, baik rumah tangga maupun untuk industri.

Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional

Berdasarkan sebab-sebab p e n m a n stok karbon yang mungkin te jadi, bisa diperkirakan besaran emisi yang akan terjadi. Pengelolaan hutan yang buruk kenebangan hutan tanpa SFM), konversi lahan berhutan menjadi lahan lain, dan kebakaran hutan merupakan sumber p e n m a n stok karbon yang utarna. Berdasarkan metode IPCC tier I jika luasan hutan stabil maka stok karbon juga diamggap stabil. Dengan demikian penerapan SFM, penghentian konversi lahan berhutan ke lahan lain dan penghindaran terjadinya kebakaran hutan merupakan langkah yang bisa ditempuh untuk menstabilkan stok karbon. Pada penelitian ini dihitung berapa emisi COz yang bisa kompensasi REDD yang dihitung berdasarkan REL yang telah terbentuk.

a) Perkiraan Maksimal

Perkiraan maksimal didasarkan atas upaya untuk membuat kondisi antar.2 emisi dan removal seimbang (laju p e n m a n stok karbon = 0). Jika luas lahan

berhutan dapat distabilkan dengan penerapan SFM yang baik, penghentian konversi lahan berhutan dan pencegahan kebakaran hutan, maka graf~k laju p e n m a n stok karbon membentuk garis datar, maka jumlah emisi C02 yang terhindarkan (bisa dilompensasi REDD) sama dengan laju p e n m a n C02 berdasarkan REL yang terbentuk. Dengan kondisi ini akan didapatkan kompensasi yang maksimal.

b) Perkiraan berdasarkan kebutuhan kayu aktual

Kebutuhan kayu aktual didasarkan atas perkiraan konsumsi kayu nasional yang didasarkan atas hasil kajian yang telah ada. Disamping itu juga digunakan

(11)

data kebakaran hutan yang selama ini terjadi. Berdasarkan perkiraan kebutuhan kayu nasional dan data kebakaran hutan dikonversikan ke nilai karbon. Karbon yang hilang akibat konsurnsi kayu dan kebakaran hutan kemudian dibandingkan dengan REL yang telah terbentuk.

c ) Perkiraan berdasarkan pengurangan kebutuhan kayu.

Dari beberapa kajian yang dilakukan temyata kebutuhan kayu aktual saat ini telah melampaui jatah produksi kayu legal. Disinyalir kayu yang selama ini dikonsumsi industri kayu nasional sebagian berasal dari kayu illegal (Manurung 2007, Sumardjani & Waluyo 2007). Jika penebangan kayu illegal bisa d i d a r k a n maka ada semlah karbon yang bisa diselamatkan yang bisa diajukan untuk mendapatkan kompensasi REDD.

Gambar

Tabel 4  Data, Sumber Data dan Penggunaan Data
Tabel 5  Penyesuaian  klas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klas P C C   KLAS 1990  KLAS 2000,2003,2006  =AS  PCC  Hutan Dataran Rendah  Hutan lahan kering primer  Forest Land  Hutan Dataran Tinggi  Hutan lahan kering sekunder
Diagram  alir  pernrosesan  data  disajikan  pada  Gambar  4.  Sedangkan  diagram  causal loop disajikan pada Gambar 5
Gambar 5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses  pengurangan stok karbon.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini adapun tindakan yang dilakukan oleh masyarakat kampung Sembung untuk melakukan peminjaman dana dengan rentenir yaitu masyarakat akan tetap meminjam dana

Doktor Mukhamad Yazid, M.Si sebagai Anggota Dewan Pengawas Syariah Perseroan; untuk masa jabatan terhitung sejak 1 Agustus 2021 sampai dengan dengan ditutupnya Rapat Umum Pemegang

Manfaat penelitian ini adalah dapat mengetahui data absorban kulit jeruk pada panjang gelombang ultraviolet cahaya tampak yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit jeruk menggunakan

Padahal dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua disebutkan "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud

Pemberian Rencana Karya Tahunan (RKT) dan Jatah Produksi Tahunan (JPT) serta kegiatan pembinaan hutan melalui Tebang pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan lain sebagainya per

terhadap 44 IUPHHK pada hutan alam dan 68 IUPHHK pada hutan tanaman... 64 Tahun 1957 dalam hal perizinan konsesi hutan, izin persil penebangan, dan izin penebangan. Namun,

Penebangan di luar blok Rencana Kerja Tahunan dalam praktek pengelolaan hutan oleh pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dapat menimbulkan