• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MELALUI BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA. Oleh: Tioma Roniuli Hariandja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MELALUI BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA. Oleh: Tioma Roniuli Hariandja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

26

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MELALUI BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA

Oleh:

Tioma Roniuli Hariandja ABSTRAK:

Penyelesaian Sengketa Alternatif (ADR) adalah sebuah metode sederhana untuk melakukan resolusi, dan itu metode yang mungkin untuk melakukan resolusi dengan waktu limite sehingga itu membuat resolusi relatif lebih cepat daripada di pengadilan. Metode salah satu ADR adalah mediasi.

Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) adalah penyelesaian sengketa bereau asuransi industri di Indonesia. BMAI melakukan resolusi perselisihan antara tertanggung dan penanggung. Pertama proses itu melakukan mediasi dan jika metode itu tidak mendapatkan kesimpulan antara mereka, dari mediator dapat requeting ke BMAI seorang kepala untuk menutup proses dengan ajudikasi. Penjelasan pada, terbukti bahwa mediasi BMAI bertentangan dengan prinsip-prinsip mediasi.

BMAI peraturan mengatakan bahwa BMAI melakukan mediasi-ajudikasi, tapi kita harus tahu apa yang dimaksudkan dari ajudikasi? Ajudikasi adalah pengadilan dan itu berarti bahwa ajudikasi tidak ADR. Lalu apa yang terbaik dilakukan ADR untuk proses BMAI? Dalam ADR mengakui mediasi-arbitrasi dan jika ingin kinerja BMAI jangan mediasi-arbitrasi, BMAI harus melakukan mediasi truely dengan itu adalah prinsip dari peraturan yang berubah dari ajudikasi ke arbitrase.

Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa Alternatif, Mediasi, Ajudikasi, Arbitrase.

Abstract:

Alternative Dispute Resolution (ADR) is a simple method to perform the resolution, and it is possible to perform the method with a time resolution of limite so it makes a resolution relatively more quickly than in court. One method of ADR is mediation.

Indonesian Insurance Mediation Body (BMAI) is bereau insurance settlement industry in Indonesia. BMAI conduct dispute resolution between the insured and the insurer. The first mediation process and if the method does not get the conclusion between them, from the mediator can requeting to BMAI a head to cover the adjudication process. Explanation on, proved that the mediation BMAI contrary to the principles of mediation.

BMAI regulations say that BMAI mediation-adjudication, but we must know what is intended from the adjudication? Adjudication is the court and that means that the adjudication is not ADR. Then do what is best for the BMAI ADR? In the mediation-arbitration ADR acknowledge and if you want the performance of mediation-arbitration BMAI do, BMAI should mediate with it truely is the principle of changing the rules of adjudication to arbitration.

Keywords: Alternative Dispute Resolution, Mediation, Adjudication, Arbitration.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada tahun-tahun belakang ini sistem peradilan di Indonesia mulai mengarahkan sistem penyelesaian sengketa melalui

metode-metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Metode ini dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) dapat disama artikan kedalam bahasa Indonesia dengan beberapa

(2)

27 sebutan, salah satunya adalah

Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). Pengembangan metode ini bertujuan untuk menangani permasalahan-permasalahan yang selama ini menjadi hambatan dalam sistem peradilan di Indonesia . Tidak dapat dipungkiri bahwa metode penyelesaian pada peradilan di Indonesia masih banyak kekurangannya. Keberadaan birokrasi yang berbelit-belit menyebabkan ketidak efektifan waktu sehingga kemungkinan biaya yang dikeluarkan juga akan relatif lebih banyak(mahal). Inilah yang menyebabkan mulai banyaknya kajian yang dilakukan oleh para pakar untuk menggunakan metode-metode PSA.

Pada September 2003, diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang ditetapkan tanggal 11 September 2003(selanjutnya disingkat PERMA No.2/2003) yang pada pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa mewajibkan setiap perkara yang diajukan pada pengadilan tingkat pertama untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Berdasarkan PERMA ini, maka ada kewajiban bagi setiap pihak yang berpekara di pengadilan untuk terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian sengketa melalui mediasi.

Kemudian tanggal 12 Mei 2006, seratus lima puluh perusahaan asuransi yang sekaligus sebagai anggota Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI), bersepakat membentuk Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI merupakan lembaga independent yang memiliki mediator-mediator yang berkompeten dan berintegritas dalam menyelesaikan sengketa klaim atas manfaat polis asuransi. BMAI dalam pelaksanaannya mengunakan 2 (dua) tahap penyelesaian sengketa. Pada tahap pertama menggunakan metode mediasi dan apabila pada tahap ini tidak tercapai kesepakatan, maka digunakanlah tahap kedua yaitu dengan menggunakan metode ajudikasi. Berdasarkan uraian ini, maka permasalahan yang dikaji adalah: Bagaimana prosedur beracara BMAI menurut prespektif mediasi?

II. KERANGKA TEORI

2.1. Fungsi dan Kewenangan BMAI

Peraturan BMAI pasal 5 menyebutkan bahwa BMAI akan selalu bertindak independen dalam melaksankan fungsinya. Maksud BMAI Independen, adalah BMAI tidak ada keterkaitan dengan lembaga penyelesaian sengketa lainnya, karena secara khusus dibentuk untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi dalam usaha perasuransian

(3)

28 saja (sementara hanya khusus untuk

sengketa klaim atas manfaat polis asuransi). Kemudian BMAI berfungsi imparsial maksudnya adalah karena dibentuk dengan tujuan untuk lebih memberikan perlindungan hukum bagi konsumen asuransi, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dapat mendukung perkembangan usaha perasuransian pada masa datang. 2 (dua) fungsi BMAI ini mengartikan bahwa BMAI bukan berfungsi sebagai penasehat hukum tetapi sebagai penengah perselisihan diantara nasabah dan perusahaan asuransi.

BMAI akan menerima semua pengaduan dan sengketa yang diajukan nasabah. Apabila sengketa memenuhi syarat, maka mediator akan melakukan investigasi sengketa. Investigasi digunakan untuk mencari pihak benar dan yang salah. Selama investigasi, mediator akan menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian secara internal kembali. Bila sampai berakhir investigasi para pihak belum juga berdamai, maka mediator akan melaksanakan mediasi. Kemudian setelah melaksanakan mediasi keadaan tetap sama, tidak ditemukan kesepakatan antara kedua pihak yang bersengketa, maka

BMAI berwenang melakukan proses ajudikasi atas sengketa tersebut.

Kewenangan BMAI lainnya adalah bila dianggap wajar sesuai dengan keadaan, maka BMAI dapat menyampaikan rekomendasi kepada para pihak yang bersengketa untuk dapat mengfasilitasi penyelesaian atas sengketa tersebut. Kemudian dalam hal kerahasian BMAI memiliki wewenang untuk tidak memberikan informasi secara umum tentang anggota/perusahaan asuransi, kecuali dianggap wajar terkait dengan proses penyelesaian sengketa selain itu BMAI juga tidak akan memberikan informasi atas perjanjian dari anggota/jasa pelayanan/perusahaan asuransi bersang-kutan. BMAI hanya akan memberikan penjelasan-penjelasan akuntansi dan aktuaria, saran hukum serta saran-saran profesional lainnya kepada para pihak yang bersengketa.

III. PEMBAHASAN & HASIL

PENELITIAN

3.1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Menurut Peraturan BMAI

1. Syarat Sengketa a. Para Pihak adalah 1. Pemohon:

- Nasabah yang mempunyai hubungan perjanjian asuransi dengan anggota;

(4)

29 - Seseorang yang mempunyai

kepentingan finansial atas manfaat perjanjian asuransi;

- Seseorang yang atas dirinya dibuat atau dimaksudkan untuk dibuat perjanjian asuransi;

- Seseorang yang memiliki hak untuk menerima manfaat dari suatu klaim asuransi yang timbul karena perjanjian, undang-undang atau subrogasi.

2. Termohon:

Anggota/Perusahaan Asuransi adalah termohon dalam sengketa yang diajukan ke BMAI oleh pemohon. Anggota BMAI terdiri dari semua anggota assosiasi perusahan asuransi Indonesia, yaitu Assosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Assosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Assosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) serta semua perusahan reasuransi.

3. Mediator:

Mediator BMAI adalah mediator yang memiliki pengalaman dalam menyelesaikan sengketa-sengketa asuransi. menurut peraturan BMAI, mediator akan:

- Menangani penyelesaian sengketa melalui mediasi(Pasal 8);

- Melakukan investigasi (Pasal 9);

- Mengadakan musyawarah lanjutan sebelum diadakan investigasi (Pasal 10);

- Meminta penghentian investigasi (Pasal 11);

- Mencatat semua persyaratan penyelesaian yang dicapai oleh kedua belah pihak (Pasal 14);

- Meminta melanjutkan proses penyelesaian ke tingkat ajudikasi kepada Ketua BMAI (Pasal 14). b. Semua bentuk keluhan atau keberatan

(sengketa) dari pihak yang mempunyai kepentingan atas suatu jaminan polis (pemohon) berkaitan dengan tuntutan ganti rugi atau manfaat asuransi

c. Lingkup sengketa yang diajukan harus berada dalam yuridiksi BMAI;

d. Anggota atau termohon tidak dapat menyelesaikan sengketa secara langsung sesuai tuntutan pemohon dalam jangka waktu 30 hari sejak disampaikan keberatan kepada termohon;

e. Jumlah tuntutan ganti rugi atau manfaat polis tidak lebih Rp.500 juta untuk asuransi kerugian/umum dan Rp.300 juta untuk asuransi jiwa atau asuransi jaminan sosial;

2. Penyelesaian Sengketa Melalui BMAI Menurut Peraturan BMAI, bahwa dalam menyelesaikan sengketa-sengketanya

(5)

30 BMAI memiliki 2 (dua) tahapan dalam

penyelesaian sengketa, yaitu: a. Mediasi:

Pengajuan Mediasi, paling lama 30 hari setelah melakukan upaya hukum internal. BMAI akan memberikan jawaban dalam jangka waktu 3 hari setelah formulir permohonan diterima. Selama jangka waktu 3 hari tersebut mediator akan melakukan investigasi terhadap sengketa dengan cara memeriksa kembali syarat-syarat sengketa apakah sudah terpenuhi, apakah permohonan belum kadaluwarsa.

Setelah permohonan memenuhi syarat, terlebih dahulu BMAI akan mengadakan musyawarah lanjutan dari upaya hukum internal. Apabila dengan bantuan BMAI dicapai kesepakatan maka diadakan penghentian sengketa tanpa mediasi. Namun sebaliknya apabila tidak tercapai kesepakatan, maka proses mediasi akan dilaksanakan.

Dijelaskankan dalam Pasal 12 Peraturan BMAI, bahwa mediator harus mendapat dukungan kerjasama sepenuhnya dari anggota dan perwakilan anggota dalam perwakilannya untuk memberikan semua informasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan sengketa dan bila dianggap perlu mediator

dapat menghadirkan kedua pihak untuk wawancara dan dapat membuat rekaman atas suatu pernyataan baik dari pemohon ataupun termohon. Hasil mediasi akan berbentuk kesepakatan dan apabila kesepakatan belum ditemukan dan dimungkinkan tidak akan tercapai melalui mediasi, maka mediator dapat meminta ketua BMAI agar sengketa diselesaikan menggunakan ajudikasi (kecuali pemohon berkehendak lain).

b. Ajudikasi:

Sengketa yang diajukan ke tingkat ajudikasi adalah sengketa yang sudah menempuh mediasi dan belum mencapai kesepakatan atau dimungkinkan tidak dapat diselesaikan melalui mediasi. Dalam hal pemohon menolak untuk melanjutkan penyelesaian ke tingkat ajudikasi, maka sengketa akan dihentikan dan pemohon dapat mencari cara penyelesaian lainnya (arbitrase atau melalui pengadilan). Sedangkan termohon /anggota tidak dapat menolak penyelesaian sengketa melalui ajudikasi, sekalipun anggota tidak hadir dalam acara persidangan ajudikasi BMAI.

Ajudikasi BMAI akan menghasilkan penyelesaian yang berbentuk suatu putusan yang bersifat

(6)

31 final dan konklusif (sifat putusan ini tidak

dikenal dalam penetapan suatu putusan). Kemudian dasar-dasar dikeluarkan putusan tersebut akan ditulis dan ditandatangani oleh semua anggota panel. Putusan diumumkan dalam persidangan terakhir dan apabila para pihak menerima putusan tersebut, maka para pihak menandatangani putusan tersebut sebagai perjanjian penyelesaian sengketa.

Apabila melalui ajudikasi tidak menyelesaikan sengketa atau pemohon menolak hasil ajudikasi, maka pemohon dapat mencari penyelesaian lainnya (arbitrase atau melalui pengadilan). Namun semua hasil ajudikasi BMAI tidak dapat menjadi bukti di pengadilan.

Secara teori tahap-tahap penyelesaian sengketa yang digunakan oleh BMAI yaitu mediasi-ajudiaksi tidak dikenal dalam PSA, namun hampir sama atau dapat dikatakan serupa tapi tak sama dengan salah satu metode penyelesaian sengketa yang dikenal dalam PSA yaitu mediasi-arbitrase. Dengan begitu penyelesaian sengketa melalui BMAI ini menyebabkan kekaburan proses hukum. D. BMAI dalam Prespektif Mediasi

Mediasi adalah suatu proses negosiasi yang mengikuti sertakan pihak ketiga sebagai mediator bagi para pihak yang bersengketa, yang fungsinya berbeda

dengan hakim yaitu tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan, namun berperan sebagai fasilitator dan tidak diperkenankan untuk memihak pada salah satu pihak (netral), dilaksanakan secara tertutup dan bersifat rahasia, sehingga memberikan jaminan kepada para pihak berupa suatu kepercayaan untuk membantu menyelesaikan beda pendapat (sengketa) dengan menciptakan strategi baru, agar dalam perbedaan yang ada dapat ditemukan suatu titik tengah dan diharapkan dapat menghasilkan suatu penyelesaian berupa win-win solution.

BMAI adalah lembaga mediasi dalam usaha perasuransian, sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, namun ditemukan beberapa penyim-pangan dari dasar-dasar pelaksanaan mediasi antara lain:

1. Kekuatan tawar-menawar tidak sebanding antara anggota dan pemohon;

2. Adanya proses investigasi dan penghentian investigasi sengketa; 3. Mediator melakukan investigasi;

4. Jika mediasi tidak tercapai, maka ajudikasi sebagai tahap lanjutan;

5. Menghasilkan suatu putusan ajudikasi. Berdasarkan hal ini, maka BMAI tidak dapat disebut sebagai suatu lembaga mediasi. Keberadaan ajudikasi dalam

(7)

32 suatu lembaga mediasi sebagai tahapan

lanjutan mediasi merupakan suatu kejanggalan, karena dalam PSA tidak pernah mengenal proses penyelesaian mediasi-ajudikasi. Ajudikasi berasal dari bahasa inggris “adjudication” yang berarti keputusan hakim atau pengadilan. Keputusan hakim yang dimaksud dalam pengertian ini adalah lebih bersifat formal, jadi dapat disimpulkan bahwa ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan. Pengertian ini mengartikan bahwa ajudikasi bukan PSA.

Apabila dikaji kembali proses mediasi-ajudikasi BMAI ini lebih cende-rung menggambarkan proses mediasi-arbitrase yang dikenal dalam PSA. Mediasi-arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang terbentuk dari pengga-bungan proses mediasi dan arbitrase yang dilaksanakan secara bertahap. Tahap awal akan menggunakan mediasi dan jika tercapai kesepakatan, maka kesepakatan akan berbentuk putusan arbitrase. Apabila gagal, maka acara akan dilanjutkan ke tahap arbitrase dan sifat putusan adalah final dan mengikat.

IV. PENUTUP

4.1. Simpulan:

Semua penjelasan di atas yang menyimpulkan bahwa ajudikasi BMAI dengan arbitrase memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga apabila BMAI berbentuk mediasi-arbitrase, maka BMAI harus melaksanakan proses mediasi sesuai dengan asas-asas mediasi dan proses lanjutannya berbentuk arbitrase, arbitrase bukan ajudikasi. Arbitarse yang dilaksanakan BMAI harus juga disesuaikan dengan UU No.30/1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

4.2. Saran:

Sesuai dengan simpulan di atas, maka penulis lebih mendukung BMAI berbentuk mediasi-arbitrase. Karena mediasi-arbitrase adalah salah satu penyelesaian sengketa yang dikenal dalam teori PSA dan tentu saja dengan begitu penyelesaian sengketa BMAI lebih mem-fungsikan keberadaannya sebagaimana tujuannya dan hal ini akan menghilangkan kekaburan dalam proses hukum. Namun jika dikaji kembali, tahap-tahap penyelesaian yang dilakukan BMAI dapat dibuat lebih sederhana lagi yaitu dengan menggubah bentuk menjadi lembaga arbitrase. Karena menurut penulis dengan arbitrase, maka akan mengfokuskan kepada satu proses penyelesaian saja dan

(8)

33 dengan begitu penyelesaian akan lebih

cepat, kemungkinan biaya akan lebih murah dan diharapankan tidak terjadi penumpukan berkas sengketa.

BMAI adalah suatu lembaga penye-lesaian baru di Indonesia jadi diperlukan cara ekstra dalam pengsosialisasiannya. Penulis menyarankan agar pada setiap polis yang akan diserahkan kepada nasabah untuk dicantumkan sebagai catatan bahwa terdapat lembaga pengaduan dan penyelesaian sengketa asuransi yaitu BMAI disertai alamat, telepon serta email BMAI. Hal ini dibuat sebagai bukti komitmen perusahaan asuransi terhadap nasabahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Dewan Asuransi Indonesia, Komisi Keagenan Seksi Jiwa, Penuntutan Keagenan Asuransi Jiwa, Edisi III, Jakarta, 1984;

Goodpaster, Gary diterjemahkan Nogar Simanjutak, Panduan Negosiasi dan Mediasi, Elips, Jakarta , 1999;

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, Mahkamah Agung RI, Jakarta , 2004;

Priyatna, H, Abdurrasyid, Arbitrase&Alternatif Penyelesaian Sengketa, Suatu Pengantar, Fikahati Aneska, Jakarta, 2002;

Projodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi Indonesia , cet V. Rineka Cipta, Jakarta , 1986;

Sastrawidjaja, Man Suparman dan Endang, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian, Alumni, Bandung, 2003; Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan, Pioner Jaya, Yogjakarta, 1990;

Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung , 2003;

Wibowo, Basuki Rekso, Menyelesaikan Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Beasar Dalam Bidang Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNAIR, Sabtu, 17 Desember 2005;

Yahya, M, Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung , 1997;

Makalah:

Andriyani, Wuri, Karakteristik Kontrak Asuransi, Makalah Seminar Perlindungan Hukum Nasabah Asuransi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Tanggal 29 September, Surabaya, 2005;

Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Peresmian Operasional Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Makalah dalam Peresmian Operasional Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Audiotorium Dhanapala-Departemen Keuangan RI, Tanggal 22 September, Jakarta, 2006; Sinaga, Hotbonar, Perlindungan Nasabah Asuransi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Tanggal 29 September 2005;

Wibowo, Basuki Rekso, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Hand Out Pendidikan

(9)

34 Khusus Profesi Advokat, IKADIN DPC

Surabaya-FH Unair-PERADI, 2005;

Zaidun, M, Alternative Dispute Resolution (ADR), Bahan Kuliah, FH-Unair, Surabaya , 2004;

Referensi

Dokumen terkait

20 Negara dalam konteks ini termanifestasi dalam kewenangan-kewenangan pelaksanaan (eksekutif) negara yang berada dalam kewenangan Pemerintah.Bahwa meskipun Pasal 33 ayat (3) UUD

Apakah muslihat British memperkenalkan Malayan Union di Tanah Melayu pada tahun 1946?. A Mengurangkan kemasukan

Hasil yang diperoleh dari proses radiografl neutron dengan daya 700 kW menunjukkan bahwa simulasi ini cukup baik untuk meniru keadaan yang mungkin terjadi pada iradiasi elemen

Buku berjudul Bahaya dan Pencegahan DBD yang ditulis oleh Edi Warsidi menguraikan tentang, apakah nyamuk penyebab demam berdarah, bagaimana seseorang terjangkit

model ini diterapkan dengan tujuannya untuk mengenalkan produk ke semua pelanggan, Sehingga di pakai model mixed ini agar semakin lama orang di dalam area "wisata" atau

Menurut (Hayati,2005), penelitian sebelumnya yang menyatakan berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan pada percobaan pendahuluan, biskuit yang dibuat dengan

Pada percobaan dengan sumber cahaya Bohlam, LED polychromatic,dan Neon terlihat ada lebih dari satu titik puncak dengan Δλ lebar sehingga dapat disimpulkan bahwa

Sedangkan menurut Berutu dan Nurbani (2008:12) bahwa pertama orang Pakpak berasal dari India yakni pedagang-pedagang India yang menetap di Barus, dan selanjutnya