• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skenario pelaksanaan Kebijakan JKN: Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi era MEA?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skenario pelaksanaan Kebijakan JKN: Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi era MEA?"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Skenario pelaksanaan Kebijakan

JKN:

Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi

era MEA ?

Prof. Dr. Laksono Trisnantoro MSc. PhD Magister Manajemen Rumahsakit (MMR) Fakultas Kedokteran UGM

Kuliah Memorial dr.Amino Gondohutomo, Selasa 21 Oktober 2015

(2)

Pembukaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat:

Ibu Menteri Kesehatan dan Pimpinan Kementerian Kesehatan serta instansi pemerintah lainnya

Pimpinan Pusat PERSI dan Pimpinan Cabang PERSI

Pimpinan berbagai Asosiasi Rumah Sakit dalam naungan PERSI

Para peserta semua

Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga kita berada dalam keadaan sehat wal’afiat untuk mengikuti Kuliah Memorial dr. Amino Gondohutomo

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ketua Umum PERSI yang telah memberikan kehormatan untuk menyampaikan kuliah ini dengan judul:

Skenario pelaksanaan Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional:

Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ?

(3)

Hadirin yang saya muliakan

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan sebuah

kebijakan pembiayaan yang meningkatkan permintaan akan pelayanan kesehatan:

• Dalam pelaksanaan kebijakan JKN, jumlah pasien meningkat, bahkan boleh dikata membludak.

• Di tahun 2014 dan 2015, berbagai laporan menunjukkan bahwa BPJS sebagai badan pelaksanaan JKN mengalami kekurangan dana.

• DI berbagai rumahsakit dilaporkan adanya antrian pasien, termasuk di RS-RS rujukan tertier di Jakarta.

• Banyak keluhan mengenai ketersediaan spesialis dan sub-spesialis.

(4)

Mengapa terjadi?

Adanya Hukum Ekonomi Demand and

Supply

• Permintaan akan pelayanan

kesehatan (demand for health care) akan meningkat dengan adanya

system asuransi kesehatan.

(5)

Dalam Road Map pemerintah Kebijakan JKN diharapkan mengkover seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2019.

1. Penduduk yang tercakup 2. Pelayanan kesehatan yang

dicakup,

3. Proporsi biaya pelayanan kesehatan yang

ditanggung.

Apakah

mampu

tercapai

?

(6)

Apa yang terjadi di tahun 2015?

• Ketersediaan RS

• Ketersediaan dan distribusi Dokter Spesialis

(7)

Ketersediaan Supply RS

• Ketersediaan RS masih timpang. Propinsi-propinsi di NTT, Papua, Sulawesi masih sulit akses

• Sebagian besar RS Kelas A dan Kelas B di Regional 1.

• Pembayaran dari BPJS menggunakan tarif berbasis INA-CBG

(8)

1. Regionalisasi menjadi 5 regional berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)

2. Top up untuk kasus tertentu.

3. Tidak ada perbedaan tarif untuk rumah sakit umum dan khusus

4. Tarif INA-CBG’s merupakan tarif paket meliputi pelayanan medis maupun non medis.

(9)

Jumlah RS Berdasar Kelas

No Keterangan A B C D Non Kelas Per Oct 2015 1 Region 1 38 206 433 220 354 2 Region 2 8 31 135 65 79 3 Region 3 8 76 206 84 187 4 Region 4 2 6 25 10 11 5 Region 5 2 15 67 66 65

Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB

Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar

Region 4: Kalteng, Kalsel

(10)

Region 1: Tempat RS-RS Kelas A dan

Kelas B

No Region 1 A B C D Non Kelas Per Oct 2015 1 DKI Jakarta 13 50 46 8 43 2 Jawa Barat 8 50 127 40 76 3 Jawa Tengah 8 33 103 78 55 4 DI Jogjakarta 3 12 11 26 20 5 Jawa Timur 5 42 111 61 135 6 Banten 1 19 35 7 25 Total 38 206 433 220 354

(11)
(12)

Region 5: Buruk situasinya

No Region 5 A B C D Non Kelas Per Oct 2015 1 Kepulauan Bangka Belitung 0 1 10 4 2 2 Nusa Tenggara Timur 0 1 15 18 10 3 Kalimantan Timur 2 7 21 9 14 4 Maluku 0 3 5 13 6 5 Maluku Utara 0 1 3 9 6 6 Papua Barat 0 0 4 4 8 7 Papua 0 2 9 9 19 Total 2 15 67 66 65

(13)

Apa akibatnya?

• Klaim INA-CBG banyak dipergunakan di

Propinsi-propinsi padat RS dan penduduk

seperti DIY, Jawa Tengah, DKI

• Propinsi NTT (misalnya) tidak mampu

melakukan klaim karena kekurangan dokter dan RS kelas A dan B.

• Pemerataan tidak berjalan

(14)
(15)

Ketersediaan Suppy Tenaga Dokter

Spesialis

• Sampai akhir tahun 2015 belum adanya peningkatan tenaga kesehatan khususnya

dokter spesialis dan dokter sub-spesialis. sia, karena keterbatasan jumlah fasilitas dan

Sumber Daya Manusia khususnya dokter spesialis.

(16)

Jumlah Spesialis

5 ,7 5 1 6,7 8 5 5 ,3 8 8 4 ,5 0 3 2 ,3 6 1 822 3 ,7 4 5 1 ,2 8 9 2,6 2 2 2 ,5 0 6 1 ,0 2 9 1 ,1 9 5 2,1 5 6 1 ,2 6 7 568

JUMLAH SPESIALIS (NASIONAL)

(17)

Jumlah Spesialis 4 Dasar per Provinsi

200 400 600 800 1,000

1,200 Spesialis 4 Dasar per Provinsi

SpA SpOG SpD SpB

Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 0.2% dari total jumlah spesialis 4 dasar tersebut.

Per Oct 2015

(18)

Jumlah Spesialis per Provinsi

5,929 6,032 4,853 1,238 5,424 2,143 809 946 1,110 612 1,432 419 1,045 2,714 502 127 284 425 569 335 1,714 155 67 194 588 173 321 685 117 107 102 252 D K I JA K A R TA JA W A B A R A T JA W A T E N G A H D IY JA W A T IM U R B A N T E N S U M A T E R A B A R A T R IA U S U M A T E R A S E L A TA N L A M P U N G B A L I N T B N A D S U M A T E R A U TA R A JA M B I B E N G K U LU K E P R I K A L IM A N TA N B A R A T S U L A W E S I U TA R A S U L A W E S I T E N G A H S U L A W E S I S E L A TA N S U L A W E S I … S U L A W E S I B A R A T K A L IM A N TA N … K A L IM A N TA N … K E P. B A B E L N T T K A L IM A N TA N T IM U R M A LU K U M A LU K U U TA R A P A P U A B A R A T P A P U A

TOTAL SPESIALIS PER PROVINSI

Per Oct 2015

Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 1 % dari total jumlah spesialis tersebut.

(19)

Data di tahun 2015

menunjukkan:

• Supply pelayanan kesehatan RS dan

jumlah dokter terbatas • Tidak seimbang distribusinya • Menghasilkan dampak buruk untuk pelaksanaan kebijakan JKN

• Kurang siap untuk

(20)

Dampak kegagalan, antara lain:

• Jumlah Masyarakat yang dikover secara praktis, tidak sama dengan yang di atas kertas. Pernyataan bahwa adalah 90 juta yang terkover oleh PBI perlu diluruskan. • Pemerataaan pelayanan kesehatan memburuk. Dana

BPJS akan dinikmati oleh penduduk di perkotaan, khususnya di Regional 1.

• Mutu pelayanan kesehatan yang tidak baik karena kekurangan dokter dan antrean.

• Warga Negara Indonesia masih berobat ke luar negeri karena kekurangan spesialis dan sub-spesialis.

• Mengundang masuknya spesialis dan subspesialis asing.

(21)

Hasil Penelitian Monitoring Kebijakan

JKN oleh 12 Universitas di tahun 2014

Pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 diproyeksikan ada di:

• DKI, • DIY,

• Sumatera Selatan, • Sumatera Barat,

• sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat,

• sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan • sebagian di Sulawesi Selatan.

(22)

Kemungkinan Pesimis

untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 ada di:

- NTT,

- Kalimantan Timur,

- sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

- Bengkulu, dan

(23)

Perbandingan antara DIY dan NTT: Pencapaian Universal Coverage

2014 2015 2016 2017 2018 2019

I: Maret

II: Nov maret Nov Maret Nov Maret Nov Maret Nov DIY

NTT

Zero

Skenario Pesimis 2

(24)

Hasil Penelitian UGM dan Universitas

Nusa Cendana (2015)

• Dana PBI di Propinsi NTT tidak terpakai sepenuhnya.

• Hal ini disebabkan oleh kurangnya akses akibat jumlah RS yang sedikit dan jumlah tenaga

kesehatan yang terbatas

• Dana tidak terpakai ini dapat dipergunakan oleh Propinsi lain

• Mencerminkan logika yang tidak tepat

(25)

BPJS Kekurangan Dana

• Pardede, 2015 25

Sumber: Data klaim Bulan Pelayanan Jan s/d Des 2014 (Bulan Pembebanan s/d Jan 2015) dari BPJS, Maret 2015.

Di tahun 2015, dilaporkan mengalami kekurangan dana (Kompas, Oktober 2015)

(26)

Catatan kritis:

JKN mempunyai tujuan untuk keadilan

Sosial

UU SJSN 20014 Pasal 2 mempunyai tujuan untuk: • Meningkatkan keadilan

sosial bagi rakyat Indonesia

• Apakah tujuan

kebijakan JKN

ini dapat

(27)

Hadirin yang saya muliakan

• Dengan adanya

kemungkinan kegagalan JKN pada data 2015

Tujuan Kuliah Memorial ini untuk • Membahas kemungkinan kegagalan kebijakan JKN • Memaparkan usulan pencegahan

(28)

Metode

• Menggunakan pendekatan deskriptis dengan data Kementerian Kesehatan untuk

mengamati trend perkembangan supply RS dan tempat pendidikan spesialis

• Analisis Kebijakan Retrospektif

• Analisis Kebijakan Prospektif dengan menggunakan pendekatan skenario

(29)

Hasil

Trend Perkembangan Supply RS:

Trend 1. Perkembangan RS selama 4 tahun terakhir

Trend 2. Perkembangan tempat

pendidikan tenaga spesialis dan sub-spesialis

(30)

Trend 1:

Perkembangan

RS selama 4

(31)

Trend Perkembangan RS berdasarkan

kepemilikan

32 85 411 86 3 105 29 654 237 77 32 89 447 88 3 115 39 727 468 75 33 96 455 92 3 118 41 724 599 67 36 112 467 94 7 125 42 706 804 63 RS

TREND JUMLAH RS DI INDONESIA BERDASAR KEPEMILIKAN

(32)

Trend Perkembangan Jumlah Tempat

Tidur RS berdasarkan kepemilikan

1 3 ,6 7 8 1 9 ,1 8 3 3 8 ,3 6 8 1 6 ,1 9 1 244 1 0 ,1 2 6 2 ,1 8 1 4 7 ,06 0 1 3 ,6 6 7 1 ,3 7 9 195 8 ,3 0 5 1 5 ,7 8 2 2 2 ,2 9 2 6 1 ,9 5 7 1 6 ,87 9 244 1 6 ,6 5 4 3 ,6 0 4 6 0 ,6 5 6 2 1 ,7 9 1 8 ,3 0 8 2 ,2 3 6 7 ,9 7 0 1 7 ,0 7 1 2 5 ,6 9 6 6 7 ,2 4 2 1 9 ,6 2 2 268 1 6 ,4 2 0 4 ,4 8 0 7 5 ,7 2 3 2 8 ,1 2 7 1 3 ,3 5 6 3 ,2 4 9 7 ,1 9 6 1 7 ,4 5 2 27,8 3 7 7 3 ,9 1 8 2 1 ,7 4 7 505 1 7 ,02 8 4 ,8 9 2 7 1 ,7 1 1 3 8 ,7 1 8 2 0 ,6 4 0 4 ,1 4 6 7 ,1 7 9 TT

Trend Jumlah TT di Indonesia Berdasarkan Kepemilikan RS

(33)

Perkembangan Jumlah RS

Per Regional BPJS

(34)

Pertumbuhan RS per Regional

200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 2012 2013 2014 Updated (Oct 2015) Ruma h Sakit

Pertumbuhan RS per Regional

Region 1 Region 2 Region 3 Region 4 Region 5 Keterangan:

Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB

Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar

Region 4: Kalteng, Kalsel

(35)

Regional 1

132 200 225 51 187 46 142 243 247 66 286 73 143 273 275 69 319 77 160 301 277 72 354 87

DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH DI JOGJAKARTA

JAWA TIMUR BANTEN

TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 1

(36)

Regional 2

45 40 41 36 43 17 59 53 42 46 54 22 61 54 51 49 57 23 63 60 58 58 54 25

TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 2

(37)

Regional 3

45 153 22 18 22 33 32 23 67 22 9 7 51 174 27 18 25 38 35 25 76 23 11 8 53 156 29 19 25 44 40 26 82 25 12 9 62 177 33 19 24 44 42 31 79 28 12 10

TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 3

(38)

Regional 4

15 29 16 29 17 31 19 35

KALIM A N TAN T E N GAH KALIM AN TAN S E LATAN

TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 4

(39)

Regional 5

11 34 36 24 15 11 28 13 41 50 26 17 13 34 14 41 54 27 18 16 35 17 44 53 27 19 16 39

TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 5

(40)
(41)

Pertumbuhan TT per Regional

20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 2012 2013 2014 Updated (Oct 2015) TT

Pertumbuhan TT per Regional

Region 1 Region 2 Region 3 Region 4 Region 5 Keterangan:

Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB

Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar

Region 4: Kalteng, Kalsel

(42)

Catatan

• Jumlah TT RS Pemerintah Kabupaten meningkat

• Pertumbuhan RS Swasta Publik (non-Profit) dan RS Swasta for Private berkembang pesat

• Yang sangat pesat adalah yang Privat

(43)

Pertumbuhan RS Swasta Non Profit

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Pertumbuhan RS Swasta Non Profit

2012 2013 2014 Updated

(44)

Pertumbuhan RS Swasta Non Profit

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Regional 1 Regional 2 Regional 3 Regional 4 Regional 5

Pertumbuhan RS Swasta Non Profit

(45)

Pertumbuhan RS Privat

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Pertumbuhan RS Privat 2012 2013 2014 Updated

Rata-rata di setiap provinsi terdapat kenaikan jumlah RS Privat, selama +/- 3 tahun terakhir jumlah RS Privat terutama di Jatim naik 5x lipat dan di Jabar naik 2x lipat.

(46)

Pertumbuhan RS Privat

0 100 200 300 400 500 600

Regional 1 Regional 2 Regional 3 Regional 4 Regional 5

Pertumbuhan RS Privat per Regional

(47)

Apa yang

terjadi?

• Investasi RS banyak dilakukan swasta for profit

• Pemerintah tidak

banyak membangun RS baru

• Pemerintah Kab /kota banyak menambah TT

• Kebijakan JKN menarik

untuk investasi oleh swasta • RS baru swasta for profit

banyak didirikan di Jawa (Regional 1)

Investor RS Swasta tidak banyak yang mempunyai ideologi ke arah pemerataan

pelayanan.

(48)

Trend 2

Perkembangan

tempat

(49)

Akreditasi FK-FK

UU Pendidikan Kedokteran. Yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan spesialisasi adalah

FK-FK dengan akreditasi A

Tempat pendidikan dokter spesialis belum banyak berubah.

(50)

Akreditasi FK-FK

Di tahun 2015:

Tidak ada perubahan signifikan fakultas kedokteran yang bisa menyelenggarakan pendidikan Spesialis

(51)

Pendidikan Sub-spesialis

Mengalami keterkejutan pasca

keluarnya UU Pendidikan Kedokteran di tahun 2013 yang mengamanahkan agar pendidikan ini masuk ke

kelompok formal.

Catatan:

Pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh AIPKI pada tahun 2014 masih menghadapi masalah dalam regulasi pendidikan sub-spesialis dengan ketersediaan dosen sesuai dengan aturan pendidikan formal yang university-based.

(52)

• Jumlah, penyebaran dokter sub-spesialis belum ada data yang akurat • Tempat pendidikan dokter sub-spesialis masih mengalami guncangan pasca UU Pendidikan Kedokteran • Menunjukkan rendahnya perhatian bangsa kepada pendidikan sub-spesialis • Rentan untuk dimasuki

sub-spesialis dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai tahun

(53)

Masalah kronis:

Dosen pendidik klinis yang melakukan proses

pendidikan residen dan sub-spesialis baru diatur dalam:

Permendikti dan Riset pada akhir tahun 2015 dengan keluarnya jenis dosen baru yang

(54)

Peserta proses pendidikan Spesialis

dan Sub-spesialis

• Masih belum dianggap sebagai pekerja

• UU Pendidikan Kedokteran sudah menetapkan bahwa mereka bukan mahasiswa biasa

(55)
(56)

Analisis Retrospektif:

• Trend pembangunan RS selama 4 tahun

terakhir ini tidak mendukung tujuan kebijakan JKN dalam perspektif pemerataan;

• Situasi perkembangan tempat pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis menjadi salahsatu faktor penghambat tercapainya tujuan kebijakan JKN

(57)

Bagaimana prospeknya?

Trend 1. Perkembangan RS selama 4 tahun terakhir

Trend 2. Perkembangan tempat pendidikan tenaga spesialis dan sub-spesialis

Apakah membaik, ataukah Memburuk?

(58)

Pendekatan

analisis prospektif

dengan

mengggunakan

Skenario

(59)

Skenario

pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional

(60)

Skenario mana yang mempunyai

probabilitas terbesar untuk

(61)

Analisis trend: Menunjukkan ke Skenario terburuk

(62)

Gambaran akibat skenario terburuk

• Kebijakan RS Rujukan Nasional, Propinsi, dan regional akan gagal.

• Pasien-pasien gagal ditangani di daerah masing-masing karena kekurangan tenaga spesialis dan peralatan.

Pasien akan antre di Jakarta dan pasien yang dirujuk merupakan masyarakat yang berpenghasilan tinggi; • Meningkatnya jumlah pasien akan tidak dapat diatasi.

Waktu tunggu semakin lama. Pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan tertier dan mampu akan terus ke luar negeri.

• Mutu pelayanan akan memburuk, terutama yang membutuhkan teamwork yang baik.

(63)

Dampak secara politis

• Kesenjangan antar daerah semakin meningkat, berlawanan dengan UU SJSN dan UUD serta Nawacita

Presiden RI;

• Dalam MEA, Indonesia akan rentan untuk dimasuki spesialis dan sub-spesialis asing;

(64)

Hadirin yang saya muliakan

• Apakah ada solusi untuk

mencegah masuknya

Indonesia ke skenario

terburuk?

(65)

Usulan Strategi mencegah terjadinya skenario terburuk 1. Penambahan RS dan fasilitas kesehatan 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi

spesialis dan sub-spesialis

(66)

Mencakup:

a. Peningkatan jumlah RS untuk Pemerataan JKN b. Penguatan Rujukan

Nasional, Propinsi, dan Regional c. Kebijakan Kompensasi BPJS

Strategi 1.

Penambahan

RS dan

fasilitas

kesehatan

(67)

a. Peningkatan jumlah RS dan tenaga

kesehatan untuk Pemerataan JKN

Dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota

• Pemerintah Pusat perlu mengembangkan di daerah yang kemampuan fiskalnya rendah • Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi

yang kemampuan fiskal tinggi diharapkan mengembangkan fasilitas kesehatannya

(68)

b. Penguatan Rujukan Nasional,

Propinsi, dan Regional

• Kemenkes diharapkan memicu kebijakan ini agar selaras dengan perkembangan JKN;

• Perlu membentuk kelompok

pengembangan Rujukan yang terdiri atas berbagai pihak

(69)

• PERSI, ARSADA dan ARSPI membentuk Kelompok Kerja Persiapan RS Rujukan Nasional

• Anggota adalah semua RS Rujukan Nasional dan Regional

• Setiap Anggota menyiapkan Tim Perubahan yang akan menjadi Unit Pengelola Rujukan

• Tim Perubahan dibentuk, termasuk adanya:

Kelompok-kelompok klinis yang menjadi Rujukan Nasional.

• Tim Klinik ini dipimpin oleh Klinisi yang bergairah untuk maju

Usulan Operasional di level RS

Tim di setiap RS akan menyusun Rencana Perubahan yang dipakai sebagai dasar untuk Revisi Rencana Stratejik

(70)

c. Kebijakan Kompensasi BPJS

• Dana Kompensasi BPJS

(berdasar UU SJSN di tahun 2004)

• Diatur lebih lanjut dengan

(71)

Bagian Kedelapan Permenkes 2013

Pemberian Kompensasi

Pasal 30

(1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi.

(2) Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang

memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan.

(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :

• penggantian uang tunai;

• pengiriman tenaga kesehatan; dan

(72)

(4) Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa

penggantian atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan.

(5) Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan.

(6) Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.

Aturan lebih lanjut mengenai kriteria kompensasi ditetapkan dengan PKetentuan lebih leraturan BPJS Kesehatan.

(73)

Perlu Visi baru:

Strategi 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan sub-spesialis

Sistem Pendidikan

Spesialis dan

Sub-spesialis menjadi

bagian integral sistem

pelayanan kesehatan.

(74)

Perlu Visi baru:

Strategi 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan sub-spesialis

Sistem Pendidikan

Spesialis dan

Sub-spesialis menjadi

bagian integral sistem

pelayanan kesehatan.

(75)

Mengapa?

Setelah JKN hampir 2 tahun berjalan:

Tidak ada hubungan antara

tempat pendidikan spesialis dan

sub-spesialis dengan

perkembangan pelayanan

kesehatan

(76)

Dua sistem yang terpisah

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

(77)

Dua sistem yang terpisah

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Salah satu faktor yang menjadi penentu perkembangan jumlah dan

(78)

Dua sistem yang terpisah

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Perlu Integrasi dalam pendidikan spesialis dan

(79)

Apa arti Integrasi?

Sebuah proses untuk mencapai koordinasi

yang mulus dan dekat antara berbagai

kelompok organisasi atau system.

Integrasi ke dua sistem ini mencakup, antara lain:

• Pemahaman akan nilai-nilai dan prinsip yang melandasi pendidikan spesialis dan subspesialis dalam

hubungannya dengan pelayanan kesehatan; • Perencanaan bersama termasuk perencanaan

keuangan; • Pelaksanaan

(80)

1. Nilai-nilai dan Prinsip yang akan

diubah dalam integrasi ini.

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Residen dan Fellow bukan

(81)

Saat ini:

Residen dan Fellow dianggap oleh pelaku di system

pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan

sebagai mahasiswa

bukan pekerja.

Perubahan yang diharapkan:

• Berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran tahun 2013: Mahasiswa pendidikan spesialis dan sub-spesialis harus sebagai bukan mahasiswa biasa. • Mereka berhak mempunyai

hak termasuk insentif dan kewajiban-kewajiban

(82)

Landasan Hukum

Sudah Jelas:

Berdasarkan Undang-undang No 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendikan Kedokteran Indonesia yang menyatakan

dalam Pasal 31 Paragraf 3 :

tentang Hak dan Kewajiban Mahasiswa • 1) Setiap Mahasiswa berhak:

– memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan

Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis,dan dokter gigi spesialis-subspesialis;

(83)

2. Pelaksanaan Pendidikan yang perlu

lebih diintegrasikan

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Residen dan Fellow harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari SDM kesehatan yang bekerja

(84)

Landasan Etis dalam perubahan ini:

• Manusia yang sudah bekerja harus

mendapatkan kewajiban dan hak (termasuk pembayaran).

• Tidak boleh ada ekploitasi oleh manusia ke manusia lainnya.

• Pendidikan harus beretika dan profesional untuk menghasilkan lulusan yang etis dan professional, menghadapi era MEA dan globalisasi.

(85)

3. Penggunaan Penggunaan Dana

BPJS

Sistem

Pendidikan

Kedokteran

Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Belum ada aturan tentang hubungan BPJS dengan residen

(86)

Kondisi Saat ini:

Tidak ada koordinasi antara BPJS sebagai bagian dari system

pelayanan kesehatan dengan pendidikan kedokteran.

Klaim INA-CBG yang diterima oleh rumahsakit masih belum jelas

hubungannya dengan residen. Sistem remunerasi RS masih banyak yang tidak

memperhitungkan residen.

Perubahan yang dilakukan:

• Dana dari klaim INA-CBG BPJS harus diatur sehingga sebagian dapat dipergunakan untuk

membayar para residen dan fellow di RS pendidikan dan RS jaringan pendidikan.

• Residen perlu masuk sebagai bagian dari pembayaran untuk tenaga kesehatan.

(87)

Hal-hal strategis yang diperlukan

dalam reformasi ini

1. Penguatan Lembaga Pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis menghadapi 2 front: BPJS dan MEA;

2. FK/RS Pendidikan diharapkan melakukan kerjasama dengan RS luarnegeri untuk mendapatkan spesialis asing dan bekerja di Indonesia dalam rangka transfer teknologi

3. Penambahan RS-RS sebagai tempat pendidikan

4. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset perlu lebih terlibat

(88)

+ Catatan akhir:

Visi ini hanya bisa tercapai apabila dilakukan oleh para:

- Pimpinan Fakultas Kedokteran dan

- Direksi RS Pendidikan dan jaringan,

- KaProdi-Kaprodi, Kolegium, serta

- pejabat di Kementerian-Kementerian

yang reformis dan visioner.

Bukan oleh mereka:

- yang terperangkap

dalam sejarah yang gelap,

- yang ketakutan pada

hambatan dan

regulasi yang tidak tepat, serta

- yang tidak mampu

(89)

Hadirin yang saya muliakan

Sebagai penutup Kuliah Memorial Amino

Gondohutomo:

Analisis menunjukkan bahwa:

1. Sistem kesehatan Indonesia mengarah ke skenario terburuk untuk tidak tercapainya tujuan JKN dan kurang siapnya menghadapi MEA

2. Perlu ada strategi mencegah ke skenario terburuk

(90)

Strategi pencegahan skenario terburuk 1. Penambahan RS dan fasilitas kesehatan 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi

spesialis dan sub-spesialis Plus

(91)

Perlu ada amandemen dalam UU SJSN dan UU BPJS serta berbagai regulasi lainnya.

Prinsip amandemen:

• Dana PBI yang terbatas, jangan sampai dipergunakan terlalu

banyak oleh masyarakat mampu. • Negara harus melindungi fakir

miskin dulu;

• Membuka sumber dana

kesehatan dari orang kaya, agar lebih banyak dana untuk

pelayanan kesehatan

(92)

Saat ini:

- Klaim BPJS banyak dipakai oleh Non-PBI Mandiri - BPJS kesulitan dana APBN BPJS Tax Income Non-tax Income Non-PBI Mandiri Primary Care Referral Care Non-PBI ex PT Askes MoH

Out pof pocket

Other Ministries PBI Pemda 92 Local Gov Private Insurance Masyarakat kaya mendapat banyak dari negara

(93)

Saat ini:

- Klaim BPJS banyak dipakai oleh Non-PBI Mandiri - BPJS kesulitan dana APBN BPJS Tax Income Non-tax Income Non-PBI Mandiri Primary Care Referral Care Non-PBI ex PT Askes MoH

Out pof pocket

Other Ministries PBI Pemda 93 Local Gov Private Insurance Masyarakat kaya mendapat banyak dari negara Claim Ratio <90% Claim Ratio sekitar 1300% di November 2014

(94)
(95)

Diharap ada Kompartemen di BPJS.

Jangan sampai dana PBI masuk ke Non-PBI mandiri

Masyarakat kaya diharapkan membeli askes swasta dan tidak menggunakan dana PBI

APBN BPJS Tax Income Non-tax Income Non-PBI Mandiri Primary Care Referral Care Non-PBI ex PT Askes MoH

Out pof pocket

Other Ministries PBI Pemda 95 Local Gov Private Insurance Masyarakat kaya harus membeli asuransi swasta lebih banyak dan mengurangi

(96)

Diharapkan:

Ada kebijakan yang mendorong:

• Perusahaan asuransi

kesehatan menawarkan paket seperti Kaiser Permanante

atau Blue Shield. Mengkover perorangan dan keluarga

dengan premi yang masuk akal, misal Rp 1 juta per orang per bulan.

• Premi BPJS yang Rp 59.500,-dan dibawahnya dihilangkan. Yang membayar Rp 25

ribu…Tidak boleh naik kelas.

Memberi efek:

Tambahan dana ke sektor rumahsakit. Mengurangi beban berat BPJS

(97)

Apa peran PERSI pusat dan daerah?

• Menyadarkan bahwa ada masalah-masalah serius dalam pelaksanaan JKN dalam konteks

pemerataaan, kemampuan fiskal pemerintah membiayai, dan masalah etika politik;

• Melakukan advokasi dan lobby, serta kerja

bersama dengan berbagai pihak untuk melakukan berbagai strategi yang disarankan;

• Melakukan persiapan untuk amandemen

berbagai pasal dalam UU SJSN dan BPJS serta berbagai peraturan yang ada.

(98)

TERIMAKASIH

Powerpoin dapat didownload dari:

www.kebijakankesehatanindonesia.net

dan

Referensi

Dokumen terkait

Apabila perusahaan penjual memiliki tanggung jawab atas kerugian yang diderita pembeli piutang akibat debitur tidak bisa membayar (gagal bayar) maka disebut

Pada umumnya suatu PPJB tanah mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak dalam PPJB tanah, sebelum dapat

Dengan bisnis e-commerce yang dibuat melalui website ini, pemasaran produk lebih efektif, pelanggan mudah bertransaksi secara online, data pesanan tersimpan baik,

Judul Penelitian : Keanekaragaman Serangga Pada Perkebunan Apel Semi Organik dan Anorganik Desa Poncokusumo Kabupaten Malang Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Penyuluhan dan pelatihan perawatan kesehatan gigi dan mulut kepada orang tua/pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh tenaga

bahwa rekrutmen Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Bidang Kesehatan, Tim Kesehatan Haji Indonesia, dan Tenaga Pendukung Kesehatan yang telah diatur dalam Peraturan

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan agar tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan

diri yang akan membantu anak didik dalam memilah pengaruh yang baik dan yang buruk' pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Negara Indonesia memiliki tradisi