• Tidak ada hasil yang ditemukan

METAKOGNISI SISWA SMA KELAS AKSELERASI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METAKOGNISI SISWA SMA KELAS AKSELERASI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

Theresia Kriswianti Nugrahaningsih*

e-mail : kriswianti th@yahoo.com

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh profil metakognisi siswa kelas akselerasi dalam memecahkan masalah Matematika. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif eksploratif. Siswa diberi masalah matematika dan diminta mengerjakannya. Pada setiap langkah pemecahan masalah sesuai langkah-langkah pemecahan masalah menurut teori Polya, siswa diwawancara dan diminta untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengerjakan masalah tersebut. Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap gambaran proses metakognisi siswa.

Siswa kelompok atas kelas akselerasi memiliki pengetahuan metakognisi yang lengkap, yakni Pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan kondisional (conditional knowledge). Siswa dapat menghubungkan informasi yang ada dalam soal dengan pengetahuan awal yang diperlukan, siswa dapat memilih strategi pemecahan masalah dengan tepat dengan memilih dan menerapkan rumus yang diperlukan. Siswa dapat berpikir reflektif dengan mengkritisi soal. Siswa juga memiliki pengetahuan tentang diri sendiri mengenai kekuatan diri sendiri, kelemahannya dan kesadaran atas tingkat pengetahuannya sendiri (self knowledge). Siswa memiliki variabel intra individu, yaitu menyadari bahwa dirinya lebih mampu di bidang matematika dibandingkan dengan pelajaran lain. Sedangkan siswa dari kelompok bawah, memiliki pengetahuan metakognisi yang kurang lengkap. Dalam pemecahan masalah matematika, siswa tidak membuat perencanaan, pemantauan dan evaluasi proses berpikirnya dengan baik, apabila menemui soal yang terkait trigonometri, siswa sudah bingung, sehingga yang dilakukan hanyalah dengan mengandalkan hafalan saja. Apabila tidak hafal, siswa main tebak. Siswa lain dari kelompok bawah, kalau ditanya mengapa menggunakan rumus itu atau mengapa menggunakan cara itu, jawabnya adalah “kata pak guru” atau “dari catatan”.

Kata kunci : Metakognisi, Pemecahan Masalah Matematika, Kelas Akselerasi SMA

PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi, dalam dunia kerja semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan yang mampu bersaing. Tidak hanya sekedar bersaing dalam bentuk pengalaman pendidikan formal, tetapi yang sangat penting adalah

kemampuan untuk mendapatkan eksistensi pada dunia kerja. Pendidikan nasional mengemban tugas dalam mengembangkan manusia Indonesia sehingga menjadi manusia yang utuh dan sekaligus merupakan sumberdaya pembangunan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana untuk menyiapkan para siswa agar dapat bersaing pada era global.

(2)

Dalam mempersiapkan anak didik untuk menghadapi era globalisasi, pemerintah menyediakan berbagai lembaga pendidikan, sesuai dengan bakat dan minat masing-masing anak. Salah satu program pemerintah yaitu program akselerasi. Program ini diselenggarakan untuk menampung anak-anak yang berbakat, yang dapat belajar dengan cepat. Program ini diselenggarakan di tingkat SMP dan SMA, dengan waktu belajar masing-masing hanya 2 tahun, atau 1 tahun lebih cepat dibandingkan dengan siswa kelas non akselerasi. Calon siswa yang dapat masuk di kelas akselerasi adalah mereka yang oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. Mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan guru di depan kelas dibandingkan teman-temannya. Dengan diterangkan sekali saja, mereka telah dapat menangkap maksudnya. Sehingga dengan diadakan kelas akselerasi, mereka tidak perlu membuang waktu untuk menunggu guru yang memperhatikan siswa lain yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Matematika, yang merupakan salah satu mata pelajaran juga mempunyai andil yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika seperti yang tercantum pada kurikulum adalah siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Matematika merupakan sarana komunikasi tentang pola-pola yang berguna untuk melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Pendidikan matematika mengkaji apa yang ada di benak anak didik waktu sedang mempelajari

matematika, apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakannya, kesulitan apa yang terjadi dan segala usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula untuk membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan ketrampilan tertentu (Soedjadi, 2000). Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya (KTSP, 2006).

Metakognisi ialah fungsi eksekutif yang mengelola dan mengontrol bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih. Matlin (1994: 256), menyatakan bahwa: Metacognition is our

knowledge, awareness and control of our cognitive processes, artinya metakognisi adalah pengetahuan,

kesadaran, dan kontrol kita terhadap proses kognitif kita.. Lebih lanjut Matlin mengatakan bahwa metakognisi sangat penting dalam membantu kita dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita selanjutnya.

Dalam kaitannya dengan pemecahan masalah matematika, pengetahuan berbagai strategi belajar merupakan hal yang penting untuk diketahui siswa. Strategi belajar melibatkan aktivitas mental siswa, digunakan untuk memperoleh, mengingat dan memperbaiki berbagai macam pengetahuan.

(3)

Penelitian Josefina Santana menunjukkan bahwa murid yang mempunyai kemampuan untuk berpikir mengenai pemikirannya lebih efektif daripada yang tidak. Sedangkan penelitian McLoughlin dan Hollingworth (2003) menunjukkan bahwa pemecahan masalah yang efektif dapat diperoleh dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan strategi metakognitifnya ketika menyelesaikan soal. Karena tuntutan untuk belajar lebih cepat, tidak mustahil siswa kelas akselerasi belajar lebih giat, dengan strategi khusus yang melibatkan metakognisi, tetapi kemungkinan lain akan justru sebaliknya, siswa mengambil jalan pintas dengan menghafal atau menebak.

Berdasarkan latar belakang, diajukan permasalahan dalam tulisan ini adalah: Apakah dengan belajar lebih cepat, siswa kelas akselerasi tetap dapat memecahkan masalah dengan menggunakan metakognisi? Bagaimana metakognisi siswa kelas akselerasi SMA dalam menyelesaikan masalah matematika?

Penelitian ini mengungkap proses metakognisi siswa ketika memecahkan masalah matematika. Dalam memecahkan masalah matematika, langkah-langkah dirinci sesuai langkah-langkah-langkah-langkah pemecahan masalah menurut teori Polya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif eksploratif.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Metakognisi

Istilah metakognisi diperkenalkan oleh John Flavell, seorang psikolog dari Universitas Stanford.pada sekitar tahun1976 dan didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran (thinking about thinking) atau

“pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya (One’s knowledge concerning one’s

own cognitive processes)” (Flavell, 1976, p. 232).

Matlin (1994: 256), menyatakan bahwa:

Metacognition is our knowledge, awareness and control of our cognitive processes, artinya

metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol kita terhadap proses kognitif kita. Lebih lanjut Matlin mengatakan bahwa metakognisi sangat penting dalam membantu kita dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita selanjutnya. Metakognisi adalah salah satu kemampuan dimana seakan-akan individu berdiri di luar kepalanya dan mencoba merenungkan cara dia berfikir atau proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan menurut Ann Brown, metakognisi merujuk pada pemahaman terhadap pengetahuan, yaitu suatu pemahaman yang dapat digambarkan baik pada penggunaan yang efektif atau uraian yang jelas dari suatu pertanyaan.

Dari beberapa pengertian metakognisi tersebut dapat dibuat batasan tentang metakognisi yaitu pengetahuan, kesadaran, dan kontrol serta pengelolaan penggunaan pikiran kita terhadap proses kognitif kita, sehingga seakan-akan kita berdiri di luar kepala kita dan mencoba merenungkan cara kita berpikir atau proses kognitif yang kita lakukan. Metakognisi adalah kesadaran seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya, dalam mengembangkan perencanaan, memonitor pelaksanaan dan mengevaluasi suatu tindakan. Jadi dengan metakognisi, seseorang akan “Tahu yang ditahui dan tahu yang kamu tidak diketahui” (“Know that

(4)

Metakognisi memainkan peran yang penting dalam komunikasi, keyakinan, pemahaman, membaca, menulis, kemahiran berbahasa, memperhatikan, menyimpan, menyelesaikan masalah, kognisi sosial, dan berbagai tipe kontrol diri dan pembelajaran diri. Menurut NCREL dari Strategic Teaching

and Reading Project Guidebook. metakognisi

terdiri dari tiga elemen dasar, yakni:

1) Developing a plan of action

-mengembangkan rencana tindakan

2) Maintaining/monitoring the plan

-memonitor rencana tindakan

3) Evaluating the plan - mengevaluasi rencana

tindakan

Sebelum-Ketika kamu mengembangkan rencana tindakan, tanya pada diri sendiri:

1) Pengetahuan awal apa yang bisa membantuku menyelesaikan tugas ini? 2) Ke arah mana pikiranku ini akan

membawaku?

3) Apa yang pertama kali harus aku lakukan? 4) Mengapa aku membaca bagian ini?

5) Berapa lama aku harus menyelesaikan tugas ini?

Selama – Ketika kamu memonitor rencana tindakan, tanya pada diri sendiri:

1) Bagaiman aku melakukannya?

2) Apakah aku sudah berada di jalan yang benar?

3) Bagaimana seharusnya aku melanjutkannya? 4) Informasi apa yang penting untuk diingat? 5) Haruskah aku pindah ke cara yang berbeda? 6) Haruskah aku melakukan penyesuaian

langkah berkaitan dengan kesulitan?

Sesudah – Ketika kamu mengevaluasi rencana tindakan, tanya pada dirimu sendiri:

1) Seberapa baik yang telah aku lakukan? 2) Apakah wacana berpikir khusus ini akan

menghasilkan hasil yang lebih atau kurang dari yang aku harapkan?

3) Apakah aku sudah dapat melakukan dengan cara yang berbeda?

4) Mungkinkah aku menerapkan cara ini untuk masalah yang lain?

5) Apakah aku perlu kembali ke tugas awal untuk memenuhi bagian pemahaman saya yang kurang?

Sedangkan metakognisi menurut Hennesey (dalam Sarah Mittlefehldt, 2003: 2), mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Suatu kesadaran mengenai isi dari pemikiran

yang dimiliki diri sendiri.

2) Suatu kesadaran mengenai isi dari konsep seseorang.

3) Suatu monitoring aktif mengenai proses kognitif seseorang.

4) Suatu usaha untuk mengatur proses kognitif seseorang dalam hubungannya dengan pelajaran lebih lanjut.

5) Suatu aplikasi satu set heuristik sebagai suatu alat efektif untuk membantu orang-orang mengorganisir metoda mereka pada pemecahan permasalahan secara umum.

2. Komponen Metakognisi

Menurut Flavel (1992: 4) dalam bukunya

“Metacognition and Cognitive Monitoring”,

kemampuan seseorang untuk memantau berbagai macam aktivitas kognisinya dilakukan melalui aksi dan interaksi antara empat komponen, yaitu:

(5)

1) Pengetahuan metakognisi (metacognitive

knowledge)

2) Pengalaman metakognisi (metacognitive

experiences)

3) Tujuan atau tugas-tugas (goals or tasks), 4) Aksi atau strategi (actions or strategies)

Kemampuan seseorang untuk mengendalikan kognisinya tergantung pada tindakan dan interaksi antar komponen tersebut.

Pengetahuan metakognitif adalah

pengetahuan seseorang mengenai proses berpikirnya yang merupakan perspektif pribadi dari kemampuan kognitifnya dibandingkan dengan kemampuan orang lain. Pengalaman

metakognitif adalah pengalaman kognitif atau

afektif yang menyertai dan berhubungan dengan semua kegiatan kognitif. Dengan kata lain, pengalaman metakognitif adalah pertimbangan secara sadar dari pengalaman intelektual yang menyertai kegagalan atau kesuksesan dalam pelajaran Tujuan atau tugas mengacu pada tujuan berpikir, seperti membaca dan memahami suatu bagian untuk kuis mendatang, yang akan mencetuskan penggunaan pengetahuan metakognitif dan mendorong ke pengalaman metakognitif baru. Tindakan atau strategi menunjuk berpikir atau perilaku yang khusus yang digunakan untuk melaksanakannya, yang dapat membantu untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, suatu pengalaman metakognitif dapat mengingatkan bahwa menggambarkan gagasan utama dari suatu bagian pada kesempatan sebelumnya dapat membantu meningkatkan pemahaman.

Favell dalam Gama (2004) menyatakan bahwa pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang, berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan/ dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja/ secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu. Pengetahuan metakognitif dapat digunakan tanpa disadari. Karena itu, pengetahuan yang muncul melalui kesadaran dan dilakukan secara berulang akan berubah menjadi suatu pengalaman, sehingga disebut pengalaman metakognitif.

Berdasarkan dimensi pengetahuan dan proses kognitif, menurut Anderson dan Krathwohl (2001: 60), selain terdapat tiga kategori pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge). ditambahkan kategori yang keempat yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge).

Pengetahuan faktual berkaitan dengan hal-hal dasar yang harus diketahui siswa jika mereka menyelesaikan suatu masalah. Pengetahuan konseptual adalah hubungan timbal balik antara elemen-elemen dasar dalam struktur yang lebih luas yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-sama. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai bagaimana melakukan sesuatu, langkah-langkah dan kriteria untuk menggunakan ketrampilan, algoritma, teknik dan metode-metode yang secara umum dikenal sebagai prosedur. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai kognisi secara

(6)

umum seperti kesadaran dan pengetahuan seseorang mengenai kognisinya. Pengetahuan ini membuat siswa menjadi lebih teliti dan responsif terhadap pengetahuan dan pikiran mereka. Aspek lain dari pengetahuan metakognisi adalah Self

Efficacy atau perkiraan siswa sendiri mengenai

dirinya sendiri.

3. Pemecahan masalah Dalam Pembelajaran Matematika

Masalah menurut Hudoyo (1988), suatu soal atau pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bagi seseorang pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin. Jadi suatu pertanyaan merupakan suatu masalah apabila pertanyaan tersebut menantang untuk dijawab yang jawabnya tidak dapat dilakukan secara rutin.

Langkah-langkah pemecahan masalah menurut G. Polya (1997) adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah. Apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, serta apa syarat-syarat yang diketahui.

2) Merencanakan pemecahan masalah. Menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan/dibuktikan. Memilih teorema atau konsep yang telah dipelajari untuk dikombinasikan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Menyelesaikan rencana sesuai dengan yang direncanakan. Periksa masing-masing langkah. Buktikan bahwa langkah-langkah itu benar.

4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Mencocokan jawaban yang diperoleh dengan permasalahan dan menuliskan kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan.

4. Strategi Metakognitif dalam Memecahkan Masalah Matematika

De Corte (2003) mengemukakan strategi metakognitif yang diterapkan untuk memecahkan masalah matematika terdiri atas lima tahap, yaitu: 1) Membangun representasi mental dari

masalah tersebut

2) Menentukan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut

3) Melakukan perhitungan yang perlu

4) Menginterpretasikan hasil dan memformulasikan suatu jawaban

5) Mengevaluasi hasil yang dikerjakan Sedangkan Blakey (1990) mengemukakan bahwa The basic metacognitive strategies are:

(1) Connecting new information to former knowledge. (2) Selecting thinking strategies deliberately, (3) Planning, monitoring, and evaluating thinking processes.

5. Program akselerasi

Program akselerasi merupakan salah satu program Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan untuk anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Konsepsi keberbakatan yang digunakan berasal dari Renzulli, Reis, dan Smith (1978) dalam Depdibud (2003: 14) yang menyebutkan bahwa keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaitan antara tiga kelompok ciri (Kluster) yaitu kemampuan umum, kreativitas, dan tanggung

(7)

jawab terhadap tugas (task commitment) di atas rata-rata. Definisi peserta didik yang memiliki potensi, kecerdasan dan bakat istimewa dalam Program Percepatan Belajar adalah mereka yang oleh psikolog dan/atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik.

Pada program percepatan pendekatan kegiatan pembelajaran diarahkan kepada terwujudnya proses belajar tuntas (mastery

!earning) dan Problem Based Learning. Siswa

dibagi dalam kelompok-kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 siswa. Guru mengawali pembelajaran dengan mengingatkan materi-materi prasarat. Siswa mempelajari materi-materi kemudian mengerjakan masalah-masalah yang ada, diskusi dengan teman-teman sekelompoknya. Kegiatan siswa dan guru pada pembelajaran yang dapat diamati pada kelas akselerasi sebagai berikut:

1) Kegiatan siswa:

Dalam menyelesaikan masalah, kegiatan siswa yang dapat diamati adalah:

a) Siswa membaca masalah secara individual

b) Siswa mengingat rumus-rumus yang mungkin diperlukan

c) Siswa memilih rumus yang akan digunakan, sesekali diskusi dengan teman di kelompoknya

d) Siswa menerapkan rumus yang dipilih untuk menyelesaian masalah

e) Setelah menyelesaikan masalah, siswa kembali meneliti pekerjaannya. Ada yang merasa pekerjaannya sudah benar, tetapi masih ada yang tidak yakin kalau pekerjaannya benar,sehingga perlu meneliti lagi kebenarannya dengan mengecek langsung hasilnya dan dengan mengurutkan jalannya langkah per langkah

f) Siswa diskusi dengan temannya mengenai kebenaran pekerjaan mereka. Apabila dirasa pekerjaannya masih meragukan, siswa meneliti pekerjaannya masing-masing.

g) Dalam mengerjakan soal, kebanyakan siswa tidak mengerjakan dengan urut nomer, tetapi memilih yang nampaknya mirip, dikerjakan beberapa saja.

2) Kegiatan guru

a) Menjelaskan materi apa yang harus dikerjakan siswa

b) Mengingatkan materi prasarat

c) Keliling mengawasi jalannya diskusi, memberi topangan apabila diperlukan dengan cara mengingatkan materi-materi yang terkait

HASIL PENELITIAN

Untuk melihat metakognisi siswa di kelas akselerasi, diambil secara acak 4 orang, 2 dari kelompok kemampuan atas dan 2 dari kelompok kemampuan bawah. Siswa diberi soal matematika, diminta untuk mengerjakan dan menyatakan dalam bentuk kata-kata apa yang dia pikirkan. Kemudian diwawancara. Dari hasil pekerjaan siswa, pengamatan

(8)

dan wawancara dapat dilihat metakognisi siswa sebagai berikut:

Tugu Monas yang terletak di Jakarta, di bagian atasnya terdapat patung lidah api. Seseorang ingin mengukur tinggi lidah api di puncak tugu Monas tersebut dengan cara mengukur sudut. Dari suatu tempat sejauh 100m dari kaki Tugu Monas, orang tersebut melihat bagian pangkal lidah api, garisnya membentuk sudut 45o dengan garis mendatar.

Sedangkan ketika melihat ke puncak lidah api, membentuk sudut 60o dengan garis mendatar.

Berapakah tinggi lidah api di puncak Tugu Monas?

1. Siswa kelompok kemampuan atas: Dalam memahami masalah:

1) RAA1 sudah berpikir metakognitif dalam memahami masalah. Subjek mengetahui sejumlah cara menemukan teks yang berisi detil khusus, dapat menghubungkan masalah dengan teori yang sudah diperoleh atau pengetahuan awal, dapat menghubungkan dengan kehidupan nyata. Subjek dapat membuat perencanaan, memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya dalam memahami masalah.

2) Subjek RAA2 membuat perencanaan dengan membaca secara teliti, memilih menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan pada gambar, karena menyadari kalau dengan membuat gambar, permasalahan akan lebih jelas dan mempermudah untuk mengerjakannya. Subjek melakukan pemantauan dengan menggambar lagi dalam bentuk segitiga dengan sudut-sudut istimewa. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek dapat menghubungkan informasi

yang ada dengan pengetahuan awal. Subjek telah melakukan pemantauan dan refleksi pada langkah memahami masalah.

Dalam membuat rencana penyelesaian:

1) Dengan memperhatikan hubungan antar data dan tujuan yang akan dicapai, dengan sadar subjek RAA1 dapat memilih rumus yang sesuai, terbukti subjek dapat mengemukakan alasan mengapa memilih rumus itu. Dengan demikian subjek dapat menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dengan alasan yang jelas. Dengan meralat pemilihan rumus yang pertama, hal ini mengindikasikan bahwa subjek melakukan monitoring dan evaluasi ketika melakukan perencanaan. 2) Subjek RAA2 membuat perencanaan

dengan menyusun rencana langkah-langkah penyelesaian dan dapat menggunakan pengetahuan awal dengan baik. RAA2 menghubungkan informasi yang ada dengan materi matematika, dengan sadar memilih rumus yang paling cocok dan paling dikuasai. Melakukan pemantauan dengan merubah rumus ketika dirasa rumus itu kurang dikuasai dan memilih yang lebih sesuai (pada wawancara soal A) dan memilih menggunakan aturan sinus dengan sinus sudut rangkap (pada wawancara soal B). Hal ini mengindikasikan subjek telah melibatkan metakognisinya pada langkah membuat rencana pemecahan masalah, yakni dengan merencanakan, memantau dan merefleksi proses berpikirnya.

(9)

Dalam menyelesaikan masalah:

1) Subjek RAA1 melakukan penghitungan dengan prosedur yang tepat, sesuai perencanaan, dengan memanfaatkan hubungan antar data secara sadar. Menyadari cara memonitor perhitungan, mengevaluasi pekerjaannya, yaitu dengan menghubungkan antar variabel disesuaikan dengan yang diketahui. Menyelesaikan penghitungan sampai tuntas dengan memberikan pendekatan harga Ö3. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek melakukan penyelesaian masalah sesuai yang dipikirkan dan melakukan monitoring dan evaluasi dalam penyelesaian masalah. Nampak subjek mempunyai strategi penyelesaian masalah yang runtut.

2) Subjek RAA2 nampak sudah melibatkan metakognisinya. Subyek menyelesaikan masalah dengan langkah-langkah yang benar sesuai perencanaan, melakukan operasi bilangan dengan benar, meyakini kalau pekerjaannya sudah benar.

Dalam memeriksa kembali;

1. Subjek RAA1 sudah berpikir metakognitif dengan menyadari bahwa setiap langkah yang sudah dilakukan adalah langkah yang benar, dengan pemilihan rumus, pemanfaatan data-data yang ada dan penghitungan yang benar sehingga yakin bahwa pekerjaannya sudah benar. Ingat kalau pernah mengerjakan soal seperti ini dengan cara lain. Merasa bahwa yang dikerjakannya adalah yang paling pendek.

2. Subjek RAA2 meyakini pekerjaannya sudah benar dengan meneliti langkah-langkah yang sudah dilakukan. Pada wawancara kedua RAA2 nampak lebih kritis dengan mengkritisi soal, bahwa perbandingan tinggi lidah api dan tinggi Tugu Monas nampak kurang pas. Tinggi lidah api dirasa kurang pas, terlalu tinggi dibanding tinggi tugu seluruhnya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek RAA2 melibatkan metakognisinya dengan melakukan monitoring dan refleksi proses berpikirnya sehingga dapat mengkritisi soal.

2. Siswa kelompok kemampuan bawah:

Dalam memahami masalah:

1) Subjek RAB1 menyadari untuk membaca dengan teliti agar dapat memperoleh inti dari soal, menyadari hubungan antara data dengan materi matematika, yakni materi trigonometri yang tidak begitu dikuasai, sehingga tidak ingat nilai tangen. Menyadari kalau untuk menyelesaikan masalah ini lebih mudah apabila dibuat gambar dan membuat permisalan agar supaya lebih mudah mengerjakan. Menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan, dituangkan dalam gambar, supaya lebih mudah dipahami. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek sudah berpikir metakognitif dalam memahami masalah. Subjek mengetahui sejumlah cara menemukan teks yang mana yang berisi detil khusus. Subjek dapat menghubungkan antar data dan dapat membuat perencanaan, memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya dalam memahami masalah.

(10)

2) Subjek RAB2 menyadari bahwa untuk menyelesaikan masalah ini harus membaca dengan teliti, hubungan antar data, menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dan menuliskannya dalam gambar. Subjek menyadari bahwa menuliskannya dalam gambar akan lebih memudahkan untuk mengerti. Nampak subjek juga melakukan monitoring dan evaluasi ketika memahami masalah dengan membaca kembali informasi yang ada untuk meyakinkan apa yang ditanya dalam soal, membaca ulang lagi, dicocokkan dengan apa yang sudah ditulis pada gambar.

Dalam membuat rencana pemecahan masalah

1) Nampak subjek RAB1 dapat membuat perencanaan dengan mengetahui tujuan dari soal ini dan dapat memilih rumus yang tepat. Dapat membuat rencana langkah-langkah yang akan dilakukan, memilih rumus yang diperlukan, yakni tangen dan dapat menjelaskan mengapa menggunakan tangen). Subjek dapat menyebutkan rumus tangen.

2) Dari hasil wawancara mengindikasikan bahwa subjek RAB2 kurang melibatkan metakognisinya terutama untuk menelaah pengetahuan awal, dan asal rumus. Subjek tidak menyadari kalau penerapan rumusnya kurang tepat, sehingga tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. Subjek sudah melibatkan metakognisinya dalam membuat perencanaan, tetapi karena mempunyai percaya diri yang kuat bahwa dia dapat menyelesaikan masalah ini walaupun kurang kuat pengetahuan awalnya, maka dengan

yakin dia menggunakan rumus ini. Subyek tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. Nampak subjek kurang dalam memonitor dan merefleksi proses berpikirnya. Subjek tidak dapat memberi alasan mengapa menggunakan rumus tersebut. Bahkan dalam wawancara ketika ditanya mengapa melakukan hal itu jawabnya “tidak tahu” itu “yang ngajarin pak guru” .

Dalam menyelesaikan masalah:

1) Dalam penyelesaian masalah, nampak subjek melakukan penyelesaian masalah sesuai perencanaan yang dibuat, dengan memperhatikan hubungan antara data yang ada, tujuan yang akan dicapai dan pemilihan rumus yang sesuai. Pada kedua penyelesaian, nampak subjek tidak hafal nilai tangen 60, sehingga asal menebak sesuai yang diingatnya saja. Subjek RAB1 sudah mencoba mengingat dengan membuat gambar segitiga istimewa. Tetapi subjek tidak menyadari kesalahan yang dilakukan, yakni menggambar segitiga siku-siku dengan salah satu sudutnya 60o dengan

perbandingan sisi-sisinya 3, 4 dan 5. Akhirnya hanya menebak saja nilai tangen 60. Sedangkan pada wawancara pertama, subjek sudah mencoba mengingat dengan menuliskan harga-harga sin, cosinus dan tangen sudut istimewa, sampai sudut 60o ,

tetapi juga menebak saja nilai tangen 60o.

Nampak subjek kurang melakukan pemantauan dan refleksi proses berpikirnya untuk merunut kembali memperoleh nilai tangen.

(11)

2) Subjek RAB2 dapat melakukan perhitungan sesuai langkah-langkah yang sudah direncanakan, sehingga memperoleh hasil akhir. Subjek dapat membuat perencanaan, namun kurang dalam merefleksi proses berpikirnya. Karena kurang penguasaan konsep pengetahuan terdahulu dan kurang pemanfaatan pengetahuan metakognisi dalam hal variabel tugas dan variabel strategi, maka siswa tidak menyadari kalau dirinya tidak tahu. Nampak bahwa self

efficacy nya kurang.

Dalam meneliti kembali

1) RAB1 meyakini kalau pekerjaannya sudah benar dengan meninjau kembali perhitungannya, subjek sudah melibatkan metakognisinya dengan meneliti kembali hasil yang diperoleh. Tetapi karena lupa nilai tangen 60, tidak dapat mencari kebenarannya, hanya meyakini saja kalau tebakannya benar.

2) Karena kurang penguasaan konsep pengetahuan terdahulu dan kurang pemanfaatan pengetahuan metakognisi dalam hal variabel tugas dan variabel strategi. Subjek RAB2 tidak menyadari kalau rumus yang digunakan kurang tepat penerapnnya. RAB2 tidak merefleksi proses berpikirnya sehingga tidak menyadari kalau konsep yang dipunyainya kurang benar, hal ini mengakibatkan RAB2 tidak menyadari kalau dirinya tidak tahu. Nampak bahwa self

efficacy kurang.

PEMBAHASAN

Dalam pemecahan masalah matematika, pengetahuan awal atau pengetahuan dasar sangat dibutuhkan. Pengetahuan faktual (Krathwohl) atau pengetahuan deklaratif (Paris, Pierce) merupakan pengetahuan dasar yang harus diketahui siswa untuk dapat memecahkan masalah. Gagne berpendapat bahwa sebuah topik dapat dipelajari bila hirarki prasyaratnya telah dipelajari. Sebuah topik pada tingkat tertentu dalam hirarki tersebut mungkin didukung oleh salah satu atau lebih dari topik-topik di tingkat lebih rendah. Siapapun mungkin tidak dapat mempelajari topik tertentu karena ia gagal mempelajari topik-topik dibawahnya yang mendukung topik tertentu tersebut. (Gagne, 1977: 166). Siswa dari kelas akselerasi kelompok bawah (RAB1) kurang menguasai pengetahuan faktual untuk materi penelitian ini, RAB1 menyadari kalau pengetahuan faktualnya kurang, sehingga pada waktu harus menggunakan pengetahuan dasarnya, hanya menebak saja. RAB1 juga menyadari, kalau kekurangannya itu disebabkan karena pada waktu pertama kali diajar trigonometri tidak masuk sekolah, sehingga sampai sekarang merasa tidak menguasai materi trigonometri, sehingga setiap kali menghadapi soal trigonometri sudah merasa kesulitan, kalau tidak dapat mengingat rumus atau suatu harga, misal tan 60o maka dia hanya menebak saja. Sedangkan

responden kedua RAB2 kelas akselerasi kelompok bawah memiliki pengetahuan faktual dan pengetahuan prosedural, namun pengetahuan kondisionalnya kurang sehingga kurang tepat dalam menerapkan rumus. Nicholls merangkum tulisan Dillon dan Sternberg,1986; Taylor,1991; Biggs,1991; Biggs dan Moore, 1993 yang menyatakan bahwa metacognition

(12)

“knowing what” (knowledge about one’s own learning processes), “procedural knowledge” or “knowing how” (knowledge about what skills and strategies to use) and conditional knowledge or “knowing when” (knowledge about when and why various strategies should be used). Nampak RAB2

menguasai pengetahuan faktual dan pengetahuan prosedural, yakni mengetahui rumus aturan sinus (knowing what) dan dapat melakukan langkah-langkah dengan mantap (knowing how), tetapi kurang dalam pengetahuan kondisional sehingga tidak dapat menerapkan rumus dengan tepat (knowing when). RAB2 dengan mantap menyelesaikan masalah dan tidak menyadari kalau penerapan rumusnya salah dan tidak menyadari kalau hasilnya salah. Nampak RAB2 tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang lengkap, tetapi yakin kalau dirinya benar. Hal ini berkaitan dengan self efficacy (perkiraan seseorang mengenai dirinya sendiri). Nampak RAB2 memiliki

self efficacy yang rendah. RAB2 yakin dirinya

mampu, namun tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang lengkap dan tidak mengetahui dengan tepat kapan menerapkan rumus itu, sehingga dengan yakin dan mantap melakukan langkah-langkah penyelesaian dan yakin kalau langkah-langkah yang dilakukan sudah benar, padahal penerapannya salah. Sedangkan RAB1 mengetahui dengan baik kalau dirinya kurang menguasai materi trigonometri dan tahu sebabnya, sehingga ketika menghadapi masalah yang berkaitan dengan Trigonometri sudah merasa tidak dapat menyelesaikan, akhirnya hanya main tebak saja, dan menuliskan yang diingatnya tetapi tidak menyadari kalau yang ditulis tidak benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hacker bahwa keyakinan siswa dalam hal kemampuan diri dapat memberi dampak buruk bagi motivasi siswa untuk membangun

strategi metakognitif. Jika seseorang yakin bahwa dia sangat tidak bisa mengerjakan soal matematika cerita, ketika dihadapkan dengan soal cerita matematika, mereka cenderung akan ragu ragu untuk bertindak maju. Sebab mereka percaya bahwa tidak mungkin bagi mereka memecahkan soal cerita matematika, mereka kurang termotivasi untuk memonitor dan mengatur upaya-upaya mereka. Sedangkan untuk siswa kelas akselerasi kelompok atas baik responden 1 (RAA1) maupun responden 2 (RAA2) dapat melibatkan metakognisinya dengan baik. Siswa-siswa ini dapat merefleksi hasil berpikirnya sehingga dapat mencermati soal. Siswa dapat menerapkan strategi metakognitif, sehingga dapat menyelesaikan soal dengan baik, dapat memanfaatkan pengetahuan awalnya dengan baik untuk memilih strategi penyelesaian, memonitor proses berpikirnya dengan baik, sehingga dapat mencermati soal serta dapat mengevaluasi proses berpikirnya, yang akhirnya dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Hal ini sesuai dengan strategi metakognitif yang dikemukakan oleh Blakey yakni: (a) Menyelesaikan masalah dengan menghubungkan informasi yang ada dalam soal dengan pengetahuan terdahulu, (b) Memilih strategi penyelesaian dengan tepat, (c) Merencanakan, memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya.

SIMPULAN

Strategi metakognitif merupakan dasar dalam memecahkan masalah, yaitu secara sadar menghubungkan informasi baru dalam masalah dengan yang lama, memilih strategi berpikir dengan bebas, merencanakan, memonitor dan mengevaluasi proses berpikirnya. Dengan menggunakan strategi metakognisi, siswa dapat bekerja lebih sistematis, dengan hasil yang lebih baik.

(13)

Siswa kelas akselerasi SMA, untuk kelompok atas, dapat berpikir metakognitif sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan sistematis, dapat merencanakan dengan baik, dapat menghubungkan yang diketahui dengan yang ditanyakan, mengetahui rumus-rumus yang diperlukan, dapat memilih rumus yang paling cocok, sehingga langkah-langkah yang dilakukan sistematis dan mendapatkan langkah yang paling pendek. Siswa kelompok atas ini dapat mengevaluasi semua tindakan dengan baik, sehingga mendapatkan hasil yang cukup baik.

Sedang siswa kelompok rendah, menyelesaikan masalah dengan cara prosedural saja, tidak menyadari mengapa harus melakukan langkah-langkah yang demikian. Apabila ditanya alasannya melakukan langkah itu, jawabnya “tidak tahu” atau “kata pak guru”. Siswa tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang lengkap, tidak menyadari kalau langkah-langkah yang dilakukan salah dan mendapatkan hasil yang salah. Siswa kelompok bawah ini memiliki self

efficacy yang rendah. siswa yakin dirinya mampu,

namun tidak menyadari kalau pengetahuannya kurang lengkap dan tidak mengetahui dengan tepat kapan menerapkan rumus itu, sehingga dengan yakin dan mantap melakukan langkah-langkah penyelesaian dan yakin kalau langkah-langkah yang dilakukan sudah benar, padahal penerapannya salah.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. and David R. Krathwohl, (2001), A

Taxonomy for Learning Teaching and Assessing, A Revision of Blooms Taxonomy of Educatinal Objectives, Addison Wesley Longman, Inc USA

Arends, Richard I. (2000). Learning to Teach. Central Connecticut State University The McGraw-Hill Companies Inc.

Blakey, 1990, Metacognition-Edutechwiki, http:// www.Metacognition/EduTechWiki.htm, diunduh tanggal 26 Agustus 2010

Byrnes, James P., 1996, Cognitive Development and

Learning in Instructonal Contexts. University of Mariland, Allyn & Bacon

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Carol McGuinness, Metacognition in Primary

classroom: A Pro active learning effectfor children. http://www.sustainablethinking

classroom.qub.ac.uk

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003).

Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar SD, SMP dan SMA, Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan Menengah

Flavell. (1979). Metacognition and Cognitive

Monitoring. Allyn Bacon

Gama, Claudia Amado (2004), Integrating

Metacognition Instruction in Interactive Learning Environments, disertasi, University of

(14)

Hacker, Douglas J., “ A Growing Sense of ‘Agency’”. In Hacker, Douglas J, John Dunlosky and Arthur C. Graesser. 2009. Handbook of Metacognition

in Education. New York: Routledge

Hudoyo, Herman, (1988). Mengajar Belajar Matematika, Jakarta Departemen Pendidikan Ibrahim, M. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah.

Surabaya : University Press Unesa

Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasar Masalah.Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya

Lester , F. Garofalo, J. & Kroll, D. (1989). The Role

of Metacognition in Mathematica problem Solving: A study of two grade seven classes. Final

report of thee National Science Foundation of NSF prject MDR. http://www.gse.berkeley.edu/ Livingston, J. A. (1997), Metacognition: An Overview. h t t p / / w w w. q s e. b u f f a o. e du / f a s / s c h u el / cep564.metacog.htm, diunduh 29 September 2010

Matlin, M. W. (1998). Cognition. Philadelphia: Harcourt Brace College Publisher.

Nicholls, Helen, Cultivating The Seventh Sense –

metacognition strategising in a New Zealand secondary classroom, http://www.aare.edu.au/

03pap/nic03186.pdf, diunduh 1 April 2010.

NCREL, (1995), Metacognition - Thinking about

thinking - Learning to learn http://

members.ii net.net.au/metacognition. htm, diunduh 29 September 2010

Matlin, M. W. (1998). Cognition. Fort Worth, harteourt Brace College Publisher

Paris, Cross dan Lipson (1984) dari “http:// edutechwiki.unige.ch/en/Metacognition, diunduh 29 September 2010

Polya, G., (1973) “How to Solve It”, 2nd ed., Princeton University Press, , ISBN 0-691-08097-6. Sarah Mittlefehldt and Tina Grotzer, (2003), Using

Metacognition to Facilitate the Transfer of Causal Models in Learning Density and Pressure, Harvard University

Schoenfeld, A.H., (1992), Learning to Think

Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense-Making in Mathematics. New York Mac Millan.

Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology:

Theory and Practice Fourth Edition.

Massachusets: Allyn and Bacon Publishers. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di

Indonesia: Kontatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

reduce the greenhouse gas emission due to fossil fuel burning, REFF-Burn concept has been issued by the General Director of New Energy, Renewable and Energy

auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalau suatu asersi. Akuntan Publik diwajibkan untuk selalu meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya dengan

Dengan demikian pengelolaan perikanan pelagis kecil Laut Jawa sebaiknya menjadi satu unit managemen dengan perairan Selat Makasar laut dangkal di timur Kalimantan; sedang di

Surat penaw aran yang telah masuk dibuka dalam suatu rapat yang dihadiri oleh panitia dan peserta lelang,.. dilanjutkan pembuatan berita acara pembukaan surat penaw aran yang

[r]

Dalam penelitian Auvaria (2017), perencanaan pewadahan dapat dihitung dari hasil sampling timbulan sampah sebesar 1,27 liter/jiwa/hari yang dikalikan dengan jumlah

Ada perubahan konstruksi dari gabungan verba + nomina dalam bahasa Inggris menjadi satu kata nomina yaitu compassion.. (30) berkembang biak =

Berdasarkan tujuan pengembangan media pembelajaran berupa Bahan Ajar Berbasis Website Untuk Mata Kuliah Workshop Instalasi Penerangan Listrik di Jurusan Teknik